BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Persediaan Persediaan adalah suatu aktiva perusahaan yang menempati posisi yang cukup penting dalam suatu perusahaan, baik itu perusahaan dagang maupun perusahaan industri (manufaktur), yang meliputi barang-barang milik perusahaan untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu, atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi, ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunanya dalam suatu proses produksi. Menurut Warren (2012:370):“Persediaan adalah sebagai salah satu asset lancar biasanya memiliki sebagaian besar diperusahaan neraca relative untuk total asset. Menurut R. Agus Sartono ( 2010;443) :“Persediaan pada umumnya merupakan salah satu jenis aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan. Hal ini mudah dipahami karena persediaan merupakan faktor penting dalam menentukan kelancaran operasi perusahaan. Ditinjau dari segi neraca persediaan adalah barang-barang atau bahan yang masih tersisa pada tanggal neraca, atau barang-barang yang akan segera dijual, digunakan atau diproses dalam periode normal perusahaan.”
Menurut Kasmir (2008;41) :“Persediaan merupakan sejumlah barang yang disimpan oleh perusahaan dalam suatu tempat (gudang). Persediaan merupakan cadangan perusahaan untuk proses produksi atau penjualan pada saat dibutuhkan” Menurut Benny Alexandri (2009:135):“Suatu aktiva yang meliputi barang-barang milik perusahaan dengan maksud untuk dijual dalam suatu periode usaha tertentu atau persediaan barang-barang yang masih dalam pengerjaan atau proses produksi ataupun persediaan bahan baku yang menunggu penggunaannya dalam proses produksi”. Pada dasarnya persediaan itu sangat penting bagi perusahaan karena pada prinsipnya persediaan itu mempermudah kegiatan operasi setiap perusahaan, yang harus dilakukan berturut-turut untuk memproduksi barangbarang, serta selanjutnya memperkenalkan kepada para konsumen. Tujuan utama dari pengendalian intern persediaan adalah untuk memastikan bahwa persediaan dalam keadaan aman dan disajikan dalam laporan keuangan dengan benar. Pengendalian internal dapat bersifat preventif atau detektif. Pengendalian secara preventif didesain untuk mencegah terjadinya kesalahan atau salah saji, sedangkan pengendalian detektif didesain untuk mendeteksi kesalahan atau salah saji yang sudah terjadi. 2.2 Jenis-jenis Persediaan Menurut Hans Kartikahadi (2012;279) Klasifikasi persediaan tergantung dengan jenis usaha entitas. Perusahaan dagang lazimnya hanya mempunyai
Persediaan
Barang
Dagangan
(Merchandise
Inventory).
Sedangkan Perusahaan Manufaktur mengelompokan persediaan sebagai berikut: 1. Persediaan Barang Jadi, yaitu persediaan yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap dijual kepada pelanggaan atau perusahaan lain. 2. Persediaan Barang dalam Proses,yaitu persediaan barang-barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih perlu diproses kembali untuk kemudian dijual sebagai barang jadi. 3. Persediaan Barang Mentah atau Bahan Baku, yaitu persediaan dari barangbarang berwujud yang digunakan dalam proses produksi, barang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun dibeli dari pemasok atau perusahaan yang dihasilkan bahan baku bagi perusahaan pabrik yang menggunakannya. 2.3 Sistem Pencatatan Persediaan Menurut Sukrisno dan Estralita (2009:32) system pencatatan persediaan dibagi menjadi dua yaitu system persediaan periodic dan system persediaan perpetual. 2.3.1 Sistem Pencatatn Periodik Dalam
system
periodic,
persediaan
dihitung dengan
melakukan
