BAB II LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Bank Syariah 1. Pengertian Bank syariah Menurut Ahmad Rodoni (2008:14) Bank syariah adalah : “Bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah”. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 101 (2007 : 101.1) mengemukakan : “Entitas syariah adalah entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang di nyatakan dalam anggaran dasarnya”. Sedangkan menurut Ascarya (2007 : 30) mengemukakan bahwa : “Bank Islam di Indonesia disebut bank syariah merupakan lembaga keuangan yang berfungsi memperlancar mekanisme ekonomi di sektor riil melalui aktivitas kegiatan usaha (investasi, jual beli dan lainnya) berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang di nyatakan sesuai dengan nilai-nilai syariah yang bersifat makro maupun mikro”. Sesuai dengan undang-undang No. 21 tahun 2008 pasal 1 angka 1: “Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank syariah dan unit syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya”.
9
Sesuai dengan undang-undang No. 21 tahun 2008 pasal 1 angka 7: “Bank syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah”. Secara operasional, Bank Islam menggunakan teknik dan metode investasi seperti kontrak mudharabah, yaitu seorang pemilik modal memberikan kecakapan teknik dan ketrampilan, sedangkan laba di bagi antara keduannya sesuai dengan presentase yang telah disepakati. Jadi, definisi dari Bank Syariah adalah Bank Umum dan BPR dalam operasionalnya sesuai dengan syariah Islam, baik transaksi maupun produk atau jasa yang ditawarkan. Salah satu ciri yang membedakan antara Bank Syariah dengan Bank Konvensional adalah bahwa Bank Syariah tidak mengenal bunga sebagaimana dilakukan oleh Bank Konvensional, namun kelompok bank ini memberlakukan imbalan seperti bagi hasil atau sistem mark up (marjin) jual beli sesuai dengan jenis produk atau transaksi yang dilakukan nasabah.
2. Tujuan Pengembangan Bank Syariah Menurut Adrian Sutedi (2009 : 41) ada empat hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan yang berdasarkan prinsip syariah (islam) yaitu : a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga.
10
b. Terciptanya dual banking system di Indonesia yang mengakomodasi, baik perbankan konvesional maupun perbankan syariah yang akan melahirkan kompetisi yang sehat dan perilaku bisnis yang berdasarkan nilai-nilai moral. c. Mengurangi resiko sistemik dari kegagalan sistem keuangan di Indonesia. d. Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sektor riil dan membatasi spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan ditujukan pada usaha-usaha yang berlandaskan nilai-nilai moral. 3. Fungsi Bank Syari’ah Apabila selama dikenal fungsi bank konvensional adalah sebagai penghubung (Intermediary) antara pihak yang kelebihan dana dan membutuhkan dana selain menjalankan fungsi jasa keuangan, maka bank syariah mempunyai fungsi yang berbeda dengan bank konvensional. Menurut Sofyan S. Harahap, Wiroso, Muhammad Yusuf (2005 : 5) fungsi bank syariah adalah : a. Manajer Investasi Salah satu fungsi Bank Syariah sangat penting adalah sebagai manajer investasi, maksudnya adalah bahwa bank syariah tersebut merupakan manajer investasi dari pemilik dana yang dihimpun, karena besar kecilnya pendapatan (Bagi Hasil) yang diterima adalah oleh pemilik dana yang dihimpun sangat
11
tergantung pada keahlian, kehati-hatian, dan profesionalisme dari bank syariah b. Investor Bank-bank Islam menginvestasikan dana yang disimpan pada bank tersebut (Dana pemilik bank maupun dana rekening investasi) dengan jenis dan pola investasi yang sesuai dengan syariah. Investasi yang sesuai dengan syariah tersebut meliputi akad murabahah, sewa menyewa (leasing), Musyarakah, akad mudharabah,
akad
salam
atau
istishna’,
pembentukan
perusahaan atau akuisisi pengendalian atau kepentingan lain dalam rangka mendirikan perusahaan, memperdagangkan produk, dan investasi atau memperdagangkan saham yang dapat diperjual belikan. Keuntungan dibagikan kepada pihak yang memberikan dana, setelah bank menerima bagian keuntungan mudharibnya yang sudah disepakati sebelum pelaksanaan akad antara
pemilik
rekening
investasi
dan
bank,
sebelum
pelaksanaan akad. c. Jasa Keuangan Dalam menjalankan fungsi ini, bank syariah tidak jauh berbeda dengan bank non syariah, seperti misalnya memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji dan sebagainya, hanya saja sangat diperhatikan adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh dilanggar. Bank-bank Islam juga menawarkan
12
berbagai jasa-jasa keungan lainnya untuk memperoleh imbalan atas dasar agency contract, atau sewa. d. Fungsi Sosial Konsep perbankan Islam mengharuskan bank-bank Islam memberikan pelayanan sosial apakah melalui dana Qord (pinjaman kebajikan) atau zakat dan dana sumbangan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Di samping itu, konsep perbankan Islam juga mengharuskan bank-bank Islam untuk memainkan peran penting di dalam pengembangan sumber daya manusianya dan memberikan kontribusi bagi kesejahteraan sosial. 4. Prinsip-Prinsip Bank Islam. Visi perbankan Islam umumnya adalah menjadi wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan memeberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah misi utama perbankan islam. Prinsip-prinsip syariah yang mendasari bank Islam menurut Wirdyaningsih (2007:15) sebagai berikut : 1. Menjauhkan diri dari kemungkinan adanya unsur riba. a. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan dimuka suatu hasil usaha, seperti penetapan bunga simpanan atau bunga pinjaman yang dilakukan pada bank konvensional.
