12
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pengembangan Pengembangan pendidikan menjadi topik yang selalu hangat dibicarakan dari masa ke masa. Isu ini selalu juga muncul tatkala orang membicarakan tentang halhal yang berkaitan dengan pendidikan. Dalam pengembangan pendidikan, secara umum dapat diberikan dua buah model pengembangan yang baru yaitu: Pertama "top-down model" yaitu pengembangan pendidikan yang diciptakan oleh pihak tertentu sebagai pimpinan/atasan yang diterapkan kepada bawahan; seperti halnya pengembangan pendidikan yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasinal selama ini. Kedua "bottom-up model" yaitu model pengembangan yang bersumber dan hasil ciptaan dari bawah dan dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan penyelenggaraan dan mutu pendidikan. Abdul Majid mendefinisikan pengembangan pembelajaran adalah suatu proses mendesain pembelajaran secara logis, dan sistematis dalam rangka untuk menetapkan segala sesuatu yang akan dilaksanakan dalam proses kegiatan belajar dengan memperhatikan potensi dan kompetensi siswa.1 Pengembangan pembelajaran hadir didasarkan pada adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah membawa perubahan di hampir semua aspek kehidupan manusia dimana berbagai permasalahan hanya dapat dipecahkan dengan upaya penguasaan dan peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain ilmu pengetahuan dan teknologi, pengembangan pembelajaran hadir juga didasarkan pada adanya sebuah kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya semakin meningkat, sekolah yang berkualitas semakin dicari, dan sekolah yang mutunya rendah semakin ditinggalkan. Orang tua tidak peduli apakah sekolah negeri ataupun swasta. Kenyataan ini terjadi hampir di
1
Abdul majid, Perencanaan Pembelajaran (mengembangkan kompetensi guru), Remaja Rosdakarya, Bandung, 2005, hlm. 24
13
setiap kota di Indonesia, sehingga memunculkan sekolah-sekolah unggulan di setiap kota. Sehubungan dengan hal tersebut, maka proses belajar mengajar di ruang kelas telah pula banyak menarik perhatian para peneliti dan praktisi pendidikan dalam rangka
meningkatkan
mutu
pembelajaran.
Oleh
karena
itu,
pengembangan
pembelajaran perlu digalakkan, sehingga dapat diketahui secara nyata, apa, mengapa dan bagaimana upaya-upaya yang seharusnya dilakukan dalam meningkatkan mutu pembelajaran yang diharapkan. Dengan denikian pembelajaran perlu dikelola dengan baik agar dapat mencapai hasil yang optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut, pengelolaan pembelajaran merupakan kunci keberhasilan menuju pembelajaran yang berkualitas. Asumsi penulis, dalam hal ini adalah (1) pengelolaan pembelajaran merupakan kunci keberhasilan pembelajaran; (2) keberhasilan pembelajaran dapat terwujud jika ditentukan oleh kualitas manajemennya. Semakin baik kualitas pengelolaan pembelajaran, semakin efektif pula pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuannya; dan (3) pengelolaan pembelajaran yang efektif mempersyaratkan adanya kemampuan menciptakan, mempertahankan dan memperbaiki pembelajaran, baik yang dilakukan di dalam sekolah maupun di luar sekolah. 1. Konsep Pengembangan pembelajaran Merujuk pada pengertian pengembangan pembelajaran, maka konsep pengembangan pembelajaran dapat dilihat dari berbagai sudut pandang yaitu: a. Pengembangan pembelajaran sebagai teknologi artinya suatu pembelajaran yang lebih terdorong dengan menggunakan teknik-teknik, metode, dan pendekatan yang dapat mengembangkan tingkah laku kongnitif dan teori-teori yang konstruktif terhadap solusi dan problem pembelajaran b. Pengembangan pembelajaran sebagai suatu system artinya sebuah susunan dari sumber-sumber dan prosesdur-prosedur untuk mengerakkan pembelajaran. Pengembangan system pengajaran melalui proses yang sistemik selanjutnya diimplementasikan dengan mengacu pada system perencanaan pembelajaran
14
c. Pengembangan pembelajaran sebagai sebuah disiplin artinya cabang dari pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teori tentang strategi pengajaran dan implementasinya terhadap strategi tersebut. d. Pengembangan pembelajaran sebagai sains adalah mengkreasi secara detail spesifikasi dari pengembangan, implementasi, evaluasi, dan pemeliharaan akan situasi maupun fasilitas pembelajaran terhadap unit-unit yang luas maupun yang lebih sempit dari materi pelajaran dengan segala tingkatan kompleksitasnya. e. Pengembangan pembelajaran sebagai teknologi artinya suatu perencanaan yang mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkahlaku kongnitif dan teori-teori konstruktif terhadap solusi dan problem-problem pengajara. 2 Dengan mengacu kepada sudut pandang tersebut, maka pengembangan pembelajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum. Pengembangan pembelajaran sebagai sebuah proses, disiplin ilmu pengetahuan, system dan teknologi pembelajaran bertujuan agar pengembangan pengajaran berjalan dengan efektif dan efesien. 2. Dimensi-dimensi pengembangan pembelajaran a. Singnifikansi. Tingkat singnifikasi tergantung pada tujuan pendidikan yang diajukan dan singnifikansi dapat ditentukan berdasarkan kreteria-kreteria yang dibangun selama proses pembelajaran b. Feasibilitas. Artinya pengembangan pembelajaran harus disusun berdasarkan pertimbangan
realities
baik
yang
berkaitan
dengan
biaya
maupun
pengimplementasianya. c. Relevansi. Konsep relevansi berkaitan dengan jaminan bahwa pengembangan pembelajaran memungkinkan penyelesaian persoalan secara lebih spesifik pada waktu yang tepat agar dapat dicapai tujuan spesifik secara optimal. d. Kepastian. Konsep kepastian minimum diharapkan dapat mengurangi kejadiankejadian yang tidak terduga.
