BAB II LANDASAN TEORI
Penyelesaian masalah yang diteliti dalam penelitian ini memerlukan teori-teori atau tinjauan pustaka yang dapat mendukung pengolahan data. Beberapa teori tersebut digunakan sebagai dasar dan penunjang pemecahan masalah.
2.1 Analisa Keputusan 2.1.1 Definisi Keputusan Membuat keputusan berarti memilih salah satu alternatif terbaik diantara sekian banyak alternatif. Pada umumnya suatu keputusan dibuat dalam rangka untuk memecahkan persoalan atau permasalahan (problem solving), setiap keputusan dibuat pasti ada tujuan yang akan dicapai. Menurut Dr. Ir. Kuntoro Mangkusubroto Msc, analisa keputusan dapat juga dipandang sebagai gabungan dari dua disiplin ilmu yang telah ada lebih dahulu, yaitu Teori Keputusan dan Metodologi Permodelan Sistem. Teori keputusan adalah teori yang mempelajari bagaimana sikap rasional dalam situasi yang amat sederhana, tetapi yang mengandung ketidakpastian, seperti dalam permainan lotere. Karena itu maka peranannya dalam menghadapi situasi yang kompleks adalah sangat kecil.
8
Sedangkan Metodologi Pemodelan Sistem mempelajari bagaimana memperlakukan aspek yang dinamis dan kompleks dari suatu lingkungan. Jadi Analisa Keputusan yang merupakan gabungan dari keduanya, mengkombinasikan kemampuan untuk menangani sistem kompleks yang dinamis, dan kemampuan untuk menangani ketidakpastian, dalam suatu disiplin keilmuan. Karenanya, Analisa keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur logis dan kuantitatip, yang tidak hanya menerangkan mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan suatu cara untuk membuat keputusan. Dengan kata lain, cara untuk membat model suatu keputusan yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan dan pengujian. Inti dari pengambilan keputusan ialah terletak dalam perumusan berbagai alternatif tindakan sesuai dengan yang sedang dalam perhatian dan dalam pemilihan alternatif yang tepat setelah suatu evaluasi (penilaian) mengenai efektifitasnya dalam mencapai tujuan yang dikehendaki pengambil keputusan. Salah satu komponen terpenting dalam proses pembuatan keputusan ialah kegiatan pengumpulan informasi dari mana suatu apresiasi mengenai situasi keputusan dapat dibuat. (J.Supranto,2005) Apabila informasi yang cukup dapat dikumpulkan guna memperoleh suatu spesifikasi yang lengkap dari semua alternatif dan tingkat keefektifitasannya dalam situasi yang sedang menjadi perhatian, proses pembuatan atau pengambilan keputusan relatif sangatlah mudah. Akan tetapi dalam prakteknya sangat tidak mungkin untuk mengumpulkan informasi secara lengkap, mngingat terbatasnya dana, waktu dan tenaga.
9
Dalam penelitian Suhardi (2002), keputusan didefinisikan sebagai berikut : a) Menurut Ralp C. Davis Keputusan adalah hasil pemecahan masalah yang dihadapinya dengan tegas. b) Menurut James A. F. Stoner Keputusan adalah pemilihn diantara alternatif-alternatif c) Menurut Fishburn Keputusan adalah suatu pilihn tentang suatu bagian tindakan (course of action) Dalam penelitian Suhardi (2002), pengambilan keputusan didefinisikan sebagai berikut : 1. Menurut Churman Pengambilan keputusan merupakan aktivitas manajemen berup pemiliha tindakan dari sekumpulan alternatif yang telah dirumuskan sebelumnya untuk memecahkn suatu masalah suatu konflik dalam manajemen. 2. Menurut George R. Terry Pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku (kelakuan) tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada. 3. Menurut S.P. Siagaian Pengambilan keputusan aalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakikat alternatif yang ihadapi dan mengambil tindakan yang meurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat.
10
Dari pengertian tadi, dapat disimpulkan bahwa pengambilan kepuusan merupakan
suatu
proses
pemilihan
alternatif
secara
sistematis
untuk
ditindaklanjuti. Terdapat tiga kata kunci yang perlu diperhatikan dalam prosees pengambilan keputusan, yaitu : 1. Aktifitas manajemen 2. Pemilihan alternatif 3. Pencapaian tujuan/pemecahan masalah.
2.1.2 Kondifikasi Informasi Informasi dapat dibedakan dalam dua bentuk sebagai berikut : 1. Berkenaan dengan sifat ketidakpastian yang ditetapkan dengan besaran probability (nilai kemungkinan) 2. Berkenaan dengan hubungan-hubungan yang terjadi dalam sitem yang dinyatakan sebagai model, yang menggambarkan struktur persoalan.
