BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Konsep Ritel dan Ritel Pemasaran 2.1.1 Konsep Ritel Menurut Gilbert (2003,p.6), ritel adalah semua usaha bisnis yang mengarahkan secara langsung kemampuan pemasarannya untuk memuaskan konsumen akhir berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai inti dari distribusi. Menurut Berman dan Evans (2007,p.4) , retailing adalah business activities involved in selling goods and services to customers for their personal, family or household use. Dari definisi tersebut dapat diartikan , retailing terdiri dari aktivitasaktivitas bisnis yang melibatkan penjualan barang-barang dan jasa-jasa kepada konsumen untuk penggunaan pribadi, keluarga atau rumah tangga. Menurut Levy dan Weitz (2004) yang dikutip dari buku “Strategi Pemasaran Ritel” bisnis ritel dikelompokkan sebagai berikut yaitu
1
2
Ritel Format
Store Ritel Format Non-Store Ritel - Catalog - Electronic Selling - Direct Mail - Vanding Machine - Direct Selling - Telephone Selling - Cyber Selling
Food Oriented Riteling
General Merchandise Ritel
- Convenience Store - Supermaket - Supercentre - Warehouse Store - Hypermarket
- Speciality Store - Variety Store - Department Store - Off Price Store - Factory Outlet
Gambar 2. 1 Pengelompokkan Bisnis Ritel Sumber : Levy & Weitz, Strategi Pemasaran Ritel, 2004
2.1.2 Konsep Ritel Pemasaran Ma’ruf (2006, p.115-230) menjelaskan mengenai variabel Retailing Mix yang terdiri dari enam variabel yaitu sebagai berikut : 1) Lokasi adalah faktor yang sangat penting dalam bauran pemasaran ritel (retail marketing mix). Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis. 2) Merchandise adalah produk-produk yang dijual peritel dalam gerainya. Produk yang dibeli oleh peritel untuk dijual kembali merupakan penerjemahan dari positioning yang dipilih oleh peritel itu (karena itu
3
penting bagi peritel untuk menentukan positioning-nya di awal memulai bisnis). 3) Pricing adalah hal yang paling krusial dan sulit di antara unsur-unsur dalam bauran pemasaran ritel. Ada tiga pihak yang menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan harga oleh sebuah perusahaan perdagangan ritel, yaitu konsumen, dirinya sendiri, dan pesaing. 4) Periklanan dan promosi. Image atau citra dibangun dengan program promosi. Program promosi yang lengkap disebut sebagai bauran promosi (Promotion mix) yang terdiri atas iklan, sales Promotion, public relations (dan publisitas),dan personal selling. 5) Atmosfer dalam gerai. Suasana atau atmosfer dalam gerai berperan penting memikat pembeli, membuat nyaman mereka dalam memilih barang belanjaan, dan mengingatkan mereka produk apa yang perlu dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. 6) Retail service bertujuan memfasilitasi para pembeli saat mereka berbelanja digerai. Hal-hal yang dapat memfasilitasi para pembeli terdiri atas layanan pelanggan, personal selling, layanan transaksi berupa cara pembayaran yang mudah, layanan keuangan berupa penjualan dengan kredit, dan fasilitas-fasilitas lainnya.
4
2.1.3 Sarana Komunikasi Ritel Menurut Christine Whidya Utami dalam “Strategi Manajemen Ritel” (2008, p.114 - 118) , sarana dalam komunikasi ritel yaitu : 1) Iklan Iklan merupakam urutan pertama dan berperan prima diantara semua alat dalam Promotion mix khususnya bagi peritel besar. Perikalanan biasanya dipilih untuk diimplementasikan oleh ritel dengan beberapa tujuan, yaitu : - Memberikan informasi, yaitu memberitahukan adanya produk baru, adanya program sales Promotion maupun adanya layanan baru, bahkan untuk memperbaiki kesalahpahaman atau untuk membangun citra perusahaan. - Membujuk, yaitu untuk membangun rasa suka pelanggan terhadap ritel, membujuk untuk mengunjungi gerai, membujuk untuk membeli dan mengkonsumsi produk baru. - Mengingatkan, yaitu menggugah kesadaran atau ingatan pelanggan tentang sesuatu yang positif dari ritel. 2) Promosi penjualan Promosi penjualan adalah program promosi ritel dalam rangka mendorong terjadinya penjualan atau untuk meningkatkan penjualan. Secara umum promosi penjualan dijalankan oleh ritel dengan beberapa tujuan yaitu mempertahankan minat pelanggan untuk tetap berbelanja pada ritel tersebut. 3) Publikasi Publikasi adalah komunikasi yang membangun citra positif bagi peritel di mata publik. Unsur publisitas antara lain konferensi pers, ceramah, media
5
relations, press release, dan unsur terakhirnya adalah sponsorship, melalui kegiatan charity dan event tertentu misalnya bazaar, event management. 4) Suasana Toko (Store Atmosphere) Suasana toko adalah kombinasi dari karakteristik fisik toko seperti arsitektur, layout, pencahayaan, pemajangan, warna, temperatur, musik, aroma yang secara menyeluruh akan menciptakan citra dalam benak konsumen. 5) Web site Ritel dapat meningkatkan komunikasi dengan pelanggan melalui keberadaan web site. Ritel menggunakan web site untuk membangun citra merek dan menginformasikan berbagai hal kepada pelanggan seperti lokasi toko, eventevent khusus yang dijalankan, ketersediaan barang dagangan. 6) Personal selling Personal selling adalah upaya penjualan yang dilakukan oleh para karyawan di gerai ritel kepada calon pembeli.
2.1.4 Fungsi Ritel Menurut Christine Whidya Utami dalam “Strategi Manajemen Ritel” (2008,p.8-9) , ritel mempunyai fungsi sebagai berikut : 1)
Menyediakan berbagai jenis produk dan jasa
Konsumen selalu mempunyai pilihan sendiri terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Untuk itu, dalam fungsinya sebagai peritel, mereka berusaha menyediakan beraneka ragam produk dan jasa yang dibutuhkan konsumen.
6
2)
Memecah (breaking bulk)
Memecah (breaking bulk) di sini berarti memecah beberapa ukuran produk menjadi lebih kecil, yang akhirnya menguntungkan produsen dan konsumen. 3)
Penyimpan persediaan
Fungsi utama ritel adalah mempertahankan persediaan yang sudah ada, sehingga produk akan selalu tersedia saat konsumen menginginkannya.. 4)
Penyedia jasa
Dengan adanya ritel, maka konsumen akan mendapat kemudahan dalam mengkonsumsi produk-produk yang dihasilkan produsen. 5)
Meningkatkan nilai produk dan jasa
Dengan adanya beberapa jenis barang atau jasa, maka untuk suatu aktivitas pelanggan dapat ditingkatkan manfaat yang diperoleh oleh pelanggan dari nilai yang diperoleh dari produk/jasa tersebut.
