BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Struktur Modal Menurut Keown, Martin, Petty, Scott dalam bukunya “Financial Management” pada halaman 552, disebutkan: “Capital structure is the mix of the long-term sources of funds used by the firm”. Struktur modal (capital structure) diartikan sebagai perpaduan sumber-sumber dana jangka panjang yang digunakan oleh perusahaan. Dalam neraca perusahaan stuktur modal dapat dilihat pada financial structure (sisi kanan neraca yang terdiri atas hutang dan modal) dikurangi current liabilities (hutang lancar). Jadi modal kerja terdiri atas hutang jangka panjang dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa). Kebijakan stuktur modal yang diambil perusahaan menyebabkan tradeoff antara risk dan return (Brigham & Houston, 2004, hal478): menggunakan hutang lebih banyak mengakibatkan risiko yang ditanggung oleh pemegang saham menjadi lebih tinggi. namun, dengan menggunakan hutang yang lebih banyak secara umum diharapkan akan membuat tingkat return-nya lebih tinggi. Keputusan perusahaan terhadap pemilihan struktur modal dipengaruhi oleh empat faktor utama (Brigham & Houston, 2004, hal478-479) yaitu:
9
10
1.
Business risk, risiko yang melekat pada operasional perusahaan karena perusahaan tidak menggunakan hutang dan semakin besar risiko bisnisnya, maka rasio hutang optimal akan semakin rendah.
2.
The firm’s tax position, alasan utama untuk menggunakan hutang untuk pembiayaan perusahaan adalah biaya bunga hutang tersebut dapat mengurangi pajak yang akan menurunkan cost of debt efektif.
3.
Financial flexibility, atau kemampuan perusahaan untuk menaikkan modal pada kondisi yang pantas dibawah kondisi yang merugikan. Penyediaan modal terus menerus dibutuhkan untuk kegiatan operasional yang stabil dan para investor lebih memilih untuk menyediakan dana bagi perusahaan dengan neraca yang kuat. Kebutuhan dana di masa depan dan konsekuensi kekurangan dana mempengaruhi struktur modal.
4.
Managerial conservative or aggressiveness, beberapa manager yang agresif lebih cenderung untuk menggunakan hutang dalam usahanya menaikkan profit. Hal ini akan mempengaruhi komposisi struktur modalnya.
2.1.1
Teori Struktur Modal Teori-teori struktur modal seperti yang diungkapkan oleh Brigham, Eugene F., Houston, Joel F., 2004, “Fundamentals of Financial Management”, 10 Edition, Thomson-South Western, hal498, terbagi atas: 1.
Modigliani and Miller’s
11
Teori struktur modal modern yang dicetuskan oleh Prof. Modigliani and Merton Miller (disingkat MM), terkenal sebagai salah satu teori struktur modal yang paling berpengaruh pada dunia keuangan. MM mengungkapkan bahwa dibawah beberapa asumsi, nilai perusahaan tidak terpengaruh oleh struktur modal yang dimilikinya. MM juga mengatakan bahwa walau bagaimanapun perusahaan membiayai operasionalnya, hal itu tidak akan mempengaruhi struktur modalnya. Asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM pada teori pertamanya ini adalah sebagai berikut: Tidak ada biaya perantara (brokerage costs) Tidak ada pajak (taxes) ! Tidak ada biaya kebangkrutan (bankruptcy cost) Semua investor mempunyai informasi yang sama tentang peluang investasi perusahaan di masa yang akan datang. Pendapatan Operasional (EBIT) tidak dipengaruhi oleh besarnya jumlah hutang yang digunakan perusahaan dalam struktur modalnya. Terlepas dari tidak realistiknya asumsi-asumsi yang diungkapkan oleh MM diatas, namun perlu diakui bahwa hasil yang didapat (walaupun tidak reliastik) adalah penting, karena dengan tidak realistiknya teori struktur modal diungkapkan oleh MM, malah memberikan petunjuk tentang apa saja yang dibutuhkan agar struktur
12
modal menjadi relevan sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi nilai perusahaan. 2.
