BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Manajemen Keuangan
2.1.1 Definisi Manajemen Keuangan Definisi manajemen keuangan mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Secara umum manajemen keuangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam sebuah perusahaan yang berhubungan dengan segala usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendapatkan sumber dana yang dibutuhkan, menggunakan dana tersebut dan menentukan berapa besar jumlah dana yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham dari keuntungan perusahaan yang diperoleh, serta berapa besar yang akan diinvestasikan kembali pada perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan. Menurut James C, Van Horne dan J. M. Wachowicz, JR. (2005) Manajemen keuangan (financial management) adalah sesuatu yang berkaitan dengan perolehan, pendanaan, dan manajemen aktiva dengan beberapa tujuan umum sebagai latar belakangnya. Menurut Sutrisno (2005) Manajemen keuangan atau sering disebut pembelanjaaan dapat diartikan sebagai semua aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan usaha-usaha mendapatkan dana perusahaan dengan biaya yang murah serta usaha untuk menggunakan dan mengalokasikan dana tersebut secara efisien.
6
2.1.2 Fungsi Manajemen Keuangan Seorang manajer keuangan di setiap perusahaan akan selalu dihadapkan pada keputusan yang meliputi keputusan investasi, pembiayaan dan keputusan pembagian deviden. Menurut Sutrisno (2005) fungsi pokok dari manajemen keuangan meliputi tiga keputusan yaitu sebagai berikut : a.
Keputusan Investasi Keputusan invesatasi adalah masalah bagaimana manajer keuangan harus mengalokasikan dana kedalam bentuk-bentuk investasi yang akan dapat mendapat keuntungan dimasa yang akan datang. Bentuk, macam, dan komposisi dari investasi tersebut
akan
mempengaruhi
dan
menunjang
tingkat
keuntungan dimasa depan. Keuntungan di masa depan yang diharapkan dari investasi tersebut tidak dapat diperkirakan secara pasti. Oleh karena itu investasi akan mengandung risiko atau ketidakpastian. Resiko dan hasil yang diharapkan dari investasi itu akan sangat mempengaruhi pencapaian tujuan, kebijakan, maupun nilai perusahaan b.
Keputusan pendanaan Keputusan pendanaan ini sering disebut sebagai kebijakan struktur modal. Pada keputusan ini manajer keuangan dituntut untuk mempertimbangkan dalam menganalisis kombinasi dari sumber-sumber dana yang ekonomis bagi perusahaan guna
7
membelanjai kebutuhan-kebutuhan investasi serta kegiatan usahanya. c.
Keputusan Dividen Dividen merupakan bagian keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Oleh karena itu dividen ini merupakan bagian dari penghasilan yang diharapkan oleh pemegang saham. Keputusan dividen merupakan keputusan manajemen keuangan untuk menentukan : 1) Besarnya prosentase laba yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam bentuk cash dividen 2) Stabilitas dividen yang dibagikan 3) Dividen saham (stock dividen) 4) Pemecahan saham (stock split) 5) Penarikan kembali saham yang beredar (repurchase of stock)
2.1.3 Tujuan Manajemen Keuangan Menurut Agus Harjito (2007) manajemen keuangan sebagai aktivitas memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola asset secara efisien membutuhkan beberapa tujuan atau sasaran. Untuk menilai apakah tujuan tersebut telah tercapai atau belum, maka dibutuhkan beberapa standar
8
dalam mengukur efisien keputusan perusahaan. Sebagai tujuan normatif seharusnya tujuan manajemen keuangan berkaitan dengan keputusan di bidang keuangan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Tujuan memaksimumkan nilai perusahaan ini digunakan sebagai pengukur keberhasilan perusahaan karena dengan meningkatnya nilai perusahaan berarti meningkatnya kemakmuran pemilik perusahaan atau pemegang saham perusahaan.
