BAB II LANDASAN TEORI
A. Intellectual Capital (IC) Ketertarikan akan IC bermula ketika Tom Stewart, pada Juni 1991, menulis sebuah artikel (“Brain Power - How Intellectual Capital Is Becoming America’s Most Valuable Asset”), yang mengantar IC kepada agenda manajemen (Ulum, 2009). Stewart (1997) mendefinisikan IC dalam artikelnya sebagai berikut: “The sum of everything everybody in your company knows that gives you a competitive edge in the market place. It is intellectual material - knowledge, information, intellectual property, experience - that can be put to use to create wealth” Brooking (1996) dalam Ulum (2009) menawarkan definisi yang lebih komprehensif dengan menyatakan bahwa istilah intellectual capital diberikan untuk kombinasi intagible assets yang dapat membuat perusahaan untuk berfungsi. Brooking (1996) menyatakan bahwa IC adalah istilah yang diberikan untuk menkombinasikan intangible assets dari pasar, property intelektual, infrastruktur dan pusat manusia yang menjadikan suatu perusahaan menjadi berfungsi.
8
9
Roos et al. (1997) menyatakan bahwa “IC includes all the processes and the assets which are not normally shown on the balance sheet and all the intangible assets (trademarks, patent and brands) which modern accounting methods consider...” sedangkan Bontis (1996) mengakui bahwa IC bersifat elusive, tetapi sekali ditemukan dan dieksploitasi akan memberikan organisasi basis sumber baru untuk berkompetisi dan menang (Ulum, 2009). Banyak definisi dari IC menurut pakar dan kalangan bisnis di atas, namun secara umum jika diambil suatu benang merah dari berbagai definisi IC yang ada, maka IC dapat didefinisikan sebagai jumlah dari apa yang dihasilkan oleh tiga elemen utama organisasi (human capital, structural capital, customer capital) yang berkaitan dengan pengetahuan dan teknologi yang dapat memberikan nilai lebih bagi perusahaan berupa keunggulan bersaing organisasi (Sawarjuwono, 2003). Metode pengukuran intellectual capital (IC) dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori (Tan et al., 2007), yaitu: a. model yang tidak menggunakan pengukuran moneter; dan b. model yang menggunakan ukuran moneter. Metode yang kedua tidak hanya termasuk metode yang mencoba mengestimasi nilai uang dari intellectual capital, tetapi juga ukuran-ukuran turunan dari nilai uang dengan menggunakan rasio keuangan.
10
B. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) Pengukuran Intellectual Capital telah dilakukan oleh para peneliti untuk dapat melakukan penelitian terhadap Intellectual Capital. Salah satunya yaitu dengan menggunakan metode pengukuran monetary yang dikembangkan oleh Pulic yang disebut dengan Value Added Intellectual Coefficient (VAIC). Metode pengukuran ini didesain untuk menyajikan informasi tentang value creation efficiency dari aset berwujud (tangible assets) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) merupakan instrumen untuk mengukur kinerja intellectual capital perusahaan. pendekatan ini relatif mudah dan sangat mungkin untuk dilakukan. Karena dikonstruksikan dari akun-akun dalam laporan keuangan perusahaan (neraca, laba rugi) (Ulum, 2009). Kelebihan yang dimiliki metode Pulic, antara lain : mempunyai dasar ukuran yang standar dan konsisten, angka-angka yang standar umumnya tersedia dalam laporan keuangan perusahaan (Pulic dan Bornemann, 1999). Data yang digunakan dalam perhitungan ini telah diaudit sehingga lebih objektif dan dapat diverifikasi (Pulic, 1998, 2000). Model Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation). Value added dihitung sebagai selisih antara output dan input. Output (OUT)
11
merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual dipasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam IN. Karena itu, aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai entitas penciptaan nilai (value creating entity) (Ulum, 2009). Value added (VA) dipengaruhi oleh efisiensi dari tiga jenis input yang dimiliki perusahaan, antara lain : Capital Employed (CE), Human Capital (HC), dan Structural Capital (SC). 1.