2
Abdul Majid, Ibid. hlm. 17-18
15
e. Ketelitian. Prinsip utama yang perlu diperhatikan ialah agar pengembangan pempelajaran disusun dalam bentuk yang sederhana, serta perlu diperhatikan secara sensitive kaitan-kaitan yang pasti terjadi antara berbagai komponen. f. Adaptabilitas. Diakui bahwa pengembangan pembelajaran bersifat dinamis, sehingga senantiasa perlu mencari informasi sebagai umpan balik. Penggunaan berbagai proses memungkinkan pembelajaran yang fleksibel atau adaptable dapat dirancang untuk menghindari hal-hal yang tidak diharapkan g. Waktu, factor yang berklaitan dengan waktu cukup banyak, selain keterlibatan perencanaan dalam memprediksikan masa depan, juga validasi dan reliabilitas analisis yang dipakai, serta kapan untuk menilai kebutuhan kependidikan masa kini dalam kaitanya dengan masa mendatang. h. Monitoring merupakan proses mengembangkan criteria untuk menjamin bahwa berbagai komponen bekerja secara efektif. i. Isi pembelajaran, artinya dalam isi pembelajaran merujuk pada hal-hal yang akan direncanakan.dalam pembelajaran yang baik perlu memuat: a) tujuan apa yang diinginkan, atau bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layanan pendukungnya; b) bagaimana cara mengorganisasi aktivitas belajar dan layananlayanan
pendukungnya;
c)
tenaga
manusia,
yakni
mencakup
cara-cara
mengembangkan prestasi, spesialisasi, prilaku, kompetensi maupun kepuasan siswa; dan d) Konteks sosial atau elemen-elemen lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pengajaran.3 3. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Berkaitan dengan hal tersebut Masjid yang merujuk Puskur mengatakan bahwa kegiatan pembelajaran perlu: 1) berpusat pada peserta didik, 2) mengembangkan 3
kreativitas
peserta
Abdul Majid, Ibid. hlm. 19-20.
didik,
3)
menciptakan
kondisi
yang
16
menyenangkan dan menantang, 4) bermuatan nilai, estetika, etika, logika dan kinestetika, dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam. 4 Untuk itu hendaknya kegiatan belajar mengajar tidak sekedar transfer pengetahuan saja yang akan lahir kejenuhan baik bagi siswa maupun guru, sehingga motivasi dan prestasi belajar dan mengajar sulit untuk ditingkatkan. Oleh karenanya langkah baru yang harus ditempuh adalah bagaimana dapat mengubah paradigma tentang belajar dan mengajar, sehingga proses belajar menjadi lebih nyaman dan menyenangkan. Adapun langkah-langkah pengembangan pembelajaran sebagaimana yang dikemukakan Stanly Elam adalah sebagai berikut:
4
Abdul Majid, Ibid, hlm. 24
17
Gambar 1. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran
Spesifikasi asumsi
identifikasi kompetensi
Menentukan criteria
Dekripsi kompetensi
dan jenis assessment
Pengelompokan /
Desain strategi
Penyusunan tujuan
instruksional
Menjelakan uji
Mengorganisasikan
Coba program
system pengelolaan
Menilai desain
Perbaikan program
Instruksional
Langkah Pertama, spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar artinya pengembangan pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas, hal ini dikarenakan dunia pendidikan dewasa ini lebih cendrung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara ilmiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahui”-nya. Pembelajaran yang berorientasi target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetensi “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. dan itulah yang terjadi di kelas-kelas sekolah kita
18
Langkah
Kedua
mengidentifikasi
kompetensi
Dalam
penyusunan
pengembangan pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan. Untuk mengetahui penguasaan dan pendalaman cakupan kemampuan dasar, dapat digunakan jaringan topic/tema/konsep. Kompetensi dasar yang terlalu luas dalam cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari satu pembelajaran. Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin dapat dijabarkan kedalam satu pembelajaran. Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah difalidasikan serta di tes sejauhmana kontribusinya terhadap keberhasilan dan efektivitas belajar mengajar. Hasil penelitian seringkali ikut membantu dalam mengidentifikasi kompetensi yang diperlukan. Untuk dapat menidentifikasi kompetensi, kita dapat menggunakan beberapa model pendekatan, diantaranya : a) pendekatan analisis tugas (task analisy) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru disekolah sebagai tenaga professional, yang pada gilirannya ditentukan kompetensi- kompetensi apa yang diperlukan. b) Pendekatan the need of school leaner (memusatkan pada kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah) langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari ambisi, nilqai-nilai dan pandangan para siswa. Hal ini menjadi landasan dalam mengidentifikasi dalam kompetensi. Jadi pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang erat sekali antara persiapan guru dan hasil yang diinginkan siswa. c) Pendekatan berdasarkan kebutuhan masyarakat. Dengan mengspesifikasikan kebutuhan masyarakat terutama masyarakat sekolah maka selanjutnya disusun program pendidikan. Pendekatan ini berdasarkan asumsi, bahwa pengetahuan masyarakat yang nyata dan penting itu dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada gilirannya dituangkan dalam program pembelajaran. Langkah Ketiga mengambarkan secara spesifik kompetensi-kompetensi. Artinya kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi explicit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah
19
target populasinya dalam kontek pelaksanaannya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber. Langkah Keempat menentukan tingkat-tingkat kreteria dan jenis assement Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan program pembelajaran dimana kompetensi itu bersifat kompleks dan mengandung variable yang cukup sulit untuk dinilai. Untuk itu harus disusun beberapa seperangkat indicator didalam mengukur kompetensi. Tersedianya berbagai alternative penilaian yang disiapkan oleh guru menunjukkan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. Langkah Kelima. pengelompokan dan penyusunan tujuan pengajaran artinya dalam pengajaran desain intruksional sangat penting dalam rangkan memudahkan siswa dalam mengikuti kegiatan prosses belajar mengajar. Penyusunan tujuan pengajaran ini hendaknya ditawarkan kepada siswa karena karena pembelajaran yang terjadi nanti bukan milik guru semata, akan tetapi milik bersama (murid-guru) Langkah Keenam, desain strategi pembelajaran artinya keberhasilan menggunakan strategi instruksional tergantung pada kreativitas, kepandaian, kecakapan dan keahlian pengembangnya (guru). Disini guru bentul-betul dituntut untuk mempunyai kemampuan sebagai pendidik, pemimpin, motivator, dan memenajemen siswa Langkah ketujuh, mengorganisasikan system pengelolaan artinya mengigat belajar adalah merupakan proses bagi siswa dalam membagun gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal tersebut dengan lancer dan penuh motivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif, mengatami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan dan sebagainya. Menghargai usaha siswa walaupun hasisnya belum memuaskandan menantang siswa sehingga berbuat dan berfikir merupakan contoh strategi yang memungkinkan siswa menjadi pelajar seumur hidup. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka sangat diperlukan praktik pengelolaan dan system pengelolaan yang didesain dengan cermat.