2.2
Modal Kerja
2.2.1 Pengertian Modal Kerja Masalah Modal Kerja merupakan masalah yang tiada akhir, selama perusahaan masih beroperasi, modal selalu diperlukan untuk membiayai kegiatan perusahaan sehari-hari serta untuk menjaga kontinuitas perusahaan. Adanya modal kerja yang cukup sangat penting bagi suatu perusahaan karena dengan modal kerja yang cukup itu memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi dengan seekonomis mungkin dan perusahaan tidak mengalami kesulitan atau menghadapai bahaya-bahaya yang mungkin timbul karena adanya krisis atau kekacauan keuangan. Akan tetapi adanya modal kerja yang berlebihan menunjukkan adanya dana yang tidak produktif, dan hal ini akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan karena adanya kesempatan untuk memperoleh keuntungan telah disia-siakan. Sebaliknya adanya ketidak-cukupan maupun mis
9
management dalam modal kerja merupakan sebab utama kegagalan suatu perusahaan Dermawan Sjahrial (2006). Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja untuk membelanjai operasinya sehari-hari misalnya, untuk membayar upah buruh, gaji pegawai, dan lain sebagainya, dimana uang atau dana yang telah dikeluarkan itu diharapkan akan dapat kembali lagi masuk ke dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produknya. Uang yang masuk yang berasal dari penjualan produk tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya dengan demikian maka dana tersebut akan terus-menerus berputar setiap periode selama hidupnya perusahaan. Ada beberapa pengertian tentang modal kerja, antara lain menurut Agnes Sawir (2005) : “Modal Kerja adalah Keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi sehari-hari”. Sedangkan menurut Jumingan (2006), terdapat dua definisi modal kerja yang lazim dipergunakan, yakni sebagai berikut: a. Modal kerja (working capital) adalah kelebihan aktiva lancar terdapat utang jangka pendek. Kelebihan ini disebut modal kerja bersih (net working capital) kelebihan ini merupakan jumlah aktiva lancar yang berasal dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. b. Modal kerja adalah jumlah dari aktiva lancar
10
2.2.2 Konsep Perputaran Modal Kerja Menurut Dermawan Sjahrial (2006) ada tiga konsep atau definisi modal kerja yang umum digunakan yaitu: 1. Konsep Kuantitatif Konsep ini menitik beratkan pada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang bersifat rutin, atau menunjukan jumlah dana (fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital) Dalam konsep ini tidak mementingkan kualitas dari modal kerja, apakah modal kerja dibiayai dari modal para pemilik, hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek, sehingga dengan modal kerja yang besar tidak mencerminkan margin of safety para kreditur jangka pendek yang besar juga, bahkan modal kerja yang besar menurut konsep ini tidak menjamin kelangsungan operasi yang akan datang, serta tidak mencerminkan likuiditas perusahaan yang bersangkutan. 2. Konsep Kualitatif Konsep ini menitik beratkan pada kualitas modal kerja, dalam konsep ini pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari para pemilik perusahaan. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar dari pada hutang
11
lancarnya (hutang jangka pendek) dan menunjukan pula margin of protection atau tingkat keamanan dari para kreditur jangka pendek, serta menjamin kelangsungan operasi di masa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman jangka pendek dengan jaminan aktiva lancarnya. 3. Konsep Fungsional Konsep ini menitik beratkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki suatu perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income) ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba dimasa yang akan datang . misalnya: bangunan, mesin, paabrik, alat-alat kantor, dan aktiva tetap lainnya. Dari definisi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa modal kerja merupakan investasi dalam bentuk yang tunai, surat-surat berharga, piutang dan persediaan yang diperoleh perusahaan dari jangka panjang maupun modal sendiri dikurangi kewajiban lancar yang digunakan untuk membiayai aktiva lancar. Jadi modal kerja pada umumnya merupakan selisih lebih antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Proses pemutaran modal kerja itu dinamakan lingkaran modal kerja lingkaran ini berbentuk bulat dan tidak ada awalnya maupun akhirnya
12
selama perusahaan harus menjaga supaya besarnya modal kerja itu tepat, tidak berlebihan dan tidak berkekurangan dari yang seharusnya, oleh karena baik terlalu banyak modal kerja maupun terlalu sedikit modal kerja dapat membawa perusahaan kedalam berbagai kesulitan yang apabila tidak diatasi akan menyebabkan kegagalan perusahaan. Lingkaran modal kerja merupakan dari kas persediaan-piutanguang yang akan berputar terus menerus selama perusahaan terus berjalan. Lingkaran modal kerja tersebut dapatlah digambarkan seperti berikut: Gambar 2.1 Perputaran Modal Kerja
Kas
Piutang
Persediaan
Penjualan Sumber: Agnes Sawir (2005) Berdasarkan hal tersebut diatas maka dapat diketahui bahwa semakin pendek periode perputaran berarti semakin cepat perputarannya atau semakin tinggi tingkat perputarannya (turnover rate-nya).
