BAB II LANDASAN TEORI
A.
Konsep Teori
1.
Kebutuhan akan Intsrumen Pengukuran Kinerja Bisnis Keberhasilan pencapaian sasaran strategik perlu diukur. Itulah sebabnya sasaran strategik yang menjadi basis pengukuran kinerja perlu ditentukan ukurannya, dan ditentukan inisiatif strategik untuk mewujudkan sasaran tersebut. Sasaran strategik beserta ukurannya kemudian digunakan untuk menentukan target yang akan dijadikan basis penilaian kinerja, untuk menentukana penghargaan yang akan diberikan kepada personel tim atau orgainasi. Dalam merancang bisnis internal Balance Scorecard ada tiga konsep yang harus kita perhatikan agar terdapat keterkaitan antara strategi dengan yang diharapkan oleh organisasi dan perusahaan. Adapun ketiga konsep dalam Balance Scorecard menurut Amin Widjaja Tunggal (2002:2 1) adalah sebagai berikut: a) Cause and efect relationships, yaitu bahwa kinerja dari suatu aktivitas merupakan akibat dari aktivitas sebelumnya dan menjadi pemacu bagi kinerja aktivitas selanjutnya.
7
8
b) Performance drivers, yaitu digunakannya ukuran yang dapat menilai hasil-hasil yang harus dicapai berikut pemacu kinerjanya sesuai dengan strategi yang dijalankan perusahaan. c) Linkage to financial, yaitu bahwa semua ukuran kinerja dalam Balance Scorecard harus terhubung dengan tujuan keuangan perusahaan.
2.
Pengertian Sistem Pengukuran Kinerja Sistem merupakan kerangka kerja terpadu yang terdiri dari komponenkomponen yang saling berkaitan dan memiliki sasaran yang ingin dicapai. Menurut Mulyadi (2001:19) definisi sistem pengukuran kinerja adalah “Penentuan secara periodik efektivits operasional suatu organisasi, badan organisasi, dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.”
Secara umum, pengertian pengukuran kinerja adalah kegiatan penilaian yang dilakukan secara periodik terhadap operasi organisasi dan anggota organisasi perusahaan. Ukuran yang digunakan berupa standar tertentu yang telah disepakati sebelumnya. Pengukuran kinerja akan memperlihatkan hubungan yang terjadi antara perencanaan organisasi perusahaan dan sejauh mana organisasi perusahaan berhasil mencapai tujuannya dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Pengukuran kinerja merupakan alat evaluasi dan pengendalian kinerja organisasi perusahaan, untuk menilai berhasil atau tidaknya suatu strategi yang telah ditetapkan.
9
Pengukuran kinerja sebagai suatu usaha formal yang dilaksanakan oleh manajemen untuk mengevaluasi hasil dari aktivitas yang telah dilaksanakan dan dan informasi yang didapat dalam pengukuran kinerja perusahaan, yang sangat dibutuhkan oleh setiap organisasi perusahaan, baik organisasi perusahaan kecil, menengah dan atas. Hal ini bukan hanya mendukung kegiatan dalam jangka pendek namun juga dalam kegiatan jangka panjang organisasi perusahaan. Pihak manajemen melakukan usaha pengukuran kinerja dalam rangka mengukur hasil kegiatan yang sudah dilakukan selama ini. Hansen dan Mowen membedakan pengukuran kinerja secara tradisional dan kontemporer. Pengukuran kinerja tradisional dilakukan dengan membandingkan kinerja aktual dengan kinerja yang dianggarkan atau biaya standar sesuai dengan karakteristik pertanggungjawaban, sedangkan pengukuran kinerja kontemporer menggunakan aktivitas sebagai pondasinya. Ukuran kinerja dirancang untuk menilai seberapa baik aktivitas dilakukan dan dapat mengidentifikasi apakah telah dilakukan perbaikan yang berkesinambungan. Prinsip-prinsip dalam pengukuran kinerja menurut Hansen dan Mowen (1995) dalam Rosyati dan Hidayati (2004) adalah : a. Konsistensi dengan tujuan perusahaan. b. Memiliki adaptabilitas pada kebutuhan. c. Dapat mengukur aktivitas yang signifikan. d. Mudah dipublikasikan. e. Akseptabilitas dari atas ke bawah.
10
f. Biaya yang digunakan efektif. g. Tersaji tepat waktu.
3.
Tujuan dan Karakteristik Pengukuran Kinerja Secara umum, tujuan pokok dari sistem pengukuran kinerja menurut Mulyadi (2001:139) sebagai berikut:
a. b. c.
