4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
PENDAHULUAN
Dalam pembahasan landasan teori ini, penulis akan membahas secara umum dan cara kerja mesin pesawat GE90-115B, teori dasar dari turbin pesawat terutama pada bagian low pressure turbine, gaya – gaya yang bekerja pada sudu turbin, cara menentukan kegagalan statiK pada material dan prosedur inspeksi sudu tingkat 6 LPT pada seri mesin pesawat GE90-115B. Inspeksi sudu tingkat 6 LPT ini akan berfokus pada pengukuran nilai torsi antar sudu yang didapat dari alat ukur khusus. Dimana hasil dari pengukuran akan dijadikan bahan analisis gaya statik yang bekerja pada sudu. Analisis ini bertujuan untuk memeriksa apakah terjadi suatu ketidaknormalan yang terjadi pada sudu (crack, kelonggaran mekanik, chapping, pergeseran posisi dudu, dll) yang dapat mengakibatkan vibrasi yang tinggi. Adapun analisis akan dilakukan pada mesin GE90-115B yang digunakan pada pesawat Boeing 777-300ER milik maskapai penerbangan Garuda Indonesia. 2.2
MESIN PESAWAT TIPE GE90-115B
GE90 adalah mesin pesawat turbofan yang memiliki bypass ratio (perbandingan simpang) yang tinggi. Bypass ratio adalah rasio dari massa udara yang mengalir melalui fan duct dengan massa udara yang mengalir melalui saluran ruang pembakaran. Adapun perbandingan simpang pada mesin turbofan ini yaitu 9 : 1. Hal ini menjelaskan bagaimana aliran udara dingin melalui LP atau fan sangatlah besar
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
5
perbandingannya dengan aliran panas melalui (ruangbakar) turbin gas maka efisiensi yang didapat sangatlah tinggi. (B777-300 Manual, 2013). Mesin berjenis twinspool (2-spool) ini memiliki 2 poros penggerak utama. Dimana sistem 2-spool ini memungkinkan sistem kompresi dibagi menjadi dua, yaitu LP rotor sistem (N1) dan HP rotor sistem (N2). Sistem rotor LP (Low Pressure) meliputi fan blade dan 4 tingkat LPC (Low Pressure Compressor) yang terhubung dengan 6 tingkat LPT (Low Pressure Turbin). Sistem rotor HP (High Pressure) terdiri dari 9 tingkat HPC (High Pressure Compressor) yang terhubung dengan 2 tingkat HPT (High Pressure Turbine).
Gambar 2.1 Gambar potongan mesin pesawat GE90-115B (Sumber : General Electric, 2017) Cara kerja dari mesin gas turbin ini adalah udara akan masuk melalui air intake, kemudian udara dikompresi oleh compressor, compressor ada 2 bagian, yaitu: low pressure compressor, dan high pressure compressor. Di bagian compressor tekanan dinaikkan sebesar-besarnya dan kecepatan diturunkan selambat-lambatnya. Setelah udara dikompresi kemudian udara tersebut diarahkan menuju combustion chamber untuk selanjutnya dicampur dengan bahan bakar kemudian dilakukan pembakaran.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
6
Pada combustion chamber pembakaran terjadi karena ada 3 faktor, yaitu: udara, bahan bakar, dan percikan api yang dihasilkan oleh spark plug. Ada 3 tipe combustion chamber: can, annular, can annular. Setelah campuran udara dan bahan bakar dibakar maka akan menghasilkan gas panas. Gas panas yang dihasilkan tersebut diarahkan ke turbine. Turbin berfungsi untuk mengubah energi panas menjadi energi gerak (mekanik). Setelah melewati turbin, gas panas diarahkan ke exhaust dimana kecepatan akan dinaikkan setinggi-tingginya dan tekanan akan diturunkan serendahrendahnya. Oleh karena itu exhaust pun akan menghasilkan gaya dorong (thrust) seperti digambarkan pada ilustrasi dibawah.
Gambar 2.2 Gambar skematik aliran udara pada mesin turbofan (Sumber : https://en.wikipedia.org/wiki/Turbofan, 2017) 2.2.1
Informasi Data Mesin GE90-115B
Pada tugas akhir ini penulis mengambil objek pada sebuah mesin pesawat bertipe GE90-115B. Mesin ini digunakan pada pesawat Boeing 777 milik Garuda Indonesia dengan registrasi PK-GIA. Adapun data informasi dari mesin gas turbin ini dijelaskan pada tabel 2.1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
7
Tabel 2.1 Data Mesin Pesawat tipe GE90-115B (Sumber : B777-300 Manual, 2013). Company
General Electric (USA)
Description
High Bypass Turbofan
Bypass ratio
9:1
Weight (approximate)
18,982 lb (8610 kg)
Fan case diameter
166,46 in (4,23 m)
Fan diameter
128 in (3,25 m)
Length
323,24 in (8,21 m)
TO Thrust
115,300 lb
Max Continous
110,000 lb
Other Information
33% lower NOx emission, Less noise than his Turbofan class engine.
2.2.2
Low Pressure Turbin Pada Mesin GE90-115B
Pada mesin turbofan seperti mesin GE90-115B, turbin akan berfungsi untuk menghasilkan daya poros untuk menggerakkan fan yang nantinya akan menghasilkan gaya dorong (thrust). Selain itu aliran gas panas dari turbin berfungsi juga sebagai pembangkit gas bagi nosel yang menghasilkan gaya dorong jet (afterburner). Dengan demikian turbin pada turbofan dapat menghasilkan 2 jenis thrust (gaya dorong) yang terdiri dari gaya dorong fan dan gaya dorong jet (panas). Dalam mesin GE90-115B, seksi turbin ini teridiri dari HPT dan LPT. Seperti telah dijelaskan sebelumnya HPT terhubung dengan HPC pada N2 shaft. Turbin pada HPT ini akan menerima hot gases yang berasal dari ruang bakar dan mengubah energi panas tersebut menjadi energi mekanis untuk memutar HPC. Hal yang sama terjadi pada turbin LPT, dimana turbin ini akan berfungsi mengubah energi panas dari gas buang menjadi putaran pada N1 shaft (LPC dan fan blade). Adapun LPT ini adalah topik utama dari analisis tugas akhir ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
8
LPT atau Low Pressure Turbine adalah bagian dari sistem rotor LP pada sebuah mesin turbofan. Dimana pada mesin GE90 ini terdapat 6 tingkat LPT dan terhubung melalui N2 shaft dengan 4 tingkat LPC (low pressure compressor). Adapun poros penggerak N2 ini dihubungkan dengan sebuah kopling. Dimana LPC ini akan menggerakkan fanblade yang akan menghasilkan kekuatan thrust atau gaya dorong dari mesin GE90 ini.
