6
BAB II LANDASAN TEORI
Buku cerita anak “Hat Opa einen Anzug an?” dianalisis dengan menggunakan dua teori, yaitu teori makna dan teori konteks. Teori makna yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori makna menurut Gustav H. Blanke dalam bukunya yang berjudul Einführung in die semantische Analyse (1973). Selain itu, digunakan juga teori makna kontekstual dari buku yang berjudul Alltagssprache: Semantische Grundbegriffe und Analysebeispiele (1979) karya Hannapel/Melenk. Penelitian makna kosakata yang merujuk pada tema kematian dalam buku ini dilakukan dengan memperhatikan konteks yang ada. Hal ini penting dilakukan karena Blanke dalam buku Einführung in die semantische Analyse (1973: 107) menyatakan bahwa konteks merealisasikan, mengaktifkan, atau mengaktualisasikan makan yang tergantung di dalam sebuah kata. Dengan demikian, untuk memahami makna suatu kata, konteks yang ada harus dipahami terlebih dahulu. Selain itu, dijelaskan pula teori deiksis menurut Levinson dalam bukunya Pragmatik yang akan mendukung penelitian ini. Berikut ini, akan dijelaskan lebih lanjut teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini. 2.1 Makna Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau aspek ekspresi dan aspek isi atau makna. Bentuk atau ekspresi merupakan segi yang dapat diserap dengan panca indra, yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Sebaliknya, segi isi atau makna merupakan segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tersebut (Blanke, 1973: 15). Lebih lanjut, Gustav Blanke (Ibid., hlm. 18-19) berdasarkan Roman Jakobson mengemukakan enam jenis kategori makna, yaitu sebagai berikut.
Penggambaran konsep..., Rosa Stephani Rumiris, FIB UI,
2009
Univeristas Indonesia
7
a) Makna intralingual-paradigmatis adalah makna unsur bahasa yang terbentuk dari hubungan sistematis antara suatu kata dengan kata yang lain dalam sebuah frase atau klausa. Makna ini disebut juga makna gramatikal. b) Makna referensial adalah makna yang berasal dari konteks pembicaraan c) Makna asosiatif adalah makna yang berasal dari imajinasi penerimaan pesan. d) Makna afektif atau makna emotif adalah makna yang berkaitan dengan nilai rasa atau emosi seseorang. Makna jenis ini mengacu pada nilai positif atau negatif yang dikandung dari suatu kata. e) Makna situatif atau pragmatis adalah makna yang berasal dari konteks situasi dan dari konvensi sosial budaya. f) Makna stilistis atau makna puitis adalah makna yang timbul dari alat-alat retorik yang menimbulkan efek estetis. Dalam penelitian ini hanya digunakan dua macam makna, yaitu makna referensial dan makna asosiatif karena hanya dua makna tersebut yang menunjang penelitian ini. 2.1.1 Makna Referensial Sebuah kata bermakna referensial jika mengacu pada acuannya. Misalnya ketika kita mendengar kata “Elefant” yang berarti gajah, di dalam benak kita akan muncul sebuah konsep atau referensi gajah, yaitu <Tier>,
, <Säugetier>, dan . Konsep kata ini melambangkan sebuah objek yang disebut gajah. Selain itu, referensi sebuah objek juga berasal dari pengetahuan bersama. 2.1.2 Makna Asosiatif Makna asosiasi berasal dari asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi oleh faktor psikologis yang berasal dari sisi imajinasi dan psikis penerima berita, faktor pengetahuan, dan pengalaman seseorang. Makna denotative dan referensial kata “Cottage” adalah house dan cabin tetapi makna asosiatifnya dapat berupa lake, mountain, hiking, dan fishing bergantung pada pengalaman seseorang. Makna asosiasi dalam suatu masyarakat bahasa
Penggambaran konsep..., Rosa Stephani Rumiris, FIB UI,
2009
Univeristas Indonesia
8
memiliki persamaan karena faktor pengalaman, lingkungan, dan latar belakang budaya yang hampir sama. 2.2. Makna Kontekstual Menurut Hannapel/Melenk (1979: 127), makna kontekstual dipengaruhi oleh unsur-unsur seperti yang tertera dalam bagan berikut ini.
