BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Teori Kognitif Teori ini awal mula diambil oleh Anthony G. Greenwald pada tahun 1930an. Pendekatan Kognitif menekankan pada proses mental. Keputusan yang diterima diproses melalui pemilihan, perbandingan dan penyatuan dengan keputusan lainnya yang masih berlaku. Penggabungan keputusan ini kemudian akan diubah dan disusun kembali. Hasil pemikiran bergantung pada proses mental tersebut. Ahli-ahli psikologi kognitif menekankan bahwa kita bukanlah penerima rangsangan-rangsangan yang pasif, sebaliknya otak kita akan memproses secara aktif keputusan yang diterima dan menukarkan pengertian tersebut kepada bentuk atau kategori baru. Seseorang individu itu seharusnya memaksimalkan penggunaan akal mereka supaya mereka dapat menjadi individu yang berfikir aktif. Sebagai manusia yang telah dikaruniakan akal untuk berfikir, kita seharusnya dapat
bertindak dengan sewajarnya apabila menerima sesuatu
keputusan dan bersedia pula untuk bersikap tegar jika kita mendapatkan bahwa ide kita belum bisa diterima Teori-teori / model yang membahas tentang perubahan sikap ialah:
7
8
a. Model Respon Kognitif (Cognitive Respon Theory) Suatu teori yang coba menjelaskan bagaimana manusia memperoleh dan merubah sikap mereka apabila bertindak dalam keadaan tersudut. Teori ini memberi fokus kepada kenyataan bahwa penerima sesuatu keputusan buka sekedar memberi tindak lanjut terhadap keputusan yang diterima, tetapi juga menggerakkan pemikirannya terhadap keputusan tersebut. Apabila seseorang menerima suatu masalah, pemberi keputusan yang coba memberi pesan dalam suatu permasalahan, pasti keputusan tersebut akan dikaitkan dengan informasi yang tersedia saat ini. Hal itu menjadikan pemikiran seseorang untuk bertindak kritis terhadap keputusan tersebut. Kajian beliau adalah berkenaan dengan perubahan
sikap.
Perubahan sikap
ini
berhubung dengan
pembelajaran, persepsi, fungsi dan konsistensi. b. Teori Perbedaan Kognitif (Cognitive Different Theory) Kognitif perbedaan adalah keadaan ketidakselarasan atau perbedaan dalam individu tersebut, bila individu tersebut merasa dirinya mempunyai ide atau tanggapan yang tidak sejalan dengan orang lain, maka akan muncul situasi perbedaan ini. Dalam situasi ini biasanya kita akan mencoba untuk mengubah pendapat mereka. Perbedaan ini mungkin terjadi karena diantara suatu sikap dengan sikap yang lainnya terdapat perbedaan atau sikap dengan tingkah laku. Misalnya, sesorang wanita menentang kebenaran (sikap). Dia
9
tidak suka para lelaki mengerjakan hal yang seharusnya dikerjakan oleh kaum wanita (sikap). Ini merupakan suatu “perbedaan” antara sikap dengan tingkah laku.contoh selanjutnya, seseorang ingin melakukan diet (sikap), tetapi setiap hari dia makan makanan yang memiliki tingkat kolesterol tinggi (tingkah laku). Disini, kita dapat lihat “perbedaan” antara sikap dan tingkah laku sesorang. Masalah seperti ini akan mendorong kita untuk bertindak sesuai kenyataan yang bertentangan dengan kepercayaan dan tingkah lakunya. c. Teori Perkembangan Kognitif (Cognitive Development Theory) Ahli psikologi Eropa telah lama mengenal secara pasti asas pembentukan mental dan hubungannya dengan
perkembangan
kognitif mannusia. Mereka menyarankan bahwa akal mempunyai peranan penting dalam aspek perkembangan yang dilalui oleh manusia. Piaget mengatakan tiap anak-anak mempunyai corak perkembangan yang berbeda. Dengan alasan itu, anak-anak yang dalam suatu proses mengasah kebolehan mereka saja tetapi juga mengasah kecepatan perkembangan kognitif mereka. Piaget berpendapat bahwa perkembangan iti berlaku dengan proses-proses dan proses lebih awal adalah mutlak bagi perkembangan prosesproses yang berikutnya karena proses awal itu acuan bagi perkembangan kecerdasan anak selanjutnya.