Gambar 2.3 Turbin Tingkat 6 LPT (Sumber : B777-300 Manual, 2013) Komponen Low Pressure Turbine ini sama seperti komponen steam turbine pada umumnya yaitu terdiri dari elemen stator dan rotor. Setiap tingkat dari turbin terdiri dari tingkat-tingkat yang terdiri dari elemen-elemen ini. Adapun bahasan yang menjadi topik pada analisis ini adalah elemen rotor pada LPT. Elemen rotor dari seksi turbin pada mesin ini utamanya terdiri dari sebuah poros dan wheel (roda turbin). Roda turbin ini terdiri dari sudu-sudu yang dipasang pada sebuah disk berputar yang telah seimbang secara dinamis. Disk ini terpasang pada sebuah poros penggerak dari mesin pesawat ini.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
9
Blade Whee Poros
Gambar 2.4 Elemen rotor dari assembly turbine (Sumber : Aviation Maintenance Technician Handbook-Powerplant vol.2, 2012) Secara proses roda turbin ini akan berputar dengan kecepatan tinggi karena konversi energi udara panas dari ruang bakar yang telah dijelaskan sebelumnya. Rotasi dengan kecepatan tinggi ini meyebabkan beban sentrifugal terhadap roda turbin, beban torsi pada poros dan di waktu yang bersamaan peningkatan temperature akan membuat kekuatan material turbin ini melemah. Konsekuensi nya kecepatan mesin dan temperature harus terkontrol agar turbin bekeja dalam batas aman. Pada elemen rotor juga terdapat komponen yang berfungsi sebagai receiver dan converter energi yaitu sudu. Tipe sudu turbin pada tingkat 6 LPT pada mesin GE90 ini adalah sudu berjenis shrouded type turbine. Tipe dari sudu ini mempunyai outer tip yang akan membentuk sebuah selubung yang mengelilingi perimeter luar dari roda turbin. Hal ini menyebabkan peningkatan efisiensi dan karakteristik vibrasi dan mengurangi beban berat dari tingkat turbin tersebut. Di sisi lain, hal ini membatasi kepada kecepatan turbin dan membutuhkan lebih banyak sudu yang dipasang.
Gambar 2.5 “Shrouded type” Sudu turbin (Sumber : Aviation Maintenance Technician Handbook-Powerplant vol.2, 2012)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
10
2.2.3 Informasi Data Sudu Tingkat 6 LPT Sebuah sudu turbin dapat terbuat dari bahan cor atau logam tempa, tergantung dari komposisi logam campuran yang digunakan. Material yang digunakan pada tingkat turbin tekanan rendah ini adalah logam campuran nickel dan cobalt. Logam campuran ini dipilih karena dengan sifat logam utama nikel yang mampu tahan karat, ringan, bersifat keras, mudah ditempa, sedikit ferromagnetis dan merupakan konduktor yang agak baik terhadap panas dan listrik. Nikel ini tergolong dalam grup logam besi-kobal, yang dapat menghasilkan alloy yang sangat berharga. Walaupun temperature kerja bagian LPT ini tidak lebih besar dari HPT tetapi temperature yang bekerja pada material ini cukup tinggi yaitu sekitar 550-1025°C. Tabel 2.2 Informasi data material sudu turbin LPT (Sumber : Ward, Doug. 2014). Material Alloys
Nickel-Cobalt Alloys
Protective Coating
Ceramics Composites
Temperatur Working
550-1025°C
Chemical Composition
Al: 4.0 – 4.6 Cr : 14.0 – 15.25 Ni : Bal C Max : 0.05 – 0.09 Co 14.25 – 15.75 Mo : 3.9 – 4.5 Ti 3.0 – 3.7
Heat Treatment
Anneal and age
Name Commercial Produk
RENE 77
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
11
Tabel 2.3 Mechanical properties material sudu turbin LPT (Jiangyou Lounghai, 2013) Quantity
Value
Tensile Strength
125 ksi (860 MPa)
Yield Strength
110 ksi (760 MPa)
Young Modulus
2 x 105 MPa
Elongation
8 – 25 %
Fatigue
275 MPa Tabel 2.4 Physical properties material sudu turbin LPT (Jiangyou Lounghai, 2013)
Quantity
Value
Thermal expansion
10 e-6/K
Thermal conductivity
25 W/m.k
Specific Heat
460 J/kg.K
Melting Temperatur
1450-1510 oC
Density
7700 kg/m3
Resistivity
0,55 Ohm.mm2/m
2.3
GAYA YANG BEKERJA PADA SUDU TURBIN
Kegagalan sudu pada steam turbine bukanlah suatu peristiwa yang langka. Beberapa kasus dari kegagalan ini ditengarai dengan temuan mayoritas peningkatan dari temperature uap, tekanan, kecepatan rotor, vibrasi dll. Satu dari beberapa kasus terjadi nya kegagalan sudu turbin ini yaitu terjadinya engine shutdown yang terjadi pada pesawat AirAsia X karena vibrasi yang sangat tinggi yang menyebabkan engine failure. (The West Australian, 2016) Dalam sebuah cakupan yang luas dari subjek dari beban atau gaya pada sebuah sudu ketika beroperasi, gaya yang bekerja meliputi :
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
12
a. Centrifugal forces b. Centrifugal bending c. Steady steam bending d. Unsteady centrifugal forces due to lateral shaft vibration e. Alternating bending Ketika sebuah sudu dalam keadaan diam, untuk menganalisis gaya yang terjadi pada sudu dapat dimodelkan dengan batang kantilever sederhana (Gambar 2.6). Dimana gaya yang bekerja termasuk gaya geser, beban aksial dan vibrasi yang terjadi pada sudu.