2.2 Konsep Inti Pemasaran Berdasarkan pendapat Kotler, Keller (2012, p.31-33) konsep inti dari pemasaran terbagi 8 hal yaitu : 1) Need, Wants, and Demands Kebutuhan dasar manusia yaitu udara, makanan, air, baju, dan tempat tinggal. Manusia memiliki kebutuhan yang sangat kuat untuk berwisata, pendidikan, dan hiburan. Kebutuhan ini berubah menjadi keinginan ketika kebutuhan itu dapat memuaskan manusia. Permintaan adalah keinginan akan suatu produk tertentu yang diimbangi dengan kemampuan untuk
7
membeli Perusahaan harus memastikan bahwa tidak hanya berapa banyak orang yang mau membeli barang mereka tetapi juga seberapa besar keinginan untuk memilikinya dan seberapa banyak yang mampu membelinya. 2) Target markets, Positioning, and Segmentation Marketer harus mulai membagi pasar ke dalam beberapa segmen. Marketer mengidentifikasi dan mengelompokkan para pembeli yang menginginkan / mambutuhkan beberapa barang/jasa tertentu dengan cara memperhatikan demografis, psikografis, dan perbedaan perilaku diantara pembeli.
Setelah
mengidentifikasikan
segmen
pasar,
marketer
memutuskan yang mana yang akan menjadi target marketnya. 3) Offerings and Brands Perusahaan
mengarahkan
kebutuhan
customer
secara
langsung
berdasarkan value proposition , yakni beberapa keuntungan yang akan memuaskan customernya. 4) Value and Satisfaction Nilai, konsep sentral dari marketing, utamanya adalah kombinasi dari kualitas pelayanan dan harga. Kepuasan adalah cerminan dari penilaian customer akan bagaimana performance sebuah produk dapat memenuhi ekspektasinya. 5) Marketing Channels Untuk mencapai target marketnya, marketer menggunakan 3 macam saluran marketing yaitu :
8
- Saluran komunikasi, meliputi koran, majalah, radio, tv, telepon, poster, flyer, cd, etc. Lebih jauh marketer dapat menambahkan saluran lain seperti email dan blog. - Saluran distribusi, untuk menampilkan, menjual, atau menyampaikan barang/jasa ke customer atau user. - Saluran pelayanan, yakni gudang, angkutan perusahaan, bank, dan perusahaan asuransi. 6) Supply Chain Rantai pasok adalah saluran panjang antara bahan mentah ke komponen ke barang jadi yang dibawa ke pembeli. Dalam rantai pasok masingmasing perusahaan hanya mendapatkan sebagian kecil persentase dari seluruh nilai total yang dihasilkan dalam sistem rantai pasok tersebut. 7) Competition Kompetisi adalah semua pesaing dan calon pesaing yang menawarkan suatu produk sejenis maupun penggantinya yang dapat menjadi pilihan customer. 8) Marketing Environment Lingkungan pemasaran berisi task environment dan broad environment. Task environment berisi orang-orang yang bertanggung jawab dalam produksi, distribusi, dan promosi dari penawaran. Mereka adalah perusahaan, supplier, distributor, dealer, dan target customer. Broad environment terdiri dari 6 komponen yaitu lingkungan demografis,
9
lingkungan ekonomi, lingkungan sosial budaya, lingkungan alami, lingkungan teknologi, dan lingkungan hukum-politik.
2.2.1 Definisi Pemasaran Menurut William J. Stanton (2007) yang dikutip dari buku “Dasar-dasar Manajemen Pemasaran”, marketing is a total system business designed to plan, price, promote, and distribute want satisfying products to target to achive organizational objective. (pemasaran adalah suatu sistem total dari kegiatan bisnis yang dirancang untuk merencanakan, menentukan harga, promosi, dan mendistribusikan barang-barang yang dapat memuaskan keinginan kdan mencapai pasar sasaran serta tujuan perusahaan). Menurut pendapat Kotler dan Amstrong (2006, p.6), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Menurut American Marketing Association (2007) yang dikutip buku “Marketing Managemet (2012, p.27), marketing is the activity, set of institutions, and processes for creating, communicating, delivering, and exchanging offerings that have value for customers, clients, partners, and society at large. Pemasaran adalah aktivitas, kumpulan dari banyak institusi, dan proses untuk membuat, mengkomunikasikan, menyampaikan, dan bertukar penawaran yang memiliki nilai untuk customer, client, partner, dan masyarakat.
10
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah segala aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan konsep, kegiatan promosi, hingga pendistribusian ke konsumen agar konsumen dapat menerima nilai dari suatu barang/jasa sehingga dapat menciptakan hubungan yang kuat dengan konsumen dan tercapainya tujuan perusahaan.
2.2.2 Tujuan Pemasaran Menurut Rangkuti (2002, p5) tujuan pemasaran adalah sebagai berikut : •
Konsumen potensial mengetahui secara detail produk yang kita hasilkan dan perusahaan dapat menyediakan semua permintaan mereka atas produk yang dihasilkan.
•
Perusahaan dapat menjelaskan secara detail semua kegiatan yang berhubungan dengan pemasaran. Menurut
Kotler
(2002,
p.15)
mengemukakan
bahwa
pemasaran
mempunyai tujuan membangun hubungan jangka panjang yang saling memuaskan dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan utama pelanggan, pemasok, distributor dalam rangka mendapatkan serta mempertahankan referensi dan kelangsungan bisnis jangka panjang mereka.
2.2.3 Lingkungan Pemasaran Menurut Kotler dan Amstrong (2008, p.78-105), lingkungan pemasaran perusahaan terdiri dari pelaku dan kekuatan di luar pemasaran yang mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran untuk membangun dan
11
mempertahankan hubungan yang berhasil dengan pelanggan sasaran. Perusahaan yang berhasil adalah perusahaan yang mengetahui pentingnya melakukan pengamatan secara terus-menerus dan beradaptasi dengan lingkungan yang berubah itu. Lingkungan pemasaran terdiri dari 2 yaitu : 1) Lingkungan mikro perusahaan : pelaku yang dekat dengan perusahaan dan mempengaruhi
kemampuan
perusahaan
untuk
melayani
pelanggannya.
Lingkungan mikro perusahaan terdiri dari : •
Perusahaan Dalam
merancang
rencana
pemasaran,
manajemen
pemasaran
memperhitungkan kelompok lain dalam perusahaan seperti : manajemen puncak, keuangan, riset dan pengembangan, pembelian, operasi, dan akuntansi. Semua kelompok yang saling berhubungan membentuk lingkungan internal. •
Pemasok Pemasok membentuk hubungan penting dalam keseluruhan sistem penghantar nilai perusahaan. Mereka menyediakan sumber daya yang diperlukan oleh perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasanya.
