BAB II LANDASAN TEORI
A.
Landasan Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Pendaftaran Tanah a.
Pengertian Pendaftaran Tanah Menurut Boedi Djatmiko dalam tulisannya tentang Sistem Pendaftaran
Tanah, bahwa didunia ini dikenal ada dua model atau jenis pendaftaran tanah, yaitu: pertama, disebut dengan model pendaftaran akta atau "registration of deeds".1 Oleh beberapa penulis menggunakan istilah pendaftaran tanah dengan stelsel negatif atau pendaftaran tanah negatif dan kedua, pendaftaran hak atau "registration of title", lazim pula disebut dengan nama pendaftaran dengan stelsel positif.2 Menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah “Pendaftaran tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang - bidang tanah dan satuan - satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang - bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang - bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan”. Pendaftaran Tanah berasal dari bahasa Belanda yakni Cadaster yang berarti rekaman atau record yang menerapkan arti mengenai luas, nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah.3 Kadaster berarti suatu daftar yang melukiskan semua persil tanah yang ada dalam suatu daerah berdasarkan pemetaan dan pengukuran yang cermat.4 Pendaftaran tanah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum dikenal dengan sebutan rechts cadaster/legal cadaster.Jaminan Kepastian
1
Boediharsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1999, hal .463. Ibid. hal 463. 3 AP. Parlindungan, Pendaftaran Tanah dan Konfersi Hak Milik Atas Tanah menurut UUPA, Alumni, Bandung, 1988, hal. 2. 4 Darul Badrulzaman, Beberapa Masalah Hukum dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hipoteek serta Hambatan - Hambatannya dalam Praktek di Medan, Alumni Bandung, 1978, hal. 97. 2
1
Hukum yang hendak diwujudkan dalam pendaftaran tanah ini, meliputi kepastian status hak yang didaftar, kepastian subyek hak, dan kepastian obyek hak.5 Sebagai contoh Negara Kamboja oleh Ray Russel menyebutkan bahwa” In an interview, the acting director of the department, Mr Lim Voan (pers. comm. 1995), verified that the principle of landownership is limited to residential land only, with all other land held as “possession”. In practice, the distinction has little meaning since the rights of possession appear to be exclusive, tradable, enforceable, inheritable and enduring. Mr Lim Voan also suggested that until a cadastral mapping system is in place, accurate survey or description of land, the means of establishing definitive title, could not be provided. Towards the end of 1995, a German Technical Co-operation (GTZ) team commenced working within the Land Titles Department to undertake the cadastral survey using the Global Positioning System (GPS). This is a huge undertaking, and detailed cadastral maps of the entire country will take yearstoconstruct.6 Untuk menjamin kepastian hukum didalam kepemilikan tanah, Pemerintah Kamboja melakukan terobosan besar didalam proses pendaftaran tanah yakni memastikan dengan melakukan survei dengan Global Positioning System (GPS) untuk mendapatkan hasil yang akurat dan terperinci. Dengan demikian di negara manapun salahsatu tujuan dari pendaftaran tanah adalah untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada rakyatnya. Kegiatan pendaftaran tanah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus dalam rangka menginventarisasikan data - data berhubungan dengan hak - hak atas tanah menurut Undang – Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah, sedangkan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan dan dilaksanakan secara terus menerus setiap ada peralihan hak – hak atas tanah tersebut menurut Undang - Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah guna mendapatkan sertipikat tanda bukti tanah yang kuat. Dalam memenuhi kebutuhan ini pemerintah melakukan data penguasaan tanah terutama yang melibatkan para pemilik tanah.7Sesuai dengan Pasal 19 Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria dalam Pasal 19 menyatakan diselenggarakannya pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum, yakni:
5
Urip Santoso, Op.Cit, hal. 278. Ray Russell, (1997),"Land law in the kingdom of Cambodia", Property Management, Vol. 15 Iss 2 pp. 109. 7 Badan Pertanahan Nasional, Himpunan Karya Tulis Pendaftaran Tanah, Jakarta, Maret 1989, hal 3. 6
2
1.
Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak - hak lain yang terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
2.
Untuk menyediakan informasi kepada pihak - pihak yang berkepentingan, agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3.
Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Menurut Pasal 3 dan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 data yang tersedia di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya bersifat terbuka bagi umum yang berkepentingan.
Di dalam Pendaftaran Tanah dilandasi adanya asas - asas yang menopang sendi pendaftaran tanah tersebut yakni; 1.
Asas Sederhana adalah ketentuan pokok dan prosedurnya mudah dipahami.
2.
Asas Aman adalah Pendaftaran Tanah perlu diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan Pendaftaran Tanah.
3.
Asas Terjangkau adalah terjangkau oleh pihak - pihak yang membutuhkan, khususnya golongan ekonomi lemah.
4.
Asas Mutakhir adalah kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya
dan
kesinambungan
dalam
pemeliharaan
datanya.Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir dan karenanya jika terjadi perubahan data wajib didaftar. 5.
b.
Asas Terbuka adalah data yang tersedia harus terbuka untuk umum.
Dasar Hukum Pendaftaran Tanah Adapun dasar hukum Pendaftaran Tanah di Indonesia diatur dalam Pasal
19 UUPA, kemudian dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah No. 10/1961 (PP 10/1961) yang mulai berlaku pada tanggal 23 Maret 1961, dan setelah diberlakukan selama 36 tahun, untuk menyempurnakan kekurangan dari Peraturan Pemerintah yang sebelumnya yang dinilai dalam pelaksanaanya 3
masih banyak kekurangan maka digantikan dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 (PP 24/1997), yang diundangkan pada tanggal 8 Juli 1997 dan berlaku efektif sejak 8 Oktober 1997. Guna melengkapi dan dalam pelaksanaannya di wilayah kesatuan Republik Indonesia ini maka dikeluarkan juga Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala
Badan
pertanahan
Nasional
No.
3
Tahun
1997
(PMNA/Ka.BPN No. 3/1997) tentang Ketentuan Pelaksana Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Peraturan tersebut diatas diharapkan mampu memberikan perlindungan hukum, jaminan kepastian hukum bagi para pemegang hak atas tanah, ataupun orang maupun badan hukum yang akan melakukan proses Pendaftaran Tanah. Kepastian hukum subyek berarti bahwa hak yang terdaftar dalam daftar umum dijamin akan kebenarannya sebagai pemegang hak yang sah dan sebenarnya yang pemiliknya didasarkan atas asas itikad baik. Sedangkan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, memerlukan tersedianya hukum yang tertulis lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan tujuan dan isi ketentuan - ketentuannya Ada empat alasan pokok dibuatnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, sebagaimana yang dimuat dalam Penjelasan Umumnya, yaitu a.
Peranan Tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan, baik untuk bermukim maupun kegiatan usaha dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua akan semakin meningkat, dan meningkat pula kebutuhan akan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan.
b.
Pendaftaran tanah yang diselenggarakan berdasarkan peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 selama lebih 35 tahun belum memberikan hasil yang memuaskan dan sekitar 55 juta bidang tanah hak yang memenuhi syarat untuk didaftar, baru kurang lebih 16,3 juta bidang tanah yang didaftar.
c.
Kendala dalam pelaksanaan pendaftaran tanah terletak pada kekurangan anggaran, alat dan tenaga, bidang tanah yang jumlahnya besar dan tersebar di wilayah luas dan sebagian besar
4
penguasaannya tidak didukung oleh alat - alat pembuktian yang mudah dan dapat dipercaya kebenarannya. d.
Ketentuan hukum untuk dasar pelaksanaannya dirasakan belum cukup memberikan kemungkinan untuk terlaksananya pendaftaran tanah dalam waktu yang singkat dan hasil yang lebih memuaskan.
c.
Sistem Pendaftaran Tanah. Dalam pendaftaran tanah dikenal adanya dua macam sistem pendaftaran
tanah, yaitu Sistem pendaftaran akta (registration of deeds) dan Sistem pendaftaran
hak
(registration
of
titles).
Sistem
pendaftaran
tanah
mempermasalahkan apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyajian yuridisnya, serta bentuk dan tanda buktinya. Sistem pendaftaran akta (registration of deeds) yaitu akta - akta yang didaftar oleh Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT).Disini Pejabat pendaftaran tanah bersifat pasif, maksudnya bahwa dia tidak melakukan pengujian kebenaran data yang disebut dalam akta yang didaftar.Tiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya.Maka dalam sistem ini data yuridis yang diperlukan harus dicari dalam akta - akta yang bersangkutan. Sistem pendaftaran hak (registration of titles), dalam sistem pendaftaran hak ini, setiap penciptaan hak baru dan perbuatan - perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan, juga harus dibuktikan dengan suatu akta.Tetapi dalam penyelenggaraan pendaftarannya, bukan aktanya yang di daftar melainkan haknya.Data tanah disimpan dalam buku tanah (register).Dalam pendaftaran hak ini, Pejabat Pendaftaran Tanah (PPT) harus bersikap aktif dalam memindahkan data. Sebagai tanda bukti hak, maka diterbitkan sertipikat, yang merupakan salinan register, yang terdiri dari salinan buku tanah yang dilampiri surat ukur yang dijilid menjadi satu dalam sampul dokumen. Sistem pendaftaran tanah yang digunakan di Indonesia adalah sistem pendaftaran hak (registration of titles), sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan tanah menurut Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1961, bukan sistem pendaftaran akta.Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang didaftarkan adalah Haknya.