Gambar 2.6 Contoh aplikasi gaya pada sudu turbin yang dimodelkan pada batang sederhana (E. Plesiutschnig, 2016) Pada gambar diatas gaya bending tersebut dapat menjadi penyebab terjadinya inisiasi crack pada ujung sudu turbin. Selain itu ketika rotor berputar gaya dinamis juga tak luput menjadi faktor gaya yang bekerja pada sudu turbin. Gaya yang disebabkan aliran massa fluida menyebabkan momen bending Mbending dan Momen torsi Mtorsi pada blade root. Visualisasi gaya aksi dan reaksi yang bekerja pada sudu turbin ini diperlihatkan pada gambar 2.6 model batang kantilever sederhana. Natural frequencies dari gerakan bending dari sudu turbin ini memegang peran penting ketika kecepatan rotasi dari rotor mengalami peningkatan atau penurunan. Dimana hal ini akan menginisiasi gaya sentrifugal ketika start atau stop. Dimana rotasi dari akan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
13
mereduksi momen lentur yan terjadi pada setiap sudu pada turbin tingkat 6 LPT. Hal ini yang akan dianalisis melalui pengukuran torsi sudu LPT pada tugas akhir ini. Adapun gaya yang dianalisis pada tugas akhir ini berkaitan dengan gaya yang diberikan pada saat keadaan sudu diam (statik). Maka pembahasan mengenai gaya dinamis pada penjelasan sebelumnya hanya untuk melengkapi materi mengenai gaya pada sudu. 2.3.1
Torsi
Dalam gerak rotasi, penyebab berputarnya benda merupakan momen gaya atau torsi. Momen gaya atau torsi sama dengan gaya pada gerak tranlasi. Momen gaya (torsi) adalah sebuah besaran yang menyatakan besarnya gaya yang bekerja pada sebuah benda sehingga mengakibatkan benda tersebut berotasi. Besarnya momen gaya (torsi) tergantung pada gaya yang dikeluarkan serta jarak antara sumbu putaran dan letak gaya. Apabila Anda ingin membuat sebuah benda berotasi, Anda harus memberikan momen gaya pada benda tersebut. (Douglas, 2001) Torsi disebut juga momen gaya dan merupakan besaran vektor.
Ketika kita
memberikan gaya F yang arahnya tegak lurus terhadap suatu benda, benda itu cenderung untuk bergerak memutar. Namun, ketika kita memberikan gaya F yang arahnya sejajar dengan panjang benda tersebut, benda itu tidak bergerak. Sama halnya ketika kita hendak membuka sebuah pintu. Gaya yang diberikan pada pegangan pintu tegak lurus terhadap daun pintu sehingga pintu dapat bergerak membuka dengan cara berputar pada engselnya. Adapun gaya yang menyebabkan benda dapat berputar menurut sumbu putarnya inilah yang dinamakan momen gaya. Torsi adalah hasil perkalian silang antara vektor posisi r dengan gaya F. Definisi momen gaya secara matematis dituliskan sebagai berikut. τ=r×F
(2.1)
dengan: r
= Lengan gaya = jarak sumbu rotasi ke titik tangkap gaya (m),
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
14
F
= Gaya yang bekerja pada benda (N), dan
τ
= Momen gaya (Nm). Besarnya momen gaya atau torsi tergantung pada besar gaya dan lengan gaya. Sedangkan
arah momen gaya menuruti aturan putaran tangan kanan. Jika arah putaran berlawanan dengan arah jarum jam maka arah momen gaya atau torsi ke atas, dan arah bila arah putaran searah dengan arah putaran jarum jam maka arah momen gaya ke bawah. Sedangkan untuk mengetahui gaya torsi yang diakibatkan sudu pada rotor yang mengakibatkan gaya sentrifugal kita harus terlebih dahulu mengetahui gaya yang bekerja pada sudu yang karena gaya sentrifugal ini. Gaya yang bekerja pada sudu disebabkan oleh efek sentrifugal ada dua yakni gaya geser (V) dan gaya aksial (Torsi, T). Maka untuk mengetahui gaya aksial T ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (R.S Mohan, 2014), Journal “Vibration analysis of a steam turbine blade” 𝑙
𝑇 = ∫𝑥 𝑚(𝑥)Ω2 (𝑟 + 𝑥)𝑑𝑥 Dimana diketahui : T
= gaya aksial (Torsi) N.m
m
= massa sudu (kg)
x
= jarak bidang yang diukur dengan blade root (m)
Ω
= kecepatan rotasi rotor (rpm)
r
= jarak blade root dengan pusat rotor (m)
L
= panjang sudu (m)
dx
= perbedaan jarak panjang pada posisi aksial x = (R2 – R1) R2 = ( L + r ) R1 = ( x + r )
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
(2.2)
15
Gambar 2.7 Model sederhana sudu sebagai batang kantilever yang berputar dengan kecepatan Ω (R.S. Mohan, 2014), 2.3.2
Gaya Geser dan Momen Lentur
Apabila sebuah balok dibebani oleh beberapa buah gaya atau kopel maka akan tercipta sejumlah tegangan dan regangan internal. Untuk menentukan berbagai tegangan dan regangan tersebut, harus dicari terlebih dahulu gaya internal (internal forces) dan kopel internal yang bekerja pada penampang balok. Gaya internal yang bekerja pada penampang-penampang balok diantaranya gaya geser V dan momen lentur M. A. Jenis-Jenis Balok Balok berdasarkan tumpuan yang digunakan
Gambar 2.8 Jenis-jenis balok
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
Adapun balok jika diklasifikasikan dengan kesetimbangan statis maka dibagi menjadi dua
Statis Tertentu (Statically Determinate) Gaya – gaya reaksi dianalisa dengan persamaan keseimbangan statis. ΣF = 0 ΣM = 0
Statis Tidak Tentu (Statically Indeterminate) Gaya-gaya reaksi dianalisa dengan persamaan keseimbangan statis dan persamaan-persamaan tambahan yang berhubungan dengan perpindahan-perpindahan struktur.
