BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Buah Salak Pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) Menurut Cahyuningdari dkk (2000), tanaman salak diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi Sub divisi Klas Ordo Familia Genus Spesies Sinonim
: Spermatophyta : Angiospermae : Monocotyledoneae : Principes : Palmae : Salacca : Salacca zalacca (Gaert.) Voss. : Salacca edulis Reinw.
Bentuk buah salak bulat atau bulat telur yang terbalik dengan bagian ujung runcing. Kulit buah bersisik yang tersusun seperti genting. Daging buah berwarna putih kekuningan, kuning kecoklatan atau merah, tergantung jenisnya. Rasa buah manis, manis agak masam, manis agak sepet atau manis bercampur masam bercampur sepet. Biji bulat telur bersisi tiga, salah satu sisinya bulat dan sisi lainnya membentuk sudut (Tjahjadi, 1998). Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning dan salak pondoh super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil, daging buah berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap dan rasanya sangat manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah bentuk buahnya agak lonjong, warna kulit merah kecokelatan dan pada bagian ujungnya berwarna kehitaman, berukuran lebih besar dibandingkan salak pondoh hitam. Salak pondoh kuning berbentuk bulat mirip buah salak pondoh hitam, namun ukurannya besar, kulit buah berwarna cokelat kekuningan, daging buahnya berwarna putih krem dan rasanya manis. Sedangkan salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya
6
7
berukuran besar, daging buahnya tebal, rasanya manis renyah dan masir (Sari, 2008). Magelang merupakan daerah sentra hortikultura di Jawa Tengah. Buah-buahan terutama salak merupakan komoditas yang memberikan sumbangan pendapatan besar bagi petani. Salak pondoh nglumut (Gambar 2.1) dinyatakan sebagai varietas unggul yang berasal dari Desa Nglumut Kabupaten Magelang. Hal ini berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Syarifuddin Baharsjah No. 462/Kpts/PP.240/7/1993 tanggal 2 Juli 1993 dengan pertimbangan mempunyai kemampuan tumbuh yang tinggi, berkualitas baik, serta sering pula dikenal sebagai “Salak Pondoh Super” (Lesmana, 2005). Keistimewaan salak pondoh super atau salak pondoh nglumut adalah rasa daging buah manis tanpa sepat dan ukuran buah besar (Nandariyah (2009) dalam Setyawan, 2010).
7,5 cm
(a)
7 cm
6 cm
(b)
Gambar 2.1 Buah Salak Pondoh Nglumut (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) (a) Ukuran buah Salak Pondoh Nglumut (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) (b) (sumber : Dokumentasi pribadi)
Komposisi zat gizi yang terkandung dalam salak pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) dalam 100 gram buah dapat dilihat pada Tabel 2.1.
8
Tabel 2.1 Komposisi gizi buah salak pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss. dalam setiap 100 gram Komposisi Jumlah Air (g) 77,9 Energi/Kalori (kkal) 87,0 Protein (g) 0,8 Lemak (g) 0,4 Karbohidrat (g) 20,1 Abu (g) 0,8 Kalsium (g) 38 Fosfor (g) 31 Besi (g) 3,98 Karoten total (g) 40 Tiamin (g) 0 Riboflavin (g) 0,12 Niasin (g) 0,1 Vitamin C (g) 8,4 Sumber : Mahmud (1964)
Zat warna daging buah salak didominasi oleh flavonoid, disamping dipengaruhi oleh polifenol yang umumnya berupa tanin. Tanin merupakan senyawa yang dapat berubah menjadi coklat jika terjadi oksidasi. Luka, memar dan kulit buah yang terkelupas dapat mempercepat terjadinya warna coklat pada buah salak (Hidayati, 2011).Warna daging buah salak umur 6, 7 dan 8 bulan setelah penyerbukan putih kekuning-kuningan. Warna daging buah salak dipengaruhi oleh senyawa polifenol yang mayoritas berupa tanin. Tanin adalah senyawa yang dapat berubah warna karena oksidasi (Wrasiati (1997) dalam Santosa dan Hulopi, 2011). Kekerasan daging buah salak dari umur petik 6 bulan sampai umur petik 7 bulan meningkat tetapi kekerasannya menurun sehingga pada umur petik 8 bulan kekerasan daging buah lebih rendah dibanding kekerasan daging buah berumur 7 bulan. Semakin tua umur buah kekerasannya semakin menurun. Buah yang telah tua umur selnya mengalami pembelahan lagi dan didukung aktivitas respirasi dan transpirasi yang terus berlangsung dalam buah menyebabkan kehilangan air cukup banyak sehingga ukuran sel dan tekanan isi sel terhadap dinding sel berkurang mengakibatkan tekstur buah menjadi lunak. Selama proses pematangan buah, terjadi pelunakan
9
jaringan. Proses pelunakan ini disebabkan oleh adanya perombakan senyawa pektin yang terdapat pada lamela tengah yang tidak larut mernjadi larut. Senyawa pektin ini merupakan derivat asam poligalakturonat dan terdapat dalam bentuk protopektin, pektin, asam pektinat atau asam pektat (Pantastico, 1997).
