BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Kimia dan Pembelajaran Kimia Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa definisi belajar
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Sedangkan menurut Hilgard dan Bower (2002) dalam Baharuddin dan Wahyuni (2010: 13), belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Suyono dan Hariyanto (2011: 9) berpendapat bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Yamin (2008: 120) menyimpulkan bahwa bahwa belajar adalah proses
orang
memperoleh kecakapan, keterampilan, dan sikap. Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktivitas atau proses untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pengalaman, mengingat dan mendapatkan atau menemukan informasi. Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran merupakan proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Sedangkan Hamalik (2001: 57) menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Sagala (2010: 61), pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Bruner dalam Wardoyo (2013: 2) berpendapat bahwa pembelajaran adalah sebuah proses sosial yang aktif yang mana pembelajar mengkonstruksi ide dan konsep baru berdasarkan pengetahuan yang sekarang. Dari beberapa definisi pembelajaran di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sebuah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
8
9
belajar, dimana mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan pembelajar mengkonstruksi ide dan konsep baru berdasarkan pengetahuan. Kimia adalah ilmu yang mempelajari materi dan perubahannya. Dibandingkan dengan bidang yang lain, mempelelajari kimia sering terkesan lebih sulit. Salah satu faktor penyebab mempelajari kimia terkesan sulit adalah kimia memiliki perbendaharaan kata yang khusus, dimana mempelajari kimia seperti mempelajari bahasa yang baru serta beberapa konsepnya bersifat abstrak (Chang, 2005:4). Menurut Johnstone dalam Talanquer (2011), untuk belajar dan mengajar kimia perlu mencakup tiga level: (1) macrochemistry, dimana kimia yang dialami di tingkat nyata, terlihat dan sensorik, (2) submicrochemistry, menjelaskan fenomena makro pada tingkat atom dan molekul dengan perspektif kinetik, dan (3) symbolic, mencakup simbol-simbol representasional, persamaan kimia dan perhitungan kimia. BSNP (2006: 177) menyebutkan bahwa pembelajaran sains (termasuk kimia) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Oleh karena itu, pembelajaran kimia baik dalam proses maupun penilaian hasil belajar kimia harus memerhatikan karakteristik kimia sebagai proses dan produk. BSNP (2006: 178) juga menyebutkan pembelajaran kimia di SMA/MA bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut. a.
Membentuk sikap positif terhadap kimia dan menyadari keteraturan dan keindahan alam semesta serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
b.
Memupuk sikal ilmiah yaitu jujur, objektif, terbuka, ulet, kritis, dan dapat bekerjasama dengan orang lain.
c.
Memperoleh pengalaman dalam menerapkan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana peserta didik melakukan pengujian hipotesis dengan merancang percobaan melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan penafsiran data, serta menyampaikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.
10
d.
Meningkatkan kesadaran tentang terapan kimia yang dapat bermanfaat dan juga merugikan bagi individu, masyarakat, dan lingkungan serta menyadari pentingnya mengelola dan melestarikan lingkungan demi kesejahteraan masyarakat.
e.
Memahami konsep, prinsip, hukum, dan teori kimia serta saling keterkaitannya dan penerapannya untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari dan teknologi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan pembelajaran kimia adalah
proses interaksi siswa dengan pendidik, sumber belajar dan bahan ajar berupa materi kimia dalam suatu lingkungan belajar dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. 2.
Teori Belajar Teori-teori yang mendukung dan mendasari pembelajaran kooperatif
yaitu teori belajar kontruktivisme, teori belajar Vygotsky, teori perkembangan Piaget, teori belajar Ausubel, dan teori belajar Gagne. a.