Modigliani and Miller’s (The Effect of Taxes) Pada tahun 1963, MM mulai menyadari bahwa tidak adanya
pajak perusahaan (Corporate Taxes) adalah tidak mungkin, sehingga pada revisi teorinya yang pertama, MM mulai menghilangkan asumsi tersebut. Pengeluaran bunga sebagai faktor pengurang dari pendapatan operasional yang menyebabkan berkurangnya pajak yang dibayarkan perusahaan mendorong perusahaan untuk lebih banyak menggunakan hutang dibandingkan dengan menerbitkan saham karena dengan menerbitkan saham, perusahaan harus membayarkan dividen, dan karena dividen tidak bisa menjadi faktor pengurang dari pendapatan operasional, maka seberapapun dividen yang dibayarkan perusahaan tidak akan mempengaruhi jumlah pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, MM mengungkapkan bahwa dengan asumsi pada teori pertama (tidak termasuk pajak perusahaan) maka struktur modal perusahaan yang optimal adalah dengan menggunakan 100% hutang. Namun, kembali, beberapa tahun kemudian, teori MM disempurnakan oleh Merton Miller (yang kali ini tanpa Prof. Modogliani), dimana dia mengungkapkan bahwa pajak individu (Personal Taxes) juga berpengaruh terhadap struktur modal suatu perusahaan. Miller juga mengungkapkan bahwa dengan kondisi pajak
13
yang terjadi pada saat itu, para investor relatif akan bersedia menerima imbal
hasil
sebelum
pajak
(before-tax
returns)
pada
saham
dibandingkan dengan imbal hasil sebelum pajak pada hutang. Sehingga Miller mengungkapkan 2 poin penting pada revisi teori struktur modalnya sebagai berikut: 1)
Pembayaran bunga yang dapat mengurangi pajak yang harus
dibayarkan
perusahaan
membuat
pembiayaan
melalui hutang adalah yang lebih baik 2)
Pengenaan pajak yang rendah pada penerbitan saham berbanding dengan pajak pada hutang menyebabkan rendahnya imbal hasil yang diinginkan oleh para pemegang saham membuat pembiayaan melalui penerbitan saham menjadi lebih baik.
3.
The Effect of Potential Bankruptcy Theory Hasil yang tidak relevan sebagai akibat dari asumsi yang juga
tidak relevan, di mana MM mengungkapkan bahwa perusahaan tidak akan mengalami kebangkrutan, sehingga MM tidak memperhitungkan biaya kebangkrutan (Bankruptcy Cost). Pada kenyataannya, biaya kebangkrutan ternyata memang ada dan terkadang bisa jadi adalah biaya yang sangat mahal. Perusahaan yang mengalami kebangkrutan akan mengalami banyak legal and accounting expenses, dan yang paling penting adalah berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan seiring dengan hilangnya
14
kepercayaan dari konsumen, suplier dan bahkan dari karyawannya sendiri. Terlebih lagi, kebangkrutan seringkali memaksa perusahaan untuk melikuidasi atau menjual aktiva yang dimilikinya daripada meneruskan
operasional
berhubungan
dengan
perusahaan.
kebangkrutan
Masalah-masalah
seringkali
muncul
yang apabila
perusahaan lebih banyak menggunakan hutang pada struktur modalnya. Oleh karena itu, biaya kebangkrutan akan membuat perusahaan menurunkan tingkat pengunaan hutang hingga pada level yang wajar. Biaya kebangkrutan sendiri mempunyai 2 komponen, yaitu: 1)
Kemungkinan terjadinya kebangkrutan itu sendiri.
2)
Biaya yang harus dikeluarkan apabila timbulnya financial distress.
4.
Trade Off Theory of Leverage Teori ini mengungkapkan bagaimana perusahaan dapat melakukan
trade-off keuntungan-keuntungan dari penggunaan hutang terhadap tingginya pengeluaran bunga dan biaya kebangkrutan. Observasi yang dilakukan oleh para pencetus teori ini mengungkapkan hal-hal seperti dibawah ini: Pengeluaran bunga yang menyebabkan penggunaan hutang lebih murah dari pada menerbitkan saham baik saham biasa ataupun saham preferen, karena dengan penggunaan hutang, perusahaan mempunyai tax benefit. Semakin besarnya hutang yang digunakan dalam struktur modal perusahaan, akan semakin besar pula pendapatan bersih yang dimiliki perusahaan yang
15
dapat dinikmati oleh para investor, yang secara otomatis akan meningkatkan nilai saham perusahaan tersebut. Di dunia nyata, perusahaan jarang sekali menggunakan 100% hutang dalam struktur modalnya dengan alasan utama
yaitu
agar
dapat
menekan
jumlah
biaya
kebangkrutan yang akan ditimbukan apabila menggunakan hutang terlalu besar. Adanya ambang batas dalam penggunaan hutang. 5.