20
Langkah ke delapan, melaksanakan percobaan program, artinya program yang telah disusun secara sistematis perlu di ujicobakan. Percobaan program dilakukan terhadap bagian-bagian dari program itu atau semacam prototype tes dan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dalam sekala kecil. Tujuan program ini adalah untuk mengetes efektivitas strategi instruksional; seberapa besar diperlukan tuntutantuntutan program ; ketepatan alat atau jenis penilaian yang digunakan; dan efektivitas system pegelolaan. Langkah ke sembilan, menilai desain pembelajaran artinya pelaksanaan terhadap sebuah desain instruksional, lazimnya menyangkut empat aspek yaitu : validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidik yang diproyeksikan, tingkat-tingkat kreteria dan bentuk-bentuk assessment., system instruksional dalam hubungannya dengan hasil belajar, pelaksanaan organisasi dan pegelolaan dalam hubungan dengan hasil tujuan Langkah sepuluh memperbaiki program artinya setiap program pengembangan pembelajaran sesunguhnya tidak pernah tersusun dengan kondisi sempurna, Akan tetapi masih terbuka untuk perbaikan dan perubahan berdasarkan umpan balik dari pengalaman-pengalaman5. Dalam rangka itu, pengembangan pembelajaran dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi yang menekankan pada efektif, efesien, dan ketempatan.
B. Pengertian Pembelajaran Sudjana mendefinisikan pembelajaran sebagai suatu usaha secara terencana dan sadar melalui proses aksi (komunikasi satu arah antara pengajar dan peserta didik); interaksi (komunikasi dua arah, yaitu antara pengajar dan peserta didik; dan peserta didik dengan pengajar); dan transaksi (komunikasi banyak arah, yaitu antara pengajar dan peserta didik, peserta didik dan pengajar, serta peserta didik dan peserta didik) sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku6. Irawan dkk mengatakan mengajar yang kemudian diartikan dengan pembelajaran adalah perbuatan yang kompleks yang merupakan pengintegrasian secara 5
Abdul Majid, Ibid, hlm. 25-32 Nana Sudjana Nana, CBSA dalam Proses Belajar Mengajar, CV Sinar Baru Algensindo: Bandung, 1989, hlm. 35 6
21
utuh berbagai komponen kemampuan7. Komponen tersebut berupa pengetahuan, ketrampilan serta sikap dan nilai. Sementara itu, Hamalik mengatakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi pencapaian tujuan pembelajaran.8 Istilah pembelajaran berhubungan erat dengan pengetian belajar dan mengajar. Belajar, mengajar, dan pembelajaran terjadi bersama-sama. Belajar dapat terjadi tanpa guru atau tanpa kegiatan mengajar dan pembelajaran formal lain. Sedangkan mengajar meliputi segala hal yang guru lakukan di dalam kelas. Sementara itu pembelajaran adalah suatau usaha yang sengaja melibatkan dan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru untuk mencapai tujuan kurikulum. Jadi pembelajaran adalah suatu aktivitas yang dengan sengaja untuk memodifikasi berbagai kondisi yang diarahkan untuk tercapainya suatu tujuan yaitu tercapainya tujuan kurikulum Jadi pembelajaran adalah usaha terencana dan secara sadar melalui proses aksi, interaksi dan transaksi dengan menggunakan pengetahuan profesional yang dimiliki guru sehingga menghasilkan perubahan tingkah laku. Sejalan dengan pendapat di atas, dalam dunia pendidikan pesantren istilah pendidikan berkisar pada konsep-konsep yang dirumuskan dengan istilah-istilah: (1) Ta’lim, yaitu pendidikan yang menitik beratkan pada masalah pengajaran, transfer of knowledge (penyampaian informasi), dan pengembangan ilmu; dan (2) Tarbiyah, yaitu pendidikan yang menitik beratkan pada masalah pendidikan dan pengembangan pribadi serta pembentukan kode etik.9 Paradigma yang dikemukakan di atas gilirannya akan menuntut penggunaan pengembangan pembelajaran yang dipandang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat, sehingga pembelajaran di pesantren harus merespon perkembangan yang terjadi agar pesantren yang selama ini di pandang pilihan kedua menjadi pilihan yang cukup diperhitungkan 7
Prasetya Irawan,.Teori Belajar, Motivasi dan Ketrampilan Mengajar (Pekerti). Dirjen Dikti Depdikbud. Jakarta, 1997, hlm. 78 8 Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, Bumi Aksara: Jakarta, 1999, hlm. 57 9 Jusuf Amir Feisal, Reorientasi Pendidikan Islam, Gema Insani Press: Jakarta, 1995, hlm.108
22
1. Teori Belajar Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar, dengan kata lain supaya dapat mengontrol sendiri apakah tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu memahami prinsip-prinsip belajar itu.10 Lebih lanjut dalam buku Rohani penulis dapat simpulkan bahwa pentingnya guru memahami prinsip pembelajaran adalah (a) agar guru dapat mengerti kondisi dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, memperlancar atau menghambat proses belajar; (b) agar membantu guru untuk memahami proses belajar yang terjadi di dalam diri siswa; (c) memungkinkan guru melakukan prediksi yang cukup akurat tentang hasil aktivitas belajar.11 Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip sendiri tentang belajar. Berdasarkan perbedaan sudut pandang ini maka teori belajar tersebut dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok: Pertama, Teori kognitif. Manusia adalah mahluk rasional, demikian pandangan dasar para penganut teori kognitif ini. Berdasarkan rasionya manusia bebas memilih dan menentukan apa yang akan diperbuat, entah baik atau buruk. Tingkahlaku manusia semata-mata ditentukan oleh kemampuan berfikirnya. Makin inteligen dan berpendidikan, otomotis seorang akan semakin baik perbuatanperbuatanya, dan secara sadar pula melakukan perbuatan-perbuatan yang memenuhi keinginan/kebutuhan tersebut. Menurut teori ini tingkah laku tidak digerakkan oleh apa yang disebut motivasi, melainkan oleh rasio. Setiap perbuatan yang akan dilakukannya sudah dipikirkan alasan-alasannya. Oleh karena itu setiap orang sungguh-sungguh bertanggung jawab atas segala perbuatannya. Di dalam teori ini juga diletakkan pentingnya fungsi kehendak, bahkan fungsi kehendak disejajarkan dengan fungsi berfikir dan fungsi perasaan, sejauh fungsi berfikir dapat dipertanggung jawabkan. 10 11
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran, PT. Rineka Cipta: Jakarta, 2004, hlm. 4-5 Ahmad Rohani, Ibid, hlm. 5
23
Kedua, Teori Hidonisme. Bila dalam teori kognitif sangat ditekankan soal rasio dan kehendak, di dalam teori hedonistis justru itu tidak dihiraukan. Teori ini mengatakan bahwa segala perbuatan manusia, entah itu disadari ataupun tidak disadari, entah itu timbul dari kekuatan luar ataupun kekuatan dalam, pada dasarnya mempunyai tujuan yang satu, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan dan menghindari hal-hal yang menyakitkan. Meskipun orang dapat mengatakan berbagai macam alasan yang bagus, namun sebenarnya segala perbuatannya hanya mempunyai satu tujuan, yaitu mencari hal-hal yang menyenangkan. Martin dan David Mc Celland memberikan arti baru tentang teori hedonisme yaitu semua rangsangan yang terdapat di lingkungan sekitar kita pada hakekatnya menimbulkan keadaan nikmat atau keadaan sakit. Rangsang yang menimbulkan keadaan nikmat menyebabkan seseorang bereaksi mendekati rangsang itu. Sebaliknya rangsang yang menimbulkan keadaan yang tidak enak menimbulkan reaksi menjauh. Dengan kata lain, menurut teori hedonistis yang diperbaharui ini reaksi seseorang atau tingkahlaku seseorang dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tingkah laku mendekati rangsang yang dirasa akan membawa keenakan dan tingkah laku menjahi rangsang yang dirasa akan membawa rasa tidak enak. Unsur pokok motivasi adalah antisipasi. Teori hedonistis ini
menggunakan “ affectivearousal
model” yang intinya mengatakan bahwa setiap rangsang pada hakekatnya telah membawa keadaan yang menimbulkan rasa enak atau tidak enak. Ketiga, Teori Insting. Setiap orang telah membawa “kekuatan biologis” sejak lahirnya. Kekuatan biologis inilah yang membuat seseorang bertindak menurut cara tententu; demikian dasar pemikiran teori insting. Kekuatan instingtif inilah yang seolah-olah memaksa seseorang untuk berbuat dengan cara tertentu, untuk mengadakan pendekatan kepada rangsang denga cara tertentu. Mc Dougall sebagai tokoh teori ini dalam bukunya “An Introduction To Social Psyholog” mengatakan bahwa segala tingkah laku dan pikiran kita adalah hasil insting dan insting merupakan sesuatu yang diwariskan, sesuatu yang mengarahkan tindakan manusia kepada tujuan (purposive, goal-seeking). Teori ini
24
juga didukung oleh para ahli psikologi yang mengatakan bahwa sebagian tingkah laku manusia memang ditentukan oleh instingnya. Keempat,
Teori
Psikoanalistis.
Teori
psikoanalistis
merupakan
pengembangan teori insting. Dalam teori ini pun diakui adanya kekuatan bawaan di dalam diri setiap manusia, dan kekuatan bawaan inilah yang menyebabkan dan mengarahkan tingkah laku manusia. Freud, seorang tokoh psikoanalistis yang sangat tersohor, mengatakan bahwa tingkah laku manusia ditentukan oleh dua kekuatan dasar, yaitu : insting kehidupan dan insting kematian. Insting kehidupan menampakkan diri dalam tingkah laku seksual, sedangkan insting kematian melatarbelakangi tingkah laku-tingkah laku yang agresif. Insting kehidupan (Eros) mendorong orang untuk tetap hidup dan berkembang. Sedangkan insting kematian (Thanatos) mendorong orang ke arah penghancuran diri sendiri. Pada umumnya para ahli psikologi mengaku bahwa tidak semua tingkah laku manusia itu jelas motivasinya. Mereka mengatakan bahwa tingkah laku manusia yang memang kurang disadari motivasinya. Oleh karena itu kritik terhadap teori psikoanalistis ini umumnya berkisar pada keraguan bahwa mimpi, salah ucap dan lain-lain itu tentu sebagai akibat dari motif yang tidak disadari. Kelima, Teori Keseimbangan. Teori keseimbangan (Homeostasis) berpendapat bahwa tingkah laku manusia terjadi karena adanya ketidakseimbangan di dalam diri manusia. Dengan kata lain, manusia selalu ingin mempertahankan adanya keseimbangan di dalam dirinya. Teori ini menyimpulkan bahwa tingkah laku manusia timbul karena adanya suatu kebutuhan, dan tingkah laku manusia tersebut mengarah pada pencapaian tujuan yang dapat memenuhi atau memuaskan kebutuhan itu. Begitu seterusnya, sehingga dapat terjadi suatu lingkaran mativasi belajar (study motivational cycle) dibawah ini.