5
Hal tersebut tampak adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti. Baik dalam pendaftaran pertama kali maupun dalam kegiatan pemeliharaan data, yang didaftar adalah Akta, yaitu akta yang menciptakan hak baru maupun akta yang membuktikan adanya pemindahan hak atau pembebanan hak.Didaftar dalam Register Akta (Daftar Isian).Data yuridis disimpan dan disajikan dalam bentuk Akta, sedangkan data fisik disimpan dan disajikan dalam bentuk Surat Ukur dan Peta Pendaftaran.Tanda bukti haknya adalah Akta dan Surat Ukur.Dalam sistem Pendaftaran Hak yang di daftar adalah Haknya, hak yang diciptakan dan perubahan - perubahannya kemudian.Akta merupakan sumber datanya yang didaftar bukan aktanya, melainkan haknya di daftar dalam Register (Buku Tanah).Data yuridis disimpan dan disajikan dalam bentuk Buku Tanah, sedangkan data fisik disimpan dan disajikan dalam bentuk Surat Ukur dan Peta Pendaftaran.Tanda bukti haknya adalah Sertipikat (Salinan dari Register Buku Tanah dan Surat Ukur). Sertipikat memberikan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dalam Pasal 32 ayat 1 diberikan penjelasan resmi mengenai arti dan persyaratan pengertian “berlaku sebagai alat pembuktan yang kuat”. 8Dijelaskan bahwa sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlakusebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan. 9 Ini berarti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis, yang tercantum didalamnya adalah benar.
d.
Sistem Pendaftaran Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah,sistem kita adalah sistem negatif yang mengandung unsur positif.Hal ini 8
Boediharsono, Hukum Agraria Indonesia , Opcit, hal 464. Ibid, hal 464.
9
6
juga tersirat dari Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (UUPA). Sistemnya bukan negatif murni, karena dinyatakan dalam Pasal 19 ayat 2 huruf c UUPA, bahwa pendaftaran menghasilkan surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Demikian juga dinyatakan dalam dalam Pasal 23 ayat 2, Pasal 32 ayat 2 dan Pasal 38 ayat 2 UUPA dan penjelasannya. Sistem publikasi yang negatif murni tidak akan menggunakan sistem pendaftaran hak, juga tidak akan ada pernyataan seperti dalam Pasal l UUPA tersebut. Pernyataan
tersebut
mengandung
arti
bahwa
Pemerintah
sebagai
penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha agar sejauh mungkin dapat disajikan data yang benar dalam buku tanah dan peta pendaftaran.Selama tidak dibuktikan sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta pendaftaran harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari - hari maupun dalam berperkara di pengadilan.Demikian juga data yang dimuat dalam sertipikat hak, sepanjang data tersebut sesuai dengan Buku Tanah dan Peta Pendaftaran.
e.
Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pelaksanaan pendaftaran tanah diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 56
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yakni meliputi : 1.
Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali (initiaregistration), yaitu kegiatan pendaftaran tanah yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara sistematik dan pendafataran tanah secara sporadik. Pendaftaran tanah secara sistematik adalah kegiatan pendaftaran tanah
untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum di daftar dalam wilayah atau bagian wilayah
desa/kelurahan.
Pendaftaran
tanah
secara
sistematik
diselenggarakan pemerintah berdasarkan pada suatu rencana jangka 7
panjang dan tahunan serta dilaksanakan di wilayah - wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, dalam hal ini suatu desa/kelurahan belum ditetapkan sebagai suatu wilayah pendaftaran tanah secara sistematik, maka pendaftarannya dilaksanakan melalui pendaftaran tanah secara positif. Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau masal.Pendaftaran tanah secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan yaitu pihak yang berhak atas obyek. Pendaftaran tanah untuk pertama kali meliputi : a. Pengumpulan dan pengolahan data fisik b. Pembuktian hak dan pembukuannya c. Penerbitan sertipikat d. Penyimpanan data fisik dan data yuridis e. Penyimpanan daftar umum dan dokumen 2.
Kegiatan pemeliharaan data pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur, buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian. Perubahan tersebut seperti yang tercantum dalam Pasal 94 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah yaitu :10 a. Pemeliharaan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan pendaftaran perubahan data fisik atau datayuridis obyek pendaftaran tanah yang telah didaftardengan mencatatnya di dalam daftar umum sesuai dengan ketentuan di dalam peraturan ini.
10
Boediharsono, Himpunan Peraturan Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Penyusunan, Isi, dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1973, hal. 623.
8
b. Perubahan data yuridis sebagaimana dimaksud padaayat (1) berupa : 1) Peralihan hak karena jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya. 2) Peralihan hak karena pewarisan. 3) Peralihan hak karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi. 4) Pembebanan hak tanggungan. 5) Hapusnya hak atas tanah, hak pengelolaan, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan. 6) Pembagian hak bersama. 7) Pengubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan 8) Perubahan nama akibat pemegang hak yang ganti nama, perpanjangan jangka waktu hak atas tanah. c. Perubahan data fisik sebagaimana yang dimaksud padaayat (1) berupa : 1) Pemecahan bidang tanah 2) Pemisahan sebagian atau beberapa bagian dari bidang tanah 3) Penggabungan dua atau lebih bidang tanah Sistem pendaftaran tanah mempermasalahkan mengenai apa yang didaftar, bentuk penyimpanan dan penyampaian data yuridisnya serta bentuk tanda bukti haknya.
2. Tinjauan Umum tentang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Pada era 1960 sejak berlakunya Undang – Undang Pokok Agraria (UUPA), Badan Pertanahan Nasional mengalami beberapa kali pergantian penguasaan dalam hal ini kelembagaan. Tentunya masalah tersebut berpengaruh pada proses pengambilan kebijakan. Ketika dalam naungan Kementerian Agraria sebuah kebijakan diproses dan ditindaklanjuti dari 9
struktur Pimpinan Pusat sampai pada tingkat Kabupaten, ketika dalam naungan Departemen Dalam Negeri hanya melalui Dirjen Agraria.Disamping itu secara kelembagaan Badan Pertanahan Nasional mengalami perubahan struktur kelembagaan yang rentan waktunya sangat pendek. Pada awal berlakunya UUPA, semua bentuk peraturan tentang pertanahan termasuk Peraturan Pemerintah masih di keluarkan oleh Presiden dan Menteri Muda Kehakiman. Kebijakan itu ditempuh oleh pemerintah karena pada saat itu Indonesia masih mengalami masa transisi. Badan
Pertanahan
Nasional
mempunyai
tugas
melaksanakan
tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. DalamPeraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 10 Tahun 2006 Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakantugas : 1. Perumusan kebijakan nasional di bidang pertanahan; 2. Perumusan kebijakan teknis di bidang pertanahan; 3. Koordinasi kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; 4. Pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang pertanahan; 5. Penyelenggaraan dan pelaksanaan survei, pengukuran dan pemetaan di bidang pertanahan; 6. Pelaksanaan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum; 7. Pengaturan dan penetapan hak - hak atas tanah; 8. Pelaksanaan penatagunaan tanah, reformasi agraria dan penataan wilayah - wilayah khusus; 9. Penyiapan administrasi atas tanah yang dikuasai dan/atau milik negara/daerah bekerjasama dengan Departemen Keuangan; 10. Pengawasan dan pengendalian penguasaan pemilikan tanah; 11. Kerjasama dengan lembaga - lembaga lain; 12. Penyelenggaraan dan pelaksanaan kebijakan, perencanaan dan program di bidang pertanahan; 13. Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan; 14. Pengkajian dan penanganan masalah, sengketa, perkara dan konflik di bidang pertanahan; 15. Pengkajian dan pengembangan hukum pertanahan; 10
16. Penelitian dan pengembangan di bidang pertanahan; 17. Pendidikan, latihan dan pengembangan sumber daya manusia di bidang pertanahan; 18. Pengelolaan data dan informasi di bidang pertanahan; 19. Pembinaan fungsional lembaga-lembaga yang berkaitan dengan bidang pertanahan; 20. Pembatalan dan penghentian hubungan hukum antara orang, dan/atau badan hukum dengan tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 21. Fungsi lain di bidang pertanahan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud tersebut diatas, Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan fungsi: 1. Membangun kepercayaan masyarakat pada Badan Pertanahan Nasional. 2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran, serta sertifikasi tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia. 3. Memastikan penguatan hak-hak rakyat atas tanah (land tenureship). 4. Menyelesaikan persoalan pertanahan di daerah - daerah korban bencana alam dan daerah-daerah konflik. 5. Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa, dan konflik pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis. 6. Membangun Sistem Informasi Pertanahan Nasional (SIMTANAS), dan sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia. 7. Menangani
masalah
KKN
serta
meningkatkan
partisipasi
dan
pemberdayaan masyarakat. 8. Membangun data base pemilikan dan penguasaan tanah skala besar. 9. Melaksanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan Pertanahan yang telah ditetapkan. 10. Menata kelembagaan Badan Pertanahan Nasional. 11. Mengembangkan dan memperbarui politik, hukum dan kebijakan pertanahan.