2.1.3 Penyusunan Model Penyusunan model keputusan adalah suatu cara untuk menggambarkan sejumlah hubungan logis yang mendasari persoalan keputusan ke dalam suatu model matematis, yang mencerminkan hubungan yang teradi di antara sejumlah faktor yang terlibat. Penetapan Nilai Kemungkinan Dalam Analisa Keputusan pernyataan nilai kemungkinan dipandang sebagai suatu state of mind, yaitu suatu cara untuk menggambarkan
11
ketidakpastian seseorang dalam menghadapi suatu kejadian atau suatu variabel. Hal ini berhubugnan denga tingkat pengetahuan atau informasi yang diiliki seseorang pada saat menghadapi kejadian yang tidak pasti atau variabel tersebut. Analisa keputusan dapat melakukan penjajagan dan penjabaran implikasi dari ketidakpasatian secara efektif. Hal ini merupakan bagian yang paling penting dalam analisis keputusan. Penetapan Preferensi Penetapan preferensi merupakan sesuatu yang penting dalam pengambilan keputusan, yaitu untuk menentukan pilihan mana yang paling berharga bagi seseorang di antara sejumlah alternatif yang ada. Dalam Analisa Keputusan, penetapan preferensi ini perlu dipisahkan dari persoalan ketidakpastian. Untuk masalah ketidakpastian, nilai kemungkinan perlu ditetapkan berdasarkan informasi yang dimiliki. Sedangkan masalah preferensi adalah masalah yang secara benar mencerminkan kecenderungan seseorang dalam menghadapi suatu hasil, yang merupakan pencerminan nilai dan pandangan hidup seseorang. Berkenaan dengan ini, maka preferensi dibedakan atas tiga aspek, yaitu : Penetapan Nilai Nilai adalah suatu ukuran yang dapat mencerminkan seberapa besar seseorang menghardai suatu hasil. Contoh : seseorang pasien yang menderita penyakit memperoleh saran dokter agar dia menjalani terapi yang cukup menyakitkan selama sehari penuh, selain itu dokter juga memberitahukan adanya obat yang dapat menggantikan terapi tersebut dengan harga Rp 10.000. Pasien
12
tersebut memilih obat karena dia mampu membayarnya. Inilah yang dimaksud dengan penetapan suatu nilai dalam preferensi tersebut. Preferensi atas waktu Preferensi atas waktu akan sangat mempengaruhi sikap seseorang dalam pengambilan keputusan. Contoh : Berkenaan dengan terapi tersebut, dokter mengatakan bahwa penyakit pasien tersebut memerlukan pengobatan sekali dalam setiap tahunnya. Jadi pilihannya adalah tiap tahun pasien akan menjalankan terapi yang menyakitkan selama satu hari, atau seseorang membeli obat mujarab dan sembuh sama sekali. Preferensi atas Resiko Diketahui bahwa setiap orang mempunyai sikap tersendiri dalam menghadapi resiko. Ada yang berani mengambil resiko dan ada yang sangat menghindari resiko. Keadaan ini, yaitu preferensi terhadap resiko, akan banyak mempengaruhi pemilihan alternatif, dengan kata lain mempengaruhi pengambilan keputusan. 2.1.4 Langkah Dalam Analisa Keputusan Gambar Diagram Siklus Analisa Keputusan Informasi awal Tahap Determinist ik
Tindakan
Tahap Probabilisti k
Informasi baru
Pengumpul an Informasi
Tahap Informasio nal
Keputusan
Pengumpulan Informasi
Gambar 2.1 Diagram Siklus Analisa Keputusan (Saaty, 1993)
13
Terlihat bahwa di dalam prosedur analisis keputusan terdapat tiga tahapan utama, yaitu: Tahap deterministik. Dalam tahap ini variabel yang mempengaruhi keputusan perlu didefinisikan dan saling dihubungkan, perlu dilakukan penetapan nilai, dan selanjutnya tingkat kepentingan variabel diukur, tanpa terlebih dahulu memperhatikan unsur ketidakpastiannya. Tahap probabilistik. Ini merupakan tahap penetapan besarnya ketidakpastian yang melingkupi sejumlah variabel yang penting, dan menyatakannya dalam bentuk suatu nilai. Tahap informasional. Intinya adalah meninjau hasil dari dua tahap yang terdahulu guna menentukan nilai ekonomisnya bila seseorang ingin mengurangi ketidakpastian pada suatu variabel yang dirasa penting. Dengan demikian dari tahap ini kita dapat menentukan apakah masih diperlukan pengumpulan informasi tambahan untuk dapat mengurangi kadar ketidakpastian.
2.1.5 Metode Pengambilan Keputusan Dalam Kondisi Multikriteria Beberapa metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan pengambilan keputusan dalam kondisi multikriteria antara lain: 1. ELECTRE ELECTRE dikembangkan oleh Bernard Roy dari tahun 1968 sampai 1991. Pada metode ini, memerlukan pihak luar sebagai ahli untuk melakukan subjective mapping, tidak ada penetapan skala perandingan alternatif terhadap kriteria bagi pengambil keputusan (dalam pemberian nilai indifference threshold, preference thershold dan veto thershold) sehingga
14
pengambiln keputusan akan mengalami kesulitn dalam penentuan skala, kemudiandalam grup, pengambilan keputusan harus memberiikan satu ketetapan nilai indifference threshold, preference thershold dan veto thershold melalui konsensusyang dapat diterima oleh grup tersebut. selain itu, algritma ari metode ini tidak memberikan preference relationship diantara dua alternatif, dan preference relation diantara dua alternatif tidak bersifat resiprokal. Metode ini mengijinkan adanya incomparability, dimna terjadi jika diantara beberapa alternatif a dan b tidak aa kejadian yang jelas yang lebih disukai a atau b. 2. PROMETHEE PROMETHEE (Preference Ranking Organization Method for Enrichment) dikembangkan oleh Mr. Alexander Cvetkovic dan Mr. Guy Arsenault. Metode PROMETHEE ini mempunyai sejumlah kelebihan bahwa prosedurnya bersifat fleksibel, memungkinkan adanya analisa sensitivitas serta memungkinkan adanya penambahan batasan-batasan / constraint. Metode PROMETHEE digunakan untuk memfasilitasi hasil keputusan setiap pengambil keputusan dalam grup. Jadi, setiap pengambil keputusan harus memiliki kriteria penilaian masing-masing kemudin digabungkan dengan
metode
PROMETHEE.