2. Sari Buah Menurut SNI 3719:2014, sari buah (fruit juice) adalah minuman yang diperoleh dengan mencampur air minum, sari buah atau campuran sari buah yang tidak difermentasi, dengan bagian lain dari satu jenis buah atau lebih dengan atau tanpa penambahan gula, bahan pangan lainnya dan bahan tambahan pangan yang diizinkan (BSN, 2014). Sedangkan menurut Makhfoeld (1982), sari buah merupakan cairan buah yang tidak mengalami fermentasi dan diperoleh dari hasil pengepresan buah. Syarat mutu minuman sari buah tersedia pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Syarat Mutu Minuman Sari Buah Menurut SNI 3719-2014 No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan - Bau Khas, normal - Rasa Khas, normal - Warna Khas, normal 2 Padatan terlarut °Brix Sesuai Tabel 2.3 3 Keasaman % Sesuai Tabel 2.3 4 Cemaran Logam - Timbal (Pb) mg/kg maks. 0,2 - Kadnium (Cd) mg/kg maks. 0,2 - Timah (Sn) mg/kg maks. 40,0 - Merkuri (Hg) mg/kg maks. 0,03 - Arsen (As) mg/k maks. 0,1 5
Cemaran Mikroba - Angka lempeng total - Coliform - E. coli - Salmonella - S. aureus - Kapang dan Khamir
Sumber : BSN, 2014
koloni/ml koloni/ml APM/ml koloni/ml
Maks. 1×104 Maks. 20 <3 Negatif/25mL Negatif/mL Maks. 1×102
10
Tabel 2.2 menunjukkan standar mutu minuman sari buah yang didalamnya berisi tentang persyaratan mengenai organoleptik, padatan terlarut, keasaman, cemaran logam dan cemaran mikroba. Namun untuk standar total padatan terlarut dan keasaman mengacu pada masing-masing jenis sari buah berdasarkan Tabel 2.3. Untuk sari buah salak belum memiliki standar total padatan terlarut dan keasaman. Tabel 2.3 Padatan Terlarut (°Brix) dan Keasaman untuk Minuman Sari Buah Menurut SNI 3719-2014 No Jenis Buah Padatan terlarut Keasaman* (°Brix) (%) 1 Anggur Min. 12,0 Min. 0,25 (Vitis vinifera) 2 Apel Min. 10,5 Min. 0,30** (Pyrus malus) 3 Asam Min. 13,0 Min. 0,30 (Tamarindus indica) 4 Delima Min. 12,0 Min. 0,24 (Punica granatum) 5 Jambu Biji Merah Min. 8,5 Min. 0,20 (Psidium guajava var. Pink Guava) 6 Jeruk Min. 11,2 Min. 0,35 (Citrus sinensis) 7 Leci Min. 10,0 Min. 0,15 (Litchi chinensis) 8 Mangga Min. 11,0 Min. 0,20 (Mangifera indica) 9 Markisa Min. 11,0 Min. 0,19 (Pasiflora edulis) 10 Melon Min. 12,0 Min. 0,15 (Cucumis melo L.) 11 Nanas Min. 10,0 Min. 0,60 (Ananas comosus) 12 Sirsak Min. 12,0 Min. 0,45 (Annona muricata L.) 13 Strawberi Min. 7,5 Min. 0,20 (Fragaria x. Ananassa) 14 Mengkudu Min. 16,0 Min. 0,90 (Morinda citrifolia) Catatan : *) nilai keasaman berasal dari sari buah dan dapat ditambahkan asidulan **) sebagai asam malat Sumber : BSN, 2014
11
Kualitas sari buah yang dihasilkan ditentukan oleh kondisi bahan baku yang digunakan dan proses produksi yang dilakukan. Adapun beberapa hal yang mempengaruhi kualitas sari buah, terutama yang berkaitan dengan pemilihan bahan dan proses produksi yang dilakukan, serta teknik pengendalian kualitas sari buah. Sari buah dibuat melalui beberapa tahapan proses yakni dari pemilihan buah hingga proses pembotolan dan pasteurisasi. Adapun masing-masing tahapan proses tersebut meliputi pemilihan buah, pencucian dan pengupasan, penghancuran, pengepresan, penyaringan, pengenceran, pengendapan dan penambahan bahan-bahan lain (Fachruddin, 2002). Pada pembuatan sari buah, selain menggunakan buah ditambahkan pula gula dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Fungsi utama sukrosa
