BAB II LANDASAN TEORI 2.A PERBANKAN A. Perbankan Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Secara umum pengertian Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas Bank Islam selain istilah Bank Islam itu sendiri, yakni Bank Tanpa Bunga (Interest-Free Bank), Bank Tanpa Riba (Lariba Bank), dan Bank Syari’ah (Shari’a Bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis penyebutan Bank Islam mempergunakan istilah resmi “Bank Syariah”, atau yang secara lengkap disebut “Bank Berdasarkan Prinsip Syariah”. Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Istilah Bank dalam literatur Islam tidak dikenal. Suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali ke masyarakat, dalam literature islam dikenal dengan istilah baitul mal atau baitul tamwil. Istilah lain yang digunakan untuk 5
6
sebutan Bank Islam adalah Bank Syari'ah. Dalam RUU No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa Bank Umum merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari'ah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintas pembayaran. Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip syari'ah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk menyimpannya, pembiayaan atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari'ah. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, Bank Syari'ah berarti bank yang tata cara operasionalnya didasari dengan tata cara Islam yang mengacu kepada ketentuan Al-Qur’an, Al-Hadist, dan ijma Ulama
.
Jadi, definisi dari bank syariah adalah Bank Umum dan BPR dalam operasionalnya sesuai dengan syariah islam, baik transaksi maupun produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu ciri yang membedakan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah bahwa bank syariah tidak mengenal bunga sebagaimana dilakukan oleh Bank Konvensional, namun kelompok bank ini memberlakukan imbalan seperti bagi hasil atau sistem mark up (margin) jual beli sesuai dengan jenis produk atau transaksi yang dilakukan nasabah.
7
2. Fungsi Dan Peran Bank Syariah Menurut Heri (2008:43), fungsi dan peran bank syariah yang diantaranya tercantum dalam pembukuan akuntansi yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization Financial For Islamic Instution), sebagai berikut: a. Manajer investasi, bank syariah yang mengelola investasi dana nasabah. b. Investor, bank syariah dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya. c. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank syariah dapat melakukan kegiatan- kegiatan jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnya. d. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai ciri yang melekat pada entitas keuangan syariah, bank islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola zakat serta dana-dana sosial lainnya. 3. Landasan Operasional Bank Syariah Seperti yang pernah dijelaskan pada bagian sebelumnya, bahwa bank syariah adalah bank yang tata caran beroperasinya mengacu pada ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dengan demikian, menjadi jelas bahwasanya umat islam dilarang untuk mengambil riba apapun jenisnya, baik dalam jual-beli, sewa-beli,dan sebagainya. Larangan mengenai umat Islam untuk tidak melibatkan diri dengan riba dan praktik
8
jual-beli, sewa-beli, dan kongsi kepemilikan tercantum dalam Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW. “ Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba dengan berlipat ganda dan bertaqwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”.(Al-Imran:130) 4. Prinsip Operasional Bank Syariah Prinsip syariah yang harus diperhatikan dalam pengelolaan suatu bank syariah mengacu kepada prinsip-prinsip hukum muamalah yang disepakati oleh mayoritas ulama sebagai landasan untuk memahami berbagai transaksi yang dilarang dalam agama Islam terkait dengan aktivitas ekonomi antara individu. Aspek prinsip syariah ini sangat penting karena merupakan aspek utama yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvensional. Pada perbankan syariah harus sangat memahami tentang prinsip yang harus di taati oleh perbankan tersebut, prinsip-prinsip hokum muamalah, transaksi yang dilarang karena zatnya, transaksi-transaksi yang dilarang bukan karena zatnya, serta transaksi yang dilarang karena ketidakabsahan akad.
9
5. Karakteristik Bank Syariah Prinsip
syariah
Islam
dalam
pengelolaan
harta
menekankan
pada
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat, harta harus dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan ekonomi dalam menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menyambungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana(pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Bank syariah ialah bank yang berasaskan kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dari prinsip ekonomi islam dengan beberapa karakteristik, antara lain : a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya; b. Tidak mengenal konsep mengenal waktu dari uang (time value of money); c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas; d. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang; e. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulasif; f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad.