Menentukan kontribusi suatu bagian dari perusahaan terhadap organisasi secara keseluruhan. Memberikan dasar untuk mengevaluasi kualitas kinerja masingmasing manajer. Memotivasi para manajer agar secara konsisten melaksanakan tugasnya sesuai dengan tujuan pokok perusahaan. Di dalam suatu perusahaan semakin banyak kegiatan yang dilakukan
semakin kompleks masalah yang dihadapai, khususnya tentang prestasi kerja yaitu penilaian kinerja operasional perusahaan. Dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian laba maupun tidak, akan berguna bagi pimpinan
puncak,
yaitu
bagaimana
membagi
kegiatan
dan
mempertanggungjawabkan serta bagaimana mengkoordinasikan sub - sub unit yang ada. Manajer puncak harus mendistribusikan kekuasaannya dalam pengambilan keputusan atas kebijakan masing - masing unit. Untuk melakukan efesiensi serta efektivitas dalam melaksanakan kegiatannya, maka harus ada kesinambungan antara tujuan divisi dan tujuan perusahaan secara keseluruhan, sehingga dapat tercapai tujuan utama organisasi.
11
Selain mempunyai tujuan, pengukuuran kinerja mempunyai beberapa karakteristik, yaitu: a.
Sistem pengukuran kinerja harus berjalan sesuai dengan tujuan organiosasi secara keseluruhan.
b.
Kesalahan pengukuran harus dihindari, karena kesalahan kecil dapat mengakibatkan pimpinan salah dalam mengambil keputusan, juga dapat berakibat menimbulkan ketidakpuasan bawahan.
c.
Sistem pengukuran kinerja harus mempertimbangkan waktu dan biaya yeng telah dikeluarkan tidak lebih besar dari manfaat yang diperlukan.
d.
Sistem pengukuran kinerja harus mempertimbangkan akibat yang muncul pada individu yang dievaluasi. Dengan melihat tujuan dan karaktersistik tersebut, maka perusahaan
dalam menetapkan sistem pengukuran kinerja perlu melakukan perencanaan dengan baik. 4.
Manfaat Pengukuran Kinerja Beberapa manfaat yang diambil oleh pihak manajemen melalui pengukuran kinerja, seperti yang diungkapkan Mulyadi (2001:420) adalah sebagai berikut: a. b. c.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efesien melalui pemotivasi karyawan secara maksimum. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan seperti promosi, perpindahan dan pemberhentian. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan klaryawan serta untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.
12
B.
Penilaian Kinerja Dengan Pengukuran Tradisional Organisasi perusahaan selama ini banyak yang menggunakan pengukuran kinerja yang lebih menekankan pada aspek keuangan, yaitu yang sering disebut dengan pengukuran kinerja tradisional. Kinerja seseorang yang diukur hanyalah yang berkaitan dengan keuangan. Kinerja lain seperti peningkatan kompetensi dan komitmen seseorang, peningkatan tolak ukur yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja berdasarkan perspektif tradisional adalah menggunakan laporan keuangan dan analisis rasio keuangan. produktivitas dan cost effectiveness proses bisnis yang digunakan untuk melayani pelanggan diabaikan oleh manajemen karena sulit pengukurannya. Oleh karena itu dalam manajemen tradisional telah terjadi kesalahan berpikir (fallancy) sebagaimana dikemukakan oleh McNamara bahwa hal-hal yang sulit diukur diabaikan atau diberi nilai kuantitatif secara sembarang. Jalan pikiran seperti ini oleh McNamara disebut sebagai sesuatu yang bersifat semu (artifical) dan menyesatkan (Mulyadi dan Setyawan, 2001:330). Perspektif tradisional cenderung mengandalkan pengukuran keuangan jangka pendek sebagai indikator kinerja perusahaan. Sistem pengendalian manajemen dan operasional perusahaan dibentuk disekitar ukuran dan target keuangan yang tidak berhubungan dengan kemajuan perusahaan dalam
13
mencapai tujuan strategi jangka panjang. Jadi penekanan oleh sebagian besar perusahaan yang memakai ukuran perspektif tradisional masih ditempatkan pada pengukuran kinerja pendek, tolak ukur yang digunakan dalam mengevaluasi kinerja berdasarkan perspektif tradisional adalah menggunakan laporan keuangan dan analisis rasio keuangan. 1.
Analisa Rasio Keuangan Kelemahan dan kekuatan bidang finansial tertuang dalam analisa rasio keuangan, yang sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospek di masa mendatang. Dalam mengukur likuiditas, leverage, aktivitas, dan profabilitas perusahaan, maka yang menjadi tolak ukur adalah perhitungan rasio. Menurut Djarwanto (2004:139) kelompok rasio keuangan tersebut adalah: a.
Rasio Likuiditas Likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibankewajibannya yang segera harus dipenuhi. 1) Rasio Lancar (Curent Ratio) Adalah rasio yang membandingkan antara asset lancar yang dimiliki perusahaan dengan hutang jangka pendek.
Rasio Lancar
Assets Lancar X 100% Hutang Lancar
14
2) Rasio Cepat (quick Ratio) Adalah rasio antara asset lancar sesudah dikurangi persediaan dengan hutang lancar. Rasio ini menunjukan alat likuid yang paling cepat yang bisa digunakan untuk melunasi hutang lancar.
RasioCepat b.
AssetsLancar Persediaan X 100% Hutang Lancar
Rasio Aktivitas Mengukur seberapa besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. 1) Perputaran Assets Tetap (Fixed Asset Turn Over) Merupakan perbandingan antara penjualan dengan asset tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur efektifitas penggunaan asset tetap dalam mendapatkan penghasilan.