13
Dari keseluruhan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa perputaran modal kerja merupakan suatu aliran dari kas sebelumnya, yang dapat diinvestasikan dalam komponen-komponen modal kerja, yang akan kembali masuk ke dalam kas berikutnya melalui beberapa tahapan-tahapan dengan suatu periode atau jangka waktu tertentu.
2.2.3
Jenis-Jenis Modal Kerja Menurut Agnes Sawir (2005) Jenis-jenis modal kerja, antara lain: a. Modal Kerja Permanen Yaitu modal kerja yang harusnya tetap ada pada perusahaan untuk menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usaha. Modal kerja permanen dapat dibedakan lagi dalam : 1) Modal Kerja Primer Yaitu jumlah modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usaha. 2) Modal Kerja Normal Yaitu
jumlah
modal
kerja
yang
diperlukan
untuk
menyelenggarakan luas produksi yang normal dalam artian yang dinamis. b. Modal Kerja Variabel Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja dibedakan antara lain:
14
1) Modal Kerja Musiman Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan fluktuasi musim. 2) Modal Kerja Siklis Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtur. 3) Modal Kerja Darurat Yaitu modal kerja yang besarnya berubah-ubah karena keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya.
2.2.4
Unsur – Unsur Modal Kerja Menurut Dermawan Sjahrial (2006) yang dimaksud dari unsur – unsur dari modal kerja antara lain: a. Aktiva Lancar Aktiva lancar adalah uang kas dan aktiva lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumer dalam periode berikutnya. Aktiva lancar terdiri dari: 1) Kas Uang kas yang dapat digunakan untuk sehari-hari. 2) Investasi Jangka Pendek Investasi jangka pendek (surat-surat berharga atau marketable securities) adalah investasi yang sifatnya sementara (jangka
15
pendek) dengan maksud untuk memanfaatkan uang kas yang sementara belum dibutuhkan dalam operasi. Contoh dari investasi jangka pendek antara lain: deposito di bank, surat-surat berharga yang berwujud saham, obligasi dan surat hipotek, sertifikat bank dan lain-lain yang mudah di perjual belikan. 3) Piutang Wesel Piutang wesel adalah tagihan perusahaan kepada pihak lain yang dinyatakan dalam suatu wesel atau perjanjian yang diatur dalm undang-undang. 4) Piutang Dagang Piutang dagang adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditor atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit. 5) Persediaan Persediaan untuk perusahaan perdagangan yang dimaksud dengan persediaan adalah semua barang-barang yang diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang atau belum laku terjual. 6) Piutang penghasilan atau penghasilan yang masih harus diterima Piutang penghasilan atau pengahsilan yang masih harus diterima, adalah penghasilan yang sudah menjadi hak perusahaan karena perusahaan telah memberikan jas atau prestasinya, tetapi belum diterima pembayarannya, sehingga merupakan tagihan.
