-6-
BAB II LANDASAN TEORI
A. Temuan Audit 1. Pengertian Temuan Audit Menurut Hiro (1997) temuan audit adalah hal-hal yang berkaitan dengan pernyataan tentang fakta. Temuan audit dihasilkan dari proses perbandingan antara “apa yang seharusnya terdapat” dan “apa yang ternyata terdapat”. Temuan audit haruslah didasarkan pada hal-hal berikut (Hiro, 1997; Akmal , 2006): a. Kondisi, yaitu berbagai bukti nyata yang ditemukan oleh pemeriksa dalam pelaksanaan pemeriksaan (apa yang ternyata didapat). b. Kriteria, yaitu berbagai standar, ukuran atau harapan yang digunakan yang digunakan dalam melakukan evaluasi dan atau verifikasi (apa yang seharusnya terdapat). c. Sebab (penyebab), yaitu alasan yang dikemukakan atas terjadinya perbedaan atau suatu risiko yang dihadapi organisasi karena adanya perbedaan antara kondisi yang diharapkan (kriteria) dengan kondisi sesungguhnya. d. Akibat, yaitu dampak dari adanya suatu perbedaan atau berbagai risiko atau kerugian yang harus dihadapi oleh unit organisasi dari pihak yang diperiksa karena terdapat nya kondisi yang tidak sesuai dengan kriteria.
-6-
-7-
e. Rekomendasi, merupakan saran yang diberikan pada unit organisasi dari pihak yang diperiksa untuk perbaikan terhadap kondisi yang ada yang tidak sesuai dengan kriteria. Temuan audit sebelum dimasukan kedalam laporan hasil audit harus dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak manajemen. Komunikasi atas temuan hasil audit dapat dilakukan pada saat audit berlangsung serta dapat dilakukan pada akhir periode audit sebagai konfirmasi sebelum dicantumkan dalam pelaporan hasil audit. 2. Pengertian Audit Pada dasarnya, pemeriksaan atau yang lebih dikenal dengan istilah audit adalah bertujuan menilai apakah pelaksanaan sudah selaras dengan apa yang telah digariskan. Audit merupakan suatu proses membandingkan antara kenyataan dengan seharusnya. Hal ini sesuai dengan apa yang tercermin dari pernyataan Mulyadi (2002;9) mendefinisikan auditing: “Auditing adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataanpernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.” Arens et all (2006;4) mendefinisikan auditing: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and establish criteria. Auditing should be done by competent, independent person.” Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan tentang karakteristik audit, yaitu:
-8-
a) Audit merupakan suatu proses pengumpulan dan pengevaluasian bukti atau informasi; b) Adanya bukti audit (evidence) yang merupakan informasi atas keterangan yang digunakan oleh seorang auditor untuk menilai tingkat kesesuaian informasi; c) Adanya tingkat kesesuaian (degree of correspondence) dan kriteria tertentu (establish criteria); d) Audit harus dilakukan oleh seorang auditor yang memiliki kualifikasi yang diperlukan untuk melakukan audit; e) Adanya pelaporan dan pengkomunikasian hasil audit kepada pihak yang berkepentingan. 3. Contoh Kasus Temuan Audit Beberapa pola kecurangan menurut Amin Widjaja (2010 : 56) dalam bukunya berjudul “Teori & Kasus Corporat Fraud” adalah sebagai berikut: Beberapa pola kecurangan antara lain: a) Allegation (Pendugaan Positif); b) Evaluation (Evaluasi); c) Prediction (Ramalan); d) Document Examination; e) Invetigation Plan (Fraud Theory); f) Interview (Neutral Third Party); g) Interview (Corroborative & Co-conspirators); h) Interrogations; i) Defense (Pembelaan); j) Rebuttal Witness for Defense (Pembatahan saksi untuk pembela). Adapun beberapa kasus temuan audit periode Semester I Tahun 2008 dalam Laporan Hasil Audit pada Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian antara lain.