Teori Belajar Konstruktivis Vygotsky Teori konstruktivis Slavin menyatakan bahwa siswa harus nememukan
sendiri dan menstransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada hasil. Bagi siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuaru untuk dirinya, berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. Vygotsky berpendapat bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui bahasa. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugastugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka atau daerah tingkat perkembangan sedikit diatas daerah perkembangan seseorang saat ini. Ia meyakini bahwa fungsi mental lebih tinggi pada umumnya muncul dalam percakapan dan kerjasama antar individu sebelum
11
fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut. Selain itu ide penting dari Vygotsky adalah pemberian bantuan kepada anak selama tahaptahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya atau scaffolding (Trianto, 2009). Vygotsky menemukan hal penting berkaitan dengan pembelajaran pada anak diantaranya adalah mengkonstruksi pengetahuan dan perkembangan kognitif terkait erat dengan interaksi social yang dapat dihadirkan dalam bentuk kerja sama antar peserta didik. Implikasi pandangan Vygotsky dalam pembelajaran kimia adalah pembentukan kelompok yang memungkinkan peserta didik dapat berinteraksi dalam pemecahan masalah. Melalui interaksi yang terjadi selama proses belajar, akan berpengaruh kepada keberhasilan peserta didik . Interaksi dapat mengubah kemampuan dan bakat alamiah menjadi pengalaman belajr yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Sementara itu, interaksi dengan metode pembelajaran memungkinkan peserta didik dapat mempelajari fenomena alam yang dihadirkan melalui metode pembelajaran. Berdasarkan ciri pembelajaran kontruktivisme dan perkembangan kognitif Piaget maka dapat disimpulkan bahwa teori belajar yang diacu dalam penelitian sesuai dengan pembelajaran dengan metode Team Assisted Individualization (TAI) dimana siswa dituntut aktif dalam membentuk pengetahuan mereka sendiri yaitu dengan belajar secara berkelompok. b. Teori Perkembangan Piaget Jean Piaget merupakan seorang pakar yang banyak melakukan penelitian tentang perkembangan kognitif manusia. Perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis, perkembangan sistem syaraf. Dengan bertambahnya umur seseorang, maka makin kompleks susunan sel syarafnya, sehingga makin meningkat pula kemampuannya. Perubahan struktur kognitif merupakan fungsi dari pengalaman dan kedewasaan anak terjadi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu. Proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangan sesuai dengan umurnya. Setiap anak akan melewati tahapan demi tahapan secara hierarki, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak
12
dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya. Piaget dalam Saiful Sagala (2009: 13) membagi tahap-tahap perkembangan kognitif seorang anak menjadi empat, yaitu: a) tahap sensori-motor (0-2 tahun), b) tahap pra-operasional (2-7 tahun), c) tahap operasional konkret (7 – 11 tahun), dan d) tahap operasional formal (11 tahun – ke atas). Teori perkembangan Piaget menekankan peran aktif siswa dalam membangun pemahaman mereka tentang realita. Dalam teori Piaget, ada tiga bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan fisik (physical knowledge), pengetahuan logika-matematik (logico-mathematical knowledge) dan pengetahuan sosial (social knowledge). Pengetahuan fisik merupakan pengetahuan tentang ciri-ciri fisik dan obyek. Sumber pengetahuan fisik terutama terdapat dalam obyek itu sendiri, sehingga obyek menjadi sumber dari pengetahuan sebagai pengamatan. Pengetahuan logika-matematik bersifat abstrak, terdiri atas hubungan-hubungan yang diciptakan subyek dan diintroduksikan pada obyek-obyek. Sedangkan pengetahuan sosial merupakan pengetahuan yang dibuat bersama oleh masyarakat, yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain. Jadi pengetahuan sosial membutuhkan manusia, tanpa interaksi dengan manusia, tidak mungkin bagi seorang anak untuk memperoleh pengetahuan sosial (Muhibbin Syah, 2009: 24-29). Walaupun
terdapat
perbedaan
individual
dalam
hal
kemajuan
perkembangan, tetapi teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun pertumbuhan itu berlangsung pada kecepatan yang berbeda. Perkembangan kognitif sebagian besar bergantung seberapa jauh anak memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungan. c.
Teori Belajar Ausubel David Ausubel menyatakan bahwa teori belajar merupakan titik
berangkat untuk menemukan prinsip-prinsip umum tentang mengajar yang efektif. Belajar merupakan asimilasi yang bermakna bagi siswa. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dalam bentuk struktur kognitif. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk
13
mengorganisasi isi atau materi pelajaran serta penataan kondisi pembelajaran agar dapat memudahkan proses asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif orang yang belajar. Inti dari teori belajar Ausubel tentang belajar adalah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Guna menekankan fenomena pengaitan ini, Ausubel mengemukakan istilah subsumer. Subsumer memegang peranan dalam proses memperoleh informasi baru. Dalam belajar bermakna, subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang perceptual dan menyediakan suatu kaitan antara informasi yang baru diterima dan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya. d. Teori Belajar Gagne Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Ada lima bentuk belajar yang diungkapkan oleh Gagne yaitu belajar responden, belajar kontiguitas, belajar operant, belajar observasional, dan belajar kognitif. Pertama, pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh kemampuan untuk mengeluarkan respon terkondisi. Bentuk belajar semacam ini disebut belajar responden dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidang-bidang studi. Kedua, belajar kontiguitas yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini sering kita alami. Ketiga, kita belajar bahwa konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangannya. Belajar semacam ini disebut belajar operant. Keempat, pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar dari metode-metode, dan masing- masing kita mungkin menjadi suatu metode bagi orang lain dalam belajar
14
observasional. Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita (Syaiful Sagala, 2009: 17-28).
3.