B. Gaya Geser (Shearing Force) Gaya geser secara numerik adalah jumlah aljabar dari semua komponen vertikal gaya – gaya luar yang bekerja pada segmen yang terisolasi, tetapi dengan arah yang berlawanan, dinotasikan dengan V. Penentuan gaya geser pada sebuah irisan balok memenuhi syarat keseimbangan statis pada arah vertikal. ΣFv = R1 - P1 – P2 – V = 0 atau V = R1 – P1 – P2
(2.3)
C. Momen Lentur (Bending Momen) Momen lentur adalah jumlah aljabar dari semua komponen momen gaya luar yang bekerja pada segmen yang terisolasi, dinotasikan dengan M. Besar M dapat ditentukan dengan persamaan keseimbangan statis. ΣM =0 ΣMo = M - R1x + P1 (x-a) + P2 (x-b) = 0 atau M = R1x – P1(x-a) – P2(x-b)
(2.4)
Momen lentur muncul karena adanya gaya radial yang bekerja pada elemen benda dengan jarak yang tegak lurus terhadap titik tumpuan. Secara matematis momen lentur adalah gaya radial x jarak tegak lurus.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
Ml = F r x L
(2.5)
Dimana Ml
= Momen Lentur (N.m)
Fr
= Gaya beban (Newton)
L
= Jarak lengan (m) Tegangan normal dalam kasus ini berbeda dengan tegangan normal akibat
gaya aksial karena efek sentrifugal pada putaran rotor sebelumnya. Tegangan normal pada kasus ini terjadi akibat momen lentur. σ=
𝑀𝑙 .𝑐 𝐼
=
𝑀𝑙
(2.6)
𝑆
dengan 𝐼
S=𝑐 dimana σ = tegangan lentur maksimum (N/m2) Ml = momen lentur pada setiap sudu (N.m) c = jarak vertikal dari titik yang diamati I = momen inersia (kg.m2) S = Modulus penampang ( penampang persegi =
𝑏ℎ2 6
)
Setelah mendapat tegangan lentur maksimal maka perubahan panjang batang akibat defleksi ini dapat dihitung dengan persamaan : 𝐹.𝐿
Δ = 𝐴.𝐸
(2.7)
Dimana Δ = perubahan panjang defleksi (m)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
F = beban aksial pada sudu (N), dalam hal ini untuk memudahkan perhitungan maka akan diambil rata-rata beban aksial dari seluruh sudu yang diukur L = panjang sudu (m) A = luas sapuan bidang sudu (m2) E = modulus young (N/m2) 2.3.3
Faktor Keamanan
Faktor keamanan atau Safety Factor, adalah faktor yang digunakan untuk mengevaluasi agar perencanaan elemen mesin terjamin keamanannya dengan dimensi yang minimum. Umumnya didalam banyak desain seeperti baja struktural dan alumunium, tegangan maksimum (yield strength) dianggap sebagai tegangan patah. Meskipun baja atau alumunium belum benar patah pada titik ini, deformasi yang cukup signfikan terjadi pada titik ini. F.K =
𝜎𝑦 (𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑢𝑙𝑢ℎ 𝑚𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙) 𝜎𝑒 (𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑟𝑗𝑎)
(2.8)
Klasifikasi faktor keamanan berdasarkan bahan (Mott, 2009) bahan ulet : 1. N =1,25 – 2. Perancangan struktur yang menerima bahan beban statis dengan tingkat kepercayaan yang tinggi 2. N = 2,0 – 2,5. Perancangan elemen-elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan tingkat kepercayaan rata-rata 3. N = 2,5 – 4,0. Perancangan struktur statis atau elemen-elemen mesin dengan pembebanan dinamis dengan ketidakpastian terhadap beban, sifat bahan, analisis tegangan dan lingkungan 4. N = 4,0 atau lebih. Perancangan struktur statis atau elemen-elemen mesin yang menerima pembebanan dinamis dengan ketidakpastian mengenai beberapa kombinasi beban, sifat-sifat bahan, analisis tegangan atau lingkungan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
2.3.4
Tegagan geser dan Tegangan geser izin
Tegangan geser merupakan tegangan yang bekerja sejajar atau menyinggung permukaan. Perjanjian tanda untuk tegangan geser sebagai berikut: Tegangan geser yang bekerja pada permukaan positif suatu elemen adalah positif apabila bekerja dalam arah positif dari salah satu sumbu-sumbu positif dan negative apabila bekerja dalam arah negatif dari sumbu-sumbu. Tegangan geser yang bekerja pada permukaan negatif suatu elemen adalah positif apabila bekerja dalam arah negatif sumbu dan negatif apabila bekerja dalam arah positif. Sifat-sifat suatu bahan dalam keadaan geser dapat ditentukan secara eksperimental dari uji-uji geser langsung (direct shear) atau puntiran (torsion). Ujiuji yang kemudian dilakukan dengan memuntir pipa-pipa berongga, sehingga menghasilkan suatu keadaan geser murni.
Gambar 2.9 Diagram tegangan geser Tegangan geser dapat diperoleh dengan membagi gaya geser terhadap luas.
𝐹
(2.9)
𝐴s
Dimana, τ = Gaya geser (MPa) F = Gaya yang bekerja (Newton) A = luas bidang geser (m2) Jika system dibebani momen puntiran, maka tegangan geser dapat diperoleh dengan memasukan nilai puntiran pada persamaan diatas menjadi :
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
𝑇 𝐼
=
τ
(2.10)
𝑅 𝑇 .𝑅
(2.11)
𝐼
dimana τ = tegangan geser pada sistem (N/m2) T = Torsi pada sistem rotor turbin (N.m) R = jari-jari (m) I = momen inersia rotor LPT S6 (lingkaran hollow) =
𝜋𝑑4 64
Tegangan geser izin adalah pembebanan tegangan yang diijinkan, dimana besarnya tegangan itu masih dianggap aman untuk bahan yang akan diberi beban. Adapun persamaan tegangan geser izin ini adalah : 𝜎𝑢
τa = 𝑆𝑓
(2.12)
dimana τa = Tegangan geser yang diijinkan (N/m2) 𝜎𝑢 = Tegangan ultimate pada material sudu (N/m2) Sf = faktor keamanan, dimana Sf untuk beban statik 2.4
KRITERIA KEGAGALAN STATIK DAN KONSEP DEFORMASI
Kegagalan pada suatu elemen mesin dapat terjadi dalam berbagai wujud seperti misalnya yielding, retak, patah, scoring, pitting, korosi, aus, dan lain-lain. Agen penyebab kegagalan juga bermacam-macam seperti misalnya salah design, beban operasional, kesalahan maintenance, cacat material, temperatur, lingkungan, waktu, dan lain-lain. Dengan pengetahuan yang lengkap tentang kegagalan, maka para insinyur dapat mempertimbangkan berbagai aspek penyebab kegagalan dalam perancangan sehingga diharapkan kegagalan tidak akan terjadi selama umur teknisnya. Dalam pembahasan ini hanya akan dibahas kegagalan elemen mesin yang diakibatkan oleh beban mekanis. Beban mekanis yang dimaksud adalah beban dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
bentuk gaya, momen, tekanan,dan beban mekanis lainnya. Kegagalan akibat beban mekanis adalah berhubungan dengan jenis tegangan yang terjadi pada komponen mesin.
