BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Perbankan Syariah
Menurut Undang-Undang RI nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah
(dikutip oleh Amirillah 2010), yang dimaksud dengan perbankan syariah adalah
segala sesuatu yang menyangkut tentang Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berikut ini akan Penulis deskripsikan pengertian mengenai Bank, Bank Syariah, Bank Umum Syariah, Bank Pembiayaan Rakyat Syariah, dan Unit Usaha Syariah yang dikutip dari Pasal 1 UU RI No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, yakni antara lain:
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.
Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Unit Usaha Syariah, yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang
berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau
unit syariah. Dalam Ikhtisar UU No.21 tahun 2008 tentang perbankan syariah dinyatakan:
“Asas dari kegiatan usaha perbankan syariah adalah prinsip syariah,
demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Yang dimaksud dengan berasaskan prinsip syariah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung riba, maisir, gharar, objek haram, dan menimbulkan kezaliman. Sedangkan
yang dimaksud dengan berasaskan demokrasi ekonomi adalah kegiatan usaha
yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. Tujuan dari perbankan syariah adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional (pasal 2 dan 3). Fungsi
dari
perbankan
syariah,
selain
melakukan
fungsi
penghimpunan dan penyaluran dana masyarakat juga melakukan fungsi sosial yaitu (1) dalam bentuk lembaga baitul maal yang menerima dana zakat, infak, sedekah, hibah, dan lainnya untuk disalurkan ke organisasi pengelola zakat, dan (2) dalam bentuk lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang yang menerima uang dan menyalurkannya ke pengelola (nazhir) yang ditunjuk (pasal 4).” 2.1.1
Konsep Operasional Perbankan Syariah Setiap lembaga keuangan syariah mempunyai falsafah mencari keridhoan
Allah SWT untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu, setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntutan agama, harus dihindari. Berikut adalah falsafah yang harus diterapkan oleh Bank Syariah (Muhammad, 2000): a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya: 1) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (Q.S. Luqman:34);
2) Menghindari penggunaan sistem persentasi untuk pembebanan biaya
terhadap hutang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan
3) secara otomatis hutang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (Q.S. Ali „Imron:130); 4) Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi
dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik
kuantitas maupun kualitas (HR. Muslim, Bab Riba No. 1551 s/d 1567);
5) Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atau hutang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai hutang secara sukarela (HR. Muslim, Bab Riba No. 1569 s/d 1572). b. Menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada AlQur‟an surat Al-Baqarah ayat 275 dan An-Nisaa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang. Akibatnya pada kegiatan muamalah berlaku prinsip ada barang/jasa uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang/jasa, mendorong kelancaran arus barang/jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi, dan inflasi. Berdasarkan konsep operasional bank syariah di atas, maka hal mendasar yang membedakan antara bank syariah dan bank konvesional adalah dalam hal pengembalian dan pembagian keuntungan dari nasabah kepada lembaga keuangan atau dari lembaga keuangan kepada nasabah. Oleh karena itu, muncullah istilah bunga dan bagi hasil. Permasalahan bunga bank yang merupakan riba ini tidak akan ada hentinya sebagai perdebatan yang terus dibincangkan dari masa ke masa. Namun umat Islam telah mencoba mengembangkan paradigma perekonomian lama yang akan terus dikembangkan dalam rangka perbaikan ekonomi ummat dan kesejahteraan ummat. Realisasinya yaitu berupa pengoperasian pada bank-bank syariah yaitu dengan tidak
menerapkan sistem bunga melainkan dengan sistem bagi hasil. Secara mendasar perbedaan antara sistem bunga dan sistem bagi hasil akan disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1
Perbedaan Sistem Bunga dengan Sistem Bagi Hasil Sistem Bunga Penentuan besarnya ditentukan sebelumnya
hasil
Yang ditentukan sebelumnya yaitu berupa bunga atau besarnya nilai rupiah
Jika terjadi kerugian maka akan ditanggung nasabah saja
Dihitung dari dana yang dipinjamkan, fixed, tetap Titik perhatian proyek/usahanya yaitu besarnya bunga yang harus dibayar nasabah/pasti diterima bank Besarnya pasti: (%) kali jumlah pinjaman yang telah pasti diketahui Status hukumnya berlawanan dengan Q.S. Luqman:34 Sumber: (Muhammad, 2005:3)
Sistem Bagi Hasil Penentuan besarnya hasil ditentukan sesudah berusaha, sesudah ada untungnya Yang ditentukan sebelumnya yaitu menyepakati proporsi pembagian untung untuk masing-masing pihak, misalnya 50:50, 40:60, 35:65, dst Jika terjadi kerugian maka akan ditanggung kedua pihak, nasabah dan lembaga Dihitung dari untung yang bakal diperoleh, belum tentu besarnya Titik perhatian proyek/usahanya yaitu keberhasilan proyek/usaha jadi perhatian bersama: nasabah dan lembaga Besarnya Proporsi (%) kali jumlah untung yang belum diketahui = belum diketahui Status hukumnya sesuai dengan Q.S. Luqman:34
2.2
Laporan Keuangan Bank Syariah
2.2.1 Pengertian Laporan Keuangan Bank Syariah Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi sebagai
sumber informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan berbagai pihak
misalnya pemilik dan kreditor. Dalam buku Islamic Banking, menurut Rivai dan Arifin (2010:876) pengertian laporan keuangan adalah sebagai berikut:
“Laporan keuangan adalah laporan periodik yang disusun menurut prinsip-
prinsip akuntansi yang diterima secara umum tentang status keuangan dari individu, asosiasi, atau organisasi bisnis yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, dan laporan perubahan ekuitas pemilik.”