Metode Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) Metode Pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) merupakan
salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Robert E. Slavin. Menurut Slavin, TAI mengombinasikan penggunaan pembelajaran kooperatif dengan praktik-praktik lainnya dan yang langsung tertuju pada isu mengenai metode pengajaran dan kontennya, termasuk juga pengaturan kelas. Metode TAI digunakan untuk mengadaptasi pengajaran terhadap perbedaan individual berkaitan dengan kemampuan siswa maupun pencapaian prestasi siswa. Perbedaan individu ini mengarah pada perbedaan pengetahuan, kemampuan, dan motivasi siswa pada saat memasuki kelas. Ketika guru menyampaikan sebuah pelajaran kepada bermacam-macam kelompok, besar kemungkinan ada sebagian siswa yang tidak memiliki syarat kemampuan untuk mempelajari pelajaran tersebut, dan akan gagal memperoleh manfaat dari metode tersebut. Siswa lainnya mungkin malah sudah tahu materi itu, atau bisa mempelajarinya dengan sangat cepat sehingga waktu mengajar yang dihabiskan bagi mereka hanya membuang waktu. TAI diprakarsai sebagai usaha merancang sebuah bentuk pengajaran individual yang bisa menyelesaikan masalah-maslaha yang membuat metode pengajaran individual menjadi tidak efektif. Dengan membuat para siswa bekerja dalam tim-tim pembelajaran kooperatif dan mengemban tanggung jawab mengelola dan memeriksa secara rutin, saling membantu satu sama lain dalam menghadapi masalah, dan saling memeberi dorongan untuk maju, maka guru dapat membebaskan diri mereka dari memberikan pengajaran langsung kepada sekelompok kecil siswa yang homogen yang berasal dari tim-tim heterogen. Secara umum, TAI terdiri dari 8 komponen utama, yaitu: a. Placement test Siswa diberi tes awal program pengajaran. Hasil dari tes awal ini digunakan sebagai pedoman dalam pembentukan kelompok berdasarkan point
15
yang mereka peroleh. Tes awal ini dapat berupa pre–test atau hasil tes sebelumnya. Dari test ini pula ditunjuk asisten untuk masing–masing kelompok. Dimana assisten adalah yang memperoleh nilai yang bagus. b. Teams Siswa belajar dalam kelompok–kelompok kecil, dimana satu kelompoknya beranggotakan 4 sampai 5 orang. c. Teaching Group Guru menjelaskan materi pokok secara klasikal pada siswa yaitu dengan memperkenalkan konsep–konsep utama pada siswa sebelum mereka mengerjakan tugas secara individu. d. Student Creative Sebelum siswa bekerja pada kelompoknya, terlebih dahulu masing– masing siswa berusaha membaca, memahami materi pelajaran serta mencoba mengerjakan tugas secara individu. e. Team Study Para siswa diberikan suatu unit perangkat pembelajaran secara individu, unit tersebut berisikan materi kemudian para siswa mengerjakan dan membahas unit–unit tersebut dalam kelompok masing–masing. Jika ada siswa yang merasa kesulitan disarankan untuk meminta bantuan kepada asisten dalam kelompok sebelum meminta bantuan kepada guru. f. Whole Class Unit Pada tahap ini dilakukan diskusi kelas. Setiap anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Ketika ada kelompok yang sedang mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, maka tugas dari kelompok lain adalah menanggapi jawaban dari hasil kerja kelompok yang dipresentasikan. Setelah proses diskusi selesai guru mengevaluasi jalannya diskusi serta menyempurnakan pemahaman siswa dengan membuat kesimpulan. g. Fact Test Guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah pemberian materi. Pada penelitian ini diberikan setelah akhir pembelajaran dan di akhir siklus.
16
h. Team Score and Team Recognition Di akhir pembelajaran guru menghitung skor kelompok. Skor ini didasarkan pada jumlah rata–rata dari nilai tes anggota kelompok. TAI dirancang untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran individual berikut ini: -
Dapat meminimalisir keterlibatan guru dalam pemeriksaan dan pengelolaan rutin.
-
Guru setidaknya akan menghabiskan separuh dari waktu tuanya untuk mengajar kelompok-kelompok kecil.
-
Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, dan tidak akan bisa berbuat curang atau menemukan jalan pintas.
-
Tersedianya banyak cara pengecekan penguasaan supaya para siswa jarang menghabiskan waktu mempelajari kembali materi yang sudah mereka kuasai atau menghadapi kesulitan serius yang membutuhkan bantuan guru.
-
Para siswa akan dapat melakukan pengecekan satu sama lain, sekalipun bila siswa yang mengecek kemampuannya ada di bawah siswa yang dicek dalam rangkaian pengajaran, dan prosedur pengecekan akan cukup sederhana dan tidak mengganggu si pengecek.
-
Programnya mudah dipelajari baik oleh guru maupun siswa, tidak mahal, fleksibel, dan tidak membutuhkan guru tambahan ataupun tim guru.
-
Dengan membuat para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap positif terhadap siswa-siswa yang cacat secara akademis dan di antara para siswa dari latar belakang ras atau etnik yang berbeda. Berdasarkan penelitian Awofala, (2013:14) menyatakan bahwa metode
pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) lebih efektif daripada metode tradisional karena siswa memiliki kesempatan untuk bekerja sama dalam tim, berbagi pandangan dan pendapat, dan terlibat dalam pemikiran untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan kinerja matematik.
17
Menurut Roger dan David Johnson, terdapat 5 alasan perbedaan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran kelompok biasa, yaitu: 1.
Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
2.
Personal responsibility (tanggung jawab perorangan)
3.
Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
4.