16
7) Biaya yang dibayar dimuka atau persekot Persekot atau biaya yang dibayar dimuka adalah pengeluaran untuk memperoleh jasa atau prestasi pihak lain itu belum dinikmati oleh perusahaan pada periode ini melainkan periode berikutnya. b. Kewajiban Lancar Merupakan hutang jangka pendek, kurang dari satu tahun, yang harus dibayar dengan aktiva lancar. Menurut Sutrisno (2005) : “Kewajiban lancar atau kewajiban jangka pendek adalah kewajiban yang diharapkan akan dibayar dengan menggunakan aktiva lancar atau dengan menciptakan kewajiban jangka pendek lain”. Sedangkan menurut Dermawan Sjahrial (2007) Kewajiban lancar atau hutang lancar meliputi: 1) Hutang Dagang Hutang dagang adalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagangan. 2) Hutang Wesel Hutang wesel adalah hutang yang disertai dengan janji tertulis (yang
diatur
dengan
undang-undang)
untuk
melakukan
pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di masa yang akan datang.
17
3) Hutang Pajak Hutang pajak, baik pajak perusahaan yang bersangkutan maupun Pajak Pendapatan Karyawan yang belum disetorkan ke Kas Negara. 4) Biaya yang masih harus dibayar Biaya jangka panjang yang masih harus dibayar adalah biaya-biaya yang sudah terjadi belum dilakukan pembayarannya. 5) Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo Hutang jangka panjang yang segera jatuh tempo adalah sebagian (seluruh) hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayarannya. 6) Penghasilan yang diterima dimuka Penghasilan yang diterima di muka adalah penerimaan uang untuk penjualan barang atau jasa yang belum direalisir.
2.2.5
Sumber Modal Kerja dan Penggunaan Modal Kerja a. Sumber Modal Kerja Menurut Prastowo dan Juliaty (2005) modal kerja dapat berasal dari berbagai sumber, yakni sebagai berikut: 1. Pendapatan bersih Modal kerja diperoleh dari hasil penjualan barang dan hasil-hasil lainnyayang meningkatkan uang kas dan piutang. Akan tetapi, sebagian dari modal kerja ini harus digunakan untuk menutup harga
18
pokok penjualan dan biaya usaha yang telah dikeluarkan untuk memperoleh revenue, yakni berupa biaya penjualan dan biaya administrasi. Jadi, sebenarnya yang merupakan sumber modal kerja adalah pendapatan bersih dan jumlah modal kerja yang diperoleh dari operasi jangka pendek, dan ini bisa ditentukan dengan cara menganalisa laporan perhitungan laba rugi perusahaan. Dalam perhitungan laba rugi terdapat dua jenis biaya usaha, yakni: a. Pos-pos biaya yang memerlukan perhitungan pengeluaran kas atau menimbulkan utang yang akhirnya akan memerlukan penggunaan modal kerja, contohnya: pembelian barang dagangan atau bahan baku, pembayaran gaji, upah, dan premi asuransi. b. Pos-pos biaya yang tidak memerlukan pengeluaran kas atau menimbulkan utang yang akhirnya juga tidak memerlukan modal kerja, contohnya beban penyusutan, deplesi, dan amortisasi. 2. Keuntungan dari penjualan surat-surat berharga Surat-surat berharga sebagai salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dari penjualan ini akan timbul keuntungan. 3. Penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya. Sumber lain untuk menambah modal kerja dalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan aktiva tidak lancar itu menjadi kas yang akan menambah modal kerja sebanyak
19
