BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Akuntansi Lingkungan AICPA (American Institute of Certified Public Accounting) (2014) dalam Volisin (2008:3) mengidentifikasikan Akuntansi Lingkungan Sebagai : “The identification, measurement, and allocation of environmental costs¸ the integration of these environmental costs into business decisions, and the subsequent communication of the information to a company’s stakeholders”. Artinya adalah akuntansi lingkungan merupakan akuntansi yang di dalamnya terdapat identifikasi, pengukuran, dana lokasi biaya lingkungan, di mana biaya-biaya lingkungan ini di integrasikan dalam pengambilan keputusan bisnis, dan selanjutnya dikomunikasikan kepada para stakeholder. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (US EPA) akuntansi lingkungan adalah: “Suatu fungsi penting tentang akuntansi lingkungan adalah untuk menggambarkan biaya-biaya lingkungan supaya diperhatikan oleh para stakeholders perusahaan, yang mampu mendorong dalam pengidentifikasian cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya ketika pada waktu yang bersamaan, sedang memperbaiki kualitas lingkungan” (Arfan Ikhsan, 2008). US EPA menambahkan bahwa istilah akuntansi lingkungan di bagi menjadi dua. Pertama, akuntansi lingkungan merupakan biaya yang secara langsung berdampak pada perusahaan secara menyeluruh (disebut dengan istilah “biaya pribadi”). Kedua, akuntansi lingkungan juga meliputi biaya-biaya
11
12
individu, masyarakat maupun lingkungan suatu perusahaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Akuntansi lingkungan juga didefinisikan sebagai pencegahan,
pengurangan,
dan atau penghindaran dampak terhadap
lingkungan, bergerak dari beberapa kesempatan, dimulai dari perbaikan kembali kejadian-kejadian yang menimbulkan bencana atas kegiatan-kegiatan tersebut (Arfan Ikhsan, 2008). Akuntansi lingkungan menjadi hal yang penting untuk dapat dipertimbangkan dengan sebaik mungkin karena akuntansi lingkungan merupakan bagian akuntansi atau sub yang termasuk kedalam bagian akuntansi. Alasan yang mendasarinya adalah mengarah pada keterlibatannya dalam konsep ekonomi dan informasi lingkungan. Akuntansi lingkungan juga merupakan
suatu
bidang
yang
terus
menerus
berkembang
dalam
mengidentifikasi pengukuran-pengukuran dan mengomunikasikan biaya-biaya aktual perusahaan atau dampak potensial lingkungannya. Biaya ini meliputi biaya-biaya pembersihan atau perbaikan tempat-tempat yang terkontaminasi, biaya pelestarian lingkungan, biaya hukuman dan pajak, biaya pencegahan polusi teknologi dan biaya manajemen pemborosan.
2.1.1.
PSAK No. 01 (Revisi 2009) Tentang Laporan Keuangan Pelaporan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan di Indonesia diatur oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) yang menyarankan kepada
13
perusahaan untuk mengungkapkan tanggung jawab mengenai sosial dan lingkungan sebagaimana tertulis pada Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) no 1 (Revisi 2009) paragraf 12 berbunyi: “Entitas dapat pula menyajikan, terpisah dari laporan keuangan, laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting. Laporan tambahan tersebut di luar lingkup Standar Akuntansi Keuangan”.
a) Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK 01 (Revisi 2009) PSAK 1 (Revisi 2009) selanjutnya cukup disebut “PSAK 1 (2009)” merevisi PSAK sebelumnya yang dikeluarkan pada tahun 1998 dengan judul sama. PSAK ini mengadopsi IAS 1 (2009): Presentation of Financial Statements. Pada tabel dibawah ini menunjukan tujuan dan ruang lingkup PSAK No.01 (Revisi 2009) Tabel II.1 Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No. 01 Revisi 2009 Perihal
Deskripsi a) untuk menetapkan dasar-dasar bagi penyajian laporan keuangan
Tujuan
bertujuan umum agar dapat dibandingkan, baik dengan laporan keuangan periode sebelumnya maupun dengan laporan keuangan entitas lain.
14
b) untuk mengatur persyaratan bagi penyajian laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimum isi laporan keuangan
Entitas menerapkan PSAK 1 dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan bertujuan umum sesuai dengan SAK.
PSAK 1 tidak berlaku bagi penyusunan dan penyajian laporan keuangan entitas syariah karena entitas syariah mengacu pada SAK tersendiri.
