12
BAB II LANDASAN TEORI
1.1 Metode Pengajaran Dalam pengajaran bahasa termasuk bahasa asing, seorang guru membutuhkan suatu metode pengajaran untuk menghindari kejenuhan dalam proses pembelajaran. Pengertian metode dalam proses belajar mengajar adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran, sesuai dengan hasil yang diinginkan. Setiap metode pengajaran bahasa pada dasarnya menginginkan hasil yang sama, yakni agar para pembelajar dapat membaca, berbicara, memahami, menterjemahkan dan mengenal penerapan-penerapan tata bahasa yang dipelajari. Metode pengajaran adalah prosedur, urutan, langkah-langkah, dan cara yang digunakan pengajar dalam pencapaian tujuan pembelajaran. Anthony, Subyakto dalam Hasanah (2008:12) “metode pengajaran adalah tingkat yang menerapkan teori-teori pada tingkat asumsi atau falsafah tentang pengajaran bahasa”. Dalam kamus Nihon Daijiten (1989:498) tertera: 「教授」とは学問。技芸を教えさずけること。
「kyojyu」to wa gakumon. Gigei wo oshiesa zukerukoto. “Pengajaran adalah memberikan atau mengajar seni kenikmatan ilmu pengetahuan”
13
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990:580) metode adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Dapat disimpulkan bahwa metode pengajaran adalah cara yang digunakan untuk pengajaran, dalam proses pembelajaran kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
1.1.1
Efektifitas pengajaran Suatu pengajaran dapat dikatakan berhasil jika dengan pengajaran
tersebut, siswa menjadi lebih mudah memahami pelajaran, dan termotivasi dalam belajar tanpa merasa jenuh. Sedangkan menurut Purwadarminta (1994:32) “Di dalam pengajaran efektivitas berkenaan dengan pencapaian tujuan, dengan demikian analisis tujuan merupakan kegiatan pertama dalam perencanaan pengajaran”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1990:219) definisi efektivitas adalah sesuatu yang memiliki pengaruh atau akibat yang ditimbulkan, manjur, membawa hasil dan merupakan keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan, dalam hal ini efektivitas dapat dilihat dari tercapai tidaknya tujuan instruksional khusus yang telah dicanangkan. Metode pengajaran dikatakan efektif, apabila tujuan instruksional khusus yang dicanangkan lebih banyak tercapai. Menurut Harry Firman (1987) keefektifan program pembelajaran ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
14
a. Berhasil
menghantarkan
siswa
mencapai
tujuan-tujuan
instruksional yang telah ditetapkan. b. Memberikan pengalaman belajar yang atraktif, melibatkan siswa secara aktif sehingga menunjang pencapaian tujuan instruksional. c. Memiliki sarana-sarana yang menunjang proses belajar mengajar.
Berdasarkan ciri program pembelajaran efektif seperti yang digambarkan diatas, keefektifan program pembelajaran tidak hanya ditinjau dari segi tingkat prestasi belajar saja, melainkan harus pula ditinjau dari segi proses dan sarana penunjang. Aspek hasil meliputi tinjauan terhadap hasil belajar siswa setelah mengikuti program pembelajaran yang mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek proses meliputi pengamatan terhadap keterampilan siswa, motivasi, respon, kerjasama, partisipasi aktif, tingkat kesulitan pada penggunaan media, waktu serta teknik pemecahan masalah yang ditempuh siswa dalam menghadapi kesulitan pada saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Aspek sarana penunjang meliputi tinjauan-tinjauan terhadap fasilitas fisik dan bahan serta sumber yang diperlukan siswa dalam proses belajar mengajar seperti ruang kelas, laboratorium, media pembelajaran dan buku-buku pelajaran. Efektifitas
metode
pembelajaran
merupakan
suatu
ukuran
berhubungan dengan tingkat keberhasilan dari suatu proses pembelajaran.
yang
15
Kriteria keefektifan dalam penelitian ini mengacu pada : a. Ketuntasan belajar, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila sekurangkurangnya 75% dari jumlah siswa telah memperoleh nilai 60 dalam peningkatan hasil belajar. b. Model pembelajaran dikatakan efektif meningkatkan hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa menunjukkan perbedaan yang signifikan
antara
pemahaman
awal
dengan
pemahaman
setelah
pembelajaran (selisih yang signifikan). c. Model pembelajaran dikatakan efektif jika dapat meningkatkan minat dan motivasi apabila setelah pembelajaran siswa menjadi lebih termotivasi untuk belajar lebih giat dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik. Serta siswa belajar dalam keadaan yang menyenangkan.