Interpersonal skill (komunikasi antar anggota/ketrampilan)
5.
Group processing (pemrosesan kelompok) Tabel 2.1. Perbedaan Pembelajaran Kelompok Kooperatif dengan Pembelajaran Kelompok Biasa Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Biasa
Adanya saling ketergantungan positif, Guru sering membiarkan adanya saling
membantu
dan
saling siswa yang mendominasi kelompok
memberikan motivasi sehingga ada atau interaksi promotif.
menggantungkan
diri
pada
kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang Akuntabilitas mengukur penguasaan materi pelajaran diabaikan
individual
sehingga
sering
tugas-tugas
tiap anggota kelompok. Kelompok sering diborong oleh salah seorang diberi umpan balik tentang hasil anggota belajar
para
anggotanya
kelompok,
sedangkan
sehingga anggota kelompok lainnya hanya
dapat saling mengetahui siapa yang “enak-enak memerlukan bantuan dan siapa yang keberhasilan dapat memberikan bantuan.
saja”
di
atas
temannya
yang
dianggap “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya.
Kelompok
belajar
biasanya
homogen.
Ketrampilan sosial diperlukan dalam kerja
gotong
kepemimpinan,
royong
seperti
kemampuan
berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara
Ketrampilan
sosial
sering
diajarkan secara langsung.
tidak
18
langsung diajarkan. Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan Pemantauan melalui observasi dan pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan guru melakukan
intervensi
masalah dalam
jika
kerja
terjadi pada saat belajar kelompok sedang
sama antar berlangsung.
anggota kelompok. Guru memperhatikan secara langsung Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar. Penekanan
tidak
penyelesaian hubungan
hanya
tugas
tetapi
interpersonal
kelompok-kelompok belajar. pada juga Penekanan
sering
hanya
pada
(hubungan penyelesaian tugas.
antar pribadi yang saling menghargai)
Dari uraian di atas, metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) cocok untuk materi pelajaran yang banyak mengandung unsur hitungan seperti materi Hidrolisis Garam dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. 4.
Modul Pembelajaran Modul merupakan bahan ajar cetak yang dirancang untuk dapat dipelajari
secara mandiri oleh peserta pembelajaran. Modul disebut juga media untuk belajar mandiri karena di dalamnya telah dilengkapi petunjuk untuk belajar sendiri. Artinya, pembaca dapat melakukan kegiatan belajar tanpa kehadiran pengajar secara langsung. Bahasa, pola, dan sifat kelengkapan lainnya yang terdapat dalam modul ini diatur sehingga ia seolah-olah merupakan “bahasa pengajar” atau bahasa guru yang sedang memberikan pengajaran kepada murid-muridnya. Maka dari itulah, media ini sering disebut bahan instruksional mandiri. Pengajar tidak secara langsung memberi pelajaran atau mengajarkan sesuatu kepada para muridmuridnya dengan tatap muka, tetapi cukup dengan modul-modul ini.
19
Modul merupakan alat atau sarana pembelajaran yang berisi materi, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang dirancang secara sistematis dan menarik untuk mencapai kompetensi yang diharapkan sesuai dengan tingkat kompleksitasnya. Sebuah modul bisa dikatakan baik dan menarik apabila terdapat karakteristik sebagai berikut. a.
Self Instructional Melalui
modul
tersebut
seseorang
atau
peserta
belajar
mampu
membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus; 1) berisi tujuan yang dirumuskan dengan jelas, 2) berisi
materi
pembelajaran
yang
dikemas
ke
dalam
unit-unit
kecil/spesifik sehingga memudahkan belajar secara tuntas, 3) menyediakan contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran, 4) menampilkan
soal-soal
latihan,
tugas
dan
sejenisnya
yang
memungkinkan pengguna memberikan respon dan mengukur tingkat penguasaannya, 5) kontekstual yaitu materi-materi yang disajikan terkait dengan suasana atau konteks tugas dan lingkungan penggunanya, 6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, 7) terdapat rangkuman materi pembelajaran, 8) terdapat
instrumen
penilaian/assessment,
yang
memungkinkan
penggunaan diklat melakukan ‘self assessment’, 9) terdapat instrumen yang dapat digunakan penggunanya mengukur atau mengevaluasi tingkat penguasaan materi, 10) terdapat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunanya mengetahui tingkat penguasaan materi, dan 11) tersedia informasi tentang rujukan/pengayaan/referensi yang mendukung materi pembelajaran dimaksud.
20
b.
Self Contained Seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub
kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam satu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberikan kesempatan pembelajar mempelajari materi pembelajaran yang tuntas, karena materi dikemas ke dalam satu kesatuan yang utuh. Jika harus dilakukan pembagian atau pemisahan materi dari satu unit kompetensi harus dilakukan dengan hati-hati dan memperhatikan keluasan kompetensi yang harus dikuasai. c.