Waktu
yang
dibutuhkan
untuk
mendapatkn hsil akhir akan lama selain itu hsil rnking setiap alterntif diukur dengan kriteria yang berbeda-beda atau dengan kata lain kekurngan dari metode ini adalah sulitnya unutk mencapi keputusan akhir.
15
2.2 Analytic Hierarchy Process 2.2.1 Pengertian Analytic Hierarchy Process Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan awal tahun 1970-an oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari Universitas Pittsburg. AHP pada dasarnya didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan sangat erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi di antara berbagai set alternatif. Analisa ini ditujukan untuk membuat suatu model permasalahan yang tidak mempunyai struktur, biasanya ditetapkan untuk memecahkan masalah yang terukur (kuantitatif), masalah yang memerlukan pendapat (judgement) maupun pada situasi yang kompleks atau tidak terkerngka, pada situasi dimana data statistik sangat minim atau tidak ada sama sekali dan hanya bersifat kulitatif yang didasari oleh persepsi, pengalaman atupun intuisi. Menurut beliau, definisi AHP adalah sebagai berikut : “The Analytic Hierarchy Process (AHP) is the original theory of nulti-criteria prioritization that derives relative scales of absolute numbers known as priorities from judgment expressed numerically on an absolute fundamental scale.” Analytic Hierarchy Process atau sering disingkat AHP adalah teori umum tentang pengukuran. Digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan
pasangan
yang
diskret
maupun
kontinyu,
Perbandingan-
perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau dari skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi alternatif. AHP memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan pada
16
ketergantungan di dalam dan di antara kelompok elemen strukturnya (Marimin, 1999) AHP banyak ditemukan pada pengambilan keputusan untuk banyak kriteria, perencanaan, alokasi sumber daya, penyusunan matrik input koefisien, penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki pemain dalam situasi konflik dan lain sebagainya. Thomas L Saaty mengembangkan AHP selama periode 1971-1975 ketika di Wharton School (University of Pennsylvania) Model AHP memakai persepsi manusi yang dianggap ekspert sebagai input utamanya. Kriteria ekspert disini bukan berarti bahwa orang tersebut haruslah jenius atau pintar, bergelar doktor atau sebagainya, tetapi lebih mengacu pada orang yang mengerti benar permasalahan yang dilakukan, merasakan akibat suatu masalah atau punya kepentingan terhadap masalah tersebut. pengukuran halhal kualitatif merupakan hal yan sangat penting mengingt makin kompleksnya permasalahan di dunia dan tingkat kepastian yang makin tinggi. Selain itu, AHP juga menguji konsistensi penilaian. Bila terjadi penyimpangan yang terlalu jauh dari nilai konsisten sempurna maka penilaian perlu diperbaiki atau hirarki harus distruktur ulang.
2.2.2 Prinsip Kerja Analytic Hierarchy Process Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu masalah komplek yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan tiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif. Tentang arti penting ariabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut
17
kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 1999) Secara grafis, masalah keputusan AHP dapat dikonstuksikan sebagai diagram bertingkat, yang dimulai dengan goal sasaran, lalu kriteria, dan akhirnya alternatif. Hal tersebut dapat dilihat dari gambar 2.2 berikut ini Tujuan
Kriteria 2
Kriteria 1
Alternatif 1
Kriteria N
Kriteia 3
Alternatif 2
Alternatif 2
Gambar 2.2 Struktur hirarki (Saaty, 1993) AHP memungkinkan untuk memberikan nilai bobot relatif dari suatu kriteria majemuk atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria secara intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparation). Dr Thomas Saaty, pembuat AHP kemudian menentukan cara yang konsisten untuk mengubah
perbandngan
berpasangan
menjadi
himpunan
bilangan
yang
mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria. Ide dasar prinsip kerja AHP adalah sebagai berikut (Marimin,1999) 1. Penyusunan Hirarki Masalah yang akan diselesaikan diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hirarki. Hirarki tersebut memudahkan pengambilan keputusan untuk memvisualisasikan
18
permasalahan dan faktor-faktor terkendali dari permasalahan tersebut. Hirarki keputusan disusun berdasarkan pandangan dari pihak-pihak yang memiliki keahlian dan pengetahuan di bidang yang bersangkutan. 2. Penentuan Prioritas Prioritas dari kriteria-kriteria pada hirrki dapat dipandang sebagai bobot kriteria tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dalam pengambilan keputusan. Metode AH berdasarkan pada kemampuan manusia untuk memanfaatkan informaso dan pengalamannya untuk memperkirakan pentingnya satu hal dibandingkan dengan hal lain secara relatif melalui proses membandingkan hal-hal berpasangan. Untuk setiap kriteria dan alternatif, kita harus melakukan perbandingan berpasangan (pairwise compararison). Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan sesuai dengan keputusan yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan prioritas. Prioritas ditentukan berdasarkan pandangan dan penilaian para ahli dan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap pengambilan keputusan. Baik dengan diskusi atau kuesioner. 3. Konsistensi Logis Prinsip pokok yang menentukan kesesuaian antara definisi konseptual dengan operasi data dan proses pengambilan keputusan adalah konsistensi jawaban dari para responden. Konsistensi tersebut tercermin dari penilaian kriteria dari perbandingan berpasangan. Dalam menggunakan ketiga
19
prinsip tersebut, AHP menyatukan dua aspek pengambilan keputusan, yaitu:
Secara kualitatif AHP mendefinisikan permasalahan dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan.