Dalam setiap pengajaran, keefektifan yang ditunjukan pada tujuan pembelajaran sangat diperlukan. Guru yang merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam meningkatkan keefektifan belajar, harus memilih model, metode, dan media pembelajaran yang sesuai, serta dapat mendukung tercapainya hasil yang diharapkan.
2.2 Media Pendidikan Media pendidikan merupakan salah satu aspek dalam metode pengajaran, yaitu sebagai alat bantu mengajar guna membantu para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, penggunaan media dalam
16
proses belajar mengajar harus didasarkan kepada pemilihan yang tepat, sehingga dapat menunjang efektivitas dan efisiensi proses belajar mengajar. Secara umum media pendidikan adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran adalah sebuah proses komunikasi antara pembelajar, pengajar dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa bantuan sarana penyampai pesan atau media. Menurut Marshall Mcluhan dalam Harjanto (2005:246) “Media adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak langsung dengan orang tersebut”. Melalui media pendidikan dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam pengajaran, yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapainya. Menurut Harjanto (2005:243-244) ada dua alasan media pendidikan dapat berkenaan dengan manfaat media pendidikan, dalam proses belajar siswa, yang pertama antara lain: a. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. b. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.
17
c. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar. Sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, melakukan latihan, mendemonstrasikan, dll. d. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar. Alasan ke-dua yaitu taraf berfikir manusia mengikuti tahap perkembangan, dimulai dan berfikir sederhana menuju ke berfikir kompleks. Penggunaan media pendidikan erat kaitannya dengan tahapan berfikir tersebut, sebab melalui media pendidikan hal-hal yang abstrak dapat dikonkretkan, dan hal-hal yang kompleks dapat disederhanakan. Pada dasarnya media pendidikan merupakan suatu perantara yang digunakan dalam pendidikan, serta mengandung aspek-aspek sebagai alat dan teknik yang sangat erat kaitannya dengan metode mengajar. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa media pendidikan adalah sebagai alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi, interaksi antara pengajar dan pembelajar, dalam proses pendidikan dan pengajaran di sekolah. Media pendidikan dapat dibagi menjadi:
Media yang didengar (auditory), misalnya radio dan tape recorder;
Media yang dapat dilihat (visual), misalnya kartu dan gambar;
Media yang didengar dan dilihat (auditory dan visual), misalnya film;
Media permainan (games) misalnya teka-teki silang, scrabble, dan acak huruf.
18
Menurut Sudjana dalam Fiktiany (2007:13) bahwa “Penggunaan media dalam pengajaran memiliki nilai dan manfaat antara lain adalah supaya pengajaran lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar, selain itu bahan pengajaran akan semakin jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih baik. Media pendidikan juga bermanfaat sebagai metode mengajar yang lebih bervariasi, dan tidak hanya semata-mata sebagai komunikasi verbal penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, dan melakukan demonstrasi”.