Capital Employed Efficiency (CEE) Hubungan value added (VA) yang pertama adalah menggunakan modal
fisik (CA), disebut sebagai “Capital Employed Efficiency” (CEE). Hal ini merupakan indikator bahwa VA diciptakan oleh satu unit modal fisik. Pulic mengasumsikan bahwa jika 1 unit dari CA menghasilkan return yang lebih besar dalam satu perusahaan daripada perusahaan yang lain, maka perusahaan tersebut lebih baik dalam memanfaatkan CA-nya. Dengan demikian, pemanfaatan CA yang lebih baik merupakan bagian dari IC perusahaan. Bila dibandingkan lebih dari sekelompok perusahaan, CEE menjadi indikator dari kemampuan intelektual perusahaan untuk lebih memanfaatkan modal fisik.
12
2.
Human Capital Efficiency (HCE) Hubungan yang kedua adalah VA dan HC. ”Human Capital Efficiency”
(HCE) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan. Konsisten dengan pandangan para penulis IC terkemuka lainnya (Edvinsson, 1997; Sveiby, 1998; Pulic, 1998 dalam Tan et al., 2007) berpendapat bahwa total biaya gaji dan upah merupakan indikator dari HC perusahaan. Pulic berpendapat bahwa sejak pasar menentukan gaji sebagai akibat dari kinerja, secara logis dapat disimpulkan bahwa keberhasilan HC harus dinyatakan dengan kriteria yang sama. Dengan demikian, hubungan antara VA dan HC menunjukkan kemampuan untuk menciptakan nilai HC dalam sebuah perusahaan. Demikian pula, jika dibandingkan dengan lebih dari satu kelompok perusahaan, HCE menjadi indikator kualitas sumber daya manusia dari perusahaan dan kemampuan mereka untuk menghasilkan VA untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk HC. 3.
Structural Capital Efficiency (SCE) Hubungan ketiga adalah "Structural Capital Efficiency" (SCE), yang
menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. Dalam model Pulic, SC adalah VA dikurangi HC. Apabila kontribusi dalam penciptaan nilai HC kurang, maka semakin besar kontribusi dari SC. Dalam Tan et al. (2007), Pulic (2000) berpendapat, hal ini telah diverifikasi oleh penelitian empiris yang menunjukkan sektor industri tradisional. Dalam industri berat dan pertambangan
13
misalnya, VA hanya sedikit lebih besar dari HC, dengan komponen SC yang tidak signifikan. Di sisi lain, dalam industri farmasi dan sektor perangkat lunak, situasi yang sama sekali berbeda diamati. HC menciptakan hanya 25-40 persen dari seluruh VA dan kontribusi besar disebabkan oleh SC. Oleh karena itu, hubungan antara ketiga VA dan SC yang digunakan dihitung dengan cara yang berbeda karena HC dan SC berada dalam proporsi terbalik sejauh menyangkut penciptaan nilai. SCE mengukur jumlah SC yang diperlukan untuk menghasilkan rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana SC sukses dalam penciptaan nilai. Tidak seperti CEE dan HCE, VA adalah pada penyebut untuk SCE. Rasio terakhir adalah perhitungan kemampuan intelektual perusahaan. Ini adalah jumlah dari koefisien-koefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan ini diformulasikan dalam indikator baru dan unik, yaitu VAIC (Tan et al., 2007). Metode Pulic ini memiliki daya tarik dalam hal kemudahan pemerolehan data dan memungkinkan analisis lebih lanjut akan dilakukan pada sumber-sumber data lainnya. Data yang diperlukan untuk memperoleh rasio standar dari angka finansial standar pada umumnya tersedia dari laporan keuangan auditan.
14
Contoh Perhitungan : Berikut ini adalah data keuangan PT. Bank Mandiri, Tbk (BMRI) tahun 2011 yang disajikan dalam jutaan Rupiah : a. b. c. d. e. f. g.