2.2.2
Tujuan Laporan Keuangan Bank Syariah Tujuan pembuatan laporan keuangan menurut Kerangka Dasar Penyusunan
dan Penyajian Laporan Keuangan (dikutip oleh Suwiknyo 2010), adalah sebagai berikut: 1. Laporan keuangan menyajikan informasi tentang posisi keuangan (aktiva, utang, dan modal pemilik) pada suatu saat tertentu. 2. Laporan keuangan menyajikan informasi kinerja (prestasi) perusahaan. 3. Laporan keuangan menyajikan informasi tentang perubahan posisi keuangan perusahaan. 4. Laporan keuangan mengungkapkan informasi keuangan yang penting dan relevan dengan kebutuhan para pengguna laporan keuangan.
2.2.3
Karakteristik Laporan Keuangan Bank Syariah
Sepuluh karakteristik kualitatif laporan keuangan menurut Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan (dikutip oleh Suwiknyo 2010), antara
lain: 1. Dapat dipahami, yaitu penyajian informasi keuangan menggunakan
bentuk dan bahasa teknis yang sesuai dengan tingkat pemahaman
penggunanya. Pihak
pengguna sendiri
dituntut
memiliki tingkat
pengetahuan tertentu mengenai akuntansi dan informasi keuangan. 2. Relevan, berarti informasi keuangan harus berhubungan dengan tujuan pemanfaatannya. Karena itu, laporan keuangan disusun untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak yang memiliki banyak tujuan, maka upaya penyajian informasi yang relevan lebih difokuskan kepada kepentingan umum pengguna. 3. Andal, informasi memiliki kualitas andal jika bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan yang material, dan dapat diandalkan pemakainya sebagai penyajian yang jujur dan wajar. 4. Materialitas,
informasi
dipandang
material
jika
kelalaian
untuk
mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan. 5. Penyajian jujur, yaitu informasi harus menggambarkan secara jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan. 6. Substansi mengungguli bentuk, yaitu jika informasi yang dimaksudkan untuk menyajikan secara jujur transaksi serta peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas ekonomi.
7. Netralitas, yaitu informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum
pemakai dan tidak bergantung pada kebutuhan dan keinginan pihak tertentu.
8. Pertimbangan sehat, karakteristik ini mengandung unsur kehati-hatian
pada saat memperkirakan kondisi ketidakpastian, sehingga aktiva atau
penghasilan tidak dinyatakna terlalu tinggi dan kewajiban atau beban tidak
dinyatakan terlalu rendah.
9. Kelengkapan, yaitu informasi keuangan harus lengkap dalam batasan
materialitas dan biaya. Kesengajaan untuk tidak mengungkapkan,
mengakibatkan informasi menjadi tidak benar atau menyesatkan dan karena itu tidak dapat diandalkan dan tidak sempurna ditinjau dari segi relevansi. 10. Dapat
diperbandingkan,
yaitu
informasi
akuntansi
harus
dapat
diperbandingkan dengan informasi akuntansi periode sebelumnya pada perusahaan yang sama atau dengan perusahaan sejenis lainnya pada periode waktu yang sama. 2.2.4
Pihak-pihak yang Berkepentingan dengan Laporan Keuangan Dwi Suwiknyo (2010) menyebutkan bahwa pihak-pihak pemakai laporan
keuangan meliputi: a. Investor, berkepentingan dengan risiko yang melekat serta hasil pengembangan dari investasi yang mereka lakukan. Mereka membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Investor juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perbankan syariah dalam membayar deviden.
b. Pemberi dana qardh, tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka memutuskan apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
c. Pemilik dana syirkah temporer, berkepentingan akan informasi keuangan yang memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan investasi
dengan tingkat keuntungan yang bersaing dan aman. d. Pemilik
dana titipan, tertarik dengan informasi keuangan yang
memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah dana titipan dapat diambil setiap saat.
e. Pembayar dan penerima ZIS. f. Pengawas syariah, berkepentingan dengan informasi tentang kepatuhan pengelola bank akan prinsip syariah. g. Karyawan, tertarik pada informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perbankan syariah. Mereka juga tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perbankan syariah dalam memberikan balas jasa, manfaat pensiun, dan kesempatan kerja. h. Pemasok dan mitra usaha lainnya, tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terhutang akan dibayar pada saat jatuh tempo. i. Pelanggan, berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perbankan syariah. j. Pemerintah, berkepentingan dengan alokasi sumber daya dan karena itu berkepentingan dengan aktivitas perbankan syariah. Mereka juga membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perbankan syariah, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistiK pendapatan nasional dan statistik lainnya. k. Masyarakat, perbankan syariah mempengaruhi masyarakat dalam berbagai cara. Misalnya perbankan syariah berkontribusi pada perekonomian
nasional, termasuk jumlah orang yang dipekerjakan, dan perlindungan
kepada penanam modal domestik.