-9-
a) Contoh Fraud Investigation (TGR): Terdapat beberapa bukti tiket perjalanan dinas berdasarkan database maskapai penerbangan tidak ada penerbangan dan penjualan tiket atau data tiket berbeda dengan database maskapai penerbangan, dengan jumlah biaya perjalanan dinas sebesar Rp79.378.800,00. Terdapat beberapa bukti tiket kepulangan perjalanan dinas berdasarkan database maskapai penerbangan direfund atau data tiket berbeda dengan database maskapai penerbangan dengan total biaya perjalanan dinas sebesar Rp 13.941.800,00. Sedangkan beberapa kasus temuan audit periode Semester II Tahun 2008 dalam Laporan Hasil Audit pada Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian antara lain. b) Contoh Fraud Investigation (Denda dan TAYL): Biaya Langsung Non Personel tidak semuanya didukung buktibukti yang sah untuk memperoleh pembayaran Sehubungan dengan pembayaran biaya pelaksanaan kajian pada Kedeputian Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan, terdapat dari bukti-bukti yang digunakan untuk memperoleh pembayaran biaya pelaksanaan kajian berupa kuitansi/faktur/tiket penerbangan yang palsu/tidak sah, sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp 268.192.933,00. Oleh karena itu, Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan
0021
diharapkan
agar
meminta
Penyedia
Jasa
-10-
kajian/Konsultan terkait untuk menyetorkan ke Kas Negara masing-masing sebagai berikut : 1) PT Primakelola Agroindustri-IPB
Rp 32.080.930,00;
2) PT Suhartama Multijaya
Rp 47.081.775,00
3) PT Citra Wahana konsultan
Rp 83.249.628,00
4) PT Ecoplan Rekabumi Interconsult
Rp 56.700.000,00
5) PT Buanatama Dimensi Konsultan
Rp 49.080.600,00
Penolakan Pejabat Pembuat Komitmen terhadap Pemeriksaan atas Biaya Langsung Non Personil Pejabat Pembuat Komitmen Kegiatan 4766 pada Kedeputian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah menolak untuk menyerahkan kepada Inspektorat bukti-bukti pendukung
biaya
langsung
non
personil
sejumlah
Rp
641.428.760,00 untuk diperiksa lebih lanjut. Rincian jumlah biaya langsung non personil tersebut menurut rekanan (Penyedia Jasa Kajian/Konsultan) adalah sebagai berikut: 1) PT Daya Cipta Kreasindo
Rp 215.172.000,00
2) PT Timas Planindo Dinamica
Rp 149.725.000,00
3) PT Pakar Solusi Telematika
Rp 134.531.760,00
4) PT Morteza Teknikatama
Rp 142.000.000,00
Akibat dari penolakan tersebut di atas adalah sebagai berikut :
-11-
a) Bukti-bukti pendukung biaya langsung non personil sebesar Rp641.428.760,00 yang termasuk dalam pembayaran biaya pelaksanaan kajian tidak dapat diyakini keabsahannya; b) Pelaksanaan kajian tidak dapat dinilai menurut tolok ukur keekonomian, efisiensi, dan akuntabilitas.
4. Keterbatasan Audit Audit tidak dapat memecahkan masalah dalam organisasi, karena terdapat beberapa keterbatasan. Keterbatasan utama dari audit menurut Nugroho Widjayanto (2005) adalah sebagai berikut: Keterbatasan utama audit antara lain: a) Waktu; Waktu adalah faktor yang sangat membatasi, karena auditor harus memberikan informasi kepada manajemen dengan segera untuk memecahkan masalah yang dihadapi. b) Keahlian yang dimiliki; Kurangnya pengetahuan, banyak dikeluhkan oleh para auditor operasional. Adalah tidak mungkin bagi seorang auditor untuk mengetahui dan menguasai berbagai disiplin ilmu. Menurut aturannya, auditor dapat meminta bantuan pihak ketiga sebagai tenaga ahli apabila auditor tidak mengetahui tentang ilmu terhadap objek yang diperiksa. c) Biaya. Audit operasional harus menekan biaya audit sehingga seringkali mengabaikan situasi permasalahan yang lebih kecil yang mungkin dapat memakan biaya jika diselidiki lebih lanjut.