2.2.1 Permainan sebagai media pendidikan Permainan sebagai salah satu media pendidikan sangat dianjurkan oleh para ahli psikologi karena sangat bermanfaat bagi perkembangan kognitif dan kreatif anak didik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995:614) “permaian adalah bermain, perbuatan bermain”. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa permainan adalah suatu kegiatan bermain yang menimbulkan kesenangan bagi pesertanya. Dalam Kamus Nihon Daijiten (1989:597) tertera: 「ゲームルールを決めて、勝負を競遊び。遊戯。競技。試合」 “Permainan adalah pertandingan. Bermain untuk mencari yang kalah dan yang menang dengan menentukan peraturannya”
19
Bermain mengandung aspek kegembiraan, kelegaan, kenikmatan yang intensif, bebas dari ketegangan atau kedukaan, bersifat memerdekakan jiwa. Permainan manusia sangat erat dan ekspresi diri, spontanitas, melatih pribadi untuk siap melewati persaingan, siap menerima kemenangan sekaligus siap menerima kekalahan. Oleh karena itu, permainan bersifat mendewasakan. Melalui bermain, seseorang belajar banyak tentang kehidupan baik itu belajar kemandirian, keberanian, sosialisasi, kepemimpinan dan menyadari arti akan eksistensi dirinya. Sebagai media pendidikan, permainan mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : a. Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan, sesuatu yang menghibur dan menarik. b. Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar. c. Permainan dapat memberikan umpan balik langsung. d. Permainan memungkinkan siswa untuk memecahkan masalahmasalah yang nyata. e. Permainan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan dapat diulangi
sebanyak
yang
dikehendaki,
kesalahan-kesalahan
operasional dapat diperbaiki. f. Membantu siswa meningkatkan kemampuan komunikatifnya. g. Membantu siswa yang sulit belajar dengan metode tradisional.
20
h. Permainan besifat luwes, dapat dipakai untuk berbagai tujuan pendidikan. Permainan dapat dengan mudah dibuat dan diperbanyak.
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan merupakan kegiatan yang menimbulkan kesenangan kepada pesertanya dengan tidak melupakan tujuan dan peraturan dalam permainan tersebut. Permainan dapat dijadikan salah satu alat atau media dalam pendidikan. Permainan dapat berfungsi sebagai alat sosial karena mengharuskan pesertanya berinteraksi dengan peserta lain. Namun dalam hal memilih permainan, hal pertama yang harus diperhatikan adalah pengaruh terhadap pendidikannya, dan khusus untuk pengajaran bahasa adalah faktor relevansi dengan pengajaran bahasa atau teori pengajaran tersebut. Permainan dapat membantu membuat suasana lingkungan belajar menjadi senang, bahagia, santai namun tetap memiliki suasana belajar yang kondusif. Dapat dinyatakan bahwa dalam proses belajar mengajar, permainan untuk meningkatkan pembelajaran adalah bersifat positif. Dengan media permainan dalam pembelajaran siswa merasa tertarik dan tertantang untuk lebih mengetahui materi pembelajaran.
2.3 Kosakata 2.3.1 Pengertian Kosakata Kosakata merupakan aspek dasar yang harus dikuasai oleh siswa dalam pengajaran suatu bahasa termasuk bahasa asing. Karena fungsi bahasa sebagai alat komunikasi tanpa penguasaan kosakata maka siswa tidak akan bisa menggunakan bahasa asing tersebut.
21
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:597) menyatakan bahwa kosakata adalah perbendaharaan kata. Shinmura dalam Dahidi dan Sudjianto (2004:97) kosakata juga dapat dikatakan sebagai keseluruhan kata (tango) berkenaan dengan suatu bahasa atau bidang tertentu yang ada didalamnya. Penulis mengkhususkan kosakata pada penelitian ini yaitu kosakata ikeiyooshi dalam pembelajaran Bahasa Jepang. Kitahara dalam Dahidi dan Sudjianto (1995:82) mengungkapkan bahwa pengertian i-keiyooshi adalah “ikeiyooshi „adjektiva-i‟ sering disebut juga keiyooshi yaitu kelas kata yang menyatakan sifat atau keadaan sesuatu, dengan sendirinya dapat menjadi predikat dan dapat mengalami perubahan bentuk”. Kata-kata yang termasuk i-keiyooshi dapat membentuk bunsetsu (frase, alinea, paragraf) walaupun tanpa bantuan kelas lain. Setiap kata yang termasuk i-keiyooshi selalu diakhiri silabel /i/ dalam bentuk kamusnya, dapat menjadi predikat, dan dapat menjadi kata keterangan yang menerangkan kata lain dalam suatu kalimat. Kelas kata ini mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kalimat. (Dahidi dan Sudjianto, 2004:154) Menurut Shimizu (2000:46) i-keiyooshi pada umumnya dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1) Zokusei keiyooshi adalah kelompok i-keiyooshi yang menyatakan sifat atau keadaan secara obyektif, misalnya たかい „tinggi/mahal‟, ながい „panjang‟, はやい „cepat‟, とおい „jauh‟, ふとい „gemuk/besar‟, あかい „merah‟, おもい „berat‟, dsb. 2) Kanjoo keiyooshi adalah kelompok i-keiyooshi yang menyatakan perasaan atau emosi secara subjektif, misalnya う れ し い
22
„senang/gembira‟, かなしい „sedih‟, こわい „takut‟, いたい „sakit‟, かゆい „gatal‟, dsb.