Gambar 2.10 Kegagalan akibat tegangan tarik uniaksial dan torsi murni Gambar 2.10 menunjukkan lingkaran Mohr untuk spesimen yang mendapat beban tarik uniaksial. Terlihat bahwa spesimen juga mengalami tegangan geser dengan nilai maksimum sebesar setengah tegangan normal maksimum. Hal sebaliknya juga terjadi pada spesimen yang mendapat beban torsi murni, ternyata spesimen juga mengalami tegangan normal dengan nilai maksimum sama dengan tegangan geser maksimum. Deformasi didefinisikan sebagai transformasi suatu dari suatu referensi awal ke kondisi saat ini. Transformasi benda ini mencakup distorsi atau perubahan bentuk benda, serta pergerakan benda kaku (rigid motions) dimana tidak terdapat perubahan bentuk dari benda. Peneyebab deformasi diasumsikan berasala dari gaya eksternal seperti tegangan (stress). Regangan (strain) yaitu deskripsi dari deformasi dalam bentuk pergerakan relatif dari partikel benda. Hubungan antara stress dan strain dinyatakan oleh hukm hooke untuk material yang linier dan elastis. Adapun deformasi yang kembali ke bentuknya semula sesudah tegangan (stress) dihilangkan dinamakan sebagai deformasi elastik.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
Sementara itu salah satu bentuk deformasi yang tidak kembali kebentuk semua (irreversible) sesudah tegangan dihilangkan dinamakan deformasi plastik. Deformasi plastik terjadi pada saat tegangan yang diberikan melebihi kemampuan benda untuk menahannya atau batas elastisitas dan bias terjadi akibat dislokasi atau slip. (Dill, 2006)
Gambar 2.11 kurva tegangan-regangan material ulet dan material getas Gambar 2.11 menunjukkan kurva tegangan-regangan pada spesimen material ulet (ductile) dan material getas (brittle). Terlihat fenomena “yielding” pada material ulet, sedangkan pada material getas, kegagalan atau patah terjadi tanpa adanya yielding yang signifikan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tingkat kegagalan untuk material ulet akan dibatasi oleh kekuatan yield, dan material getas dibatasi oleh kekuatanultimate. Analisis menunjukkan bahwa untuk material ulet, kegagalan lebih ditentukan oleh kekuatan geser, sedangkan untuk material getas, kegagalan lebih ditentukan oleh kekuatan tensile.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
2.5
PERHITUNGAN STATISIK
2.5.1
Notasi Penjumlahan
Dalam statistika kita sangat sering menjumlahkan bilangan yang banyak. Misalnya, kita mugnkin akan menghitung harga rata-rata pasta gigi merk tertentu yang dijual di sepuluh took yang berbeda atau mungkin pula kita ingin mengetahui berapa kali sisi muka muncul bila tiga keeping mata uang di lempar beberapa kali. Dengan
menggunakan
huruf
Yunani
(sigma)
untuk
menyatakan
“penjumlahan”, kita dapat menuliskan jumlah empat perubahan bobot dengan menggunakan notasi penjumlahan yang dilambangkan dengan (sigma). ∑𝑛𝑖=130 𝑥𝑖 = 𝑥1 + 𝑥2 + 𝑥3 + ⋯ + 𝑥130
(2.13)
dimana xi = data/nilai/pengukuran ke-i i = indeks dari 1,2,3,…n 2.5.2
Mean
Mean atau rata-rata merupakan hasil bagi dari sejumlah skor dengan banyaknya responden. Perhitungan mean merupakan perhitungan yang sederhana karena hanya membutuhkan jumlah skor dan jumlah responden (n). Jika pencaran skor berdistribusi normal, maka rata-rata skor merupakan nilai tengah dari distribusi frekuensi skor tersebut. Rata-rata tidak mempertimbangkan pencaran (variabilitas) skor, sehingga sebelum melakukan interpretasi atas nilai rata-rata perlu melihat variabilitasnya
μ=
∑𝑛 𝑖=1 𝑥𝑖
(2.14)
𝑁
atau jika mempunyai data yang sama
μ=
∑ 𝑓 𝑖 𝑥𝑖
(2.15)
𝑛
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
dimana μ = rata-rata hitung data N = jumlah data 𝑥𝑖 = 𝑑𝑎𝑡𝑎 𝑘𝑒 − 𝑖 n = ukuran sampel 2.6
PENGUKURAN TORSI PADA SUDU TURBIN
Pengukuran torsi ini dilakukan pada dua sudu yang berdekatan pada tingkat 6 Low Preesure Turbine. Pengukuran ini dilakukan berdasarkan SB 72-0526 yang telah dijelaskan pada sub-bab sebelumnya. Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi resiko terjadinya pemisahan “gap” pada sudu turbin tingkat 6 LPT. Oleh karena itu, manufaktur menyarankan untuk melakukan inspeksi pengukuran torsi sudu tingkat 6 LPT dengan 12,000 blade hours sejak proses instalasi. (FTD Boeing, 2016) Kegiatan pengukuran ini dilakukan tepat dibagian belakang mesin GE90115B. Alat inspeksi torsi (9C3214) akan ditempatkan pada bagian exhaust nozzle dan cam yang berada di ujung dari rod akan masuk ke area pengukuran torsi (Gambar 2.10 ; Gambar 2.11) . Seperti pada Gambar 2.10, kita akan memastikan locating slot telah masuk ke shroud dengan baik dan tangential locator berada rata dengan permukaan exhaust nozzle maka pengukuran torsi dapat dimulai.