11
3. Tinjauan Umum tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) a.
Pengertian PPAT Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang dimaksud dengan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta - akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. Selain itu dalam Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda - Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dijelaskan bahwa yang disebut dengan PPAT adalah pejabat umum yang diberikan wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah dan akta pemberi kuasa pembebanan hak Tanggungan menurut Peraturan Perundang - undangan yang berlaku. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta - akta tanah tertentu sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang - undangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk Hak Tanggungan.11 PPAT
mempunyai
tugas
yang
penting
dan
strategis
dalam
penyelenggaraan pendaftaran tanah yaitu membuat akta peralihan hak atas tanah.Tanpa bukti berupa akta PPAT, para kepala Kantor Pertanahan dilarang mendaftar perbuatan hukum yang bersangkutan.12Demikian juga menurut PP No.24 Tahun 1997 menghendaki perjanjian jual beli tanah harus dibuat dalam bentuk akta autentik yang dibuat dihadapan pejabat yang berwenang yakni PPAT.13 Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat mendapatkan sertipikat.14 Akta PPAT merupakan salah satu sumber data bagi pemeliharaan data Pendaftaran Tanah. 15 Maka wajib dibuat sedemikian rupa sehingga dapat 11
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Op.Cit, hal. 486. Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia Op.Cit, hal. 478. 13 Adrian Sutedi, Sertipikat Hak Atas Tanah, Sinar Grafika, Jakarta, 2014, hal. 127. 14 Ibid, hal. 127. 15 Adrian Sutedi, Opcit, hal. 143. 12
12
dijadikan dasar yang kuat untuk pendaftaran pemindahan dan pembebanan hak yang bersangkutan.Oleh karena itu, PPAT bertanggung jawab untuk memeriksa syarat-syarat sahnya perbuatan hukum yang bersangkutan.16 Fungsi Akta PPAT yang dibuat oleh para pihak melalui Pejabat Umum ini dibuat sebagai bukti, bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum para pihak.Berdasarkan PeraturanPemerintah
Nomor
37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), PPAT dibedakan menjadi 3 macam, yaitu : 1)
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
PPAT adalah pejabat umum yang diberikan wewenang untuk membuat akta - akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang menjadi PPAT disini adalah Notaris atau mantan pejabat Badan Pertanahan Nasional setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional.
2)
PPAT Sementara.
PPAT Sementara adalah pejabat pemerintah yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT didaerah yang belum cukup terdapat PPAT.
3)
PPAT Khusus.
PPAT Khusus adalah Pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas pemerintah tertentu. PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.
16
Ibid, hal. 143.
13
b.
Dasar Hukum yang berhubungan dengan PPAT 1) Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria Ketentuan PPAT diatur dalam Pasal 19 Undang Undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria yang menyatakan bahwa : a) Untuk menjamin kepastian hukum oleh Pemerintah diadakan Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan - ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. b) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 Pasal ini meliputi : a.
Pengukuran, perpetaan dan pembukaan tanah;
b.
Pendaftaran hak - hak atas tanah dan peralihan hak - hak tersebut;
c.
Pemberian surat - surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.
c) Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan Negara dan Masyarakat, keperluan lalu - lintas sosial ekonomis serta kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria. d) Dalam Peraturan pemerintah diatur biaya - biaya yang bersangkutan dengan yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya - biaya tersebut, dalam Peraturan tersebut PPAT berfungsi sebagai pembuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah, dalam rangka pendaftarannya.
2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah. PPAT sebagai pejabat umum yang ditegaskan dalam Pasal 1 angka 4 Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda - benda yang berkaitan dengan tanah disebutkan bahwa : “Pejabat Pembuat Akta Tanah yang 14
selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang - undangan yang berlaku”. Undang - undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan tersebut memberikan ketegasan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan berwenang membuat akta otentik. Akta otentik yang dimaksud menurut Pasal 1868 KUHPerdata adalah : “suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditetapkan oleh Undang - Undang, dibuat oleh atau dihadapkan pejabat umum yang berkuasa untuk di tempat di mana akta dibuatnya”. 3) Peraturan
Pemerintah
Nomor
24
Tahun
1997
tentang
Pendaftaran Tanah Pengaturan tentang PPAT dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dituangkan dalam Pasal 37 menegaskan bahwa peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual - beli, tukar - menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, ini merupakan landasan yuridis pengaturan tentang PPAT di Indonesia. Pasal 1 disebutkan bahwa : “PPAT adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta - akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai Hak Atas Tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. 15
PPAT sebagai pejabat yang berwenang membuat akta otentik peralihan hak atas tanah diangkat dan diberhentikan oleh menteri yang bertanggung jawab di bidang agraria/pertanahan. Segala hal yang menyangkut tugas dan wewenang PPAT ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dituangkan pada tanggal 5 Maret 1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3746). Akta yang dibuat PPAT sebagai pejabat umum merupakan akta otentik. PPAT sebagai pejabat umum yang bertugas di bidang pelaksanaan sebagian kegiatan pendaftaran tanah, yang dimaksud adalah: a) Notaris; b) Camat (penunjukan sebagai PPAT sementara); c) Kepala Kantor Pertanahan (penunjukan sebagai PPAT khusus);
5) Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah sebagai pengganti dari Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala BPN Nomor 4 Tahun 1999 tentang Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
c.
Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT Pasal 6 ayat (2) Peraturan Pemerintah nomor 24 Tahun 1997 menetapkan bahwa : “Dalam melaksanakan pendaftaran tanah, Kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan Pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan - kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.” 16
Pasal 6 ayat (2) ini hanya disebutkan kegiatan - kegiatan tertentu, tidak disebutkan secara tegas kegiatan - kegiatan apa dalam pendaftaran tanah yang menjadi tugas PPAT untuk membantu kepala kantor pertanahan Kabupaten/Kota. Tugas pokok PPAT dalam membantu pelaksanaan pendaftaran tanah oleh Kepala Kantor Pertanahan ditetapkan dalam Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu : 1)
PPAT bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah
Susun
yang akan dijadikan dasar bagi
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu. 2)
Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebagai berikut : a) Jual beli; b) Tukar Menukar; c) Hibah; d) Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng); e) Pembagian hak bersama; f) Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik; g) Pemberian Hak Tanggungan; h) Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan Kewenangan PPAT diatur dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yaitu : 1) Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, seorang PPAT mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun yang terletak di daerah kerjanya. 17
2) PPAT Khusus hanya berwenang membuat akta mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran tanah menetapkan bahwa perbuatan hukum mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang dibuktikan dengan akta PPAT, yaitu : 1) Jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan, dibuktikan dengan akta PPAT diatur dalam Pasal 37 ayat (1). 2) Peralihan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun karena penggabungan atau peleburan perseroan atau koperasi yang didahului dengan likuidasi perseroan atau koperasi yang bergabung atau melebur dibuktikan dengan akta PPAT diatur dalam Pasal 43 ayat (2). 3) Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan
Rumah
Susun,
pembebanan
Hak Guna
Bangunan, Hak Pakai dan Hak Sewa untuk bangunan atas Hak Milik dibuktikan dengan akta PPAT diatur dalam Pasal 44 ayat (1).
d.
Kewajiban PPAT Adapun Kewajiban PPAT sebagaimana yang diatur dalam Pasal 45 Peraturan Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemeritah nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah : 1) Menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945 dan Negara Republik Indonesia. 2) Mengikuti pelantikan dan pengangkatan sumpah jabatan sebagai PPAT. 3) Menyampaikan laporan bulanan kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. 4) Menyerahkan Protokol PPAT dalam hal berhenti dari jabatannya atau melaksanakan cuti. 5) Membebaskan uang jasa bagi yang tidak mampu. 18
6) Membuka kantor setiap hari kerja kecuali cuti atau hari libur resmi. 7) Berkantor hanya di 1 kantor dalam daerah kerja sesuai dengan keputusan pengangkatan PPAT. 8) Menyampaikan alamat kantor, contoh tanda tangan, contoh paraf dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah, Bupati/Walikota, Ketua Pengadilan Negeri dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT. 9) Melaksanakan Jabatannya secara nyata setelah pengambilan sumpah. 10) Memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan. Kewajiban lain yang harus dilaksanakan oleh PPAT, satu bulan setelah pengambilan sumpah jabatan ditentukan dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu : 1.
Menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan cap/stempel jabatannya kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi, Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerja PPAT yang bersangkutan.
2.