Stand Alone (berdiri sendiri) Modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak
harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran lain. Dengan menggunakan modul, pebelajar tidak tergantung dan harus menggunakan media yang lain untuk mempelajari dan atau mengerjakan tugas pada modul tersebut. Jika masih menggunakan dan bergantung pada media lain selain modul yang digunakan, maka media tersebut tidak dikategorikan sebagai media yang berdiri sendiri. d.
Adaptive Modul
hendaknya
memiliki
daya
adaptif
yang
tinggi
terhadap
perkembangan ilmu dan teknologi. Dikatakan adaptif jika modul dapat menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan. Dengan memperhatikan percepatan perkembangan ilmu dan teknologi pengembangan modul multimedia hendaknya tetap “up to date”. Modul yang adaptif adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu. e.
User Friendly Modul hendaknya bersahabat dengan pemakainya. Setiap instruksi dan
paparan informasi yang tampil bersifat membantu dan bersahabat dengan pemakainya, termasuk kemudahan pemakai dalam merespon, mengakses sesuai dengan keinginan. Penggunaan bahasa yang sederhana, mudah dimengerti serta menggunakan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk user friendly.
21
5.
Aktivitas Belajar Aktivitas belajar merupakan hal yang sangat penting bagi siswa, karena
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersentuhan dengan obyek yang sedang dipelajari seluas mungkin, karena dengan demikian proses konstruksi pengetahuan yang terjadi akan lebih baik. Belajar diperlukan aktivitas, sebab pada prinsipnya belajar adalah berbuat mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Paul B. Diedrich membuat suatu daftar aktivitas siswa yang dapat digolongkan menjadi delapan kelompok, yaitu: a. Visual activities - Membaca buku - Memperhatikan gambar buku atau media gambar - Demonstrasi atau melakukan percobaan b. Oral activities - Menyatakan pendapat - Merumuskan masalah atau memecahkan masalah - Bertanya tentang materi yang belum jelas - Memberi saran kepada siswa atau mengajukan saran - Mengeluarkan pendapat terhadap materi - Diskusi dan sebagainya c. Listening activities - Mendengarkan uraian dari materi - Percakapan diskusi dengan siswa lainnya - Pidato - Ceramah dan sebagainya d. Writing activities - Menulis cerita tentang materi - Menulis karangan yang diperintahkan guru - Membuat laporan tentang materi - Menyalin buku dan sebagainya
22
e. Drawing activities - Menggambarkan skema atau diagram - Membuat grafik f. Motor activities - Melakukan percobaan terhadap rumus - Bermain menggunakan model pembelajaran g. Mental activities - Mengingat materi yang diajarkan - Menganalisis soal - Memecahkan soal h. Emotional activities - Gembira dalam mengikuti pembelajaran - Berani menyatakan pendapat atau mengerjakan soal - Tenang saat melaksanakan perintah guru Berdasarkan berbagai pengertian jenis aktivitas di atas, peneliti berpendapat bahwa dalam belajar sangat dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Tujuan pembelajaran TAI tidak mungkin tercapai tanpa adanya aktivitas siswa. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah visual activitites, oral activitites, listening activities, dan writing activities. 6.
Prestasi Belajar Menurut Winkel (2005: 226), prestasi belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Sedangkan Hamdani (2011: 138139) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki siswa dalam menerima, menolak, dan menilai informasi-informasi yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Dengan demikian, prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Prestasi belajar dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tinggi-rendahnya prestasi belajar siswa. Permendikbud No. 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan menjelaskan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik mencakup kompetensi
23
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dilakukan secara berimbang sehingga dapat digunakan untuk menentukan posisi relatif setiap peserta didik terhadap standar yang telah ditetapkan. Cakupan penilaian merujuk pada ruang lingkup materi, kompetensi mata pelajaran/ kompetensi muatan/ kompetensi program dan proses. Teknik dan instrumen yang digunakan dalam kompetensi sikap, pengetahuan, dan ketrampilan: a. Penilaian kompetensi sikap. Pendidik melakukan penilaian kompetensi sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat oleh peserta didik dan jurnal. b. Penilaian kompetensi pengetahuan. Pendidik menilai kompetensi pengetahuan melalui tes tulis, tes lisan, dan penugasan. c. Penilaian kompetensi ketrampilan. Pendidik menilai kompetensi ketrampilan melalui tes praktik, projek, dan penilaian portofolio. Fungsi utama prestasi belajar menurut Arifin (2012:12-13) antara lain: a.
Sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah dikuasai peserta didik.
b.
Sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai tendensi keingintahuan (curiousity) dan merupakan kebutuhan umum pada manusia, termasuk kebutuhan anak didik dalam suatu program pendidikan.
c.
Sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan. Asumsinya adalah bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi anak didik dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan berperan sebagai umpan balik dalam meningkatkan mutu pendidikan.
d.
Sebagai
indikator
internal
dan
eksternal
dari
suatu
institusi
pendidikan. Indikator internal dalam arti bahwa prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat prodiktivitas suatu institusi pendidikan. Indikator eksternal dalam arti bahwa tinggi-rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak didik di masyarakat. e.