sebagai
pemanis
memegang
pernanan
penting,
karena
meningkatkan penerimaan suatu makanan, yaitu dengan menutupi citarasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni, karena tidak ada after taste, yaitu citarasa kedua yang timbul setelah citarasa pertama. Disamping itu sukrosa juga memperkuat citarasa pada makanan, karena menyeimbangkan rasa asam, pahit dan asin melalui reaksi kimia seperti karamelisasi (Nicol, 1979). Pada pembuatan sari buah ditambahkan asam. Asam sitrat berperan sebagai pemberi derajat keasaman yang cukup baik karena kelarutannya dalam air yang cukup tinggi, memberikan rasa asam yang enak dan tidak bersifat racun. Disamping itu, asam sitrat bersifat sebagai chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen seperti Mn, Mg dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam reaksi-reaksi biologis dapat dihambat dengan penambahan asam sitrat (Winarno dan Laksmi, 1947). Penambahan asam pada penjernihan sari buah bertujuan untuk mengkoagulasikan protein sehingga akan membentuk endapan (Mulyani, 2001). Dalam proses pengolahan sari buah salak terdapat permasalahan yang muncul dengan terbentuknya warna coklat pada sari buah salak akibat
12
browning enzimatis dari enzim polyphenol oxidase dan terjadi kekeruhan. Menurut Winarno (2004), browning enzimatis terjadi pada buah-buahan yang banyak mengandung substrat senyawa fenolik. Terdapat banyak senyawa fenolik yang bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatik pada buah-buahan dan sayuran. Disamping katekin dan turunannya
seperti
tirosin,
asam
kafeat,
asam
klorogenat
serta
leukoantosianin dapat menjadi susbstrat proses pencoklatan. Sedangkan kekeruhan terjadi karena protein atau pektin bereaksi dengan polifenol membentuk koloid.
3. Penjernihan (Klarifikasi) Kekeruhan sari buah dari hasil pengepresan disebabkan oleh bahanbahan penyusun sel buah yang tertahan sebagai suspensi dan cenderung mengendap apabila pengadukan dihentikan (Scoot dan Veldhius, 1965). Penjernihan sari buah dapat dilakukan secara enzimatis dan non-enzimatis. Penjernihan enzimatis dilakukan dengan menggunakan enzim pektinase, sedangkan penjernihan non-enzimatis dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan absorben misalnya gelatin, bentonit, asam tanat, arang aktif, albumin (putih telur) dan madu. Tahapan penjernihan sari buah secara nonenzimatis menambahkan bahan-bahan absorben yang berfungsi untuk mempercepat terjadinya pengendapan partikel-partikel di dalam sari buah. Setelah pengendapan, endapan dipisahkan dengan cara filtrasi atau sentrifugasi (Yonalia, 1988). Penjernihan spontan atau alami biasanya berjalan lambat sehingga jika diinginkan sari buah yang jernih maka proses penjernihan harus dipercepat. Cara penjernihan bisa dengan sentrifugasi atau filtrasi tetapi kurang efektif karena adanya pektin maka sari buah terjadi viscous (pengendapan) dan penyaringan
lambat.