25
Gambar 2. Lingkaran mativasi belajar
Tingkah laku
Tujuan
Kebutu han
Belajar
Keenam, Teori dorongan. Teori dorongan menekankan pada hal yang mendorong terjadinya tingkah laku. Woodworth sebagai tokoh dari teori ini mengartikan dorongan sebagai suatu tenaga dari dalam diri kita yang menyebabkan kita berbuat sesuatu. Karena itu kata motif diberi arti dorongan yang menimbulkan dan mengarahkan serta mengorganisasikan tingkah laku manusia untuk mencapai tujuan tertentu. Teori ini semakin popular dengan di akuinya oleh Psikologi Walter B Cannon pada tahun 1993 yang mengemukakan bahwa manusia seringkali terjadi ketidak seimbangan di dalam dirinya. Dorongan adalah salah satu usaha (otomatis) untuk dapat mengembalikan keadaan seimbang. Dari uraian teori motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa secara garis besar teori motivasi dibedakan menjadi dua yaitu teori kepuasan (content theori) dan teori proses (process theori). Teori kepuasan berkaitan dengan faktor yang ada dalam diri seseorang yang memotivasinya, sedangkan teori proses berkaitan dengan bagaimana motivasi itu terjadi atau bagaimana perilaku itu digerakkan. Pengelompokkan kedua teori tersebut dapat dilihat dari tebel berikut ini: Ketujuh, Teori behaviorisme. Teori ini mengatakan bahwa tingkahlaku menjadi indicator untama bagi seseorang dalam melakukan kegiatan (belajar), dan ia tidak memperhatikan keadaan “dalam” seseorang ketika melakukan kegiatan. Teori
26
behaviorisme juga berpendapat bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadiankejadian di dalam lingkungan yang akan memberikan pengalaman-pengalaman belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi karena adanya rangsangan dan respon yang dapat diamati. Menurut teori ini manipulasi lingkungan sangat pentingagar dapat diperoleh perubahan tingkah laku yang diharapakan. Teori behaviorisme ini sangat menekankna pada apa yang dapat dilihat yaitu tingkah laku, tidak memperhatikan apa yang terjadi di dalam pikiran manusia. Para ahli pendidikan menganjurkan untuk
menerapkan prinsip penguatan
(reinforcement) untuk
mengidentifikasi aspek situasi pendidikan yang penting dan mengatur kondisi pemebelajaran sedemikian rupa sehingga siswa berhasil mencapai tujuan.12 Dari uraian di atas, tampak bahwa teori pembelajaran merupakan suatu kumpulan prinsip-prinsip yang terintegrasi dan memberikan preskripsi untuk mengatur siswa agar siswa mudah mencapai tujuan belajar. Prinsip-prinsip pembelajaran dapat diterapkan dalam pembelajaran tatap muka di kelas maupun tidak seperti pembelajaran jarak jauh, terprogram dan lain-lain. Teori pembelajaran juga memberi arahan dalam memilih metode pengajaran yang tepat untuk suatu pembelajaran teretentu. Sehubungan dengan itu berdasarkan teori yang mendasarinya yaitu teori psikologi dan teori belajar maka teori pembelajaran ini dapat dibagi ke dalam lima kelompok yaitu pertama, teori pembelajaran berdasarkan psikologi humanistik. Teori pembelajaran ini sangat menganggap penting teori pembelajaran dan psikoterapi dari suatu teori belajar. Prinsip yang harus diterapkan adalah bahwa guru harus memperhatikan pengalaman emosional dan karakteristik khusus siswa seperti aktualisasi diri siswa. Dengan memahami hal ini dapat dibuat pilihan-pilihan ke arah mana siswa akan berkembang. Kedua ,teori pembelajaran konstruk; teori ini diturunkan dari prinsip/teori belajar kognitivisme. Menurut teori ini prinsip pembelajaran harus memperhatikan perubahan kondisi internal siswa yang terjadai selama pengalaman belajar di berikan di kelas. Pengalaman belajar yang diberikan oleh siswa harus bersifat penemuan
12
Martin Handoko, Motivasi (Daya Pengerak Tingkah Laku), Kanisius IKAPPI, yogyakarta, 1992, hlm 23.
27
yang memungkinkan siswa dapat memperoleh informasi dan keterampilan baru dari pelajaran sebelumnya. Ketiga Pendekatan modifikasi tingkahlaku; teori pembelajaran ini menganjurkan agar para guru menerapkan prinsip penguatan (reinforcement) untuk mengidentifiasi aspek situasi pendidikan yang penting dan mengatur kondisis sedemikian rupa yang memungkinkan siswa dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Keempat,
teori
pembelajaran
berdasarkan
analisis
tugas.