2.2.5
Komponen-komponen Laporan Keuangan Bank Syariah
Dalam buku Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, Dwi Suwiknyo menyebutkan bahwa terdapat 8 komponen laporan keuangan bank syariah, yakni
antara lain:
1. Neraca, adalah laporan yang sistematis tentang aktiva, hutang, serta modal dari suatu perusahaan pada suatu saat tertentu (Munawir, 1995:13). Tujuannya adalah untuk menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu tanggal tertentu. Unsur-unsur neraca meliputi aset, kewajiban, investasi tidak terikat, dan ekuitas (Suwiknyo, 2010:121). 2. Laporan laba rugi, merupakan suatu laporan yang sistematis tentang penghasilan, biaya, rugi-laba yang diperoleh oleh suatu perusahaan selama periode tertentu (Munawir, 1995:26). 3. Laporan
perubahan
ekuitas,
dalam
bank
syariah
laporan
ini
menggambarkan peningkatan atau penurunan aset bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan (Suwiknyo, 2010:125). 4. Laporan arus kas, disajikan sesuai dengan Laporan Arus Kas PSAK No.2 (Suwiknyo, 2010:126). 5. Laporan perubahan dana investasi terikat, memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya. Investasi terikat adalah investasi yang bersumber dari pemilik dana investasi terikat dan sejenisnya yang dikelola oleh bank sebagai manajer
investasi
berdasarkan
mudharabah
muqayyadah.
Bank
mendapatkan keuntungan sebesar nisbah atas keuntungan investasi, jika
terjadi kerugian maka bank tidak memperoleh imbalan apapun (Suwiknyo,
2010:128).
6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat, unsurnya meliputi sumber
dana, penggunaan dana selama suatu jangka waktu, serta saldo akhir dana zakat pada tanggal tertentu (Suwiknyo, 2010:129).
7. Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, unsurnya meliputi
sumber, penggunaan dana kebajikan selama jangka waktu tertentu, dan
saldo kebajikan pada tanggal tertentu (Suwiknyo, 2010:130).
8. Catatan atas laporan keuangan, meliputi penjelasan naratif atau rincian
jumlah yang tertera dalam neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, dan laporan penggunaan dana kebajikan (Suwiknyo, 2010:131). 2.3
Kinerja Bank
2.3.1
Pengertian Penilaian Kinerja Dalam melakukan penilaian kinerja suatu perusahaan dapat dilakukan dari
berbagai aspek baik aspek modal, aspek keuangan maupun aspek sumber daya. Menurut Gary Siegel (1989:199): “Penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan sasaran, standard dan kinerja yang telah ditetapkan sebelumnya”.
2.3.2
Fungsi dan Manfaat Kinerja Bank Penilaian kinerja perusahaan memberikan fungsi dan manfaat kepada
beberapa pihak yang terkait baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna perbankan maupun Bank Indonesia itu sendiri. Fungsi dan manfaat itu adalah :
1. Sebagai tolok ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan
bank telah dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Sebagai tolok ukur untuk menetapkan arah pembinaan dan pengembangan
bank baik secara individual maupun industri perbankan secara keseluruhan.
2.4
Analisis Kinerja Keuangan Bank
2.4.1 Pengertian Umum
Penilaian kinerja terhadap pengelolaan keuangan suatu usaha perbankan dapat diukur dengan beberapa cara, yang salah satunya adalah dengan menggunakan metode analisis laporan keuangan. Analisis laporan keuangan merupakan suatu studi terhadap saling hubungan dari rekening-rekening didalam laporan keuangan baik hubungan struktural maupun kecenderungannya terhadap laporan keuangan bank. (Harnanto, 1991:17) Analisis kinerja keuangan bank didasarkan pada data-data yang berasal dari laporan keungan yang disusun dengan menggunakan alat analisa. Analisa rasio digunakan
untuk
mengetahui
tingkat
likuiditas,
solvabilitas,
rentabilitas,
profitabilitas, dan efesiensi bank. Pada hakekatnya laporan keuangan menyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomis bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Agar dapat membantu proses pengambilan keputusan tersebut, laporan keuangan perlu dianalisi dan diinterpresentasikan. Pada umumnya pihak-pihak yang berkepentingan terhadap bank ingin mengetahui bagaimana performa bank tersebut, seperti: 1. Apakah kinerja bank tersebut memberikan prospek keuntungan. 2. Bagaimana keadaaan keuangan bank saat itu.
3. Bagaimana struktur permodalan bank.
2.4.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan
Sofyan Syafri Harahap (2008:195-197) menjelaskan bahwa tujuan dari analisis laporan keuangan adalah sebagai berikut: 1. Dapat memberikan informasi yang lebih luas, lebih dari pada yang terdapat dari laporan keuangan biasa.
2. Dapat menggali informasi yang tidak tampak secara kasat mata (eksplisit) dari suatu laporan keuangan atau yang berada di balik laporan keuangan (implisit). 3. Dapat mengetahui kesalahan yang terkandung dalam laporan keuangan. 4. Dapat membongkar hal-hal yang tidak konsisten dalam hubungannya dengan suatu lapoaran keuangan, baik berkaitan dengan komponen intern laporan keuangan maupun kaitannya dengan informasi yand diperoleh dari luar perusahaan. 5. Mengetahui sifat-sifat hubungan yang akhirnya dapat melahirkan modelmodel dan teori-teori yang terdapat di lapangan seperti prediksi, peningkatan (rating). 6. Dapat memberikan informasi yang diinginkan oleh para pengambil keputusan. Dengan perkataan lain apa yang dimaksudkan dari suatu laporan keuangan merupakan tujuan analisis laporan keuangan juga yang antara lain: a) Menilai prestasi perusahaan b) Memproyeksi keuangan perusahaan c) Menilai kondisi keuangan masa lalu dan masa sekarang dari aspek waktu tertentu, misalnya: posisi keuangan (Asset, Neraca dan Modal), hasil usaha perusahaan (Hasil dan Biaya), likuiditas, solvabilitas, aktivitas, rentabilitas atau profitabilitas, dan indikator pasar modal. d) Menilai perkembangan dari waktu ke waktu. e) Melihat komposisi struktur keuangan, arus dana.