5. Ruang Lingkup Audit Ruang lingkup audit meliputi semua aspek manajemen yang perlu mendapat
perhatian
untuk
diperbaiki
dan
ditingkatkan
mutu
penanganannya oleh manajemen atas kegiatan atau program yang
-12-
diperiksa. Aspek manajemen tersebut, yaitu sistem organisasi, kebijakan, perencanaan, prosedur, pencatatan, dan personal (Cashin, 2006 : 36). Untuk menentukan ruang lingkup pemeriksan, auditor harus memperhatikan tujuan pimpinan yang menjalanakan pemeriksaan, sebab setiap pimpinan selalu mengharapkan agar tujuan penugasannya tercapai. Berikut adalah gambar hubungan & fungsi yang ditimbulkan dari audit: Pihak I: Auditor
Audit
Pengesahan
Pihak III : Masyarakat
Pertanggungjawaban
Pihak II : Manajemen
Gambar 2.1. Hubungan & fungsi audit (IBK. Bhayangkara, 2008: 45)
Dengan demikian, dalam hal penentuan ruang lingkup pemeriksaan diperlukan komunikasi yang baik antara auditor dengan pimpinan yang memberikan penugasan. Hal ini akan ditegaskan dalam surat penugasan yang salah satu isinya adalah tentang ruang lingkup pemeriksaan. 6. Tahap-Tahap Audit Dalam buku “Principle of Internal Auditing” dijelaskan pada tabel sebagai berikut;
-13-
Tabel 2.1. Tahap-Tahap Audit Task Flow Descriptions Steps 1. Audit Planning & Planning defines what should - Analyzis the audit Risk Analysis be done how, where, and when assignment. it should be done, and who - Gather facts about the should do it. audit area. - Perform risk analyzis. - Identify audit evidence. - Write detailed. - Audit objectives. - Develop an audit work program. - Schedule and staff the audit 2. Preliminary Survey Farmiliarize the auditors with - Obtained background all pertinent aspects of the information. program, function, entity, or - Investigating the area’s being audited. activities. - Determining reasonable probability & documenting. - Effectively using survey result. 3. Audit Field Work & Field work encompasses all the - Evaluation of the Control Assessment efforts that the internal auditor internal control system. Method must make to be able to form - Design & conduct of the an opinion and present audit test. findings and recommendations about the area under audit. 4. Audit Finding & A Finding is statement of - Developing audit Recommendation condition based on certain findings. facts that are stated in the audit - Documentary findings. objectives. Good audit finding - Closing conference. depend on the quality of the auditors field work and on the completeness and organization of their working papers. 5. Reporting Reporting is the critical step in - Outline the report. audit process any university - Writing the first draft. graduate may be able to write a - Editing the draft. report, but not a veryone can - Writing the find report. write a clear. Convencing report, through and well
-14-
organized interded conclutions, tell them what they need to know. 6. Follow-Up Follow-up is the action taken - The need for follow-up. to correct a weak control - Follow-up audits situation that has been identified by an internal audit and reported to management. Sumber: Amin Widjaja (2010), Principle of Internal Auditing.
7. Pelaksana Audit Dalam bukunya Arens dan Loebbecke (2000;800) mengemukakan bahwa “Audit are usually performed by one of three group; internal auditors, government auditor, CPA firms”. Diadaptasikan oleh Amir Abadi Jusuf, audit operasional dapat dilaksanakan oleh pihak sebagai berikut: a) Audit Internal Audit internal memiliki posisi yang unik untuk melaksanakan audit operasional. Manfaat yang diperoleh jika auditor internal melakukan audit operasional adalah bahwa mereka menggunakan seluruh waktu kerja untuk perusahaan yang mereka audit. Untuk memaksimumkan efektivitasnya, bagian audit operasional harus melapor kepada dewan direksi atau direktur utama. Auditor internal juga harus mempunyai akses dan mengadakan komunikasi yang berkesinambungan dengan komite auditor dewan direksi. Struktur organisasi ini membantu audito agar tetap independen. b) Auditor Pemerintah
