BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini, akan dipaparkan landasan teori yang digunakan dalam penyusunan tesis ini. Sesuai dengan topik tesis, teori-teori yang digunakan sebagai acuan adalah teori Human Capital, teori Talent Management, teori Effectivity and Improvement in Talent Management, teori Process Improvement.
2.1 Human Capital Human Capital Management merupakan bentuk baru dari Human Resource Management dimana perbedaannya adalah pada filosofi mendasar yang melekat pada kedua bentuk tersebut. Pada Human Resource Management, manusia ditempatkan sebagai sumber daya. Sedangkan pada Human Capital Management, manusia adalah capital atau asset. Perbedaan selanjutnya dapat terlihat dari bagaimana strategi yang digunakan pada masing-masing bentuk tersebut. Menurut Larkan (2008), Human Capital Management lahir didasari oleh fenomena bahwa pada abad 21 ini kesadaran manajemen perusahaan dalam pengelolaan SDM semakin tinggi. Perusahaan-perusahaan mulai menyadari bahwa kinerja perusahaan bukan hanya ditentukan oleh capital yang berupa finansial, mesin, teknologi, dan modal tetap, melainkan terutama dipengaruhi oleh intangible capital, yaitu Sumber Daya Manusia (SDM).
19
20
Menurut PPM Management (2010), kesuksesan organisasi ditentukan oleh SDM yang bertalenta tinggi. Great organizations are always built by great people. Dengan demikian, perusahaan harus mengelola manusia sebagai modal sehingga memberikan nilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif dibandingkan kompetitornya. Hal itulah yang menjadi program unggulan berbagai perusahaan Indonesia dalam rangka meraih visi, misi, dan sasaran stratejik serta meningkatkan pertumbuhan dan keberlanjutan organisasi (growth sustainability). Berangkat dari tujuan tersebut, maka upaya yang dilakukan untuk mendapatkan dan menjaga karyawan bertalenta tinggi (talented people) sebagai upaya meraih keunggulan kompetitif bagi perusahaan melalui managemen talenta menjadi salah satu sasaran stratejik perusahaan.
2.1.1 Human Capital Management Process Menurut PPM Management (2010), dalam mewujudkan SDM sebagai keunggulan kompetitif, perusahaan-perusahaan perlu mengimplementasikan strategi Managemen SDM, atau Human Capital Strategy. Penyusunan Human Capital Strategy tersebut harus didasarkan pada Visi, Misi, Budaya, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh perusahaan dan arah strategi bisnis (Corporate Strategy). Proses selengkapnya mengenai Human Capital Management framework dapat dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
21
Gambar 2.1 PPM Management - Human Capital Management Framework Sumber : PPM Management (2010)
Bila Human Capital Strategy telah dirumuskan, maka selanjutnya strategi tersebut harus diterjemahkan lebih rinci pada pilar-pilar Human Capital Management Process. Dalam pilar-pilar tersebut terdapat serangkaian proses yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan strategi SDM yaitu : proses Human Capital Acquisition, development, Engagement, dan Retention. Dalam penerapannya, semua pilar tersebut harus didukung oleh infrastruktur teknologi yang memadai sehingga proses bisa dilaksanakan dengan cepat, efisien, dan efektif. Melalui proses manajemen yang baik dan didukung oleh information technology (Human capital information system), agar kinerja proses human capital management di dalam perusahaan diharapkan bisa berjalan dengan baik, terintegrasi dan optimal. Pada akhirnya, proses human capital management tersebut diharapkan
22
dapat mendukung pencapaian business result yang optimum dan mampu memberikan nilai manfaat yang tinggi bagi seluruh anggota stakeholder-nya, baik bagi pelanggan, pemilik modal, karyawan, supplier, pemerintah, masyarakat, maupun mitra lainnya. Secara lebih detail, Human Capital Management Process dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Human Capital Management Process Sumber : PPM Management (2009)
23
Pada gambar tersebut ditunjukkan bahwa Human Capital Acquisition, development, engagement, dan retention merupakan proses manajemen yang saling terkait satu dengan yang lain dalam suatu sistem. Sebaiknya setiap aspek kegiatan dari
setiap
pilar
tersebut
memperhatikan
sinkronisasi,
konsistensi,
dan
konsekuensinya satu dengan yang lainnya agar terjadi harmonisasi serta sesuai sasaran stratejik managemen SDM yang ditetapkan.