Signaling Theory Kembali, berdasarkan asumsi yang diungkapkan oleh MM bahwa
para investor mempunyai informasi yang sama seperti yang dimiliki oleh para manager (Symmetric Information) adalah tidak demikian adanya, karena pada kenyataannya para manajer mempunyai informasi yang lebih baik daripada informasi yang dimiliki oleh para investor, sehingga terjadi apa yang disebut Asymmetric Information, dan informasi seperti ini mempunyai pengaruh yang sangat penting pada struktur modal yang optimal. Seseorang yang mempunyai informasi mengenai prospek yang positif akan cenderung berusaha menghindari penjualan saham sehingga secara tidak langsung memaksa perusahaan menggunakan hutang melebihi dari target normal dalam struktur modalnya. Begitu juga sebaliknya, apabila prospek sebuah perusahaan adalah negatif maka
16
akan banyak investor yang melakukan aksi jual. Dengan demikian, apabila sebuah perusahaan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut akan go public dengan melakukan stocks offering, seringkali dianggap sebagai SIGNAL bahwa prospek kinerja perusahaan ke depan cenderung negatif. Bagaimana implikasi teori ini terhadap struktur modal sebuah perusahaan? Seperti diungkapkan diatas bahwa stocks offering dianggap sebagai negative signal dan cenderung akan menurunkan harga saham (walaupun sebenarnya bahwa tidak selamanya kinerja perusahaan akan buruk)
maka
perusahaan
pada
masa-masa
normal
harus
mempertahankan Reserve Borrowing Capacity, yaitu kemampuan meminjam uang dengan harga yang wajar pada saat munculnya peluang berinvestasi. Perusahaan dalam kondisi normal akan menggunakan lebih sedikit hutang dari apa yang diungkapkan oleh MM dalam teori optimal capital structure-nya sebagai cadangan bahwa perusahaan masih bisa menggunakan tambahan hutang tanpa menyebabkan timbulnya cost of financial distress karena menggunakan hutang secara berlebihan.
2.2 Analisis Rasio Menurut Gerard I. White, Ashwinpaul C. Sondhi dan Dov Fried (2003, hal111) Keuntungan utama dari rasio adalah rasio tersebut dapat digunakan
17
untuk membandingkan relasi antara risk (resiko) dan return (imbal hasil) dari perusahaan dalam berbagai ukuran. Rasio dapat juga menyediakan sebuah profil dari sebuah perusahaan, karakteristik ekonomi dan strategi yang kompetitifnya, dan operasional yang unik dan karekteristik investasinya. Proses standarisasi ini kemungkinan menipu karena mengabaikan perbedaan antara beberapa industri, efek dari berbeda-bedanya penerapan struktur modal dan beberapa perbedaan dalam akunting dan metoda laporan (terutama
ketika
perbandingan-perbandingan
dalam
ruang
lingkup
internasional). Dengan adanya perbedaan-perbedaan ini, perubahan (dalam hal tren) dalam sebuah rasio dan variabilitas dari waktu ke waktu kemungkinan lebih bisa memberikan informasi dari pada level dari rasio yang pada poin-poin tertentu dalam satu waktu. Ada empat kategori rasio umum yang menentukan aspek-aspek yang berbeda dari relasi antara risk (resiko) dan return (imbal hasil) : 1.
Activity analysis : mengevaluasi pendapatan dan pengeluaran yang dihasilkan oleh aset perusahaan.
2.
Liquidity analysis : menentukan kecukupan dari sebuah sumber kas suatu perusahaan untuk menemui jangka waktu yang paling dekat dari kewajiban kasnya.
3.