10
6. Pengertian Pembiayaan Pengertian pembiayaan selalu berkaitan dengan aktivitas bisnis. Bisnis adalah aktivitas yang mengarah kepada penambahan nilai tambah melalui proses penyerahan jasa, perdagangan atau pengelolaan barang (produksi). Pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah di rencanakan. Dalam kaitannya dengan pembiayaan pada perbankan syariah atau istilah teknisnya disebut sebagai aktiva produktif. Menurut ketentuan Bank Indonesia aktiva produktif adalah penanaman dana Bank syariah baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing dalam modal. Penyertaan modal sementara, komitmen dan kontenjensi pada rekening administrative serta Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (Peraturan Bank Indonesia No.5/7/PBI/2003). B. Pengertian Jual Beli Jual beli adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh kedua belah pihak dengan cara suka rela sehingga keduanya dapat saling menguntungkan,maka akan terjadilah penukaran hak milik secara tetap dengan jalan yang dibenarkan oleh syara’ ataupun sesuai dengan ketetapan hukum yang berlaku dalam Islam. Yang dimaksud dengan sesuai ketetapan hukum adalah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-
11
rukun dalam jual beli, maka jika syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan ketentuan syara’. C. Pembiayaan Atas Prinsip Jual Beli Bai’ Al-Murabahah 1. Definisi Akad Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli ( PSAK 102 paragraf 5). Penjelasan mengenai akad murabahah tersebut menunjukan bahwa transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus dikemudian hari (PSAK 102 paragraf 8). Menurut Rizal Yahya (2009) dalam bukunya Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer Alur Transaksi Murabahah sebagai berikut:
12
Gambar 3.1 Skema Transaksi Murabahah
Keterangan: 1. Bank dan Nasabah sabah melakukan Negoisasi Negoisasi. 2. Bank dan Nasabah melakukan perjanjian akad akad. 3. Bank memesan barang kepada pihak pemasok pemasok. 4. Pihak pemasok mengirim barang yang dibutuhkan kepada nasabah. nasabah
13
5. Pihak pemasok mengirimkan dokumen kepada bank atas pemesan dan pengiriman barang. 6. Nasabah membayar cicilan kepada pihak bank atas barang yang telah diterima. 2. Landasan Al-Murabahah Firman ALLAH dalam Al-Qur’an “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi ,maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.”(Al-Baqarah:275) Hadist Nabi diriwiyatkan Shuaib Ar Rumi R.A.: Dari Shuaib Ar Rumi R.A. bahwa Rosullullah S.A.W. bersabda, “Tiga hal yang
didalamnya terdapat keberkahan, yaitu jual beli secara tangguh, muqradhah
(mudharabah) dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah.” Ketentuan syar’I terkait dengan transaksi murabahah, digariskan oleh fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa tersebut membahas tentang ketentuan umum murabahah dalam bank syariah, ketentuan murabahah
14
kepada nasabah, jaminan, utang dalam murabahah, penundaan pembayaran, dan kondisi bangkrut pada nasabah murabahah. 3. Rukun Al-Murabahah Rukun transaksi murabahah meliputi antara lain: a. Penjual (Ba’i), pihak yang memiliki barang b. Pembeli (Musytari), pihak yang akan membeli barang. c. Objek/barang yang akan diperjual belikan (Mabi’) d. Harga e. Margin Keuntungan f. Ijab Qabul/Pernyataan timbang terima (Sighat)
D. Pengertian Sewa Beli Dalam realitasnya, leasing merupakan suatu akad untuk menyewa sesuatu barang dalam kurun waktu tertentu. Leasing ini ada dua katagori global, yaitu operating lease dan financial lease. Operating lease merupakan suatu proses menyewa suatu barang untuk mendapatkan hanya manfaat barang yang disewanya, sedangkan barangnya itu sendiri tetap merupakan milik bagi pihak pemberi sewa. Sewa jenis pertama ini berpadanan dengan konsep ijarah di dalam syariah Islam yang secara hukum Islam diperbolehkan dan tidak ada masalah.