hasil bersih penjualan aktiva tidak lancar tersebut. Keuntungan atau kerugian dari penjualan investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya dapat dimasukkan ke dalam pos-pos insidentil (extraordinary items). 4. Penjualan obligasi dan saham serta kontribusi dana dari pemilik. Utang hipotik, obligasi dan saham dapat dikeluarkan oleh perusahaan apabila diperlukan sejumlah modal kerja, misalnya untuk ekspansi perusahaan. Pinjaman jangka panjang berbentuk obligasi biasanya tidak begitu disukai karena adanya beban bunga disamping kewajiban mengembalikan pokok pinjamannya. 5. Dana pinjaman dari bank dan pinjaman jangka pendek lainnya. Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi beberapa merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman, siklis, keadaan darurat, atau kebutuhan jangka lainnya. Karena ketergantungan kredit bank dan kredit jangka pendek lainnya, maka adanya credit rating yang tinggi tingkatnya bagi perusahaan yang bersangkutan adalah sepenuhnya penting. 6. Kredit dari supplier atau Trade Creditor Salah satu sumber modal kerja yang penting adalh kredit yang diberikan oleh supplier. Material, barang-barang, supplies, dan jasajasa biasa dibelisecara kredit atau dengan wesel bayar. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan
20
menarik pembayaran piutang sebelum waktu utang harus dilunasi, perusahaan hanya memerlukan sejumlah kecil modal kerja. Dari uraian, maka berkurangnya aktiva tidak lancar karena adanya
penjualan,
bertambahnya
hutang
jangka
panjang,
bertambahnya modal saham dan adanya keuntungan dari operasi perusahaan. Menurut Agnes Sawir (2005) adalah sebagai berikut: 1. Laba bersih. 2. Penyusutan. 3. Berkurangnya investasi jangka panjang. 4. Berkurangnya aktiva tak berwujud. 5. Berkurangnya aktiva lain-lain. 6. Berkurangnya aktiva tetap. 7. Bertambahnya hutang jangka panjang. 8. Bertambahnya modal. b. Penggunaan Modal Kerja Penggunaan modal kerja akan menyebabkan perubahan bentuk maupun penurunan jumlah aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, tetapi penggunaan aktiva lancar tidak selalu diikuti dengan berubahnya atau turunnya jumlah modal kerja yang dmiliki oleh perusahaan. Penggunaan modal kerja menurut Jurningan (2006) yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar sebagai berikut:
21
1. Pengeluaran biaya jangka pendek dan pembayaran utang-utang jangka pendek (termasuk uatng deviden). 2. Adanya pemakaian prive yang berasal dari keuntungan (pada perusahaan perseorangan dan persekutuan). 3. Kerugian usaha atau kerugian insidentil yang memerlukan pengeluaran kas. 4. Pembentukan dana untuk tujuan tertentu seperti dana pensiun pegawai pembayaran bunga obligasi yang telah jatuh tempo, penempatan kembali aktiva tidak lancar. 5. Pembelian tambahan aktiva tetap, aktiva tidak berwujud, dan investasi jangka panjang. Berdasarkan uraian diatas, maka bertambahnya aktiva tidak lancar, berkurangnya hutang jangka panjang atau pembayaran hutang jangka panjang yang telah jatuh tempo, berkurangnya modal saham, pembayaran sejumlah uang yang merupakan kewajiban perusahaan kepada pemegang saham atau pembayaran deviden tunai dan adanya ke rugian dalam operasi perusahaan merupakan penggunaan modal kerja.
2.2.6
Kebutuhan Modal Kerja dan Kebijakan Modal Kerja a. Kebutuhan Modal Kerja Menurut Siswanto Sutojo (2008) permintaan suatu perusahaan terhadap modal kerja, dipengaruhi oleh 4 faktor umum dan 5 faktor khusus, antara lain:
22
1) Volume Penjualan Perusahaan membiayai modal kerja biasanya untuk mendukung penjualan. Banyak perusahaan yang menetapkan aktiva lancar sesuai dengan penjualan tahunnya. 2) Faktor Musiman Fluktuasi musiman akan permintaan untuk produk atau jasa mereka. Variasi penjualan akan berdampak pada tingkat modal kerja variabel. 3) Perkembangan Teknologi Perubahan pada teknologi, uang tentu saja berdampak pada proses produksi, dapat mempunyai pengaruh kuat pada kebutuhan terhadap modal kerja. 4) Filosofi perusahaan Kebijakan perusahaan akan berdampak pada tingkat modal kerja permanen maupun musiman. Ke – 5 faktor khusus tersebut antara lain: 1) Ukuran Perusahaan Perusahaan besar mempunyai perbedaan modal kerja yang mencolok
dibandingkan
dengan
perusahaan
kecil.