Melaksanakan jabatannya secara nyata. PPAT harus berkantor di satu suatu kantor dalam daerah kerjanya dan wajib memasang papan nama sertamenggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan. Selanjutnya akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Badan Pertanahan, serta semua jenis akta diberi satu nomor urut yang berulang pada permukaan tahun takwim. Akta PPAT dibuat dalam bentuk asli sebanyak 2 (dua) lembar, yaitu: a) Lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan. b) Lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap atau lebih menurut banyaknya hak atas tanah atau satuan rumah susun yang menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta, yang disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan pendaftaran, atau dalam hal akta tersebut mengenai 19
pemberian kuasa membebankan hak tanggungan, disampaikan kepada pemegang kuasa untuk dasar pembuatan akta pemberian hak tanggungan, dan kepada pihak yang berkepentingan dapat diberikan salinannya. Setiap lembar akta PPAT asli yang disimpan oleh PPAT harus dijilid sebulan sekali dan setiap jilid terdiri dari 50 lembar akta dengan jilid terakhir dalam setiap bulan memuat lembar - lembar akta sisanya.Pada sampul bukuakta asli penjilidan akta - akta itu dicantumkan daftar akta didalamnya yang memuat nomor akta, tanggal pembuatan akta dan jenis akta. Berdasarkan Pasal 26 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah ditegaskan bahwa PPAT harus membuat satu daftar untuk semua akta yang dibuatnya. Buku daftar akta PPAT diisi setiap akhir hari kerja dengan garis tinta yang diparaf oleh PPAT yang bersangkutan. PPAT berkewajiban mengirim laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya, yang diambil dari buku daftar akta PPAT kepada Kepala Kantor Pertanahan dan kantor - kantor lain sesuai ketentuan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang berlaku selambat - lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya. PPAT harus dapat melaksanakan tugas yang diembannya dengan sebaik - baiknya, karena dalam Pasal 62 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah telah ditetapkan sanksi bagi PPAT yang dalam melaksanakan tugasnya mengabaikan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta petunjuk dari Menteri atau Pejabat yang ditunjuk. Sanksi yang dikenakan berupa tindakan administratif, berupa teguran tertulis sampai pemberhentian dari jabatannya dengan tidak mengurangi kemungkinan dituntut ganti rugi oleh pihak - pihak yang menderita kerugian yang diakibatkan oleh diabaikannya ketentuan tersebut. Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menegaskan bahwa : Ayat (1) menyebutkan : “selambat - lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatnya 20
berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar.” Ayat (2) menyebutkan : “PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada para pihak yang bersangkutan”. Hal tersebut jelas bahwa kewajiban yang harus dilaksanakan oleh PPAT guna membantu kelancaran proses pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan.
e.
Akta PPAT Akta PPAT menurut Pasal 1 angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah adalah : “Akta yang dibuat oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.” Pasal 38 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah menyebutkan bahwa : “Bentuk, Isi dan cara pembuatan akta - akta PPAT diatur oleh Menteri.” Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah : Pasal 21 ayat (1) : “Akta PPAT dibuat dengan bentuk yang ditetapkan oleh Menteri.” Pasal 24 : “Ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan akta PPAT diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Pendaftaran Tanah.” Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah : Pasal 96 ayat (1) : 21
“Bentuk - bentuk akta yang dipergunakan di dalam pembuatan akta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan (2) dan cara pengisiannya sebagaimana tercantum dalam lampiran 16-23, terdiri dari: Akta Jual Beli, Akta Tukar Menukar, Akta Hibah, Akta Pemasukan Ke Dalam Perusahaan, Akta Pembagian Hak Bersama, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.” Pasal 96 ayat (2) : “Pembuatan akta sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan (2) harus dilakukan dengan menggunakan formulir sesuai dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1).”
Pasal 96 ayat (3) : “Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (1) dan pembuatan akta pemberian hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2) tidak dapat dilakukan berdasarkan akta yang pembuatannya melanggar ketentuan pada ayat (2).” Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 23 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 1 tahun 2006 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah : Pasal 51 ayat (1) : “Blangko akta PPAT dibuat dan diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.” Pasal 51 ayat (2) : “Blangko akta PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diperoleh oleh PPAT, PPAT Pengganti, PPAT Sementara atau PPAT Khusus.” 4. Tinjauan Umum tentang Hak –Hak Atas Tanah Ciri khas dari Hak atas tanah adalah seseorang yang mempunyai hak atas tanah berwenang untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah yang menjadi haknya. Hak atas tanah adalah hak untuk mempergunakan
22
tanahnya saja, sedangkan benda - benda lain di dalam tanah umpamanya bahan - bahan mineral, minyak dan lain - lainnya tidak termasuk. Sebagaimana sudah kita ketahui bahwa dalam ketentuan Undang undang nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok Agraria secara jelas menyebutkan dalam Pasal 9, bahwa hanya warga Negara Indonesia saja yang boleh mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan air, bumi, dan ruang angkasa. 17 Pasal 9 UUPA tersebut tidak membedakan antara laki - laki dan wanita & sesama warga Negara Indonesia baik asli maupun keturunan, sama berhak untuk mempunyai hak - hak atas tanah. Pasal 50 ayat (1) ditentukan bahwa ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai hak milik diatur dengan undang - undang.Adanya ketentuan ini, sebagaimana disebutkan dalam undang - undang ini hanya dimuat pokok pokoknya saja dari hukum agraria yang baru. Misal dalam hal ini menurut Urip Santoso Peralihan Hak milik menurut UUPA, yaitu Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.18 Maria S.W. Sumardjono yang dikatakan hak atas tanah adalah sebagai suatu hubungan hukum didefinisikan sebagai hak atas permukaan bumi yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk menggunakan tanah yang bersangkutan, beserta tubuh bumi dan air serta ruang diatasnya, sekadar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu, dalam batas - batas menurut UUPA dan peraturan hukum lainnya.19 Dalam sistem UUPA, yang mempunyai hak tertinggi atas tanah adalah bangsa Indonesia sebagai karunia Tuhan, untuk melaksanakan tugas tersebut, Negara Republik Indonesia diberi wewenang untuk :20 a.
Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa;
b.
Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan bumi air, dan ruang angkasa;
AP. Parlindungan, Konversi Hak‐hak Atas Tanah,Mandar Maju, Bandung, 1990, hal. 6. Urip Santoso, Op.Cit, hal.93. 19 Maria S.W. Sumardjono, Tanah dalam Perspektif hak Ekonomi Sosial dan Budaya,Kompas, Jakarta, 2008, hal. 128. 20 Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2000hal.20. 17 18
23
c.
Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum mengenai bumi, air, dan ruang angkasa. Hak Negara seperti itu disebut hak menguasai, atas dasar hak tersebut,
Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indonesia berwenang memberikan berbagai hak atas tanah kepada orang perseorangan atau perlu diupayakan penyeragaman sesuai dengan hak - hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Hak - hak atas tanah yang belum sesuai dengan UUPA harus dikonversi menjadi hak - hak atas tanah yang diatur dalam UUPA. Hak atas tanah memberikan wewenang kepada yang berhak untuk menggunakan atau mengambil manfaat dari tanah yang dihakinya.Selain itu, yang berhak juga dibebani berbagai kewajiban yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Urip Santoso menyebutkan bahwa dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok:21 a. Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara. Macam – macam hak atas tanah ini adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atas tanah Negara , Hak Pakai atas tanah Negara b. Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Macam – macam hak atas tanah ini adalah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan,Hak Guna Bangunan atas tanah hak milik, Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan, Hak Pakai atas tanah hak milik, Hak sewa untuk Bangunan, Hak Gadai(Gadai tanah), Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, Hak Sewa Tanah Pertanian. Pasal 16 UUPA menyebutkan bahwa hak atas tanah terdiri dari: 1) Hak milik, 2) Hak guna - usaha, 3) Hak guna - bangunan, 4) Hak pakai, 5) Hak sewa, 21
Urip Santoso, Hukum Agraria, Kencana PrenadaMedia Group, Jakarta, 2012,hal 91.
24
6) Hak membuka tanah, 7) Hak memungut – hasil - hutan, 8) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut diatas yang ditetapkan dengan undang - undang. Pasal 16 UUPA merupakan pelaksanaan dari ketentuan dalam Pasal 4. Sesuai dengan asas yang diletakkan dalam Pasal 5, bahwa hukum pertanahan nasional didasarkan pada hukum adat maka penentuan hak-hak atas tanah dan air dalam Pasal ini didasarkan pula atas sistematik dari hukum adat. Hak guna usaha dan Hak Guna Bangunan diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern saat ini. Pasal ini juga disebutkan adanya dua hak yang sebenarnya bukan merupakan hak atas tanah yaitu hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan karena hak–hak itu tidak memberi wewenang untuk mempergunakan atau mengusahakan tanah tertentu.Kedua hak tersebut tetap dicantumkan dalam Pasal 16 UUPA sebagai hak atas tanah hanya untuk menyelaraskan sistematikanya dengan sistematika hukum adat.Kedua hak tersebut merupakan pengejawantahan (manifestasi) dari hak ulayat. Selain hak – hak atas tanah yang disebut dalam Pasal 16, dijumpai juga lembaga – lembaga hak atas tanah yang keberadaanya dalam Hukum Tanah Nasional diberi sifat “sementara”. Hak – hak yang dimaksud antara lain : 1.
Hak gadai,
2.
Hak usaha bagi hasil,
3.
Hak menumpang,
4.