inventarisasi pada setiap akhir periode. Hasil perhitungan tersebut dapat di pakai untuk menghitungan harga pokok penjualan (HPP), yang pada gilirannya di pakai guna menyusun laporan keuangan. Dengan system periodic ini, perhitungan persediaan dapat di lakukan secara akurat dan benar. Namun ada juga kelemahannya, yaitu jika jumlah dan jenis
persediaan sangat banyak, cara ini menjadi mahal sekali. System ini cocok di terapkan pada perusahaan yang jenis dan jumlah persediaannya tidak banyak. Cara ini tidak praktis dan ekonomis jika jumlah jenis persediaan sangat banyak. 2.3.2 Sistem Pencatatan Perpetual (Perpetual Inventory System) Sistem perpetual dapat menyajikan keterangan mengenai persediaan dan HP secara terus menerus tanpa inventarisasi. Hal ini dapat dilaksanakan karena setiap transaksi yang yang berhubungan dengan persediaan. Selalu dicatat sedemikian rupa sehingga rekening persediaan senantiasa menyajikan saldo persediaan fisik. Dengan sistem periodic, nilai persediaan hanya dapat diketahui jika pemeriksaan fisik di lakukan. Sekalipun dalam sistem perpetual tidak di persyaratkan pemeriksaan fisik (stock opname), perusahaan sering pula melakukannya untuk pengawasan persediaan dan agar perhitungan HPP lebih akurat. Sistem perpetual tidak menggunakan cara penaksiran dalam menghitung nilai persediaan, bahan pemeriksaan fisik masih di gunakan sebagai pelengkap. Dengan demikian, sistem ini bertentangan dengan ketentuan perpajakan. Cara tidak sesuai dengan prinsip perpajakan adalah jika persediaan di nilai berdasarkan penaksiran atau perkiraan. Berikut contoh perbedaan pencatatan persediaan periodic dan perpetual.
Table 2.1 Perbedaan System Pencatatan Persediaan Periodic dan Perpetual Periodic inventory system
Perpetual inventory system
Persediaan awal, 200 unit $8
Persediaan awal, 200 unit $8
Akun persediaan menunjukkan
Akun persediaan menunjukkan
persediaan
persediaan
Yang ada pada $1600
Yang ada pada $1600
Pembelian 1500 unit $8
Pembelian 1500 unit $8
Pembelian
Persediaan
Hutang
$12.000 $12.000
$12.000
Hutang
$12.000
Penjualan 1500 unit $15
Penjualan 1500 unit $15
Piutang
Piutang
Penjualan
$22.500 $22.500
No entry
$22.500
Penjualan
$22.500
HPP (1500X$8) $12.000 Persediaan
$12.000
Akhir periode untuk akun persediaan
Akhir periode untuk akun persediaan
200 unit dengan harga $8
200 unit dengan harga $8
Tidak ada jurnal
Persediaan akhir
$1.600
Akun, persediaan menunjukkan saldo
HPP
$12.000
akhir $1.600
Pembeliaan
$12.000
(1.600+12.000-12.000)
Persediaan
$1.600
2.4 Membedakan Metode Biaya Persediaan Membedakan metode biaya persediaan Menurut Warren (2012:360) dibedakan menjadi dua cara yaitu : a. Metode FIFO Ketika metode FIFO digunakan selama periode inflasi atau kenaikan harga, biaya per unit lebih awal lebih rendah dari biaya per unit yang lebih baru. Dengan demikian, FIFO akan menunjukkan laba kotor yang lebih besar. Namun, peresediaan harus di ganti dengan harga yang lebih tinggi dari pada yang ditunjukkan oleh harga pokok penjualan. Bahkan neraca akan melaporkan persedian barang dagangan berakhir di suatu jumlah yang hampir sama dengan biaya penggantian saat ini. Ketika tingkat inflasi mencapai dua digit, seperti yang terjadi selama tahun 1970, keuntungan kotor yang lebih besar yang dihasilkan dari metode FIFO sering disebut keuntungan persediaan atau keuntungan ilusi. Anda harus mencatat bahwa dalam periode deflasi atau penurunan harga, efeknya itu justru sebaliknya. b. Metode LIFO Ketika metode LIFO di gunakan selama periode inflasi atau kenaikan harga, hasilnya berlawanan orang-orang dari dua metode lainnya. Metode LIFO akan menghasilkan jumlah yang lebih tinggi dari harga pokok penjualan, jumlah yang lebih rendah dari laba kotor, dan jumlah yang lebih rendah dari persediaan pada akhir periode dari dua metode lainnya. Alasan dari efek ini adalah bahwa biaya unit yang paling baru saja diakuisisi adalah hampir sama dengan biaya penggantian mereka. Dalam periode inflasi, biaya satuan yang lebih baru lebih tinggi Dari