Total Pendapatan Bunga Total Pendapatan Operasional Lainnya Total Beban Bunga Total Beban Operasional Lainnya Total Ekuitas Laba Bersih Beban Karyawan
= 37.730.019 = 11.768.351 = 15.954.037 = 16.312.021 = 62.654.408 = 12.695.885 = 6.766.471
VA (Value Added) = OUTPUT – INPUT = [(37.730.019 + 11.768.351) – (15.954.037 + 16.312.021 – 6.766.471) = 23.998.783 CEE (Capital Employed Efficiency) = VA / CE = 23.998.783 / (62.654.408 + 12.695.885) = 0,3185 HCE (Human Capital Efficiency) = VA / HC = 23.998.783 / 6.766.471 = 3,5467 SCE (Structural Capital Efficiency) = SC / VA = (23.998.783 – 6.766.471) / 23.998.783 = 0,7180 VAIC (Value Added Intellectual Coefficient) = CEE + HCE + SCE = 0,3185 + 3,5467 + 0,7180 = 4,5832 (Sumber : Ihyaul Ulum, 2009 dan Sarayuth Saengchan, 2008)
15
C. Kinerja Keuangan Pengertian kinerja menurut Simanjuntak (2011, hal 1) adalah tingkat pencapaian hasil atas pelaksanaan tugas tertentu. Kinerja perusahaan adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan. Menurut Mulyadi (1997, hal 419) dalam Sucipto (2003) penilaian kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional suatu organisasi, bagian organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standaran kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Untuk mengetahui kinerja yang dicapai, maka dilakukan pengukuran kinerja. Ukuran kinerja yang umum digunakan yaitu ukuran kinerja keuangan. Pengertian kinerja keuangan adalah penentuan ukuran-ukuran tertentu yang dapat mengukur keberhasilan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba (Sucipto, 2003). Untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan, penelitian ini menggunakan rasio-rasio keuangan yang mencerminkan profitabilitas dan efisiensi perusahaan seperti ROA dan BOPO. 1.
Return On Assets (ROA) Return on assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Return on assets (ROA) yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila return on assets yang negatif menunjukkan
16
bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian. Jadi jika suatu perusahaan mempunyai ROA yang tinggi maka perusahaan tersebut berpeluang besar dalam meningkatkan pertumbuhan. Tetapi jika total aktiva yang digunakan perusahaan tidak memberikan laba maka perusahaan akan mengalami kerugian dan akan menghambat pertumbuhan 2.
Beban Operasional / Pendapatan Operasional (BOPO) Peter Drucker, dalam Hanafi (1999), menyatakan bahwa efisiensi adalah
kemampuan menggunakan sumber daya yang tidak perlu. Efisiensi akan lebih jelas jika dikaitkan dengan konsep perbandingan output-input. Output merupakan hasil suatu organisasi, dan input merupakan sumber daya yang digunakan untuk menghasilkan output tersebut. Dalam kasus perusahaan yang bergerak dibidang perbankan, efisiensi operasi dilakukan untuk mengetahui apakah bank dalam operasinya yang berhubungan usaha pokok bank, dilakukan dengan benar dalam arti sesuai yang diharapkan manajemen dan pemegang saham. Efisiensi operasi juga berpengaruh terhadap kinerja bank, yaitu untuk menunjukkan apakah bank telah menggunakan semua faktor produksinya dengan tepat guna (Mawardi, 2005). Menurut Bank Indonesia, efisiensi operasi diukur dengan membandingkan total biaya operasi dengan total pendapatan operasi atau yang sering disebut BOPO. Rasio BOPO ini bertujuan untuk mengukur kemampuan pendapatan operasional dalam menutup biaya operasional. Rasio yang semakin meningkat mencerminkan kurangnya kemampuan bank dalam menekan biaya operasional
17
dan meningkatkan pendapatan operasionalnya yang dapat menimbulkan kerugian karena bank kurang efisien dalam mengelola usahanya (SE. Intern BI, 2004). Bank Indonesia menetapkan angka terbaik untuk rasio BOPO adalah dibawah 90%, karena jika rasio BOPO melebihi 90% hingga mendekati angka 100% maka bank tersebut dapat dikategorikan tidak efisien dalam menjalankan operasinya. Pada penelitian ini variabel BOPO diambil sebagai salah satu variabel kinerja keuangan bank, karena bagaimanapun juga jika kita berbicara mengenai kinerja suatu perusahaan pastilah juga berhubungan dengan efisiensi operasi perusahaan tersebut. Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin kecil rasio ini berarti semakin efisien biaya operasional
yang dikeluarkan bank yang bersangkutan sehingga
kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil.