Secara kuantitatif AHP melakukan perbanding secara numerik dan penilaian untuk mendapatkan solusi permasalahan.
Sedangkan menurut Saaty dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain: 1. Dekomposisi Setelah
mendefinisikan
masalah/persoalan,
maka
perlu
dilakukan
dekomposisi, yaitu memecah persoalan menjadi unsur-unsurnya. Jika ngin mendapatkan hasil yang akurat, maka pemecahan terhadap unsu-unsurnya ilakukan hingga tidak memungkinkan dilakukan pemecahan lebih lanjut. Pemecahan tersebut akan menghasilkan beberapa tingkatan dari suatu persoalan. Oleh karena itu, proses analisis ini dinamakan hierarki (hierachy). Struktur hirarki AHP dapat dilihat di gambar 2.3 ini.
Gambar 2.3 Struktur Hirarki AHP
20
2. Penilaian Komparasi (Comparative Judgment) Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkatan di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian ini lebih mudah isajikan dalam bentuk matriks perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) 3. Penentuan Prioritas (Synthesis of Priority) Dari setiap matriks pairwise comparison akan didapatkan prioritas lokal. Karena matriks pairwise coparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk menentukan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hierarki. 4. Konsistensi Logis (Logical Consistency) Konsistensi memiliki dua makna. Pertama adalah bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai keseragamn dan elevansinya. Kedua adalah tingkat hubungan antara objek-objek yag didasarkan pada kriteria tertentu.
2.2.3 Keuntungan AHP Beberapa keuntungan yang diperoleh bila kita memecahkan masalah dan mengambil keputusan menggunakan AHP adalah sebagai berikut (Marimin, 1999)
21
1. Kesatuan AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk aneka ragam persoalan tidak terstruktur 2. Kompleksitas AHP memadukan rancangan deduktif dan ancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks. 3. Saling Ketergantungan AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier 4. Penyusunan Hirarki AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokan unsur yang serupa dalam setiap tingkat. 5. Pengukuran AHP memberikan suatu skala untuk mengukur hal-hal yang terwujud. Suatu metode untuk menetapkan prioritas. 6. Konsistensi AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas. 7. Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif. 8. Tawar-menawar
22
AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem
dan
memungkinkan
organisasi
memilih
alternatif
terbaik
berdasarkan tujuan-tujuan mereka. 9. Penilaian dan Konsensus AHP tidak memaksakan konsensus tetapi mensistesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda. 10. Pengulangan Proses AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan memperbaiki pertimbangan dan pengertian mereka melalui pengulangan
2.2.4 Aksioma-Aksioma AHP Pengertian
aksioma
adalah
sesuatu
yang
tidak
dapat
dibantah
kebenarannya atau yang pasti terjadi. Ada empat aksioma yang harus diperhatikan para pemakai model AHPdan pelanggarannya dari setiap aksioma berkibat tidak validnya model yang dipakai. Aksioma tersebut yaitu (Brodjonegoro dan Utama, 1992): 1. Aksioma 1 Perbandingan berpasangan, artinya pengambilan keputusan harus dapat membuat perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensinya itu sendiri harus memenuhi syarat resiprokal yaitu kalau A lebih disukai dari B dengan skala X, maka B lebih disukai dari A dengan skla 1/X.
23
2. Aksioma 2 Homogenitas artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala
terbatas
atau
dengan
kata
lain
kriteria-kriterianya
dapat
dibandingankan satu sama lain. Kalau aksioma ini tidak dapat dipenuhi maka kriteria yang dibandingkan tersebut tidak homogen dan harus dibentuk suatu kelompok kriteria-kriteria yang baru. 3. Aksioma 3 Independensi, artinya preferensi dinyatakan dengan mengansumsikan bahwa kriteria tidak dipegaruhi oleh alternatif yang ada melainkan oleh obyektif secara keseluruhan. Ini menunjukan bahwa pola ketergantungan atau pengaruh dalam Model AHP adalah searah ke atas. Artinya perbandingan antara kriteria-kriteria dalam satu level dipengaruhi atau tergantung oleh kriteria-kriteria dalam level di atasnya. 4. Aksioma 4 Ekspetasi, artinya untuk tujuan pengambilan kpeutusan struktur hirarki diansumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka si pengambil keputusan tidak memakai seluruh kriteria atau objektif yang tersedia atau diperlukan sehinga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.
