BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Persediaan Menurut Handri Mulya, (2010:214) Persediaan dalam sebuah perusahaan merupakan aset yang cukup besar nilainya. Keberadaannya dalam sebuah perusahaan juga mengandung berbagai implikasi dilihat dari ada atau tidaknya persediaan tersebut. Jika persediaan dalam perusahaan ada dan jumlahnya cukup besar, maka implikasi biaya untuk menjaga keberadaan persediaan tidak dapat dihindari. Sebaliknya jika persediaan dalam perusahaan tidak tersedia, maka proses produksi dan penjualan tentu akan menjadi terganggu. Perusahaan yang baik dalam mengelola persediaan adalah perusahaan yang tidak memiliki persedian barang dagang. Menurut Warren, et all (343:2016) persediaan adalah sisa barang (belum terjual) pada akhir periode. Menurut Kieso, et all (402:2015) persediaan (Inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki perusahaan untuk di jual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau dikonsumsi dalam memproduksi barang yang akan dijual. Handri Mulya, (2010:214) menjelaskan bahwa: “Persediaan menurut Standar Akuntansi adalah aktiva yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal perusahaan, aktiva dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan atau dalam bentuk bahan atau 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
perlengkapan ( supplies ) untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa”. Hery, (2011:153) menjelaskan bahwa: “Persediaan adalah komponen yang sangat signifikan ( Material ) dibandingkan dengan nilai keseluruhan aktiva lancar“.
Martani Dwi, et all (2016:245) menjelaskan bahwa : Persediaan adalah salah satu aset yang sangat penting bagi suatu entitas baik bagi perusahaaan ritel, manufaktur, jasa, maupun entitas lainnya.
Jadi persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi kegiatan perusahaan dagang. Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah terlihat ketika kegiatan bisnis sedang berfluktuasi
2.2 Jenis-Jenis Persediaan Menurut Warren, (2016:343) Persediaan pada setiap perusahaan berbeda dengan kegiatan bisnisnya. Persediaan dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Persediaan barang baku Barang berwujud yang dibeli atau diperoleh dengan cara lain (misalnya dengan menabung) dan disimpan untuk penggunaan langsung dalam membuat barang untuk dijual kembali. 2. Persediaan barang dalam proses Barang yang terdiri dari baha-bahan yang telah diproses namun masih membutuhkan pekerjaan lebih lanjut sebelum dijual. Persediaan bahan dalam proses, pada umumnya dinilai jumlah harga pokok bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang telah dikeluarkan/terjadi sampai dengan tanggal tertentu 3. Barang jadi Adalah barang yang sudah selesai diproduksi dan siap untuk dipasarkan. Persediaan produk jadi, meliputi semua barang yang telah diselasaikan dari proses produksi dan siap untuk dijual. Produk jadi pada umumnya dinilai sebesar jumlah harga pokok bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang diperlukan untuk menghasilkan prosuk tersebut. 4. Persediaan barang penolong Meliputi semua barang yang dimiliki untuk keperluan produksi, tetapi tidak merupakan bahan baku yang membentuk produk jadi.