12
•
Perantara pemasaran Adalah organisasi yang membantu perusahaan mempromosikan, menjual, dan mendistribusikan barang-barangnya ke pembeli akhir.
•
Pelanggan Pasar pelanggan terdiri dari 5 jenis yaitu pasar konsumen terdiri dari perorangan dan keluarga yang membeli barang dan jasa untuk konsumsi pribadi, pasar bisnis membeli barang/jasa untuk pemrosesan lebih lanjut atau untuk digunakan dalam proses produksi mereka, pasar penjual perantara yang membeli barang dan jasa untuk dijual kembali demi mendapatkan laba, pasar pemerintah terdiri dari badan-badan pemerintah yang membeli barang/jasa untuk menghasilkan pelayanan umum, pasar internasional
terdiri
dari
pembeli
di
negara
lain
termasuk
konsumen,produsen,penjual perantara, dan pemerintah. •
Pesaing Konsep pemasaran menyatakan bahwa agar perusahaan berhasil harus menyediakan nilai dan kepuasan pelanggan yang lebih besar daripada pesaingnya sehingga perusahaan harus meraih manfaat strategis dengan menempatkan penawaran mereka secara kuat menghadapi penawaran pesaing dalam pikiran konsumen.
13
•
Masyarakat Adalah kelompok yang mempunyai potensi kepentingan atau kepentingan nyata atau pengaruh pada kemampuan organisasi untuk mencapai tujuannya.
2) Lingkungan makro perusahaan : kekuatan sosial yang lebih besar yang mempengaruhi lingkungan mikro. Lingkungan makro perusahaan terdiri dari : •
Lingkungan demografis adalah studi kependudukan manusia menyangkut ukuran, kepadatan, lokasi, usia, jenis kelamin, ras, lapangan kerja dan data statistik lain. Lingkungan demografis menjadi minat utama dalam pemasar karena menyangkut masyarakat dan masyarakat membentuk pasar.
•
Lingkungan ekonomi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya beli dan pola pengeluaran konsumen yang di mana sebuah pasar memerlukan daya beli manusia.
•
Lingkungan alam meliputi sumber daya alam yang diperlukan sebagai masukan bagi pemasar atau SDA yang dipengaruhi oleh kegiatan pemasaran.
•
Lingkungan teknologi adalah kekuatan yang menciptakan teknologi baru, menciptakan produk, dan peluang pasar yang baru.
•
Lingkungan politik terdiri dari hukum, badan pemerintah, dan kelompok LSM yang mempengaruhi atau membatasi berbagai organisasi dan individu di dalam masyarakat tertentu.
14
•
Lingkungan budaya terdiri dari institusi dan kekuatan lain yang mempengaruhi nilai dasar, persepsi, selera, dan perilaku masyarakat.
2.3 Konsep Manajemen Pemasaran Menurut Amstrong & Keller (2008, p.11-13),
konsep manajemen
pemasaran terdiri dari : •
Konsep produksi : ide bahwa konsumen akan menyukai produk yang tersedia dan sangat terjangkau karena itu organisasi harus berfokus pada peningkatan dan efisiensi distribusi.
•
Konsep produk : ide bahwa konsumen akan menyukai produk yang menawarkan kualitas, kinerja, dan fitur terbaik sehingga perusahaan harus membuat peningkatan produk yang berkelanjutan.
•
Konsep penjualan : ide bahwa konsumen tidak akan membeli produk perusahaan jika produk itu dijual dalam skala penjualan dan usaha promosi yang besar.
•
Konsep pemasaran : filosofi manajemen pemasaran yang menciptakan bahwa pencapaian tujuan organisasi tergantung pada pengetahuan akan kebutuhan dan keinginan target pasar dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih baik dari pada pesaing.
•
Konsep pemasaran berwawasan sosial : prinsip pemasaran yang menyatakan perusahaan harus mengambil keputusan pemasaran yang baik
15
dengan memperhatikan keinginan konsumen, persyaratan perusahaan, keputusan jangka panjang konsumen.
2.3.1 Definisi Manajemen Pemasaran Menurut Subagyo (2010, p.8), manajemen pemasaran adalah sebagai analisis, perencanaan, implementasi, dan pengendalian program yang dirancang untuk menciptakan, membangun, dan mempertahankan pertukaran yang menguntungkan dengan pembeli sasaran demi mencapai tujuan organisasi. Menurut Kotler dan Keller (2012, p.27), marketing management as the art and science of choosing target markets and getting, keeping, and growing customers through creating, delivering, and communicating superior customer value. Manajemen pemasaran sebagai seni dan ilmu dalam memilih , mendapatkan, dan menjaga target market dan membuat pelanggan menjadi semakin bertumbuh melalui penciptaan, pemberian, dan mengkomunikasikan sesuatu yang unggul agar dapat memberikan nilai kepada customer. Dari definisi-definisi diatas dapat diartikan manajemen pemasaran berperan sebagai art dan science yang berkaitan dengan penciptaan nilai bagi customer melalui perencanaan dan pengimplementasi strategi, penetapan harga, promosi yang telah ditetapkan suatu perusahaan
2.3.2 Tujuan Manajemen Pemasaran Menurut Sastradipoera (2003, p.10), menyatakan tujuan manajemen pemasaran adalah :
16
•
Untuk mencapai jumlah penjualan yang paling tepat.
•
Untuk meraih pangsa pasar dengan cara yang paling efisien dan efektif.
•
Untuk menaikkan tingkat pertumbuhan penjualan yang stabil dan dinamis.
•
Untuk melakukan penetrasi pasar.
•
Untuk mendapatkan rentabilitas (profitability) yang rasional.
•
Untuk meraih citra dan reputasi perusahaan yang baik.
•
Untuk melaksanakan pertanggungjawaban sosial sebagai suatu entitas dalam sistem sosial yang menyeluruh.
•
Untuk mencari inovasi – inovasi baru agar dapat menciptakan produk baru.
