BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Definisi dan Konsep Dasar Kualitas Secara definitif yang dimaksudkan dengan kualitas atau mutu suatu produk/jasa adalah derajat atau tingkatan dimana produk atau jasa tersebut mampu memuaskan keinginan dari konsumen (fitness for use atau tailor mode).(Wignjosoebroto,2003). Membicarakan tentang pengertian atau definisi kualitas dapat berbeda makna bagi setiap orang, karena kualitas memiliki banyak kriteria dan sangat tergantung pada konteksnya. Banyak pakar di bidang kualitas yang mencoba untuk mendefinisikan
kualitas
berdasarkan
sudut
pandangnya
masing-masing.
Diantaranya yang paling terkenal adalahkualitas tingkat internasional, yaitu W. Edwards Deming,dan Feigenbaum Deming (1982) :
Kualitas
harus
bertujuan
memenuhi
kebutuhan
pelanggan sekarang dan di masa mendatang. Fegenbaum (1991) :
merupakan keseluruhan karakterristik produk dan jasa yang meliputi marketing ,engenering,manufacture,dan maintenance,di mana produk dan
7
8
jasa tersebut dalam pemakaiannya akan sesuai dengan kebutuhan dan harapan pelanggan. Sehingga kesimpulan dari kualitas tersebut adalah : ”kepuasan konsumen dengan kesempurnaan produk merupakan suatu langkah yang tepat dalam proses produksi melaluai peningkatan terus menerus secara bersama – sama” Berdasarkan Galvin (1996) untuk industri
manufaktur kualitas memiliki
dimensi antara lain : 1. Performance yaitu kesesuaian produk dengan fungsi utama produk itu sendiri dan karakteristik operasi dari suatu produk. 2. Feature yaitu ciri khas produk yang membedakan dari produk lain yang merupakan karakteristik pelengkap dan mampu menimbulkan kesan baik bagi pelanggan. 3. Reliability yaitu kepercayaan pelanggan terhadap produk karena kendalanya atau karena kemungkinan kerusakan yang rendah. 4. Conformance yaitu kesesuaian produk dengan syarat atau ukuran tertentu sejauh mana karakteristik desain operasi memenuhi standar yang telah ditetapkan. 5. Durability yaitu tingkat ketahanan/keawetan suatu produk atau lama umur produk. 6. Serviceability yaitu kemudahan suatu produk bila diperbaiki atau kemudahan memperoleh komponen-komponen tersebut. 7. Aesthetic yaitudan daya tarik produk tersebut.
9
8. Perception yaitufanatisme konsumen akan merksuatu produk tertentu karena citra atau reputasi dari produk itu sendiri. Berdasarkan pengertian diatas maka terlihat bahwa kualitas selalu berfokus pada pelanggan, dengan demikian suatu produk atau jasa dibuat untuk kepuasan pelanggan dan keinginan pelanggan. Kualitas dari sisi pelanggan merupakan pengalaman yang sebenarnya terhadap suatu produk atau jasa menurut kebutuhan konsumen tersebut, baik yang dirasakan ataupun yang tidak dirasakan. Kualitas yang dihasilkan oleh produsen akan selalu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh sebab itu, maka produsen akan selalu berupaya untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut dengan cara meningkatkan mutu produk yang dihasilkan secara terus-menerus.
2.2 Perkembangan Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas telah mengalami perkembangan dalam perubahan cakupan dan teknik yang dipergunakan dalam mencari suatu kualitas terbaik. Perkembangan kualitas itu dibagi menjadi lima tahap , antara lain : 1) Tahap Operator Quality Control Tahap ini digunakan apabila operator bertanggung jawab dan mengerjakan seluruh tugas-tugas penentuan kualitas suatu produk secara keseluruhan atau bisa juga terjadi apabila seorang operator mengerjakan proses pembuatan produk sejak awal proses sampai akhir proses.