Perusahaan besar dengan banyak sumber dana mungkin membutuhkan modal kerja yang lebih kecil disbanding dengan total aktiva atau penjualan. 2) Aktivitas Perusahaan
23
Keadaan bisnis berdampak pada tingkat modal kerja. Sebuah
perusahaan
membutuhkan
menawarkan
persediaan.
Sebuah
jasa
tidak
akan
perusahaan
yang
menjual secara tunai tidak akan memberikan piutang. 3) Ketersediaan Kredit Jika perusahaan dapat meminjam untuk membiayai dengan kredit maka diperlukan kas yang lebih sedikit. 4) Perilaku Menghadapi Keuntungan Suatu jumlah yang relatif besar pada aktiva lancar akan mengurangi keuntungan perusahaan. 5) Perilaku Mengahadapi Resiko Makin besar tingkat aktiva lancar, makin kecil resiko. Kas menyediakan
keamanan
dalam
membayar
tagihan.
Persediaan memberikan resiko yang lebih kecil akan kebutuhan lebih barang untuk dijual. b. Menurut Agnes Sawir (2005) terdapat 3 pilihan kebijakan bagi manajemen untuk menentukan besarnya proporsi aktiva lancar yang dibiayai oleh sumber jangka pendek yang dibiayai dari jangka panjang yaitu: 1) Kebijakan Modal Kerja Konservatif Kebijakan konservatif adalah perusahaan memodali sebagian aktiva lancarnya yang berfluktuasi dengan modal permanen. 2) Kebijakan Modal Kerja Moderat
24
Perusahaan dapat pula mengambil kebijakan yang moderat dimana perusahaan mencoba menyelaraskan stuktur maturitas aktiva dan utang-utangnya, yaitu kebutuhan akan aktiva lancar yang bersikaf sementara dimodali dari sumber jangka pendek dan total aktiva lancar permanen dan aktiva tetap dimodali dari sumber jangka panjang. 3) Kebijakan Modal Kerja Agresif Kebijakan yang agresif adalah bila semua aktiva lancar dimodali dengan modal jangka pendek, tetapi sebagian dari aktiva lancar permanen dimodali dengan kredit jangka pendek.
2.3
Return On Investment
2.3.1 Pengertian Return On Invesment Return On Investment (ROI) atau sering disebut juga hasil pengambilan atas total aktiva dapat digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumber dananya. Analisis rasio adalah metode perhitungan dan interprestasi rasio keuangan untuk menilai kinerja dan status suatu perusahaan input dasar untuk analisa rasio adalah laporan laba rugi dan neraca pada suatu periode tertentu yang akan dievaluasi M, Manullang (2005) Profitabilitas
sering
digunakan
untuk
mengukur
efesiensi
penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan memperbandingkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi, oleh karena itu
25
keuntungan yang besar tidak menjamin atau bukan merupakan ukuran bahwa perusahaan tersebut rendabel. Oleh karena itu bagi manajemen atau pihak-pihak lain, profitabilitas yang tinggi lebih penting dari pada keuntungan yang besar. Menurut
Sutrisno
(2005)
rentabilitas
atau
profitabilitas
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba dengan melalui seluruh kemampuan dan sumber yang ada, seperti adanya kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan. Dalam hal ini bahwa terlihat bahwa salah satu dari modal kerja adalah termasuk di dalamnya kas. Jadi, modal kerja merupakan salah satu faktor yang mampu mendukung profitabilitas menjadi baik. James C, Van Horne mengungkapkan bahwa (2005) rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Dari pendapat tersebut maka dapat di ketahui bahwa rasio profitabilitas di gunakan untuk mengukur sejauh mana perusahaan mampu menghasilkan keuntungan dari segi penjualannya, dari asset yang dimilikinya, dan modal saham pada suatu kondisi tertentu. Salah
satu
perhitungan
rasio profitabilitas adalah dengan
menggunakan return on investment (ROI) untuk mengukur keseluruhan keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia.