-15-
Auditor pemerintah terdiri dari para akuntan dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Audit pemerintah biasanya member perhatian pada kedua macam pemeriksanaan baik audit keuangan maupun audit operasional. c) Auditor Eksternal Pada waktu akuntan publik melakukan audit atas laporan keuangan historis, sebagian dari audit itu biasanya terdiri dari pengidentifikasian masalah-masalah operasional dan membuat rekomendasi yang dapat bermanfaat bagi klien audit. Rekomendasi itu dapat dilakukan secara lisan, tetapi biasanya menggunakan surat manajemen. Pengetahuan dasar mengenai bisnis klien yang dimiliki auditor eksternal dalam melakukan audit seringkali memberikan informasi yang berguna dalam memberikan rekomendasi-rekomendasi operasional. Auditor yang mempunyai latar belakang bisnis dan pengalaman yang luas dengan perusahaan-perusahaan serupa akan cenderung lebih efektif dalam membantu klien dengan rekomendasi operasional yang relevan dibandingkan dengan yang tidak mempunyai kualitas seperti itu. 8. Laporan Hasil Audit Laporan audit menurut Nugroho Widjayanto dalam bukunya yang berjudul “Pemeriksaan Operasional Perusahaan” dijelaskan bahwa laporan audit merupakan barang bukti nyata mengenai pemeriksaan yang telah dilakukan operasi entitas. Bentuk serta sifat laporan dibuat berdasarkan tugas pimpinan entitas. Suatu laporan biasanya mengangandung uraian
-16-
tentang kegiatan yang dilakukan dalam audit, bagian mana yang perlu mendapat laporan, dan rekomendasi yang diperlukan. Langkah-langkah dalam pelaporan audit menurut Nugroho Widjayanto (2005;80) adalah: a) Review atas kertas kerja audit; b) Menyusun draft laporan hasil audit; c) Diskusi hasil temuan dan rekomendasi; d) Menyusun final operational audit report; e) Tindakan koreksi atas penyimpangan. Adapun sifat dan isi laporan audit menurut Nugroho Widjayanto (2005;88) adalah: 1. Ruang lingkup dan tujuan audit; 2. Menyajikan hal-hal actual dan lengkap, akurat, dan wajar; 3. Menjelaskan temuan-temuan dan rekomendasi; 4. Mencantumkan informasi dan temuan yang didukung oleh bukti-bukti yang cukup menunjukkan dasar permasalahan yang dilaporkan serta kebenaran dan kelayakannya; 5. Membuat identifikasi dan penjelasan tentang masalah dan pernyataan yang melakukan penelaahan dan pertimbangan lebih lanjut dan auditor; 6. Menyertakan tindakan manajer yang patut untuk diperhatikan, terutama dalam perbaikan manajemen yang dilaksanakan serta perluasan lebih lanjut;
-17-
7. Menempatkan tekanan pokok pada perbaikan dimasa mendatang dan bukan pada kritikan dimasa lalu. Komentar negative disampaikan dalam perspektif yang seimbang dengan mengemukakan kesulitan dan keterbatasan yang dihadapi dengan pimpinan yang bersangkutan. B. Pendapatan TGR Dalam penjelasan PP No. 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara dijelaskan bahwa Pendapatan TGR dapat merupakan pendapatan yang diperoleh sebagai akibat atas hasil laporan audit operasional oleh Inspektorat (APIP) yang telah diserahkan kepada Tim TGR untuk dilakukan tindakan penyetoran ke Kas Negara. Adapun unsur-unsur yang mempengaruhi pendapatan TGR menurut penjelasan PP No. 22 Tahun 1997 antara lain; 1. Pendapatan yang berasal dari perjalanan dinas fiktif merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya perjalanan dinas fiktif yang dilakukan oleh pejabat/pegawai. 2. Pendapatan yang berasal dari honor yang melebihi Standar Biaya Umum (SBU) merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara
akibat
diketahui
adanya
pembayaran
honor
kepada
pejabat/pegawai yang melebihi SBU. 3. Pendapatan yang berasal dari perjalanan dinas yang melebihi standar merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya perjalanan dinas yang dilakukan oleh pejabat/pegawai tidak menggunakan standar tarif perjalanan dinas yang