15
Adapun financial lease merupakan suatu bentuk sewa dimana kepemilikan barang tersebut berpindah dari pihak pemberi sewa kepada penyewa. Bila dalam masa akhir sewa pihak penyewa tidak dapat melunasi sewanya, barang tersebut tetap merupakan milik pemberi sewa (perusahaan leasing). Akadnya dianggap sebagai akad sewa, Sedangkan bila pada masa akhir sewa pihak penyewa dapat melunasi cicilannya maka barang tersebut menjadi milik penyewa. Biasanya pengalihan pemilikan ini dengan alasan hadiah pada akhir penyewaan, pemberian cuma-cuma, atau janji dan alasan lainnya. Intinya, dalam financial lease terdapat dua proses akad sekaligus : sewa sekaligus beli. Dan inilah sebabnya mengapa leasing bentuk ini disebut sebagai sewa-beli. Leasing dalam tulisan ini dikhususkan pada pembahasan financial leasing atau sewa-beli ini. Sewa (ijarah) merupakan suatu akad untuk mendapatkan suatu manfaat dari barang, jasa, ataupun orang dengan adanya kompensasi tertentu, biasanya berupa uang (‘aqdun ‘alal manfaat bi ‘iwadh). Jadi, pihak penyewa mendapatkan hanya manfaat yang dikandung oleh barang yang disewanya. Adapun barangnya itu sendiri tetap merupakan hak milik pihak pemberi sewa. Hal ini berbeda sekali dengan jual beli. Secara syar’iy, jual-beli (al bai’) merupakan mubadalatu malin bi malin tamlikan wa tamallukan ‘ala sabilit taradhi, yaitu pertukaran antara suatu barang dengan barang lain (termasuk uang) untuk pertukaran kepemilikan di atas dasar saling meridloi satu sama lain. Berdasarkan hal
16
ini, barang dari pihak penjual akan menjadi milik dari pihak pembeli. Sebaliknya, uang atau barang (bila barter) dari pihak pembeli akan langsung menjadi milik pihak penjual. Proses jual-beli ini, tentu saja, dapat kontan dan bisa pula dilakukan dengan cicilan (kredit). Jelaslah, perbedaan mendasar antara sewa dengan beli terletak pada siapa yang berhak memiliki barang pada akhir masa transaksi. Dengan demikian, akad yang terjadi antara sewa sangat berbeda dengan akad pada jual-beli. E. Pembiayaan Atas Prinsip Sewa Beli Musyarakah Mutanaqisah 1. Definisi Akad Musyarakah Mutanaqisah Menurut keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Republik Indonesia No: 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha koperasi jasa keuangan syariah (2004:55), pengertian musyarakah adalah: Suatu bentuk akad kerjasama perniagaan antara beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya dalam suatu usaha, dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam pelaksaan manajemen usaha tersebut. Keuntungan dibagi menurut proporsi penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan bersama. Musyarakah dapat diartikan pula sebagai pencampuran dana untuk tujuan pembagian keuntungan.
17
Sedangkan menurut Muhamad Syafi’I Antonio, dalam bukunya Bank Syariah dari teori ke praktek (2001:90) Al-Musyarakah berarti akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. 2. Landasan Musyarakah Mutanaqisah Firman ALLAH dalam Al-Qur’an “…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang bersyarikat itu sebagian dari mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan
mengerjakan amal shaleh; dan amat sedikitlah mereka ini….”(Qs
Shad(38):ayat 24). Hadist Riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah,Rasulullah SAW: “Allah swt.berfirman: “Aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang bersyarikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, aku keluar dari mereka.”(HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-hakim, dari Abu Hurairah).
18
3. Rukun Musyarakah Mutanaqisah Berdasarkan ketentuan Dewan Syariah Nasional dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah, rukun pembiayaan musyarakah yaitu: a. Pernyataan ijab qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum. c. Obyek akad mencakup modal, kerja, keuntungan dan kerugian. d. Biaya operasional dan persengkataan. 4. Jenis Musyarakah Menurut Rizal Yahya dalam bukunya Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktek Kontemporer (2009:150-151) bahwa terdapat dua jenis Al-Musyarakah, yaitu: 1. Musyarakah Hak Milik (Syirkatul amlak), yaitu persekutuan anatar dua orang atau lebih dalam kepemilikan salah satu barang dengan salah satu sebab kepemilikan seperti jual beli, hibah, atau warisan. 2. Musyarakah Akad, akad yang tercipta dengan cara kesepakatan dimana kerja sama dua orang atau lebih yang bersekutu dan sepakat dalam modal dan keuntungan.