Teori
pembelajaran yang ada diperoleh dari berbagai penelitian di laboratorium dan ini dapat diterapkan dalam situasi persekolahan namun hasil penerapannya tidak selalu memuaskan. Oleh karena itu sangat penting untuk mengadakan analisis tugas (task analysis) secara sistematis mengenai tugas-tugas pengalaman belajar yang akan diberikan kepada siswa, yang kemudian disusun secara hierarkis dan diurutkan sedemikian rupa tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. 2. Komponen Pembelajaran a. Tujuan Pembelajaran Pada dasarnya tujuan umum pembelajaran yaitu menentukan apa yang harus dicapai dan tidak memberi petunjuk bagaimana proses belajar mengajar akan dilakukan. Tujuan umum ini sering mencakup hasil belajar dalam ketiga domain, kognitif, afektif dan psikomotorik13 Table 3. Tiga domain tujuan belajar No Ranah 1 Kognitif
Level kecakapan Mengetahui Pemahaman Penerapan Analisis Unifikasi Menilai
13
Indicator kecakapan Menyebutkan, menuliskan, mengidentifikasi dll. Menerjemahkan, menggeneralisasi, dll Mengoperasikan, menghasilkan, dll Menguraikan satuan menjadi unit yang terpisah Merancang, merumuskan, merencanakan, dll Mengkritisi, menginterprestasi dan menilai
Nasution, Kurikulum dan Pengajaran. Cet. III, Bumi Aksara, Jakarta, 1999. hlm. 60-61.
28
2
3
Penerimaan Tanggapan Penanaman nilai Pengorganisasian nilai-nilai Karakterisasi kehidupan Psikomotorik Memperhatikan Peniruan Pembiasaan Penyesuaian Afektif
Memilih, mengikuti dan mengalokasikan Memberi jawaban, melaporkan, dll Terlibat, mengusulkan dan melakukan Mengintegrasikan dan menghubungkan antar nilai Worldview dan mempertahankan nilai-nilai yang sudah diyakini Mengamati proses, memberi perhatian, dll Melatih, mengubah sebuah bentuk, dll Mengontrol kebiasaan agar tetap konsisten Menyesuaikan model dan membenarkan sebuaqh model untuk dikembangkan.14 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran untuk
peserta didik dapat mengarahkan proses belajar, dapat mengukur sejauh mana mereka telah mencapai tujuan yang diinginkan, dapat meningkatkan motivasi karena mahasiswa mengetahui tingkat keberhasilannya di dalam proses belajar. Pengembangan pembelajaran berkaitan dengan kurikulum dalam proses pendidikan harus dapat memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran. Kurikulum dalam hal ini harus memfokuskan pada kompetensi tertentu yang dapat berupa panduan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dapat didemontrasikan oleh peserta didik sebagai
wujud
pemahaman
terhadap
konsep
yang
dipelajarinya.
Dalam
pengembangan pembelajaran penerapan kurikulum memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari. Oleh karena itu peserta didik perlu mengetahui kreteria penguasaan kompetensi yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil belajar, sehingga para peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui penguasaan terhadap sejumlah kompetensi tertentu sebagai syarat kejenjang kompetensi berikutnya. b. Kurikulum Pengembangan pembelajaran berkaitan dengan kurikulum dalam proses pendidikan harus dapat memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran. Kurikulum dalam hal ini 14
Abdul Majid, Opcit, hlm. 54-55
29
harus memfokuskan pada kompetensi tertentu yang dapat berupa panduan pengetahuan, keterampilandan sikap yang dapat didemontrasikan oleh peserta didik sebagai
wujud
pemahaman
terhadap
konsep
yang
dipelajarinya.
Dalam
pengembangan pembelajaran penerapan kurikulum memungkinkan para guru menilai hasil belajar peserta didik dalam proses pencapaian sasaran belajar yang mencerminkan penguasaan dan pemahaman terhadap apa yang dipelajari. Olehkarena itu peserta didik perlu mengetahui kreteria penguasaan kompetensi yang akan dijadikan sebagai standar penilaian hasil belajar, sehingga para peserta didik dapat mempersiapkan dirinya melalui penguasaan terhadap sejumlah kompetensi tertentu sebagai syarat kejenjang kompetensi berikutnya. c. Metode Pembelajaran Metode mengajar sangat banyak dan bervariasi. Menurut Ali ada dua pendekatan yang digunakan dalam hal ini, yaitu pendekatan kelompok; dan pendekatan individual. Pendekatan kelompok pada umumnya ditujukan untuk membimbing
kelompok
agar
belajar.
Sementara
pendekatan
individual
memungkinkan setiap siswa dapat belajar sesuai dengan bakat dan kemampuan masing-masing.15 Metode pembelajaran menurut Sudjana adalah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pembelajaran. Oleh karena itu peranan metode pembelajaran sebagai alat untuk menciptakan proses mengajar dan belajar. Dengan metode ini diharapakan tumbuh berbagai kegiatan belajar siswa sehubungan dengan kegiatan mengajar guru. Dengan kata lain terciptalah interaksi edukatif.16 Metode pembelajaran dapat ditetapkan oleh guru dengan memperhatikan tujuan dan bahan. Oleh karena itu, pertimbangan pokok dalam menentukan metode terletak pada keefektifan proses belajar mengajar. Jadi, metode yang digunakan pada dasarnya hanya berfungsi sebagai bimbingan agar siswa belajar.
15
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, CV. Sinar Baru Algensindo, Bandung, 2000, hlm.33 16 Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. CV Sinar Baru Algensindo Cet. V. Bandung, 2000, hlm.76.