10
2. Pemahaman Akuntansi Akuntansi adalah sistem informasi yang mengukur aktivitas bisnis, memproses
informasi
menjadi
laporan
keuangan,
dan
mengkomunikasikan hasilnya kepada para pembuat pengambil keputusan. Akuntansi merupakan ‘bahasa bisnis’. Semakin baik anda memahami bahasa tersebut , akan semakin baik keputusan anda, dan semakin baik anda dapat mengelola keuangan anda.(Warren CS, 2005). American Accounting Association mendefinisikan akuntansi sebagai proses mengidentifikasikan, mengukur, dan melaporkan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut (Soemarso, 2000). Definsi ini mengandung beberapa pengertian, yaitu: 1. Akuntansi merupakan proses yang terdiri dari identifikasi,
pengukuran dan pelaporan informasi ekonomi. 2. Informasi ekonomi yang dihasilkan oleh akuntansi diharapkan
beguna dalam penilaian dan pengambilan keputusan mengenai kesatuan usaha yang bersankutan. Suwardjono (1991) menyatakan akuntansi merupakan seperangkat pengetahuan yang luas dan komplek. Cara termudah untuk menjelaskan
pengertian
akuntansi
dapat
dimulai
dengan
mendefinisikannya. Akan tetapi, pendekatan semacam ini mengandung
11
kelemahan.
Kesalahan
dalam
pendefinisian
akuntansi
dapat
menyebabkan kesalahan pemahaman arti sebenarnya akuntansi. Akuntansi sering diartikan terlalu sempit sebagai proses pencatatan yang bersifat teknis dan prosedural dan bukan sebagi perangkat pengetahun yang melibatkan penalaran dalam menciptakan prinsip, prosedur, teknis, dan metode tertentu. Paham dalam kamus besar bahasa indonesia memiliki arti pandai atau mengerti benar sedangkan pemahaman adalah proses, cara, perbuatan memahami atau memahamkan. Ini berarti bahwa orang yang memiliki pemahaman akuntansi adalah orang yang pandai dan mengerti benar akuntansi. Dalam hal ini, pemahaman akuntansi akan diukur dengan menggunakan nilai mata kuliah akuntansi yaitu pengantar akuntansi 1, pengantar akuntansi 2, akuntansi menengah 1, akuntansi menengah 2, akuntansi keuangan lanjutan 1, akuntansi keuangan lanjutan 2, auditing 1, auditing 2, dan teori akuntansi. Mata kuliah tersebut merupakan mata kuliah yang didalamnya terdapat unsur-unsur yang menggambarkan akuntansi secara umum. Definisi Akuntansi menurut American Accounting Association dalam
Amsi
Amalia
Lutfi
(2007)
adalah
“suatu
proses
pengidentifikasikan, mengukur dan melaporkan informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penelitian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut”.
12
Pendidikan yang tinggi yang harus mengacu pada program Link dan Match. Link dan Match disini berarti keterkaitan antara produktifitas baik mencakup kuantitas, kualitas, kualifikasi yang dibutuhkan
dengan
kebutuhan
masyarakat
maupun
individu
pembangunan, lulusan
dunia
perguruan
industri,
tinggi
yang
bersangkutan. Namun , pada kenyataannya pasar kerja dan dunia kerja, tidak hanya membutuhkan lulusan perguruan tinggi yang sudah memiliki penguasaan akan ilmu pengetahuan, namun dibutuhkan juga keterampilan atau praktek langsung dari pengetahuan tersebut. “Pendidikan akuntansi setidaknya harus dapat mempersiapkan peserta didik untuk mulai dan mengembangkan keanekaragaman karier professional dalam bidang akuntansi” hal ini dinyatakan oleh The Institute Of Chartered accountrans Of Australia (ICAA) (1993), Ward, 1996) dan juga Accounting Education Comission (AECC) yang dibentuk di Amerika Serikat untuk menindaklanjuti pernyataan The Bredford Comitee. Oleh karena itu, menurut penelitian Eka Indah Trisniwati dan Sri Suryaningsum tidak hanya diperlukan pengetahuan bisnis dan akuntansi saja, tetapi juga penguasaan keterampilan intelektual, interpersonal, dan komunikasi serta orientasi professional. Pemahaman dalam Teori Kognitif Dalam kategori kognitif pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk memahami materi. Seseorang yang mampu memahami sesuatu antara lain dapat menjelaskan narasi (pernyataan
13
kosa kata) kedalam angka dan juga dapat menafsirkan sesuatu melalui kalimat sendiri atau dengan rangkuman. Pemahaman juga dapat ditunjukkan dengan kemampuan memperkirakan kecenderungan, kemampuan, analisis dari berbagai akibat penyebab suatu gejala.