Stellung im Sprachsystem
Typisierte Vorstellungen
(Merkmale, Begriffsoppositionen, Bedeutungsvarianten)
(Alltagwissen, Interpretationsschemata, Normen)
Kontextbedeutung
Kontext
Individuelle Vorstellungen
(Globalreferenz, Situation)
(Erfahrungsbereich, Sachkenntis, Wertungen)
2.2.1 Stellung im Sprachsystem (Posisi Makna dalam Sistem Bahasa) Stellung im Sprachsystem (posisi makna dalam sistem bahasa) dipengaruhi oleh ciri-ciri suatu kata (Merkmale) atau kata-kata yang berada disekeliling kata tersebut, oposisi makna suatu kata (Begriffsoppositionen), dan variasi makna suatu kata (Bedeutungsvarianten). Suatu kata mempunyai beberapa variasi makna. Hanya variasi makna yang tepat dan sesuai dengan kontekslah yang digunakan. Contoh kalimat “Dieses Tulpe ist 100 Jahre alt”. Nomina Tulpe dalam Wahrig (2006: 1505) memiliki dua makna, yaitu:
Penggambaran konsep..., Rosa Stephani Rumiris, FIB UI,
2009
Univeristas Indonesia
9
Tulpe (1) = ‘Liliengewächs der gemäßigten Zone der Alten Welt mit aufrechten endständigen Einzelblüten: Tulipa’ (bunga tulip) Tulpe (2) = ‘Bierglas mit Stiel’ (gelas anggur) Konteks dalam kalimat “Dieses Tulpe ist 100 Jahre alt” berfungsi seperti sebuah filter untuk menyeleksi dua variasi makna dari kata Tulpe, sehingga hanya variasi makna yang tepatlah yang akan digunakan untuk mengartikan kata Tulpe. Variasi makna kata Tulpe yang sesuai dengan konteks dalam kalimat “Dieses Tulpe ist 100 Jahre alt” adalah variasi makna kedua, yaitu gelas anggur. Variasi makna pertama bukanlah variasi makna yang sesuai dengan konteks karena variasi makna pertama berarti ‘bunga tulip’. Makna ‘bunga tulip’ tidak tepat dengan konteks kalimat, karena bunga tulip tidak akan bertahan selama 100 tahun (usia bunga tulip tidak akan mencapai 100 tahun). 2.2.2 Typisierte Vorstellungen/Stereotyp (Anggapan Khusus) Typisierte Vorstellungen (anggapan khusus) dipengaruhi oleh pengetahuan luar bahasa seseorang tentang suatu kata (Alltagwissen), interpretationschemata (skemata interpretasi) suatu kata, dan norma-norma sebuah kata (Normen). Typisierte Vorstellungen (anggapan khusus) memiliki kesamaan dengan stereotip. Dalam buku Alltagssprache, Hannapel/Melenk (1979: 253) memberikan definisi stereotip sebagai berikut: “Stereotype sind vorurteilshafte Wortbedeutung. Der Ausdruck „Stereotyp“ benennt einen besonderen Aspekte des Vorturteils: seine Verankerung in der Sprache”. Menurut Hannapel/Melenk, stereotip adalah makna kata yang melekat pada suatu anggapan atau prasangka yang dikukuhkan dalam bahasa. Berdasarkan pengertian stereotip tersebut dapat disimpulkan bahwa stereotip adalah anggapan umum atau prasangka yang melekat pada makna kata, dan anggapan tersebut dimiliki secara kolektif oleh suatu masyarakat bahasa. Misalnya jika seseorang mendengar kata ibu,
Penggambaran konsep..., Rosa Stephani Rumiris, FIB UI,
2009
Univeristas Indonesia
10
strereotip yang muncul ketika mendengar kata itu adalah penuh kasih sayang, memiliki anak, dan lain sebaginya. Stereotip ikut membentuk makna asosiatif. Menurut Blanke, makna asosiatif adalah makna yang berasal dari asosiasi yang muncul dalam benak seseorang jika mendengar kata tertentu. Asosiasi ini dipengaruhi oleh faktor psikologis yang berasal dari sisi imajinasi dan psikis penerima berita, faktor pengetahuan, dan pengalaman seseorang (1973: 34). Perbedaan antara stereotip dengan makna asosiatif adalah makna asosiatif lebih bersifat individual, sedangkan stereotip bersifat kolektif dan terkait dengan masyarakat penuturnya. Pendidikan dan pengalaman seseorang mempengaruhi makna asosiatif tersebut, sehingga masing-masing individu memiliki makna asosiatf yang berbeda terhadap sebuah kata. 2.2.3 Individuelle Vorstellungen (Anggapan Pribadi) Individuelle Vorstellungen (anggapan pribadi) dipengaruhi oleh pengalaman seseorang (Erfahrungsbereich), pengetahuan seseorang (Sachkenntnis), dan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang (Wertungen). Individuelle Vorstellungen (anggapan pribadi) adalah asosiasi yang benar-benar terikat dengan individu tertentu. Asosiasi ini bersifat individual, setiap pribadi memiliki asosiasi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena perbedaan ruang lingkup pengalaman, dan keahlian dalam bidang tertentu. Pengalaman seseorang dapat mempengaruhi wawasan berpikirnya. 2.2.4 Kontext (Konteks) Konteks dipengaruhi oleh Globalreferenz (referensi global) dan situasi (Situation) yang mengelilingi suatu kata. Menurut Hannapel/Melenk, konteks berfungsi sebagai filter dalam menetapkan makna suatu kata, maksudnya konteks menyeleksi makna yang tepat dari berbagai variasi makna suatu kata. Makna kata yang sesuai dengan konteks situasilah yang dipilih, sedangkan makna kata yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan konteks situasi akan disingkirkan.