-18-
dikeluarkan oleh Menteri Keuangan (PMK Nomor: 07/PMK.05/2008). 4. Pendapatan
yang
berasal
dari
belanja
barang/jasa
yang
tidak
menggunakan tarif/standar harga yang wajar merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya transaksi pembelian/pengadaan barang yang tidak menggunakan harga/tarif wajar, terutama dalam menentukan HPS (Harga Perkiraan Sendiri). C. Denda Pelaksanaan Pekerjaan Dalam penjelasan PP No. 22 Tahun 1997, denda pelaksanaan pekerjaan dapat berupa pendapatan yang diperoleh sebagai akibat atas hasil laporan audit operasional oleh Inspektorat (APIP) dimana rekanan telah melanggar Surat Perjanjian/Kontrak
Kerja
(SPK)
sehingga
dilakukan
upaya/tindakan
penyetoran ke Kas Negara untuk menuntut denda atas pelaksanaan pekerjaan tersebut. Adapun unsur-unsur yang mempengaruhi pendapatan denda pelaksanaan pekerjaan menurut penjelasan PP No. 22 Tahun 1997 antara lain; 1. Pendapatan yang berasal dari terlambatnya pelaksanaan pekerjaan merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 2. Pendapatan yang berasal dari pengadaan barang yang belum selesai merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya pelaksanaan pekerjaan yang belum selesai. 3. Pendapatan yang berasal dari pengadaan barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang diinginkan sesuai perjanjian/kontrak kerja, merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara
-19-
akibat diketahui adanya barang yang tidak sesuai dengan spesifikasi barang yang diinginkan sesuai perjanjian/kontrak kerja. D. Pendapatan TAYL Dalam penjelasan PP No. 22 Tahun 1997, pendapatan TAYL dapat berupa pendapatan yang diperoleh sebagai akibat atas hasil laporan audit operasional oleh Inspektorat (APIP) untuk periode yang telah melewati tahun anggaran berjalan dan dilakukan tindakan penyetoran ke Kas Negara. Adapun unsurunsur yang mempengaruhi pendapatan TAYL menurut penjelasan PP No. 22 Tahun 1997 antara lain; 1. Pendapatan yang berasal dari pengembalian belanja perjalanan dinas TAYL merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya pejabat/pegawai yang mengembalikan belanja perjalan dinas untuk perode anggaran yang lalu. 2. Pendapatan yang berasal dari pengembalian belanja honor TAYL merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya pejabat/pegawai yang mengembalikan belanja honor untuk perode anggaran yang lalu. 3. Pendapatan yang berasal dari pengembalian belanja barang/jasa TAYL merupakan pendapatan yang berasal dari penyetoran ke Kas Negara akibat diketahui adanya pengembalikan belanja barang/jasa untuk perode anggaran yang lalu.
E. Penerimaan Negara
-20-
1. Pengertian Penerimaan Negara Penerimaan Negara adalah segala bentuk penerimaan yang masuk ke dalam Kas Negara. Penerimaan Negara terdiri atas Pendapatan Negara dan Hibah. Sedangkan untuk Pendapatan Negara itu sendiri terdiri atas Pendapatan Pajak dan Pendapatan Bukan Pajak (PNBP). (Tentang PNBP: 2010). Penerimaan Negara merupakan salah satu unsur dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Penerimaan Negara adalah seluruh penerimaan untuk negara yang meliputi penerimaan perpajakan, bukan pajak, dan hibah baik berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Terdapat tiga jenis unsur penerimaan negara, yaitu: a) Penerimaan Perpajakan; b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP); c) Penerimaan dari Hibah Dalam Negeri dan Luar Negeri. 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan (Pasal 1 angka 1 UU No. 20 Tahun 1997). PNBP merupakan lingkup keuangan negara yang dikelola dan dipertanggungjawabkan sehingga Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
sebagai lembaga audit intern yang bebas dan mandiri turut
melakukan pemeriksaan atas komponen yang mempengaruhi pendapatan negara dan merupakan penerimaan negara sesuai dengan undang-undang.
