BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Paramater Perencanaan Tebal Lapisan Konstruksi Perkerasan Menurut Alamsyah (2001), lapisan perkerasan berfungsi untuk menerima
dan menyebarkan beban lalu lintas tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian memberikan kenyamanan kepada para pengguna jalan raya selama masa pelayanan jalan tersebut. Untuk itu dalam perencanaan perlu dipertimbangkan seluruh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi pelayanan konstruksi perkerasan jalan seperti: a. Fungsi jalan b. Perkerasan Jalan (pavement performance) c. Umur rencana d. Lalu lintas yang merupakan beban dari perkerasan jalan e. Sifat tanah dasar f. Kondisi lingkungan g. Sifat dan banyak material tersedia dilokasi h. Bentuk geometrik lapisan perkerasan 2.1.1 Fungsi Jalan Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Jalan Nomor 38 tahun 2004, sistem jaringan jalan di Indonesia dapat dibedakan atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder. a. Sistem jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan pelayanan jasa distribusi untuk mengembangkan semua wilayah tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang kemudian berwujud kota. b. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota, ini berarti sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer,
41
5
c. fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga dan seterusnya hingga perumahan. 2.1.2 Perkerasan Jalan (pavement performance) Kinerja perkerasan jalan meliputi 3 hal yaitu: a. Keamanan, yang ditentukan oleh besarnya gesekan akibat adanya kontak antara ban dan permukaan jalan, besarnya gaya gesek yang terjadi dipengaruhi oleh bentuk dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi cuaca dan sebagainya. b. Wujud perkerasan (structural pavement) berhungan dengan kondisi fisik dari jalan tersebut seperti adanya retak-retak, amblas, alur, gelombang dan sebagainya. c. Fungsi pelayanan (functional performance), sehubungan dengan bagaimana perkerasan tersebut memberikan pelayanan kepada pemakai jalan. Wujud perkerasan dan fungsi pelayanan umumnya merupakan satu kesatuan yang dapat digambarkan dengan kenyamanan mengemudi (riding quality). 2.1.3 Umur Rencana Umur rencana perkerasan jalan adalah jumlah tahun dari saat jalan tersebut dibuka untuk lalu lintas kendaraan sampai diperlukan suatu perbaikan yang bersifat structural. Selama umur rencana tersebut pemeliharaan perkerasan jalan tetap harus dilakukan, seperti pelapisan nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus. Umur rencana untuk perkerasan jalan baru umumnya diambil 20 tahun dan peningkatan jalan selama 10 tahun (Alamsyah, 2001). Umur rencana yang lebih besar dari 20 tahun tidak lagi ekonomis karena perkembangan lalu lintas yang terlalu besar dan sukar mendapatkan ketelitian yang memadai. 2.1.4 Lalu Lintas Tebal lapisan perkerasan jalan ditentukan dari beban yang akan dipikul, berarti dari arus lalu lintas yang hendak memakai jalan tersebut. Besarnya arus lalu lintas dapat diperoleh dari:
6