Fixed AssetTurnOver
Penjualan Assets Tetap
2) Perputaran Total Assets (Total Asset Turn Over) Merupakan
ukuran
efektifitas
pemanfatan
asset
dalam
menghasilkan penjualan.
Total AsetTurnOver c.
Penjualan Total Asset
Rasio Leverage Menunjukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Apabila perusahaan tidak mempunyai leverage atau leverage faktornya sama dengan 0 (nol) artinya perusahaan dalam
15
beroperasi sepenuhnya menggunakan modal sendiri atau tanpa menggunakan hutang. 1) Total Debt to Total Asset Ratio Rasio total hutang dengan total assets yang biasanya disebut rasio hutang (debt ratio), mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang.
Rasio Hutang atas Aktiva
Total Hutang X 100% Total Assets
2) Debt to Equity Ratio Merupakan imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri.
Rasio Hutang atas Modal d.
Total Hutang X 100% Total Modal
Rasio Profabilitas Mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat diperoleh oleh perusahaan. 1) Profit Margin Kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan
dibandingkan dengan penjualan yang dicapai.
Net ProfitMargin
LabaBersih Penjualan
keuntungan
16
2) Return On Equity Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki, sehingga ROE ini ada yang menyebut sebagai rentabilitas modal sendiri.
Returnon Equity
Laba Bersih Rata rata Modal
3) Return On Asset Merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengtan semua asset yang dimiliki oleh perusahaan.
ReturnonTotal Asset
Laba Bersih Rata rataTotal Aset
4) Return On Investment Merupakan
kemampuan
perusahaan
untuk
menghasilkan
keuntungan yang akan digunakan untuk menutup investasi yang digunakan.
Returnon Investment
2.
PendapatanInvestasi Rata rata Investasi
Kelemahan Pengukuran Kinerja Tradisional Semua yang berkaitan dengan sistem pengendalian manajemen, operasional perusahaan, dan target keuangan yang diinginkan perusahaan tertuang dalam pencapaian tujuan strategi jangka panjang. Perspektif keuangan adalah satu-satunya alat ukur yang digunakan dalam sistem
17
manajemen tradisional yang menggunakan sistem pengukuran jangka pendek sebagai indikator kinerja perusahaan. Disamping itu pengukuran terhadap harta tak berwujud (intangible asset) dan harta intelektual (sumber daya manusia) belum dapat diwujudkan atau diukur pada pengukuran tradisional. Menurut
Bambang
(2002:121)
kelemahan-kelemahan
sistem
pengukuran tradisional adalah sebagai berikut : a. Tolak ukur yang digunakan dalam pengukuran kinerja tradisional menitikberatkan pada ukuran keuangan saja. b. Pengukuran kinerja tradisional hanya melaporkan apa yang terjadi pada periode yang lalu tanpa berusaha menunjukan bagaimana para manajer memperbaiki kinerja pada periode berikutnya. c. Informasi pengukuran kinerja tradisional terpecah-pecah dan terisolasi.
3.
Teori Standar Standar adalah tolok ukur atau ”norma” dalam pengukuran kinerja. Standar dapat ditemukan dimana saja. Standar kuantitas menentukan berapa banyak input yang dibutuhkan untuk setiap unit produksi. Standar biaya (harga) menentukan yang harus dibayar untuk setiap unit input. Kuantitas aktual dan biaya aktual input kemudian dibandingkan dengan standarstandar ini. Jika kuantitas dan biaya input ini berbeda secara signifikan dari standar manajer kemudian menyelidiki perbedaan tersebut. Proses ini disebut manajemen dengan pengecualian (management by exception).
18
Siklus dimulai dengan penyusunan laporan kinerja biaya standar di departemen akuntansi. Laporan-laporan ini menonjolkan selisih/varians yang terjadi, yaitu perbedaan antara hasil aktual dengan apa yang seharusnya terjadi menurut standar. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan. Mengapa varians terjadi? Mengapa varians ini lebih besar daripada periode sebelumnya?
Varians
yang
signifikan
kemudian
diselidiki
untuk
mengungkapkan akar permasalahannya. Tindakan perbaikan dilakukan. Kemudian operasi di periode selanjutnya dijalankan. Siklus mulai kembali dengan persiapan kinerja biaya standar yang baru untuk periode yang terakhir. Penekanannya seharusnya pada mengungkapkan masalah yang perlu diperhatikan, menemukan akar masalah dan melakukan tindakan operasi. (Garrison / Noreen / Brewer 2006)
C.
Penilaian Kinerja Dengan Menggunakan Konsep Balanced Scorecard
1.