2.2.5 Langkah-Langkah Dalam AHP Sebagaimana langkah yang dijelaskan oleh Saaty (2001) dalam www.scribd.com/doc/2908406/Modul-6-Analytic
-Hierarchy-Process,
metode
24
AHP dapat digunkan untuk membantu pengambilan keputusan dengan cara sebagai berikut: 1. Perumusan Masalah Untuk menyelesaikan masalah, maka harus dilakukan tiga langkah sebagai berikut:
Tentukan sasaran yang ingin dicapai
Tentukan kriteria pilihan
Tentukan alternatif pilihan
Hierarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan menperhatikan seluruh kriteria keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu. Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sitem yang dicari sousi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran kriteria yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa kriteria homogen. Sebuah kriteria menjadi kriteria dan patokan bagi krteria-kriteria yang berada dibawahnya. Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut (Brodjonegoro dan Utama, 1992) : a) Minimum Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. b) Independen
25
Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama. c) Lengkap Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusunan dalam memahami permasalahan. 2. Membuat “pohon hierarki” (hierarchical tree) untuk berbagai krieria dan alternatif keputusan. Contoh pohon hierarki dapat dilihat pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Pohon Hierarki 3. Membentuk
sebuah
matriks
perbandingan
berpasangan
(pairwise
comparation), misalnya diberi nama matriks A. Angka di dalam baris ke –I dan kolom ke –j (Ai,j) merupakan relative importance Ai dibanding dengan Aj, Untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat dari tabel berikut.
26
Tabel 2.1 Skala Dasar Perbandingan Saaty Nilai
Keterangan
1
Sama penting (equal)
3
Sedikit lebih penting (moderate)
5
Jelas lebih penting (strong)
7
Sangat jelas penting (very strong)
9
Mutlak lebih penting (extreme)
2,4,6,8
Apabila ragu-ragu antara dua nilai yang berdekatan
1 / (1-9) Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9
Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i (Ai) dibandingkan dengan elemen j (Aj) mendapatkan nilai tertentu, maka Aj dibandingkan dengan Ai merupakan kebalikannya. 4. Membuat peringkat prioritas dari matriks pairwise dengan menentukan eigenvector. Apabila seseorang yang sudah memasukkan persepsinya untuk setiap perbandingan antara kriteria-kriteria yang beraa dalam satu level atau yang dapat diperbandingkan maka untuk mengetahui kriteria mana yang paling disukai atau lebih penting, disusun sebuah matriks perbandingan. Bentuk matriks ini adalah simetris atau biasa disebut dengan matriks bujur sangkar. Apaila ada tiga kriteria yang dibandingkan dalam satu level matriks maka matriks yang terbentuk adalah matriks 3 x 3. Ciri utama dari matriks perbandingan yang dipakai model AHP adalah
27
kriteria diagonalnya dari kiri atas ke kanan bawah adalah satu karena yang dibandingkan adalah dua kriteria yang sama. Selain itu, sesuai dengan sistematika berpikir otak manusia, matrik perbandingan yang dibentuk bersifat matriks resiprokal misalnya kriteria A lebih disukai dengan skala 3 dibaningkan kriteri B maka dengan sendirinya kriteria B lebih disukai dengan skala 1/3 dibanding A. Setelah matriks perbandingan untuk sekelompok kriteria telah selesai dibentuk maka langkah berikutnya adalah mengukur bobot prioritas setiap kriteria tersebut dengan dasar persepsi seorang ahli yang telah dimasukan dalam matriks tersebut. Hasil akhir perhitungan bobot prioritas tersebut untuk kriteria-kriteria dala satu kelompok sama dengan satu. Dalam penghitungan bobot prioritas dipakai cara yang paling akurat untuk matriks perbandingan yaitu dengan operasi matermatis berdasarkan operasi matriks dan vektor yang dikenal dengan nama Eigenvektor. Eigenvektor dalah sebuah vektor yang apabila dikalikan sebuah matriks hasilnya adalah vektor itu sendiri dikalikan dengan sebuah bilangan skalar atau parameter yang tidak lain adalah eigenvelue. Bentuk persamaannya sebagai berikut : A.w=λ.w Dengan w = eigenvektor λ = eigenvalue A = matriks bujursangkar
28
Eigevektor biasa disebut sebagai vektor karakteristik dari sebuah matriks bujursangkat sedangkan eigenvalue merupakan akar karakteristik dari matriks ersebut. Metode ini yang dipakai sebagai alat pengukur bobot prioritas setiap matriks perbandingan dalam model AHP karena sifatnya lebih akurat dan memperhatikan semua interaksi antar kriteria dalam matriks. Kelemahan metode ini adalah sulit dikerjakan secara manual terutama apabila matriksnya terdiri dari tiga kriteria atau lebih sehingga memerlukan bantuan program komputer untuk memecahkannya.