Dapat dijadikan indikator terhadap daya serap anak didik.
24
Prestasi
belajar
yang
dicapai
masing-maisng individu
berbeda.
Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a.
Faktor dari dalam individu (faktor internal) yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Yang termasuk dalam faktor internal adalah kecerdasan, kondisi jasmaniah atau fisiologis, sikap, minat, bakat, dan motivasi (Hamdani,2011: 139-143).
b.
Faktor dari luar individu (faktor eksternal) yaitu faktor yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di sekitar peserta didik. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga (cara mendidik anak, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi, pengertian orang tua, latar belakang kebudayaan), faktor sekolah (guru, model pembelajaran, fasilitas, kurikulum sekolah, relasi guru dengan anak, relasi antar anak, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu, standar pelajaran, kebijakan penilaian, keadaan gedung, tugas rumah) dan faktor masyarakat (kegiatan anak dalam masyarakat, teman bergaul, bentuk kehidupan dalam masyarakat) (Subini, 2012: 85-102).
7.
Hidrolisis Garam
a.
Jenis Garam dan Reaksi Hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi penguraian garam oleh air atau reaksi ion-ion
garam dengan air. Pada penguraian garam tersebut dapat terjadi beberapa kemungkinan, yaitu: 1) Ion garam bereaksi dengan air menghasilkan ion H+, sehingga menyebabkan [H+] dalam air bertambah dan akibatnya [H+] > [OH-], maka larutan bersifat asam. 2) Ion garam bereaksi dengan air dan menghasilkan ion OH-, sehingga di dalam sistem [H+], [OH-], akibatnya larutan bersifat basa. 3) Ion garam tersebut tidak bereaksi dengan air, sehingga [H+] dalam air akan tetap sama dengan [OH-], maka air akan tetap netral (pH = 7) Ion dianggap bereaksi dengan air, bila ion tersebut dalam reaksinya menghasilkan asam lemah atau basa lemah, sebab bila menghasilkan asam atau
25
basa kuat maka hasil reaksinya akan segera terionisasi sempurna dan kembali menjadi ion-ionnya. Jika suatu garam dianggap merupakan hasil reaksi dari suatu asam dengan basa, maka ditinjau dari asam dan basa pembentuknya ada 4 jenis garam yang dikenal sebagai berikut: 1) Garam yang Terbentuk dari Asam Lemah dan Basa Kuat Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat bila dilarutkan ke dalam air akan menghasilkan anion yang berasal dari asam lemah. Ion tersebut bila bereaksi dengan air menghasilkan ion OH- yang menyebabkan larutan bersifat basa. Contoh: CH3COO-(aq) + Na+(aq)
CH3COONa(aq)
Ion CH3COO- bereaksi dengan air membentuk reaksi kesetimbangan: CH3COO-(aq) + H2O(l)
CH3COOH(aq) + OH-(aq)
Adanya ion OH- yang dihasilkan dari reaksi kesetimbangan tersebut mengakibatkan konsentrasi ion H+ di dalam air lebih sedikit daripada konsentrasi ion OH-, sehingga larutan bersifat basa. Dari 2 ion yang dihasilkan oleh garam pada contoh tersebut, hanya ion CH3COO- yang mengalami hidrolisis, sedangkan ion Na+ tidak bereaksi dengan air sebab NaOH yang terjadi akan segera terionisasi menghasilkan ion Na+ kembali. Hidrolisisi ini disebut hidrolisis sebagaian (hidrolisis parsial), sebab hanya sebagian ion (ion CH3COO-) yang mengalami reaksi hidrolisis. Jadi, garam yang berasal dai asam lemah dan basa kuat aan terhidrolisis sebagian (parsial) dan bersifat basa. 2) Garam yang Terbentuk dari Asam Kuat dan Basa Lemah Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah bila dilarutkan ke dalam air akan menghasilkan kation yang berasal dari basa lemah. Ion tersebut bila bereaksi dengan air akan menghasilkan ion H+ yang menyebabkan larutan bersifat asam. Contoh: NH4Cl(aq)
NH4+(aq) + Cl-(aq)
26
Ion NH4+ bereaksi dengan air membentuk reaksi kesetimbangan. NH4+(aq) + H2O(l)
NH4OH(aq) + H+(aq)
Adanya ion H+ yang dihasilkan dari reaksi kesetimbangan tersebut mengakibatkan konsentrasi ion H+ di dalam air lebih banyak daripada konsentrasi ion OH-, sehingga larutan bersifar asam. Dari dua ion yang dihasilkan oleh garam pada contoh tersebut, hanya ion NH4+ yang mengalami hidrolisis, sedangkan ion Cl- tidak bereaksi dengan air sebab HCl yang terjadi akan segera terionisasi menghasilkan ion Cl- kembali. Hidrolisisi ini juga disebut hidrolisis sebagian (hidrolisis parsial), sebab hanya sebagian ion yang mengalami reaksi hidrolisis. Jadi, garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah akan terhidrolisis sebagian (parsial) dan bersifat asam. 3) Garam yang Terbentuk dari Asam Lemah dan Basa Lemah Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah di dalam air terionisasi, dan kedua ion garam tersebut bereaksi dengan air. Contoh: NH4CN(aq)
NH4+(aq) + CN-(aq)
Ion NH4+ bereaksi dengan air membetuk reaksi kesetimbangan, NH4+(aq) + H2O(l)
NH4OH(aq) + H+(aq)
Ion CN- bereaksi dengan air membentuk reaksi kesetimbangan, CN-(aq) + H2O(l)
HCN(aq) + OH-(aq)
Oleh karena reaksi kedua ion garam tersebut masing-masing menghasilkan ion H+ dan ion OH-, maka sifat larutan garam ini ditentukan oleh harga tetapan kesetimbangan dari asam lemah dan basa lemah yang terbentuk. Hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah merupakan hidrolisis total, sebab kedua ion garam mengalami reaksi hidrolisisi dengan air. Sifat larutan ditentukan oleh harga tetapan kesetimbangan asam (Ka) dan tetapan kesetimbangan basa (Kb) dari kedua reaksi tersebut. 4) Garam yang Terbentuk dari Asam Kuat dan Basa Kuat Ion-ion yang dihasilkan dari ionisasi garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak ada yang bereaksi dengan air, sebab ion-ion yang bereaksi akan segera terionisasi kembali secara sempurna.