Penggambaran konsep..., Rosa Stephani Rumiris, FIB UI,
2009
Univeristas Indonesia
11
2.3 Deiksis Salah satu cara untuk menerangkan hubungan antara bahasa dan konteks adalah dengan merefleksikan melalui struktur bahasa itu sendiri, yakni melalui deiksis (Levinson, 1983). Istilah deiksis berasal dari kata Yunani yang berarti menegaskan atau menunjuk. Deiksis digunakan untuk menentukan elemen-elemen di dalam bahasa yang secara langsung menunjuk pada suatu konteks dalam suatu teks. Kata-kata yang secara langsung menunjuk pada suatu konteks. Kata-kata yang mempunyai fungsi deiktis adalah kata-kata yang memiliki titik referensi yang tergantung pada pembicaraan atau penulis dan ditentukan oleh sudut pembicaraan atau penulis di dalam ruang dan waktu. Secara sederhana, Levinson (1983: 62) membagi deiksis ke dalam tida kategori, yakni deiksis persona, deiksis tempat, dan deiksis waktu. 2.3.1 Deiksis Persona Deiksis persona terdiri dari persona pertama, kedua, dan ketiga. Ciri-ciri yang dapat kita temukan di dalam pronominal adalah bahwa persona pertama merupakan pembicara, persona kedua merupakan kawan bicara, dan persona ketiga adalah pihak lain di luar pembicara dan kawan bicara. 2.3.2 Deiksis Waktu Sistem perhitungan dan pengukuran waktu di semua bahasa didasari oleh peredaran siang dan malam, lingkaran bulan, musim, dan tahun. Sistem tersebut dapat digunakan sebagai ukuran atau juga digunakan untuk menunjuk kapan terjadinya peristiwa. Deiksis erat kaitannya dengan peran pembicara. Misalnya, kata “jetzt” menunjukkan waktu pada saat si pembicara melakukan suatu ujaran. Deiksis waktu dapat ditandai dengan kala dan adverbia waktu yang mempunyai fungsi deiktis, seperti jetzt, dann, heutzutage, heute, morgen, gestern, dan sebagainya. Adverbia waktu seperti Morgen, Abend, dan Nacht tidak bersifat deiktis karena perbedaan masing-masing leksem ditentukan berdasarkan posisi planet bumi
Penggambaran konsep..., Rosa Stephani Rumiris, FIB UI,
2009
Univeristas Indonesia
12
terhadap matahari. Adverbia waktu bersifat deiktis apabila yang menjadi patokan adalah si pembicara. Kata “jetzt” menunjukkan waktu pada saat si pembicara mengucapkan kata itu (dalam kalimat), atau yang disebut saat tuturan. Kata “gestern” menunjukkan waktu satu hari sebelum saat tuturan, dan kata “morgen” menunjukkan waktu satu hari sesudah saat tuturan. 2.3.3 Deiksis Ruang Deiksis ruang atau tempat mengamati spesifikasi yang dihubungkan dengan titik labuh di dalam suatu petuturan. Spesifikasi lokasi tersebut dapat dilakukan dengan penggambaran atau penyebutan dan dengan penempatan. Penempatan dapat juga ditentukan oleh objek lainnya atau dengan titik referensi yang sudah pasti, misalnya Die Kirche ist 200 km von dem Bahnhof. Kalimat tersebut secara deiktis dapat ditentukan berdasarkan lokasi partisipan pada saat mengucapkan ujaran tersebut, misalnya Die Kirche ist 200 km von hier. Ada beberapa kata yang termasuk dalam deiksis ruang murni, misalnya adverbia hier, dort, dan pronomina demonstrativa dies, dan das. Adverbia hier dan dort sering dianggap sebagai dua hal yang dikontraskan, yang dipandang dari lokasi si pembicara. Dort menunjuk pada seseorang atau sesuatu yang jauh dari lokasi si pembicara, atau dapat juga dikatakan dekat dengan lokasi kawan bicara berada saat ujaran.
Penggambaran konsep..., Rosa Stephani Rumiris, FIB UI,
2009
Univeristas Indonesia