biaya per unit sebelumnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa metode LIFO lebih hampir cocok biaya saat ini dengan pendapatan saat ini. Selama periode kenaikan harga, menggunakan LIFO menawarkan penghematan pajak penghasilan. Pajak penghasilan hasil tabungan karena LIFO melaporkan jumlah terendah laba bersih dari tiga metode. Selama dua digit periode inflasi 1970, banyak bisnis berubah dari FIFO ke LIFO untuk penghematan pajak. Namun, persediaan akhir pada lembar saldo mungkin sangat berbeda dari biaya penggantiannya saat ini. Dalam kasus tersebut, laporan keuangan biasanya termasuk catatan yang menyatakan estimasi perbedaan antara persediaan LIFO dan persediaan jika FIFO telah di gunakan. Sekali lagi, anda harus mencatat bahwa dalam periode deflasi jatuh tingkat harga, efeknya itu justru sebaliknya. 2.4.1 Pelaporan
Persediaan
Barang
Dagangan
Dalam
Laporan
Keuangan Pelaporan persediaan barang dagangan dalam laporan keuangan Menurut Warren (2012:362), ada empat cara pelaporan persediaan barang dagangan dalam laporan keuangan yaitu sebagai berikut : 1. Penilaian dengan harga terendah antara biaya perolehan dengan harga pasar LCM (lower of cost or market method) Harga pasar yang digunakan dalam metode LCM adalah harga pokok untuk membeli barang yang sama pada saat ini dari pemasok yang biasa dan dalam jumlah yang biasa. Jadi, harga pasar yang dimaksud dalam metode LCM ini adalah bukan merupakan harga jual (selling price) atau nilai keluar (output value) akan tetapi merupakan harga barang
pengganti saat ini (current replacement cost), yang kadang-kadang dikenal sebagai biaya masuk (input cost). Bagi perusahaan dagang yang di mana pada saat kondisi infalsi normal, harga pasar untuk membeli barang dagangan yang sama dari pemasok pada umumnya jarang mengalami penurunan. Namun, untuk perusahaan yang menjual barang dagangan yang terkait langsung dengan kemajuan teknologi dan perubahan mode (seperti komputer,televise,dan telephone genggam) seringkali harga pasar barang dagangan tersebut justru mengalami penurunan. 2. Penilaian yang lebih rendah antara biaya peroleh atau nilai realisasi bersih. Seperti yang anda harapkan, barang yang sudah ketinggalan zaman, manja atau rusak atau yang dapat di jual hanya dengan harga di bawah biaya harus ditulis. Barang tersebut harus dinilai pada realisasi bersih. Nilai realisasi bersih adalah estimasi harga penjualan dalam kegiatan usaha normal di kurangi estimasi biaya penyelesaian dan taksiran biaya yang diperlukan untuk membuat penjualan (beban penjualan langsung). 3. Persediaan pada neraca Persediaan barang dagangan biasanya disajikan kepada bagian aktiva lancar dari neraca, piutang berikut. Kedua metode penentuan biaya persediaan (FIFO atau rata-rata) dan metode penilaian persediaan (biaya atau lebih rendah dari biaya atau NRV) harus ditampilkan. Hal ini tidak biasa bagi perusahaan besar dengan kegiatan yang bervariasi untuk menggunakan metode biaya yang berbeda untuk segmen yang berbeda
dari persediaan mereka. Rincian dapat diungkapkan dalam tanda kurung pada neraca atau dicatatan atas laporan keuangan. 4. Pengaruh kesalahan persediaan terhadap laporan keuangan. Setiap
kesalahan
dalam
persediaan
barang
dagangan
akan