19
Musyarakah Akad dapat diklasifikasi menjadi : a) Musyarakah ‘inan adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan bersama. Kewenangan mitra dalam musyarakah ‘inan bersifat terbatas pada persetujuan mitra yang lain. Praktik musyarakah dalam dunia perbankan umumnya didasarkan atas konsep musyrakah ‘inan. b) Musyarakah Abdan (syirkah usaha) adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh (praktik) mereka, seperti kerja sama sesama dokter di klinik, sesama tukang jahit, atau sesama akuntan/konsultan. c) Musyarakah wujuh adalah kerja sama antara dua belah pihak atau lebih, dengan cara membeli barang dengan menggunakan nama baik mereka dan kepercayaan pedagang kepada mereka tanpa keduanya memiliki modal uang sama sekali, menjualnya dengan pembagian keuntungan mereka dan pedagang, lalu setelah dijual bagian keuntungan mereka dibagi bersama. d) Musyarakah mufawadhah adalah Musyarakah dimana para anggotanya memiliki kesamaan dalam modal, aktivitas, dan utang piutang, dari mulai berdirinya musyrakah hingga akhir (jika asas persamaan tidak terpenuhi, kategorinya masuk pada musyarakah ‘inan). Dalam syirkah ini, masing-masing menyerahkan kepada mitranya untuk secara bebas mengoperasikan modalnya, baik ketika ia ada atau tidak.Dengan demikian ia bebas menjalankan berbagai aktivitas financial dan
20
aktivitas kerja yang menjadi tuntutan bentuk kerja sama, seperti jual beli, penjaminan, pegadaian, sewa menyewa, menerima tenaga kerja, dan sejenisnya. F. KERANGKA TEORI Bank syariah menawarkan beberapa pilihan produk untuk nasabah. Pada umumnya jenis produk yang ditawarkan berupa titipan (wadiah), bagi hasil (syirkah), jual beli (ba’i), sewa(al-ijarah), jasa-jasa (ja’alah), tukar menukar valuta asing (sharf), dan produk-produk lainnya. 1. Pembiayaan Akad Murabahah(jual-Beli) pada perbankan syariah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli ( PSAK 102 paragraf 5). Penjelasan mengenai akad murabahah tersebut menunjukan bahwa transaksi murabahah tidak harus dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah menerima barang, ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus dikemudian hari (PSAK 102 paragraf 8). Murabahah bisa dilakukan oleh perusahaan trading yang melakukan aktifitas bisnisnya dengan cara membeli barang, kemudian menjual kembali tanpa melakukan perubahan barang tersebut. Bank syariah dapat mengadopsi transaksi ini, kaitannya dengan kebutuhan nasabah untuk memiliki barang tertentu, tetapi tidak cukup
21
memiliki dana,sehingga bank syariah bisa memenuhi kebutuhan nasabah dengan skim Bai’ Al-Murabahah. Mekanisme transaksi ini, bank syariah melakukan akad dengan nasabah kemudian bank syariah membeli barang yang dibutuhkan oleh nasabah kepada supplier secara tunai, setelah itu bank syariah menjual kepada nasabah dengan pembayaran angsuran. Cara Penentuan Angsuran dalam Bai’ Al-Murabahah Dalam Bai’Al-Murabahah,syariah memperbolehkan bank untuk mengambil keuntungan atau laba atas transaksi tersebut. Dalam menentukan keuntungan ada beberapa cara, antara lain: 1. Bank menentukan keuntungan dari jumlah dana yang dipinjam oleh nasabah untuk membeli barang ke bank tersebut yang telah disepakati oleh kedua belah pihak,misalnya 20% dari pokok pinjaman. Apabila yang ditambahkan adalah 2 x keuntungan per tahun(20%) maka hasilnya sama dengan 40%. Cara seperti ini mempunyai kelemahan, kalau dibayar lebih dari satu tahun maka keuntungan ditambah sebesar keuntungan satu tahun dikalikan dengan jumlah tahun, hal ini seolah-olah “tambahan karena meminjami” yang ditentukan dimuka, sehingga mengarah kepada riba. Seandainya hal ini dengan alasan untuk menstabilkan “daya beli” uang yang dipinjamkan bank mestinya presentase yang ditambahkan adalah sebesar estimasi “inflasi”yang akan datang atau dikurangi sebesar estimasi deflasi seandainya terjadi. Rumus Harga Jual (cara pertama):