7. Dapat menentukan peringkat (rating) perusahaan menurut kriteria tertentu yang sudah dikenal dalam dunia bisnis.
8. Dapat membandingkan situasi perusahaan dengan perusahaan lam pada
periode scbelumnya atau dengan standar industri normal atau standar ideal.
9. Dapat memahami situasi dan kondisi keuangan yang dialami perusahaan, baik posisi keuangan, basil usaha, struklur keuangan dan sebagainya. 10. Dapat juga memprediksi potensi apa yang mungkin akan dialami perusahaan di masa yang akan datang.
2.4.3 Keterbatasan-keterbatasan Laporan Keuangan Pengambilan keputusan ekonomi tidak dapat semata-mata didasarkan atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan. Hal ini disebabkan karena laporan keuangan memiliki keterbatasan (Muhammad: 2004), antara lain: 1. Bersifat historis yang menunjukkan transaksi dan peristiwa yang telah lampau. 2. Bersifat umum, baik dari sisi informasi maupun manfaat bagi pihak pengguna. Biasanya informasi khusus yang dibutuhkan oleh pihak tertentu tidak dapat secara langsung dipenuhi semata-mata dari laporan keuangan saja. 3. Bersifat konservatif dalam menghadapi ketidakpastian. Apabila terdapat beberapa kemungkinan kesimpulan yang tidak pasti mengenai penilaian suatu pos, maka lazimnya dipilih alternative yang menghasilkan laba bersih atau nilai aktiva yang paling kecil. 4. Lebih menekankan pada penyajian suatu peristiwa atau transaksi sesuai substansinya
dan
realitas
ekonomi
daripada
bentuk
hukumnya
(formalitas). 5. Disusun dengan menggunakan istilah-istilah teknis dan pemakai laporan diasumsikan memahami bahasa teknis akuntansi dan sifat dari informasi yang dilaporkan.
6. Tidak luput dari penggunaan berbagai pertimbangan dan taksiran.
7. Hanya melaporkan informasi yang material.
8. Adanya berbagai alternative metode akuntansi yang dapat digunakan
sehingga menimbulkan variasi dalam pengukuran sumber daya ekonomis dan tingkat kesuksesan antar bank.
9. Informasi
yang bersifat
kualitatif dan
fakta
yang tidak dapat
dikuantifikasikan umumnya diabaikan.
2.5
Analisis Rasio Keuangan Rasio merupakan alat ukur yang digunakan perusahaan untuk menganalisis
laporan keuangan. Rasio menggambarkan suatu hubungan atau pertimbangan antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain. Dengan menggunakan alat analisa berupa rasio keuangan dapat menjelaskan dan memberikan gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan dari suatu periode ke periode berikutnya. Analisis rasio keuangan adalah proses penentuan operasi yang penting dan karakteristik keuangan dari sebuah perusahaan dari data akuntansi dan laporan keuangan (Yunanto, 2008). Tujuan dari analisis ini adalah untuk menentukan efsiensi kinerja dari manajer perusahaan yang diwujudkan dalam catatan keuangan dan laporan keuangan. Dalam menggunakan analisis rasio keuangan pada dasarnya dapat melakukannya dengan dua macam perbandingan, yaitu: 1. Membandingkan rasio sekarang (present ratio) dengan rasio-rasio dari waktu yang telah lalu (histories ratio) atau dengan rasio-rasio yang diperkirakan untuk waktu yang akan datang dari perusahaan yang sama. 2. Membandingkan rasio-rasio dari suatu perusahaan dengan rasio-rasio sejenis dari perusahaan yang lain yang sejenis.
Analisis rasio adalah “future oriented”, maka dari itu penganalisa harus mampu menyesuaikan faktor-faktor yang ada pada periode waktu sekarang dengan faktor-faktor di masa depan yang mungkin akan mempengaruhi posisi keuangan
(Munawir, 1995:64). Dengan demikian, manfaat suatu angka rasio tergantung kepada kecerdasan penganalisa dalam menginterpretasikan data. Dalam membandingkan rasio, penganalisa selain berpegang terhadap standar rasio juga harus memperhatikan tren atas persentase historis dan rasio dari perusahaan yang data keuangannya sedang dianalisis. Perbandingan angka rasio periode sekarang dengan angka rasio periode
lalu akan menunjukkan perubahan-perubahan angka rasio yang dimiliki perusahaan dan selanjutnya akan diketahui tendensi kondisi keuangan perusahaan tersebut. Angka-angka
rasio
yang
diolah
berdasarkan
data
keuangan,
akan
memudahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengevaluasi kinerja bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku, dan manajemen risiko (Rivai dan Arifin, 2010:846). Bagi investor dapat memprediksi tingkat keuntungan yang diharapkan untuk masa mendatang relatif terhadap risiko perusahaan. Bagi karyawan untuk memastikan apakah perusahaan yang akan dimasuki memiliki prospek keuangan yang bagus. Bagi pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang akan dibayar. Bagi manajemen untuk menentukan sejauh mana perkembangan perusahaan. Hasil analisis terhadap angka-angka rasio akan membantu menginterpretasikan berbagai hubungan kunci dan kecenderungan yang dapat dijadikan dasar pertimbangan mengenai potensi keberhasilan perusahaan di masa mendatang. Terdapat 5 Aspek keuangan yang penting untuk dianalisis, yakni (1) likuiditas, (2) aktivitas, (3) solvabilitas, (4) profitabilitas, dan (5) nilai pasar (Mardiyanto, 2009:54). Berikut ini akan Penulis paparkan kelima aspek tersebut.