Sejarah dan Perkembangan Balanced Scorecard Balance Scorecard pada awalnya diciptakan untuk mengatasi masalah tentang kelemahan sistem pengukuran kinerja eksekutif yang berfokus pada aspek keuangan. Sebagai akibatnya, fokus perhatian dan usaha eksekutif labih dicurahkan untuk mewujudkan kinerja keuangan, sehingga terdapat kecenderungan eksekutif untuk mengabaikan kinerja non keuangan, seperti kepuasan pelanggan, produktivitas dan cost-effectiveness proses yang digunakan untuk menghasilkan produk dan jasa, dan keberdayaan serta
19
komitmen karyawan dalam menghasilkan produk dan jasa bagi kepuasan pelanggan. Selanjutnya Balance Scorecard mengalami perkembangan tidak hanya sebagai alat pengukur kinerja eksekutif, namun meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategik. Pada awal 1992 Robert Kaplan dan David P. Norton (2001:184) mempublikasikan dalam Harvard Business Preview metode pengukuran mereka “The Balance Scorecard – Measures That Drive Performance”. Balanced Scorecard adalah alat bagi manajer yang menyediakan pengukuran yang komprehensip bagaimana organisasi mencapai kemajuan lewat sasaran - sasaran strateginya. Metode ini menjelaskan bagaimana aset intangible dimobilisasi dan dikombinasikan denga aset tangible untuk menciptakan proposisi nilai pelanggan yang berbeda dan hasil finansial yang lebih unggul (2001: 184). Atau dapat disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif yang mencakup empat perspektif yaitu : finansial,
kepuasan
pelanggan,
bisnis
internal,
pertumbuhan
dan
pembelajaran, agar keberhasilan keuangan yang diwujudkan perusahaan bersifat jangka panjang.
Mulai pertengahan tahun 1993, Renaissance Solution Inc. (RSI)
sebuah perusahaan konsultasi yang dipimpin oleh David P. Norton menerapkan balance scorecard sebagai pendekatan alat ukur kinerja, namun berkembang menjadi inti sistem manajemen strategik. Balance scorecard telah mengalami perkembangan besar selasa satu dekade sejak diujicobakan
20
pertama kali tahun 1990. Pada tahun 2000, balance scorecard telah menjadi inti manajemen strategik tidak hanya bagi eksekutif, namun bagi seluruh personel
perusahaannya,
terutama
pada
perusahaan
yang
telah
memanfaatkan secara intensif teknologi informasi dalam operasi bisnisnya. Balance scorecard memberi kerangka yang jelas dan masuk akal bagi seluruh personel untuk menghasilkan kinerja keuangan melalui perwujudan berbagai kinerja non keuangan (Mulyadi 2001:2-10). Semua program program, inisiatif dan proses perubahan manajemen yang baru pada abad informasi, sampai saat ini masih dilaksanakan dalam suatu lingkungan yang diatur oleh berbagai laporan keuangan kuartalan dan tahunan. Model akuntasi ini masih digunakan oleh perusahaan abad informasi pada saat mereka membangun aktiva dan kemampuan internal serta untuk mendorong keterkaitan dan aliansi dengan berbagai pihak eksternal. Model akuntansi keuangan ini seharusnya dikembangkan dengan megikutsertakan penilaian atas aktiva intelektual dan tidak berwujud perusahaan, seperti produk dan jasa yang bermutu tinggi, para pekerja yang memiliki motivasi dan kemampuan yang tinggi, proses internal yang responsif dan dapat diprediksi, serta pelanggan yang puas dan loyal. Penilaian atas aktiva tak berwujud dan kapabilitas perusahaan akan membantu karena bagi perusahaan abad informasi, untuk mencapai keberhasilan , aktiva ini lebih penting dibanding aktiva tradisional, berupa aktiva fisik dan berwujud.
21
2.
Pengertian dan Tujuan Balanced Scorecard Pengertian balanced scorecard telah banyak didefinisikan oleh para ahli. Masing-masing memberikan pendapat dan penyampaian yang berbeda akan tetapi dengan maksud dan pengertian yang sama. Ketika kita berbicara mengenai balanced scorecard itu merupakan pencerminan keseimbangan banyaknya
definisi-definisi
yang
berkembang
mengenai
balanced
scorecard. Menurut Atkinson (2000:445) mendefinisikan balanced scorecard sebagai berikut: A set of performance target and result that reflect the organizations performance in meeting its objective relating to it : customer, employee, business partner, shareholder, and community. (Seperangkat target kinerja dan hasil-hasil yang mereflesikan kinerja perusahaan dalam mencapai tujuannya berhubungan dengan konsumen, pekerja, partner usaha, pemegang saham dan masyarakat). Menurut Kaplan dan Norton (2000:8) definisi balanced scorecard adalah sebagai berikut: The balanced scorecard complements financial measures of past performance. The objectives and measures of the scorecard are derived from organizations visions and strategy. The objective : financial, customer, internal business, process and learning and growth. (Suatu pengukuran dan sistem manajemen yang memperlihatkan suatu kinerja dari unit usaha kedalam empat perspektif keuangan, konsumen, proses bisnis internal, dan belajar dan bertumbuh). Menurut Mulyadi ( 2001:1-2) balanced scorecard terdiri dari: a.