2.2 Talent Management 2.2.1 Talent Management Strategy Talent Management merupakan inti dari konsep Human Capital. Seperti yang telah dibahas pada teori mengenai Human Capital pada sub bab 2.1. Kesuksesan suatu perusahaan sangat ditentukan oleh Talent Management Strategy yang digunakan. Menurut PPM Management (2010), ketika berbicara mengenai Talent Management Strategy, maka yang pertama kali harus dimiliki oleh perusahaan adalah gambaran kebutuhan talenta yang diperlukan. Pada umumnya perusahaan sudah menyadari kebutuhan talenta berdasarkan visi, misi, strategi, dan nilai perusahaan. Namun ternyata perkiraan kebutuhan talent berdasarkan tantangan industri di masa mendatang sering dilupakan.Padahal bila tantangan industri tidak dipertimbangkan, bisa dipastikan perusahaan akan kekurangan talenta pada saat dibutuhkan ke depannya.
24
Jika perusahaan sudah memiliki future talent needs, maka yang perlu selanjutnya perlu dilakukan penilaian (asessment). Melalui penilaian ini, maka akan diketahui seberapa lengkap talent yang sudah dimiliki perusahaan dibandingkan dengan kebutuhannya, sehingga bisa dilakukan berbagai usaha untuk menutupi kesenjangan yang ada. Corporate Strategy
Corporate Vision & Mission
Corporate Values
FUTURE TALENT NEEDS
Industry Challenges
Talent Strategy (People Branding) Asess Current Talent
Retain Acqui sition
Development
Business Result Gambar 2.3 Talent Management Strategy Sumber : PPM Management (2010)
25
Setelah mengetahui dengan jelas talent seperti apa yang dicari, maka kita dapat memasuki tahap pertama yaitu menyusun talent strategy. Talent strategy sering disebut sebagai people branding karena talent strategy dianggap sebagai usaha memberi merek (brand) kepada para karyawan di perusahaan. Setelah itu baru dilakukan tahap acquisition, development, dan retain, sehingga talent yang didapat sesuai dengan business result yang harus dicapai. Keseluruhan proses tadi disebut sebagai Talent Management Strategy.
2.2.2 Talent Segmentation Menurut PPM Management (2010), dalam talent management strategy terdapat tiga kelompok segmen talent (talent segmentation), yaitu : 1. Talent untuk kelompok manajerial dan berada dalam posisi struktural. 2. Talent yang termasuk dalam pekerjaan – pekerjaan profesional, yaitu pekerjaan yang membutuhkan keahlian spesifik / fungsional. 3. Talent yang termasuk dalam kelompok critical jobs, dimana di dalamnya tidak terdapat tingkatan namun posisi tersebut sangat penting untuk kelanggengan suatu perusahaan.
2.2.3 Identifikasi Talent Future Needs Menurut PPM Management (2010), perusahaan dapat mengidentifikasi Future Talent Needs dengan pengelompokan skills atau keterampilan seperti dijelaskan pada gambar 2.4 berikut ini :
26
INDUSTRY REQUIREMENT
CORPORATE REQUIREMENT
COMPETENCY
PERSONALITY
SKILL / EXPERIENCE
KNOWLEDGE
Gambar 2.4 Talent Future Needs Sumber : PPM Manajemen (2010)
Dalam menetapkan future talent needs, perusahaan harus memastikan bahwa seluruh kebutuhan akan modal insani perusahaan yang diperlukan untuk menjalankan strategi bisnisnya telah diterjemahkan atau didefinisikan. Pada umumnya komposisi future talent needs terdapat knowledge, skill yang diperoleh dari pengalaman, behavior (competency), dan personality.
2.2.4 Pemetaan Sumber Daya Manusia dengan Matriks Sembilan Kotak Talent development merupakan bagian dari talent management system. Menurut Davis (2009), keberhasilan talent development strategy sebenarnya sangat tergantung pada peserta yang ikut di dalamnya atau dengan kata lain tergantung pada karyawan yang ikut dalam program talent development program.
27
Oleh karena itu, menurut Purnawanto (2010), agar talent development berjalan dengan efektif, maka karyawan perlu dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan kriteria tertentu. Pada gambar 2.5 di bawah ini digambarkan secara lengkap kategori atau pengelompokan tersebut. Investasi untuk individu di kelompok yang satu tentu saja berbeda dengan individu di kelompok lainnya.