10
2) Tahap Foreman Quality Control Tahap ini adalah tahap apabila foreman memegang seluruhnya tugas-tugas pengendalian kualitas. Pada tahap ini belum dikenal adanya fungsi inspector terpisah antara operator dan foreman. Tahap ini mulai berkembang pada tahap terjadinya spesialisasi pekerjaan yang dilakukan operator, dengan beberapa operator yang bekerja dalam wawasan inspector. 3) Tahap Inspection Quality Control Tahap ini dipergunakan apabila mengerjakan seluruh tugas-tugas dari pengendalian kualitas. Tahap ini terjadi apabila dalam suatu produksi mulai terdapat peningkatan jumlah produksi dan semakin rumitnya rancangan dari suatu produk dan prosesnya tersebut. 4) Tahap Statistical Quality Control Tahap ini dipergunakan apabila tugas-tugas yang biasanya masih berpusat pada kegiatan inspector, ditingkatkan dengan berbagai macam metode statistik. Hal ini akan dapat dirasakan efisiensinya dalam suatu produk massal. 5) Tahap Total Quality Contol Tahap ini dipergunakan apabila dalam suatu produksi, semua instansi dari atasan hingga bawahan bertanggung jawab atas tugas-tugas pengendalian kualitas yang ada. Lahirnya Total Quality Control disebabkan karena adanya kesadaran bahwa pada saat ini pendekatan parsial tidak lagi memadai, melihat kemajuan industri pada saat ini sudah sangat pesat.
11
2.3 Pengertian Pengendalian Kualitas Pengendalian kualitas adalah penggunaan teknik dan kegiatan untuk mencapai, mempertahankan dan meningkatkan kualitas dari sebuah produk atau jasa. Dengan kata lain pengendalian kualitas merupakan usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan, agar sesuai dengan spesifikasi produk yang telah ditetapkan berdasarkan kebijaksanaan pimpinan perusahaan. Hal ini melibatkan berbagai faktor yang berhubungan dengan beberapa teknik dan kegiatan untuk dapat melakukan proses pengendalia kualitas, yaitu :
a) Spesifikasi dari suatu produk b) Desain dari sebuah produk atau jasa untuk dapat memenuhi spesifikasi c) Produksi atau instalasi untuk dapat memenuhi tujuan dari spesifikasi d) Inspeksi untuk mementukan conformance terhadap spesifikasi e) Pandangan terhadap kegunaan suatu produk atau jasa untuk menyediakan informasi yang akan digunakan untuk revisi dan spesifikasi yang diperlukan. Fungsi dari kegiatan-kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kualitas secara terus-menerus. Pengendalian mutu juga merupakan sistem yang efektif untuk memadukan pengembangan mutu, pemeliharaan mutu.
12
2.4 Peningkatan Kualitas Peningkatan kualitas merupakan aktifitas teknik dan manajemen. Melalui pengukuran karakteristik kualitas dari produk maupun jasa, kemudian membandingkan hasil pengukuran ini dengan spesifikasi produk yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan peningkatan yang tepat apabila ditemukan perbedaan hasil antara kinerja aktual dengan standar yang ada. Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa peningkatan kualitas merupakan suatu metodologi pengumpulan dan analisis data kualitas serta meneruskan dan menginterpretasikan pengukuran-pengukuran yang menjelaskan tentang proses dalam suatu sistem industri, untuk meningkatkan kualitas produk guna
memenuhi
kebutuhan dan ekspektasi
pelanggan
(Gasperz,2001).