PSAK 1 tidak diterapkan bagi struktur dan isi laporan keuangan interim ringkas yang disusun sesuai dengan PSAK 3: Laporan Keuangan Interim, kecuali untuk paragraf 13-33 yang diterapkan bagi laporan keuangan interim tersebut.
PSAK 1 berlaku bagi seluruh entitas, termasuk entitas yang menyajikan laporan keuangan konsolidasian dan laporan keuangan terpisah sebagaimana diatur dalam PSAK 4: Laporan Keuangan
Ruang
Konsolidasian dan Laporan Keuangan Tersendiri.
lingkup
PSAK 1 menggunakan terminologi yang cocok bagi entitas yang berorientasi laba, termasuk entitas bisnis sektor publik. Jika entitas tidak berorientasi laba menerapkan PSAK 1, entitas tersebut mungkin perlu menyesuaikan deskripsi beberapa pos yang terdapat dalam laporan keuangan dan istilah laporan keuangan itu sendiri.
Entitas yang tidak memiliki ekuitas, sebagaimana didefinisikan dalam PSAK 50 (Revisi 2006):Instrumen Keuangan: Penyajian dan Pengungkapan (misalnya beberapa reksadana) dan entitas yang modalnya bukan ekuitas mungkin perlu mengadaptasi penyajian laporan keuangan kepentingan peserta atau pemegang unit (members or unitholder interests)
15
b) Konsep Utama Entitas yang dimaksud dalam deskripsi Tabel II.1 adalah entitas yang laporan keuangannya digunakan oleh pemakai yang mengandalkan laporan keuangan tersebut sebagai sumber utama informasi keuangan dari entitas tersebut [par. 8 PSAK 1]. Laporan keuangan bertujuan umum (general purpose financial statements) yang selanjutnya disebut ‘laporan keuangan’ adalah laporan keuangan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan [par. 5 PSAK No. 01].
c) Perlakuan Akuntansi a. Penyusunan Laporan Keuangan Paragraf 9 PSAK 1 yang berbunyi : “Entitas menyajikan semua komponen
laporan
keuangan
lengkap
dengan
tingkat
keutamaan yang sama”. Paragraf tersebut menjelaskan bahwa laporan keuangan disusun untuk memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian kalangan pengguna laporan keuangan dalam keputusan ekonomi.
Laporan
keuangan
juga
menunjukkan
hasil
16
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.
b. Persyaratan Penyajian Laporan Keuangan Selain penyusunan laporan keuangan, manajemen juga bertanggung jawab atas penyajian laporan keuangan entitas (par. 15 PSAK 1). Dalam rangka mencapai tujuan penyusunan laporan keuangan, paragraf 9 PSAK 1 menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang meliputi : Aset Liabilitas Ekuitas Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian Kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik Arus kas
Keenam informasi di atas beserta informasi lain yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan keuangan dalam memprediksi arus kas masa depan
17
dan,khususnya, dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
c. Struktur dan Persyaratan Minimal Untuk Isi Laporan Keuangan Entitas harus mengidentifikasikan laporan keuangan secara jelas dan membedakannya dari informasi lain dalam dokumen publikasi yang sama [par.46 PSAK 1]. Selain itu, Entitas juga menyajikan informasi secara jelas dan mengulangnya jika dibutuhkan sehingga dapat dipahami. SAK hanya berlaku untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan dalam laporan tahunan, dokumen yang disampaikan kepada regulator atau dokumen lainnya. Karena itu, sangat penting bahwa pengguna dapat membedakan laporan yang disusun sesuai SAK dengan informasi lain yang juga bermanfaat bagi pengguna laporan [par. 47 PSAK 1]. Informasi mata uang dalam unit ribuan atau jutaan diperkenankan sepanjang entitas mengungkapkan tingkat pembulatan dan tidak menghilangkan informasi yang material [par.50 PSAK 1].