a. Analisa lalu lintas saat ini hingga diperoleh data mengenai: 1. Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan 2. Jenis kendaraan beserta jumlah tiap jenisnya 3. Konfigurasi sumbu dari setiap kendaraan 4. Beban masing-masing sumbu kendaraan Pada perencanaan jalan baru perkiraan volume lalu lintas ditentukan dengan menggunakan hasil survei volume lalu lintas didekat jalan tersebut dan analisa pola lalu lintas disekitar lokasi jalan tersebut. b. Perkiraan faktor pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, antar lain berdasarkan atas analisa ekonomi dan sosial daerah tersebut. 1. Volume Lalu Lintas Jumlah kendaraan yang hendak memakai jalan dinyatakan dalam volume lalu lintas. Volume lalu lintas didefinisikan sebagai jumlah kendaraan yang melewati satu titik pengamatan selama waktu satu tahun. Untuk perencanaan tebal lapisan perkerasan, volume lalu lintas dinyatakan dalam kendaraan/hari/2 arah untuk jalan 2 arah tidak terpisah dan kendaraan/hari/1 arah untuk jalan satu arah atau 2 arah terpisah. Data volume lalu lintas dapat diperoleh dari pos-pos rutin yang ada disekitar lokasi. Jika tidak terdapat pos-pos rutin di dekat lokasi atau untuk pengecekan data, perhitungan volume lalu lintas dapat dilakukan secara manual di tempat-tempat yang dianggap perlu. Perhitungan dapat dilakukan selama 3x24 jam atau 3x16 jam terus menerus. Dengan memperhatikan faktor hari, bulan, musim dimana perhitungan dilakukan, dapat diperoleh data lalu lintas harian ratarata (LHR) yang representatif. 2. Angka Ekuivalen Beban Sumbu Jenis kendaraan yang memakai jalan beraneka ragam, bervariasi baik ukuran, berat total, konfigurasi dan beban sumbu, daya dan lain lain. Oleh karena itu volume lalu lintas umumnya dikelompokkan atas beberapa kelompok yang masing-masing kelompok diwakili oleh satu jenis kendaraan. Pengelompokan jenis kendaraan untuk perencanaan tebal perkerasan dapat dilakukan sebagai berikut:
7
1. Mobil penumpang, termasuk semua kendaraan dengan berat total 2 ton. 2. Bus 3. Truk 2 as 4. Truk 3 as 5. Truk 5 as 6. Semi trailer Konstruksi perkerasan jalan menerima beban lalu lintas yang dilimpahkan melalui roda-roda kendaraan. Besarnya beban dilimpahkan tersebut tergantung dari berat total kendaraan, konfigurasi sumbu, bidang kontak antara roda dan perkerasan, kecepatan kendaraan dan sebagainya. Dengan demikian efek dari masing-masing kendaraan terhadap kerusakan yang ditimbulkan tidaklah sama. Oleh karena itu perlu adanya beban standar sehingga semua beban lainnya dapat diekuivalensikan ke beban standar tersebut. Beban standar merupakan beban sumbu tunggal beroda ganda seberat 18.000 pon (8,16 ton). Semua beban kendaraan lain dengan beban sumbu berbeda di ekivalenkan ke beban sumbu standar dengan menggunakan angka ekivalen beban sumbu (E). Angka ekuivalen kendaraan adalah angka yang menunjukkan jumlah lintasan dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton yang akan menyebabkan kerusakan yang sama atau penurunan indeks permukaan yang sama apabila kendaraan tersebut lewat satu kali. 3. Angka Ekuivalen Kendaraan Berat kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui roda kendaraan yang terletak di ujung-ujung sumbu kendaraan. Setiap jenis kendaraan mempunyai
konfigurasi sumbu yang berbeda-beda. Sumbu depan
merupakan sumbu roda tunggal, sumbu belakang dapat berupa sumbu roda tunggal ataupun sumbu ganda. Dengan demikian setiap jenis kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan sumbu belakang. Beban masing-masing sumbu dipengaruhi oleh letak titik berat kendaraan dan bervariasi sesuai dengan muatan dari kendaraan tersebut.