2.3.2 Manfaat penguasaan kosakata Dalam pengajaran bahasa bertujuan agar para siswa terampil berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut sangat bergantung kepada kualitas kosakata yang dimiliki. Sebagai bagian dari komponen bahasa, kosakata terdiri dari kata-kata yang digunakan dalam komunikasi melalui bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Untuk memenuhi kemampuan bahasa yang baik hendaknya mempunyai penguasaan kosakata yang baik pula seperti yang diungkapkan Tarigan (1993:2-3) “kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelas bergantung kepada kualitas dan kuantitas yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki semakin besar pula kemungkinan terampil berbahasa. Sehingga bisa dikatakan bahwa kualitas dan kuantitas, tingkatan dan kedalaman kosakata seseorang merupakan indeks pribadi yang terbaik bagi perkembangan mentalnya”. Maka dapat disimpulkan bahwa dengan memiliki penguasaan kosakata yang baik diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Keterampilan berbahasa menjadi meningkat 2. Dapat berkomunikasi dengan baik 3. Mengemukakan gagasan secara tepat dengan penempatan kata yang tepat pula 4. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi
23
2.4 Permainan Dalam Pengajaran Kosakata Pada intinya pengajaran kosakata adalah mengajarkan bagaimana menguasai kosakata dengan maknanya. Akan tetapi, menguasai kosakata tidak hanya dalam pengertian mampu memahami arti berbagai kosakata, tetapi juga dapat menempatkan kosakata tersebut dalam kalimat dengan sesuai Tarigan (1984:24) teknik pengembangan kosakata yang dapat dilakukan dalam
pembelajaran
kosakata
disekolah,
yang
dapat
membantu
siswa
meningkatkan penguasaan kosakata mereka secara kualitatif maupun kuantitatif, contohnya menggunakan kamus dan permainan kata”. Dalam sebuah pembelajaran suatu media permainan memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan media permainan yaitu: 1. Melalui permainan, anak didik dapat segera melihat atau mengetahui hasil dan pekerjaan mereka. 2. Biaya untuk latihan dapat dikurangi dengan adanya permainan. 3. Permainan dapat memberikan pengalaman-pengalaman yang nyata dan dapat diulangi sebanyak yang dikehendaki. 4. Ada berbagai macam kemungkinan variansi dalam permainan sehingga memungkinkan penggunaannya dalam segala bidang. (Latuheru dalam Fiktiany, 2007:16)
24
Sedangkan kelemahan media permainan yaitu: 1. Ketepatgunaan
(efektifitas)
belajar
dengan
melalui
permaian
bergantung dari materi yang dipilih secara khusus serta bagaimana manfaatnya. 2. Beberapa kegiatan permainan membutuhkan adanya diskusi sesudah permainan dilaksanakan demi keberhasilan proses pembelajaran tersebut. 3. Waktu, dalam hal ini merupakan rintangan yang berarti. (Latuheru dalam Fiktiany, 2007:16) Penerapan pengajaran kosakata melalui media permainan bisa digunakan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa. Banyak orang yang beranggapan bahwa bermain dan belajar adalah sesuatu yang bertolak belakang. Tidak sedikit orang beranggapan bahwa banyak bermain akan mengurangi waktu belajar. Sedangkan kebanyakan siswa menyatakan bahwa bermain itu menyenangkan dan belajar itu menjemukan. Bermain kadang disamakan dengan main-main yang lebih disepelekan, tidak serius dan dianggap sebagai tindakan yang hanya dilakukan oleh anak kecil. Padahal, banyak aspek yang terkandung dalam bermain terlebih lagi bermain yang memiliki unsur pendidikan.