22
Harga Jual = haraga pokok murabahah/jumlah pembiayaan+ (markup/laba x n tahun) 2. Atas dasar dana yang dipinjamkan oleh nasabah,bank syariah menerapkan keuntungan transaksi missal 20%, kemudian kalau dibayar satu atau dua tahun maka untuk menstabilkan daya beli uang tersebut bank syariah dapat menambahkan
sujumlah
2x
inflasi
dua
tahun
yang
akan
datang.Misal,diperkirakan inflasi 5% pertahun maka factor stabilizer daya beli untuk dua tahun = 2 x 5% = 10%. Jadi selama dua tahun nasabah mengangsur pokok pinjaman ditambah keuntungan dan inflasi, yaitu 10% +20%= 30%. Rumus Harga Jual (cara kedua): Harga Jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan + (inflasi x n) tahun + markup/laba sekali 3. Dalam penentuan harga jual bank, bank dapat menerapkan metode penetapan harga jual berdasarkan cost plus markup. Dengan metode cost plus, harga jual dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Rumus Harga Jual (cara ketiga):
23
Harga Jual = harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan + cost recovary + markup/laba sekali Cost Recovary adalah bagian dari estimasi biaya operasi bank syariah yang dibebankan kepada harga pokok aktiva murabahah/pembiayaan.
Rumus Perhitungan Cost Recovary :
Cost recovery = (harga pokok aktiva murabahah/jumlah pembiayaan/estimasi total pembiayaan) x estimasi biaya operasi 1 tahun
Markup/laba
ditentukan
murabahah/pembiayaan,
sekian
persen
misalnya
10%.
dari Untuk
harga
pokok
menghitung
aktiva margin
murabahah maka dapat ditung dengan rumus sebagai berikut :
Rumus Perhitungan Margin Murabahah: Margin Murabahah = (cost recovery + markup)/ harga pokok aktiva murabahah
24
2. Pembiayaan Akad Musyarakah Mutanaqisah pada perbankan syariah Pembiayaan lain ysng ditawarkan oleh bank syariah adalah musyarakah. Musyarakah memiliki pengertian kerjasama antara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan. Sedangkan kerugian dikenakan berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau asset nonkas yang diperkenankan oleh bank (PSAK No.106 Paragraf 1) Akad musyarakah merupakan bentuk umum dari usaha bagi hasil.Musyarakah biasa dikenal dengan istilah syirkah yang berarti kongsi, serikat, atau kerjasama. Akad ini dilandasi keinginan semua pihak untuk bekerjasama meningkatkan nilai asset yang dimilki bersama-sama. Bentuk kerjasama yang dilakukan dapat diterapkan pada usaha yang baru maupun yang sudah berjalan. Cara Perhitungan dalam Akad Musyarakah Jumlah Pokok per bulan = Total Pembiayaan/jumlah bulan pelunasan
25
Perhitungan jika mengalami kerugian: Porsi tanggung jawab bank =
Investasi bank
x kerugian
Total Investasi musyarakah
Laba Kotor = Penjualan-Harga Pokok Penjualan
Laba Operasi = Laba Kotor- Beban Operasi Musyarakah sendiri dibagi menjadi dua jenis antara lain : A. Musyarakah permanen Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. B. Musyarakah menurun (musyarakah mutananqisah) Musyarakah
menurun (musyarakah mutananqisah) adalah musyarakah
dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut.(PSAK No.106 Paragraf 2). Menurut Rizal Yahya (2009) dalam bukunya Akuntansi
26
Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer Alur Transaksi Musyarakah Mutanaqisah dapat dilihat pada diagram berikut : Gambar 3.2 Skema Musyarakah Mutanaqisah