1. Likuiditas
Angka
pada
rasio-rasio
likuiditas
menunjukkan
kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya,
termasuk melunasi bagian utang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun yang bersangkutan (Mardiyanto, 2009:54). Menurut Rivai dan Arifin (2010:548), Bank yang mampu mengelola likuiditasnya secara baik dapat
diketahui melalui beberapa hal, antara lain:
a. Kemampuan dalam memprediksi kebutuhan dana di waktu yang akan datang. b. kemampuan untuk
memenuhi permintaan akan
cash
dengan
menukarkan harta lancarnya. c. kemampuan memperoleh cash secara mudah dengan biaya yang sedikit. d. kemampuan pendataan pergerakan cash in dan cash out dana. e. kemampuan untuk memenuhi kewajibannya tanpa harus mencairkan aktiva tetap apapun ke dalam cash. Dalam pengelolaan likuiditas, akan terjadi benturan antara keputusan untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan pendapatan. Karena makin tinggi tingkat likuiditas, makin tinggi pula jumlah kas yang tidak terpakai yang pada akhirnya justru akan menurunkan tingkat profitabilitas (Mardiyanto, 2009:55). 2. Aktivitas Angka rasio aktivitas menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan dalam menghasilkan pendapatan (Mardiyanto, 2009:54). 3. Solvabilitas Solvabilitas diukur atas 2 hal, (1) proporsi utang perusahaan yang digunakan untuk membiayai investasi, (2) kemampuan perusahaan dalam membayar utang jangka panjangnya (Mardiyanto, 2009:54). Pembahasan
solvabilitas pada bank, tidak terlepas dari fungsi Bank Capital dan pengukuran kebutuhan modal. Adapun fungsi Bank Capital menurut Muljono
(1999:110) antara lain:
yang tidak dapat dihindarkan.
b. Sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan
a. Sebagai ukuran kemampuan bank untuk menyerap kerugian-kerugian
usahanya sampai batas-batas tertentu. c. Sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan bank tersebut atau kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya. d. Dengan modal yang mencukupi memungkinkan bagi manajemen bank untuk bekerja dengan efisiensi tinggi. Muljono (1999:110-111) menjelaskan bahwa terdapat beberapa hal
yang perlu diperhatikan oleh manajemen bank sekait dengan permodalan, adalah sebagai berikut: 1) Rencana kerja bank yang akan datang, baik dalam rencana tahunan maupun untuk rencana lima tahunan. 2) Perhitungan ketentuan modal yang memenuhi syarat otoritas moneter, maupun yang memenuhi ketentuan bisnis dari bank. 3) Kemampuan bank secara intern menciptakan modal dari kegiatan usahanya, serta kebijakan pembagian dividen yang ada pada masingmasing bank. 4) Sumber-sumber serta mekanisme penciptaan modal dari pasar modal yang ada pada masyarakat dimana bank tersebut beroperasi. 4. Profitabilitas Menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba selama periode tertentu, selain itu juga menunjukkan tingkat efektifitas manajemen dalam menjalankan operasional usahanya (Rivai, dikutip oleh Imam 2009).
5. Nilai Pasar
Menunjukkan kinerja saham perusahaan di pasar modal.
2.6
Analisis CAMELS
Dalam
penilaian
tingkat
kesehatan
bank
syariah,
Bank
Indonesia
menggunakan pendekatan kualitatif yaitu metode CAMELS yang diatur melalui PBI
No.9/1/PBI/2007. Metode ini menggunakan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek
yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan bank, sedangkan perhitungan
masing-masing faktor menggunakan pendekatan kuantitatif (Rivai dan Arifin, 2010:847). Adapun ketentuan pelaksanaan sistem penilaian terhadap tingkat kesehatan diatur melalui Surat Edaran No.9/24/DPbS. Berikut ini akan dijelaskan mengenai komponen-komponen analisis kinerja bank syariah menurut PBI No.9/1/PBI/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah. 2.6.1
Aspek Permodalan (Capital) Pengukuran terhadap faktor ini dimaksudkan untuk menilai kecukupan modal
Bank dalam mengamankan eksposur risiko yang akan muncul. Penilaian kuantitatif terhadap faktor permodalan yaitu dengan melakukan penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: a. Kecukupan, proyeksi (tren ke depan) permodalan dan kemampuan permodalan dalam menanggulangi risiko; b. kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham. Adapun rasio-rasio yang dinilai antara lain: a. Kecukupan pemenuhan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
b. Kemampuan modal inti dan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP) dalam mengamankan risiko hapus buku atas aset bermasalah.
c. Kemampuan modal inti untuk menutup kerugian pada saat likuidasi.
d. Pertumbuhan KPMM. e. Kemampuan internal bank untuk menambah modal. f. Intensitas fungsi keagenan bank syariah.
g. Modal inti dibandingkan dengan dana mudharabah. h. Devidend Pay Out Ratio.
i. Akses kepada sumber permodalan. j. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank. 1.6.2 Aspek Kualitas Aset Produktif (Assets Quality) Tujuan pengukuran terhadap faktor ini adalah untuk menilai kondisi aset bank termasuk antisipasi risiko atas gagal bayar dari pembiayaan yang akan muncul. Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: a. kualitas aktiva produktif, perkembangan kualitas aktiva produktif bermasalah, konsentrasi eksposur risiko, dan eksposur risiko nasabah inti. b. kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal,sistem dokumentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah. Adapun rasio-rasio yang dinilai antara lain: a. Kualitas aktiva produktif bank. Semakin tinggi rasionya menunjukkan semakin baik kualitas aktiva produktif yang dimiliki bank syariah (Rivai dan Arifin, 2010:857). b. Risiko konsentrasi penyaluran dana kepada debitur inti. c. Kualitas penyaluran dana kepada debitur inti.
d. Kemampuan bank dalam mengembalikan aset yang telah dihapusbuku.