2.5 Permainan acak huruf i-keiyooshi sebagai salah satu pengajaran kosakata Permainan acak huruf adalah suatu permainan yang menggunakan potongan-potongan huruf pada kertas atau karton yang disusun secara acak,
25
dimainkan perseorangan atau kelompok dimana siswa dituntut untuk teliti supaya dapat menyambungkan potongan-potongan huruf tersebut menjadi kosakata yang tepat. Dalam penelitian ini teknik permainan acak huruf i-keiyooshi sangat memungkinkan untuk dijadikan media pembelajaran dalam penguasaan kosakata, tidak hanya dalam penguasaan kosakata saja tetapi juga siswa mampu mengingat lebih baik lagi tentang huruf Hiragana. Dengan penguasaan huruf Hiragana yang baik, siswa bisa lebih mudah untuk menguasai kosakata yang telah dipelajarinya. Berdasarkan penjelasan tersebut mengenai pengertian permainan acak huruf, dapat penulis simpulkan bahwa permainan acak huruf merupakan salah satu alternatif media pendidikan yang dapat digunakan dalam pengajaran bahasa.
2.5.1 Teknik Permainan Acak Huruf i-keiyooshi Teknik permainan acak huruf Hiragana dalam pengajaran kosakata i-keiyooshi sangatlah sederhana, dan alat yang digunakan juga sederhana. Dalam permainan ini, guru hanya perlu menyiapkan potongan huruf-huruf Hiragana pada karton atau kertas sebagai media dan jika potongan huruf–huruf Hiragana tersebut disusun dengan benar maka akan membentuk suatu kosakata yang memiliki arti. Sedangkan permainan acak huruf i-keiyooshi yang penulis lakukan dalam penelitian ini adalah: 1. Acak huruf i-keiyooshi (Susunan huruf Hiragana, sebuah kata yang dibolak-balikan).
26
Permainan ini merupakan salah satu alternatif media yang digunakan dalam pengajaran bahasa. 2. Menyusun potongan-potongan huruf Hiragana yang telah diacak guru dan disusun oleh siswa dengan benar. Permainan ini dilakukan oleh perorangan atau kelompok. Dalam permainan ini siswa dituntut untuk menyusun potongan-potongan huruf Hiragana yang telah diacak oleh guru dengan benar, sehingga potongan-potongan huruf Hiragana yang diacak tersusun menjadi kosakata yang benar dan mempunyai makna 3. Menebak nama suatu benda (dalam bahasa Jepang) dengan sebuah gambar. Permainan ini dimainkan oleh kelompok atau perorangan. Dalam permainan ini siswa dituntut untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan kosakata dengan bantuan gambar dari benda-benda yang ditanyakan.
Seperti
dalam Hasanah
(2008:24) Sartinah
mengemukakan bahwa “biasanya benda-benda atau gambar-gambar diperlihatkan dengan tujuan menerangkan arti kata-kata baru berupa terjemahan agar siswa lebih lama mengingat artinya, karena apa yang ditangkap dengan indera visual disertai dengan indera aural menyebabkan retensi yang lebih kuat daripada hanya diterangkan dengan terjemahannya saja.
27
4. Menebak antonim dari sebuah kosakata Dalam permainan menebak antonim dari sebuah kosakata ini selain melatih
pembelajar
untuk
mengingat
kosakata,
juga
melatih
pembelajar untuk mengenal lawan kata atau persamaan kata yang ditanyakan, sehingga akan menambah pembendaharaan kata yang dimiliki pembelajar.