Scorecard (kartu skor) adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang, serta merencanakan skor yang hendak dicapai di masa depan. Kartu skor tersebut nantinya akan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya dan hasil
22
b.
perbandingan tersebut digunakan untuk melakukan evaluasi kinerja personal yang bersangkutan. Balance (seimbang) dimaksudkan bahwa kinerja personal di ukur secara berimbang dari dua aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, serta intern dan eksteren. Berdasarkan pengertian - pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian balance scorecard adalah suatu sistem manajemen strategik yang menentukan strategi berdasarkan pertanggung jawaban sistem akuntansi yang mentranslasikan misi dan strategi organisasi dalam tujuan operasional dan pengukuran kinerja untuk empat perspektif yang berbeda yaitu perspektif keuangan, kepuasan pelanggan, proses bisnis internal, dan pembelajaran. Balance
scorecard
memberikan
kerangka
kerja
yang
lebih
komprehensif bagi para eksekutif dengan menjabarkan tujuan strategi perusahaan dalam beberapa himpunan tolak ukur kinerja yang terkait secara logis satu sama lain. Balanced scorecard tidak hanya menyediakan tolak ukur, tetapi merupakan sistem manajemen yang dimaksudkan untuk memotivasi perbaikan berkesinambungan terhadap bidang-bidang penting seperti pelanggan, pengembangan pasar, produk, aktivitas, proses biaya, dan sumber daya. Balanced scorecar memiliki keistimewaan dengan kemampuan memberikan penilaian secara keuangan dan non keuangan serta melihat kinerja perusahaan tidak hanya dlam jangka pendek juga jangka panjang. Komponen-komponen yang terdapat dalam balanced scorecard yang
23
dirancang terintegrasi dengan baik sehingga saling mendukung satu sama lain untuk mengindikasikan prospek yang sedang berjalan atau di masa yang akan datang menjadikan daya tarik sendiri bagi sistem ini. Balanced
scorecard
memang
menekankan
terhadap
beberapa
keseimbangan, yaitu: a.
Keseimbangan antara pengukuran eksternal untuk pelanggan dengan pengukuran internal dari proses bisnis internal, inovasi dan proses pembelajaran dan pertumbuhan.
b.
Keseimbangan antara pengukuran hasil usaha masa lalu dengan pengukuran yang mendororng kinerja masa mendatang.
c.
Keseimbangan antara unsur objektifitas, yaitu berupa hasil kuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subjektifitas, yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan.
Tujuan pengukuran balanced scorecard tidak hanya menghubungkan aspek keuangan dan aspek non keuangan saja, melainkan hasil dari suatu proses atas bawah yang berdasarkan misi dan strategis dari suatu unit usaha. Misi dan strategis tersebut harus dapat diterjemahkan secara nyata dalam tujuandan pengukuran yang lebih nyata. 3.
Manfaat Balanced Scorecard Menurut Kaplan dan Norton (2000:17) balanced scorecard dapat digunakan untuk:
24
a. Mengklarifikasi dan menghasilkan konsensus mengenai strategi. b. Mengkomunikasikan strategi keseluruh perusahaan. c. Menyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan. d. Mengaitkan berbagai tujuan strategi dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan. e. Mengidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis. f. Melaksanakan peninjauan ulang strategis secara periodik dan sistematik. g. Mendapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi. 4.
Pengukuran Kinerja dengan Balanced Scorecard Kaplan dan Norton (2000:7) mengemukakan bahwa: “balanced scorecard mengembangkan seperangkat tujuan unit bisnis melampaui rangkuman ukuran finansial”. Manajemen perusahaan sekarang dapat mengukur seberapa besar berbagai unit bisnis mereka mwenciptakan nilai bagi para pelanggan perusahaan saat ini dan yang akan datang, dan seberapa banyak perusahaan harus meningkatkan kapabilitas internal dan investasi di dalam sumber daya manusia, sistem dan prosedur yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja yang akan datang. Balanced scorecard mencakup berbagai aktifitas penciptaan nilai yang dihasilkan oleh para pasrtisipan perusahaan yang memiliki kemampuan dan motivasi tinggi. Sementara tetap memperhatikan kinerja jangka pendek, yaitu melalui perspektif finansial, balanced scorecard derngan jelas mengungkapkan berbagai faktor yang mendorong tercapainya kinerja finansial dan kompetitif jangka panjang yang superior.
25
5.
Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi, Misi, dan Strategi Perusahaan a.
Pengertian visi, misi, dan strategi perusahaan Menurut Mulyadi dan Johny (2001:463) Visi adalah “Suatu pikiran yang melampui realitas sekarang, sesuatu yang kita ciptakan yang belum ada sebelumnya, suatu keadaan yang akan kita wujudkan yang belum pernah kita alami sebelumnya.” Menurut Sondang (2005:43-44) yang dimaksud dengan misi adalah “Kegiatan utama yang membuat organisasi memiliki jati diri yang khas dan sekaligus membedakannya dari organisasi lain yang bergerak dalam bidang usaha yang sejenis.”
b.