mempengaruhi baik neraca dan laporan laba rugi. Misalnya, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan salah mengutarkan persediaan akhir, aktiva lancar, dan total asset pada neraca. Selain itu, kesalahan dalam persediaan juga akan mempengaruhi harga pokok penjualan dan laba kotor pada laporan laba rugi. 2.4.2 Estimasi Biaya Persediaan a. Metode ritel kalkulasi biaya persediaan Metode persediaan eceran memperkirakan biaya persediaan di dasarkan pada hubungan antara biaya barang dagangan yang tersedia untuk dijual dengan harga eceran dari barang yang sama. Untuk menggunakan metode ini, harga eceran semua barang dipertahankan dan mencapai selanjutnya, persediaan eceran di tentukan dengan mengurangi penjualan untuk periode dari harga eceran barang yang tersedia untuk dijual selama periode tersebut. b. Metode laba kotor memperkirakan persediaan Metode laba kotor menggunakan estimasi laba kotor untuk periode untuk memperkirakan persediaan pada akhir periode. Laba kotor biasanya di estimasi dari tingkat actual tahun sebelumnya, disesuaikan dengan setiap perubahan yang dibuat dalam biaya dan harga penjualan selama periode berjalan. Dengan menggunakan tingkat laba kotor, jumlah dolar dari penjualan untuk periode dapat
dibagi menjadi dua komponen : (1) laba kotor dan (2) harga pokok penjualan. Jumlah terakhir mungkin kemudian di potong dari biaya barang dagangan yang tersedia untuk dijual untuk menghasilkan perkiraan biaya persediaan. 2.5 Pengertian Flowchart Menurut Agung Qink (2012;4) Flowchart adalah langkah awal pembuatan program. Dengan adanya flowchart urutan proses kegiatan menjadi lebih jelas karena terdapat alur yang sudah menggambarkan suatu proses. Jika ada penambahan proses maka dapat dilakukan lebih mudah. Setelah flowchart selesai disusun, selanjutnya pemrogram (programmer) menerjemahkannya ke bentuk program dengan bahas pemrogramman. 2.5.1 Tujuan Flowchart Tujuan
flowchart
adalah
untuk
menggambarkan
suatu
tahapan
penyelesaian masalah sederhana, terurai, rapih dan jelas dengan menggunakan simbol-simbol standar. 2.6 Flowchart Yang Terkat Dengan Persediaan Pengendalian Intern Flowchart yang terkait dengan persediaan pengendalian intern flowchart permintaan dan pengeluaran barang gudang :
Sumber dari : Destiar Tody (2013:12)
Keterangan dari flowchart permintaan dan pengeluaran barang: A. Bagian Produksi membuat surat permintaan bahan baku sesuai kebutuhan rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke Bagian Gudang dan lembar kedua disimpan sebagai arsip. B. Bagian Gudang menerima surat permintaan bahan baku dari bagian produksi. C. Berdasarkan Surat Permintaan Bahan Baku, Bagian Gudang membuat Surat Pengiriman Bahan Baku rangkap 2. Lembar 1 dikirim ke Bagian Produksi beserta bahan baku yang diminta dan lembar kedua disimpan sebagai arsip. D. Berdasarkan Surat Pengiriman Bahan Baku, Bagian Gudang membuat bukti permintaan dan pengeluaran bahan baku gudang rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke Bagian Akuntansi dan lembar kedua disimpan sebagai arsip. E. Berdasarkan bukti permintaan dan pengeluaran bahan baku, Bagian Gudang membuat laporan persediaan bahan baku rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke Bagian Akuntansi, lembar kedua disimpan sebagai arsip. F. Bagian Produksi menerima Surat Pengiriman Bahan Baku beserta bahan baku dari Bagian Gudang. G. Bagian Produksi memproduksi bahan baku menjadi barang jadi, kemudian mengirim barang jadi ke Bagian Gudang. H. Berdasarkan barang jadi, Bagian Gudang membuat laporan barang jadi rangkap 2. Lembar 1 dikirim ke Bagian Akuntansi dan lembar kedua disimpan sebagai arsip. I. Berdasarkan laporan persediaan bahan baku, bukti permintaan dan pengeluaran bahan baku gudang dan laporan barang jadi, Bagian Akuntansi
membuat laporan permintaan dan pengeluaran barang gudang rangkap 2. Lembar pertama dikirim ke Manajer dan lembar 2 disimpan sebagai arsip.