Proses
penjernihan
dapat
dipercepat
dengan
menambahkan suatu senyawa yang dapat bereaksi dengan komponen sari buah. Penambahan senyawa tersebut merangsang pembentukan endapan dengan membawa bahan-bahan lain dalam suspensi. Bahan yang biasa
13
ditambahkan yaitu gelatin yang akan dikombinasi dengan fenolat membentuk kompleks yang tidak larut, tetapi apabila jumlah berlebihan maka akan menstabilkan sistem koloidnya. Efektifitas penambahan bahan tersebut tergantung pada faktor suhu, pH dan konsentrasi ion-ion (Pujimulyani, 2009). Kekeruhan
yang
terjadi
pada
sari
buah
dapat
dihilangkan
menggunakan enzim dengan cara menghidrolisis protein atau pektin, tetapi kadang terbentuk busa apabila kadar enzim terlalu banyak. Sehingga alternatif lain dalam penjernihan sari buah dilakukan dengan menambahkan bahan penjernih dan absorben yang dapat menyerap polifenol atau protein. Daya larut zat penjernih sangat menentukan efektivitas bahan. Semakin kecil daya larutnya, semakin besar daya serap absorben terhadap partikelpartikel tersuspensi seperti kompleks protein-tanin. Bentonit adalah zat penjernih yang digunakan dalam anggur untuk mencegah pengendapan protein. Bentonit menyerap protein karena adanya tarik-menarik antara muatan negatif dari silikat yang dikandung bentonit dengan muatan positif protein. Partikel bentonit yang telah menyerap protein dapat juga menyerap tanin dan fenol lainnya. Untuk menjernihkan minuman sering kali digunakan senyawa golongan protein, yaitu gelatin. Penambahan gelatin pada sari buah akan membentuk kompleks gelatin-tanin yang dapat diendapkan kemudian dipisahkan. Bahan penjernih lainnya yang sering digunakan adalah arang aktif. Tetapi arang aktif selain menyerap molekulmolekul besar, juga dapat menyerap molekul-molekul kecil seperti pigmen dan senyawa lain yang penting artinya dalam cita rasa. Tanin dapat juga digunakan untuk mengendapkan protein, tetapi penggunaan tanin kadangkadang menimbulkan akibat yang kurang baik, yaitu dapat mengendapkan berbagai senyawa yang diperlukan dalam bahan (Winarno, 2004). Sedangkan untuk penggunaan madu sebagai penjernih sari buah melalui tahap ekstraksi terlebih dahulu, hal ini dilakukan untuk mengambil protein yang terdapat pada madu. Kemudian protein akan bereaksi dengan tanin yang terdapat pada sari buah (La Rosa et al, 2011).
14
Teknik penjernihan non-enzimatis dilakukan dengan menambahkan flokulan. Menurut Afrianti (2008), flokulan berfungsi mengurangi kekeruhan dan mensuspensi partikel. Mencegah kekeruhan, misalnya pada bir, mempertahankan warna dan flavor pada jus buah-buahan dan wine. Flokulan juga digunakan pada sirup, cuka, jeli dan sayuran. Dalam proses penjernihan sari buah terjadi koagulasi dan flokulasi dari bahan penjernih yang ditambahkan ke dalam sari buah. Menurut Risdianto (2007), koagulasi dan flokulasi merupakan suatu proses kimia, proses ini dilakukan secara berurutan dengan tujuan untuk memisahkan bahan tersuspensi dan koloid dengan fase cairnya. Koagulasi adalah proses destabilitasi muatan partikel koloid dan suspended solid menggunakan bahan koagulan yang diikuti pengadukan cepat untuk mendispersikan bahan kimia koagulan agar merata sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang dapat diendapkan. Pengadukan cepat juga dilakukan pada proses ini yang bertujuan untuk mempercepat dan menyeragamkan distribusi koagulan sehingga proses pembentukan gumpalan dapat terjadi secara merata. Sedangkan flokulasi adalah proses pengelompokan antara partikel dengan koagulan (menggunakan proses pengadukan lambat) sehingga partikel yang berukuran besar mudah diendapkan.