30
Dari dua pernyataan di atas dapat dipahami bahwa, pendekatan kelompok harus tetap memperhatikan
adanya perbedaan individual pada siswa. Hal ini
tercermin dalam penetapan penggunaan metode secara bervariasi disesuaikan dengan tujuan dan bahan yang dipelajari. Proses pembelajaran yang baik, hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode mengajar secara bergantian atau saling bahu-membahu satu sama lain. Sudjana menguraikan beberapa metode-metode mengajar yang sampai saat ini masih banyak digunakan dalam proses belajar mengajar, diantaranya: a) metode ceramah; b) metode tanya jawab; c) metode diskusi; d) metode tugas belajar dan resitasi; e) metode kerja kelompok; f) metode demonstrasi dan eksperimen; g) metode sosio-drama (role-playing); h) metode problem solving; i) metode sistem regu (team teaching); j) metode latihan (drill); k) metode karyawisata (field-trip) ; l) metode resource person (manusia sumber); m) metode survai masyarakat; n) metode simulasi.17 Dari beberapa metode di atas, masing-masing metode mempunyai kelemahan dan kelebihan sendiri-sendiri. Kendatipun demikian, tugas guru ialah memilih berbagai metode yang tepat untuk menciptakan proses belajar-mengajar. Ketepatan penggunaan metode-mengajar tersebut sangat bergantung kepada tujuan, isi, proses belajar-mengajar, dan kegiatan belajar-mengajar. Ditinjau dari segi penerapannya, metode-metode mengajar ada yang tepat digunakan untuk siswa dalam jumlah besar dan ada yang tepat untuk siswa dalam jumlah kecil. Ada juga yang tepat digunakan di dalam kelas atau diluar kelas. 18 Di pondok pesantren metode yang digunakan untuk siswa dalam jumlah besar adalah metode wetonan atau bandongan, sedangkan dalam jumlah kecil biasanya menggunakan metode sorogan. Disamping itu, metode yang digunakan di dalam kelas adalah metode ceramah sedangkan diluar kelas bisa menggunakan metode tanya jawab, diskusi, dan metode problem solving.
17
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar Micro Teaching, PT.Ciputat Press, Jakarta, 2005,
18
Nana Sudjana, Opcit. hlm. 77
hlm 52-65
31
d. Evaluasi Evaluasi berarti “menilai” dalam organisasi pendidikan evaluasi berarti pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan guna melihat sejauhmana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai sebagai tujuan dari pendidikan itu sendiri. Komponen ini merupakan bagian yang sangat diperlukan terutama untuk mengetahui tujuan kurikulum yang telah ditetapkan telah tercapai disamping komponen-komponen lain. Penilaian (evaluasi) hasil belajar mengacu kepada indikator pencapaian hasil belajar peserta didik dilaporkan dalam bentuk deskriptif yang memberikan gambaran bagi: 1) peserta didik dan orang tuanya untuk memahami potensi yang dimiliki; 2) guru, untuk menentukan tindak lanjut bagi pengembangan diri peserta didik; dan 3) pihak yang berkepentingan untuk perbaikan program pembelajaran dan silabus atau kurikulum. 19 Evaluasi
dimaksudkan
untuk
mengetahui
efektivitas,
efisiensi,
produktivitas serta relevansi program kurikulum yang telah ditentukan dalam komponen sebelumnya. Karena itu, evaluasi yang direncanakan harus selalau mengacu pada tujuan dan tidak menyimpang dari komponen yang lain. Berhasil atau gagalnya suatu pendidikan dalam mencapai tujuannya dapat dilihat setelah dilakukan evaluasi (penilaian) terhadap produk yang dihasilkannya. Jika hasil (out-put) suatu pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah di programkan, maka usaha pendidikan tadi dinilai berhasil, tetapi jika gagal dinilai sebaliknya. Dalam melaksanakan evaluasi yang komprehensif perlu diadakan penilaian tentang (1) penentuan tujuan umum; (2) perencanaan; (3) uji coba dan revisi; (4) uji lapangan; (5) pelaksanaan kurikulum; dan (6) pengawasan mutu 20 Dalam hal ini, tentu saja perlu menentukan kriteria penilaian, penyusunan program penilaian, pengumpulan data nilai, menentukan penilaian keadaan pembelajaran. Hal ini perlu waktu yang cukup lama, mengingat banyak faktor terutama tenaga teknik evaluasi maupun hambatan dari lingkungan masyarakat itu 19
Mukhtar, Desain Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, CV. Misaka Galiza, Jakarta, 2003, hlm. 154-156 20 Nasution, Opcit hlm. 131-135
32
sendiri. Lepas dari pro dan kontra, pengembangan sistem penilaian tidak harus mengikuti model penilaian pendidikan secara umum, melainkan dikembangkan sistem penilaian yang komprehensif sesuai dengan tenaga pendidikan yang ada. C. Pembelajaran di Pondok Pesantren 1. Pengertian Pondok Pesantren Pondok pesantren merupakan satu bentuk pendidikan keislaman yang melembaga di Indonesia. Kata “Pondok” (kamar, gubuk, rumah kecil) dipakai dalam bahasa Indonesia dengan menekankan pada kesederhanaan bangunan. Kata pondok di mungkinkan berasal dari bahasa Arab Funduq yang berarti ruang tidur, wisma, hotel sederhana 21 Secara terminologis, banyak batasan yang di berikan oleh para ahli. Arifin (1991:240) mendefinisikan pesantren sebagai suatu lembaga pendidikan agama Islam yang tumbuh serta di akui oleh masyarakat sekitar, dengan menggunakan sistem asrama (kampus). Di dalamnya santri menerima pendidikan agama Islam melalui sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah keadulatan atau leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan ciri-ciri khas yang bersifat kharismatik serta independen dalam segala hal.22 Sejalan dengan batasan di atas, Mastuhu mendefinisikan pesantren sebagai lembaga
pendidikan
“tradisional”
Islam
untuk
mempelajari,
memahami,
mendalami, menghayati dan mengamalakan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari.23 Jadi dari pernyataan di atas dapat dipahami bahwa, pondok pesantren Girikusumo adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang telah tua sekali usianya, telah tumbuh sejak ratusan tahun yang lalu, setidaknya memiliki lima unsur pokok, yaitu kyai, santri, pondok, masjid dan pengajaran ilmu-ilmu agama.