3. Kecerdasan Emosional Dalam Kamus besar Bahasa Indonesia (2002) mendefinisikan Emosi sebagai luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat serta keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis seperti kegembiraan,
kesedihan,
keharuan
dan
kecintaan.
Goleman
menganggap emosi berujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan yang biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosional adalah hal-hal yang berhubungan dengan emosi (Sri Suryaningsum, 2004). Berdasarkan
pengertian
tradisional,
kecerdasan
meliputi
kemampuan membaca, menulis dan berhitung yang merupakan ketrampilan kata dan angka yang menjadi fokus di pendidikan formal (sekolah) dan sesungguhnya mengarahkan seseorang untuk mencapai sukses dibidang akademis. Tetapi definisi keberhasilan hidup tidak hanya itu saja. Pandangan baru yang berkembang mengatakan bahwa ada kecerdasan lain di luar kecerdasan intelektual (IQ) seperti bakat, ketajaman sosial, hubungan sosial, kematangan emosi dan lain-lain
14
yang harus dikembangkan juga. Kecerdasan yang dimaksud adalah kecerdasan emosional (EQ) (Melandy dan Aziza, 2006). Istilah “kecerdasan emosional” pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University of New Hamphisire Amerika untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Kualitas-kualitas itu antara lain adalah: empati (kepedulian),
mengungkapkan
dan
memahami
perasaan,
mengendalikan amarah, kemandirian, kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah antar pribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan, dan sikap hormat (Nuraini, n.d). Goleman mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Temuan Cherniss dalam Trisniwati dan Suryanigrum (2003) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan
mengendalikan
perasaan
sendiri
dan
orang
lain,
serta
menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Temuan David Weschler (1958) dalam Trisniwatti dan Suryaningsum (2003) mendefinisikan kecerdasan sebagai keseluruhan kemampuan seseorang untuk bertindak bertujuan, untuk berpikir rasional, dan untuk berhubungan dengan lingkungan secara efektif.
15
Konsep Teori Multiple Intelegences Telah
banyak
bermunculan
para
ahli
psikologi
yang
mengembangkan teori-teori kecerdasan dengan berbagai dimensinya, mulai dari teori kecerdasannya Alfred Binet tahin 1904 yang beranggapan kecerdasan itu dpat diukur secara objektif dan dapat dinyatakan dalam suatu angka atau nilai “IQ” atau kecerdasan intelektual. Karena kecerdasan intelektual dipercaya sebagai sumber keberhasilan dalam berbagai aspek kehidupan termasuk dalam belajar atau pendidikan, sehingga sering disebut sebagai era intelligence yang diartikan sebagai kognitif. Namun tidak hanya sampai disitu penelitian tentang kecerdasan itu berlangsung, karena fakta menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual saja tidak menjamin keberhasilan seseorang. Sekitar tahun 1920 berkembanglah teori kecerdasan emosional, faktor emosi dikemukakan oleh david Wechsle pada tahun 1946, beliau membicarakan apa yang disebutnya sebagai kemampuan afektif dan konatif, yang pada dasarnya adalah kecerdasan emosional dan sosial yang menurutnya amat penting dalam memberikan gambaran secara menyeluruh.
4. Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual ditemukan oleh Danah Zohar dan Ian Marshall pada pertengahan tahun 2000. Zohar dan Marshall (2001) menegaskan bahwa kecerdasan spiritual adalah landasan untuk
16
membangun IQ dan EQ. Spiritual berasal dari bahasa Latin spiritus yang berati prinsip yang memvitalisasi suatu organisme. Sedangkan, spiritual dalam SQ berasal dari bahasa Latin sapientia (sophia) dalam bahasa Yunani yang berati ’kearifan’ (Zohar dan Marshall, 2001). Zohar dan Marshall (2001) menjelaskan bahwa spiritualitas tidak harus dikaitkan dengan kedekatan seseorang dengan aspek ketuhanan, sebab seorang humanis atau atheis pun dapat memiliki spiritualitas tinggi. Kecerdasan spiritual lebih berkaitan dengan pencerahan jiwa. Orang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi mampu memaknai hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif akan mampu membangkitkan jiwa dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Prinsip- prinsip kecerdasan spiritual menurut Agustian (2004), yaitu: a. Prinsip Bintang
Prinsip bintang adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada Allah SWT. Semua tindakan yang dilakukan hanya untuk Allah dan tidak mengharap pamrih dari orang lain dan melakukannya sendiri. b. Prinsip Malaikat (Kepercayaan)
Prinsip malaikat adalah prinsip berdasarkan iman kepada Malaikat. Semua tugas dilakukan dengan disiplin dan baik
17
sesuai dengan sifat malaikat yang dipercaya oleh Allah untuk menjalankan segala perintah Allah SWT. c. Prinsip Kepemimpinan
Prinsip kepemimpinan adalah prinsip berdasarkan iman kepada Rasullullah SAW. Seorang pemimpin harus memiliki prinsip yang teguh, agar mampu menjadi pemimpin yang sejati. Seperti Rasullullah SAW adalah seorang pemimpin sejati yang dihormati oleh semua orang. d. Prinsip Pembelajaran
Prinsip pembelajaran adalah prinsip berdasarkan iman kepada kitab.