2.5 Quality Control Circle Pada tahun 1960-an, Quaility Control Circle diperkenalkan oleh kaoru ishikawa di jepang, Quality Control Circle disebut juga Gugus Kendali Mutu (GKM) adalah kelompok kecil karyawan (4-8 orang) yang melakukan kegiatan pengendalian
dan
peningkatan
mutu
secara
teratur,
sukarela
dan
berkesinambungan dari bidang pekerjaannya dengan menerapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengendalian mutu. Kaoru Ishikawa, otoritas mutu Jepang yang belakangan mengakui pengaruh Deming dan Juran atas pemikirannya. Meskipun demikian, Ishikawa harus diakui kontribusinya.Beliau yang memprakarsai gugus kendalimutu (QCC = Gugus Kendali Mutu), baik dalam konsep maupun praktek. Beliau juga mengembangkan “Ishikawa Cause-Effect.”, atau “Fishbone
13
Diagrams”, dinamakan demikian karena structural mereka mirip dengan kerangka ikan. Seperti Deming, Juran dan Feigenbaum, Ishikawa juga menekankan mutu sebagai “A Way Of Management”. Menurut pendapat Kaoru Ishikawa, Gugus Kendali Mutu adalah suatu kelompok kecil untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan kendali mutu secara sukarela dalam tempat kerja yang sama. Kelompok kecil ini melaksanakan secara terus-menerus sebagai bagian dari kegiatan-kegiatan pengendalian mutu perusahaan secara menyeluruh.Pengembangan diri dan pengembangan bersama, pengendalian dan perbaikan dalam tempat kerja dengan memanfaatkan teknikteknik pengendalian dengan partisipasi seluruh anggota. Sehingga pengertian QCC menurut Kaoru Ishikawa adalah sekelompok karyawan yang terdiri dari empat sampai dengan dua belas karyawan yang berasal dari tempat atau bidang pekerjaan yang sama dalam perusahaan yang secara sukarela berkumpul untuk mengidentifikasi, menganalisis dan memecahkan berbagai
permasalahan
yang
berkaitan
dengan
pekerjaan
mereka
dan
menerapkannya dalam kegiatan operasional perusahaan. Cara yang efektif menerapkan Quality Control Circle yaitu dengan menggunakan seven tools. Seven Tools adalah alat-alat yang digunakan untuk pengolahan data serta melihat faktorfaktor penyebab kecacatan produk. Seven Tools itu sendiri terdiri dari : 1.
Lembar Periksa (Check Sheet) Check Sheet biasanya berbentuk formulir kertas dengan item-item yang diperlukan sudah tercantum dan disusun sedemikian rupa. Digunakan untuk mengumpulkan data hasil pemeriksaan (pengecekan), oleh karena itu ada pula yang menyebutnya dengan lembar pengumpul data. Tujuan check sheetsendiri
14
digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dan informasi mengenai aspek dan kondisi tertentu yang diperlukan, karena biasanya check sheet sangat mempermudah untuk proses pengumpulan dan menganalisa data. 2.
Histogram Histogram merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan menggambarkan
penyebaran/distribusi
data-data
yang
ada.
Dengan
menggunakan histogram, dapat diketahui distribusi / penyebaran data. 3.
Diagram Pareto Diagram Pareto diperkenalkan oleh seorang ahli yaitu Alfredo Pareto (1884-1923). Diagram pareto merupakan suatu alat untuk melihat permasalahan yang paling tinggi prioritasnya. Divisualisasikan dalam sebuah diagram yang disusun mulai dari data terbesar/terbanyak. Kegunaannya untuk menunjukkan dengan jelas dan mudah jenis data yang terbesar serta menunjukkan perbandingan masing-masing jenis terhadap keseluruhan. Diagram Pareto merupakan metode untuk menentukan masalah mana yang harus dikerjakan lebih dahulu.Pareto Chart, mendasarkan keputusannya pada data kuantitatif. Diagram pareto juga dapat mengidentifikasikan suatu masalah yang paling penting yang mempengaruhi usaha perbaikan kualitas dan memberikan petunjuk dalam mengalokasikan sumber daya yang terbatas untuk menyelesaikan masalah (Mitra, 1993). Selain itu, diagram pareto juga dapat
digunakan
untuk
membandingkan
kondisi
proses,
misalnya
ketidaksesuaian proses sebelum dan setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses. Penyusunan diagram pareto sangat sederhana menurut Mitra
15
(1993) dan Besterfield (1998) proses penyusunan diagram pareto meliputi enam langkah yaitu : Menentukan metode atau arti dari pengklasifikasian data, misalnya berdasarkan masalah, penyebab, jenis ketidaksesuaian da nsebagainya. Menentukan satuan yang digunakan untuk membuat urutan karakteristikkarakteristik tersebut. Misalnya rupiah, frekuensi, unit, dan sebagainya. Mengumpulkan data sesuai dengan interval waktu yang sudah ditentukan Merangkum data membuat rangking kategori data tersebut dari yang terbesar hingga yang terkecil. Menghitung
frekuensi
kumulatif
atau
persentasi
kumulatif
yang
digunakan. Menggambar diagram batang, menunjukkan tingkat kepentingan relative masing-masing masalah. Mengidentifikasikan beberapahal yang penting untuk mendapatkan perhatian.