10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.3 Pengendalian persediaan Menurut warren (2016:342) Ada dua tujuan utama dari pengendalian alat persediaan adalah sebagai berikut : 1. Melindungi persediaan dari kerusakan atau pencurian Pengendalian atas persediaan harus segera dimulai saat persediaan diterima. Dokumen-dokumen dibawah ini merupakan dokumen yang paling sering digunakan untuk pengendalian persediaan. 1. Pesanan
(purchase
pembelian
order)
adalah
memberikan
wewenang atas pembelian suatu barang dari pemasok. 2. Laporan
Pengiriman
(receiving
report)
adalah
Laporan
penerimaan harus dilengkapi segera setelah barang diterima dan harus dilengkapi oleh departemen penerimaan perusahaan sebagai akuntanbilitas atas persediaan. 3. Faktur Pemasok adalah barang yang dipesan, laporan penerimaan harus sesuai pesanan pembelian barang yang dikeluarkan perusahaan. Pengendalian
untuk
melindungi
persediaan
meliputi
mengembangkan dan menggunakan tindakan keamanan untuk mencegah kerusakan persediaan atau pencurian oleh pelanggan atau karyawan. Beberapa contoh tingkat pengamanan meliputi hal-hal di bawah ini :
11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
1. Persediaan harus disimpan dalam sebuah gudang atau area lain dengan akses terbatas hanya pada karyawan yang telah diberi kuasa. 2. Barang berharga mahal dipajang dalam lemari terkunci. 3. Menggunakan alat: cermin dua arah, kamera, dan penjaga keamanan. 2. Melaporkan Persediaan Untuk memastikan keakuratan jumlah persediaan yang dilaporkan dalam laporan keuangan, sebuah perusahaan dagang perlu melakukan penghitungan fisik persediaan (physical inventory), yaitu untuk menghitung persediaan secara fisik, setelah jumlah persediaan tersedia untuk dihitung, biaya perolehan persediaan dimasukkan kedalam laporan keuangan.
2.4 Sistem Pencatatan Persediaan Dalam akuntansi ada dua sistem pencatatan, yaitu : 1. Sistem Perpektual Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:348) dalam sistem persediaan perpetual, semua kenaikan dan penurunan baran dagang dicatat dengan cara yang sama seperti mencatat kenaikan dan penurunan kas. Akun persediaan barang dagang pada awal periode akuntansi mengindikasikan stok pada tanggal tersebut. Pembelian dicatat dengan mendebit persediaan barang dagang dengan mengkredit
12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
kas atau utang usaha. Pada tanggal penjualan, harga pokok barang yang terjual dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit persediaan barang dagang. Penggunaan sistem perpetual memberikan sarana pengendalian yang paling efektif atas aktiva tersebut, demikian juga adanya kekurangan dapat ditentukan dengan mengadakan perhitungan periodik barang dan membandingkan perhitungan tersebut dengan saldo buku tambahan. Pemesanan kembali barang secara tepat waktu dan
pencegahan
kelebihan
persediaan
dapat
dicapai
dengan
membadingkan saldo buku tambahan dengan tingkat persediaan maksimum dan minimum yang ditentukan terlebih dahulu. Dalam pencatatan terdapat 3 metode pencatatan yang digunakan yaitu metode persediaan FIFO (First In First Out), metode persediaan, LIFO (Last In First Out), metode persediaan Metode Rata-rata (Average Method), berikut ini adalah penjelasanya :
1. Metode FIFO Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:348) Metode FIFO mengasumsikan bahwa persediaan dengan nilai perolehan awal masuk akan digunakan terlebih dahulu. Dengan metode FIFO, biaya-biaya dimasukan dalam harga pokok penjualan sesuai dengan urutan terjadinya transaksi. Dalam FIFO, persedian dan harga pokok penjualan akan sama pada akhir bulan.