HIGH
PERFORMANCE IN 2-3 YEAR
COMPETENT
HIGH FLYER
POTENTIAL
COMPETENT
PROBLEM
PERFORMER
EMPLOYEE
LOW
HIGH COMPETENCY BASED ON ASESSMENT RESULT & PERFORMANCE MANAGEMENT
Gambar 2.5 Matriks sembilan kotak (Human Asset value (HAV) mapping) Sumber : PPM Management (2010)
Terkait dengan pemetaan SDM, terdapat dua dimensi yang dapat digunakan, yaitu : keterampilan (competency) dan kinerja (performance). Terlalu beresiko jika perusahaan hanya memperhitungkan salah satu aspek sebagai dasar pemetaan SDM. Karena dalam kenyataannya tidak mustahil bahwa seseorang yang dari hasil evaluasi
28
keterampilan (competency) dikatakan terampil (kompeten) namun ternyata kinerjanya kurang baik, atau sebaliknya. Seperti yang telah digambarkan di atas, terdapat lima kelompok besar SDM, yaitu : 1. High Flyer (A+ player) 2. Competent (A player) 3. Performer (B player) 4. Potential (C player) 5. Problem Employee (C- player)
2.2.5 Talent Management Process Menurut Darrin (2008), di masa lampau talent management process difokuskan pada acquiring dan retaining talent. Sedangkan saat ini, isu talent management lebih difokuskan pada adanya integrated system approach, dimana konsep tersebut meliputi isu-isu seputar planning, acquiring, developing, managing, dan retaining employees. Bagan talent management process berdasarkan integrated system approach dapat kita lihat pada gambar 2.6 di bawah ini.
29
Gambar 2.6 Talent Management Process Sumber : Darrin (2008) 1. Planning Planning merupakan bagian yang paling awal dari setiap talent management system. Tujuan dari planning adalah sebagai langkah awal untuk mendapatkan karyawan sesuai kebutuhan organisasi. Beberapa faktor yang dapat digunakan sebagai dasar analisa kebutuhan talent adalah : 1. Pertumbuhan organisasi, merupakan komponen yang paling berpengaruh dalam menentukan kebutuhan talent. Pelaku dalam talent management harus aware terhadap strategi perusahaan jangka pendek dan jangka panjang. Selain itu, kebutuhan talent juga kadang dipicu adanya pergantian atau pertambahan produk atau jasa, akuisisi, merger, dan ekspansi. Seluruh faktor yang menyebabkan perubahan tersebut harus dapat diubah ke dalam jumlah individu yang diperlukan. 2. Replacement needs, atau dengan kata lain adanya employee yang keluar atau pindah bagian, merupakan faktor menumbuhkan kebutuhan akan talent baru.
30
Jika turnover sebuah perusahaan kecil, maka replacement needs dapat diminimalisir. Selain turnover, adanya employee yang pensiun merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan. 3. The changes in skills and competencies. Seiring pertumbuhan teknologi, perubahan pasar, dan pergantian produk, seringkali dibutuhkan skills dan competencies yang berbeda.
Ketiga faktor tersebut merupakan tiga faktor utama yang harus diubah ke dalam bentuk angka kebutuhan jumlah talent baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal lain yang juga krusial dan harus diperhatikan adalah adanya market analysis terkait dengan bagaimana sebuah perusahaan mampu mendapatkan talent. Sebagai contoh, supply dan tipikal labor di area rekrutmen perlu dicermati.
2. Acquiring Talent Pada tahap ini, terdapat 4 sub proses, yaitu attracting (creating a talent magnet), recruiting (membawa talent ke dalam organisasi), selection (membuat keputusan seleksi talent), dan employing (putting them on the payroll). Attracting talent Attracting talent merupakan proses yang harus terus dibangun dalam jangka panjang. Ada beberapa faktor yang penting dalam membentuk talent magnet dalam suatu perusahaan. Talent biasanya cenderung memilih untuk menjadi bekerja di great place to work, di sini berarti lingkungan kerja merupakan hal utama yang bisa
31
attracting talent. Faktor lainnya adalah reputation dan
employment brand dari
sebuah perusahaan. Reputasi sebuah perusahaan antara lain dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini : - Emotional appeal - Products & Services - Workplace environment - Social responsibility - Vision & leadership - Financial Performance.
Recruiting Saat ini, metode dan pendekatan dalam perekrutan mengalami banyak perubahan. Secara keseluruhan terdapat pergantian strategi total. Masih menurut Darrin (2008), perubahan-perubahan tersebut dapat kita lihat pada tabel 2.1 dan tabel 2.2 di bawah ini.