Long-term debt dan solvency analysis : memeriksa struktur modal dari
suatu
perusahaan,
termasuk
campuran
dari
sumber
finansialnya dan kesanggupan dari perusahaan to memenuhi hutang jangka panjangnya dan hak untuk investasinya.
18
4.
Profitability analysis : menentukan penghasilan dari perusahaan yang
berhubungan
dengan
pendapatan
dan
modal
yang
diinvestasikan. 2.2.1 Teori Rasio Keuangan untuk Struktur Modal Menurut Gerard I. White, Ashwinpaul C. Sondhi dan Dov Fried (2003, hal111), finansial rasio digunakan untuk membandingkan resiko dan imbal hasil dari perusahaan yang berbeda dalam rangka menolong investor dan kreditur membuat investasi yang cerdas dan keputusan perkreditan. Seperti keputusan yang dibutuhkan dalam sebuah perubahan evaluasi performa dari waktu ke waktu untuk investasi tertentu dan sebuah perbandingan antara semua perusahaan dalam industri yang sama pada spesifikasi waktu yang sama. 2.2.1.1 Debt to Equity Ratio Menurut Ross, Stephen, Westerfield, Randolph (2002, hal35) Debt to Equity Ratio (DER) adalah:
DER digunakan sebagai alat ukur dalam menghitung seberapa besar leverage yang digunakan oleh perusahaan. Perusahaan yang mempunyai DER yang besar dapat memberikan imbal hasil yang lebih besar kepada shareholder seiring dengan tingginya risiko yang dihadapi bila dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai DER yang lebih kecil.
19
2.2.1.2 Debt to Total Asset Ratio Menurut Keown, Martin, John (2004, hal80)
Rasio ini mengukur sejauh mana pembelian atau investasi atas aktiva perusahaan didanai dengan hutang. Sedangkan menurut Eugene, Gapenski (1997, hal50), rasio total hutang dan total assets sering disebut sebagai debt ratio, mengukur persentase dari pembiayaan yang disediakan oleh kreditur. Total hutang meliputi hutang lancar (current liabilities) dan hutang jangka panjang (long-term debt). Kreditur lebih menyukai debt ratio yang rendah, karena makin rendah rasio, makin besar perlindungan terhadap risiko kerugian bagi kreditor dalam hubungannya dengan likuidasi. Di lain pihak, pemegang saham mendapatkan keuntungan dari leverage karena penggunaan hutang memperbesar earning. 2.2.1.3 Long Term Leverage Jusuf, Jopie., 2000,”Analisis Kredit untuk Account Officer”, Edisi ke-5, Gramedia Jakarta, halaman 57, merumuskan Long Term Leverage sebagai berikut:
Long Term Leverage ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar proporsi hutang jangka panjang terhadap jumlah modal yang
20
dimiliki oleh perusahaan guna mendanai sisi aktiva perusahaan.
2.3 Indeks Harga Saham Indeks Harga Saham Menurut Antolis, T., Dossugi S., (2008) indeks harga saham dapat diartikan sebagai suatu indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham. Seiring dengan meningkatnya perekonomian di Indonesia maka aktivitas perdagangan dibursa-pun semakin meningkat, maka kebutuhan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap mengenai perkembangan bursa juga akan semakin meningkat. Salah satu informasi yang dibutuhkan tersebut adalah indeks harga saham yang merupakan cerminan dari pergerakan harga saham. 2.3.1 Indeks Kompas100 Indeks ini merupakan hasil kerja sama antara Bursa Efek Indonesia dengan koran harian Kompas. Indeks ini menggunakan 100 emiten yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar sebagai komponen perhitungan indeks. Penggantian dan evaluasi saham pada indeks ini dilakukan setiap enam bulan sekali yaitu bulan Februari dan Agustus.