2.4 Strategi Pemasaran 2.4.1 Definisi Strategi Pemasaran Menurut Wheller dan Huger (2006, p.190) “Srategi pemasaran adalah suatu strategi yang berurusan dengan penetapan harga(Pricing), penjualan (selling) dan pendristibusian produk. Menurut Tull dan Kohle “Strategi pemasaran di definisikan sebagai alat fundamental yang direncanakan untuk mencapai tujuan perusahaan
dengan
mengembangkan
keunggulan
bersaing
yang
berkesinambungan melalui pasar yang dimaksud dan program pemasaran yang di inginkan untuk melayani pasar sasaran tersebut (Tjiptono, 2005. p.6) Markerting strategy indicates the specific markets the towards which activities are to be targeted and the types of competitive advantage to be exploited
17
(Fifield, 2007 p.12) in the light of poter, there are generic strategic. ( Hongqiao yu, Vol 3, No. 4; October 2010) Dengan adanya definisi strategi pemasaran yang ada, dapat disimpulkan bahwa stratergi pemasaran merupakan alat yang penting dalam sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan pemasaran. Strategi pemasaran harus mampu melengkapi bauran pemasaran dengan target pasar dan biaya yang dikeluarkan .
2.4.2 Dimensi Strategi Pemasaran Di dalam ritel untuk dapat menetapkan strategi pemasaran yang digunakan, ada beberapa dimensi yang terdapat di dalamnya (Tsui-Yii, 2010) yaitu : •
High / low price strategy Untuk pembeli harga adalah indikator dari kualitas suatu produk. Pembeli sering kali menganggap merek-merek kelas atas memiliki kualitas yang tinggi dan kecenderungan yang jarang untuk memotong harga dibanding dengan harga kelas bawah.
•
Promotion strategy Promosi-promosi dalam berjualan meliputi pemotongan harga seperti harga spesial, kupon, cashback, yang mana promosi-promosi seperti itu dapat menurunkan nilai dari merek perusahaan meskipun dalam jangka waktu dekat dapat memberikan keuntungan finansial.
18
•
Brand endorsing/endorse strategy Dua merek yang memiliki kesamaan asosiasi kemudian berinteraksi untuk membuat satu kombinasi merek baru. Kim, et al menyatakan bahwa bagaimana variasi tipe dari kombinasi merek dapat mempengaruhi evaluasi pembeli dari atribut suatu produk. Asosiasi merek yang kuat dapat mempengaruhi kredibilitas dari merek gabungan dan konsumen dapat berasumsi apabila merek kelas atas akan berpartner dengan merek kelas atas lainnya. Penggunaan dari merek perusahaan akan mendukung dari pengenalan nama/logo dari produk yang ingin dikenalkan oleh perusahaan.
•
Store image Martineau menyatakan citra toko adalah bagian dari kepribadian toko ritel. Dodds ,et al menemukan bahwa citra toko memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kualitas yang dirasakan customer.
2.4.3 Service Marketing Mix Menurut Jonathan (2008), Marketing Mix adalah seperangkat alat yang dikontrol perusahaan yang digunakan untuk mendapatkan respon yang diinginkan dari berbagai target pasar. Pendekatan 7P adalah pendekatan dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan dalam service marketing yaitu :
19
•
Product Produk merupakan apa yang dijual dari perusahaan dan merupakan fitur yang nyata dan dapat memberikan manfaat dalam memenuhi kebutuhan konsumen.
•
Price Unsur harga dalam bauran service marketing bukan hanya berdampak kepada pendapatan konsumen tetapi juga mempengaruhi persepsi konsumen terhadap suatu produk/jasa.
•
Place Place merupakan metode suatu barang/jasa didistribusikan agar sampai ke tangan konsumen , akses menuju ke lokasi toko, dan jarak yang ditempuh untuk ke suatu lokasi.
•
Promotion Promosi meliputi alat-alat yang membantu suatu perusahaan dalam memberikan informasi mengenai penawaran yang akan dilakukan melalui iklan, publisitas, hubungan masyarakat, dan upaya promosi penjualan.
•
People Sifat tidak berwujud dari service mengakibatkan penambahan elemen lanjutan yaitu people. Unsur people dalam bauran service marketing mencakup semua orang yang berinteraksi dengan calon konsumen.
•
Physical evidence and processes Physical evidence adalah tambahan terbaru untuk campuran service marketing yang merupakan komponen nyata dari penawaran layanan.
20
Proses adalah tahap-tahap yang dirasakan konsumen dari sebelum membeli, melakukan pembelian, dan merasakan manfaat dari produk/jasa tersebut.
2.5 Merek 2.5.1 Pengertian Merek Menurut Durianto, Sugiarto dan Sitinjak (2004, p.1) merek merupakan nama,
istilah,
tanda,
simbol
disain,
ataupun
kombinasinya
yang
mengidentifikasikan suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. Menurut kotler (2000, p.227), merek sebagai sebuah nama, istilah, simbol, desain, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari salah satu atau penjual dan untuk mendiferensiasikan mereka dari barang pesaing. Menurut Rangkuti (2002, p.2), merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, atau rancangan atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Tujuan pemberian merek adalah untuk mengidentifikasi produk/jasa yang dihasilkan sehingga berbeda dari produk/jasa yang dihasilkan oleh pesaing. Berdasarkan uraian di atas merek dapat disimpulkan bahwa merek merupakan identitas dari suatu produk/jasa yang tidak dapat terpisahkan yang menjadi pembeda dengan produk/jasa dari pesaing .
21
2.5.2 Peranan dan Kegunaan Merek Durianto, et al (2004a, p1-2), Merek memegang peranan sangat penting, salah satunya adalah menjembatani harapan konsumen pada saat kita menjanjikan sesuatu kepada konsumen. Dengan demikian dapat diketahui adanya ikatan emosional yang tercipta antara konsumen dengan perusahaan penghasil produk melalui merek. Pesaing bisa saja menawarkan produk yang mirip, tapi mereka tidak mungkin menawarkan janji emosional yang sama. Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti: •
Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji emosi menjadi konsisten dan stabil.
•
Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar.Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima di seluruh dunia dan budaya
•
Merek mampu menciptakan komunikasi interaksi dengan konsumen. Semakin kuat suatu merek, makin kuat pula interaksinya dengan konsumen dan makin banyak brand association (asosiasi merek) yang terbentuk memiliki kualitas dan kuantitas yang kuat, potensi ini akan meningkatkan brand image (citra merek).
•
Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.
•
Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen.
•
Merek berkembang menjadi sumber aset terbesar bagi perusahaan.
22
2.5.3 Pengertian Ekuitas Merek Menurut Knapp (2002,p.3) ekuitas merek adalah totalitas dari persepsi merek mencakup kualitas relatif dari produk dan jasa, kinerja keuangan, loyalitas pelanggan, kepuasan, dan keseluruhan penghargaan terhadap merek. Ini semua tentang bagaimana para konsumen, pelanggan, karyawan, dan semua stokeholder merasakan tentang merek Menurut Yoo et al., 2000; Rust dkk., 2001 dari definisi ini ekuitas merek dapat dikatakan sebagai nilai incrementality karena nama merek. Meskipun definisi klasik dari merek pemerataan mengacu pada nilai tambah dari merek kaya oleh namanya, tulisan-tulisan baru tentang ekuitas merek telah mengembangkan definisi yang luas untuk memasukkan set atribut yang mengarahkan pilihan pelanggan. Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa ekuitas merek merupakan bagian terpenting dari sebuah merek agar merek tersebut mampu menghasilkan persepsi yang baik bagi perusahaan maupun konsumen dan ekuitas merek mampu menambah serta mengurangi nilai terhadap suatu produk/jasa.