2.5.2 Langkah-langkah Teknik Permainan Acak Huruf a. Persiapan 1. Menentukan materi yang akan dijadikan bahan pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar. 2. Membuat media pada kertas berupa gambar, kartu huruf Hiragana, atau kata yang susunan hurufnya telah diacak. 3. Kartu huruf yang telah diacak tersebut, disimpan didepan meja masing-masing kelompok yang diberi sedikit jarak antara tempat menyimpan kartu dan siswa. 4. Guru menuliskan di papan tulis daftar kata yang akan dibahas pada permainan.
b. Pelaksanaan Permainan 1. Guru memperbolehkan siswa untuk membaca dan mengingat kosakata yang telah ditulis dalam daftar kata di papan tulis dengan batas waktu tertentu.
28
2. Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok. Besarnya kelompok disesuaikan dengan jumlah siswa yang hadir. Rata-rata jumlah satu kelompok terdiri dari lima orang. 3. Mulai permainan dengan memberi pertanyaan pada masing-masing kelompok secara berurutan menggunakan gambar, kalimat yang salah satu katanya dihilangkan ataupun menginformasikan ciri-ciri atau karakteristik dari kata yang dimaksud, juga dengan menggunakan antonim. 4. Setiap kelompok menjawab pertanyaan dari guru dengan menyusun kartu huruf yang telah diacak atau dengan menebak jawaban berupa kata yang susunan hurufnya telah diacak oleh guru. 5. Guru membatasi waktu permainan. 6. Pertanyaan yang tidak bisa dijawab akan dilemparkan kepada kelompok yang lain. 7. Guru memberi klarifikasi setiap jawaban atau menambahkan penjelasan yang bersumber pada materi yang ada dalam permainan.
c.Evaluasi Setiap akhir pembelajaran, guru memberikan evaluasi berupa tes tertulis untuk mengukur pembelajaran yang telah diberikan. Setiap tes yang diberikan sesuai dengan teknik permainan acak huruf yang digunakan. Selama permainan berlangsung siswa tidak diperbolehkan membuka kamus, buku panduan atau buku catatan.
29
2.6 Hasil penelitian terdahulu Teknik pembelajaran menggunakan permainan acak huruf Hiragana telah dilaksanakan sebelumnya. Dalam bab ini akan dibahas hasil penelitian yang berkaitan dengan pembelajaran menggunakan teknik permainan acak huruf, yaitu oleh Melati Murni Fiktiany Jurusan Pendidikan Bahasa Perancis dengan judul “EFEKTIFITAS PERMAINAN ACAK HURUF DALAM PENGAJARAN KOSAKATA BAHASA PERANCIS DI SMKN 3 BANDUNG (Penelitian Eksperimen terhadap siswa kelas II SMKN 3 Bandung tahun ajaran 2006/2007. Dari hasil penelitian Melati Murni Fiktiany diperoleh t-hitung > t-tabel = 7,246 > 2.093. Rata-rata pre-test sebelum penggunaan permainan acak huruf sebesar 74.5, sedangkan nilai rata-rata setelah penggunaan acak huruf sebesar 87.7. sehingga hipotesis yang diajukan penulis dapat diterima. Menurut analisis angket diperoleh data bahwa 75% dari jumlah siswa menyetujui teknik permainan acak huruf dalam pengajaran kosakata bahasa Perancis diterapkan di kelas. Dari hasil analisis dan pengujian hipotesis, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan penguasaan kosakata siswa sebelum dan setelah belajar dengan teknik permainan acak huruf. Hal tersebut berarti bahwa teknik permainan acak huruf efektif digunakan dalam pengajaran kosakata bahasa Perancis. Faktor penyebab timbulnya kesulitan menguasai kosakata adalah siswa merasa jenuh akan kondisi pembelajaran kosakata di kelas karena guru hanya menyuruh siswa untuk mencari dalam kamus, kosakata yang tidak dipahami untuk menangani kejenuhan terhadap pembelajaran di dalam kelas.