4. Albumin Albumin atau putih telur tersusun atas empat lapis, yaitu lapisan terluar yang terdiri dari cairan kental mengandung serat-serat musin, lapisan tengah yang terdiri dari anyaman musin yang berbentuk setengah padat, lapisan ketiga merupakan lapisan yang lebih encer dan lapisan terdalam dinamakan kalazifera yang bersifat kental (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Putih telur tersusun atas 86,8% air, 11,3% protein, 0,08% lemak, 1% karbohidrat dan 0,8% abu (Romanoff, 1963). Berat putih telur sekitar 63% dari berat total telur. Putih telur atau albumin terdiri dari protein ovalbumin, ovotransferin, ovomucoid, lisosim, ovomucin, ovoglobulin dan lain-lain. Ovalbumin merupakan protein
15
terbesar yang menyusun putih telur (54% w/w). Titik isoelektrik ovalbumin yaitu 4,5. pH optimum putih telur atau albumin dalam membentuk gel yaitu antara 6-7 (Ustunol, 2015). Albumin atau putih telur mengandung protein yang cukup tinggi. Albumin telur biasa digunakan untuk mengurangi rasa sepat pada anggur merah (red wines) dengan menurunkan kadar tanin. Albumin juga dapat digunakan untuk menjernihkan sirup, sup dan jelly, karena kemampuannya untuk berkoagulasi. Albumin telur dapat terkoagulasi oleh asam dan juga panas. Kisaran suhu mulai terjadinya koagulasi adalah 63°C dan mulai sempurna pada suhu 71°C (Mulyani, 2001). Mekanisme pengikatan tanin adalah melalui muatan listrik, albumin yang merupakan protein memiliki muatan positif sedangkan tanin memiliki muatan negatif kemudian berat kedua molekul tersebut meningkat sehingga terjadi pengendapan (Rayner (2002) dalam Suhirman dkk, 2006). Penelitian yang dilakukan Widyasari (2007) menunjukkan bahwa albumin yang ditambahkan dalam sari buah jambu mete dapat mengikat dan mengendapkan tanin dengan formula terbaik yang dihasilkan yaitu penambahan albumin konsentrasi 0,1% dan tingkat pengenceran 1:3. Sedangkan pada penelitian Suhirman dkk (2006) dengan pemberian albumin konsentrasi 1% dalam sari buah pala lebih disukai panelis dan dapat menurunkan kadar tanin dari 5.102,16 mg per 100 gram bahan menjadi 3.544,06 mg per 100 gram bahan.
5. Gelatin Gelatin merupakan derivat protein dari serat kolagen yang terdapat pada bagian kulit, tulang dan tulang rawan. Susunan asam aminonya hampir mirip dengan kolagen, terdiri dari glisin sebagai asam amino utama dan merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam amino sisanya diisi oleh prolin dan hidroksipolin (Putri, 2013). Gelatin mudah larut pada suhu 71,1°C dan cenderung membentuk gel pada suhu 48,9°C (Norland (1997) dalam Junianto dkk, 2006). Sedangkan menurut
16
Montero, et al., (2000), pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 49°C atau biasanya pada suhu 60-70°C. Menurut Ustunol (2015), titik isoelektrik gelatin tipe A yaitu pada pH 8-9, sedangkan gelatin tipe B yaitu pH 4,8-5,5. Pada pH dibawah titik isoelektrik maka gelatin bermuatan positif. Sedangkan pada pH diatas titik isoelektrik maka gelatin akan bermuatan negatif. Barbooti dkk (2008) menyatakan bahwa gelatin tipe A banyak digunakan pada proses pembuatan gelatin dengan bahan baku kulit babi sedangkan gelatin tipe B banyak digunakan untuk proses pembuatan gelatin dengan bahan baku kulit dan tulang sapi. Pada penelitian ini akan digunakan gelatin tipe B, yaitu gelatin berbahan baku tulang sapi. Secara kimiawi, gelatin merupakan sumber protein berharga yang merupakan produk sampingan hewani dari bagian yang tidak terpakai (by product) setelah melalui proses hidrolisis parsial (partial hidrolisis) kolagen dari bagian-bagian tertentu tubuh hewani seperti kartilago (cartilages), tulang, tendon, dan kulit. Dari segi penampakan fisik, gelatin merupakan substansi padat (solid), dari tidak berwarna sampai berwarna sedikit kekuningan serta nyaris tanpa rasa dan bau (Sompie dkk, 2012).