Semakin tinggi kemampuan bank untuk mengembalikan aset yang dihapusbuku, semakin baik (Rivai dan Arifin, 2010:857)
e. Besarnya pembiayaan non performing. Semakin tinggi rasio ini,
menunjukkan kualitas pembiayaan bank semakin buruk (Rivai dan Arifin,
2010:857). f.
Tingkat kecukupan agunan. Semakin tinggi angka rasionya, maka semakin
baik.
g. Proyeksi kualitas aset produktif.
h. Perkembangan aktiva produktif bermasalah yang direstrukturisasi. Semakin besar angka rasionya mengindikasikan rendahnya kualitas pengambilan keputusan dalam penyaluran pembiayaan. 1.6.3
Aspek Kualitas Manajemen (Management) Penilaian terhadap faktor ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan
manajerial pengurus bank dalam menjalankan usahanya, dan penerapan kecukupan manajemen risiko serta kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Penilaian kualitatif faktor manajemen dilakukan dengan penilaian terhadap komponenkomponen sebagai berikut: a. kualitas manajemen umum, penerapan manajemen risiko terutama pemahaman manajemen atas risiko Bank atau UUS; b. kepatuhan Bank atau UUS terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen kepada Bank Indonesia maupun pihak lain, dan kepatuhan terhadap prinsip syariah termasuk edukasi pada masyarakat, pelaksanaan fungsi sosial.
Adapun faktor-faktor kualitatif yang dinilai antara lain:
a. Kualitas manajemen umum sekait dengan penerapan good corporate
governance.
b. Kualitas penerapan manajemen risiko.
c. Kepatuhan terhadap ketentuan baik yang terkait dengan prinsip kehati
1.6.4
hatian maupun kepatuhan terhadap prinsip syariah serta komitmen kepada Bank Indonesia.
Aspek Penilaian Rentabilitas (Earning) Penilaian terhadap faktor ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan
rentabilitas bank untuk mendukung kegiatan operasional dan permodalan bank. Penilaian kuantitatif faktor rentabilitas dilakukan terhadap komponen-komponen antara lain: a. kemampuan dalam menghasilkan laba, kemampuan laba mendukung ekspansi dan menutup risiko, serta tingkat efisiensi; b. diversifikasi pendapatan termasuk kemampuan bank untuk mendapatkan fee based income, dan diversifikasi penanaman dana, serta penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya. Adapun rasio-rasio yang dinilai antara lain: a. Net Operating Margin (NOM). b. Return on Assets (ROA). Semakin besar ROA suatu bank, maka semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset (Rivai dan Arifin, 2010:866). Semakin kecil rasio mengindikasikan kurangnya kemampuan manajemen bank dalam hal pengelolaan aktiva untuk peningkatan pendapatan dan atau menekan biaya.
c. Rasio efisiensi kegiatan operasional (REO). Semakin kecil rasio biaya
dibandingkan pendapatan yang diterima (Rivai dan Arifin, 2010:866).
d. Rasio Aktiva yang Dapat Menghasilkan Pendapatan (IGA). e. Diversifikasi Pendapatan. Semakin tinggi pendapatan berbasis fee
operasionalnya akan lebih baik, karena biaya yang dikeluarkan lebih kecil
mengindikasikan semakin berkurang ketergantungan bank terhadap
pendapatan dari penyaluran dana (Rivai dan Arifin, 2010:867).
f.
Proyeksi Pendapatan Bersih Operasional Utama (PPBO).
g. Net Structural Operating Margin. h. Return on Equity (ROE). Semakin besar rasio ini menunjukkan kemampuan modal disetor bank dalam menghasilkan laba bagi pemegang saham semakin besar. i. Komposisi penempatan dana pada surat berharga/pasar uang. Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan fungsi intermediasi bank syariah belum optimal. j. Pelaksanaan fungsi edukasi. k. Disparitas imbal jasa tertinggi dan terendah. l. Pelaksanaan fungsi sosial. m. Korelasi antara tingkat bunga di pasar dengan return yang diberikan bank syariah. n. Rasio bagi hasil dana investasi. o. Penyaluran dana yang di write-off dibandingkan dengan biaya operasional. 1.6.5 Aspek Likuiditas (Liquidity) Penilaian likuiditas dimaksudkan untuk mengukur kemampuan bank dalam memelihara tingkat likuiditas yang memadai termasuk antisipasi atas risiko likuiditas yang akan muncul. Penilaian kuantitatif faktor likuiditas dilakukan dengan melakukan penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
a. kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek, potensi maturity
mismatch, dan konsentrasi sumber pendanaan;
b. kecukupan kebijakan pengelolaan likuiditas, akses kepada sumber
pendanaan, dan stabilitas pendanaan.