13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Contoh : PT. X
selama bulan Januari 2015 mempunyai data tentang
persediaan sebagai berikut: Jan. 1
Persediaan
100 unit
Jan. 4
Penjualan
70 unit
Jan. 10
Pembelian
80 unit
Jan. 22
Penjualan
40 unit
Jan. 28
Penjualan
20 unit
Jan 30
Pembelian
100 unit
@ Rp. 20.000/unit
@ Rp. 21.00/Unit
@ Rp. 22.000/Unit
Jawab: Tabel 2.2 PT. X Pencatatan persediaan pada sistem Perpektual Diterima Tgl
Unit
Cost
Jumlah
Dikeluarkan Unit
Cost
Jumlah
Jan 1 4 10
70 80
21000
28 100
22000
1400000
1680000
22
30
20000
Persediaan (saldo) Unit
Cost
Jumlah
100
20000
2000000
30
20000
600000
30 80
20000 21000
600000 1680000
30 10
20000 21000
600000 210000
70
21000
1470000
20
21000
210000
50
21000
1050000
50 100
21000 22000
1050000 2200000
2200000
Sumber : Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:349)
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Metode LIFO Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:350) Metode LIFO diasumsikan bahwa biaya unit yang terjual merupakan biaya dari pembelian yang terakhir. Dengan metode LIFO, buku besar pembantu kadang kala disiapkan dalam jumlah unit saja. Kemudian, Jumlah unitnya diubah dalam satuan nominal (Misalnya, Rupiah) ketika laporan keuangan disiapkan pada akhir periode. Contoh tabel 2.1 Jawanb : Tabel 2.3 PT. X Pencatatan persediaan pada sistem Perpektual Diterima Tgl
Unit
Cost
Dikeluarkan
Jumlah
Unit
Cost
Jumlah
Jan 1 4 10
70 80
21000
28
100
22000
1400000
1680000
22
30
20000
40
21.000
840.000
20
21000
3420000
2200000
Sumber : Sumber : Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:350)
15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Persediaan (saldo) Unit
Cost
Jumlah
100
20000
2000000
30
20000
600000
30 80
20000 21000
600000 1680000
30 40
20000 21000
600000 840000
30 20
20000 21000
600000 420000
30 20 100
20000 21000 22000
600000 420000 2200000
3. Metode Average (Rata-rata) Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:351) Dalam metode ini harga beli rata-rata persatuan dihitung setiap terjadinya transaksi pembelian barang. Kemudian, biaya unit ini
digunakan untuk
menghitung biaya setiap penjualan sampai pembelian lain dilakukan dan biaya rata-rata yang baru di hitung. Contoh PT. X bulan Januari 2015 mempunyai data persediaan sebagai berikut Tabel 2.4 PT. X Jan. 1
Persediaan
100 unit
@ Rp. 500/unit
Jan. 10
Pembelian
800 unit
@ Rp. 550/Unit
Jan. 18
Penjualan
80 unit
Jan. 20
Pembelian
700 unit
Jan. 27
Penjualan
500 unit
@ Rp. 600/Unit
Sumber : Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:351) Jawab : Tabel 2.5 PT. X Pencatatan persediaan pada sistem Perpektual Tgl
Diterima Unit
Cost
Total
Dikeluarkan Unit
Cost
Jan 1
Total
Persediaan (saldo) Unit
Cost
Total
1000
500
500.000
16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
800
550
440.000
18 20
700
600
420.000
27
1800
522,2
940.000
900
522,2
469.980
900 1.600
522,2 556,2
469,980 889,980
500
556,2
278.100
1.100
556,2
611.820
Sumber : Sumber : Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:351)
4.
Sistem periodik Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:352) Dalam sistem periodik hanya pendapatan yang dicatat setiap kali terjadi penjualan. Tidak ada ayat jurnal yang dibuat saat penjualan untuk mencatat harga pokok penjualan. Pada akhir periode akuntansi, perhitungan fisik persediaan dilakukan untuk menghitung biaya persediaan dan harga pokok penjulan. Dalam pencatatan terdapat 3 metode pencatatan yang digunakan yaitu metode persediaan FIFO (First In First Out), metode persediaan, LIFO ( Last In First Out ), metode persediaan Metode Rata-rata ( Average Method ), berikut ini adalah penjelasanya : 1. Metode FIFO Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:352) Metode FIFO mengasumsikan bahwa, biaya sisa persediaan pada akhir periode berasal dari biaya perolehan paling akhir. Contoh : Tabel 2.4 PT. X Jan. 1