Tabel 2.1 Perbandingan metode dan pendekatan seleksi masa lampau dan sekarang Traditional Selection Methods
Non-traditional Selection Methods
Resumes Bacground checks Reference checks Testing Physical exams Drug testing Interviews
Behavioral interviews Job simulation Pre-employement training Asessment centre Work samples Referral profile
32
Tabel 2.2 Perbandingan metode dan pendekatan rekrutmen masa lampau dan sekarang Traditional Recruiting Methods Job service agencies Recruiting ads Professional recruiters Campus recruiting Internships Employment support groups Community recruiting Job fairs Walk-in applicants Trade and professional associations Employment hotline
Non-traditional Recruiting Methods Web resources Open houses Receptions at conferences Information seminars Diverse profile candidates Military recruiting Employee talent scouts Networking Employee referrals Monitoring current events Pre-employment programs
Selecting Fase ini merupakan fase yang kritikal, karena pada fase inilah keputusan pemilihan talent terjadi. Konsistensi merupakan hal yang sangat penting dalam proses seleksi ini. Namun di sisi lain, metode seleksi juga harus sinkron dengan metode rekrutmen yang digunakan. Jika terdapat perubahan pada metode rekrutmen, maka harus dilakukan penyesuaian pada metode seleksi.
Employing Talent Employing talent merupakan sebuah proses yang lebih melibatkan sisi administratif. Proses administrasi, termasuk kebijakan profit dan benefit harus didesain sedemikian rupa agar efektif dan efisien sehingga talent pun merasa nyaman.
33
3. Developing Talent Setelah talent dipilih, proses learning dan development dimulai. Tahap ini terdiri dari empat fase, yaitu : On-boarding New Talent, Preparing New Talent, Developing Talent, dan Career Development.
On-boarding New Talent Fase ini merupakan tahap initial dimana talent baru memasuki sebuah perusahaan. Pada fase ini talent harus diperkenalkan sedemikian rupa dengan lingkungan kerjanya dan kondisi perusahaan. Diharapkan melalui tahap ini, talent mampu align dengan values, vision, mission, philosophy dan policies perusahaan. Fase awal ini sangat penting agar di kemudian hari tidak terjadi missteps, miscues dan unpleasant surprise. Selain itu dengan fase ini ditujukan agar talent memiliki komitmen yang tinggi terhadap perusahaan. Di satu sisi, fase ini merupakan langkah awal untuk dapat memotivasi talent dan juga merupakan salah satu strategi engagement.
Preparing New Talent Pada fase ini, talent dipersiapkan untuk menduduki suatu posisi jabatan dengan serangkaian job description tertentu. Oleh karena itu, perlu dilihat dengan jelas bagaimanakah kesiapan talent untuk mengisi posisi tersebut. Jika terdapat skill atau knowledge yang belum dimiliki, maka perlu diadakan training-training atau pelatihan yang mendukung.
34
Developing Talent Serangkaian program learning dan development harus sudah disiapkan untuk terus meningkatkan performance, skills, dan pembelajaran terhadap teknik-teknik baru sesuai dengan perkembangan teknologi yang ada.
Career Development Fase ini fokus pada persiapan talent untuk menduduki posisi berikutnya atau job lainnya. Succession planning merupakan cara yang digunakan kebanyakan organisasi dalam mempersiapkan talent dalam career development.
4. Managing Talent Tantangan yang terdapat pada tahap ini adalah bagaimana caranya agar talent yang sudah memberikan kontribusi bagi perusahaan, dapat terus meningkat performance nya dan terus termotivasi. Managing talent meliputi dua aktivitas, yaitu : Managing Talent Performance dan Rewarding Talent.
Managing Talent Performance Tujuan dari fase ini adalah untuk ensuring bahwa performance seorang talent dikenali dan dihargai (rewarded) dengan semestinya. Proses managing talent performance harus didasarkan pada sebuah konsep performance management system. Pada pendekatan yang lama, performance biasanya di review empat kali, dua kali, atau sekali dalam setahunnya, dimana metode yang digunakan biasanya adalah oneway conversation antara atasan dan bawahannya.
35
Kelemahan dari metode tersebut seringkali karena atasan yang melakukan review tidak memiliki skills dan basic knowledge yang cukup untuk melakukan review. Pada pendekatan yang baru, review sedapat mungkin dilakukan melalui metode briefing dan discussion untuk membicarakan performance goal dimana ada keterlibatan tim performance management. Briefing dan discussion sebaiknya diadakan sesering mungkin (seperti contohnya setiap minggu atau 2 minggu sekali). Tujuan dari cara kerja tersebut adalah agar progress performance dapat di review, di followup, dilakukan adjustment dengan cepat. Dengan demikian update progress performance juga dapat dilakukan seketika itu juga. Konsistensi adalah hal yang sangat penting disini. Gambar 2.7 menunjukkan contoh performance management system di sebuah perusahaan jasa keuangan yang besar.