Adapun rasio-rasio yang dinilai antara lain: a. Besarnya Aset Jangka Pendek dibandingkan dengan kewajiban jangka
pendek
b. Kemampuan Aset Jangka Pendek, Kas dan Secondary Reserve dalam memenuhi kewajiban jangka pendek c. Ketergantungan kepada dana deposan inti d. Pertumbuhan dana deposan inti terhadap total dana pihak ketiga e. Kemampuan bank dalam memperoleh dana dari pihak lain apabila terjadi mistmach, f. Ketergantungan pada dana antar bank. 1.6.6 Aspek Sensitivitas Risiko Pasar (Sensitivity to Market) Penilaian sensitivitas risiko pasar bertujuan untuk mengukur kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar. Penilaian terhadap aspek ini meliputi komponen-komponen sebagai berikut: a. kemampuan modal Bank atau UUS menutup potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar; b. kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No.9/1/PBI/2007 perihal Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, berikut ini adalah perincian dari setiap variabel yang akan dianalisis dalam analisis rasio
CAMELS yaitu: 1. Permodalan (Capital) Rasio permodalan ini berfungsi untuk mengukur kemampuan bank dalam menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindari lagi serta dapat pula digunakan untuk mengukur besar-kecilnya kekayaan bank tersebut atau
kekayaan yang dimiliki oleh para pemegang sahamnya. Untuk menghitung rasio permodalan digunakan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). 2. Kualitas Aset (Asset Quality) Rasio ini digunakan untuk mengetahui kualitas aktiva produktif, yaitu penanaman dana bank dalam rupiah atau valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan pada bank lain dan penyertaan. Penilaian tersebut dilakukan untuk melihat apakah aktiva produktif digunakan untuk menghasikan laba secara maksimal. Selain itu penilaian kualitas aset dimaksudkan untuk menilai kondisi aset bank, termasuk antisipasi atas risiko gagal bayar dari pembiayaan (credit risk) yang akan muncul. Untuk menghitung rasio kualitas aset digunakan KAP (Kualitas Aktiva Produktif). 3. Manajemen (Management) Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga harus dinilai kualitas manajemennya. Kualitas manajemen dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga dilihat dari pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani berbagai kasus yang terjadi, dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas dan manajemen likuiditas. Penilaian didasarkan pada 250 pertanyaan yang diajukan manajemen bank yang bersangkutan.
4. Rentabilitas (Earning)
Rasio rentabilitas merupakan alat untuk menganalisis atau mengukur
tingkat efisiensi usaha dan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Rasio
rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Net Operational
Margin (NOM).
5. Likuiditas (Liquidity) Rasio likuiditas digunakan untuk menganalisis kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya. Suatu bank dinyatakan likuid apabila
bank tersebut dapat memenuhi kewajiban hutangnya, dapat membayar
kembali semua simpanan nasabah, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penangguhan. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Short Term Mismatch (STM). 6. Sensitivias terhadap resiko pasar (sensitivity to market risk) Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dimaksudkan untuk menilai kemampuan keuangan bank dalam mengantisipasi perubahan risiko pasar yang disebabkan oleh pergerakan nilai tukar. Penilaian sensitivitas atas risiko pasar dilakukan
dengan
menilai
besarnya
kelebihan
modal
yang
digunakan untuk menutup risiko bank dibandingkan dengan besarnya risiko kerugian yang timbul dari pengaruh perubahan risiko pasar. 2.7
Perbandingan Penilaian Kinerja Keuangan Bank Konvensional Dan Bank Syariah Perhitungan penilaian kinerja keuangan bank konvensional dengan bank
syariah pasti memiliki penilaian yang berbeda karena dari cara bank mengelola dan menyalurkan dananya pun berbeda. Bank syariah dalam menjalankan operasinya harus berdasarkan prinsip syariah yang tidak boleh adanya tingkat bunga sedangkan bank konvensional tidak menjalankan operasi kegiatannya berdasarkan prisip syariah yang salah satu cirinya adanya tingkat bunga pada bank konvensional, karena adanya
perbedaan itu maka Bank Indonesia mengeluarkan peraturan penilaian kinerja keuangan bank secara terpisah, perbedaan itu bisa dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.2 Perbandingan Penilaian Kinerja Keuangan Bank Konvensional dan Bank Syariah Perhitungan setiap variabel menurut Perhitungan setiap variabel menurut
Variabel
PBI NO 6/10/PBI/2004 perihal sistem PBI NO 9/1/PBI/2007 perihal sistem penilaian kinerja keuangan bank umum penilaian konvensional.
Capital
CAR =
kinerja
keuangan
bank
umum berdasarkan prinsip syariah.
Total Modal ATMR
x 100%
KPMM = 𝑀𝑡𝑖𝑒𝑟 1 + 𝑀𝑡𝑖𝑒𝑟 2 + 𝑀 𝑡𝑖𝑒𝑟 3 − 𝑃𝑒𝑛𝑦𝑒𝑟𝑡𝑎𝑎𝑛 𝐴𝑇𝑀𝑅
KAP = Asset
Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan Total Aktiva Produktif
ROA = Earning
Liquidity
BOPO =
𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
x 100%
𝐵𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑜𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙
LDR =
𝐾𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝐷𝑎𝑛𝑎 𝑝𝑖 𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑡𝑖𝑔𝑎
x100%
x100%
x 100%
KAP = 1 –
NOM =
Risk
____
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘 𝑗𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑒𝑘
MR = 𝐸𝑘𝑠𝑒𝑠 𝑀𝑜𝑑𝑎𝑙 𝑃𝑜𝑡𝑒𝑛𝑡𝑖𝑎𝑙 𝐿𝑜𝑠𝑠 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑇𝑢𝑘𝑎𝑟
Sumber: (Peraturan Bank Indonesia, penilaian tingkat kesehatan bank)
𝑃𝑂−𝐷𝐵𝐻 −𝐵𝑂 𝑅𝑎𝑡𝑎 −𝑟𝑎𝑡𝑎 𝐴𝑃
STM = 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛
Sensitifity to Market
𝐴𝑃𝑌𝐷 ( 𝐷𝑃𝐾,𝐾𝐿,𝐷,𝑀 ) 𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑡𝑖𝑓
x 100%
Dilihat
dari penilaian
masing-masing aspek berdasarkan PBI NO.