Persediaan
100 unit
17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
@ Rp. 500/unit
Jan. 10
Pembelian
800 unit
Jan. 18
Penjualan
80 unit
Jan. 20
Pembelian
700 unit
Jan. 27
Penjualan
500 unit
@ Rp. 550/Unit
@ Rp. 600/Unit
Sumber : Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:351)
Jawab : Tabel 2.6 PT. X Per 31 Desember 2015
Tanggal
Ket
1 Jan 10 Mar 25 Jul 30 Agts 5 Okt 26 Nov 31 Des
Persediaan Pembelian Penjualan 1600 Unit Pembelian Penjualan 4000 Unit Pembelian Penjualan 800 Unit
Harga Per Unit 1.000 50.000 3.000 52.000
50.000.000 156.000.000
2.600 55.000
143.000.000
1.000 57.680
57.680.000
Unit
Jumlah
7.600 7.600.000 406.680.000 Sumber : Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:352) Jawab : 1000 Unit x 57.680 = Rp. 57.680.000 200 Unit x 55.000 = Rp. 11.000.000 1.200 Unit
Rp. 68.680.000
2. Metode LIFO 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:353) Metode LIFO diasumsikan bahwa, sisa biaya persediaan pada akhir periode berasal dari biaya perolehan paling awal. Contoh pada tabel 2.4 : Jawab : 1000 Unit x 50.000 = Rp. 50.000.000 200 Unit x 55.000 = Rp. 10.400.000 1.200 Unit
Rp. 60.400.000
3. Metode Avarage Menurut Ersa Tri Wahyuni, et all (2009:354) Metode rata-rata tertimbang diasumsikan bahwa biaya ditandingkan (dipandankan) terhadap pendapatan sesuai dengan rata-rata biaya unit yang terjual. Biaya rata-rata tertimbang yang sama digunakan dalam menghitung biaya persediaan pada akhir periode. Biaya unit ratarata tertimbang dihitung dengan membagi jumlah biaya unit setiap barang yang tersedia untuk dijual selama periode tertentu dengan jumlah unit barang terkait. Contoh menggunakan tabel 2.6 data persediaan PT. X pada tahun 2015. Jawab : Harga rata-rata tertimbang per unit, Rp. 406.680.000 ÷ 7.600 unit = Rp. 53.510
19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Persediaan 31 desember 2015, 1.200 unit x harga per unit 53.510 = Rp. 64.212.000 Berikut adalah contoh melakukan pencatan terhadap transaksi pembelian dan penjualan dengan dua metode pencatatan yang berbeda : Tabel 2.6 Keterangan
Metode Periodik
1. PT.YS memberi secara Pembelian Rp.xxx kredit barang dagang Hutang dagang RP.xxx senilai Rp.xxx
Metode Perpektual P.Barang Dagang Rp.xxx Hutang Dagang Rp.xxx
2. PT.YS mengembalikan Hutang Dagang Rp.xxx Hutang Dagang Rp.xxx barang yang dibeli Retur Pembelian Rp.xxx P.Barang Dagang Rp.xxx senilai Rp.xxx 3. PT.YS menjual barang Piutang dagang Rp.xxx Piutang Dagang Rp.xxx secara kredit senilai Retur pembelian Rp.xxx Penjualan Rpxxx Rp.xxx. Harga pokok Pers. Barang Dagang Rp.xxx barang dagang adalah HPP Rp.xxx Rp.xxx 4. PT.YS menerima kembali barang dagang yang dijual senilai Rp.xxx. Harga pokok barang dagang adalah Rp. Xxx 5. Pada akhir periode ayat jurnal penyesuaian dibutuhkan. Dari contoh ini, maka sisa persediaan akhir adalah Rp. Xxx
Retur Penjualan Rp. xxx Piutang Dagang Rp.xxx
Retur penjualan Rp.xxx Piutang Dagang Rp.xxx Pers. Barang dagang Rp.xxx HPP Rp.xxx
Ikhtisar L / R Rp. xxx Pers. Barang dagang awal Rp. xxx
Tidak ada jurnal penyesuaian karena setiap ada transaksi penjualan dan pembelian, persediaan secara otomatis telah disesuaikan
Pers. Barang dagang akhir Rp. xxx Ikhtisar L / R Rp. xxx
Sumber : Hery, (2011:154)
2.4 Pengedalian Internal atas Persediaan