-21-
Laporan hasil pemeriksaan APIP kemudian diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk selanjutnya dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta diserahkan juga kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk selanjutnya dilaporkan kepada Presiden. Menyadari pentingnya PNBP, maka kemudian dilakukan pengaturan dalam peraturan perundang-undangan, diantaranya melalui : a) UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak; b) PP Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak; c) PP Nomor 73 Tahun 1999 tentang Tatacara Penggunaan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Bersumber dari Kegiatan Tertentu; d) PP Nomor 1 Tahun 2004 tentang Tata Cara Penyampaian Rencana dan Laporan Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak; dan e) PP Nomor 29 Tahun 2009 tentang Tata Cara Penentuan Jumlah, Pembayaran, dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Terutang. PNBP dalam UU No. 20 Tahun 1997 dapat dikelompokkan meliputi : a) Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah; b) Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam; c) Penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekayaan Negara yang dipisahkan;
-22-
d) Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah; e) Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi; f) Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah; dan g) Penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-undang tersendiri. Pengelompokan PNBP ini kemudian ditetapkan dalam PP No. 22 Tahun 1997 yang telah diubah dengan PP No. 52 Tahun 1998 dengan menjabarkan jenis-jenis PNBP yang berlaku umum di semua Departemen dan Lembaga Non Departemen, sebagai berikut : a) Penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan); b) Penerimaan hasil penjualan barang/kekayaan Negara; c) Penerimaan hasil penyewaan barang/kekayaan Negara; d) Penerimaan hasil penyimpanan uang negara (jasa giro); e) Penerimaan ganti rugi atas kerugian negara (tuntutan ganti rugi dan tuntutan perbendaharaan); f) Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah; dan g) Penerimaan dari hasil penjualan dokumen lelang. Apabila jenis PNBP belum tercakup dalam jenis-jenis PNBP ini, kecuali yang telah diatur dengan Undang-undang, dapat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
-23-
F. Temuan Audit, Pendapatan TGR, Denda Pelaksanaan Pekerjaan, dan Pendapatan
TAYL
terhadap
Penerimaan
Negara
pada
Kantor
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Pada Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Pendapatan Negara hanya berasal dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Apabila kita lihat pada Laporan Keuangan Tahun Anggaran 2008 dan 2009, terdapat beberapa pos yang mengalami peningkatan signifikan dari segi pendapatan Negara dari Tahun 2007 s.d. 2009, yaitu: 1. Pendapatan Tuntutan Ganti Rugi (TGR); 2. Pendapatan Denda Pelaksanaan Pekerjaan Pemerintah; 3. Penerimaan Kembali Belanja dari Tahun Anggaran Yang Lalu (TAYL). Ketiga pos tersebut, merupakan hasil tindak lanjut dari rekomendasi yang disarankan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) atau Inspektorat sebagai hasil audit operasional. Beberapa rekomendasi dari Inspektorat terkait hasil temuan audit operasional antara lain: 1. Penyetoran; 2. Pengumpulan Bukti; atau 3. Penjelasan /Koreksi. Audit operasional merupakan kegiatan membandingkan antara fakta dengan kriteria. Secara umum, apabila terdapat ketidaksesuaian antara fakta/kejadian dengan criteria/peraturan yang berlaku, tindakan yang harus dilakukan oleh Auditee adalah memberikan penjelasan kenapa atau sebab terjadi seperti itu dengan dilengkapi bukti-bukti pendukung. Apabila auditee
-24-
tidak dapat menjelaskan dan atau menunjukkan bukti terkait, maka harus dilakukan penyetoran ke Kas Negara. Oleh karena itu, Pendapatan TGR, Denda Pelaksanaan Pekerjaan, dan Pendapatan TAYL terhadap peningkatan penerimaan negara dengan hasil audit operasional yang dilakukan secara memadai memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. G. Kerangka Pikir Beberapa hal yang menjadi kerangka pikir mengenai masalah yang hendak dianalisis adalah sebagai berikut; 1. Ardja Sadjiarto (2000), dalam jurnanya yang berjudul “akuntabilitas dan pengukuran kinerja pemerintahan” menyatakan bahwa peningkatan penerimaan negara dapat dilakukan dengan meningkatkan akuntabilitas melalui transparansi dalam laporan keuangan dan laporan hasil audit yang termasuk
didalamnya
adalah
adanya
temuan audit
dan
kinerja
pemerintahan. 2. Taufiequrachman Ruki (2010), menyatakan bahwa pencegahan kebocoran penerimaan negara, terutama Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dicegah melalui audit (pemeriksaan), sehingga fokus utama dari pemerintah seharusnya adalah pencegahan di hulu, yaitu dari segi administrasi pembiayaan dan penerimaan yang benar. 3. Mardiasmo (2002), menyatakan bahwa Pendapatan TGR, pendapatan denda, dan pendapatan TAYL merupakan bagian dari Penerimaan Negara
-25-
Bukan Pajak (PNBP) yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam rangka elaborasi reformasi akuntansi sektor publik. H. Model Penelitian Adapun model penelitian mengenai masalah yang hendak dianalisis dapat dilihat pada model penelitian sebagai berikut;
Audit Operasional Pendapatan TGR Penerimaan Negara Pendapatan Denda
Pendapatan TAYL
Gambar 2.2. Model Penelitian (Data diolah, 2010)