8
4. Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas Jumlah kendaraan yang memakai jalan bertambah dari tahun ke tahun. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lalu lintas adalah perkembangan daerah, bertambahnya kesejahteraan masyarakat, naiknya kemampuan membeli kendaran dan sebagainya. Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen per tahun. 5. Lintas Ekuivalen Kerusakan perkerasan jalan raya pada umumnya disebabkan oleh terkumpulnya air dibagian perkerasan jalan, dan karena repetisi dari lintasan kendaraan. Oleh karena itu perlulah ditentukan berapa jumlah repetisi beban yang akan memakai jalan tersebut. Repetisi beban dinyatakan dalam lintasan sumbu standard, yang dinamakan lintas ekivalen. Lintas ekivalen dapat dibedakan atas: 1. Lintas ekivalen pada saat jalan tersebut dibuka (lintas ekuivalen awal umur rencana atau LEP). 2. Lintas ekivalen pada akhir umur rencana adalah besarnya lintas ekivalen pada saat jalan tersebut membutuhkan perbaikan secara structural (lintas ekivalen akhir umur rencana atau LEA). 3. Lintas ekivalen selama umur rencana yakni jumlah lintas ekivalen yang akan melintasi jalan tersebut selama masa pelayanan dari saat dibuka sampai akhir umur rencana. 6. Penggolongan Kelompok Jenis Kendaraan Dalam tata cara pelaksanaan survei dan penghitungan arus lalu lintas secara manual disebutkan, bahwa jumlah contoh yang diambil adalah seluruh kendaraan yang lewat dan dikelompokkan dalam: 1. Kendaraan Ringan: Kendaraan Roda 2 atau 3 (Motor dan sejenisnya) 2. Kendaraan Sedang (Light Vehicle, LV), adalah semua jenis kendaraan bermotor roda empat, meliputi: a.
Mobil penumpang, yaitu kendaraan bermotor yang beroda empat yang digunakan untuk angkutan penumpang dengan maksimum
9
sepuluh orang termasuk pengemudi (sedan,station wagon, jeep, combi, opelet, dan sub urban). b.
Pick up, mobil hantaran, dan truk, di mana kendaraan jenis ini beroda empat dan dipakai untuk angkutan barang dengan berat total (kendaraan + barang) kurang dari 2,5 ton.
3. Kendaraan Berat (Heavy Vehicle, HV), adalah semua jenis kendaraan bermotor beroda empat atau lebih, meliputi: a.
Minibus, semua kendaraan yang digunakan untuk angkutan penumpang dengan jumlah tempat duduk 20 buah (termasuk pengemudi).
b.
Bis, semua kendaraan yang digunakan untuk angkutan penumpang dengan jumlah tempat duduk untuk 40 orang atau lebih (termasuk pengemudi).
4. Truk, termasuk dalam golongan dalam kendaran ini adalah semua kendaraan angkutan bermotor beroda empat atau lebih dengan berat total lebih dari 2,5 ton; misalnya truk 2 as, truk 3 as, truk tanki, mobil gandeng, triller, dan semi triller. 2.1.5 Sifat Tanah Dasar Sub grade atau lapisan tanah dasar merupakan lapisan tanah yang paling atas, dimana diletakkan lapisan dengan material yang lebih baik. Sifat tanah dasar ini mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya dan mutu jalan secara keseluruhan. Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari cara sederhana sampai pada cara yang agak rumit seperti CBR, Modulus Resilient (MR), dan DCP. Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaan tebal lapisan perkerasan ditentukan dengan mempergunakan CBR. Nilai CBR diperoleh dari pemeriksaan contoh tanah yang telah disiapkan di laboratorium atau langsung di lapangan. Dalam perencanaan perkerasan kaku CBR digunakan untuk penentuan nilai parameter modulus reaksi tanah dasar (modulus of subgrade reaction : k)
10
2.1.6 Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan dimana lokasi jalan tersebut berada mempengaruhi lapisan perkerasan jalan dan tanah dasar antara lain: a. Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi perkerasan dan sifat komponen material konstruksi perkerasan. b. Pelapukan bahan material. c. Mempengaruhi penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan. Faktor utama yang mempengaruhi konstruksi perkerasan jalan adalah air yang berasal dari hujan dan pengaruh perubahan temperatur akibat perubahan cuaca. 2.1.7 Sifat Material Lapisan Perkerasan Perencanaan tebal lapsisan perkerasan ditentukan juga dari jenis lapisan perkerasan. Hal ini ditentukan dari tersedianya material di lokasi dan mutu material tersebut. 2.1.8 Bentuk Geometrik Lapisan Perkerasan Bentuk geometrik lapisan perkerasan jalan mempengaruhi cepat atau lambatnya aliran air meninggalkan lapisan perkerasan jalan. Pada umunya dapat dibedakan atas: a. Konstruksi berbentuk kotak (boxed construction) Lapisan perkerasan diletakkan di dalam lapisan tanah dasar. Kerugian dari jenis ini adalah air yang jatuh dari atas permukaan perkerasan dan masuk melalui lubang-lubang pada perkerasan, lambat keluar karena tertahan oleh material tanah dasar (Gambar 2.1)
Gambar 2.1 Konstruksi Berbentuk Kotak Jalan (Alamsyah, 2001).