20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Hery, (2011:155) Pengendalian internal atas persediaan mutlak diperlukan mengingat aktiva ini tergolong cukup besar. Kalau kita bicarakan mengenai pengendaliaan internal atas persediaan, sesungguhnya ada 2 tujuan utama dari diterapkannya pengendaliaan internal tersebut, yaitu untuk mengamankan atau mencegah aktiva perusahaan (Persediaan) dari tindakan pencuriaan, penyelewengan, penyalahgunaan, dan kerusakan, serta menjamin keakuratan (ketepatan) penyajian perseediaan dalam laporan keuangan. Pengendaliaan internal atas persediaan seharusnya dimulai pada saat barang diterima ( yang dibeli dari pemasok ). Penggunaan
sistem
pencatatan
perpektual
juga
memberikan
pengendaliaan yang efektif atas persediaan. Informasi mengenai jumlah atas masing-masing jenis barang dagangan dapat segera tersedia dalam buku besar pembantu untuk masing-masing persediaan. Untuk menjamin keakuratan besarnya persediaan yang dilaporkan dalam dalam laporan keuangan, perusahaan dagang harusnya melakukan pemeriksaan fisik atas persediaannya. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam dalam sistem pencatan perpektual, pemeriksaan fisik dilakukan bukan untuk menghitung saldo akhir persediaan melainkan sebagai pengecekan silang mengenai keabsahan atas saldo persediaan yang dilaporkan dalam buku besar persediaan.
2.5 Pengukuran Persediaan
21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Persediaan diakui sebesar biaya persediaan yang meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi, dan biaya lain-lain yang muncul sampai dengan produk berada dalam kondisi dan lokasi siap untuk dijual atau dikonsumsi dalam kegiatan bisnis perusahaan. Biaya persediaan tidak mencakup biaya administratif, overhead, biaya penjualan dan biaya bunga. Berikut ini adalah skema biaya persediaan menurut Efraim Ferdinan Giri, (2012:172) :
Gambar 11-1, Skema biaya persediaan
Biaya Persediaan
Biaya Pembeliaan
Biaya Konversi
Biaya Langsung
Biaya Lain-Lain
Biaya Overhead
Biaya Tetap
Biaya Variabel
2.6 Kesalahan Dalam Perhitungan Menurut Efraim Ferdinan Giri, (2012:174) Persediaan awal maupun persediaan akhir digunakan untuk menghitung besarnya harga pokok penjualan dalam sistem pencatatan periodik. Persediaan akhir periode berjalan akan secara otomatis menjadi persediaan awal di tahun berikutnya. Kesalahan yang terjadi dalam melakukan perhitungan atas persediaan akan mempengaruhi baik neraca maupun laporan laba rugi. Kesalahan dalm 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
mencatat besarnya fisik persediaan ini akan menyebabkan salah saji dalam saldo persediaan akhir. Karena persediaan merupakan aktiva lancar, maka besarnya aktiva lancar maupun total aktiva perusahaan secara keseluruhan juga akan menjadi salah saji di neraca. Di samping itu, kesalahan dalam melakukan perhitungan atas persediaan ini juga akan mengakibatkan besarnya harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih yang tersaji dalam laporan laba rugi menjadi keliru. Laba bersih ini akan ditutup ke akun modal pada setiap akhir periode akuntansi, sehingga besarnya modal juga akan menjadi salah saji di neraca. Besarnya salah saji untuk modal akan sama dengan besarnya salah saji untuk persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva.
2.7 Pengaruh Kesalahan Persediaan Terhadap Laporan Keuangan Menurut Efraim Ferdinan Giri, (2012:175) Kesalahan dalam penentuan dan penilaian persediaan membawa implikasi signifikan bagi kewajaran laporan keuangan. Setiap kesalahan dalam perhitungan persediaan akan mempengaruhi neraca maupun laporan laba rugi. Sebagai contoh, kesalahan dalam perhitungan fisik persediaan akan mengakibatkan kesalahan persediaan akhir, aktiva lancar, dan total aktiva pada neraca. Selain itu akan menimbulkan kesalahan harga pokok penjualan, laba kotor, dan laba bersih pada laporan laba rugi.