18
2.1.2. PSAK No. 33 (Revisi 2011) Tentang Akuntansi Pertambangan Umum Dari sisi standar akuntansi, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK IAI) memutuskan untuk merevisi PSAK 33 (1994) tentang Akuntansi Pertambangan Umum dalam rangka proses konvergensi IFRS di Indonesia. PSAK 33 (1994) tentang Akuntansi Pertambangan Umum direvisi menjadi PSAK 33 (revisi 2011) tentang Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Pertambangan Umum. Ruang lingkup PSAK 33 (revisi 2011) tentang Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pada Pertambangan Umum diantaranya mengatur perlakuan akuntansi atas aktivitas pengelolaan lingkungan hidup. a) Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No. 33 (Revisi 2011) PSAK ini menggantikan PSAK 33: Akuntansi Pertambangan Umum. PSAK ini juga tidak mengadopsi IFRS. Seperti dikutip dari ED PSAK 64, alasan revisi PSAK 33 adalah adanya beberapa bagian dari PSAK 33, yang dianggap masih relevan, belum diatur dalam SAK lainnya, dan memiliki karakteristik spesifik sehingga tidak bisa menggunakan SAK lain. Penyempitan ruang lingkup PSAK 33 (Revisi 2011) disebabkan adopsi IFRS 6: Exploration for and Evaluation of Mineral Resources menjadi PSAK 64: Eksplorasi
19
dan Evaluasi Sumber Daya Mineral yang mengatur akuntansi terkait dengan aktivitas eksplorasi. Selain itu, penyempitan ruang lingkup PSAK 33 (Revisi 2011) juga dikarenakan perubahan SAK lain yang mengatur akuntansi terkait dengan aktivitas pengembangan dan konstruksi. PSAK 33 (Revisi 2011) berlaku efektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada atau setelah 1 Januari 2012. Tujuan dan ruang lingkup PSAK 33 (Revisi 2011) ini dapat dilihat pada Tabel II.2 dibawah ini. Tabel II.2 Tujuan dan Ruang Lingkup PSAK No. 33 Revisi 2011 Perihal Deskripsi Tujuan PSAK 33 (Revisi 2011) bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi atas aktivitas pengupasan lapisan tanah dan aktivitas pengelolaan lingkungan hidup pertambangan umum. Ruang PSAK 33 (Revisi 2011) diterapkan untuk akuntansi pertambangan umum lingkup yang terkait dengan: a) aktivitas pengupasan lapisan tanah; dan b) aktivitas pengelolaan lingkungan hidup
b) Konsep Utama Paragraf 4 PSAK 33 (Revisi 2011) menjelaskan bahwa dengan adanya kegiatan penambangan pada suatu daerah tertentu, akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup di sekitar lokasi penambangan. Dampak tersebut meliputi beberapa hal namun tidak terbatas pada:
20
a. Pencemaran Lingkungan yaitu masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke dalam lingkungan dan/atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. b. Perusakan Lingkungan yaitu adanya tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap perubahan sifat-sifat dan/atau hayati lingkungan yang mengakibatkan lingkungan itu kurang berfungsi
lagi
dalam
menunjang
pembangunan
berkesinambungan. Sebagai usaha untuk mengurangi dan mengendalikan dampak negatif
kegiatan
usaha
penambangan,
perlu
dilakukan
pengelolaan lingkungan hidup yang merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia, serta mahluk hidup lainnya. Pengelolaan tersebut meliputi
upaya
terpadu
dalam
pemanfaatan,
21
penataan,pemeliharaan,
pengawasan,
pengendalian,
dan
pengembangan lingkungan hidup.
c) Perlakuan Akuntansi Perlakuan Akuntansi dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel II.3 Perlakuan Akuntansi Pertambangan Umum Perihal
Deskripsi
Aktivitas Pengupasan Lapisan Tanah
Aktivitas Pengelolaan Lingkungan Hidup
Biaya pengupasan tanah awal diakui sebagai aset (beban tangguhan), sedangkan biaya pengupasan tanah lanjutan diakui sebagai beban [par.6] Biaya pengupasan tanah lanjutan pada dasarnya dibebankan berdasarkan rasio rata-rata tanahpenutup (average stripping ratio), yaitu perbandingan antara taksiran kuantitas lapisan batuan/tanah penutup terhadap taksiran ketebalan bahan galian (seperti batubara) yang juga dinyatakan dalam satuan unit kuantitas [par.7] Dalam hal rasio aktual tanah penutup (yaitu rasio antara kuantitas tanah/batuan yang dikupas pada periode tertentu terhadap kuantitas bagian cadangan yang diproduksi untuk periode yang sama) berbeda jauh dengan rasio rata-ratanya, apabila rasio aktual lebih besar dari rasio rataratanya,kelebihan biaya pengupasan diakui sebagai aset (beban tangguhan). Selanjutnya, aset tersebut akan dibebankan pada periode ketika rasio aktual jauh lebih kecil dari rasio rata-ratanya[par.7]