Keterangan: 1. Negoisasi Angsuran dan Sewa 2. Akad atau kontrak kerja sama 3. Beli barang Bank atau Nasabah 4. Mendapat berkas dan dokumen 5. Nasabah membayar Angsuran dan Sewa
27
6. Bank Syariah menyerahkan hak kepemilikannya Tahapan dalam pembiayaan Musyarakah Mutanaqisah untuk suatu pengadaan barang, adalah: 1. Nasabah mengajukan permohonan kepada bank untuk menjadi mitra dalam pembiayaan/pembelian suatu barang yang dibutuhkan nasabah dengan menjelaskan data nasabah, diantaranya berkaitan dengan pendapatan perbulan nasabah, sumber pengembalian dana untuk pelunasan kewajiban nasabah, serta manfaat dan tingkat kebutuhan nasabah atas barang tersebut. Pengajuan permohonan dilengkapi dengan persyaratan administrative pengajuan pembiayaan yang berlaku pada masing-masing bank dan yang telah ditentukan dalam pembiayaan syariah. 2. Petugas bank akan menganalisa kelayakan nasabah untuk mendapatkan barang tersebut secara kualitatif maupun kuantitatif. 3. Apabila permohonan nasabah layak disetujui oleh komite pembiayaan, maka bank menerbitkan surat persetujuan pembiayaan (offering letter) yang di dalamnya antara lain: a. Spesifikasi barang disepakati; b. Harga barang; c. Jumlah dana bank dan dana nasabah yang disertakan; d. Jangka waktu pelunasan pembiayaan;
28
e. Cara pelunasan (model angsuran); f. Besarnya angsuran dan biaya sewa yang dibebankan nasabah. 4. Apabila nasabah menyetujui persyaratan yang dicantumkan dalam offering letter tersebut, maka pihak bank dan/atau nasabah dapat menghubungi distributor/agen
untuk
ketersediaan
barang
tersebut
sesuai
dengan
spesifikasinya. 5. Dilakukan akad musyarakah mutanaqisah antara bank dan nasabah yang memuat persyaratan penyertaan modal (kemitraan), persyaratan sewa menyewa
dan
sekaligus
pengikatan
jaminan
berupa
barang
yang
diperjualbelikan tersebut serta jaminan tambahan lainnya. Penyerahan barang dilakukan oleh distributor/agen kepada bank dan nasabah, setelah
bank
dan
nasabah
melunasi
harga
pembelian
barang
kepada
distributor/agen.Setelah barang diterima bank dan nasabah, pihak bank akan melanjutkan menyerahkan barang tersebut kepada pihak nasabah dengan menerbitkan surat tanda terima barang dengan penjelasan spesifikasi barang yang telah disepakati. Berakhirnya akad musyarakah antara lain: 1. Salah satu mitra menghentikan akad. 2. Salah satu mitra meninggal dunia atau hilang akal. 3. Modal musyarakah hilang atau habis.
29
Pembiayaan murabahah memegang peranan penting yang memberikan porsi terbesar dalam penyaluran dana. Hal ini terjadi karena beberapa hal antara lain : 1. Murabahah adalah pembiayaan investasi jangka pendek dibandingkan dengan system profit and loss sharing (PLS). 2. Pembiayaan murabahah cukup memudahkan 3. Mark up yang ada di dalam pembiayaan murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga dapat memastikan bahwa bank syariah memperoleh keuntungan yang sebanding dengan bank yang berbasis bunga yang menjadi pesaing dari bank-bank syariah. Dalam praktik perbankan syariah seharusnya didasarkan pada system profit and loss sharing, dimana ada “pembagian” yang adil serta akan adanya laba dan rugi yang akan dialami oleh pihak nasabah dan bank. Profit loss sharing juga tidak boleh dipukul rata persentasenya atau disamakan persentasenya pengenaannya, dikarenakan perkembangan usaha atau investasi dalam murabahah dari pembiayaan yang diajukan oleh nasabah tidak selalu mengalami keuntungan yang pasti dan sama pada setiap periode. Penetapan seharusnya dihitung ataupun dinilai pada setiap periode agar pihak bank mengetahui secara riil yang terjadi dilapangan tentang pembiayaan tersebut, serta pembuatan laporan keuangan dapat membantu praktik pembiayaan ini lebih syar’i.