Hak sewa untuk usaha pertanian. Hak – hak tersebut bersifat sementara karena pada suatu saat nanti
sifatnya akan dihapuskan. Oleh karena dalam prakteknya hak – hak tersebut menimbulkan pemerasan oleh golongan ekonomi kuat pada golongan ekonomi lemah (kecuali hak menumpang).Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan asas– asas Hukum Tanah Nasional (Pasal 11 ayat 1). Selain itu, hak – hak tersebut juga bertentangan dengan jiwa dari Pasal 10 yang menyebutkan bahwa tanah pertanian pada dasarnya harus dikerjakan dan diusahakan sendiri secara aktif oleh orang yang mempunyai hak. Apabila tanah tersebut digadaikan maka yang akan mengusahakan tanah tersebut adalah pemegang hak gadai. Hak 25
menumpang dimasukkan dalam hak – hak atas tanah dengan eksistensi yang bersifat sementara dan akan dihapuskan karena UUPA menganggap hak menumpang mengandung unsur feodal yang bertentangan dengan asas dari hukum agraria Indonesia. Satu - satunya yang mempunyai kewenangan untuk memutuskan pencabutan hak atas tanah dan atau benda - benda yang ada diatasnya adalah Presiden sebagai eksekusi tertinggi Negara setelah mendengar pertimbangan Menteri Agraria (Kepala Badan Pertanahan Nasional) Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan.22
a.
Hak Milik Hak milik menurut Pasal 20 ayat 1 UUPA adalah hak turun - temurun,
terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 yakni fungsi sosial. Turun - temurun menunjukkan bahwa hak tersebut dapat berlangsung terus selama pemilik masih hidup dan jika dia meninggal dunia, hak tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik.23 Orang yang mempunyai hak milik dapat bertindak menurut kehendak sendiri, asal saja tidak melanggar Hukum Adat setempat dan tidak melampaui batas-batas yang diadakan oleh Pemerintah.24 Sri Sayekti mengatakan hak milik dapat beralih atau dialihkan. Beralih adalah pemindahan hak milik kepada pihak lain karena pemiliknya meninggal dunia. Hak milik juga dapat terjadi karena penetapan pemerintahPemerintah memberikan hak milik atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara berdasarkan suatu permohonan. Berkaitan dengan uraian diatas Ridwan Halim dalam bukunya menyebutkan mengenai keabsahan dan kehalalan hak milik, telah dikenal dua asas, pertama asas “ Nemo plus juris transfere potest quam ipse habet”, artinya tidak seorangpun dapat mengalihkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain melebihi hak miliknya atau apa yang dia punyai. Kedua asas“Nemo sibi ipse causam possesionis mutare potest”, artinya tidak
22
I Wayan Suandra, Hukum Pertanahan Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 1991, hal. 15. Urip Santoso, Op.Cit, hal.92. 24 Eddy Ruchiyat, Politik Pertanahan Nasional sampai Orde Reformasi, Alumni, Bandung, 1999, hal. 37. 23
26
seorangpun dapat mengubah dirinya atau kepentingan pihaknya sendiri, tujuan dari penggunaan objek miliknya.25Hak milik juga dapat terjadi karena undang undang, yaitu melalui konversi (perubahan).26 Curzon mendefinisikan hak milik dengan property yakni : The Following are examples of many definitions of “property” The Highest Right men have to anything” ; ”a right over determinate thing either tract of land or achattel ; “an exclusive right to control economic good”. “An aggregate of rights guaranteed and protected by goverment”, “ everything which is the subject of ownership”, “a social institution where by people regulate the acquisition and use of the resources of our environment according to a system of rules”, “ a concept thet refers to the rights, obligations privileges and restrictions that govern the relations of men with respectto things of value”27 Hak milik sangatlah penting bagi manusia untuk mendapatkan hidupnya didunia.Semakin tinggi nilai hak milik atas suatu benda, semakin tinggi pula penghargaan yang diberikan terhadap benda tersebut. Tanah adalah salah satu milik yang sangat berharga bagi umat manusia, demikian pula untuk bangsa Indonesia Subyek Hak Milik : 1) Perseorangan yaitu hanya Warga Negara Indonesia yang dapat mempunyai Hak Milik (Pasal 21 ayat 1 UUPA). Ketentuan ini menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan Indonesia yang dapat memiliki tanah Hak Milik. 2) Badan – Badan Hukum yaitu Pemerintah menetapkan badanbadan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik dan syaratsyaratnya (Pasal 21 ayat (2) UUPA). Badan- badan hukum yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut Pasal 1 Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang dapat mempunyai Hak Milik Atas Tanah, yaitu bank-bank yang didirikan oleh negara (bank negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial.
25
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2013 hal 8. K.Wantjik Saleh, Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 36. 27 L.B Curzon, Land Law, Sevent edition, Great Britain, Pearson Education Limited, 1999, hal. 8-9. 26
27
Menurut Pasal 8 ayat (1) Permen Agraria/ Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, badan-badan hukum yang dapat mempunyai tanah Hak Milik adalah bank Pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah.28
Suatu hak milik dapat hapus, artinya dapat hilang/terlepas dari yang berhak atasnya seperti ditentukan oleh Pasal 27 UUPA apabila : 1) Tanahnya jatuh pada Negara ; a) Karena pencabutan, b) Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya, c) Karena ditelantarkan, d) Karena jatuh kepada orang asing, berkewarganegaraan. 2) Tanahnya musnah. Unsur - unsur yang harus dipenuhi agar pencabutan hak milik dapat sah dilakukan, yaitu29 : a) Adanya kepentingan umum; b) Tersedianya Undang - Undang yang mengatur c) Dengan memberi ganti kerugian yang layak.
b.
Hak Guna Usaha Hak Guna Usaha (HGU) merupakan hak atas tanah yang bersifat primer
yang memiliki spesifikasi.Spesifikasi Hak Guna Usaha tidak bersifat terkuat dan terpenuh.30Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai Negara dalam jangka waktu tertentu guna perusahaan pertanian atau peternakan.Hak guna usaha memberi wewenang kepada yang berhak untuk mempergunakan tanah haknya itu tetapi dalam lingkup terbatas, yaitu hanya untuk perusahaan pertanian, perikanan, atau peternakan.31 28
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Op.Cit, hal.95. Marmin M. Roosadijo, Pencabutan Hak Milik Dalam StrukturTata Bina Kota, Alumni, Bandung, 1983, hal.71. 30 Supriadi, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2012,hal. 110. 31 Sri Sayekti, Hukum Agraria Nasional, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2000, hal.34. 29
28
Hak guna usaha diberikan untuk jangka waktu lama. Pasal 29 UUPA, menentukan jangka waktu paling lama 25 tahun, dan untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan paling lama 35 tahun. Jangka waktu tersebut masih dapat diperpanjang lagi selama 25 tahun atas permintaan pemegang hak dengan mengingat keadaan perusahaan. Boedi Harsono menginventarisasi ciri - ciri hak guna usaha sebagai berikut :32 1)
Hak yang harus didaftarakan;
2)
Dapat beralih karena warisan;
3)
Mempunyai jangka waktu terbatas;
4)
Dapat dijadikan jaminan hutang;
5)
Dapat dialihkan kepada pihak lain;
6)
Dapat dilepaskan menjadi tanah Negara.
c.
Hak Guna Bangunan Dalam Pasal 36 ayat (1) menyatakan bahwa yang dapat mempunyai Hak
Guna Bangunan adalah warga negara Indonesia dan Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah milik orang lain dengan jangka waktu tertentu. Begitu pentingnya Hak Guna Bangunan merupakan hak primer yang mempunyai peran penting kedua, setelah Hak Guna Usaha.Hal ini disebabkan Hak Guna Bangunan merupakan pendukung sarana pembangunan perumahan yang sementara ini semakin berkembang dengan pesat.33 Yang dapat mempunyai Hak Guna Bangunan adalah: 1) Warga Negara Indonesia 2) Badan Hukum Yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. 34 Ciri - ciri Hak Guna Bangunan adalah 32
Boediharsono, Himpunan Peraturan Hukum Agraria Indonesia : Sejarah Penyusunan, isi, dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 1973, hal. 276. 33 Supriadi, Opcit, hal. 116. 34 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hal. 26.
29
1) Harus didaftarkan; 2) Dapat beralih karena pewarisan; 3) Jangka waktunya terbatas; 4) Dapat dialihkan kepada pihak lain; 5) Dapat dijadikan jaminan hutang; 6) Dapat dilepaskan oleh pemegangnya. Jangka waktu Hak Guna Bangunan atas tanah Negara dan tanah pengelolaan menurut pasal 25 PP No.40 Tahun 1996 adalah untuk pertama kalinya adalah 30 tahun yang dapat diperpanjang paling lama 20 tahun,dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 Tahun.35Salahsatu yang paling mendasar dalam pemberian Hak Guna Bangunan adalah menyangkut adanya kepastian hukum mengenai jangka waktu. 36 Ada 3 (tiga) jenis tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan yaitu tanah negara, tanak hak pengelolaan dan tanah hak milik. Setiap pemberian Hak Guna Bangunan wajib didaftarkan di kantor Pertanahan.
d.
Hak Pakai Ketentuan mengenai Hak Pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf
d UUPA.37 Secara Khusus diatur dalam Pasal 41 ayat (1) UUPA disebutkan bahwa Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan Ketentuan - ketentuan Undang - undang ini Pasal 41 ayat (2) UUPA.38 Jangka waktu Hak Pakai dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1)
Selama jangka waktu tertentu;
2)
Selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu,
35
Ibid, hal 12. Supriadi, Opcit, hal 116. 37 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Opcit, hal 118. 38 Supriadi, Opcit, hal 27. 36
30
misalnya peribadatan atau kedutaan Negara lain. Pasal 42 UUPA menyebutkan Subyek Hak Pakai yaitu: a. Warga Negara Indonesia; b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia; c. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah; d. Badan-badan keagamaan dan sosial; e. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia; f. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia; g. Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional. 2. Obyek Hak Pakai Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah: a.