Caranya perhitungannya yaitu sebagai berikut : a. Mengkuadratkan matriks pairwise comparison. Prinsip umum perkalian matriks adalah perkalian antara baris dari matriks pertama dengan kolom dari matriks kedua. b. Menjumlahkan setiap baris dari matriks hasil penguadratan cara (a), kemudian dinormalisasi, caranya yaitu membagi jumlah baris dengan total baris hingga diperoleh nilai eigenvector (1) c. Untuk
mengecek
ulang
nilai
eigenvector,
matriks
hasil
penguadratan cara (a) dikuadratkan kembali dan lakukan kembali cara (b), hingga diperoleh eigenvector yang baru. Kemudian, bandingkan eigenvector pertama dan kedua. Jika di antara keduanya, tidak ada perubahan nilai atau hanya sedikit mengalami perubahan maka nilai eigenvector pertama sudah benar. Akan tetapi, jika sebaliknya, maka nilaieigenvector pertama masih salah
29
dan lakukan kembali cara (a) sampai dengan (c), hingga nilai eigenvector tidak berubah atau hanya sedikit berubah.
5. Membuat peringkat alternatif dari matriks pairwise masing-masing alternatif dengan menentukan eigenvector setiap alternatif. Cara yang digunakan sama ketika membuat peringkat prioritas di atas. a. Menentukan
matriks
pairwise
comparisons
masing-masing
alternatif b. Menentukan eigenvector masing-masing alteratif c. Menentukan peringkat alertnatif Peringkat alternatif dapat ditentukan dengan menggunakan nilai eigenvector alternatif dengan bilai eigenvector kriteria.
6. Konsistensi Logis Salah satu asusi utama model AHP yang membedakan dengan model lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebgi inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsiy secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya secara bebas tanpa ia harus berpikir apakah perspsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak. Pengukuran konsistensi ari suau matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Engan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbaningan dapat diminimumkan.
30
Dalam perhitungannya semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan
secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: Hubungan kardinal: aij . ajk = aik Hubungan ordinal : Ai > Aj, Aj > Ak maka Ai > Ak Hubungan diatas dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut : a. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak dua kali dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka anggur lebih enak delapan kali dari pisang. b. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari pisang. Pada keadaan sebenarnya akan terjadi beberapa penyimpangan dari hubungan tersebut, sehingga matriks tersebut tidak konsisten sempurna. Hal ini terjadi karena ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang. Untuk mengetahui apakah hasil penilaian bersifat konsisten, maka ada beberapa langkah untuk menghitung rasio inkonsitensi untuk menguji konsistensi penilaian atau konsistensi logis. Penghitungan konsistensi logis dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut : a) Menentukan vektor jumlah tertimbang (weighted sum vector). Hal ini dilakukan dengan mengalikan baris pertama matriks prioritas dengan
31
kolom pertama matriks perbandingan, kemudian baris kedua matriks prioritas dikalikan dengan kolom kedua matriks perbandingan, selanjutnya mengalikan baris ketiga matriks prioritas dengan kolom ketiga matriks perbandingan, dan seterusnya. Kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan untuk setiap baris atau secara mendatar. Menurut Saaty, untuk berbagai permasalahan skala 1-9 adalah skala terbaik dalam mengkualifikasi pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dinilai pada tabel 2.1. Perbandingan dengan prinsip kerja AHP dilakukan sebagai berikut : Digunakan matrik perbandingan seperti dibawah ini. Tabel 2.2 Matrik perbandingan kriteria Kriteria
A
B
C
A
1
1/3
1/5
B
3
1
1/2
C
5
2
1
Total
9
3.33
1.70
b) Menghitung Vektor Prioritas Untuk menghitung vektor prioritas dilakukan dengan cara :
Nilai pada kolom A dibagi jumlah nilai pada kolom tersebut, demikian pula pada kolom lainnya.
Kemudian dihitung rata-rata dari nilai tiap baris, dan itu merupakan vektor prioritas dari kriteria tersebut.
32
Dapat dilihat pada tabel 2.3 berikut : Tabel 2.3 Matriks mempersatukan kriteria Kriteria
A
B
C
Vektor Prioritas
A
0.11
0.10
0.12
0.11
B
0.33
0.30
0.29
0.31
C
0.56
0.60
0.59
0.58 1
Total
c) Menghitung rata-rata / Lambda (λ / eigenvalue ) Λ rata-rata dapat dihitung dengan perhitungan seperti di bawah ini : 0.11
+ 0.31
+ 0.58
=
Kemudian hasil perhitungan tersebut dibagi dengan vektor prioritas dari masing-masing baris pada tabel 2.3. 0.33 : 0.11 = 3.0 0.93 : 0.31 = 3.0 1.75 : 0.58 = 3.02 Lalu dihitung λ rata-rata : Λ rata-rata = = 3.01 Λ rata-rata = 3.01
33
d) Menghitung Indek Konsistensi (Consistency Index / CI) Metode perhitungan Index Konsistensi dapat dihitung dengan rumus di bawah ini: CI = = = 0.005 Dimana n adalah jumlah faktor yang sedang dibandingkan. e) Mengechek Rasio Konsistensi ( Consistency Ratio / CR ) Untuk mengechek rasio konsistensi dihitung dengan rumus : CR =
= = 0.009 Jika CR < 0,1 , maka penilaian kriteria sudah konsisten. Untuk metode AHP, tingkat inkonsistensi yang msih dapat diterima adalah sebesar 10% ke bawah. Jika CR<= 0,1 (10%), maka hasil perbandingan preferensi konsisten, dan sebaliknya. Apabila tidak konsisten, maka terdapat 2 pilihan, yaitu mengulang perbandingan preferensi atau melakukn proses autokoreksi Random Indeks adalah fungsi langsung dari jumlah alternatif atau sistem yang sedang diperbandingkan.