11
b. Konstruksi penuh sebadan jalan (full width construction) Lapisan perkerasan diletakkan di atas tanah dasar pada seluruh badan jalan. Keuntungannya, air yang jatuh dapat segera dialirkan keluar lapisan perkerasan (Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Konstruksi Penuh Sebadan Jalan (Alamsyah, 2001).
2.2
Perencanaan Perkerasan Jalan (Pavement Design) Perkerasan jalan adalah konstruksi yang dibangun di atas lapisan tanah
dasar (subgrade), yang berfungsi untuk yang menopang beban lalu lintas. Jenis konstruksi perkerasan jalan pada umumnya ada dua jenis, yaitu: 1. Perkerasan lentur (flexible pavement) 2. Perkerasan kaku (rigid pavement) Selain dari dua jenis tersebut sekarang telah banyak digunakan jenis gabungan (composite pavement), yaitu perpaduan lentur dan kaku. Perencanaan konstruksi perkerasan juga dapat dibedakan antara perencanaan untuk jalan baru dan untuk peningkatan (jalan lama yang sudah pernah diperkeras).
2.3
Lapisan Perkerasan Lentur Perkerasan lentur (flexible pavement) adalah perkerasan yang menggunakan
bahan ikat aspal, yang sifatnya lentur terutama pada saat panas. Aspal dan agregat ditebar dijalan pada suhu tinggi (sekitar 100 0C). Perkerasan lentur menyebarkan beban lalu lintas ketanah dasar yang dipadatkan melalui beberapa lapisan sebagai berikut:
12
Gambar 2.3 Susunan lapisan perkerasan lentur (ideal).
2.4
Lapisan Perkerasan Kaku Lapisan perkerasan kaku (rigid pavement) merupakan perkerasan jalan
beton semen atau secara umum disebut perkerasan kaku, terdiri atas plat (slab) beton semen sebagai lapis pondasi dan lapis pondasi bawah (bisa juga tidak ada) di atas tanah dasar. Dalam konstruksi perkerasan kaku, plat beton sering disebut sebagai lapis pondasi karena dimungkinkan masih adanya lapisan aspal beton di atasnya yang berfungsi sebagai lapis permukaan. Sebelum mulai melakukan perencanaan perkerasan kaku terlebih dahulu diketahui secara garis besar tentang perkerasan kaku ini. Prosedur perencanan perkerasan kaku didasarkan atas perencanan yang dikembangkan oleh NAASRA (National Association of Australian State Road Authorities). Susunan lapisan pada perkerasan kaku umumnya seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.4 Susunan lapisan perkerasan kaku.
13
Metode perencanaan yang diambil untuk menentukan tebal lapisan perkerasan didasarkan pada perkiraan sebagai berikut: a. Kekuatan lapisan tanah dasar yang dinamakan nilai CBR atau Modulus Reaksi Tanah Dasar (k). b. Kekuatan beton yang digunakan untuk lapisan perkerasan. c. Prediksi volume dan komposisi lalu lintas selama usia rencana. d. Ketebalan dan kondisi lapisan pondasi bawah (sub base) yang diperlukan untuk menopang konstruksi, lalu lintas, penurunan akibat air dan perubahan volume lapisan tanah dasar serta sarana perlengkapan daya dukung permukaan yang seragam dibawah dasar beton. Adapun perkersan kaku terbagi dalam dua jenis yakni: 1. Perkerasan beton semen. Perkerasan beton semen didefinisikan sebagai perkerasan yang mempunyai lapisan dasar beton dari Portland Cement (PC) menurut NAASRA ada lima jenis perkerasan kaku yaitu: a. Perkerasan beton semen bersambung tanpa tulangan b. Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan c. Perkerasan beton semen menurus dengan tulangan d. Perkerasan beton semen dengan tulangan serat baja (fiber) e. Perkerasan beton semen pratekan 2. Perkerasan kaku dengan permukaan aspal. Jenis perkerasan kaku dengan permukaan aspal adalah salah satu dari jenis komposit. Ketebalan rencana permukaan aspal pada perkerasan kaku dihitung dengan: a) Menentukan ketebalan dari jenis perkerasan beton semen yang tidak lajim digunakan metode detail yang baru diperkenalkan ini (mengabaikan bahwa perkerasan permukaannya menggunakan aspal). b) Mengurangi ketebalan perkerasan beton semen setebal 10 mm untuk setiap 25 mm permukaan aspal yang digunakan.