Tanah Negara;
b.
Tanah Hak Pengelolaan;
c.
Tanah Hak Milik.
Hak Pakai diberikan atas tanah Negara untuk jangka waktu tertentu dan Hak Pakai atas tanah pengelolaan dapat beralih dan dialihkan kepada orang lain.39 Hak Pakai atas tanah Hak milik hanya dapat dialihkan apabila Hak Pakai tersebut dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Negara yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama digunakan unuk keperluan tertentu tidak dapat dialihkan kepada orang lain.40
e.
Hak Sewa Pengertian Hak sewa adalah Hak atas tanah milik orang lain yang
diperoleh berdasarkan perjanjian untuk keperluan bangunan selama jangka waktu tertentu dengan membayar uang sewa, hak untuk menikmati barang milik orang lain selama jangka waktu tertentu dengan kewajiban membayar uang sewa dan memelihara dengan sebaik - baiknya. 39
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Opcit , Hal 126. Ibid, Hal 126
40
31
UUPA membedakan hak sewa atas tanah menjadi dua macam, yaitu : 1)
Hak sewa untuk bangunan;
2)
Hak sewa untuk tanah pertanian.
Hak sewa mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : 1) Jangka waktunya terbatas; 2) Bersifat perseorangan; 3) Tidak boleh dialihkan tanpa izin; 4) Dapat diperjanjikan putus karena meninggal; 5) Tidak dapat dijadikan jaminan hutang; 6) Tidak putus karena pengalihan sewa; 7) Dapat dilepaskan oleh penyewa.
f.
Hak Pengelolaan Hak Pengelolaan diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No.9 Tahun
1965, Peraturan Menteri Agraria No.1 Tahun 1966, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1973, Peraturan Menteri Dalam Negeri No.5 Tahun 1974 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No.1 Tahun 1977 tidak memberikan pengertian Hak Pengelolaan. 41Pengertian Hak Pengelolaan disebutkan dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah No.40 Tahun 1996 dan Hak Pengelolaan dinyatakan dalam penjelasan Pasal 2 ayat 3 huruf f Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2000 tentang atas perubahan Undang – Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan(BPHTB), Pasal 1 Peraturan Pemerintah No.112 Tahun 2000 tentang Pengenaan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan bangunan karena pemberian Hak Pengelolaan, yaitu hak menguasai dari Negara atas tanah yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknyauntuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah, untuk keperluan pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian - bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dan atau bekerja sama dengan pihak ketiga.42 Hak atas tanah yang diatur di luar UUPA yaitu hak pengelolaan. Hak ini pertama kali diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965 tentang 41
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah Op.cit, hal 164. Ibid ,hal 164.
42
32
pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya. Hak pengelolaan yang berasal dari hak penguasaan itu berlangsung selama tanahnya digunakan untuk kepentingan itu. Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 1974, hak pengelolaan adalah hak atas tanah yang memberi wewenang kepada pemegangnya untuk : 1) Merencanakan peruntukan dan penguasaan tanah yang bersangkutan; 2) Menggunakan tanah yang bersangkutan untuk keperluan pelaksanaan usaha; 3) Menyerahkan bagian tanah yang bersangkutan pada pihak ketiga dengan Hak Pakai untuk jangka waktu 6 (enam) tahun; 4) Menerima uang pemasukan/ganti kerugian dari uang wajib tahunan.
g.
Hak Gadai Tanah Hak gadai sering juga disebut jual gadai atau jual sende.Hak gadai adalah
penyerahan tanah dengan pembayaran sejumlah uang dengan ketentuan bahwa orang yang menyerahkan berhak atas pengembalian tanahnya dengan memberikan uang tebusan.43 Pemegang gadai dapat menggunakan tanah yang dipegangnya. Hak gadai dapat dialihkan oleh pemegangnya kepada pihak lain, baik dengan persetujuan atau tanpa persetujuan pemilik tanah. Tanah yang digadaikan itu dapat juga dibebani dengan hak sewa.Pemegang gadai meninggal dunia, maka hak gadai beralih kepada ahli warisnya, yang dapat mempunyai hak gadai hanya Warga Negara Indonesia.
h.
Hak Usaha Bagi Hasil Pada mulanya Hak Usaha Bagi Hasil diatur dalam hukum adat. Sri
Sayekti mengatakan : hak usaha bagi hasil adalah hak seseorang atau badan hukum untuk menggarap di atas tanah pertanian milik orang lain dengan perjanjian bahwa hasilnya akan
43
Ibid, hal 43.
33
dibagi antara kedua belah pihak menurut imbangan yang telah disetujui sebelumnya.44 Jika dibandingkan dengan sewa - menyewa, maka dalam perjanjian bagi hasil resiko ditanggung bersama oleh pemilik tanah dan penggarap.Sedangkan pada sewa - menyewa, resiko ditanggung oleh penyewa.Pada umumnya sewa dalam sewa - menyewa selalu berupa uang, sedangkan pada bagi hasil umumnya
pemilik
tanah
mendapat
hasil,
dan
adakala
hasilnya
dipanen,sehingga pemilik tanah mendapat uang.
i.
Hak Sewa Tanah Pertanian Hak sewa tanah pertanian adalah penyerahan tanah pertanian kepada
orang lain yang memberi sejumlah uang kepada pemiliknya dengan perjanjian bahwa setelah penyewa itu menguasai tanah selama waktu tertentu, tanahnya akan kembali kepada pemiliknya.45 Praktiknya, pemilik tanah banyak yang menyukai cara seperti ini apabila karena suatu keperluan pemilik tanah tersebut membutuhkan uang. Jika dibandingkan dengan gadai tanah, untuk dapat mengembalikan tanah harus dengan uang tebusan.
5. Tinjauan Tentang Teknologi Informasi Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information Technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi. Teknologi Informasi merupakan pengetahuan yang mencakup berbagai hal seperti : Sistem komputer hardware, dan software, LAN ( Local Area Network ). MAN (Metropolitan Area Network), WAN (Wide Area Network), Sistem Informasi Manajemen (SIM), Sistem telekomunikasi dan lain – lain.46Menurut William dan Sawyer, Teknologi Informasi adalah teknologi yang menyatukan komputerisasi dan komunikasi berkecepatan tinggi untuk data,
44
Ibid, hal. 47. Ibid, hal. 46. 46 Lantip Dian Prasojo, Riyanto, Teknologi Informasi Pendidikan, Gava Media, Yogyakarta, 2011 hal. 1. 45
34
suara, dan video.
47
Contoh dari Teknologi Informasi bukan hanya berupa
komputer pribadi, tetapi juga telepon, televisi, peralatan rumah tangga elektronik, dan piranti genggam modern (misalnya ponsel).Perkembangan bidang Teknologi Informasi tersebut sangat cepat bahkan sekarang orang bisa melakukan transaksi jual beli melalui online tanpa harus datang sendiri ke supermarket.Perkembangan ini menawarkan kemudahan bagi manusia dalam memperoleh informasi. Pemenuhan kebutuhan berupa informasi dalam waktu yang cepat. Perbedaan jarak dan waktu sekarang tidak menjadi masalah, misal kita ingin mendapatkan informasi, tinggal melakukan pencarian atau mencari video di halaman Youtube. Perkembangan dunia komputer dan teknologi dikenal adanya kata “online”, baik bisnis online, pembayaran online dan lain - lain. Online adalah keadaan komputer yang terkoneksi/terhubung ke jaringan internet, apabila komputer kita online maka dapat mengakses internet/ browsing, mencari informasi - informasi di internet.Online berasal dari on berarti hidup sedangkan line berarti saluran. Banyak ahli yang membuat kemajuan milenium ini dengan melakukan sinkronisasi di satu bidang intern ataupun antar bidang dalam satu lembaga.Bahkan bisa melampaui dan melewati lembaga untuk dijadikan sistem informasi terpadu.Teknologi Informasi adalah bidang pengelolaan teknologi dan mencakup berbagai bidang yang termasuk tetapi tidak terbatas pada hal - hal seperti proses, perangkat lunak komputer, sistem informasi, perangkat keras komputer, bahasa program, dan data konstruksi. Singkatnya, apa yang membuat data, informasi atau pengetahuan yang dirasakan dalam format visual apapun, melalui setiap mekanisme distribusi multimedia, dianggap bagian dari teknologi informasi. TI menyediakan bisnis dengan empat set layanan inti untuk membantu menjalankan strategi bisnis : proses bisnis otomatisasi, memberikan informasi, menghubungkan dengan pelanggan, dan alat-alat produktivitas. Teknologi Informasi melakukan berbagai fungsi (TI Disiplin/Kompetensi) dari meng-instalaplikasi untuk merancang jaringan komputer dan database informasi.Beberapa tugas yang TI lakukan mungkin termasuk manajemen data, jaringan, rekayasa perangkat keras komputer, database dan desain perangkat lunak, serta manajemen dan administrasi sistem secara keseluruhan. Teknologi informasi mulai menyebar lebih jauh dari konvensional komputer pribadi dan 47
Abdul Kadir , Terra Ch.Triwahyuni, Pengenalan Teknologi Informasi, Andi, Yogyakarta,2003, hal. 2.