26
Menurut Dermawan Sjahrial (2007) return on investment itu sendiri adalah salah satu bentuk rasio profitabilitas yang di maksudkan untuk dapat mengukur kemampuan atau produktivitas perusahaan melalui keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva untuk operasi suatu perusahaan dalam menghasilkan laba, Return On Investment (ROI) dapat dihitung dengan rumus:
Dari pendapat tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba melalui kegiatan operasinya dengan bantuan rasio keuangan. Sementara itu Return On Investment (ROI) sendiri adalah merupakan salah satu bentuk rasio keuangan dalam mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba dengan membandingkan antara laba bersih (setelah pajak) dengan keseluruhan aktiva yang ada dalam perusahaan. Kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba sangat penting diukur untuk mengetahui efektifitas jalannya perusahaan selama perusahaan berjalan atau satu periode yang merupakan profitabilitas salah satu instrument atau cara untuk dapat mengetahui sejauh mana perusahaan mampu untuk memperoleh laba dari hasil penjualan produknya tersebut, maka perusahaan mampu untuk memperoleh laba dari hasil penjualan produknya tersebut maka dapatlah digunakan analisis rasio yaitu rasio
27
pengembalian investasi atau yang sering disebut dengan Return On Investment (ROI). Dalam hal ini rasio pengembalian investasi Return On Investment (ROI) akan dapat mengukur kemampuan atau produktivitas perusahaan melalui keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva untuk opersi suatu perusahaan dalam menghasilkan laba. Maka apabila tingkat perputaran modal kerja tinggi ataupun rendah hal ini akan mempengaruhi secara langsung terhadap besar kecilnya dana yang harus di investasikan dalam bentuk kas, piutang dan persediaan. Semakin tinggi tingkat perputaran modal kerja , maka semakin cepat dana terikat dalam modal kerja. Dan semakin tinggi tingkat perputaran modal kerja berarti semakin cepat pula perusahaan mampu dalam menghasilkan laba dari opersional usahanya. Dan sebaliknya semakin rendah tingkat perputaran modal kerja, maka semakin lama dana yang terikat dalam modal kerja yang berarti semakin lama pula perusahaan memperoleh laba dari hasil penjualan produknya.
2.3.2
Kegunaan Return On Investment (ROI) Kegunaan dari analisa rasio ROI menurut Dermawan Sjahrial (2007) adalah sebagai berikut: a. Sebagai salah satu kegunaannya yang prinsipil ialah sifatnya yang menyeluruh. Apabila pe rusahaan sudah menjalankan praktek akuntansi yang baik maka manajemen dengan menggunakan teknik
28
analisa ROI dapat mengukur efesiensi penggunaan modal yang bekerja, efisiensi produksi dan efisiensi bagian penjualan. b. Apabila perusahaan dapat mempunyai data industri sehingga dapat diperoleh ratio industry, maka dengan analisa ROI ini dapat dibandingkan efisiensi penggunaan modal pada perusahaannya dengan perusahaan lain yang sejenis sehingga dapat diketahui apakah perusahaannya berada di bawah, sama, atau di atas rata-ratanya. c. Analisa ROI pun dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakantindakan yang dilakukan divisi/bagian, yaitu dengan mengalokasikan semua biaya dan modal ke dalam bagian yang bersangkutan. d. Analisa ROI juga dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-masing produk yang dihasilkan oleh perusahaan. e. ROI selain berguna untuk keperluan kontrol, juga berguna untuk keperluan perencanaan.
2.4 Hubungan Perputaran Modal Kerja Terhadap ROI Modal kerja mempunyai keterkaitan yang erat dengan ROI karena ROI
merupakan
persentase
dari
setiap
rupiah
penjualan
yang
menghasilkan laba bersih. Hubungan laba bersih dengan penjualan bersih kerap kali dipakai untuk mengevaluasi efisiensi perusahaan dalam mengendalikan biaya dan beban yang berkaitan dengan penjualan. Sedangkan
untuk
modal
kerja
29
menggambarkan
tentang
indikasi
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat waktu. Menurut Agus Harjito (2007) jika modal kerja yang cukup baik dapat dipastikan bahwa ROI juga memiliki keadaan yang baik atau sebaliknya.
30