34
Untuk nilai RI (Random Index) dapat dilihat dari Tabel berikut. Tabel 2.4 Nilai Random Index Ukuran Matriks
Nilai RI
1, 2
0.00
3
0.58
4
0.90
5
1.12
6
1.24
7
1.32
8
1.41
9
1.45
10
1.49
11
1.51
12
1.48
13
1.56
14
1.57
15
1.59
Penilaian Perbandingan Multi Partisipan / Rata-Rata Geometrik Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain AHP hanya Memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan. Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-rata. Untuk itu Saaty memberikan metode perantara dengan rata-rata geometrik (geometrik mean). Rata-rata geometrik dipakai karena bilangan yang dirata-
35
ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil (Brodjnegoro dan Utama, 1992). Teori rata-rata geometrik menyatakan bahwa jika terdapat partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban/nilai numerik untuk tiap pasangan. Untuk mendapatkan nlai tertentu dari semua niai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. secara matematis ditulis sebagai berikut : aij = (Z1.Z2.Z3…Zn)1/n Dengan aij = nilai rata-rata perbandingan antara kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan Z1 = nilai rata-rata perbandingan antara kriteria Ai dengan Aj untuk partisipan i , dengan i = 1,2,…n n = jumlah partisipan
Perhitungan Nilai Performansi Nilai performansi didapat dengan mengalikan hasil pengukuran dengan bobot kriteria pengukuran. Prosesnya dimulai dari tingkat hirarki terbawah sampai dengan puncak hirarki. Jika nilai pengukuran untuk kriteria dalam satu sub sistem hirarki adalah Y1, Y2, Yn dan bobot masing-masing kriteria adalah Q1, Q2,..Qn maka nilai performansi sub sistem hirarki tersebut adalah : P = ∑ Q1 Y1
36
Dengan P = Nilai performansi 1 = Kriteri Q1 = Bobot setiap kriteria 1 Y1 = Nilai setiap kriteria 1
2.3 Metode Pengumpulan Data Menurut Soeratno (1988) data dapat dikumpulkan dengan beberapa cara, dengan cara dan sumber yang berbeda, diantaranya : Wawancara Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung (berkomunikasi langsung) dengan responden. Dalam berwawancara terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan responden. Pewawancara merupakan orang yang memegang kunci keberhasilan wawancara. Wawancara memerlukan ketrampilan tertentu dalam mengajukan pertanyaan dan menangkap jawaban responden. Kuesioner Kuesioner merupakan cara pengumpulan data engan memberikan daftar pertayaan kepada responden untuk diiisi. Tujuan pembuatan kuesioner adalah untuk memperoeh informasi yang relevan dengan penelitian dengan kesahihan yang cukup tinggi. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dapat mencakup pertanyaan tentang fakta, sikap dan pendapat, informasi (sejauh mana responden mengetahui sesuatu), dan persepsi diri.
37
Apabila responden mau dan mampu menjawab kuesioner, maka akan didapat data yang akurat. Kalau responden tidak mampu menjawab maka jawban yang didapat kurang akurat. Demikian juga kalau respoden mampu tetapi tidak mau, maka jawabannya sering “ngawur”. Adakalanya responden takut menjawb secara jujur sehingga jawaban yang muncul bukanlah jawaban yang sesungguhnya. Dalam hal ini diperlukan kebijakan pembuat kuesioner untuk pertanyaan semacam itu. Macam kuesioner dapat dibagi menjadi : 1. Sifat pertanyaan a) Angket terbuka Dalam angket terbuka, pertanyaan berdifat terbuka. Artinya responden diberi kebebasan penuh untuk memberikan jawaban-jawaban yang dirasa perlu. Responden berhak dan diberi kesempatan menguraikan jawaban. b) Angket tertutup Angket ini memberikan pertanyaan dengan alternatif jawaban yang sudah disiapkan. Responen hanya memilih jawban yang sudah disediakan. Pertanyaan tertutup lebih mudah ditabulasikan. Tetapi dalam membuat pertanyaan diperlukan penguasaan yang mendalam mengenai materi yang akan ditanyakan. c) Kombinasi angket terbuka dan tertutup Dalam angket jenis ini, alterati jawaban sudah disediakan tetapi juga ditambahkan pilihan tertentu yang sifatnya terbuka sehingga responden bisa mengisi sesuai dengan jawabannya. 2. Cara Administrasinya
38
1. Dikirim melalui pos Untuk responden dalam jumlah banak tersebar dalam radius yang luas, dapat digunakan angket yang dikirim lewat pos. Peneliti sudah menyediakan amplop yang telah ditempeli perangko untuk pengembalian angket. Angket yang dikirim melalui pos akan menghemat waktu dan tenaga. Di samping memungkinkan responden tanpa diganggu kehadiran orang lain. Kelemahan dari angket lewat pos biasanya tingkat pengembalian rendah. Antara yang mengembalikan dengan yang tidak mngkin berbeda
jawabannya
sehingg
data
menjadi
resiko
tidak
dipahaminya. Responen menafsirkan sendiri pertanyaan yang kurang paham. 2. Diberikan tatap muka Kelemahan dari angket yang ikirim lewat pos biasanya diatasi dengan tatap muka.