2.5.4 Unsur Pembentuk Ekuitas Merek Menurut Tsui-Yii (2010), elemen pembentuk dari ekuitas merek terdiri dari 3 hal yaitu : •
Brand loyalty / Loyalitas Merek Mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk
•
Brand image
23
Merupakan anggapan/persepsi konsumen tentang merek berdasarkan pengalaman konsumen atau keyakinan konsumen terhadap suatu merek. •
Perceived quality Merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk/jasa yang berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
2.5.5 Peranan Ekuitas Merek (Brand Equity) Menurut Durianto, Sugiarto, dan Sitinjak (2001,p.6) ekuitas merek mempunyai peranan kepada konsumen dan perusahaan. Peran ekuitas merek bagi konsumen di antaranya adalah : •
Aset (nama, simbol) yang dikandungnya dapat membantu pelanggan dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi yang terkait dengan produk dan merek tersebut.
•
Ekuitas merek dapat mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam pengambilan keputusan pembelian atas dasar pengalaman masa lalu dalam penggunaan atau kedekatan, asosiasi dengan berbagai karakteristik merek.
•
Dalam kenyataannya, persepsi kualitas dan asosiasi merek dapat mempertinggi kepuasan konsumen.
Peran ekuitas merek bagi perusahaan di antaranya : •
Ekuitas merek yang kuat dapat mempertinggi keberhasilan program dalam memikat konsumen baru atau merangkul kembali konsumen lama.
24
•
Ekuitas merek yang kuat dapat digunakan sebagai dasar untuk pertumbuhan dan perluasan merek kepada produk lainnya atau menciptakan bidang bisnis baru yang terkait.
•
Ekuitas merek yang kuat dapat meningkatkan penjualan karena mampu menciptakan loyalitas saluran distribusi.
•
Asset – asset ekuitas merek dapat memberikan keuntungan kompetitif bagi perusahaan dengan memanfaatkan celah-celah yang tidak dimiliki pesaing.
2.5.6 Membangun Ekuitas Merek Menurut Kotler dan Keller (2008, p.341), Pemasar membangun ekuitas merek dengan menciptakan struktur pengetahuan merek yang tepat dan konsumen yang tepat. Proses ini tergantung pada semua kontak yang berkaitan dengan merek-apakah diprakarsai oleh pemasar atau tidak. Akan tetapi, dari sudut pandang manajemen pemasaran, ada tiga perangkat utama pendorong ekuitas merek: •
Pilihan awal atas unsur-unsur merek atau identitas membentuk merek (misalnya, nama merek, URL, logo, simbol, karakter, juru bicara, slogan, lagu, kemasan, dan tanda).
•
Produk dan layanan serta semua aktivitas pemasaran yang menyertai program pemasaran yang mendukung.
•
Asosiasi lain yang secara tidak langsung dialihkan ke merek dengan menautkannya dengan beberapa entitas lain (misalnya pribadi, tempat, atau barang).
25
2.6 Niat Pembelian Konsumen 2.6.1 Definisi Niat Pembelian Konsumen Menurut Tsui-Yii (2010), niat pembelian konsumen adalah
perilaku
konsumen yang bersedia membeli suatu produk/ jasa dan bahkan bersedia mendorong orang lain untuk membeli produk/jasa tersebut. Menurut Rahman,et al (2012), niat pembelian mengacu kepada penilaian subjektif konsumen dan umumnya tercermin dari hasil evaluasi setelah membeli produk/jasa. Niat pembelian mencakup arti penting yaitu ketersediaan konsumen untuk mempertimbangkan pembelian, niat beli di masa depan, dan keputusan pembelian kembali. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa niat pembelian konsumen merupakan refleksi dari sikap ke respon konsumen terhadap suatu barang/jasa yang di mana konsumen mempunyai keinginan untuk membeli dan merekomendasikan barang/jasa tersebut kepada orang lain.
2.6.2 Faktor Penentu Niat Pembelian Konsumen Pada tahap evaluasi konsumen membentuk preferensi atas merek-merek yang ada di dalam kumpulan pemilihan. Konsumen dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Namun dua faktor tersebut dapat berada di antara niat pembelian dan keputusan pembelian (Kotler; 2005; p.228).
26
Sikap Orang Lain
Evaluasi Alternatif
Keputusan Pembelian
Niat Pembelian
Faktor Situasi yang tidak terantisipasi
Gambar 2. 2 Tahapan antara Evaluasi Alternatif dan Keputusan Pembelian Sumber : Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, 2005, p.228
Berdasarkan gambar di atas dijelaskan bahwa ada 2 faktor yang mempengaruhi niat pembelian konsumen yaitu : •
Sikap orang lain Sikap dari orang lain bisa mengurangi alternatif yang disukai seseorang yang bisa disebabkan oleh 2 faktor yaitu intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif yang disukai konsumen lain dan motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain.
•
Faktor situasi yang tidak terantisipasi Faktor situasi yang tidak terantisipasi dapat muncul dan mengubah niat pembelian. Preferensi dan bahkan niat pembelian bukan merupakan peramal perilaku pembelian yang dapat diandalkan. Adanya faktor dari luar sangat dapat merubah keinginan konsumen untuk membeli.
27
Minat pembelian merupakan bagian dari proses menuju ke arah tindakan pembelian yang dilakukan oleh konsumen. Minat pembelian dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor antara lain faktor psikis yang merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri konsumen yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan, dan sikap. Faktor sosial yang merupakan proses di mana perilaku seseorang dipengaruhi oleh keluarga, status sosial, dan kelompok acuan , bauran pemasaran yang terdiri dari produk, harga, promosi, dan distribusi.
2.6.3 Dimensi Niat Pembelian Konsumen Menurut Tsui-Yii (2010), dimensi dari niat pembelian konsumen terdiri dari : •
Willing purchase : ketersediaan konsumen untuk membeli suatu produk/jasa.
•
Considering purchase : daya ingat yang dimiliki konsumen untuk membeli produk/jasa tersebut
•
Recommendation merekomendasikan
purchase pembelian
:
keinginan terhadap
konsumen suatu
untuk
produk/jasa.