Suka
membaca
dan
belajar
untuk
menambah
pengetahuan dan mencari kebenaran yang hakiki. Berpikir kritis terhadap segala hal dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman dalam bertindak. e. Prinsip Masa Depan
Prinsip masa depan adalah prinsip yang berdasarkan iman kepada ”hari akhir”. Berorientasi terhadap tujuan, baik jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang, disertai keyakinan akan adanya ”hari akhir” dimana setiap individu akan mendapat balasan terhadap setiap tindakan yang dilakukan. f. Prinsip Keteraturan
18
Prinsip keteraturan merupakan prinsip berdasarkan iman kepada ”ketentuan Tuhan”. Membuat semuanya serba teratur dengan menyusun rencana atau tujuan
5. Perilaku Belajar Menurut
Suwardjono (2004), Belajar di perguruan tinggi
merupakan suatu pilihan srategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa terhadap belajar sangat dipengaruhi oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan tujuan lembaga pendidikan yang jelas. Kuliah merupakan ajang untuk mengkonfirmasi pemahaman mahasiswa dalam proses belajar mandiri. Pengendalian proses belajar lebih penting daripada hasil atau nilai ujian. Jika proses belajar dijalankan dengan baik, nilai merupakan konsekuensi logis dari proses tersebut. (Suwardjono : 2004). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar memilki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Definisi ini memiliki pengertian bahwa belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai kepandaian atau ilmu. Terdapat beberapa ciri-ciri belajar (Baharuddin dan Wahyuni, 2007), yaitu: 1) Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (change behavior). Ini berarti bahwa, hasil dari belajar hanya dapat diamati
19
dari tingkah laku, yaitu adanya perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu dan dari tidak terampil menjadi terampil. 2) Perubahan perilaku relative permanent. Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-ubah. 3) Perubahan perilaku yang bersifat potensial. Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi tidak segera nampak pada saat proses belajar sedang terjadi, tetapi akan nampak dilain kesempatan. 4) Perubahan tingkah laku yang merupakan hasil latihan atau pengalaman. Ini berarti bahwa, pengalaman atau latihan dapat memberi kekuatan. Kekuatan itu akan memberikan semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku. Menurut Suwardjono (2004) perilaku belajar yang baik terdiri dari, kebiasaan-kebiasan: a. Mengikuti pelajaran, Kebiasaan mengikuti pelajaran adalah kebiasaan yang dilakukan mahasiswa pada saat pelajaran sedang berlangsung. Mahasiswa yang mengikuti pelajaran dengan tertib dan penuh perhatian serta dicatat dengan baik akan memperoleh pengetahuan lebih banyak. Kebiasaan mengikuti pelajaran ini ditekankan pada kebiasaan memperhatikan penjelasan dosen, membuat catatan, dan keaktifan di kelas.