Keterkaitan balanced scorecard dengan misi dan strategi perusahaan Menurut Kaplan dan Norton (2000:22) Balanced scorecard menerjemahkan misi dan strategi ke dalam berbagai tujuan dan ukuran, yang tersusun dalam empat perspektif : finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Scorecard memberi kerangka kerja, bahasa, untuk mengkomunikasikan misi dan strategi; scorecard menggunakan pengukuran untuk memberi informasi kepada para pekerja tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan datang. Kaplan
dan
Norton
mengemukakan
tiga
prinsip
yang
memungkinkan balance scorecard organisasi perusahaan terhubung dengan strategi, antara lain: a.
Cause and Effect Relationship
26
b.
c.
6.
Prinsip ini sangat penting bagi penerapan balanced scorecard karena prinsip inilah yang membedakan balanced scorecard dengan prinsip - prinsip lainnya. Dengan prinsip ini, balanced scorecard mampu menjabarkan tujuan dan pengukuran masingmasing perspektif yang baik dalam satu kesatuan yang padu. Menurut Kaplan dan Norton, sebuah strategi adalah seperangkat hipotesis dalam model hubungan cause and effect, yaitu suatu hubungan yang dapat diekspresikan melalui kaitan antara pernyataan if-then. Performance Drivers Sebuah balance scorecard yang baik harus memiliki bauran hasil (lagging indicators) yang memadai dan pemicu kinerja (leading indicators) yang digunakan oleh SBU. Bauran hasil mencerminkan tujuan umum dari berbagai strtegi yang dimiliki oleh banyak perusahaan, seperrti, profitability, market share, customer satisfaction, customer retention, dan employee skiils. Linkage to Financial Adanya kritik terhadap pengukuran kinerja berbasis laporan keuangan, tidak lantas menghasilkan rekomendasi utnuk membuang tolak ukur keuangan. Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian berbagai tujuan seperti kualitas, kepuasan pelanggan, inovasi dan pemberdayaan karyawan tidak akan memberikan perbaiakan terhadap perusahaan apabila hal tersebut hanya dianggap sebagai tujuan akhir. Semua pengukuran yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan harus dikaitkan dengan tujuan keuangan sebagai tujuan akhir. Dengan demikian tolak ukur keuangan dapat digunakan untuk menguji hasil dari performance drivers, dalam hal sejauh mana efektifitasnya dalam memberikan hasil.
Empat Perspektif Menggunakan Konsep Balanced Scorecard Balanced scorecard menyajikan suatu kerangka, suatu bahasa, yang menyajikan visi, misi, dan strategi perusahaan. Hal ini berguna untuk memberikan tolak ukur bagi manager dalam menentukan arah perusahaan sehingga mencapai kesuksesan di masa kini dan mendatang. Hubungan keempat perspektif dengan menggunakan balanced scorecard dapat dilihat dari gambar 2.1 sebagai berikut :
27
Gambar 2.1 Hubungan keempat perspektif dengan Balanced Scorecard
Perspektif Keuangan
Perspektif Pelanggan
Perspektif Bisnis Internal
Strategi
Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan
Sumber : Kaplan dan Norton 2000
Kaplan dan Norton (2000:48) menyajikan keseimbangan tujuan yang ingin dicapai perusahaan dalam sistem ukuran kinerja startegic yang mencakup empat perspektif, yaitu : a.
Perspektif Keuangan Pada saat perusahaan melakukan pengukuran secara financial, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan industri yang dimilikinya. Pengukuran kinerja keuangan menunjukan apakah
perencanaan,
implementasi
dan
pelaksanaan
strategi
memberikan perbaikan yang mendasar. Oleh karena itu perusahaan
28
perlu mementukan sasaran staretegik dengan kemampuan perusahaan dibidang keuangan untuk berkembang dengan tahap-tahap berikut ini : 1) Pertumbuhan (Growth) Growth adalah tahap pertama dan tahap awal dari siklus kehidupan bisnis. Pada tahap ini suatu perusahaan memiliki produk atau jasa yang secara signifikan memiliki tingkat pertumbuhan yang baik sekali atau paling tidak memiliki potensi untuk berkembang baik. Perusahaan dalam tahap ini mungkin secara actual beroperasi dalam arus kas yang negatif dari tingkat pengembalian atas modal investasi yang rendah. Sasaran keuangan dari bisnis yang beraada pada tahap ini seharusnya menekankan pengukuran pada tingkat pertumbuhan penerimaan atau penjualan dalam pasar yang ditargetkan. 2) Bertahan (Sustain Stage) Sustain stage merupakan suatu tahap dimana perusahaan masih melakukan
investasi
dengan
mempersyaratkan
tingkat
pengembalian yang terbaik. Dalam hal ini perusahaan berusaha mempertahankan pangsa pasar yang ada dan mengembangkannya apabila mungkin. Secara konsisten pada tahap ini perusahaan tidak lagi bertumpu pada strategi-strategi jangka panjang. Sasaran keuntungan pada tahap ini diarahkan pada besarnya tingkat pengembalian atas investasi yang dilakukan.