2.8 Cakupan Barang dalam Persediaan
23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Menurut Martani Dwi, dkk (2016:246) klasifikasi dari barang dalam persediaan mencakup : (i) barang yang ada pada suatu entitas dan merupakan miliknya; (ii) barang yang ada pada entitas tapi bukan miliknya; dan (iii) barang milik suatu entutas tetapi tidak ada di entutas tersebut. Pada klasifikasi kedua dan ketiga sering kali suatu entitas mengalami kesulitan dalam menentukan perpindahan hak kepemilikan atas barang . Kesulitan penentuan tersebut terjadi pada barang dalam transit dan brang konsinyasi.
1. Barang dalam Transit Dalam proses pembelian barang, dapat saja terjadi di masih berada mana barang masih berada pada posisi transit- belum diterima oleh pembeli tetapi sudah dikirim oleh penjual pada akhir periode fiskal. Pada dasarnya suatu barang diakui sebagai persediaan oleh suatu entitas yang memiliki tanggung jawab finansial terhadap biaya transportasi. Tanggung jawab finansial ini dapat diindikasikan dari istilah pengiriman (shipping term) yang biasanya diistilahkan sebagai free on board (FOB). Apabila barang yang dikirim dengan shipping term FOB Destination, akan biaya transportasi akan dibayar oleh penjual dan hak kepemilikan tidak beralih hingga pembeli menerima barang tersebut, sehingga pengakuan persediaan tetap berada pada penjual selama periode transit. Sedangkan, apabila FOB shipping Point, maka biaya transportasi akan dibayar oleh pembeli dan hak kepemilikan beralih ketika barang
24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
dikirimkan, sehingga pengakuan persediaan berada pada pembelian ketika periode transit.
2. Penjualan Konsinyasi Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan penjualan, banyak perusahaan yang saat ini menggunakan metode konsinyasi dalam penjualanya. Perusahaan ritel sering kali menerima barang-barang konsinyasi untuk dijual. Pada kerja sama penjulan konsinyasi ini pemilik barang ( consignor ) mengirimkan barang kepada penjual ( consignee ), di mana penjual setuju untuk menerima barang tanpa ada kewajiban apa pun, kecuali perawatan dan penjagaan terhadap kehilangan dan kerusakan, hingga barang tersebut terjual kepada pihak lain. Barang konsinyasi akan tetap menjadi milik pemilik barang dan pemilik barang tetap akan mencatat barang tersebut pada persediaannya. Pihak penjual yang dititipkan barang tersebut tidak mengakui barang itu dalam persediaannya. Pengungkapan yang memadai dalam laporan keuangan dilakukan oleh pemilik barang dengan mengungkapkan jumlah barang yang dikonsinyasikan.
2.9 Melaporkan Persediaan dalam laporan keuangan Menurut Warren, (2016:356) kasus yang timbul pada saat pelaporan persediaan yaitu :
25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3. Biaya penggantian barang dalam persediaan berada di bawah biaya yang dicatat. 4. Persediaan tidak dapat dijual pada harga penjualan normal yang disebabkan oleh kondisi barang (cacat, rusak karena terlalu lama dipajang di toko), perubahan mode atau sebab lainnya. Seperti poin diatas bahwa biaya merupakan dasar utama dalam penilaian persediaan yaitu :
1. Penilaian pada Nilai yang Lebih Rendah Antara Biaya atau Pasar Jika biaya penggantian barang dalam persediaan lebih rendah daripada biaya pembelian awal, metode mana yang lebih rendah antara nilai pasar atau biaya perolehan (lower-of-cost-or-market – LCM) digunakan untuk menilai persediaan. Nilai pasar yang dimaksud adalah biaya penggantian untuk mendapatkan barang sejenis pada tanggal persediaan. Nilai pasar ini di buat berdasarkan kuantitas yang biasanya dibeli dari sumber pemasok yang biasa. Dalam menerapkan metode nilai pasar atau biaya yang lebih rendah, biaya-biaya penggantian dapat ditentukan dengan dengan cara berikut : 1. Setiap barang dalam persediaan. 2. Kelas atau kategori utama dalam persediaan. 3. Persediaan secara keseluruhan.