Gambar 2.1 Contoh Diagram Pareto
16
4.
Diagram Sebab Akibat (FishboneDiagram) Merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara karakteristik mutu dengan faktor penyebabnya. Disebut Fishbone karena strukturnya yang mirip struktur tulang ikan. Fungsi dasarnya adalah untuk mengindentifikasi dan mengorganisasi penyebab-penyebab yang mungkin timbul dari suatu efek spesifik
dan
kemudian
memisahkan
akar
penyebabnya.
Penyebab
permasalahan bisa diidentifikasi melalui proses sesi brainstorming (curah pendapat). Secara umum penyebab utama permasalahan adalah : metode kerja, mesin (peralatan), manusia, material, alat pengukuran dan lingkungan. Berdasarkan penyebab utama tersebut kemudian bisa dikembangkan penyebab-penyebab lain yang lebih spesifik melalui curah pendapat. Berikut adalah contoh penggunaan Diagram Sebab – Akibat (Fishbone Diagram).
Gambar 2.2 Contoh Diagram Fishbone
5.
Stratifikasi Yaitu menguraikan dan mengelompokkan kumpulan data (data kerusakan, fenomena, sebab-sebab, dsb) menjadi kelompok yang lebih homogen (tunggal). Tujuannya adalah untuk menghindari salah interpretasi dalam
17
membaca suatu data. Dasar pengelompokkan stratifikasi sangat tergantung pada tujuan pengelompokkan, sehingga dasar pengelompokkan dapat berbeda-beda tergantung pada masalahnya. Dua aspek pokok pembuatan stratifikasi adalah berdasarkan sumber dan hasil. Didalam pengendalian kualitas, stratifikasi terutama ditujukan untuk :
6.
Mencari faktor-faktor penyebab utama kualitas secara mudah.
Membantu membuat diagram tebar
Mempermudah pengambilan kesimpulan dalam penggunaan peta kontrol
Mempelajari secara menyeluruh masalah yang dihadapi
Diagram Pencar (Scatter Diagram) Diagram Pencar merupakan diagram yang menggambarkan korelasi (hubungan) antara 2 faktor atau data yang ada. Dengan memakai diagram ini kita dapat melihat apakah 2 faktor yang kita uji tersebut saling berpengaruh mempunyai korelasi atau tidak.
7.
Peta Kendali Peta kendali (Control Chart) merupakan metode statistik yang membedakan adanya variasi penyimpangan karena sebab umum dan sebab khusus. Peta kendali menggambarkan perbaikan kualitas. Perbaikan kualitas terjadi pada dua situasi, situasi pertama adalah ketika pata kendali dibuat, proses dalam kondisi tidak stabil. Kondisi yang diluar batas kendali terjadi karena sebab khusus (assignable cause), kemudian dicari perbaikan sehingga proses menjadi stabil. Hasilnya adalah perbaikan proses. Peta kendali dapat dibagi menjadi dua golongan menurut jenis datanya, yaitu peta kendali untuk data atribut dan peta kendali untuk data variabel.