Gambar 2.7 Performance Management System Example Sumber : Darrin (2008)
36
Rewarding Talent Rewarding talent merupakan fase yang penting dalam managing talent. Di fase inilah performance talent diakui dan dihargai oleh perusahaan dalam bentuk bonus, incentive dan bentuk-bentuk reward lainnya. Reward merupakan hal yang dapat memotivasi talent.
5. Retaining Talent Retaining talent merupakan tahap terakhir dari proses talent management sekaligus merupakan fase yang paling kritikal. Disinilah talent yang sudah on-board harus tetap dipertahankan.
2.3 Effectivity and Improvement in Talent Management 2.3.1 Talent Management Measurement Menurut Boudreau dan Ramstad (2007), Efektivitas dalam Talent Management menggambarkan adanya relationship antara talent dan organization performance dan dengan portfolio policies and practices yang membentuk memberikan support bagi performance tersebut. Efektivitas merupakan pengukuran yang sangat penting pada strategy execution karena menunjukkan bagaimana organisasi tersebut akhirnya dapat berubah. Sedangkan menurut Ulrich (2010), salah satu aspek penting dalam implementasi Talent Management adalah bahwa Talent Has to be Measured. Hal ini berarti harus ada aspek-aspek yang dapat digunakan sebagai sumber pengukuran.
37
Pada tabel 2.3 Dave Ulrich memberikan contoh sebuah checklist terhadap strategi talent management yang sedang dijalankan suatu perusahaan.
Tabel 2.3 Talent Management Successful Checklist Where are we ? Strategic Talent and Strategy Success Checklist Identifikasi strategi perusahaan : Now vs. Future Identifikasi kapabilitas strategi dengan gap kapabilitas Menentukan strategic positions Identifikasi strategic talent (top tier players in strategic positions). Pertanyaan yang perlu diajukan adalah : Akankah upgrade dari talent secara signifikan akan meningkatkan kapabilitas perusahaan ? Daftar inventory strategic talent Mengeset target untuk 1 dan 2 tahun (dan 3 tahun jika memungkinkan) Mengembangkan HR Practice Action Plans Mengembangkan dan memperkaya organisasi dengan high-performance HR talent Mengembangkan strategi workforce success metrics Membuat / mengembangkan tim HR dengan strategic focus Mengembangkan rencana untuk memegang lini manajer dan memperhitungkan strategic talent yang mereka miliki Membuat suasana “war room” to manage the effort Jangan terlalu ambisius, namun kembangkan setahap demi setahap
38
Sedangkan contoh pengukuran yang lebih detail dapat kita pelajari dari tabel 2.4 di bawah ini :
Tabel 2.4 Detailed Talent Management Measurement Points Ratio perekrutan internal candidate
Analisa Social Network
Retention yang dilakukan terhadap High
Persentase dari Corporate Promotables
Potentials
dari divisi anda
Retention yang dilakukan terhadap High
Tahap-tahap assessment
Performers Tingkat turnover
Tipe dari work asessment
Bench-strength Analysis
Sejarah kepegawaian dari para pemegang jabatan-jabatan kunci (key jobs)
Retention Rate terhadap para rekrutmen
Kekuatan dan kebenaran data base
baru (new hire) Indikasi diversifikasi (usia dan jenis
Kemampuan menarik talent dari
kelamin)
kompetitornya
Produktivitas (dilihat dari revenue per employee) Employee Engagement (dari data survei) Kualitas dari Applicant Pool Data interview keluar
39
2.3.2 HR Readiness Index Sebagai Salah Satu Tolok Ukur Performance dari Talent Management Dari hasil pemetaan SDM seperti pada gambar 2.5 di atas, dapat diketahui bahwa High Flyer merupakan kombinasi terbaik, yaitu seseorang yang memiliki keterampilan (competency) dan kinerja (performance) yang tertinggi. Kombinasi terburuk adalah problem employee, dimana seseorang memiliki keterampilan (competency) dan kinerja (performance) terendah. Di samping untuk pengembangan dan pengelolaan talent, hasil pemetaan SDM di atas juga digunakan untuk mengukur Indeks Kesiapan SDM (HR Readiness Index atau HRI). Menurut Purnawanto (2010), HRI merupakan rasio antara jumlah high flyer dan competent dengan jumlah keseluruhan SDM yang dievaluasi. Misalnya, dari 1000 karyawan yang dievaluasi terdapat 200 karyawan yang termasuk kategori high flyer dan competent maka HRI perusahaan tersebut adalah 20%. Artinya, jika perusahaan tersebut harus ‘bertempur’ maka ada 20% orang yang sudah siap bertempur dan memiliki probabilitas besar untuk memenangkan pertempuran. Presentase HRI merupakan ukuran keberhasilan baik bagi coach (di masing-masing unit) maupun bagi praktisi SDM. Ketika HRI menjadi salah satu tolok ukur kinerja bagi para pimpinan pada tiap fungsi, maka jumlah A player pada fungsi tersebut diharapkan dapat meningkat dari waktu ke waktu.