30
Keuntungan yang diperoleh murabahah juga menjauhkan ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari berbagai bisnis yang dijalankan dengan system PLS.Dan selanjutnya system syariah dengan akad murabahah tidak memungkinkan bank-bank syariah untuk mencampuri manajemen bisnis,karena pihak bank merupakan mitra nasabah, akan tetapi hubungan yang terjadi adalah hubungan antara kreditur dan debitur. Posisi tersebut merupakan posisi yang disukai bank dikarenakan pihak bank menjadi pihak yang cukup menentukan semua transaksi yang terjadi. Inilah yang mebuat murabahah mengalahkan pembiayaan yang berbasis Profit Loss Sharing (PLS) sehingga keuntungan bank yang terbesar berasal dari keuntungan akad murabahah. System penentuan margin pada perbankan syariah, meskipun dikatankan nilai marginnya tetap dan tidak terpengaruh pada fluktuasi tingkat bunga namun pada kenyataannya margin yang ditetapkan bank syariah terlihat lebih besar nilainya jika dibandingkan dengan tingkat bunga pada perbankan syariah. Bahkan penetapan persentase margin tersebut seperti hendak menyamakan dengan tingkat fluktuasi suku bunga di masa depan. Pembiayaan syariah yang sudah banyak dilirik oleh masyarakat dan menjadi pilihan alternative untuk meninggalkan transaksi dengan perbankan konvensional, seharusnya memberikan kesan yang baik bagi nasabah. “keadilan” seharusnya tercermin dalam transaksi yang dilakukan tersebut. Jangan sampai bank syariah yang
31
dipasarkan dengan icon syariahnya justru menimbulkan persepsi-persepsi dimata nasabah. Jangan sampai timbul pernyataan dari masyarakat bahwa tidak ada bedanya jika harus bertransaksi dan menggunakan jasa bank konvensional atau dengan perbankan syariah. Dilihat dari peran penting murabahah yang mendominasi transaksi dan memberikan pendapatan pada bank syariah serta untuk menyelematkan citra bank syariah dimata para nasabahnya pada umumnya dan umat Islam pada khususnya, maka perlu secara transparan diketahui dan diteliti lebih lanjut bagaimana mekanisme pembiayaan murabahah dan bagaimana penetapan margin jual beli yang adil bagi bank dan nasabah. 3.Contoh Perhitungan Murabahah dan Musyarakah a. Contoh perhitungan murabahah menurut Slamet Wiyono (2005:92) Tuan Ali berminat untuk memiliki sebuah mobil untuk kepentingan usaha antar jempu anak kesekolah.Mobil tersebut mempunyai harga perolehan (harga beli+biaya balik nama dan biaya lain-lain) sebesar Rp 150.000.000,00. Pada saat ini Tuan Ali hanya memiliki dana Rp 50.000.000,00 untuk mengatasi kekurangan dana tersebut Tuan Ali menguhubungi bank syariah untuk mendapatkan pemecahan masalah akibat kekurangan dana tersebut, bank syariah menawarkan solusi dengan akad bai’ Al-Murabahah, yakni :
32
a. Cara pertama, bank syariah menetapkan dengan tingkat laba atas penjualan yang disepakati sebesar 10%, apabila dibayar dalam jangka sua tahun maka bank syariah akan menambahkan keuntungan lagi sebesar 10%, sehingga margin selam dua tahun = 20%. b. Cara kedua,bank syariah menetapkan keuntungan tahun pertama 10% dan factor stabilizer nilai beli uang yang dipinjamkan untuk 2 tahun sebesar 2 x inflasi Indonesia (missal 5% x 2 tahun = 10%), sehingga margin selama dua tahun = 10% + 10% = 20%. c. Cara ketiga, bank syariah memperkirakan biaya operasi Rp 200.000.000,00 dalam 1 tahun, perkiraan jumlah pembiayaan Rp 5.000.000.000,00 dan markup yang ditentukan (hanya sekali saja) 10% dari pembiayaan murabahah. Berapa besar angsuran yang harus dibayar oleh Tuan Ali setiap bulannya? Berikut ini perhitungan angsuran per bulan oleh bank syariah atas transaksi yang dilakukan oleh Tuan Ali: Cara pertama Harga Pokok Mobil