21
2.4 Penelitian Sebelumya Dengan menggunakan teori dasar struktur modal yang telah dijelaskan sebelumnya, beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui determinan dari struktur modal. Struktur modal merupakan topik yang komplek dan salah satu faktor yang menentukan nilai perusahaan. Struktur modal menjadi salah satu topik yang menarik minat penelitian dari para akademisi dunia. Lebih dari setengah abad, berbagai riset dilakukan untuk menjelaskan hubungan struktur modal dengan nilai perusahaan, bagaimana perusahaan menentukan sturktur modalnya, dan berapa banyak yang harus dipinjam dengan mempertimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang. Berikut beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya: 2.4.1
Rajan dan Zingales (1995) Rajan dan Zingales (1995) mendasarkan penelitian mereka dari survei yang dilakukan oleh Harris dan Raviv (1991) dengan mengambil empat faktor yang mempengaruhi struktur modal yaitu aktiva berwujud perusahaan (tangibility of asset), kesempatan pertumbuhan investasi (growth opportunity of invesment), ukuran besar kecilnya perusahaan (firm size), dan profitability. Mereka melakukan penelitian terhadap determinan struktur modal dari perusahaan-perusahaan yang tergabung di dalam negara G-7 (Amerika Serikat, Jepang, Jerman, Perancis, Italia, Inggris dan Kanada) dan membandingkannya dengan determinan struktur modal perusahaan-
22
perusahaan di Amerika Serikat. Penelitian ini juga mengakomodir perbedaan standar akuntansi diberbagai negara dan melakukan penyempurnaan agar struktur modal di suatu negara dapat dibandingkan dengan negara lain. Dengan menggunakan metode cross-sectional correlations antar negara, hasil dari penelitian mereka adalah struktur modal perusahaanperusahaan yang tergabung dalam negara G-7 memiliki korelasi positif dengan tangibility dan size perusahaan kecuali di Jerman. Sementara itu struktur modal di perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam negara G-7 memiliki korelasi negatif dengan growth opportunity of invesment perusahaan dan profitability kecuali di Jerman. Secara umum, faktorfaktor struktur modal yang saling berkorelasi di negara G-7 memiliki kesamaan dengan faktor-faktor struktur modal pada perusahaanperusahaan di Amerika Serikat. 2.4.2
Chen dan Hammes (2003) Chen dan Hammes (2003) melakukan penelitian terhadap struktur modal di 7 negara yaitu Kanada, Denmark, Jerman, Italia, Swedia, Inggris dan Amerika Serikat. Mereka menggunakan model determinan dari struktur modal yang digunakan oleh Rajan dan Zingales (1995), tangibility, growth potential, firm size dan profitability, dan dilakukan antara tahun 1990-1996 di 7 negara tersebut serta membandingkan dengan hasil yang diperoleh Rajan dan Zingales (1995). Faktor-faktor seperti standar akuntansi, hukum atau undang-
23
undang dan peraturan perpajakan tidak dimasukkan dalam model tersebut dengan alasan faktor-faktor tersebut berbeda antar negara yang satu dengan yang lain. Struktur modal dalam penelitian ini dicerminkan oleh leverage ratio yaitu book leverage dan market leverage. Book leverage didefinisikan sebagai nilai buku dari hutang dibagi dengan total aktiva, sementara market leverage didefinisikan sebagai nilai buku hutang dibagi dengan nilai buku hutang dan kapitalisasi pasar dari ekuitas. Tangibility dicerminkan dari total aktiva tetap dibagi dengan total aktiva. Growth potential dicerminkan dengan market to book ratio yaitu nilai pasar dari ekuitas dan hutang dibagi dengan total aktiva. Firm size dicerminkan dengan logaritma dari perputaran penjualan. Profitability dicerminkan dengan EBITDA dibagi dengan total aktiva. Hasil dari penelitian Chen dan Hammes (2003) adalah faktorfaktor yang mempengaruhi struktur modal dari perusahaan-perusahaan yang terdapat di 7 negara tersebut adalah sama yaitu struktur modal yang dihitung dengan leverage dipengaruhi oleh size perusahaan, profitability perusahaan, dan growth potential (market to book ratio). Faktor-faktor seperti tangibility memiliki korelasi positif terhadap leverage, profitability memiliki korelasi yang negatif terhadap leverage begitu juga firm size. Sementara itu, market to book ratio dengan model book leverage memiliki korelasi negatif kecuali di negara Kanada, dan juga memiliki korelasi negatif dengan menggunakan model