18
Data variabel memberikan informasi lebih banyak daripada data atribut. Namun demikian, data variabel tidak dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik kualitas seperti banyaknya kesalahan atau persentase kesalahan suatu proses. Data variabel menunjukkan seberapa jauh penyimpangan yang terjadi dari standar proses. Sedangakan atribut dalam pengendalian kualitas menunjukkan karakteristik kualitas yang sesuai dengan spesifikasi atau tidak sesuai dengan spesifikasi. Menurut Besterfield (1998), atribut digunakan apabila ada pengukuran yang tidak mungkin dilakukan misalnya goresan, kesalahan, warna, atau ada bagian yang hilang. Selain itu atribut digunakan apabila pengukuran dapat dibuat karena alasan waktu , biaya, atau kebutuhan. Adapun perbandingan atau perbedaan dari kedua jenis data tersebut dapat di lihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 2.1 Perbandingan berbagai Peta Kendali Pengukuran
Peta Kendali
Peta Kendali
Peta Kendali
Statistik
Untuk Data
Untuk Data
Untuk Data
Variabel
Atribut (%)
Atribut (Jumlah)
Jenis data
Data variabel
Data atribut
Data atribut
yang
(pengukuran nilai-
(banyaknya unit
(banyaknya
dibutuhkan
nilai karakteristik
produk yang
kesalahan pada
cacat)
setiap unit produk)
Gambaran
Pengendalian
Pengendalian
Pengendalian
penerapan
karakteristik
seluruh bagian
seluruh kesalahan
secara
individu
kesalahan proses
tiap unit produk.
19
umum Manfaat
Penggunaan
Data
yang Data
yang
yang penting secara maksimum dibutuhkan sering dibutuhkan sering informasi
yang kali sudah tersedia kali sudah tersedia
tersedia dari data dari
laporan dari
laporan
penyediaan
mudah inspeksi
mudah
informasi
inspeksi
secara dipahami seluruh dipahami seluruh
mendetail data-data
pada personil
personil
proses menyediakan
menyediakan
dan
seluruh gambaran seluruh gambaran
penyimpangan
kualitas.
kualitas.
dari pengendalian dimensi-dimensi individu Kelemahan yang diingat
Tidak
perlu dipahami adanya
dapat Tidak
Tidak
tanpa menyediakan
menyediakan
pelatihan informasi
secara informasi
secara
dapat
mendetail
untuk mendetail
untuk
menyebabkan
pengendalian
pengendalian
kebingungan
karakteristik
karakteristik
untuk
individu
membedakan
mengenal tingakt
antara batas-batas kesalahan pengendalian
tidak individu
yang
berbeda pada unit-
20
dengan
batas- unit
batas toleransi
produk
tersebut.
Ukuran
Biasanya 4 atau 5 Menggunakan
sample
unit
unit
setiap hasil inspeksi m, produk yang telat
observasi
atau atau
setiap
sub- 25,50,100
kelompok
Beberapa
sample seperti
dst.
unit, kawat
100
m atau
seperangkat TV
Didalam QCC (Quality Control Circle) sendiri dijelaskan 8 langkah pemecahan masalah, yakni urutan langkah-langkah sistematis dari langkah yang ke-1 sampai dengan langkah ke-8 yang digunakan organisasi dalam pemecahan suatu masalah. Ke- 8 langkah tersebut antara lain : 1) Pemilihan Tema Dalam menentukan tema, biasanya mengacu pada aspek quality, cost, delivery, safety, maupun productivity. Dalam menentukan tema juga dapat dibantu oleh data yang bisa berbentuk check sheet atau laporan harian. Alasan pemilihan tema itu sendiri harus kuat misalnya NG/cacat tersebut nerupakan top defect dari departemen, ataupun menyebabkan lost costyang cukup besar bila melakukan proses repair untuk cacat tersebut.