Gambar 2.12 Area Pengukuran Torsi pada Sudu Turbin
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
Rotor Sudu Turbin Alat Inspeksi Torsi
Gambar 2.13 Pengukuran Nilai Torsi pada Sudu Turbin Karena arah rotasi turbin mesin GE90 ini searah jarum jam (Aft Looking Forward/ALF) maka arah putaran cam (9C3124P10) dari alat inspeksi akan menjadi berlawanan dengan arah jarum jam (ALF). Torsimeter akan diberi gaya untuk memutarkan cam (Gambar 2.10) yang berada diantara dua sudu. Ketika cam berotasi, torsimeter akan menunjukan nilai torsi yang bekerja. Kemudian nilai tersebut akan kita catat pada lembar nilai torsi sudu tingkat 6 LPT (lampiran). Selanjutnya, nilai tersebut akan dikalkulasikan untuk mengetahui rata-rata nilai torsi dan limitasi yang diizinkan. 2.7
METODE INSPEKSI SUDU TINGKAT 6 LPT
Metode inspeksi ini disusun berdasarkan service bulletin yang dikeluarkan manufaktur (General Electric) yaitu GE SB 72-0526 (rev 5). Service bulletin ini menyajikan rekomendasi dan instruksi untuk melakukan inspeksi kekuatan torsi pada sudu turbin tingkat 6 LPT dan memeriksa gap antar shroud tip pada sudu. (GE SB 72-0526, 2016) A.
On Wing Inspection (Inspeksi pada mesin terpasang pada sayap)
Warning
: Gunakan sarung tangan anti panas ketika bersentuhan dengan komponen panas atau dingin. Panas atau dinginnya komponen dapat menyebabkan cedera.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
Caution
: Lakukan Inspeksi di daerah Sayap ini setelah engine benar-benar telah dingin. Hal ini dikarenakan agar exhaust nozzle tidak terlalu panas untuk disentuh.
Caution
: Pastikan agar permukaan airfoil sudu tingkat 6 LPT ini tidak dalam keadaan basah oleh fuel (bahan bakar) dari sistem pengapian, karena dapat membuat pengecekan torsi menjadi tidak akurat.
Catatan
: Jika engine telah di inspeksi dengan GE90-100 S/B 72-0526 Revisi 00, 01 atau 02 dan inspeksi sebelumnya memiliki interval 125 siklus (1000 jam) maka sangat dianjurkan agar inspeksi selanjutnya dilakukan dengan interval 250 siklus (2000 jam) sejak inspeksi terakhir. Ambil bagian terendah “minimal 4 rata-rata sudu yang berdekatan” dari nilai torsi yang diukur selama inspeksi berlangsung sebelumnya dan mengacu pada tabel 3., APPENDIX A untuk rekomendasi kelayakan pakai (serviceability). Rekomendasi ini menggantikan rekeomendasi sebelumnya.
1. Jika tesisa oli dari sistem pengapian bahan bakar pada sudu tingkat 6 LPT (Gambar 2.5), GE merekomendasikan agar mengoperasikan mesin untuk membakar semua oli sisa tersebut sebelum melakukan inspeksi. Catatan
: Tugas ini merupakan inspeksi dari LPT rotor menggunakan alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT 9C3124 untuk memeriksa sudu tingkat 6 LPT (Gambar 2.5) keterikatan antar tip pada ujung sudu.
Catatan
: Inspeksi ini bertujuan untuk dapat dilakukan pada mesin yang masih terpasang pada sayap pesawat, tetapi inspeksi ini juga dapat dilakukan ketika mesin berada di shop jika hanya exhaust nozzle masih terpasang.
2. Lakukan persiapan untuk inspeksi sudu tingkat 6 LPT ini (Gambar 2.5) seperti berikut : Catatan
: Prosedur ini membutuhkan tiga teknisi untuk melakukan inspeksi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
a. Teknisi pertama memutar rotor fan searah jarum jam (CW) [aft looking forward (ALF)]. Teknisi ketiga melakukan pengisian data tabel dan informasi mesin seperti pada tabel 2., APPENDIX A. b. Putaran manual dari rotor fan searah jarum jam (ALF) minimal dilakukan 3 kali putaran agar mengembalikan dudukan interlock sudu tingkat 6 LPT. c. Pilih salah satu sudu tingkat 6 LPT (Gambar 2.5) untuk di identifikasi sebagai sudu nomor 1. Tandai sudu yang telah dipilih dengan menggunakan masking tape (C10-102) atau pena (C05-003). Posisikan sudu nomor 1 pada posisi jam 6 pada samping kiri dari strut. d. Pastikan satu orang teknisi berada di fan inlet untuk melakukan/menghentikan putaran fan pada setiap poin inspeksi. Caution
: CAM (9C3124P14) hanya digunakan sekali pakai. Pastikan cam terpasang dengan benar pada inspeksi rod.
Caution
: Hal sangat kritis ketika memasang CAM (9C3124) dengan benar agar mendapat pengukuran torsi yang akurat.
Caution
: Tidak boleh menggunakan CAM (9C3124P04)
e. Pasang cam baru (9C3124P14) pada ujung rod dari alat inspeksi (9C3124) ini. Jika masih ada cam terpasang pada rod sebelumnya maka lepas dan buang cam tersebut. f. Posisikan torsimeter sudu tingkat 6 LPT ini pada posisi 0 sebelum dipasang pada ujung rod. g. Jika proses pembersihan sudu tingkat 6 LPT ini tidak diperlukan maka lanjut ke langkah 3.a (3). h. Jika hasil inspeksi pertama menunjukan hasil yang tidak benar, maka bersihkan sudu tingkat 6 LPT (Gambar 2.5) dengan crimped wire brush (30138) seperti berikut : i.
Identifikasi disk dari posisi 1-1 dan tandai sudu (Gambar 2.5) dengan pena (C05-003) atau masking tape (C10-102)
ii. Catatan
Gunakan ekstensi pada rod dan pasang crimped wire brush (30138) : Alat bertenaga tekanan udara ini memiliki kecepatan lebih dan efisien untuk melakukan pembersihan. Walaupun begitu, jika sudu tingkat 6 LPT dibersihkan pada area apron (terminal) dan suplai udara
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
bertekanan tidak tersedia, alat bertenaga batere dapat dipakai dengan kecepatan diatas 1000 rpm jika memungkinkan. iii.
Hubungkan ekstensi batang dari alat ke power tool yang dapat memutar kuas besi dengan kecepatan yang benar antara 1.000 – 20.000 rpm
iv.
Pastikan kalian memahami kemananan dan cara penggunaan power tool dengan benar sebelum menggunakan. Gunakan sarung tangan dan pelindung mata
v.
Lihat ALF, slot dari sudu tingkat 6 LPT (gambar 2.5) yang akan dibersihkan
haruslah berada diposisi dekat dengan bagian belakang
kerangka turbin (turbine rear frame) kiri strut pada posisi jam 6. Alat pembersih ini harus dimasukan dengan posisi sudut yang meyerupai dari bentuk airfoil dari sudu (gambar 2.6) vi.