29
3) Menuai (Harvest) Tahap ini merupakan tahap kematangan (mature), suatu tahap dimana perusahaan melakukan panen terhadp investasi yang dibuat padan dua tahap sebelumnya. Perusahaan tidak lagi melakukan investasi lebih jauh kecuali hanya untuk pemeliharaan peralatan dan perbaikan fasilitas, tidak untuk melakukan ekspansi atau membangun suatu kemampuan baru. Tujuan utama dalam tahap ini adalah memaksimumkan kas yang masuk ke perusahaan. Untuk menjadikan organisasi suatu institusi yang mampu berkreasi diperlukan keunggulan dibidang keuangan. Melalui keunggulan dibidang ini, organiasi menguasai sumber daya yang sangat diperluakan untuk mewujudlkan tiga perspektif astrategi lain yaitu perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis inetrnal dan perspektif proses pertumbuhan dan pembelajaran. b. Perspektif Pelanggan Suatu produk atau jasa dikatakan mempunyai nilai bagi konsumennya jika manfaat yang diterimanya relatif lebih tinggi dari pada pengorbanan yang dikeluarkan oleh konsumen tersebut untuk mendapat produk dan jasa itu. Produk atau jasa tersebut akan semakin mempunyai nilai apabila manfaaatnya mendekatiataupun melebihi apa yang diharapkan oleh konsumen. Dalam perspektif konsumen terdapat 2 kelompok perusahaan yaitu :
30
1) Kelompok perusahaan inti konsumen (customer core measurement group) a) Pangsa pasar (market share) Menggambarkan seberapa besar penjualan yang dikuasai oleh perusahaan dalam suatu segmen tertentu. b) Kemampuan mempertahankan konsumen (customer retention) Tingkat kemampuan perusahaan untuk mempertahankan hubungan dengan konsumennya yang mungkin seberapa besar perusahaan berhasil mempertahankan pelanggan lama. c) Kemampuan meraih konsumen baru (customer acquisition) Tingkat kemampuan perusahaan demi memperoleh dan menarik konsumen baru dalam pasar d) Tingkat kepuasan konsumen (customer satiffication) Merupakan suatu tingkat kepuasan konsumen terhadap kriteria kinerja atau nilai tertentu yang diberikan oleh perusahaan. e) Tingkat protabilitas konsumen (customer profitability) Mengukur seberapa besar keuntungan yang berhasil diperoleh perusahaan dari penjualan kepada konsumen atau segmen pasar. 2) Kelompok pengukur nilai konsumen (customer value measement) Merupakan kelompok penunjang yang merupakan konsep kunci untuk memahami pemicu-pemicu (drivers). Dari kelompok-
31
kelompok pengukuran inti konsumen kelompok pengukuran nilai konsumen terdiri dari : a) Atribut-atribut produk dan jasa (product/service) Atribut-atribut produk-produk jasa, harga dan fasilsitasnya. b) Hubungan dengan konsumen (customer relationship) Meliputi hubungan dengan konsumen yang melalui pengisian produk dan jasa kepada konsumen, termasuk dimensi respon dan waktu pengirimannya dan bagaimana pula kesan yang timbul dari konsumen setelah membeli produk atau jasa dari perusahaan tersebut. c) Citra dan reputasi (image & reputation) Dalam dimensi ini memuat faktor-faktor yang membuat konsumen merasa tertarik pada perusahaan seperti hasil promosi baik secara personal (melalui pameran-pameran, door to door) maupun lewat media masa atau elektronik ataupun ungkapan-ungkapan yang mudah diingat oleh konsumen. c.
Perspektif Proses Bisnis Internal Menurut Kaplan dan Norrton (2000:45), di dalam proses bisnis internal manajer harus bisa mengidentifikasikaan proses internal yang penting dimana perusahaan diharuskan melakukan dengan baik karenaa proses bisnis internal tersebut mempunyai niali-nilai yang diinginkan
32
konsumen dan dapat memberikan pengembalian yang diharapkan oleh para pemegang saham. Tahapan dalam proses bisnis internal meliputi : 1) Inovasi Pengukuran kinerja dalam proses inovasi selama ini kurang mendapatkan perhatian, dibandingkan pengukuran kinerja yang dilakukan dalam proses operasi. Pada tahap ini perusahaan mengidentifikasikan keinginan dan kebutuhan para pelanggan dimasa mendatang serta merumuskan cara untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut. 2) Operasi Tahap ini merupakan tahap akhir dimana perusahaan secara nyata berupaya untuk memberikan solusi kepada para pelanggannya dalam memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka. Kegiatan operasional berasal dari penerimaan pesanan dari pelanggan dan berakhir dengan pengiriman produk atau jasa pada pelanggan. Kegiatan ini lebih mudah diukur kejadiannya yang rutin dan terulang. 3) Proses pembuatan Secara umum, proses pembuatan produk atau jasa dapat di bagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu pengukuran dalam hal kualitas, biaya, dan waktu yang akan dijalankan.