40
2.3.3 Talent Management Improvement Tujuan
dilakukannya
pengukuran
(measurement)
terhadap
Talent
Management Strategy adalah sebagai langkah awal agar kemudian dapat dilakukan perubahan (improvement) sehingga didapat proses dan hasil yang makin efesien dan efektif. Perubahan (improvement) tersebut diperlukan sebagai sebuah jalan untuk terbentuknya organizational change. Menurut Boudreau (2007), untuk dapat melakukan improvement tersebut, diperlukan sebuah framework yang dapat menjangkau dan menghubungkan investment in talent dengan talent management effectiveness-atau lebih luas lagi yaitu organizational effectiveness. Framework tersebut juga harus memiliki pandangan yang terpadu (holistic perspective) sehingga hasil dari effectiveness measurement yang telah dilakukan, pada akhirnya dapat men-drive strategic change, khususnya di talent management. Pada gambar 2.8 di bawah ini, kita dapat melihat framework yang digambarkan oleh John W. Boudreau tersebut. Menurut beliau, framework tersebut sebaiknya dipandang dari empat sudut pandang, yaitu logic, measures, analytics, dan process (LAMP Model).
41
“The Right Analytics” Valid questions and results (Information, design, statistics)
“The Right Logic” Rational talent strategy (Competitive Advantage, talent pivot-points)
HR metrics and analytics that are a force strategic change
“The Right Measures” Sufficient data (Timely, reliable, available)
“The Right Process” Effective knowledge management (values, culture, influence)
Gambar 2.8 LAMP Model in Talent Management Improvement Sumber : Boudreau (2007)
Logic merupakan aspek yang sangat penting dalam framework ini. Aspek logic menekankan bahwa talent management strategy yang digunakan harus sesuai dengan elemen dasar dan crusial (pivot-points) dan sesuai dengan competitive advantage atau value yang dimiliki masing-masing perusahaan. Oleh karena itu, strategi talent di masing-masing perusahaan tidak bisa disamakan. Formulasi strategi yang digunakan harus disesuaikan dengan visi perusahaan dan core competence yang dibutuhkan untuk mencapai visi tersebut. Aspek measures merupakan aspek yang juga mendapatkan perhatian penting. Kualitas talent yang dihasilkan sangat dipengaruhi dari pengukuran-pengukuran yang digunakan. Oleh karena itu, harus selalu dilakukan perubahan terus-menerus terhadap
42
standard pengukuran yang sudah ada dengan mempertimbangkan aspek timeliness, completeness, reliability, dan consistency. Walaupun strategi yang digunakan sudah memiliki aspek logic dan measures yang baik, namun jika tidak terdapat aspek analytics yang baik, maka akan terjadi kesalahan intepretasi. Dengan kata lain, diperlukan kompetensi yang memadai untuk dapat menganalisa dengan baik data hasil pengukuran yang telah dilakukan agar selanjutnya dapat dilakukan langkah-langkah atau eksekusi yang tepat. Elemen terakhir dari LAMP framework adalah aspek process. Perubahan dalam proses (process improvement) harus ada sebagai bentuk akhir dari sebuah strategi. Change management process merupakan aspek kunci yang menentukan apakah pendekatan-pendekatan strategi melalui aspek-aspek di atas dapat berakibat pada organizational effectiveness dan sustainable strategic success. Dengan kata lain, process atau lebih tepatnya process improvement merupakan cerminan dari adanya pembelajaran dan transfer knowledge. Sedangkan aspek-aspek lainnya, yaitu logic, measures, dan analytics merupakan aspek yang men-support dan mempengaruhi process.