24
market leverage kecuali di Denmark. Semua determinan memiliki pengaruh signifikan kecuali variabel market to book ratio terhadap model book leverage yang hanya signifikan di negara Jerman dan Britania Raya dan variabel market to book ratio terhadap model market leverage yang tidak signifikan di negara Denmark. 2.4.3
Gaud et. al (2003) Gaud et. al (2003) melakukan penelitian terhadap struktur modal pada perusahaan-perusahaan di Swiss antara tahun 1991 – 2000. Penelitian dilakukan terhadap 106 perusahaan di Swiss dengan membandingkan perilaku perusahaan-perusahaan di Swiss terhadap teori pecking order dan teori static trade-off. Di dalam penelitian ini, Gaud et. al (2003) menggunakan 6 variabel yang dianggap merupakan determinan struktur modal yaitu Growth opportunities, Firm size, Profitability, Collaterals/Tangibility, Operating risk and taxes. Namun, pada saat penelitian dilakukan, faktor pajak (taxes) dikeluarkan dari penelitian tersebut dengan alasan memasukkan unsur pajak akan mengurangi jumlah sampel dalam penelitian tersebut. Struktur modal sendiri dicerminkan oleh leverage yaitu book value leverage – rasio total hutang terhadap total aktiva, dan market capitalization of equity. Growth opportunities dicerminkan dengan market to book dari total aset. Firm size menggunakan proxy logaritma
25
natural dari penjualan, Profitability dicerminkan dengan return of total asset
yaitu
rasio
EBIT
dibagi
dengan
total
aktiva,
Collaterals/Tangibility dihitung dengan rasio total aktiva berwujud ditambah dengan persediaan dibagi dengan total aktiva, dan Operating Risk dihitung dengan volatilitas (fluktuasi) dari laba usaha. Hasil dari penelitian Gaud et. al (2003) adalah ukuran besar kecilnya
perusahaan
(firm
size),
aktiva
berwujud
perusahaan
(collaterals/tangibility) dan resiko usaha (operating risk) memiliki korelasi
positif
dengan
struktur
modal
(leverage).
Sementara
kesempatan pertumbuhan (growth opportunities) dan profitabilitas (profitability) memiliki korelasi negatif dengan struktur modal (leverage). Penelitian ini juga mengindikasikan bahwa teori pecking order dan teori static trade-off dapat diterapkan pada perusahaanperusahaan di Swiss dan hasil analisanya juga menunjukan bahwa perusahaan-perusahaan di Swiss menerapkan adanya target dari rasio hutang terhadap ekuitas walaupun penyesuaian atas perubahan target rasio hutang terhadap ekuitas cenderung lebih lambat dibandingkan dengan negara lain. 2.4.4
Drobetz dan Fix (2003) Drobetz dan Fix (2003) melakukan penelitian terhadap struktur modal perusahaan-perusahaan yang ada di Swiss dengan cara yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Gaud et. al (2003) terhadap 124 perusahaan antara tahun 1997 – 2001.
26
Dengan mengacu pada penilitian yang dilakukan oleh Harris dan Raviv (1991) mengenai konsensus bahwa struktur modal (leverage) meningkat sejalan dengan peningkatan aktiva tetap, keuntungan pajak selain dari hutang (non debt tax shields), kesempatan pertumbuhan (investment/growth opportunities) dan ukuran besar kecilnya perusahaan (firm size) serta menurun sejalan dengan peningkatan volatility, biaya promosi,
kemungkinan
terjadinya
bangkrut
(profitability
of
bankcrupcy), profitability dan keunikan suatu produk (uniqueness of product) maka Drobetz dan Fix (2003) memfokuskan enam variabel yang mempengaruhi struktur modal (leverage) yaitu tangibility of assets, firm size, growth opportunities, profitability, volatility, dan non debt tax shields. Selain itu penelitian ini menggunakan dummy variabel yaitu uniqueness of product. Metode peneitian yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada penilitian yang dilakukan oleh Rajan dan Zingales (1995) yaitu menggunakn pooled cross section. Struktur modal (leverage) diukur dengan mengunakan dua rasio, yaitu rasio nonequity liabilities to total assets yaitu jumlah dari seluruh hutang dibagi dengan total aktiva, dan rasio hutang terhadap modal; tangibility of assets diukur dengan menggunakan rasio aktiva tetap terhadap total aktiva; firm size diukur dengan logaritma natural dari penjualan; growth opportunities diukur dengan rasio book to market equity; profitability diukur dengan Return on Assets (ROA) yaitu pendapatan operasional dibagi dengan total aktiva, dan Gross Margin