35
teknologi jaringan, dan lebih ke dalam integrasi teknologi lain seperti penggunaan ponsel, televisi, mobil, dan banyak lagi, yang meningkatkan permintaan untuk pekerjaan. Penggunaan teknologi berbasis internet semakin banyak diterapkan untuk mempercepat proses dalam semua bidang kehidupan. Menurut Assafa Endeshaw menyebutkan Pemerintah Singapura sangat menggunakan teknologi informasi menjadi hal yang mendasar dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara itu. Singapura bergerak sebagai negara perintis yang membuka jalan menuju era informasi “negara yang telah terhubung dalam jaringan
informasi”,
terdokumentasikan lagi.
48
Pemerintah
“pulau
dengan
yang sangat
Singapura
cerdas“ baik
tanggap
dan
dan dalam
sebutan
tidak
lain,
perlu
memanfaatkan
telah
dijelaskan dinamika
perkembangan teknologi informasi bahkan karena banyaknya proyek dan rencana pemerintah untuk menggerakkan usaha yang memiliki beragam cabang baik untuk lembaga publik ataupun swasta maupun usaha kecil dan besar dan mengubah ekonomi berbasis pengetahuan.Pemerintah Singapura mengetahui peranan hukum dalam
teknologi
informasi
yang
berkembang
dan
perlunya
memodernisasiinfrastruktur hukum untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.49
6. Pengertian Hukum.
Pengertian Hukum menurut Para Ahli Hukum : 1) Menurut
P.Borst,
hukum
adalah
keseluruhan
peraturan
bagi
kelakuanatau perbuatan manusia di dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan mendapatkan tata atau keadilan. Dari definisi tersebut dapat dijalankan sebagai berikut : - Hukum, ialah merupakan peraturan atau norma yaitu petunjuk atau pedoman hidup yang wajib ditaati oleh manusia. Dengan demikianhukum bukan kebiasaan.
48
Assafa Endeshaw, Hukum E-Commerce dan Internet dengan Fokus di Asia Pasifik, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2007, hal. 40. 49 Ibid,hal. 40.
36
- Norma hukum, diadakan guna ditujukan pada kelakuan atau perbuatan manusia dalam masyarakat, dengan demikian pengertian hukum adalah pengertian sosial. - Pelaksanaan peraturan hukum itu dapat dipaksakan artinya hukum mempunyai sanksi, berupa ancaman dengan hukuman terhadap si pelanggar atau merupakan ganti rugi bagi yang menderita.50 2) Menurut penjelasan E. Utrecht mengenai pendekatan definisi hukumadalah himpunan petunjuk - petunjuk hidup tata tertib suatu masyarakat dan seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena pelanggaran - pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan pemerintah kepadamasyarakat.51 3)M.H Djoyodiguno, menyatakan bahwa hukum adalah suatu proses sosial, oleh sebab itu hukum harus punya dinamika dan kontinuitas. Dinamika artinya adanya vitalitas dan plastisitas. Vitalitas artinya dapat atau mampu berkembang, sedangkan plastisitas berarti mampu menyesuaikan diri dengan identitas yang ditentukan oleh keadaan yang kongkret. Kontinuitas artinya dapat dijamin dengan peraturan penelitian yang mencegah adanya kevakuman hukum.52 Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisisnya, kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan - permasalahan yang timbul didalam gejala bersangkutan.53 Pandangan yang kontroversial menyatakan bahwa penelitian hukum pada dasarnya merupakan usaha yang diawali oleh suatu penilaian dikarenakan kaidah-kaidah hukum itu pada dasarnya berisikan penilaian – penilaian terhadap perilaku manusia.
50
R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum,Sinar Grafika, 1993, Jakarta, hal. 27. Ibid hal .35-36. 52 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal. 11-12. 53 Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Rajawali Press Jakarta, 1996, hal 38. 51
37
Peranan hukum yang selama ini terjadi di masyarakat dalam kehidupan sehari - hari adalah a.
Berperan dalam hidup dikeluarga
b.
Dalam setiap kerja ataupun hubungan dalam pekerjaaan
c.
Berperan menentukan dan memisahkan hak dan kewajiban
d.
Berperan menjadi pedoman bagi perkembangan maupun perubahan masyarakat. Syarat - syarat agar fungsi hukum dapat terlaksana dengan baik, maka
bagi para penegak hukum dituntut kemampuannya untuk melaksanakan dan menerapkan hukum yang baik, dengan seni yang dimiliki masing - masing petugas, misalnya : menafsirkan hukum sesuai dengan keadilan dan posisimasing - masing dan apabila perlu diadakan penafsiran analogis penghalusanhukum atau memberi ungkapan. Disamping hal- hal tersebut, dibutuhkan kecekatan dan ketrampilan serta ketangkasan para penegak hukum dalammenerapkan hukum yang berlaku.54
7. Teori Sistem Hukum dan Penerapannya Teori hukum adalah cabang ilmu hukum yang membahas atau menganalisis tidak sekedar menjelaskan atau menjawab pertanyaan atau permasalahan secara kritis, ilmu hukum maupun hukum positif dengan menggunakan metode interdisipliner.Teori hukum dapat lebih mudah digambarkan sebagai teori – teori dengan berbagai sifat mengenai objek,abstraksi, tingkatan refleksi dan fungsinya. 55 Banyak faktor dan daya sosial yang mempengaruhi sistem hukum dalam masyarakat sejak terbitnya pembuatan sampai pelaksanaannya. Peraturan yang dikeluarkan diharapkan sesuai dengan keinginan secara efektif dari peraturan tersebut tergantung dari kekuatan sosial seperti budaya hukum yang baik, maka hukum akan bekerja dengan baik.56Teori ilmu hukum juga bertujuan untuk menjelaskan kejadian kejadian dalam bidang hukum dan mencoba untuk memberikan penilaian.Teori hukum merupakan kelanjutan dari usaha untuk mempelajari hukum 54
R. Soeroso,Opcit, hal.55. Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, Cetakan Keenam, Edisi revisi, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta,2012,hal .78. 56 M. Khozim, Sistem hukum prespektif Ilmu Sosial, CetakanKelima, Nusa Media,Bandung, 2013, hlm. 52. 55
38
positif.Teori hukum menggunakan hukum positif sebagai bahan kajian dengan telaah filosofis sebagai salah satu sarana bantuan untuk menjelaskan tentang hukum. Pemikiran Lawrence M. Friedman tentang tiga pilar yang sangat penting dalam pembangunan sistem hukum, yaitu struktur hukum, substansi hukum dan kultur hukum sangatlah relevan untuk dijadikan pedoman. Menurut Lawrence M. Friedman, bahwa modernisasi hukum biasanya hanya menyangkut unsur struktur hukum (aparatur pembuat undang-undang dan penegak hukum) dan substansi hukum (undang - undang, peraturan - peraturan, norma - norma hukum, putusan pengadilan) saja, sedangkan kultur hukumnya jarang mendapatkan perhatian yang seksama. Komponen pertama disebut sebagai sistem substansial yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan.Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang - undang (law books). Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP.Pasal 1 KUHP ditentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat di hukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”, sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapatkan pengaturannya dalam peraturan perundang - undangan. Komponen yang kedua adalah struktur hukum sebagai sistem struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik.Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 Tahun 1981 meliputi Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (Lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang - undang,sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh - pengaruh lain. Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompeten dan independen.Seberapa bagusnya suatu peraturan perundang - undangan bila
39
tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan - angan. Lemahnya mentalitas aparat penegak hukum mengakibatkan penegakkan hukum
tidak
berjalan
sebagaimana
mestinya.
Banyak
faktor
yang
mempengaruhi lemahnya mentalitas aparat penegak hukum diantaranya lemahnya pemahaman agama, ekonomi, proses rekruitmen yang tidak transparan dan lain sebagainya. Dipertegas bahwa faktor penegak hukum memainkan peran penting dalam memfungsikan hukum. Peraturan sudah baik, tetapi kualitas penegak hukum rendah maka akan ada masalah. Demikian juga, apabila peraturannya buruk sedangkan kualitas penegak hukum baik, kemungkinan munculnya masalah masih terbuka. Komponen yang ketiga, budaya hukumadalah sikap manusia terhadap hukum
dan
sistem
hukum,
kepercayaan,
nilai,
pemikiran,
serta
harapannya.Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang
menentukan
bagaimana
hukum
digunakan,
dihindari,
atau
disalahgunakan.Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum. Menurut Suratman budaya hukum merupakan nilai -nilai dan sikap sikap masyarakat yang dapat mempengaruhi sistem hukum.Sikap dan nilai nilai masyarakat ini merupakan persoalan yang paling sulit.Sifatnya yang abstrak merupakan ciri khas yang membedakan dengan komponen substansi dan struktur.
57
Budaya hukum suatu masyarakat akan tampak pada
penghayatan terhadap hukum yang berlaku.
58
Secara kualitatif, terdapat
beberapa alasan mengapa mereka mengetahui, memahami, dan kemudian menghayati hukum yang telah ditetapkan. Esmi Warrasih mengemukakan 3 (tiga) unsur sistem hukum (three elements of legal system) dari Lawrence Mier Friedman. Ketiga unsur sistem hukum yang mempengaruhi bekerjanya hukum tersebut yaitu : 57
Suratman, Philips M Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung, 2014, hal. 7. Ibid, hal. 7.