26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2. Penilaian pada Nilai yang Lebih Rendah antara Biaya dengan Nilai Realisasi Bersih Persediaan yang sudah lewat dari musimnya atau rusak hanya bisa di jual dengan harga rendah atau di bawah harga aslinya. Persedian semacam ini harus dinilai pada nilai realisasi bersihnya. Nilai realisasi bersih (NRB — net realizable value) adalah nilai perkiraan harga jual dikurangi seluruh biaya yang berkaitan langsung dengan penjualan se[erti komisi penjualan. Nilai realisasi bersih dihitung dengan cara sebagai berikut Nilai Realisasi Bersih = Perkiraan Harga Jual – Biaya Pelepasan Langsung
Biaya pelepasan langsung (direct costs disposals) meliputi biaya penjualan seperti pengiklanan khusus atau komisi penjualan.Contoh, diasumsikan bahwa di bawah ini merupakan data mengenai sebuah perediaan yang telah rusak : Biaya perolehan asli
Rp. 1.000.000
Perkiraan harga jual
800.000
Biaya penjualan
150.000
Nilai realisasi bersih = Rp. 800.000 - Rp. 150.000 = Rp. 650.000
27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2.10 Penggunaan Metode Lain Dalam Valuasi Persediaan Menurut Martani Dwi, dkk ( 2016:258) Penggunaan metode lain dalam valuasi persediaan adalah : a. Metode Laba Bruto Metode ini menghitung persediaan dengan mengestimasikan jumlah persediaan akhir berdasarkan nilai barang yang tersedia untuk dijual, penjualan, dan prosentase laba bruto. Metode ini biasanya dipakai untuk mengestimasikan nilai persediaan perusahaan. Sebagai ilustrasi, PT Merdeka memiliki persediaan
awal sebesar Rp 30.000.000 dan pembeliaan sebesar Rp
120.000.000 yang keduanya pada nilai biaya. Penjualan pada harga penjualan adalah sebesar Rp 180.000.000. Margin perusahaan dari harga penjualan adalah 30 %. Berikut perhitungan persediaan berdasarkan metode laba bruto : Persediaan (awal pada nilai biaya)
Rp 30.000.000
Pembelian (pada nilai biaya)
Rp 120.000.000
Barang tersedia untuk dijual (pada nilai biaya) Rp 150.000.000 Penjualan (pada harga penjulan)
Rp 180.000.000
Dikurangi : Laba neto (30% x Rp 180.000.000) Rp 54.000.000 Penjualan (pada nilai biaya) Perkiraan nilai persediaan
28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Rp 126.000.000 Rp 24.000.000
b. Metode Ritel Metode ritel merupakan metode pengukuran nilai persediaan dengan menggunakan rasio biaya. Metode ini banyak dipakai oleh entitas perdagangan yang dimiliki banyak sekali jenis barang dengan nilai per barangnya tidak besar seperti supermarket dan departement store. Entitas perdagangan dapat menghitung persediaan fisik pada harga ritel atau mengestimasikan nilai persediaan pada nilai biaya. Karenanya,
metode
mengestimasikan
ritel
nilai
ini
juga
persediaan
dapat
untuk
digunakan
keperluan
untuk
pelaporan
keuangan interim apabila perusahaan tidak melakukan stock opname. Metode ritel ini dapat digunakan dalam asumsi arus biaya yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu MPKP atau biaya rata-rata.
29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
http://digilib.mercubuana.ac.id/