6/10/PBI/2004 perihal sistem penilaian kinerja keuangan bank umum konvensional dan PBI NO. 9/1/PBI/2007 perihal sistem penilaian kinerja keuangan bank umum
berdasarkan prinsip syariah maka secara garis besar memiliki perhitungan yang berbeda dari masing-masing aspek mesikpun variabel yang ditelitinya sama tetapi memiliki perhitungan yang berbeda. Dilihat dari masing-masing perhitungan aspek perhitungan yang berbeda dari setiap aspeknya dan pada penilaian kinerja memiliki bank umum konvensional ada satu aspek yang tidak dihitung yaitu aspek keuangan
sensitifity to market risk.
2.8
Penelitian Terkait Sebelumnya telah ada beberapa penelitian yang menggunakan teori kinerja
keuangan sebagai alat analisisnya. Teori kinerja keuangan memiliki banyak variasi indeks untuk mengukur kinerja bank, salah satunya adalah rasio keuangan. Berikut ini akan disajikan ringkasan penelitian terdahulu sekait dengan kinerja bank yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti, antara lain: 1. Agunan P. Samosir melakukan penelitian tentang kinerja Bank Mandiri setelah merger (tahun 1998-2001). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi Bank Mandiri sebelum dan sesudah merger melalui kinerja keuangan serta menganalisis efisiensi Bank Mandiri dibandingkan dengan bank BUMN lainnya. Indicator yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan antara lain: Return on Asssets (ROA), Return on Equiy (ROE), Debt to Equity Ratio (DER), dan Debt to Total Assets Ratio (DTAR). Hasil penelitian ini menunjukan kinerja Bank Mandiri setelah merger tidak berdampak positif atau dapat dikatakan tidak sehat jika dilihat dari rasio keuangan yang telah dikemukakan sebelumnya. Disamping itu, 70% pendapatan Bank Mandiri berasal dari pendapatan bunga obligasi pemerintah,
justru pendapatan bunga dari pemberian kredit hanya sebesar 18% untuk tahun 2001. Dengan demikian, kinerja bank selama tiga tahun ini tidak lebih
baik dibandingkan sebelum merger. Sementara itu, Bank Mandiri hanya
diposisi keempat apabila dilihat efisiensi relatif diantara bank-bank pemerintah.
2. Dion Mahatma Shiva. Judul penelitiannya adalah Analisis Kinerja Keuangan pada PT Bank Syariah Mandiri Periode 2006-2010 (dengan Pendekatan PBI No.9/1/PBI/2007). Tujuannya yaitu untuk mengetahui kinerja keuangan
PT.Bank Syariah Mandiri pada periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010 dan untuk mengetahui prospek perkembangan usaha Bank di masa mendatang. Objek yang diteliti adalah PT. Bank Mandiri Syariah. Teknik analisis data menggunakan pendekatan PBI No.9/1/PBI/2007. Hasil penelitiannya yaitu kinerja keuangan BSM secara keseluruhan meraih peringkat 2 yang mencerminkan bahwa kondisi keuangan BSM tergolong baik dalam mendukung perkembangan usaha dan mengantisipasi perubahan kondisi perekonomian dan industri keuangan. 3. Sulistri. Judul penelitian adalah Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Perbankan Syariah Tahun 2003-2007. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbankan syariah mempunyai nilai yang baik jika ditinjau dari rasio likuiditas dan rentabilitas. Sedangkan jika dilihat dari rasio Camel, kinerja keuangan perbankan syariah masih menunjukan kondisi yang tidak sehat.
2.9
Kerangka Pemikiran
Untuk memberikan gambaran yang jelas dan sistematis, maka Penulis
menyajikan kerangka berpikir penelitian yang menjadi pedoman dalam keseluruhan
penelitian yang dilakukan.
Gambar 2.1
Bagan Kerangka Penelitian
PT Bank Mega Syariah
Laporan Keuangan Publikasi Periode 2007 - 2011 Rasio Keuangan Metode CAMELS Dengan Pendekatan PBI No. 9/1/PBI/2007
Capital Ratio
Assets Quality Ratio
Earnings Ratio
Liquidity Ratio
Sensitivity to Market Ratio (
Prospek Perkembangan Usaha Bank Mega Syariah Hasil dan Pembahasan Kesimpulan
Sumber: (data diolah kembali)
Melalui kerangka pemikiran diatas terlihat bahwa kinerja keuangan bank dihitung, dinilai serta dianalisis. Data yang digunakan untuk menghitung aspek-aspek tersebut dari laporan keuangan yang nantinya di klasifikasikan sesuai dengan
perhitungan dari masing-masing aspek kemudian dianalisis dengan menggunakan rasio utama dan beberapa rasio penunjang. Pada aspek permodalan bisa dihitung dengan menghitung Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM), aspek asset menghitung Kualitas Aktiva Produktif (KAP), aspek rentabilitas dengan menghitung Net Operational Margin (NOM), aspek likiuditas dengan menghitung Short Term
Miscmatch (STM) dan yang terakhir aspek sensitivity to market dengan menghitung transaksi nilai tukar setelah diketahui hasilnya dari setiap aspek maka dianalsisi sesuai dengan kriteria peringkat. Dalam penelitian ini penulis tidak menganalisis aspek Management karena kesulitan untuk mengakses data manajemen. Setelah itu kita bisa menganalisis dari keseluruhan aspek tersebut sehingga bisa mengetahui bagaimana kinerja keuangan Bank Mega Syariah periode 2007-2011. Dari hasil analisis tersebut dapat menilai proyeksi perkembangan usaha Bank Mega Syariah pada tahun mendatang yang diasumsikan dari nilai pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.