58
40
(a) Struktur Hukum (Legal Structure), (b) Substansi Hukum (Legal Sunstance), (c) Kultur Hukum (Legal Culture). Ketiga unsur sistem hukum tersebut adalah: 1) Komponen Struktur, yaitu kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan-bahan hukum secara teratur. 2) Komponen Substansi, yaitu sebagai output dari sistem hukum, berupa peraturan-peraturan, keputusan - keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur. 3) Komponen Kultur, yaitu terdiri dari nilai - nilai dan sikap - sikap yang mempengaruhi bekerjanya hukum atau oleh Lawrence M.Friedmen disebut sebagai kultur hukum. Kultur hukum inilah yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. Komponen kultur hukum ini hendaknya dibedakan antara internal legal culture yaitu kultur hukum para lawyers and judges dan external legal cultur yaitu kultur hukum masyarakat luas. 59 Pelaksanaan di lapangan ketiga komponen tersebut saling terkait erat dalam suatu sistem yang berhubungan erat antara penegakan hukum, penyusunan hukum, penegakan hukum dan pendayagunaan hukum, sehingga dapat dihindari terjadinya fenomena keterasingan akibat regulasi pada bidang tertentu.60
9. Penelitian Yang Relevan a. Tugas dan Fungsi Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Pendaftaran Tanah di Kabupaten Kudus oleh Anna Ismudiyatun. Program Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2009. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masyarakat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Kudus pada khususnya, masih belum memahami benar yang dimaksud Pendaftaran Tanah. Hal tersebut terbukti masih banyak masalah hukum yang 59
Esmi Warassih, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru, Semarang, 2005, hal. 30 Suratman, H Philip Dillah, Opcit, hal. 7.
60
41
timbul berkaitan dengan Pendaftaran Tanah yakni kurangnya kesadaran dalam melakukan perbuatan hukum, contohnya melakukan perjanjian jual beli tanah di depan PPAT. Tidak segera melakukan balik nama yang merupakan suatu kerawanan pada masa yang akan datang dengan menimbulkan sengketa. Permasalahan tersebut di atas masih dapat teratasi dengan peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan lebih disempurnakan lagi dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor I Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), hal tersebut harus dengan kesadaran para pihak. Adapun tesis ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam Pendaftaran Akta Tanah di Kabupaten Kudus. Dari pembahasan tesis ini ternyata masih banyak yang harus dipahami oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) maupun masyarakat dalam Pendaftaran Tanah di Kabupaten Kudus. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) juga dapat memberikan penerangan, pengetahuannya kepada masyarakat bahwa Pendaftaran Tanah sangat penting untuk menghindari sengketa-sengketa tanah yang sering timbul karena kurang pengetahuan tentang Pendaftaran Tanah. b. Praktek Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pertama Kali secara Sporadik di Kabupaten Tangerang oleh Vitri Rahmawati. Program Magister Kenotariatan Universitas
Diponegoro
Semarang
Tahun
2010.
Penelitian
tersebut
dilatarbelakangi tentang pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali dan cara masyarakat melakukan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik serta mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pendaftaran tanah.
Hasil penelitian tentang pelaksanaan pendaftaran tanah
pertama kali secara sporadik dapat diajukan oleh pemegang haknya ataupun melalui kuasanya ke Kantor Pertanahan. Pendaftaran tanah di masyarakat dilakukan secara sporadik dan sistematik. Bagi masyarakat yang melakukan pendaftaran tanah secara sporadik dapat dilakukan secara langsung oleh pemilik tanahnya ataupun melalui Kantor PPAT. Hasil dari penelitian penulis, 42
dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah, maka Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang akan menerbitkan bukti kepemilikan yang sah, berupa sertifikat Hak Atas Tanah kepada pemiliknya. Dengan demikian masyarakat diberikan jaminan dan kepastian hukum terhadap bidang tanah yang dimiliki dan dikuasainya. Kesimpulan dari penelitian adalah pelaksanaan pendaftaran tanah pertama kali secara sporadik di Kabupaten Tangerang menunjukkan prosentase yang signifikan dengan tingkat kebutuhan masyarakat, kondisi ini menunjukkan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pelaksanaan pendaftaran tanah. Dalam hal ini masyarakat dapat memberikan pembuktian yang kuat terhadap Hak Atas Tanah yang dimilikinya. c. Analisis Hukum Terhadap Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Mengatasi Konflik Pengaturan Pendaftaran Tanah. Harun Al Rasyid, Skripsi Strata 1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tahun 2011. Dengan latar belakang, Pemerintah wajib menyelenggarakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, ketika terjadi konflik peraturan perundangan terkait bidang pendaftaran tanah, maka Pemerintah dapat mengambil metode penelitian normatif menggunakan studi hukum law in books dengan pendekatan yuridis yang bertitik tolak dari analisis data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, melalui metode pengumpulan data library research dan field research maka semua data dianalisis dengan metode pendekatan kualitatif sehingga digeneralisasi dan disimpulkan serta dibuat saran. Berdasarkan masukan bahan dan data serta hasil penelitian dan pembahasan terkait kebijaksanaan Pemerintah dalam mengatasi konflik pengaturan pendaftaran tanah akhirnya disimpulkan bahwa konflik pengaturan pendaftaran tanah yang memerlukan kebijaksanaan Pemerintah meliputi konflik sinkronisasi, konsistensi dan stagnasi, bahwa kebijaksanaan Pemerintahtersebut sah dan benar menurut hukum sepanjang sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 dan hukum positif, disarankan kepada pihak legeslatif dan eksekutif atau yang berkompeten sebelum membuat peraturan perundangan agar lebih cermat dalam menginventarisasi dan meneliti hukum positif sehingga hasilnya tidak tumpang tindih atau berpotensi konflik.
43
Perbedaan /Novelty Peneliti dalam tesis ini bertujuan mengetahui dan menganalisis Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melalui Pendaftaran Mandiri Akta Tanah secara Online di Kabupaten Sukoharjo dan apa saja kendala – kendala dalam Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Melalui Pendaftaran Mandiri Akta Tanah/ PERMATA secara Online yang dianalisis secara empiris menggunakan teori sistem hukum menurut Lawrence Mier Friedman.
B.
Kerangka Pemikiran 1.UUD 1945 Pasal 33
KLIEN 2.UU No 5 Tahun 1960 tentang UUPA 3.PP No 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah 4. PKBN No. 8 Tahun 2012 tentang Perubahan PP No.3 Tahun 1997
PPAT
---------------------------------------------------------------
PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional -PENDAFTARAN TANAH PERMATA ONLINE-
Kendala- Kendala Dalam Pelaksanaan Pendaftaran Melalui PERMATA
Proses Pelaksanaan Pendaftaran Melalui PERMATA
Teori Sistem Hukum
Struktur
Subtansi 44
Kultur
Hubungan tanah dengan manusia adalah sangat erat, tanah sebagai benda tetap, akan selalu utuh dan selalu abadi yang tidak akan musnah di permukaan bumi kecuali adanya hari akhir. Karena hal itu, maka setiap perbuatan hukum yang berhubungan dengan tanah, misalnya pembuatan sertipikat tanah, di perlukan suatu instansi yang mengurusnya, seperti PPAT dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional. PPAT selaku Pejabat yang kewenangannya diatur oleh PP No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang bersangkutan, yaitu akta pemindahan dan pembebanan hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, dan akta pemberian kuasa untuk Hak Tanggungan. Melalui kewenangannya itu dalam kemajuan teknologi PPAT harus belajar dan menguasai Teknologi Informasi. Pada awal tahun 2015 Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Sukoharjo menerapkan sistem online yang memungkinkan PPAT melakukan input data klien langsung dari komputer di kantornya. PPAT dalam melakukan input data akan memasukkan kata sandi/ password yang sudah diberi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional,setelah mendapat informasi data melalui komputer yang dilakukan secara online maka Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional akan mengolahnya dan membuat jadwal serta langkah untuk melakukan verifikasi dan validasi terhadap data yang telah dimasukkan oleh PPAT dari kantornya. Verifikasi dan validasi serta langkah - langkah berikutnya dilakukan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional sampai akhirnya keluar Sertipikat tanah.Dengan kemajuan inilah sehingga rasa keadilan,kecepatan
pelayanan
terhadap
masyarakat
dapat
dirasakan
sehingga
meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintah seperti Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional.Serta asas -asas dalam pendaftaran tanah yakni untuk terciptanya rasa aman, sederhana, terjangkau, mutakhir dan terbuka terkandung dalam program pemerintah ini.
45
Dilihat dari teori sistemhukum maka pelaksanaan Pendaftaran Akta Tanah secara online melalui sistem yang dikenal dengan PERMATA dipengaruhi oleh ketiga unsur yakni: a.
Struktur dalam kelembagaan sebagai bagian dalam lembaga dimana terdapat tingkatan yang didalamnya terdapat norma, perilaku dan hubungan sosial.
b.
Substansi adalah produk yang dihasilkan yang berupa peraturan - peraturan, keputusan - keputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun yang diatur.
c.
Kultur Hukum merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem kepercayaan, nilai, pemikiran, etika dan harapan. Kultur hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.
46
47