Tempatkan brush/kuas pada dua sudu tingkat 6 LPT ini (1, Gambar 2.5) dan putar. Pastikan bulu kawat ini dapat membersihkan seluruh area dari sudu dimana cam nantinya akan dipasang.
vii.
Seharusnya tidak akan memakan waktu lebih dari 5 detik untuk membersihkan satu sisi dari sudu dan sisi lainnya
viii.
Ambil power tool, lepaskan kuas, dan masukan ke sudu lainnya pada tingkat 6 LPT ini. Dan ulangi proses pembersihan sampai semua set sudu turbin dibersihkan.
ix.
Seharusnya ada teknisi di posisi depan (inlet cowl) untuk memutar mesin ketika diminta oleh petugas yang membersihkan sudu tingkat 6 LPT ini.
x.
Setelah semua sudu tingkat 6 LPT ini bersih, maka putar secara manual fan rotor searah jarum jam ALF minmal 3 putaran untuk mengembalikan ikatan dudukan (interlock) sudu tingkat 6 LPT.
3. Lakukan inspeksi pada sudu tingkat 6 LPT (1, Gambar 2.5) seperti berikut : a.
Teknisi kedua diharuskan memasang tool inspeksi dari sudu tingkat 6 LPT dengan menyesuaikan locating slot pada tool (gambar 2.7) ke shroud tingkat 6 LPT pada sudu tingkat 6 LPT yang telah ditandai (Gambar 2.5) nomor 1.
b.
Dorong alat inspeksi ini dengan pelan secara lurus sampai axial locating slot berhenti pas dengan shroud pada sudu tingkat 6 LPT ini
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
c.
Tempatkan alat inspeksi ini (9C3124) diatas permukaan dari nozzle exhaust flowpath didekat posisi jam 6 dan lakukan seperti dibawah ini : i.
Pastikan bahwa alat (9C3124) inspeksi dari sudu tingkat 6 LPT hanya kontak dengan locating slot dan bagian belakang alat berada pada nosel exhaust.
ii.
Pastikan bahwa alat (9C3124) inspeksi dari sudu tingkat 6 LPT ini tidak kontak dengan raised surface dari TRF.
d.
Posisikan sudut dari alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT (9C3124) agar tangential locator lurus sejajar dengan bagian belakang exhaust nozzle seperti dibawah : i.
Jika diperlukan, atur tangential locator dari alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT (9C3124) seperti dibawah :
Warning
: Mengacu pada label produk dan manufaktur (material) Safety Data Sheet (SDS) untuk instruksi dari bahaya, penyimpanan, dan cara pemakaian yang aman dan benar dari produk tersebut. 3 Lakukan torsi pada set dari baut untuk menghancurkan bonding (ikatan) dari Loctite 242 (C01-143)
Catatan
: Set dari baut dipasang sangat kencang dan set ini terpasang pada tangential locator dengan loctite 242 (C01-143) 4 Gerakkan tangential locator secara aksial dan putar sampai benar-benar sejajar dengan bagian belakang permukaan exhaust nozzle 5 Pakai Loctite 242 (C01-143) untuk memasang baut dan kencangkan set dari baut untuk memasang tangential locator di posisi baru
e.
Reset dial indicator di torsimeter pada alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT (9C3124) ke angka nol sebelum melakukan pengukuran seperti dibawah : i.
Indikator torsi dari (9C3124) dari alatl inspeksi sudu tingkat 6 LPT ini harus diatur pada angka nol dibagian kiri
Warning
: Mengacu pada label produk dan manufaktur (material) Safety Data Sheet (SDS) untuk instruksi dari bahaya, penyimpanan, dan cara pemakaian yang aman dan benar dari produk tersebut.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
ii. Jika cam (9C3124P10) susah berputar, tambahkan beberapa tetes oli pelumas (C02—23) pada alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT. f.
Berhati-hatilah terhadap alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT (9C3124) ketika memegang tangential locator terhadap exhaust nozzle dengan memakai satu tangan ketika cam berputar, dengan kata lain alat inspeksi (9C3124) ini tidak boleh berubah posisinya.
g.
Lakukan inspeksi pada sudu tingkat 6 LPT seperti langkah dibawah ini :
Caution
: Untuk meminimalisir variasi pengukuran, sangat penting untuk tidak membiarkan alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT (9C3124) berpindah posisi selama cam (9C3124P10) berputar. i.
Berhati-hati ketika memutar cam alat inspeksi ini ketika berputar berlawanan arah jarum jam, lakukan putaran perlahan pada rod untuk memisahkan kedua sudu yang berdekatan.
Caution
: Jangan lanjutkan untuk terus memutar cam dari alat inspeksi (9C3124) terhadap Shroud sudu tingkat 6 LPT. Hal ini akan menyebabkan nilai torsi akan meningkat dan jarum torsimeter akan memunculkan angka maksimum dimana hal ini adalah nilai yang tidak benar.
Caution
: Untuk memastikan akurasi data pengukuran, inspeksi dari dua sudu yang berdekatan tidak boleh diulang kedua kalinya sejak sudu telah dipisahkan. Pengukuran kedua ini membutuhkan pengulangan dari lokasi seluruh 110 sudu yang diinspeksi.
ii.
Pastikan kedua jarum dari torsimeter bergerak bersamaan sejalan dengan bergeraknya cam
iii.
Cam dari alat inspeksi ini (9C3124) akan bersinggungan nyaris 45-60 derajat setelah itu akan mencapai nilai maksimum. Nilai torsi akan perlahan menurun sampai cam dari alat inspeksi ini (9C3214) menyentuh bagian shroud dari sudu tersebut.
Caution
: Jangan melanjutkan memutar cam dari alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT (9C3124) melawan shroud. Hal ini akan menyebabkan nilai torsi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
meningkat dan indicator maksimum dari torsimeter akan menampilkan nilai yang tidak akurat. iv.
Torsimeter ini akan mencatat nilai maksimun torsi selama alat inspeksi sudu tingkat 6 LPT (9C3124) memutar cam.
v.
Jika nilai torsi yang diukur sama dengan nilai torsi maksimum yang berada pada torsimeter, hentikan memutar cam dan cata nilai maksimum dari torsimeter tersebut : 30 lb in. (3,4 N.m) atau 50 lb in. (5,6 N.m)
vi.