14
Untuk perencanaan tebal perkerasan kaku, daya dukung tanah dasar diperoleh dengan nilai CBR, seperti halnya pada perkerasan lentur, meskipun pada umumnya menggunakan nilai (k) yaitu modulus reaksi tanah dasar. Modulus of subgrade reaction (k) menggunakan gabungan formula dan grafik penentuan modulus reaksi tanah dasar berdasar ketentuan CBR tanah dasar, yaitu MR = 1.500 x CBR.................................................................... (2.1) k
= MR 19,4
............................................................................... (2.2)
dengan : MR
: modulus of resilient
k
: modulus of subgrade reaction,
CBR
: california bearing ratio, Koreksi Effective Modulus of Subgrade Reaction, menggunakan grafik pada
Gambar 2.5.
Gambar 2.5 Koreksi Modulus Efektif Reaksi Tanah Dasar untuk Potensial Hilangnya Dukungan Fondasi Bawah (Suryawan, 2009).
15
Tabel 2.1 Loss of Support Factors (Suryawan, 2009) No.
Tipe Material
LS
1
Cament Treated Granular Base ( E = 1.000.000 – 2.000.000 psi )
0–1
2
Cament Aggregate Mixtures ( E = 500.000 – 1.000.000 psi )
0–1
3
Asphalt Treated Base ( E = 350.000 – 1.000.000 psi )
0–1
4
Bituminous Stabilized Mixtures ( E = 40.000 – 300.000 psi )
0–1
5
Lime Stabilized ( E 20.000 – 70.000 psi )
1–3
6
Unbound Granular Materials ( E = 15.000 – 45.000 psi )
1–3
7
Fine Grained / Natural subgrade materials (E =3.000 – 40.000 psi)
2–3
Pendekatan nilai modulus reaksi tanah dasar (k) dapat menggunakan hubungan nilai CBR dengan k seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6.
Gambar 2.5 Hubungan antara k dan CBR (Oglesby dan Hiks 1996, dalam Suryawan 2009). Secara umum perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memenuhi dua syarat yaitu: a. Secara keseluruhan, perkerasan jalan harus cukup kuat untuk memikul berat kendaraan yang akan melaluinya. b. Permukaan jalan harus dapat menahan terhadap gaya gesekan dan keausan dari roda kendaraan, juga terhadap pengaruh air dan hujan. Bilamana perkerasan jalan tidak mempunyai kekuatan secukupnya secara keseluruhan yakni tidak memenuhi syarat (a) di atas maka jalan tersebut akan mengalami penurunan dan penggeseran, baik pada perkerasan jalan maupun pada tanah dasar. Akhirnya jalan tersebut akan bergelombang dan berlubang hingga rusak.