27
yaitu pendapatan operasional dibagi dengan penjualan, volatility diukur dengan nilai rata-rata total aktiva perusahaan dalam periode waktu; dan non debt tax shields diukur dengan total penyusutan dibagi dengan total aktiva atau dengan total penyusutan dibagi dengan laba usaha. Dummy variabel atas uniqueness of products diukur dengan variabel satu-nol dimana satu adalah untuk perusahaan yang memproduksi mesin dan peralatan sementara nol adalah perusahaan lainnya. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Drobetz dan Fix (2003) adalah tangibility, firm size dan growth opportunities memiliki korelasi positif dengan struktur modal (leverage), sementara profitability dan volatility memiliki korelasi yang negatif dengan struktur modal (leverage). Untuk non debt taz shields tidak menunjukan hasil yang signifikan terhadap leverage. 2.4.5
Deari dan Deari (2009) Deari dan Deari (2009) melakukan penelitian terhadap perusahaan yang terdaftar dan tidak terdaftar di bursa Macedonia pada periode 2005 – 2007. Penelitian ini menggunakan lima variabel sebagai determinan struktur modal untuk perusahaan tersebut. Adapun variabelya yaitu Profitability, Tangibility, Size, Growth rate dan Nondebt tax shields yang digunakan sebagai variabel determinan. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Deari dan Deari (2009) adalah perusahaan-perusahaan yang belum terdaftar menggunakan hutang secara lebih dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang
28
sudah terdaftar. Hasil estimasi di perusahaan yang sudah terdaftar hanya menunjukan signifikansi secara statistik pada variabel profitability, sedangkan di perusahaan tidak terdaftar tangibility
variabel profitability,
dan growth memiliki hubungan yang signifikan secara
statistik. Variabel profitability berkorelasi negatif signifikan secara statistik di perusahaan terdaftar sedangkan berkorelasi positif signifikan di perusahaan tidak terdaftar di bursa Macedonia. Variabel tangibility berkorelasi negatif pada perusahaan terdaftar dan tidak terdaftar di bursa Macedonia. Sedangkan growth berkorelasi positif pada perusahaan terdaftar dan tidak terdaftar di bursa Macedonia. Size memiliki korelasi positif terhadap struktur modal pada perusahaan terdaftar dan tidak di bursa Macedonia, tetapi tidak memiliki hubungan yang signifikan. Non-Debt tax shields memiliki relasi yang negatif terhadap struktur modal perusahaan terdaftar dan memiliki relasi positif pada perusahaan belum terdaftar, namun hasil estimasi tersebut tidak signifikan dan hanya teruji di perusahaan yang sudah terdaftar di bursa Macedonia. 2.4.6
Afza dan Hussain (2011) Afza dan Hussain (2011) melakukan penelitian terhadap sektor industri Automobile, Engineering, dan Cable and Electrical Goods dalam rangka melihat determinan struktur modal di Pakistan. Penelitian ini menggunakan rasio hutang terhadap total aset untuk menyatakan
29
leverage dimana ingiin dilihat pengaruh Size, Profitability, Tangibility of asset, Cost of Debt, Taxes, Liquidity dan Non-debt tax shields dimana variabel Profitability, Cost of Debt dan Taxes sebagai variabel novelty dalam penelitian tersebut. Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Afza dan Hussain (2011) adalah hasil empiris merefleksikan bahwa perusahaanperusahaan dari sektor industri Automobile, Engineering, dan Cable and Electrical Goods dengan posisi likuiditas yang baik dan depresiasi upah yang besar dengan menggunakan laba yang ditahan (retained earnings), diikuti oleh pendanaan lewat hutang untuk pertumbuhannya sedangkan kelancaran
dalam
hal
operasional
dan
pendanaan
ekuitasnya
dipertimbangkan paling ahir. Hasil dari penelitian ini juga mendukung teori Static Trade-off dan Pecking Order.