27
Contoh: Na+(aq) + Cl-(aq)
NaCl(aq)
Ion Na+ dan ion Cl- di dalam larutan tidak mengalami reaksi dengan air, sebab reaksi air dengan ion Na+ yang menghasilkan NaOH akan segera terionisasi kembali menjadi ion Na+. Hal ini disebabkan NaOH merupakan basa kuat yang terionisasi sempurna. Demikian pula bila ion Cl- bereaksi dengan air maka HCl yang terjadi akan segera terionisasi sempurna menjadi ion Cl - kembali, sebab HCl merupakan asam kuat yang terionisasi sempurna. Kesimpulannya, garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat tidak terhidrolisis. Oleh karena itu, [H+] dan [OH-] dalam air tidak terganggu, sehingga larutan bersifat netral. b.
Nilai pH Larutan Garam Perubahan nilai pH air di dalam larutan garam diakibatkan adanya reaksi
hidrolisis ion garam oleh air tersebut. Oleh karena itu, dalam menentukan nilai pH suatu larutan garam perlu dilakukan tinjauan reaksi kesetimbangan hidrolisis yang terjadi. 1) Garam yang Berasal dari Asam Lemah dan Basa Kuat Jika asam lemah yang digunakan diberi simbol HA, maka basa konjugasinya punya simbol A-, sehingga reaksi hidrolisis dapat ditulis: A-(aq) + H2O(l)
HA(aq) + OH-(aq), dan tetapan kesetimbangannya
adalah: =
[
][ [ ]
Berdasarkan reaksi di atas, [HA] = [OH-], maka = [
Dimana
=
, jadi
[
[ =
[
] =
]=
[
[
][
] ]
]
] ]
[
[
]
]
28
dengan: Kw Ka
[
]=
[
= tetapan ionisasi air (10-14)
]
= tetapan ionisasi asam HA
[A-] = konsentrasi ion garam yang terhidrolisis 2) Garam yang berasal dari Asam Kuat dan Basa Lemah Jika basa lemah yang digunakan diberi simbol BOH, maka basa konjugasinya punya simbol B+, sehingga reaksi hidrolisis dapat ditulis: B+(aq) + H2O(l)
BOH(aq) + H+(aq)
Dengan cara yang sama diperoleh nilai konsentrasi ion H+:
dengan: Kw Kb
[
]=
[
= tetapan ionisasi air (10-14)
]
= tetapan ionisasi asam BOH
[B+] = konsentrasi ion garam yang terhidrolisis 3) Garam yang Berasal dari Asam Lemah dan Basa Lemah Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah terhidrolisis total. Misalnya garam MZ yang berasal dari basa lemah MOH dan asam lemah HZ. Reaksi hidrolisis yang terjadi adalah: M+(aq) + Z-(aq) + H2O(l)
Jika dikalikan dengan
= =
[ [
[
][
]
][
[
MOH(aq) + HZ(aq)
]
][
=
[
][ ] ][ ]
[
akan diperoleh:
]
]
[
[
][
]
]
[
][
]
Dan jika disubstitusikan, maka diperoleh persamaan untuk menentukan konsentrasi ion H+ dalam larutan:
29
[
]=
Dari rumus di atas, maka nilai pH larutan garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah tidak tergantung pada konsentrasi ion-ion garam dalam larutan tetapi tergantung pada nilai Ka dan Kb dari asam dan basa pembentuknya. Jika Ka = Kb maka larutan akan bersifat netral (pH = 7) Jika Ka > Kb maka larutan akan bersifat asam (pH < 7) Jika Ka < Kb maka larutan akan bersifat basa (pH > 7) Derajat Hidrolisis (α)
Dimana
=
=
M = konsentrasi garam
B. Kerangka Berpikir Keberhasilan proses belajar mengajar merupakan hal utama dalam melaksanakan pendidikan di sekolah yang ditentukan oleh tercapainya tujuan pembelajaran, hal tersebut harus didukung oleh pemilihan metode yang sesuai serta penilaian yang dapat mengukur keberhasilan dari proses belajar mengajar. Siswa di SMA Negeri 2 Karanganyar menganggap pelajaran kimia adalah pelajaran yang sulit dipahami dan abstrak, sehingga konsep yang tertanam tidak kuat dan hasil yang dicapai kurang maksimal, keaktifan dan potensi yang ada pada siswa kurang terlatih. Hal ini menyebabkan banyak siswa yang masih sulit memahami dan menguasai materi kimia sehingga pretasi belajar siswa rendah. Terutama pada materi Hidrolisis Garam yang membutuhkan ketekunan siswa dalam membaca, pemahaman konsep, dan latihan soal. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, pembelajaran kimia khususnya materi Hidrolisis Garam, aktivitas dan prestasi belajar siswanya terutama kelas XI