Provisi pengelolaan lingkungan hidup harus diakui jika: a) terdapat petunjuk yang kuat bahwa telah timbul kewajiban pada tanggal pelaporan keuangan akibat kegiatan yang telah dilakukan;
22
b) terdapat dasar yang wajar untuk menghitung jumlah kewajiban yang timbul [par.8] Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan eksplorasi dan pengembangan diakui sebagai aset (beban tangguhan) [par.9]. Taksiran biaya untuk pengelolaan lingkungan hidup yang timbul sebagai akibat kegiatan produksi tambang diakui sebagai beban [par.10]. Pada tanggal pelaporan, jumlah provisi pengelolaan lingkungan hidup harus dievaluasi kembali untuk menentukan apakah jumlah akrualnya telah memadahi [par.11]. Jika jumlah pengeluaran pengelolaan lingkungan hidup yang sesungguhnya terjadi pada tahun berjalan sehubungan dengan kegiatan periode lalu lebih besar dari pada jumlah akrual yang telah dibentuk, selisihnya dibebankan ke periode ketika kelebihan tersebut timbul [par.12]
Sumber: (PSAK 33 (Revisi 2011) (IAI, 2011)) Pasal 95 butir b UU No. 4/2009 menyatakan bahwa Pemegang IUP dan IUPK wajib mengelola keuangan sesuai dengan sistem akuntansi Indonesia. Untuk perlakuan akuntansi pertambangan umum di PSAK 33 (Revisi 2011), cakupannya hanya untuk aktivitas pengupasan lapisan tanah dan aktivitas pengelolaan lingkungan hidup (Tabel II.2). Perlakuan akuntansi terkait di luar kedua aktivitas tersebut mengacu pada PSAK 64 dan PSAK lainnya. Ringkasan perlakuan akuntansi untuk PSAK 33 (Revisi 2011) terlihat pada Tabel II.3.
23
2.1.3. Sistem Akuntansi Lingkungan Konsep sistem akuntansi lingkungan dapat diterapkan oleh perusahaan dalam skala yang besar maupun kecil dalam setiap industri dalam sektor manufaktur dan jasa. Penerapan akuntansi lingkungan harus dilakukan dengan sistematis atau didasarkan pada kebutuhan perusahaan. Keberhasilan dalam penerapan akuntansi lingkungan terletak pada komitmen manajemen dan keterlibatan fungsional. Sistem akuntansi lingkungan itu sendiri terdiri dari dua dasar, yaitu : a) Akuntansi Lingkungan Konvensional Akuntansi lingkungan konvensional yaitu akuntansi yang mengukur dampak-dampak dari lingkungan alam pada suatu perusahaan dalam istilah-istilah keuangan. b) Akuntansi Ekologis Akuntansi ekologis yaitu sistem yang mencoba untuk mengukur dampak
suatu
perusahaan
berdasarkan
lingkungan,
tetapi
pengukuran dilakukan dalam bentuk unit fisik (sisa barang produksi dalam kilogram, pemakaian energi dalam kilojoules), akan tetapi standar pengukuran yang digunakan bukan dalam bentuk satuan keuangan.
24
2.1.4. Ruang Lingkup Akuntansi Lingkungan Akuntansi lingkungan bertujuan mengukur biaya dan manfaat sosial sebagai akibat dari aktivitas perusahaan dan pelaporan presentasi perusahaan (Halim, Irawan, 1998). Akuntansi lingkungan adalah sebuah alat fleksibel yang dapat diterapkan dalam skala penggunaan dan cakupan ruang lingkup yang berbeda. Namun pada dasarnya akuntansi lingkungan mempunyai dua pembagian ruang lingkup, yaitu : a) Didasarkan pada kegiatan akuntansi lingkungan suatu perusahaan baik secara nasional maupun regional. b) Berkaitan dengan akuntansi lingkungan untuk perusahaanperusahaan dan organisasi lainnya.
2.1.5. Konsep Akuntansi Lingkungan Secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapinya. Namun pada dasarnya penjelasan mengenai konsep akuntansi lingkungan harus mengikuti beberapa factor berikut, antara lain : a) Biaya konservasi lingkungan (diukur dengan menggunakan nilai satuan uang).
25
b) Keuntungan konservasi lingkungan (diukur dengan unit fisik). c) Keuntungan ekonomi dari kegiatan konservasi lingkungan (diukur dengan nilai satuan uang/rupiah).