33
4) Layanan pasca jual Dalam tahap ini perusahaan berupaya memberikan manfaat tambahan kepada para pelanggan yang telah membeli produkproduknya dalam bentuk layanan pasca transaksi. Aspek proses dalam pelayanan kesehatan di industri rumah sakit, dapat dievaluasi melalui indikator yang telah ditetapkan, dan digunakan sebagai alat monitor yang praktis oleh manajemen. Beberapa gambaran proses pelayanan yang umumnya digunakan di rumah sakit adalah Bed Turnover Ratio (BTO), Gross Death Rate (GDR), Net Death Rate (NDR), Bed Occupacion Rate (BOR), Average Lenght of Stay (AvLOS) Turn Over Interval (TOI) yang disebut indikator penampilan klinik atau indikator pelayanan rawat inap rumah sakit. Dalam proses pelayanan kesehatan, jika dikuantitatifkan dalam angka adalah jumlah yang dilayani yang berhubungan dengan rumah sakit.
d. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran Perspektif keempat dalam balanced scorecard mengembangkan tujuan dan pengukuran untuk organisasi agar berjalan dan tumbuh. Tujuan
dari
menyediaakan
perspektif
pertumbuhan
infrastruktur
untuk
dan
pebelajaran
mendukung
adalah
pencapaian
tiga
perspektif sebelumnya. Perspektif keuangan, pelanggan, dan sasaran dari proses bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan dari kemampuan yang ada dari orang, sistem dan prosedur dengan apa yang
34
dibutuhkan untuk pencapaian suatu kinerja. Kaplan dan Norton membagi tolak ukur perspektif ini dalam tiga prinsip yaitu : 1) People Tenaga kerja pada perusahaan dewasa ini lebih lanjut ditunut untuk dapat berfikir kritis dan dapat melakukan evaluasi terhadappros dan lingkungan untuk dapat memberikan usulan perbaikan. Oleh sebab itu, dalam pengukuran strategi perusahaan, salah satunya harus berkaitan secara spesifik dengan kemampuan pegawai, yaitu apakah perusahaan telah mencanangkan peningkatan kemampuan sumber daya manusia yang dimiliki. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia ada tiga hal yang perlu ditinjau dalam menerapkan balanced scorecard : a) Tingkat kepuasan karyawan Kepuasan karyawan merupakan suatu para kondisi untuk meningkatkan produktivitas, kualitas, pelayanan kepadsa konsumen dan kecepatan bereaksi. Kepuasan karyawan menjadi hal yang penting khususnya badi perusahaan jasa. b) Tingkat perputaran karyawan (Retensi karyawan) Retensi karyawan adalah kemampuan perusahaan untuk mempertahankan pekerja-pekerja terbaiknya untuk terus berada dalam organisasinya. Perusahaan yang telah melakukan investasi dalam sumber daya manusia akan sia-sia apabila
35
tidak mempertahankan karyawannya untuk terus berada dalam perusahaan. c) Produktivitas karyawan Produktivitas merupakan hasil dari pengaruh rata - rata dari peningkatan keahlian dan semangat inovasi, perbaikan proses internal, dan tingkat kepuasan pelanggan. Tujuannya adalah menghubungkan output yang dilakukan para pekerja terhadap jumlah keseluruhan pekerja. 2) System Motivasi dan ketrampilan karyawan saja tidak cukup untuk menunjang
pencapaian
tujuan
proses
pembelajaran
dan
pertumbuhan apabila mereka tidak memiliki informasi yang memadai. Pegawai dibidang operasional memerlukan informasi yang memadai yaitu informasi yang cepat, tepat tepat waktu dan akurat
sebagai
umpan
balik.
Oleh
sebab
itu
karyawan
membutuhkan suatu sistem informasi yang mempunyai kualitas dan kuantitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 3) Organization Procedure Prosedur yang dilakukan suatu organisasi perlu diperhatikan untuk mencapai suatu kinerja yang handal. Prosedur dan perbaikan rutinitas harus diteruskan karena karyawan yang sempurna dengan informasi berlimpah tidak akan memberikan kontribusi pada keberhasilan usaha apabila mereka tidak dimotivasi untuk
36
bertindak selaras dengan tujuan perusahaan atau apabila mereka tidak diberikan kebebasan untuk mengambil keputusan atau bertindak. Gambar 2.2 Kerangka Pengukuran Pembelajaran dan Pertumbuhan
Result Core Measurement
Employee Retention
Employee Production Employee Safiction
Enablers Staff Competence
Technology
Infrastructrure
Climate for Action
Sumber : Kaplan dan Norton (2000)
D.
Indikator Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit Indikator - indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efesiensi pelayanan rumah sakit. Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :
37
1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan temapt tidur) BOR menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. 2. AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat) AVLOS menurut Dpkes RI (2005) adalah rata - rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat efesiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. 3.
TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran) TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana tempat tidur tidak ditemapti dari telah diisi kesaat terisi berikutnya. Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi penggunaan tempat tidur.
4.
BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur) BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur terpakai dalam satu satuan waktu tertentu.
38
5 NDR (Net Death Rate) Menurut Dekpes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit. 6.
GDR (Gross Death Rate) GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum untuk setiap 1000 penderita keluar. Dari keenam indikator tersebut di atas, indikator yang paling sering
di gunakan dalam sensus rawat inap adalah BOR