30
IPA 3 masih rendah, kelas ini cenderung kurang antusias terhadap pembelajaran, ketika guru menjelaskan di kelas siswa cenderung diam dan komunikasi berjalan satu arah dari guru, sehingga tidak memahami konsep dengan baik. Rendahnya prestasi belajar siswa yang ditandai dengan masih banyak jumlah siswa yang belum mencapai batas KKM salah satunya disebabkan karena penggunaan metode ceramah yang masih sering diterapkan. Penggunaan metode ceramah yang dilakukan oleh guru pada materi pokok lesetimbangan kimia mengakibatkan rasa malas, bosan dan tidak menarik bagi siswa. Ditambah lagi dengan banyaknya konsep yang harus dipahami pada materi Hidrolisis Garam ini terkesan sulit. Kondisi seperti ini yang mengakibatkan kurangnya motivasi siswa sehingga minat dan partisipasi siswa kurang. Untuk mengatasi masalah ini diperlukan suatu upaya agar tujuan pembelajaran dapat tetap tercapai (ketuntasan belajar tinggi). Upaya tersebut seperti misalnya dengan memilih sistem pengajaran yang dapat merangsang siswa untuk aktif di dalamnya dan penyajian materi yang menarik. Hal ini dapat dilakukan dengan pemilihan metode pembelajaran yang tepat dan disesuaikan dengan materi yang disampaikan, kondisi siswa, sarana yang tersedia dan tujuan pembelajarannya. Metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) merupakan salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. Metode pembelajaran TAI memadukan peran individu dengan kerja kelompok, sehingga siswa dapat saling bekerja sama dalam memahami mata pelajaran yang disampaikan oleh guru. Dengan adanya asissten yang bertugas membantu siswa lain dalam satu kelompoknya yang kurang mampu, diharapkan kesulitan pemahaman materi dapat dipecahkan secara individu maupun secara kelompok. Dengan begitu proses pembelajaran akan menjadi lebih terarah. Selain itu, metode pembelajaran TAI cocok digunakan untuk materi yang bersifat hitungan seperti materi Hidrolisis Garam. Dalam penelitian ini digunakan modul sebagai media pembelajaran yang dapat digunakan sebagai alat bantu pembelajaran. Media modul dapat membantu peran guru dalam penerapan metode TAI khususnya pada saat penyajian materi. Dengan diterapkannya metode pembelajaran Team Assisted Individualization
31
(TAI) dengan media modul ini siswa dapat tertarik, tidak bosan dalam belajar Hidrolisis Garam dan dapat menguasai materi serta dapat mengarahkan siswa untuk kerjasama dalam kelompok sehingga prestasi belajar siswa meningkat. Skema kerangka berpikir disajikan dalam Gambar 2.1
KONDISI AWAL
TINDAKAN
Guru menggunakan metode ceramah dan belum memanfaatkan media pembelajaran dalam menyampaikan materi kimia
Menerapkan metode Team Assisted Individalization (TAI) dilengkapi modul pembelajaran pada materi Hidrolisis Garam
Aktivitas dan Prestasi Belajar siswa masih rendah
SIKLUS I Pembelajaran metode TAI dilengkapi modul pembelajaran materi Hidrolisis Garam dengan sistem kelompok heterogen
SIKLUS II Pembelajaran metode TAI dilengkapi modul pembelajaran materi Hidrolisis Garam dengan perbaikan berdasarkan hasil siklus I
KONDISI AKHIR
Penerapan metode pembelajaran TAI dilengkapi modul pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar materi Hidrolisis Garam
Gambar 2.1 Skema Kerangka Berpikir
32
C. Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, dapat dikemukan hipotesis tindakan sebagai berikut: 1. Penerapan metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dilengkapi modul pembelajaran dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi Hidrolisis Garam. 2. Penerapan metode pembelajaran Team Assisted Individualization (TAI) dilengkapi modul pembelajaran dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi Hidrolisis Garam.