2.1.6. Peranan Penting Akuntansi Lingkungan Untuk menempatkan biaya-biaya lingkungan agar diperhatikan oleh para skateholders perusahaan yang sanggup dan termotivasi untuk mengidentifikasi bagaimana cara-cara mengurangi atau menghindari biaya-biaya ketika pada saat yang bersamaan sedang memperbaiki kualitas lingkungan. Dengan mengidentifikasi dan mengendalikan biaya-biaya lingkungan, sistem Akuntansi Lingkungan dapat membantu manajer lingkungan untuk
menjustifikasi
perencanaan
produksi
pembersih,
dan
mengidentifikasi berbagai cara baru dan penghematan uang serta memperbaiki kinerja lingkungan pada waktu yang bersamaan, mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan yang sering tersembunyi dalam sistem akuntansi umum.
26
2.2.
Perusahaan Tambang 2.2.1. Pengertian Perusahaan Tambang Berdasarkan UU nomor 4 tahun 2009, Perusahaan tambang adalah merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan dalam rangka pengusahaan mineral yang terdapat di dalam perut bumi dengan meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta pasca tambang. Tahapan-tahapan kegiatan pertambangan ini meliputi : a)
Penyelidikan umum (prosfeksi)
b)
Eksplorasi
c)
Studi kelayakan
d)
Konstruksi
e)
Penambangan
f)
Pengolahan dan pemurnian
g)
Pengangkutan dan penjualan
h)
Pasca tambang
2.2.2. Peranan Penting Perusahaan Tambang Peran
penting
industri
pertambangan
semakin
penting
bagi
perekonomian negara-negara didunia termasuk Indonesia. Dewan
27
Internasional Pertambangan dan Mineral (ICMM) melaporkan barubaru ini bahwa pada 2010 nilai nominal produksi mineral dunia meningkat empat kali dibanding tahun-tahun sebelumnya, contoh pada tahun 2002 senilai $474 miliar. Peningkatan ini sebagian besar didorong oleh pertumbuhan yang tinggi dalam perekonomian China, India, dan beberapa negara yang kekuatan ekonominya juga berkembang. Indonesia dengan nilai produksi mineral $12,22 miliar atau setara dengan Rp. 109,98 triliun menyumbang 10,6% dari total ekspor pada tahun 2010 lalu. Laporan ini menegaskan pandangan bahwa produksi dan penciptaan pendapatan merupakan kekuatan utama dalam pertumbuhan perekonomian dimana industri pertambangan memiliki peran penting yang semakin meningkat. Realitas ini telah dipahami dan dicerminkan dalam agenda beberapa perusahaan tambang dunia yang bertanggung jawab namun belum dipahami secara konsisten oleh pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan pemangku kepentingan lain dinegara-negara yang memiliki investasi pertambangan yang besar (Kasan Mulyono, 2013).
2.2.3. Perkembangan Perusahaan Tambang Industri pertambangan di tanah air diperkirakan akan tumbuh pesat dalam beberapa tahun kedepan dan menjadi sektor yang makin strategis
28
bagi Indonesia. Hal ini akan mendorong meningkatnya investasi asing di sektor tersebut dengan dukungan perbankan nasional maupun internasional. Menurut Dirckx, sektor pertambangan telah menjadi sektor yang semakin strategis bagi Indonesia dan karenanya pihak di BNP Paribas bertekad untuk tumbuh bersama didalamnya. Indonesia merupakan penghasil tembaga terbesar ke empat didunia, dan juga penghasil timah dan nikel terbesar ke dua di dunia. Saat ini industri pertambangan di Indonesia merupakan industri yang menarik karena pertumbuhannya sangat signifikan dalam 10 tahun terakhir (Kompas, 2011).
2.3.
Limbah Tambang 2.3.1. Pengertian Limbah Berdasarkan peraturan pemerintah (PP) no. 18/1999 dan PP 85/1999, limbah difenisikan sebagai sisa buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Ketika mencapai jumlah atau konsentrasi tertentu, limbah yang dibuang kelingkungan dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Limbah dapat menimbulkan dampak negatif apabila jumlah atau konsentrasinya dilingkungan telah melebihi baku mutu. Limbah pertambangan berasal dari kegiatan pertambangan. Kandungan
29
limbah ini terutama berupa material tambang, seperti logam atau batuan.
2.3.2. Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003). Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah.
30
Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.