28
2.7 Perilaku dan Keputusan Pembelian Konsumen 2.7.1 Konsep Perilaku Konsumen Menurut Kotler dan Keller (2012, p.183) , model dari perilaku konsumen adalah sebagai berikut : Marketing
Other
Stimuli
Stimuli
Product &
Economic
Services
Technolo-
Price
gical
Distribution
Political
Communica-
Cultural
tions
Consumer Characteristic Cultural Social Personal
Consumer Psychology
Buying decision Process Purchase decision Problem recognition Information search Evaluation of alternatives Purchase decision Post purchase decision
Motivation Perception Learning Memory
Gambar 2.3 Model Perilaku Konsumen Sumber : Kotler & Keller, Marketing Management, 2012
Product choice Brand choice Purchase amount Purchase timing Payment method
29
2.7.2 Arti Keputusan Pembelian Menurut Setiadi (2003, p.415), pengambilan keputusan konsumen adalah pengintegrasian yang mengkombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua atau lebih perilaku alternatif dan memilih salah satu di antaranya. Hasil dari pengintegrasian ini adalah suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai keinginan berperilaku. Menurut Kotler dan Amstrong (2012,p.188), keputusan pembelian adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar – benar membeli produk dari pengalaman yang didengar, pemilihan, penggunaan, dan bahkan dari pembuangan produk tersebut. Berdasarkan uraian di atas, keputusan pembelian adalah proses di mana konsumen memahami suatu produk/jasa terlebih dahulu sehingga konsumen melakukan pembelian dan tidak selalu konsumen melalui tahap-tahap dalam keputusan pembelian yang terkadang konsumen men-skip satu/beberapa dari tahap tersebut.
2.7.3 Jenis-jenis Pengambilan Keputusan Pembelian Berdasarkan faktor yang dipertimbangkan, menurut Hawkins et al, dalam Simamora (2003, p.8), pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi dua, yaitu: 1) Pengambilan keputusan berdasarkan atribut produk (atribut based choice)
30
Pada pengambilan keputusan ini memerlukan pengetahuan tentang apa atribut suatu produk dan bagaimana kualitas atribut tersebut. Asumsinya keputusan diambil secara rasional dengan mengevaluasi atribut-atribut yang dipertimbangkan. 2) Pengambilan keputusan berdasarkan sikap (attitude based choice) Pengambilan keputusan ini diambil berdasarkan kesan umum, intuisi maupun perasaan. Pengambilan keputusan seperti ini biasi terjadi pada produk yang belum dikenal atau tidak sempat dievaluasi oleh konsumen.
2.7.4 Tipe Perilaku Keputusan Pembelian Menurut Assael sebagaimana dikutip oleh Kotler (2003, p.22-24), membedakan empat tipe perilaku pembelian konsumen berdasarkan pada tingkat keterlibatan pembeli dan tingkat perbedaan di antara merek yaitu : •
Perilaku membeli yang rumit (complex buying behavior)
Perilaku membeli yang rumit membutuhkan keterlibatan yang
tinggi dalam
pembelian dengan berusaha menyadari perbedaan-perbedaan yang jelas diantara merek-merek yang ada. •
Perilaku membeli untuk mengurangi ketidakcocokkan (dissonance reducing
buying behavior) Perilaku membeli semacam ini mempunyai keterlibatan yang tinggi dan konsumen menyadari hanya terdapat sedikit perbedaan di antara berbagai merek. •
Perilaku membeli berdasarkan kebiasaan (habitual buying behavior)
31
Dalam hal ini, konsumen membeli suatu produk berdasarkan kebiasaan bukan berdasarkan kesetiaan terhadap merek. Konsumen memilih produk secara berulang bukan karena merek produk, tetapi karena mereka sudah mengenal produk tersebut. •
Perilaku pembeli yang mencari keragaman (variaty seeking buying behavior)
Perilaku ini memiliki keterlibatan yang rendah, namun masih terdapat perbedaan merek yang jelas. Konsumen berprilaku dengan tujuan mencari keragaman bukan kepuasaan.
2.7.5 Tingkat Pengambilan Keputusan Konsumen Tidak semua situasi pengambilan keputusan konsumen menerima atau membutuhkan tingkat pencarian informasi yang sama. Schiffman dan Kanuk (2007, p.487) membedakan tiga tingkat pengambilan keputusan konsumen yang spesifik, yaitu: 1) Pemecahan masalah yang luas Pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merek-merek tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merek yang akan dipertimbangkan. 2) Pemecahan masalah yang terbatas Pada tingkat ini, konsumen telah menetapkan kriteria dasar untuk menilai kategori produk dan berbagai merek dalam kategori tersebut. Namun, konsumen belum
32
memiliki preferensi tentang merek tertentu. Mereka membutuhkan informasi tambahan untuk melihat perbedaan di antara berbagai merek.
3) Perilaku sebagai respon yang rutin Pada tingkat ini, konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merek yang sedang mereka pertimbangkan.
2.7.6 Jenis-jenis Pengambilan Keputusan Pembelian Berdasarkan faktor yang dipertimbangkan, menurut Hawkins et al, dalam Simamora (2003, p.8), pengambilan keputusan pembelian dapat dibagi menjadi dua, yaitu: •
Pengambilan keputusan berdasarkan atribut produk Pada pengambilan keputusan ini memerlukan pengetahuan tentang apa atribut suatu produk dan bagaimana kualitas atribut tersebut.
•
Pengambilan keputusan berdasarkan sikap Pengambilan keputusan ini diambil berdasarkan kesan umum, intuisi maupun perasaan.