16
Apabila perkerasan jalan tidak mempunyai lapisan aus yang kuat seperti syarat (b) maka permukaan jalan akan mengalami kerusakan yang pada awalnya berupa lubang-lubang kecil dan akan bertambah banyak dan besar sampai perkerasannya akan rusak secara keseluruhan. Perencanaan perkerasan jalan sebetulnya merupakan hal rumit, dan cara yang umum digunakan sekarang untuk perencanaan perkerasan adalah metode empiris, yaitu cara yang tidak berdasarkan pada teori yang benar-benar tepat, ataupun pada cara penentuan kekuatan tanah yang teliti. Cara-cara ini berdasarkan sebagian pada teori dan sebagian pada pengalaman dan masing-masing cara tersediri dalam menentukan kekuatan tanah. Jadi kekuatan tanah yang ditentukan adalah sifat empiris yang dimaksudkan khusus untuk cara yang berkaitan dan tidak dapat dipakai pada cara lain. 2.5. Penetapan CBR Lapangan melalui Pengujian dengan Alat DCP Cara CBR ini dikembangkan oleh California State Highway Department sebagai cara untuk menilai kekuatan tanah dasar pada suatu jalan (subgrade). Kemudian cara ini digunakan dan dikembangkan lebih lanjut oleh badan-badan lain, terutama U.S Army Coprs of Engineers. Dengan cara ini suatu percobaan penetrasi atau disebut percobaan CBR di pergunakan untuk menilai kekuatan tanah dasar atau bahan lain yang hendak dipakai untuk pembuatan perkerasan. Nilai CBR yang diperoleh kemudian dipakai untuk menentukan tebal lapisan perkerasan yang diperlukan di atas lapisan yang nilai CBR nya ditentukan. Jadi dianggap bahwa di atas suatu bahan dengan nilai CBR tertentu, perkerasan tidak boleh kurang dari suatu nilai tertentu. CBR yang umum digunakan di Indonesia berdasar besaran 6 % untuk lapis tanah dasar mengacu pada spesifikasi. Akan tetapi tanah dasar dengan nilai CBR 5 % dan atau 4 % pun dapat digunakan setelah melalui geoteknik, dengan CBR kurang dari 6 % ini jika digunakan sebagai dasar perencanaan tebal perkerasan, masalah yang terpengaruh adalah fungsi tebal perkerasan yang akan bertambah, atau masalah penanganan khusus lapis tanah dasar tersebut.
17
Dynamic Cone Penetrometer disingkat DCP adalah alat yang digunakan untuk mengukur daya dukung tanah dasar jalan langsung di tempat. Daya dukung tanah dasar tersebut diperhitungkan berdasarkan pengolahan atas hasil tes DCP yang dilakukan dengan cara mengukur berapa dalam (mm) ujung konus masuk ke dalam tanah dasar tersebut setelah mendapat tumbukan palu geser pada landasan batang utamanya. Korelasi antara banyaknya tumbukan dan penetrasi ujung konus dari alat DCP ke dalam tanah akan memberikan gambaran kekuatan tanah dasar pada titik-titik tertentu. Makin dalam konus yang masuk untuk setiap tumbukan artinya makin lunak tanah dasar tersebut. Pengujian dengan menggunakan alat DCP akan menghasilkan data yang setelah diolah akan menghasilkan CBR lapangan tanah dasar pada titik yang ditinjau. Menurut Harison, J.A., Correlation of CBR and Dynamic Cone Penetrometer Strength Measurement of Soils. Australian Road Research 16(2), Juni, (1986) dalam menentukan dan memperkirakan nilai CBR tanah atau bahan granular dapat menggunakan beberapa metode, namun yang cukup akurat dan paling murah sampai saat ini adalah dengan Penetrasi Konus Dinamis atau dikenal dengan nama Dynamic Cone Penetrometer (DCP). Di samping itu DCP adalah salah satu cara pengujian tanpa merusak atau Non Destructive Testing (NDT), yang digunakan untuk lapis pondasi batu pecah, pondasi bawah sirtu, stabilisasi tanah dengan semen atau kapur dan tanah dasar. Kelebihan menggunakan Dynamic Cone Penetrometer (DCP): 1. Menentukan kekakuan dalam mm/pukulan. 2. Perubahan lapisan tanah dapat diketahui melalui perubahan kemiringan. 3. Meminimalisir gangguan permukaan tanah. 4. Informasi kekuatan dan desain dapat dikorelasikan dengan uji lainnya (CBR, dll). 5. Biaya murah dan waktu yang dibutuhkan sedikit (cepat).