2.7 flowchart yang terkait dengan persediaan SOP(Surat Order Pembelian) 1. Flowchart dari bagian pencatatan barang/produk jadi
Sumber dari: Christoporus Robin (2012;04)
Keterangan flowchart pencatatan barang jadi: 1. Bagian Produksi:
Setelah bahan baku diolah, barang jadi dikirim ke gudang.
2. Gudang :
Menerima barang jadi.
Barang jadi dikirimkan ke bagian QC.
Menerima BB pre sale.
Mencatat barang jadi pre sale.
Menyimpan barang jadi pre sale.
Menerima lis tidak layak dijual dan memberikan menyimpannya di gudang.
3. Quality Control:
Menerima barang jadi dari bagian gudang untuk melakukan pengecekan.
Mengecek kualitas barang layak dijual atau tidak.
Melakukan pencatatan barang yang layak dijual dan tidak layak dijual masing-masing rangkap 2 dan menyimpan dokumen no 1 sebagai arsip.
Barang yang tidak layak dijual diberikan kepada bagian gudang beserta list.
List barang jadi yang layak dijual diberikan kepada bagian packing beserta dengan barang.
4. Bagian Packing:
Menerima barang yang layak dijual beserta list.
Mengemas barang jadi yang layak dijual.
Memberikan lebel pada barang.
Mengirimkan barang jadi pre sale ke bagian gudang untuk disimpan dan menunggu pesanan dari pelanggan
2. Flowchart dari bagian pencatatan harga pokok produk jadi yang dijual
Sumber dari : Ester Lyan (2012:04)
Keterangan dari flowchart pencatatan harga pokok produk jadi yang jual : 1. Bagian Produksi membuat surat permintaan bahan baku rangkap 2, lembar 1 diberikan kepada bagian gudang sedangkan lembar ke 2 disimpan sebagai arsip. 2. Bagian
Gudang
menerima
surat
permintaan
barang
baku
lalu
mempersiapkan bahan baku yang diminta, membuat surat pengiriman barang rangkap 2. Lembar 1 disimpan sebagai arsip sedangkan lembar ke 2 dikirim ke bagian produksi beserta bahan baku. 3. Bagian Produksi menerima surat pengiriman dan barang, lalu melakukan produksi. Setelah itu membuat laporan DM,DL,FOH rangkap 2. Lembar 1 disimpan sebagai arsip, lembar ke 2 dikirim ke bagian akuntansi. 4. Bagian Akuntansi menerima laporan DM,DL,FOH. Berdasarkan laporan tersebut bagian akuntansi menghitung DMC,DLC,FOH. Lalu membuat laporan harga pokok produksi rangkap 2. Lembar 1 disimpan sebagai arsip. Lembar ke 2 dikirim ke manajer. 5. Bagian Manajer menerima laporan harga pokok produksi,. Berdasarkan laporan harga pokok produksi bagian manajer menentukan margin laba lalu membuat laporan harga penjualan barang.
3. Flowchart pencatatan harga pokok persediaan yang dibeli
Sumber dari: Christoporus Robin (2012;04)
Keterngan flowchart dalam pencatatan harga pokok produksi yang dibeli: 1. Bagian Produksi:
Membuat daftar bahan baku rangkap 2 dan dokumen no. 1 di simpan sebagai arsip.
Menghubungi supplier dan memberikan list BB.
Menerima Bahan Baku dari Manajemen Keuangan.