21 22
Marzuki, Manajemen Pondok Pesantren, Bumi Aksara, Jakarta, 199, hlm. 24 Arifin, M. Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum, Bumi Aksara, Jakarta, 199, hlm.
240 23
Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, INIS, Jakarta, 1994, hlm. 55
33
2. Tujuan Pesantren Tujuan dari berdirinya pesantren ini adalah sebagai berikut: 1. Menyebarkan ajaran Islam keseluruh umat 2. Mendidik para santri agar berpegang teguh pada ajaran Islam, dengan berbekal ilmu pengetahuan dan keterampilan yang membuat mereka mampu berdakwah serta mampu memecahkan problematika umat menurut etunjuk Al-Qur`an Sunah Nabi SAW dan amal `Ulama Salaf. 3. menanamkan semagat memiliki Islam dengan memberikan latihan-latihan praktis dalam kehidupan individu maupun social yang didsarkan pada keiklasan dengan mengikuti jejak Rasullullah SAW serta `Ulama Salaf. Sementara dari hasil wawancara dengan para pengasuh pondok pesantren, Mastuhu mengatakan bahwa tujuan pesantren, adalah: “Menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi pelayan-pelayan masyarakat sebagaiamana kepribadian Nabi Muhammad (mengikuti sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas dan teguh dalam kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan umat Islam ditengah-tengah masyarakat (‘Izzul Islam Wal Muslimin), dan mencintai ilmu dalam rangka mengembangkan kepribadian Indonesia. Idealnya pengembangan kepribadian yang ingin dituju adalah ialah kepribadaian muhsin, bukan sekedar muslim”.24 Dari tujuan-tujuan yang telah dirumuskan oleh para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan pesantren adalah untuk menciptakan dan mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia dan bermanfaat bagi masyarakat. 3. Metode Pembelajaran Pesantren Pada awalnya metode pengajaran yang dipergunakan dalam kegiatan proses belajar-mengajar di pesantren Girikusumo adalah sebagai berikut:
24
Mastuhu. Ibid, hlm. 55
34
a. Metode Bandongan(wetonan) Yaitu metode pembelajaran yang biasanya dilakukan dengan cara kyai memberikan pengajaran kitab kuning dengan membacakan dan menerangkannya di depan santri-santri. Pengajian dengan metode ini bersifat umum dan bersamasama secara klasikal Metode pengajaran yang demikian adalah metode bebas, sebab absensi santri tidak ada. Santri boleh datang, boleh tidak. b. Metode Sorogan Metode sorogan adalah metode yang biasanya diberikan kepada santri pemula. Santri membacakan kitab di depan kyai secara individual, atau kyai membacakan kitab yang dibawa santri kemudian diikuti santri sampai ia mengerti dan faham apa yang telah disampaikan dan diajarkan oleh kyai. Apabila ada kesalahan maka kyai biasanya langsung membetulkan dan menjelaskannya kembali Dalam sistem individual ini, santri secara langsung berhadapan dengan kyai, sehingga terjadi interaksi saling mengenal di antara mereka. Disinilah letak terdapatnya bimbingan individu. c. Metode Halaqah Halaqah artinya diskusi untuk memahami isi materi, bukan untuk mempertanyakan benar salahnya isi materi. Metode pengajaran kitab kuning seperti ini menumbuhkan kepekaan dan kejelian yang melekat bagi santri dalam mengkaji kitab kuning dari sisi bacaannya secara harfiyah. d. Metode Musyawarah Yaitu sistem belajar dalam bentuk seminar untuk membahas setiap masalah yang berhubungan dengan pelajaran santri ditingkat tinggi. Metode ini menekankan keaktifan pada pihak santri, yaitu santri harus aktif mempelajari dan mengkaji sendiri buku-buku yang telah ditentukan kyainya. e. Metode Mudzakarah Mudzakarah merupakan suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik membahas masalah diniyah seperti ibadah dan akidah serta masalah agama pada umumnya.
35
f. Metode Majlis Ta’lim Yaitu suatu media penyampaian ajaran Islam yang bersifat umum dan terbuka. Para jama’ah terdiri dari berabagai lapisan yang memiliki latar belakang pengetahuan bermacam-macam dan tidak dibatasi oleh tingkatan usia maupun perbedaan kelamin. Pengajian semacam ini hanya diadakan pada waktu tertentu saja. Ada yang seminggu sekali dan ada yang dua minggu sekali atau sebulan sekali. Dalam proses perkembangan selanjutnya, metode pengajaran Sekolah Islam Salaf yang digunakan banyak menyesuaikan dengan metode pengajaran modern yang di antaranya adalah : metode cermah, metode kelompok; metode tanya jawab dan diskusi; metode demonstrasi dan eksperimen; metode widyawisata; dan metode dramatisasi. 4. Evaluasi Pesantren Evaluasi atau penilaian merupakan suatu cara untuk mengetahui sejauh mana santri menguasai materi-materi yang telah disampaikan ustadz/kyai, disamping itu juga untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan ustadz/kyai dalam mengadakan pengajaran. Jadi pada dasarnya evaluasi merupakan bagian dari pembelajaran yang tidak bisa ditinggalkan. Karena pembelajaran merupakan suatu proses, maka dengan sendirinya evaluasi harus dilaksanakan secara kontinu. Sistem evaluasi pembelajaran Sekolah Islam Salaf pesantren Girikusumo di laksanakan melalui beberapa tahapan seperti adanya midsemester dan semester dengan waktu yang telah ditentukan oleh yayasan. Hasil nilai evaluasi selanjutnya hasil dari ujian ini dimasukkan ke buku raport sebagai hasil prestasi belajar santri pada semester yang bersangkutan.