21
2) Menetapkan Target Target diperlukan sebagai tolak ukur keberhasilan QCC. Kita dapat menetapkan target atas kesepakatan team. Tentunya dengan berdasarkan data, kebijakan manajemen maupun permintaan konsumen. Target yang dibuat harus bersifat SMART (Specific, Measurable, Achievable, Reasonable, dan Time-based). 3) Analisa Kondisi Yang Ada Analisa kondisi diperlukan untuk mendapatkan gambaran secara detail dari masalah. Dari analisis ini dapat didapatkan berbagai data aktual yang terjadi dalam proses yang berpengaruh terhadap masalah yang dihadapi. Kita dapat menggunakan Diagram Tulang Ikan (Fishbone Diagram) untuk melakukan analisis kondisi yang ada. 4) Menentukan Sebab Akibat Data yang kita peroleh dalam analisis kondisi yang ada (Fishbone Diagram) perlu untuk dipertajam kembali. Analisis dalam langkah ini bertujuan untuk mendapatkan berbagai akar penyebab dari permasalahan yang dihadapi, yang perlu di tindak lanjuti dalam menyelesaikan masalah. 5) Merencanakan Tindakan Setelah kita mengetahui akar-akar permasalahannya, maka perlu disusun suatu rencana penanggulangan/tindakan. Rencana penanggulangan harus dibuat secara jelas agar dapat mudah dipahami. 6) Melaksanakan Tindakan Dalam langkah ini barulah dilakukan proses penanggulangan/tindakan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan sebelumnya. Perlu dicatat aktual
22
perbandingan dengan rencana yang sudah dibuat. Perbandingan diperlukan karena seringkali aktual prosesnya tidak sesuai dengan rencana awal. 7) Memeriksa Hasil Evaluasi atau memeriksa hasil dilakukan untuk membandingkan antara target yang ditentukan dengan kondisi aktual yang didapatkan setelah dilakukan tindakan penanggulangan. Selain terhadap target evaluasi juga mengacu pada aspek quality, cost, delivery, safety, maupun productivity. 8) Standarisasi dan Rencana Berikutnya Ini merupakan langkah terakhir yaitu dimana proses analisa yang dihasilkan jika memang dapat memberikan dilakukan standarisasi agar perbaikan ini terus dilakukan secara terus – menerus dan dilakukan dalam proses kerja yang sebenarnya, sehingga permasalahan yang sama tidak terulang atau bisa diminimalkan. Dalam tahap ini biasanya juga dimunculkan rencana project berikutnya.
2.6. Metode Poka Yoke
Kata “Poka Yoke” berasal dari bahasa Jepang yang artinya adalah mencegah kesalahan yang dikarenakan oleh kecerobohan oleh tenaga kerja manusia. Menurut konsep Poka Yoke, pada dasarnya sifat manusia adalah pelupa dan cenderung untuk berbuat salah. Apalagi yang sering terjadi di Tempat kerja, pekerjalah yang sering disalahkan. Hal ini bukan saja dapat mematahkan semangat kerja karyawan tersebut tetapi juga tidak dapat menyelesaikan masalah yang terjadi. Oleh karena penerapan Metode kerja POKA YOKE menjadi sangat penting dalam menghindari kesalahan yang terjadi.
23
Konsep Paka Yoke ini pertama diperkenalkan sekitar tahun 1960-an oleh Shigeo Shingo yang merupakan bagian dari Sistem Produksi Totoya (Toyota Production System).
Poka = Poka Misu = Kesalahan yang dikarenakan Kecerobohan (Careless Mistakes) Yoke = Yokeru = Menghindari (avoid)
Poka Yoke adalah suatu Teknik untuk mengatasi dan menghindari kesalahan sederhana yang dikarenakan oleh manusia atau pekerja tersebut (Human Error) di tempat kerja dengan cara mencegahnya langsung dari akar penyebab (root cause) kesalahan dan menarik perhatian khusus dalam suatu pekerjaan atau tugas sehingga tidak memiliki kemungkinan untuk membuat kesalahan. Metode Poka Yoke ini juga merupakan salah satu alat untuk peningkatan kualitas dalam Metodologi Six Sigma dan Strategi Penjaminan Kualitas (Quality Assurance) di Lean Manufacturing.