2. Manajemen Keuangan:
Menerima Surat Tagihan beserta barang dari Supplier.
Melakukan pembayaran dengan membuat surat Bukti Pembayaran lunas rangkap 3 dan menyimpan dokumen n0. 1 di arsip.
Mencatat HPP persediaan.
3. Supplier
Menerima daftar bahan baku dari bagian produksi.
Melakukan pengecekan persediaan stok sesuai dengan list.
Menginformasikan persediaan barang yang dipesan telah habis dengan membuat dokumen informasi barang tidak tersedia.
Menyiapkan BB yang dipesan.
Membuat Surat Tagihan rangkap 2 dan menyimpan dokumen no.1 di arsip dan dokumen no 2 diberikan kepada manajemen keuangan.
Menerima bukti pembayaran lunas dari manajemen keuangan.
2.8 Pengertian Pengendalian Intern Pengendalian Intern didefiniskan oleh AICPA sebagai berikut : Pengendalian Intern itu meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta alat-alat yang di koordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran
data akuntansi, memajukan efisiensi di dalam usaha, dan membantu mendorong dipatuhi kebijakan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu. 2.8.1 Ciri-ciri Pokok dari Sistem Pengendalian Itern Suatu sistem pengawasan intern yang memuaskan harus meliputi : 1. Suatu struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara tepat. 2. Suatu sistem wewenang dan prosedur pembukuan yang baik, yang berguna untuk melakukan pengawasan akuntansi yang cukup terhadap harta milik, hutang-hutang, pendapatan-pendapatan dan biaya-biaya. 3. Praktek-praktek yang sehat harus dijalankan di dalam melakukan tugastugas dan fungsi-fungsi setiap bagian dalam organisasi. 4. Suatu tingkat kecakapan pegawai yang sesuai dengan tanggung jawab. 2.8.2 Aktivitas-aktivitas Pengendalian Intern Prosedur-prosedur pengendalian termasuk dalam satu dari lima kategori berikut : 1. Otorisasi transaksi dan kegiatan yang memadai Para pegawai melaksanakan tugas dan membuat keputusan yang mempengaruhi asset perusahaan. Oleh karena itu pihak manajemen kekurangan waktu dan sumber daya untuk melakukan supervise setiap aktivitas dan keputusan, mereka membuat kebijakan untuk diikuti oleh para
pegawai,
dan
kemudian
memberdayakan
mereka
untuk
melaksanakannya. 2. Pemisahan fungsi Pemisahan tugas yang efektif dicapai ketika fungsi-fungsi berikut dipisahkan:
a. Otorisasi : menyetujui transaksi dan keputusan. b. Pencatatan : mempersiapkan dokumen sumber, memelihara catatan jurnal, buku besar, dan file lainnya, mempersiapkan rekonsiliasi, serta mempersiapkan laporan kinerja. c. Penyimpanan : menangani kas, memelihara tempat penyimpanan persediaan menerima cek yang masuk dari pelanggan, menulis cek atas rekening bank organisasi. 3. Desain dan penggunaan dokumen serta catatan yang memadai: a. Desain dan penggunaan catatan yang memadai membantu untuk memastikan pencatatan yang akurat dan lengkap atas seluruh data transaksi yang berkaitan. b. Bentuk dan isinya harus dijaga agar tetap sederhana mungkin untuk mendukung pencatatan yang efisiensi. c. Dokumen-dokumen yang mengawali sebuah transaksi harus memliki ruang untuk otorisasi. d. Dokumen-dokumen yang dipergunakan untuk memindahkan asset orang lain. 4. Penjagaan asset dan catatan yang memadai. 5. Pemeriksaan independent atas kinerja. Pemeriksaan internal untuk memastikan bahwa seluruh transaksi diproses secara akurat adalah elemen pengendalian lainnya yang penting. Pemeriksaan ini harus independent, karena pemeriksaan umumnya akan lebih efektif apabila dilaksanakan oleh orang lain yang tidak bertanggung jawab atas jalannya operasi yang diperiksa.