Teknisi ketiga harus mencatat nilai torsi pada table 1., APPENDIX A. dari rentetan nilai torsi secara menurun sampai nomor terbawah. Catat nilai pengukuran pertama sebagai posisi kesatu.
Caution
: Catatlah nilai maksimum torsi sebelum memutar kembali cam ke posisi vertikal. Hal ini mencegah jarum indicator pada torsimeter menunjukan nilai torsi yang salah.
vii.
Putar cam dari alat inspeksi (9C3124) CW pada posisi vertikal untuk melepaskan cam dari alat.
viii.
Teknisi pertama perlahan memutar disk tingkat 6 LPT searah jarum jam (ALF) seperti tugas pada langkah 3.A On Wing Inspection untuk pasangan sudu tingkat 6 LPT lainnya (Gambar 2.5). Catatlah pengukuran selanjutnya sebagai posisi 110. Lanjutkan inspeksi ke posisi 2 sudu tingkat 6 LPT.
ix.
Ulangi langkah 3.A (3) untuk seluruh 110 sudu tingkat 6 LPT ini (1). Setelah menyelesaikan inspeksi dari seluruh 110 sudu, lanjutkan seluruh putaran rotor, dan ulangi step 3.A untuk 20 sudu selanjutnya (130 total pengukuran). Tambahan 20 sudu untuk diukur torsi ini akan dibandingkan pada 20 pengukuran torsi pertama dari tingkat 6 LPT ini.
x. Catatan
Lakukan pengecekan reliabilitas pengukuran seperti dibawah ini : :
Program
(9C3131)
secara
otomatis
akan
mengecek
dan
memperlihatkan pesan indikasi jika tidak dapat diandalkan. a) Kalkulasi rata-rata torsi dari 17 dari 20 pengukuran pertama. Abaikan torsi no.1, no.110, no.109, dan pakai nilai untuk 17 sudu selanjutnya (no.108 sampai no.92)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
b) Kalkulasi rata-rata dari 17 dari 20 pengukuran terakhir. Abaikan torsi no.1, no.110, no.109, dan pakai nilai untuk 17 sudu selanjutnya (no.108 sampai no.92) c) Kalkulasi perbedaan antara rata-rata dari langkah 3.A. (3) (g) (x) poin pertama dan 3.A (3) (g) (x) poin kedua. Perbedaan harus satu dari hasil seperti dibawah :
3,0 lb in. (0,34 N.m) atau kurang atau
Diantara 20 persen dari rata-rata nilai dari langkah 3.A.(3) (g) (x) poin pertama.
Jika tidak ada dari kedua pilihan diatas yang terjadi, bersihkan sudu tingkat 6 LPT ini, kemudaian pasang cadangan cam baru (9C3124) dan lakukan inspeksi ulang. Mulai dari sudu no.1 mengacu pada langkah 3.A
xi.
Catatlah nilai pada tabel 1., APPENDIX A untuk seluruh 110 sudu tingkat 6 LPT (1), ditambah dengan 20 sudu tambahan yang menjadi 130 pengukuran keseluruhan.
Catatan
: Jika nilai yang langsung dicatat pada file excel, tulislah berdasarkan table 3., APPENDIX A untuk rekomendasi kelayakan pakai.
Jika seluruh 110 nilai rata-rata torsi lebih dari 27,9 lb in. (3,15 N.m) maka mesin tersebut layak pakai. Inspeksi kembali dilakukan pada 4000 jam atau 500 siklus (yang mana tercapai pertama)
Jika ada 4 nilai rata-rata torsi berurutan antara 6,0-7,9 lb in. (0,68-0,89 N.m) maka mesin harus dilepas ketika sampai 5 siklus.
Jika ada 4 nilai rata-rata torsi berurutan kurang dari 6,0 lb in. (0,68 N.m) maka mesin tersebut tidak layak pakai dan harus dilepas secepatnya.
Jika hasil serviceability tidak bisa ditentukan dengan kriteria pada langkah 3.A (3) (g) (xi) poin pertama, atau 3.A (3) (g) (xi) poin kedua, atau 3.A. (3) (g) (xi) poin ketiga, kemudian 100 jam atau 15 siklus (yang mana terjadi pertama) kemudian lakukan kalkulasi untuk rata-rata torsi dan minimal rata-rata nilai torsi
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
menggunakan program kalkulasi ikatan tip sudu tingkat 6 LPT (9C3131) dan lepas mesin bila diperlukan. xii.
Kalkulasi nilai torsi dari sudu tingkat 6 LPT dari inspeksi ini harus menggunakan program diatas, adapun prosedurnya dapat dilihat seperti langkah dibawah ini :
Catatan
: Program kalkulasi untuk GE90-100 S/B 72-0260 tidak boleh digunakan. File excel tentang kalkulasi ini yang benar memuat katakata “GE90-115B on wing tool 45deg measurements SB72-0526” pada baris pertama
Masukan Engine Serial Number (ESN), Time Since New (TSN) dan Cycle Since New (CSN) informasi pada lembar kalkulasi. Simpan
lembaran
kalkulasi
ini
sebagai
ESN906-
YYY_MMDDYY.xlsx. untuk judul dari lembaran kalkulasi masukan ESN (XXX) dan masukan bulan, hari dan tahun (MMDDYY).
Setelah mencatat nilai pengukuran torsi untuk seluruh 110 sudu (1) (130 pengukuran) pada lembaran kalkulasi, menggunakan file ESN906-YYY.xlsx lembaran kalkulasi untuk menghitung nilai dari rata-rata torsi dan minimal rata-rata nilai torsi untuk 4 pasang sudu. Lembaran kalkulasi ini akan dibandingkan nilai ini pada limitasi dan secara otomatis memperlihatkan status Serviceable atau Unserviceable atau rekomendasi diatas limitasi pada pojok atas lembaran kalkulasi.
Mengacu pada table 3., APPENDIX A untuk rekomendasi kelayakan pakai.
Periksalah cam setelah digunakan. Pastikan bentuk cam tidak terdeformasi oleh panas. Jika bentuk cam berubah, ulangi pengukuran dengan cam yang baru.
xiii.
Jika
inspeksi mesin sebelumnya dengan GE90-100 S/B 72-0526
memberi tahu inpeksi ulang dengan interval yang lebih pendek dari hasil yang sekarang, gunakan pengurangan interval untuk pemeriksaan ulang dari pemeriksaan sebelumnya. xiv.
Buang cam setelah melakukan pengukuran dan kalkulasi telah selesai.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z