18
Kekurangan menggunakan Dynamic Cone Penetrometer (DCP): 1. Tidak dapat digunakan pada batuan keras, aspal, maupun beton. 2. DCP dapat rusak bila dilakukan pada lapisan tanah keras secara berulangulang atau pembuangan lapisan yang tidak sempurna. 3. Tidak dapat mengukur kelembaban maupun kepadatan (hanya untuk mengukur kekakuan). Pengujian dengan menggunakan alat DCP akan menghasilkan data yang setelah diolah akan menghasilkan CBR lapangan tanah dasar pada titik yang ditinjau. Data CBR digunakan sebagai salah satu masukan dalam proses perencanaan jalan yaitu: 1. Penentuan tebal perkerasan (full depth pavement) untuk bagian jalan yang direncanakan akan mendapatkan penanganan pelebaran jalan 2. Penentuan tebal lapis ulang (overlay) di atas jalan aspal apabila tidak dapat disediakan/tidak terdapat data Benkelman Beam. 3. Penentuan tebal perkerasan untuk bagian jalan yang harus direkonstruksi. 4. Penentuan tebal perkerasan jalan baru. CBR lapangan tanah dasar pada pelebaran jalan jika pada tanah dasar dengan kedalaman sampai dengan 1 meter terdapat beberapa lapisan tanah dengan daya dukung (nilai CBR) yang berbeda, maka nilai CBR lapangan pada titik tersebut diperhitungkan berdasarkan nilai CBR yang mewakili nilai-nilai CBR lapisan-lapisan tanah tersebut. CBR lapangan tanah dasar pada jalan aspal jika dihadapi kondisi tidak terdapat alat Benkelman Beam untuk mendapatkan data rebound deflection jalan aspal guna keperluan overlay design, maka dapat digunakan alat DCP untuk mengumpulkan data-data lapangan. CBR yang diperoleh dari perhitungan hasil survey dengan alat DCP digunakan sebagai salah satu masukan untuk memperhitungkan kebutuhan overlay yang prinsipnya adalah memanfaatkan nilai sisa perkerasan lama. CBR lapangan tanah dasar di bawah perkerasan jalan yang direkonstruksi atau jalan baru. Prinsip sama dengan penentuan CBR lapangan tanah dasar pada pelebaran jalan, hanya pengambilan lokasi titik-titik uji saja yang berbeda.
19
Perhitungan nilai CBR dapat dilakukan dengan cara grafis maupun cara analitis. Prosedur cara grafis sebagai berikut: 1. Tentukan nilai CBR terendah. 2. Tentukan berapa banyak nilai CBR yang sama atau sama besar dari masingmasing nilai CBR dan kemudian disusun secara tabelaris mulai dari nilai CBR terkecil sampai yang terbesar. 3. Angka terbanyak diberi nilai 100%, angka yang lain merupakan persentase dari 100%. 4. Dibuat grafik hubungan antara harga CBR dan persentase jumlah tadi. 5. Nilai CBR segmen adalah nilai pada keadaan 90%. Perhitungan nilai CBR cara analitis adalah dengan menggunakan rumus: CBRsegmen = CBRrata-rata – (CBRmaks- CBRmin) / R……………………………...(2.3) Dengan: CBRsegmen CBRrata-rata
= Nilai CBR dalam satu segmen (%), = Nilai CBR rata-rata tiap titik dalam satu segmen (%),
R
= Nilai berdasarkan jumlah titik pengamatan,
CBRmaks
= Nilai CBR terbesar dari satu segmen (%),
CBRmin
= Nilai CBR terkecil dari satu segmen (%).
Besarnya nilai R dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Nilai R untuk perhitungan CBR segmen. Jumlah Titik Pengamatan
Nilai R
2 3 4 5 6 7 8 9 >10
1,41 1,91 2,24 2,48 2,67 2,83 2,98 3,08 3,18