Penggunaan angket
tatap muka ini
memerlukan biaya yang relatif lebih banyak.
2.4 Pengujian Data Penelitian adalah sebuah proses atau langkah-langkah yang dilakukan secara sistematis dan terencana untuk memecahkan atau mencari jawaban terhadap masalah-masalah tertentu. Sebelum melakukan pengolahan data, kuesioner yang disebarkan kepada para responden diuji datanya, yang meliputi :
39
Uji Validitas Validitas berasal dari kata validity yang berarti sejauhmana ketepatan dan kecermatan suatu insstumen ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Azwar, 1997). Validitas menunjukkan sejau mana suatu instrumen ukur itu dapat mengukur apa yang ingin diukur. Suatu tes atau instrumen ukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi alat ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. tes yang menghasilkan data yang tidak releven dengan tujuan pengukuran ikatakan sebagai tes yang memiliki validitas rendah. Dalam hal ini, faktor yang mempengaruhi valiitas adalaha pewawancara, responden (yang diwawancarai), dan instrumen ukur yang digunakan. Validitas alat pengumpul data menurut pendapat beberapa ahli dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu validitas konstruk, validitas isi, validitas eksternal, validitas prediktif dan validitas rupa (Umar, 2000) Prosedur uji Coehran Q adalah sebagai berikut (Simamora, 2002) 1. Menentukan hipotesis yang diuji 2. Mencari Q dengan perhitungan :
Keterangan\ k = jumlah responden
40
i = responden ke i n = jumlah sub kriteria ∑C = jumlah kolom sub kriteria ∑C2 = jumlah kolom kuadrat sub kriteria ∑R = jumlah baris sub kriteria ∑R2 = jumlah baris kuadrat sub kriteria 3. Menentukan Q table (Q tb), dimana Q tabel yang digunakan adalah dengan α = 0.05 yang berarti peluang menolak H0 padahal H0 benar adalah 5% dan derajat kebebasan (dk)=k-1 yang dapat dilihat pada tabel Chi-square distribution. 4. Membuat keputusan, dimana keputusan yang di[ergunakan dalam pengujian ini adalah Tolak H0 dan terima Ha, jika Q hit > Q tab dan terima H0dan tolak Ha jika Q hit>Q tab. 5. Mengambil kesimpulan, bila menolak H0 berarti proporsi jawaban Ya masih berbeda pada semua sub kriteria. Artinya belum ada kesepakatan diantara para responden tentang sub kriteria. Namun bila menerima H0 berarti proporsi jawaban Ya pada semua sub kriteria dianggap sama. Dengan demikian, semua responden dianggap
sepakat
mengenai
semua
sub
kriteria
sebagai
faktor
yang
dipertimbangkan.
Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu instrumen ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Singarimbun, 1989). Reliabilitas juga diartikan sebagai tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran (Azwar, 1997).
41
Reliabilitas memberi gambaran sejauh mana skor hasil pengukuran terbebas dari galat pengukuran (measurement error). Pengukuran yang memiliki reliabiitas yang tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel, yaitu dapat dipercaya. Dengan kata lain, menunjukkan konsistensi suatu instrumen alat ukur di dala mengukur konsep yang sama. Secara empirik, tinggi rendahnya reliabilitas ditunjukkan leh suatu angka yang disebut koefisien reliabilitas. Pada awalnya, tinggi rendahnya reliabilitas suatu tes dicerminkan oleh koefisien korelasi antara skor pada dua tes yang dikenakan pada sekelompok individu yang sama. Semakin inggi koefisien korelasi berrti konsistensi antara hasil pengenaan dua tes tersebut semkin baik dan hasil ukur edua tes tersebut dikatakan semakin reliabel. Begitu juga sebaliknya. Disamping itu, walaupun koefisien korelsi dapat saja bertanda negatif, koefisien reliabilitas selalu mengacu pada angka positi, karena angka negatif tidak ada artinya bagi interpretasi realibilitas hasil ukur. Uji reliabilitas instrumen dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Secara eksternal, uji dapat dilakukan dengan pengukuran ulang (test-retest), belah dua (split-half) dan bentuk paralel (parallel). Secara internal realibilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi butir-butir yang ada pada instrumen dengan teknik tertentu (Sugiyono,1999).
42