2.3.3. Dampak Negatif Limbah Tambang Salah satu dampak negatif pencemaran lingkungan yang paling ditakutkan sebagai contoh dari penambangan emas, yaitu rembesan limbah cair yang mengandung logam berat raksa (Hg). Pada proses penambangan emas, merkuri digunakan untuk meningkatan laju
31
pengendapan emas dari lumpur. Partikel merkuri akan membentuk anglomerasi dengan emas sehingga meningkatkan perolehan emas. Sebenarnya peraturran internasional sudah tidak lagi memperbolehkan penggunaan merkuri untuk pertambangan pada skala besar. Logam berat ini sangat berbahaya meskipun pada konsentrasi rendah. Hg larut dalam air dan ketika terakumulasi di perairan baik sungai atau laut dapat berdampak langsung membahayakan masyarakat. Studi kasus menunjukkan pengaruh buruk mercuri seperti tremor, kehilangan kemampuan kognitif, dan gangguan tidur dengan gejala kronis yang jelas bahkan pada konsentrasi uap mercuri yang rendah 0.7–42 μg/m3. Penelitian menujukkan bahwa jika menghirup langsung mercuri selama 4-8 jam pada konsentrasi 1.1 to 44 mg/m3 menyebabkan sakit dada, batuk, hemoptysis, pelemahan dan pneumonitis. Pencemaran akut mercuri menunjukkan akibat parah seperti terganggunya sistem syaraf, seperti halusinasi, insomnia, dan kecenderungan bunuh diri. Yang lebih membahayakan adalah bahaya laten mercury. Jika masuk ke perairan, mercuri akan terakumulasi pada ikan dan akan memberikan efek langsung seperti yang dijelaskan tadi jika ikan tersebut dikonsumsi. Oleh karena itu upaya penanganan limbah cair ini sangat mendesak untuk dilakukan.
32
Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara.
2.3.4. Limbah Tailing Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Sebagai contoh, tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit.
33
Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf. Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.
2.3.5. Cara Penanggulangan Untuk
menanggulangi
pencemaran
lingkungan
di
kawasan
penambangan harus digunakan teknologi yang telah terbukti dan teruji, mudah dibuat dan tersedia secara lokal seluruh bahan baku dan material pembuatannya. Salah satu teknologi klasik yang digunakan adalah menggunakan bioabsorber. Teknik ini salah satunya digunakan untuk konservasi sungai yang tercemar logam berat pasca revolusi industri di inggris dan eropa daratan.
Teknik biosorpsi ini menggunakann
34
tumbuhan air-eceng gondok untuk menyerap logam berat yang larut pada air. Eceng gondok memiliki kapasitas biosorbsi yang besar untuk berbagai macam logam berat terutama Hg. Logam berat tersebut diabsorbsi dan dikonversi menjadi building block sehingga tidah lagi membahayakan lingkungan. Namun demikian proses biosorbsi sangat sulit untuk menghasilkan air yang bebar logam berat. Selain laju biosorbsi yang lambat, distribusi eceng gondok juga hanya mengapung dipermukaan sehingga menyulitkan pengolahan yang homogen. Hal ini bisa diantisipasi dengan desain embung yang luas namun dangkal atau dengan melibatkan proses pengolahan lanjut dengqn pengolahan tambahan. Secara teknis dapat dilakukan dengan membuat embung/waduk kecil sebelum pembuangan akhir (sungai atau laut). Embung tersebut harud dijadikan sebagai muara buangan air limbah pertambangan rakyat sehingga terkonsentrasi pada satu tempat. Pada embung tersebut ditumbuhkan eceng gondok yang akan mengadsorpsi logam berat yang terlarut didalamnya. Tentu saja aspek teknis untuk desain detail mengenai waktu tinggal dan lain-lain mesti disesuaikan dengan keadaan real lapangan dan spesifikasi desainnya dengan mudah didapatkan di jurnal-jurnal penelitian. Sebagai pengolahan akhir sebelum dibuang ke
35
pembuangan air dapat digunakan saringan karbon aktif untuk mengadsorbsi kandungan sisa yang belum dapat diikat/di absorbsi oleh eceng gondok. Saringan karbon aktif memiliki resolusi/derajat pemisahan yang sangat tinggi sehingga menjamin kandungan logam berat keluaran nihil atau sangat rendah. Karbon aktif secara sederhana dapat dengan mudah dibuat dari arang melalui proses aktifasi. Arang komersial (karbon) dapat dijadikan karbon aktif melalui aktifasi fisik dengan pemanasan pada temperatur 600-800 °C selama 3-6 jam.
2.3.6. Alternatif Solusi Terhadap Limbah Tambang Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam beberapa bentuk yaitu, Pertama remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
36
Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit. Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg. Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan
37
baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi. Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaan B3 di wilayah penambangan.