20
b. Membaca buku, Kebiasaan
membaca
buku
merupakan
merupakan
ketrampilan membaca yang paling penting untuk dikuasai mahasiswa. Kebiasaan membaca harus di budidayakan agar pengetahuan mahasiswa dapat bertambah dan dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa dalam mempelajari suatu pelajaran. c. Kunjungan Keperpustakaan Kunjungan
ke
perpustakaan
merupakan
kebiasaan
mahasiswa mengunjungi perpustakaan untuk mencari referensi yang dibutuhkan agar dapat menambah wawasan dan pemahman terhadap pelajaran. Walaupun pada dasarnya sumber bacaan bisa ditemukan dimana-mana, namun tempat yang paling umum dan memiliki sumber yang lengkap adalah perpustakaan. d. Menghadapi ujian. Kebiasaan menghadapi ujian merupakan persiapan yang biasa dilakukan mahasiswa ketika akan menghadapi ujian. Setiap ujian tentu dapat dilewati oleh seorang siswa dengan berhasil jika sejak awal mengikuti pelajaran, siswa tersebut mempersiapkan dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, siswa harus menyiapkan diri dengan belajar secara teratur, penuh disiplin, dan konsentrasi pada masa yang cukup jauh sebelum ujian dimulai. Untuk meningkatkan kebiasaan belajar, sebaiknya lebih dulu menggariskan berapa lama waktu yang digunakan untuk belajar,
21
seberapa baik berkonsentrasi dan bagaimana sikap dan metode yang digunakan dalam belajar. Teori Belajar Dengan
berkembangnya
psikologi
dalam
pendidikan
maka
bermunculan pula berbagai macam teori tentang belajar. Wasty (2006) mengelompokkan teori belajar menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Teori Belajar Behavioristik Teori belajar behavioristik dikemukakan oleh para psikologi behavioristik. Mereka berpendapat, bahwa tingkah laku manusia dikendalikan
oleh
ganjaran
(reward)
atau
penguatan
(reinforcement) dari lingkungan. Dengan demikian, dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulasinya. Para pengajar yang menganut pandangan ini berpendapat bahwa tingkah laku murid atau siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan mereka pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa semua tingkah laku adalah merupakan hasil belajar. 2. Teori Belajar Kognitif Teori ini muncul karena adanya ketidak puasan beberapa para ahli mengenai belajar sebagai proses hubungan stimulus response reinforcement.
Mereka
berpendapat,
bahwa
tingkah
laku
seseorang tidak hanya dikontrol oleh reward dan reinforcement melainkan didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku itu terjadi. Dalam situasi
22
belajar, seseorang terlibat langsung dalam sebuah situasi dan memperoleh pemahaman untuk memecahkan sebuah masalah. 3. Teori Belajar Humanistik Teori ini lebih menekankan pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh pengalaman mereka sendiri.
Menurut
para
pendidik
dalam
teori
humanistik
penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa. Tujuan utamanya adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masingmasing individu untuk mengenal diri sendiri sebagai manusi yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri sendiri.
B. Penelitian Terdahulu Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya sangat penting untuk diungkapkan karena dapat dipakai sebagai sumber informasi dan bahan acuan yang sangat berguna bagi penulis. Penelitian terdahulu mengenai kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan perilaku belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini:
23
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No 1
2
3
4
Judul Penelitian Hanifah & Pengaruh Syukriy Abdullah Perilaku Belajar (2001) Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa Akuntansi Nama Peneliti
Hasil Penelitian
Sri Suryaningsum & Eka Indah Trisniawati (2003)
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara parsial hanya faktor kunjungan keperpustakaan dan kebiasaan menghadapi ujian yang signifikan. Tetapi secara simultan perilaku belajar berpengaruh secara signifikan terhadap prestasi belajar. Kecerdasan emosional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pemahaman akuntansi
Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi Sri Pengaruh Suryaningsum,Su Pendidikan cahyo Heriningsih Tinggi & Afifah Afuwah Akuntansi (2004) Terhadap Kecerdasan Emosional
Melandy dan Aziza (2006)
Tingkat Kecerdasan emosional mahasiswa junior dan mahasiswa tingkat akhir jurusan akuntansi berbeda secara signifikan, namun perbedaan itu lebih dipengaruhi oleh faktor usia semata Pengaruh Terlihat adanya perbedaan Kecerdasan tingkat pengenalan diri dan Emosional motivasi antara mahasiswa Terhadap yang memiliki kepercayaan Tingkat diri kuat dengan mahasiswa Pemahaman yang memiliki kepercayaan Akuntansi, diri lemah, sedangkan untuk Kepercayaan variabel pengendalian diri, Diri Sebagai empati, dan keterampilan Variabel sosial tidak terdapat Pemoderasi perbedaan
24