2.4 Process Improvement Menurut Dave Ulrich, salah satu aspek penting yang harus diketahui oleh seorang pelaku Talent Management, adalah bahwa Talent Management harus disusun dalam sebuah holistic process. Dengan kata lain, proses-proses dalam talent management yang sudah kita bahas di atas harus memiliki sinkronisasi dan
43
terintegrasi menjadi satu kesatuan. Tujuannya adalah agar secara berkala kita dapat mengetahui dengan jelas performance dari sistem talent management yang sudah berjalan. Oleh karena itu, masing-masing proses harus bisa ditransfer menjadi bentuk angka pencapaian. Dasar pertimbangan dalam transformasi proses menjadi angka pencapaian dapat didasarkan pada tabel 2.2 talent management successful checklist dan tabel 2.3 detailed talent management measurement points yang sudah kita bahas pada sub bab sebelumnya. Istilah proses tentunya sudah tidak asing lagi bagi kita. Menurut Purnawanto (2010), proses didefinisikan sebagai sekumpulan task task yang bekerja secara bersama untuk menghasilkan value bagi customer. Berdasarkan definisi tersebut, maka dapat kita ambil tiga kata kunci, yaitu : 1. Pengumpulan task 2. Bekerja secara bersama 3. Menghasilkan value bagi customer
2.4.1 Konsep Business Process 2.4.1.1 Kumpulan Task Menurut Purnawanto (2010), task merupakan sebuah unit kerja atau suatu aktivitas bisnis yang normalnya dilakukan satu orang. Kumpulan dari task-task akan membentuk proses. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa task adalah part (bagian) sedangkan process adalah whole (keseluruhan).
44
Jika suatu perusahaan ingin menjadi organisasi yang berbasis proses, maka hal utama dan pertama yang harus dilakukan adalah mengubah pola pikir (mindset) karyawannya dalam hal memandang process dan task. Jika semula task dipandang sebagai hal yang primer dan proses menjadi hal sekunder, maka untuk organisasi yang berbasis proses, proses harus menjadi hal primer, sedangkan task menjadi hal sekunder.
2.4.1.2 Bekerja secara Bersama Tidak ada satupun task yang dapat bekerja sendiri untuk dapat menghasilkan value bagi pelanggan.
2.4.1.3 Value bagi Pelanggan Tujuan dari adanya proses yang baik dan benar adalah untuk menghasilkan value bagi pelanggan. Suatu produk atau layanan dikatakan dapat memberikan value jika dapat membawa solusi bagi pelanggannya. Value juga digambarkan sebagai selisih antara apa yang diterima (dibeli) dengan apa yang diberikan (dibayar). Jika apa yang diterima nilai relatifnya lebih besar dari apa yang dibayar, maka akan didapatkan nilai tambah (value). Sebaliknya jika apa yang diterima nilai relatifnya lebih kecil dari apa yang dibayar, maka akan dikatakan sebagai value destroyer. Customer tentunya mengharapkan adanya nilai tambah atas produk atau jasa yang dibeli atau diterimanya.
45
2.4.1.4
Beberapa
Model
Pendekatan
dalam
Process
Improvement Menurut Purnawanto (2010), Perbaikan proses (process improvement) merupakan upaya untuk memecahkan masalah yang terjadi pada suatu proses, dengan tidak mengubah struktur dasar dari proses itu sendiri. Misalnya, upaya untuk memecahkan masalah-masalah yang spesifik, seperti biaya tinggi, pekerjaan ulang atau keterlambatan. Karena bersifat incremental dan kontinu maka perbaikan proses sering juga disebut sebagai continuous improvement (Kaizen dalam bahasa Jepang). Perbaikan
proses
berbeda
dengan
process
design/redesign.
Process
design/redesign bukan bertujuan untuk memecahkan masalah proses, tetapi untuk menggantikan atau mengubah proses lama dengan yang baru. Perbaikan proses terkait erat dengan quality movement. Sejarah quality movement modern diperkenalkan oleh W. Edwards deming melalui pendekatan PlanDo-Check-Act (PDCA) yang lalu diikuti oleh beberapa pendekatan lain termasuk diantaranya Total Quality Management (TQM) dan Business Process Reengineering (BPR), hingga yang terakhir Six Sigma Improvement Model melalui pendekatan Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC) (Palmer, 2006). Walaupun berbeda model pendekatannya, namun jika diteliti, terdapat beberapa kesamaan diantara berbagai pendekatan yang berbeda tersebut, yaitu bahwa semua model tersebut : 1. Bertujuan untuk memberikan kepuasan kepada customer 2. Berupaya menghasilkan output yang bermutu
46
3. Mendasarkan diri pada fakta dan data 4. Mempersyaratkan adanya kolaborasi yang baik antar fungsi yang berbedabeda.
Pada awalnya process improvement hanya ditujukan untuk kepentingan memecahkan masalah (problem solving), namun di era sekarang ini pada perkembangannya process improvement juga digunakan untuk beberapa tujuan lain. Misalnya untuk tujuan transformasi bisnis. Hal inilah yang dilakukan oleh perusahaan kelas dunia seperti Toyota, Motorola, dan General Electric. General Electric sendiri menggunakan six sigma improvement model sebagai bagian dari kultur perusahaan dan leadership improvement program (Garpersz, 2007).