D. Hubungan Intellecual Capital dan Return On Assets (ROA) Perusahaan dalam mengelola pengetahuan, keterampilan, dan keahlian modal manusia didukung oleh modal struktural sehingga dapat memudahkan kegiatan operasional perusahaan dan meningkatkan aset perusahaan. Semakin baik perusahaan dalam mengelola intellectual capital tersebut, maka semakin baik perusahaan dalam mengelola aset. Modal intelektual diakui sebagai aset perusahaan karena mampu menghasilkan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif diperoleh perusahaan yang memiliki aset atau kapabilitas yang khas
18
(Kuncoro, 2006). Dapat dikatakan bahwa modal intelektual memberikan kontribusi pada kinerja keuangan perusahaan. Pengelolaan aset yang baik dapat meningkatkan laba atas sejumlah aset yang dimiliki perusahaan yang diukur dengan Return On Asset (ROA). Indikator Return On Asset (ROA) dapat merefleksikan keuntungan bisnis dan efisiensi perusahaan dalam pemanfaatan total aset serta merupakan proksi untuk pengukuran profitabilitas (Chen et al.,2005). Semakin tinggi Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) maka semakin tinggi pula Return On Asset (ROA) perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh keuntungan bersih (Anita dan Rahadian, 2003).
E. Hubungan Intellecual Capital dan Beban Operasional / Pendapatan Operasional (BOPO) Efisiensi dalam dunia perbankan salah satunya yaitu efisiensi biaya. Efisiensi
biaya
mencerminkan
besarnya
biaya
yang
diperlukan
untuk
melaksanakan kegiatan yang ditentukan perusahaan. Menurut Wijaya (2005), jika terjadi perubahan struktur keuangan
yang cepat maka penting untuk
mengidentifikasikan efisiensi biaya dan pendapatan bank yang efisien untuk mendapatkan keuntungan yang optimal. Hal ini mengingat kegiatan utama bank adalah bertindak sebagai perantara, yaitu menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat sehingga biaya dan pendapatan operasional bank didominasi oleh biaya bunga dan hasil bunga. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk
19
mengukur tingkat efisiensi bank dalam melakukan kegiatan operasinya adalah rasio Beban Operasional / Pendapatan Operasional (BOPO). Rasio ini akan menggambarkan tingkat kondisi efisiensi bank tersebut termasuk juga kemampuan dalam pengelolaannya. Pengelolaan modal intelektual sebagai salah satu aset perusahaan hendaknya dapat menekan biaya operasional perusahaan seminimal mungkin sehingga perusahaan dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil kemampuan intelektual perusahaan. Modal intelektual memainkan peran utama dalam efisiensi biaya. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki kemampuan intelektual yang lebih tinggi akan dapat mengelola biayanya dengan lebih efisien. Semakin tinggi Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) maka diharapkan semakin rendah Beban Operasional / Pendapatan Operasional (BOPO) perusahaan tersebut. Semakin rendah Beban Operasional / Pendapatan Operasional (BOPO) menunjukkan semakin efisien perusahaan dalam menjalankan usahanya.
20
F. Penelitian Terdahulu Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama Peneliti 1.
2.
Ihyaul Ulum
Diah Harniek T
Judul Penelitian
Variabel Penelitian
Hasil Penelitian
Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Keuangan Perbankan di Indonesia
Variabel Independen : VAIC (VACA, VAHU, dan STVA)
1. Terdapat pengaruh VAIC terhadap kinerja keuangan perusahaan (ROA, ATO, dan GR). 2. Terdapat pengaruh VAIC terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan (ROA, ATO, dan GR). 3. Tidak ada pengaruh rata-rata pertumbuhan IC (ROGIC) terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan (ROA, ATO, dan GR).
Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Market Value dan Financial Performance pada Perusahaan Jasa Keuangan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel Independen : VAIC (VACA, VAHU, dan STVA)
Variabel Dependen : ROA, ATO, dan GR
Variabel Dependen : MB, ROE, ROA, dan GR
1. Secara simultan (bersama-sama) komponen Intellectual Capital Efficiency berpengaruh positif terhadap pembentukan market value dan financial performance perusahaan jasa keuangan. 2. Secara parsial tidak semua komponen pembentuk Intellectual Capital Efficiency berpengaruh terhadap
21
pembentukan market value dan financial performances perusahaan. 3.
4.
Femega Dian Putriani
Yosi Metta Pramelasari
Pengaruh Struktur Kepemilikan, Tingkat Keuntungan Perusahaan, dan Risiko Perusahaan Terhadap Kinerja Intellectual Capital (Studi Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Variabel Independen : Kepemilikan Keluarga, Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Tingkat Keuntungan Perusahaan, dan Risiko Perusahaan
Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Nilai Pasar dan Kinerja Keuangan Perusahaan
Variabel Independen : VAIC (VACA, VAHU, dan STVA), RD, dan AD
Variabel Dependen : VAIC (VACA, VAHU, dan STVA)
Variabel Independen Dummy : IC – Intensity Variabel Dependen : MtBV, ROE, ROA, dan EP
5.