Gambar 2.2 Struktur Kimia Gelatin (Sumber : Groben et al, 2004)
Gelatin larut dalam air, asam asetat dan pelarut alkohol seperti gliserol, propylene glycol, sorbitol dan manitol, tetapi tidak larut dalam alkohol, aseton, karbon tetraklorida, benzen, petroleum eter dan pelarut
17
organik lainnya (Junianto dkk, 2006). Gelatin bubuk warna putih kekuningan yang dapat mengembang dan menjadi lunak bila direndam dalam air serta berangsur-angsur menyerap air 5-10 kali bobotnya. Produk gelatin dipasaran ada yang berbentuk cair, granula dan bubuk. Keuntungan dari produk granula dibandingkan dengan yang berbentuk cair adalah kemudahannya dalam penggunaan dan penanganan produk oleh konsumen (GMIA, 2013). Gelatin juga menyerap kandungan-kandungan yang dapat menyebabkan bahan minuman menjadi berembun dan menimbulkan kesan kotor (Widyasari, 2007). Mekanisme penjernihan gelatin dalam minuman jus dan bir yaitu melalui ikatan hidrogen antara gelatin yang muatan positif serta komponen polifenol dan antosianogen yang bermuatan negatif (Schrieber dan Gareis, 2007). Gelatin mampu mengikat partikel-partikel yang terdapat dalam sari buah. Pembentukan gel gelatin terjadi karena pengembangan molekul gelatin selama pemanasan. Panas akan membuka ikatan-ikatan molekul gelatin dan gugus hidrofobik dari protein gelatin yang berada di permukaan, sedangkan gugus hidrofiliknya berada di dalam serta terjadi ikatan antara gugus COO-, NH3+ dan H2O sehingga membentuk ikatan silang antar molekul gelatin sehingga cairan yang awalnya bebas menjadi terperangkap di dalam struktur molekul gelatin tersebut (Belizt dan Grosch, 1986). Untuk menjernihkan minuman sering digunakan senyawa golongan protein, yaitu gelatin. Penambahan gelatin pada sari buah akan membentuk kompleks gelatin-tanin yang dapat diendapkan kemudian dipisahkan. Pada konsentrasi rendah, gelatin dan bahan penjernih yang bersifat larut lainnya bertindak sebagai koloid pelindung. Sedangkan pada konsentrasi tinggi bahan-bahan tersebut akan menyebabkan pengendapan, tetapi bila konsentrasi terlalu tinggi bahan tersebut tidak dapat menyebabkan pengendapan lagi (Winarno, 2004). Menurut Koswara (1992), konsentrasi gelatin yang direkomendasikan dalam produk minuman sari buah berkisar antara 0,5-1,5%.
18
Pada penelitian Widyasari (2007), semakin tinggi konsentrasi gelatin yang ditambahkan maka kenampakan sari buah jambu mete semakin jernih. Konsentrasi gelatin yang digunakan yaitu 0,3%; 0,4% dan 0,5%. Hasil kenampakan terbaik pada konsentrasi 0,5%. Penelitian Rahangmetan (2009) menyebutkan bahwa penggunaan gelatin dengan konsentrasi 0,2% ke dalam sari buah jeruk dengan waktu pengendapan 1 jam dapat menjernihkan sari buah jeruk yang diolah, serta tidak mempengaruhi aroma dan rasa. Sedangkan pada penelitian Farikha (2013), penambahan gelatin berperan sebagai penstabil terhadap sari buah naga dengan konsentrasi 1,5% menghasilkan kenampakan sari buah naga yang tidak mengalami pengendapan.
6. Tanin Tanin disebut juga asam tanat dan asam galotanat. Tanin dapat tidak berwarna sampai berwarna kuning atau coklat. Asam tanat yang dapat dibeli di pasaran mempunyai BM 1.701 dan kemungkinan besar terdiri dari sembilan molekul asam galat dan sebuah molekul glukosa (Winarno, 2004). Tanin dalam berbagai jenis tanaman memiliki struktur kimia dan reaksi yang berbeda-beda tetapi memiliki sifat yang sama yaitu dapat mengendapkan gelatin dan protein. Tanin alami larut dalam air dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan warna pada larutan mulai dari warna terang, merah tua dan coklat, sehingga tiap-tiap tanin memiliki warna yang khas sesuai sumbernya. Oksidasi tanin akan menghasilkan senyawa berwarna coklat yang tidak mampu mengendapkan protein (Winarno (1992) dalam Widyasari, 2007).