Sifat-sifat Manusia yang menyebabkan terjadinya kesalahan (Human Error) antara lain :
Lupa
Melanggar aturan ataupun prosedur yang telah ditetapkan
Salah meng-identifikasikan.
Kesalahpahaman
Terlalu cepat mengambil kesimpulan
Kelelahan
24
Ketidaktelitian
Sabotasi (unsur kesengajaan)
Tidak konsentrasi dalam bekerja
Kurangnya pelatihan
Dan lain sebagainya.
Kesalahan-kesalahan yang sering terjadi yang dikarenakan oleh sifat manusia tersebut antara lain :
Kerusakan komponen
Salah pemasangan komponen
Salah pengukuran
Pemasangan komponen yang terbalik
Pengukuran atau hasil pengukuran yang berbeda-beda
Noise
Kelebihan komponen
Kotor
Dan lain sebagainya.
Tujuan dari penerapan metode Poka Yoke adalah untuk :
1. Mengurangi atau menghilangkan inspeksi 100% 2. Tidak ada kesempatan untuk melakukan kesalahan 3. Mencegah terjadinya kecacatan atau kerusakan dari sumbernya 4. Mengurangi ketergantungan kepada Tenaga Manusia untuk melakukan deteksi
25
5. Zero Defect (Nol Kerusakan)
2.6.1. Dua Pendekatan Dalam Konsep Poka Yoke
1. Prevent Mistakes Pendekatan “Prevent Mistakes” adalah pendekatan untuk mencegah terjadinya Kesalahan sebelum kesalahan atau permasalahan kualitas terjadi. Metode yang dipakai untuk pendekatan Prevent Mistakes adalah Metode Pengawasan (Control Method) dan Metode Peringatan (Warning Method) 2. Detect Mistakes Pendekatan “Detect Mistakes” adalah pendekatan yang dilakukan setelah kesalahan atau permasalahan kualitas telah terjadi. Metode yang dipakai untuk pendekatan Detect Mistakes adalah Contact Method, Fixed Value Method dan Motion Step Method.
2.6.2. Tiga Fungsi Dasar Dari Poka Yoke
1. Control, yaitu pengawasan atau pengontrolan proses untuk mencegah kesalahan atau kerusakan mengalir ke proses berikutnya 2. Shutdown, yaitu melakukan berhenti melakukan pekerjaan jika terdeteksi kesalahan atau kerusakan 3. Warning, yaitu memberikan peringatan jika terdapat ketidaknormalan, kesalahan ataupun kerusakan.
26
2.6.3. Langkah Dalam Menyiapkan Poka Yoke
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menyiapkan metode Poka Yoke :
1. Deskripsikan kerusakan atau potensi kerusakan yang akan diselesaikan. Buatkan Ratio atau persentase kerusakan yang terjadi. 2. Identifikasikan Proses mana yang terjadi kerusakan tersebut. 3. Tuliskan secara jelas dan rinci langkah kerja pada proses yang akan di analisis. 4. Perhatikan dengan seksama proses tersebut, apakah ada perbedaan dengan apa yang telah dirinci. 5. Identifikasikan langkah kerja ataupun kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan / kesalahan kerja seperti lingkungan, alat pengukuran dan peralatan kerja. Pergunakanlah metode penyelesaian masalah 5 WHY (5 mengapa) untuk mendapatkan akar faktor penyebabnya. 6. Identifikasikan peralatan POKA YOKE yang akan dipakai untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 7. Lakukan Evaluasi ulang setelah penerapan peralatan POKA YOKE.
27
Gambar 2.3. Contoh Penerapan Poka Yoke