Anugraheni Cahyaning Murti
Analisis Pengaruh Modal Intelektual
Variabel Independen : VAIC ( VACA, VAHU, dan
1. Kepemilikan keluarga dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja Intellectual Capital. 2. Kepemilikan institusional, tingkat keuntungan perusahaan, dan risiko perusahaan mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap kinerja Intellectual Capital.
1. Intellectual Capital (VAIC) tidak berpengaruh terhadap nilai pasar (MtBV), dan kinerja keuangan perusahaan (ROA, ROE, EP dan GR). 2. VACA dan VAHU berpengaruh signifikan positif terhadap nilai pasar perusahaan (MtBV), dan kinerja keuangan perusahaan (ROA dan ROE). 3. RD hanya berpengaruh terhadap ROA. 1. Terdapat positif terhadap keuangan
pengaruh VAIC kinerja
22
6.
7.
Timotius Tarigan
Dimas Nurdy Prasetya
Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
STVA)
Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Kinerja Perusahaan Sektor Farmasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Variabel Independen : VAIC (VACA, VAHU, dan STVA)
Analisis Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Islamicity Financial Performance Index Bank Syariah di Indonesia
Variabel Independen : VAIC (VACA, VAHU, dan STVA)
Variabel Dependen : ROE, EPS, dan ASR
Variabel Dependen : ROA, ATO, dan MB
Variabel Dependen : PSR, ZPR, EDR, Islamic Income Vs NonIslamic Income,
perusahaan. 2. Terdapat pengaruh positif VAIC terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan. 3. Tidak ada pengaruh positif ROGIC terhadap kinerja keuangan perusahaan masa depan. 4. Kontribusi IC untuk sebuah kinerja masa depan perusahaan akan berbeda sesuai dengan jenis industrinya. 1. Intellectual Capital (VAIC) berpengaruh positif signifikan terhadap ROA dan MB. 2. Intellectual Capital (VAIC) berpengaruh negative tetapi tidak signifikan terhadap ATO.
1. Intellectual Capital berpengaruh signifikan terhadap Islamicity Financial Performance Index dan dapat digunakan untuk memprediksi Islamicity Financial Performance Index masa depan. 2. Rata-rata pertumbuhan Intellectual Capital (ROGIC) berpengaruh signifikan terhadap Islamicity Financial Performance Index masa depan.
23
8.
Gelisha Dian Kharisma Putri
Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Umur Perusahaan Terhadap Kinerja Intellectual Capital (Studi pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Variabel Independen : Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Asing, Kepemilikan Pemerintah, Ukuran Perusahaan, Umur Perusahaan Variabel Dependen : VAIC (VACA, VAHU, dan STVA)
1. Kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap kinerja Intellectual Capital. 2. Kepemilikan asing dan ukuran perusahaan berpengaruh positif yang signifikan terhadap kinerja Intellectual Capital. 3. Kepemilikan pemerintah berpengaruh negatif tetapi signifikan terhadap kinerja Intellectual Capital.
Perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian terdahulu : a.
Variabel Dependen Penelitian
ini
menambahkan
rasio
Beban
Operasional/Pendapatan
Operasional (BOPO) pada variabel dependennya. b.
Tahun Penelitian Penelitian ini menggunakan rentang waktu selama 5 tahun, yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2011.
24
G. Kerangka Berfikir Berdasarkan telaah pustaka dan penelitian terdahulu bahwa investor memberikan penilaian yang berbeda terhadap tiga komponen Value Added Intellectual Coefficient (VAIC), maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini nampak pada gambar. Terdapat hubungan saling mempengaruhi antara variabel independen (CEE, HCE, SCE, dan VAIC) dengan variabel dependen (ROA dan BOPO). Gambar 2.1 Kerangka Berfikir
Return On Assets (ROA) Capital Employed Efficeincy (CEE)
Human Capital Efficiency (HCE)
Value Added Intellectual Coefficient (VAIC) (CEE + HCE + SCE)
Structural Capital Efficiency (SCE) Beban Operasional/Pendapatan Operasional (BOPO)