33
2.7.7 Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Kotler and Keller (2012, p.188-194), ada 5 tahap proses pengambilan keputusan pembelian yaitu:
Pengenalan Masalah
Evaluasi Alternatif
Pencarian Informasi
Perilaku Pasca Pembelian
Keputusan Pembelian
Gambar 2. 4 Model Proses Pembelian Sumber : Kotler & Keller, Marketing Management, 2012
1. Pengenalan Masalah Proses pembelian dimulai ketika pembeli mengenali masalah atau kebutuhan. Kebutuhan tersebut dapat dicetuskan oleh rangsangan internal atau eksternal. Para pemasar perlu mengidentifikasi keadaan yang memicu kebutuhan tertentu, dengan mengumpulkan informasi dari sejumlah konsumen. Mereka kemudian dapat menyusun strategi pemasaran yang mampu memicu minat konsumen. Motivasi konsumen perlu ditingkatkan sehingga pembeli potensial memberikan pertimbangan yang serius. 2. Pencarian Informasi Konsumen yang terangsang kebutuhannya akan terdorong untuk mencari informasi yang lebih banyak. Kita dapat membaginya ke dalam dua level
34
rangsangan. Situasi pencarian informasi yang lebih ringan dinamakan penguatan perhatian. Pada level ini, orang hanya sekadar lebih peka terhadap informasi produk. Pada level selanjutnya, orang itu mungkin mulai aktif mencari informasi: mencari
bahan bacaan,
menelepon
teman,
dan
mengunjungi toko untuk mempelajari produk tertentu. 3. Evaluasi Alternatif Tidak ada proses evaluasi tunggal sederhana yang digunakan oleh semua konsumen atau oleh satu konsumen dalam semua situasi pembelian. Terdapat beberapa proses evaluasi keputusan, dan model-model terbaru yang memandang proses evaluasi konsumen membentuk penilaian atas produk dengan sangat sadar dan rasional. Beberapa konsep dasar akan membantu kita memahami proses evaluasi konsumen. Pertama, konsumen berusaha memenuhi kebutuhan. Kedua, konsumen mencari manfaat tertentu dari solusi produk. Ketiga, konsumen memandang masing-masing produk sebagai sekumpulan
atribut
dengan
kemampuan
yang
berbeda-beda
dalam
memberikan manfaat yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan itu. 4. Keputusan Pembelian Dalam tahap evaluasi, para konsumen membentuk preferensi atas merekmerek yang ada di dalam kumpulan pilihannya. Konsumen juga dapat membentuk niat untuk membeli merek yang paling disukai. Dalam
35
melaksanakan maksud pembelian, konsumen bisa mengambil lima subkeputusan : merek, dealer, kuantitas, waktu, dan metode pembayaran. 5. Perilaku Pasca Pembelian Setelah pembelian konsumen mungkin mengalami ketidaksesuaian karena memerhatikan fitur-fitur tertentu yang mengganggu atau mendengar hal-hal yang menyenangkan tentang merek lain, dan akan selalu siaga terhadap informasi yang mendukung keputusannya. Komunikasi pemasaran harus memasok keyakinan dan evaluasi yang mengukuhkan pilihan konsumen dan membantu dia merasa nyaman dengan merek. Tugas pemasar tidak berakhir begitu saja ketika produk dibeli. Para pemasar harus memantau kepuasan pasca pembelian, tindakan pasca pembelian, dan pemakaian produk pasca pembelian. Kepuasan Pasca Pembelian Kepuasan pembeli adalah fungsi dari seberapa sesuainya harapan pembeli produk dengan kinerja yang dipikirkan pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah dari pada harapan, pelanggan akan kecewa; jika ternyata sesuai harapan, pelanggan akan puas; jika melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Perasaan-perasaan itu akan membedakan apakah pembeli akan membeli kembali produk tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak menguntungkan tentang produk tersebut dengan orang lain.
36
Tindakan Pasca Pembelian Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap produk akan mempengaruhi perilaku konsumen selanjutnya. Jika puas, ia akan menunjukkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk kembali membeli produk tersebut. Pelanggan yang puas tersebut juga cenderung menceritakan hal-hal yang baik tentang merek tersebut kepada orang lain. Para pelanggan yang tidak puas mungkin membuang
atau
mengembalikan
produk
tersebut.
Mereka
mungkin
mengambil tindakan publik seperti mengajukan keluhan ke perusahaan tersebut, pergi ke pengacara, atau mengadu ke kelompok-kelompok lain (seperti lembaga bisnis, swasta, atau pemerintah). Pemakaian dan Pembuangan Pasca Pembelian Para pemasar juga harus memantau cara pembeli memakai dan membuang produk tertentu. Pendorong utama frekuensi penjualan adalah tingkat konsumsi produk - semakin cepat pembeli mengkonsumsi produk, semakin cepat mereka bisa kembali ke pasar untuk membelinya lagi.
2.8 Teori Hubungan antar Variabel berdasarkan Jurnal 1. Berdasarkan jurnal yang berjudul “Comparative Analysis of Marketing Strategies For Manufactures’ and Retailers’ Brand” (Tsui-Yii Shiih; International Journal of Electronic Business Management; 2010, Vol.8, No.1, p.56-57). “Marketing decisions affect purchase intention. Yoo, et al (2000)
37
indicate marketing activities such as price, slogans, symbols, packaging, company image, country of origin, store image, advertising, expenditures, and Promotional events have influence on the purchase intention. In addition, some scholars have identified marketing activities (e.g. price, Promotion, brand alliance, and product trial, etc) as major sources of effects on the consumer purchase intentions ( Calderon et al, 1997; Jung et al, 2008; Orth et al, 2007; Varadarajan et al, 1999; Washburn et al, 2004). Keputusan pemasaran memberikan efek/dampak ke niat pembelian. Yoo et al (2000) mengindikasi bahwa aktivitas pemasaran eperti harga, slogan, kemasan, citra perusahaan, Negara asal, citra toko, periklanan, pengeluaran, dan acara promosi dapat mempengaruhi niat pembelian konsumen. Selain itu, beberapa sarjana telah mengidentifikasi kegiatan pemasaran misalnya : harga, promosi, aliansi merek, percobaan, dan lain-lain sebagai sumber utama yang memberikan efek terhadap niat pembelian konsumen. 2. Berdasarkan jurnal yang berjudul “The Relationship of Brand Equity to Purchase Intention” (Senthilnathan, S. & Tharmi, U. ; IUP Journal of Marketing Management; 2012; Vol.11(2); p.7-26). “Keller (2003) and Kapferer (2005), Brand equity is referred to as a theme of various benefits through pieces of legal property, influencing consumer behavior, being bought and sold, and providing the owner, security for sustained future revenues. These various benefits create value to accrue directly or indirectly.
38
According to Aaker (1991 and 1996b), brand equity has a positive impact on the purchase intention of customers and as this relationship is empirically supported by other studies by Ashil and Sinha (2004) and Chang and Liu (2009). Ekuitas merek dikatakan sebagai alat untuk menciptakan berbagai manfaat melalui potongan-potongan dalam
legal properti, mempengaruhi perilaku
konsumen, termasuk pembelian dan penjualan, dan memberikan nilai bagi pemilik berupa keuntungan yang berkelanjutan di masa depan. Semua manfaat itu dapat menciptakan bertambahnya suatu nilai secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Aaker (1991 dan 1996b), ekuitas merek memiliki dampak positif terhadap niat pembelian konsumen dan secara empiris didukung oleh penelitian lain dari Ashil dan Sinha (2004), Chang dan Liu (2009). 3. Berdasarkan jurnal yang berjudul “Brand Equity, Marketing Strategy, and Consumer Income: A Hypermarket Study” (Chen, H., & Green, R. D. ; Journal of Management and Marketing Research; 2011; Vol.8; p. 1-18). “Brand value, or equity is influenced by the consumers’ perceptions of the brand and their ability and willingness to purchase. Marketing and brand managers have to control to develop marketing strategies to position the brand and to increase brand equity. On the other hand, consumers must have enough disposable income to buy the brand, regardless of the strategy.