Pengaruh Hasil penelitiannya adalah Kecerdasan kecerdasan emosional dan Emosional dan kecerdasan spiritual Kecerdasan berpengaruh positif terhadap tingkat Spiritual Terhadap pemahaman akuntansi, Tingkat khususnya pada aspek Pemahaman ketuhanan, kepercayaan, Akuntansi kepemimpinan, jiwa pembelajar, orientasi masa depan, dan keteraturan. 6. FILIA RACHMI Pengaruh Hasil penelitiannya (2010) Kecerdasan Kecerdasan Emosional, Emosional, Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Perilaku Belajar Spiritual, dan Berpengaruh signifikan Perilaku Belajar terhdap tingkat pemahaman Terhadap akuntansi Tingkat Pemahaman Akuntansi 7. Zulmi Fadhillah Pengaruh Berpengaruh signifikan Akbar (2012) Kecerdasan terhadap tingkat Emosional, pemahaman akuntansi Kecerdasan Spiritual Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi Sumber : berbagai sumber jurnal pemahaman akuntansi 5
Hersan Ananto (2008)
C. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini adalah tentang pengaruh kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan perilaku belajar terhadap tingkat pemahaman akuntansi. Untuk pengembangan hipotesis, kerangka pemikiran teoritis ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
25
Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen, yaitu kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan perilaku belajar. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat pemahaman akuntansi. Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran KECERDASAN EMOSIONAL (X1) TINGKAT PEMAHAMAN AKUNTANSI (Y)
KECERDASAN SPIRITUAL (X2)
PERILAKU BELAJAR (X3)
D. Pengembangan Hipotesis Berdasarkan Penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis yang dapat dikembangkan adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Menurut Goleman Kecerdasan Emosional memiliki peran lebih dari 80% dalam mencapai kesuksesan hidup, baik dalam kehidupan pribadi
maupun
kehidupan
professional.
Sedangkan,
Menurut
Suwardjono (1990) untuk menjadi seorang lulusan akuntansi yang
26
berkualitas diperlukan waktu yang panjang dan usaha yang keras serta dukungan dari pihak lain yang akan mempengaruhi pengalaman hidup lulusan tersebut tentunya kita juga jangan melupakan bahwa pengukuran
prestasi
akademik
juga
sama
pentingnya
untuk
mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai mahasiswa dalam belajar. Berdasarkan uraian diatas maka hipotesisnya sebagai berikut : Ha1: Kecerdasan Emosional berpengaruh positif terhadap Tingkat Pemahaman Mahasiswa Akuntansi.
2. Pengaruh Kecerdasan Spiritual Terhadap Tingkat
Pemahaman
Akuntansi Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup seseorang dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakana dibandingkan dengan yang lain (Zohar dan Marshall, 2001). Kecerdasan spiritual adalah landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Kecerdasan spiritual yang baik dapat dilihat dari ketuhanan, kepercayaan, kepemimpinan, pembelajaran dan keteraturan. Oleh karena itu, seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi akan memotivasi mahasiswa untuk lebih giat belajar karena mahasiswa yang memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi, memiliki rasa ingin
27
tahu yang tinggi, sehingga memiliki motivasi untuk selalu belajar dan memiliki kreativias yang tinggi pula. Begitu pula sebaliknya, mahasiswa dengan kecerdasan spiritual yang rendah akan kurang termotivasi dalam belajar yang terjadi adalah melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai yang baik, sehingga pemahaman dalam akuntansi menjadi kurang. Maka dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: Ha2: Kecerdasan spiritual (prinsip ketuhanan, kepercayaan yang teguh, berjiwa kepemimpinan, berjiwa pembelajar, berorientasi masa depan, prinsip keteraturan) berpengaruh positif terhadap tingkat pemahaman akuntansi.
3. Pengaruh Perilaku Belajar Terhadap Tingkat Pemahaman Akuntansi. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan seseorang dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan seterusnya, untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang lebih baik secara keseluruhan akibat interaksinya dengan lingkungannya. Rampengan (dalam hanifah dan syukriy, 2001) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar diperlukan perilaku belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan, dimana dengan perilaku belajar tersebut tujuan pendidikan dapat dicapai secara efektif dan efisien, sehingga prestasi akademik dapat di tingkatkan. Hal-hal yang berhubungan dengan perilaku belajar yang baik dapat dilihat dari
28
kebiasaan mengikuti pelajaran, kebiasaan membaca buku, kunjungan ke perpustakaan dan kebiasaan menghadapai ujian (Marita dkk, 2008). Oleh karena itu, dengan perilaku belajar yang baik dan benar akan mengarah pada pemahaman terhadap pelajaran yang maksimal. Sebaliknya, dampak dari perilaku belajar yang jelek dan buruk akan mengarah pada pemahaman terhadap pelajaran yang kurang maksimal. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesisnya sebagai berikut: Ha3: Perilaku Belajar berpengaruh positif terhadap Tingkat Pemahaman Mahasiswa Akuntansi.