Gambar 2.3 Struktur Molekul Tanin (Hagerman, 2002)
19
Istilah tanin yang digunakan ahli pangan ada dua yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi merupakan dimer 4,8 atau 2,8 C-C atau ikatan dimer eter 3,3 dari senyawa katekin. Sedangkan tanin terkondenasi terdiri dari galotanin dan elogitanin.Tanin terdiri dari katekin, leukoantosianin dan asam hidroksi yang masing-masing dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Senyawa-senyawa yang dapat bereaksi dengan protein dalam proses penyamakan kulit kemungkinan besar terdiri dari katekin dengan BM yang sedang, sedangkan katekin dengan BM rendah banyak ditemukan pada buah-buahan dan sayuran (Winarno, 2004). Kadar tanin mengalami penurunan seiring dengan penuaan buah. Faktor yang berpengaruh terhadap kandungan tanin dalam buah selain kultivar yaitu tingkat kemasakan buah. Kadar tanin akan mencapai maksimum pada waktu buah masih muda atau selama pertumbuhan dan perkembangan, dan akan menurun selama pematangan buah. Pada buah yang sudah tua terjadi polimerisasi tanin menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi dan membentuk kompleks protein-tanin sehingga tidak menyebabkan rasa sepat ( Suhardi (1993) dalam Santosa dan Hulopi, 2011).
7. Mekanisme Pengikatan Tanin-Protein Menurut Winarno (2004), interaksi protein-tanin dipengaruhi oleh : a. Karakteristik protein seperti komposisi asam amino dan titik isoelektrik. b. Karakteristik tanin seperti bobot molekul, struktur dan heterogenitas tanin. c. Kondisi pereaksi seperti pH, temperatur, komposisi pelarut dan waktu. Semakin rendah pH, jumlah protein-tanin yang berinteraksi semakin kecil. Hal ini menunjukkan penurunan afinitas tanin terhadap protein untuk membentuk kompleks dikarenakan adanya efek elektrostatik dari protein. Pada pH dimana grup fenolhidroksil terionisasi, maka tanin tidak berinteraksi dengan protein. Efektifitas pembentukan ikatan silang protein dan tanin sangat dipengaruhi oleh ukuran molekul tanin. Umumnya tanin
20
berukuran sedang (oligomer) menunjukkan efektifitas yang tinggi dalam membentuk ikatan silang. Tanin berukuran kecil (monomer) tidak mampu membentuk ikatan silang yang efektif. Sedangkan tanin berukuran besar (polimer) sangat tidak larut atau terlalu besar untuk berikatan dengan protein.
Gambar 2.4 Cara Pengikatan Tanin dengan Protein (Hagerman, 2002)
Albumin dan gelatin dapat digunakan sebagai penjernih ketika terjadi denaturasi. Menurut Winarno (2004), denaturasi merupakan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener terhadap molekul protein tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Denaturasi protein disebabkan oleh panas, pH, senyawa kimia (urea dan garam guanida), mekanik dan sebagainya. Pemekaran atau pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida. Selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau yang berdekatan. Bila unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid,
maka
protein
tersebut
mengalami
koagulasi.
Dengan
berkoagulasinya albumin dan gelatin maka dapat menjernihkan sari buah dengan menyerap kandungan-kandungan yang dapat menyebabkan sari buah keruh seperti tanin.
21
B. Kerangka Berpikir °BrixBuah salak Komoditi buah salak terbesar ke 5 di Indonesia Jawa Tengah menjadi provinsi produksi buah salak terbesar
Data Asosiasi Industri Minuman Ringan (2015) produksi sari buah di Indonesia meningkat periode 3 tahun terakhir (2013, 2014, 2015)
Data produksi tinggi, namun data konsumsi masih rendah sehingga berpotensi untuk dikembangkan
Sari buah salak
Proses pengolahan sari buah salak terdapat permasalahan yang muncul yaitu terbentuknya kekeruhan sehingga diperlukan teknik penjernihan Penjernihan non-enzimatis dilakukan dengan menambahkan flokulan sebagai absorban dan teknik penjernihan ini mudah diaplikasikan
Flokulan (albumin dan gelatin)
Perlu dikaji mengenai aplikasi penambahan albumin dan gelatin sebagai penjernih terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensoris sari buah salak pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.) yang dihasilkan
Gambar 2.5 Kerangka Berpikir Penelitian
C. Hipotesa Perbedaan formulasi konsentrasi albumin dan gelatin serta waktu pengendapan akan berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia dan sensori (kejernihan, aroma, rasa dan overall) sari buah salak pondoh (Salacca zalacca (Gaert.) Voss.)