Rp 150.000.000,00
Dibayar Nasabah (uang muka)
Rp 50.000.000,00-
Dibayar oleh Bank
Rp 100.000.000,00
33
Margin Laba Bank
= 2 x 10% x Rp 100.000.000,00 = Rp 20.000.000,00
Harga Jual Bank
= Rp 100.000.000,00 + Rp 20.000.000,00 = Rp 120.000.000,00
Perhitungan Angsuran: Harga Pokok
= Rp 150.000.000,00
Margin Murabahah
= Rp 20.000.000,00
Harga Jual Bank
= Rp 170.000.000,00
Pembayaran Pertama
= Rp 50.000.000,00
Sisa Angsuran
= Rp 120.000.000,00
Angsuran Perbulan
= Rp 120.000.000,00 24 bulan = Rp 5.000.000,00 perbulan
Cara Kedua Harga Pokok Mobil
= Rp 150.000.000,00
34
Dibayar Nasabah (uang muka)
= Rp 50.000.000,00
Dibayar oleh Bank
= Rp 100.000.000,00
Margin Laba Bank
= 10% x Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00
Stabilizer Daya Beli
= 2 tahun x 5% x Rp 100.000.000,00 = Rp 10.000.000,00
Margin Laba + Stabilizer Daya Beli
= Rp 20.000.000,00
Perhitungan Angsuran : Harga Pokok
= Rp 150.000.000,00
Laba dan Inflasi
= Rp 20.000.000,00
Harga Jual Bank
= Rp 170.000.000,00
Pembayaran Pertama
= Rp 50.000.000,00
Sisa Angsuran
= Rp 120.000.000,00
Angsuran Perbulan
= Rp120.000.000,00
35
24 bulan = Rp 5.000.000,00 perbulan Cara Ketiga Menghitung cost recovery cost recovery
= pembiayaan murabahah x estimasi biaya operasi estimasi total pembiayaan = Rp 100.000.000,00 x Rp 200.000.000,00 Rp 5.000.000.000,00 = Rp 4.000.000,00
Menghitung markup
= 10% x pembiayaan (Rp 100.000.000,00) = Rp 10.0000.000,00
Harga Jual Bank
= pembiayaan + cost recovery +markup = Rp 100.000.000,00 + (2 x cost recovery Rp 4.000.000,00 = Rp 8.000.000,00) +
36
Rp
10.000.000,00
= Rp 118.000.000,00 Angsuran perbulan
= Rp 118.000.000,00
= Rp 4.916.667,-
24 bulan Total Harga Jual Aktiva Murabahah = Rp 150.000.000,00 + Rp 18.000.000,00 = Rp 168.000.000,00 b.
Contoh perhitungan musyarakah menurut Slamet Wiyono(2005:137)
Mitra Usaha PT. Maju, melaporkan laba rugi tahun 2003 sebagai berikut: Penjualan
= Rp 700.000.000,00
Harga Pokok Penjualan
= Rp 400.000.000,00
Laba Kotor
= Rp 300.000.000,00
Beban Operasi
= Rp 100.000.000,00
Laba Operasi
= Rp 200.000.000,00
Menurut kesepakatan pembiayaan musyarakah adalah bersifat permanen sampai dengan maret 2005, nisbah bank syariah : PT Maju adalah 50:50 apabila laba, sedangkan apabila rugi, nisbahnya adalah sesuai dengan perbandingan modal, yaitu bank syariah : PT Maju 60:40 (modal bank syariah = Rp 300.000.000,00 dan PT.
37
Maju = Rp 200.000.000,00) Bagi hasil dihitung dari laba operasi yang diperoleh mitra pengelola usaha diatas. Bank syariah akan mengakui pendapatan bagi hasil pembiayaan musyarakah sebesar : 50% x Rp 200.000.000,00 = Rp 100.000.000,00 Bank syariah akan mencatat 31 Desember 2003 sebagai berikut : Tabel 3.1 Jurnal 31 2003
Des Piutang
pendapatan
bagi hasil pembiayaan Rp musyarakah Pendapatan
100.000.000,00 bagi
hasil Rp pembiayaan 100.000.000,00 musyarakah