39
Moreover, these consumers have differences in their ability to purchase that influence their brand decisions, and the brand value. Nilai dari merek atau ekuitas dipengaruhi oleh persepsi konsumen terhadap merek dan kemampuan serta ketersediaan konsumen untuk membeli. Pemasaran dan merek manajer memiliki kendali untuk memposisikan merek dan meningkatkan ekuitas merek. Di sisi lain konsumen harus memiliki pendapatan yang cukup untuk membeli sebuah merek yang terlepas dari strategi. Selain itu, konsumen memiliki perbedaan dalam kemampuan untuk membeli yang di mana dapat mempengaruhi keputusan dalam memilih merek dan nilai merek tersebut. 4. Berdasarkan jurnal yang berjudul “The Influences of Perceived Value on Customer Purchase Intention : The Moderating Effect of Advertising Endorser” (Chi, Hsinkuang; Yeh, Huery Ren; Tsai, Yi Ching; Journal of International Management Studies; 2011; Vol.6 (1); p.1-6). “A consumer’s attitude and assessment and external factors construct consumer purchase intention, and it is a critical factor to predict consumer behavior (Fishbein & Ajzen, 1975). Purchase intention can measure the possibility of a consumer to buy a product, and the higher the purchase intention is, the higher a consumer’s willingness is to buy a product (Dodds, et al, 1991; Schiffman & Kanuk, 2000). Purchase intention indicates that consumers will follow their experience, preference and external environment to collect information,
40
evaluate alternatives, and make purchase decision (Zeithaml, 1998; Dodds et al, 1991; Schiffman & Kanuk, 2000; Yang, 2009). Sikap konsumen dan penilaian dari faktor eksternal dapat membangun niat pembelian konsumen dan Itu merupakan faktor penting untuk memprediksi perilaku konsumen (Fishbein & Ajzen, 1975). Niat pembelian konsumen dapat mengukur kemungkinan konsumen untuk membeli suatu produk dan semakin tinggi niat pembelian, semakin tinggi pula keinginan konsumen untuk membeli suatu produk produk (Dodds, et al, 1991; Schiffman & Kanuk, 2000). Niat pembelian menunjukkan bahwa konsumen akan mengikuti lingkungan
eksternal,
pengalaman,
preferensi
untuk
mengumpulkan
informasi, evaluasi alternatif, dan membuat keputusan pembelian (Zeithaml, 1998; Dodds et al, 1991; Schiffman & Kanuk, 2000, Yang, 2009). 5. Berdasarkan jurnal yang berjudul “The Effect of Store Image and Service Quality on Brand Image and Purchase Intention for Private Label Brands” : AMJ AMJ AMJ” (Wu, Paul C S; Gary Yeong-Yuh; Chieh-Ru; Australian Marketing Journal; 2011; Vol. 19(1); p. 30-39). Purchase intention represents the possibility that consumers will plan or be willing to purchase a certain product or service in the future. An increase in purchase intention means an increase in the possibility of purchasing (Dodds et al., 1991; Schiffman and Kanuk, 2007). Researchers can also use purchase intention as an important indicator for estimating consumer behavior. When consumers
41
have a positive purchase intention, this forms a positive brand commitment which propels consumers to take an actual purchase action (Fishbein and Ajzen, 1975; Schiffman and Kanuk, 2007). Niat beli merupakan kemungkinan bahwa konsumen akan merencanakan atau bersedia untuk membeli produk/jasa tertentu di masa depan. Peningkatan niat beli berarti peningkatan kemungkinan melakukan pembelian (Dodds et al., 1991; Schiffman and Kanuk, 2007). Para peneliti juga menggunakan indikator niat beli sebagai indikator penting untuk memperkirakan perilaku konsumen. Ketika konsumen memiliki niat beli yang positif, hal ini akan membentuk komitmen merek yang positif yang mendorong konsumen untuk mengambil tindakan pembelian yang aktual (Fishbein and Ajzen, 1975; Schiffman and Kanuk, 2007).
42
2.9 Kerangka Teoritis
Strategi pemasaran (X1)
Niat Pembelian Konsumen (Y)
Keputusan Pembelian (Z)
Ekuitas Merek (X2)
Gambar 2. 5 Kerangka Teoritis Sumber : Peneliti (2012)
2.10 Hipotesis Hipotesis yang akan diuji berguna untuk memenuhi tujuan-tujuan di dalam penelitian ini terdiri dari 7 buah hipotesis yang dijelaskan sebagai berikut yaitu : 1) Pengujian mengenai apakah variabel strategi pemasaran (X1) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y). Hipotesis 1 : Ho : Variabel strategi pemasaran (X1) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y).
43
Ha : Variabel strategi pemasaran (X1) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y). 2) Pengujian mengenai apakah variabel ekuitas merek (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y) Hipotesis 2 : Ho : Variabel ekuitas merek (X2) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y). Ha : Variabel ekuitas merek (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y). 3) Pengujian mengenai apakah variabel strategi pemasaran (X1) dan variabel ekuitas merek (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y). Hipotesis 3 : Ho : Variabel strategi pemasaran (X1) dan variabel ekuitas merek (X2) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y). Ha : Variabel strategi pemasaran (X1) dan variabel ekuitas merek (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel niat pembelian konsumen (Y). 4) Pengujian mengenai apakah variabel strategi pemasaran (X1) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian pada BJ Home (Z).
44
Hipotesis 4 : Ho : Variabel strategi pemasaran (X1) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. Ha : Variabel strategi pemasaran (X1) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. 5) Pengujian mengenai apakah variabel ekuitas merek (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. Hipotesis 5 : Ho : Variabel ekuitas merek (X2) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. Ha : Variabel ekuitas merek (X2) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. 6) Pengujian mengenai apakah variabel niat pembelian (Y) berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. Hipotesis 6 : Ho : Variabel niat pembelian tidak berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. Ha: Variabel niat pembelian berkontribusi secara signifikan terhadap variabel keputusan pembelian (Z) pada BJ Home.
45
7) Pengujian mengenai apakah variabel strategi pemasaran (X1), variabel ekuitas merek (X2), dan variabel niat pembelian konsumen (Y) berkontribusi secara signifikan terhadap keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. Hipotesis 7 : Ho : Variabel strategi pemasaran (X1), variabel ekuitas merek (X2), dan variabel niat pembelian konsumen (Y) berkontribusi secara signifikan terhadap keputusan pembelian (Z) pada BJ Home. Ha : Variabel strategi pemasaran (X1), variabel ekuitas merek (X2), dan variabel niat pembelian konsumen (Y) tidak berkontribusi secara signifikan terhadap keputusan pembelian (Z) pada BJ Home.