2.4.1.5 Process Reengineering Menurut Purnawanto (2010), process reengineering ditujukan untuk meningkatkan kapabilitas proses. Latar belakang adanya process reengineering adalah adanya keterlambatan, ketidakakuratan, dan ketidaksempurnaan output seringkali merupakan penyebab ketidakpuasan customer terhadap produk atau layanan yang diterimanya. Untuk memperbaiki hal tersebut, menurut Harrington (199&), ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan, antara lain : 1. Identify Improvement Opportunity 2. Eliminate Bureucracy 3. Eliminate Non Value Added
47
4. Simplify the Process 5. Reduce the Process Time 6. Standardize 7. Error Proofing
2.4.2 Organisasi Berbasis Proses Menurut Purnawanto (2010), organisasi struktural dan fungsional yang merupakan warisan era ekonomi industri, dinilai memiliki banyak problematika, diantaranya : 1. Adanya hierarki yang menyebabkan proses pengambilan keputusan berlangsung lambat. 2. Adanya kierarki mendorong terciptanya kultur negatif, seperti : Menjilat atasan, minta petunjuk, fenomena “asal bapak senang”, persaingan mengejar posisi dan bukannya meningkatkan keterampilan dan kompetensi. 3. Adanya spesialisasi yang tidak terintegrasi menyebabkan terjadinya egoisme fungsi dan konflik kepentingan. 4. Customer eksternal tidak digambarkan dalam bagan organisasi. Akibatnya, fokus perhatian adalah pada kepuasan atasan, dan bukan kepada kepuasan customer.
48
Hingga saat ini, permasalahan-permasalahan di atas masih menjadi momok bagi sebagian besar organisasi yang ada. Ke depannya, organisasi dituntut untuk memenuhi setidaknya lima syarat, yaitu : 1. Tidak hierarkis dan kaku (rigid) 2. Memberikan penghargaan kepada peningkatan keterampilan (atau kompetensi) individu yang ada di dalamnya. 3. Berfokus pada pemenuhan kebutuhan customer 4. Berorientasi pada kerja tim.
Bentuk organisasi yang dapat memenuhi kelima tuntutan tersebut di atas adalah organisasi berbasis proses, yang berbentuk matriks. Organisasi ini merupakan perpaduan antara keahlian (expertise) dan process. Struktur yang menghargai keahlian – bukan hierarki merupakan solusi yang dapat mendorong fleksibilitas dan penyediaan individu yang terampil dan kompeten. Dengan tidak bersifat hierarkis, maka hubungan yang terjalin bukan seperti atasan-bawahan, melainkan lebih seperti coach-coachee. Seorang yang berada di level lebih tinggi, dipandang memiliki keahlian yang lebih tinggi, dan bukan karena otoritas yang lebih tinggi. Ketika keahlian merupakan sesuatu yang dihargai, maka tiap orang berlomba untuk meningkatkan keahliannya. Keahlian yang meningkat diharapkan akan mendorong dilakukannya proses secara lebih baik, dan pada gilirannya output yang dihasilkan juga akan lebih baik dan memuaskan. Bentuk proses mencerminkan adanya fokus kepada pemenuhan kebutuhan customer, munculnya inovasi, serta orientasi kepada kerja tim. Berbeda dengan
49
organisasi tradisional, dalam organisasi yang berbasis proses, customer tergambar dalam bagan organisasi. Dalam organisasi tradisional, manajer bertanggung jawab baik atas task yang harus dilakukan maupun SDM yang melakukan pekerjaan tersebut. Hal ini berbeda dengan yang terjadi dalam organisasi berbasis proses. Dalam organisasi yang berbasis proses ini : 1. Proses, yang merupakan kumpulan task – menjadi tanggung jawab process integrator. 2. SDM, yang merupakan para profesional atau knowledge worker – menjadi tanggung jawab coach. Coach dan process integrator dalam organisasi berbasis proses bukanlah atasan atau “bos”, melainkan individu dengan tugas spesifik. Coach harus menjamin tersedianya SDM yang kompeten, sedangkan process integrator bertanggung jawab atas output yang dihasilkan oleh proses yang menjadi tanggung jawabnya. Pada saat penilaian kinerja individu, coach akan menilai dari sisi keterampilan (competency), sedangkan process integrator akan menilai dari sudut pencapaian target output.