13
b. Menghindari penggunaan sistem presentase biaya terhadap simpanan yang
mengandung
unsure
melipatgandakan
secara
otomatis
utang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu. c. Menghindari penggunaan sistem perdagangan/penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya (barang yang sama dan sejenis, seperti uang rupiah dengan uang rupiah yang masih berlaku) dengan memperoleh kelebihan baik kuantitas maupun kualitas. d. Menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela, seperti penetapan bunga pada bank konvesional. 2. Menerapkan prinsip sistem bagi hasil dan jual beli. Prinsip ini di jelaskan dalam Qs. Annisa (4) ; 29 yang artinya : Dengan mengacu kepada petunjuk Al-quran, Qs Al-Baqarah (2): 275 dan surat An-Nisa (4):29 yang intinya : Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba serta suruhan untuk menempuh jalan perniagaan dengan suka sama suka, maka setiap transaksi kelembagaan ekonomi Islami harus selalu dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau yang transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang/jasa.
14
B. Inflasi 1) Definisi Inflasi Inflasi adalah ukuran aktivitas ekonomi yang juga sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional. Secara lebih jelas inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang peningatan harga rata-rata barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu sistem perekonomian. Mengenai Inflasi Iskandar Putong Nd Andjaswati (2008 : 133) mendefinisikan inflasi sebagai : “Proses kenaikan harga-harga umum secara terus menerus” Adapun karakteristik umum inflasi adalah : a. Terdapat kecenderungan (Tendency) harga-harga meningkat, artinya mungkin saja terjadi peningkatan atau penurunan tingkat harga pada suatu waktu, tetapi tetap menunjukkan adanya kecenderungan meningkat. b. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus (Sustained), tidak pada waktu tertentu saja. c. Mencakup pengertian “tingkat harga umum” (General price level), yaitu kenaikan tingkat harga bukan untuk berbagai komoditi, tetapi mencakup seluruh komponen indeks agregat atau GNP deflator. 2. Jenis-Jenis Inflasi Iskandar Putong Nd Andjaswati (2008 : 138) menyatakan bahwa pada dasarnya inflasi dapat digolongkan menjadi :
15
a. Inflasi berdasarkan laju inflasi terdiri dari : 1. Inflasi merayap/rendah (Creeping Inflation), yaitu inflasi yang besarnya kurang dari 10% pertahun. 2. Inflasi menengah (Galloping Inflation), besarnya antara 10-30% pertahun. Inflasi ini biasanya ditandai oleh naiknya harga-harga secara cepat dan relatife besar. 3. Inflasi berat (High Inflation), yaitu inflasi yang besarnya antara 30-100% pertahun. Dalam kondisi ini harga-harga secara umum naik dan bahkan menurut istilah ibu-ibu rumah tangga harga berubah. 4. Inflasi sangat tinggi (Hyper Inflation) yaitu inflasi yang ditandai oleh naiknya harga secara drastis hingga mencapai 4 digit (diatas 100%). Pada kondisi ini masyarakat tidak ingin lagi menyimpan uang, karena nilainya merosot sangat tajam, sehingga lebih baik ditukarkan dengan barang. b. Inflasi berdasarkan faktor penyebabnya menurut Putong Nd Andjaswati (2008 : 139) terdiri atas : 1) Demand Pull Inflation. inflasi ini timbul karena adanya permintaan keseluruhan yang tinggi di satu pihak, dipihak lain kondisi produksi telah mencapai kesempatan kerja penuh (full employment), akibatnya adalah sesuai dengan hukum permintaan, bila permintaan banyak sementara penawaran tetap maka harga akan naik. 2) Cost Push Inflation. Inflasi ini disebabkan turunnya produksi karena naiknya biaya produksi (naiknya biaya produksi dapat terjadi karena tidak efisiennya perusahaan, nilai kurs mata uang negara yang
16
bersangkutan jatuh/menurun, kenaikan harga bahan baku industri, adanya tuntutan kenaikan upah dari serikat buruh yang kuat dan sebagainya). Sedangkan Inflasi merupakan fenomena ekonomi yang selalu menarik untuk di bahas terutama berkaitan dampaknya yang luas terhadap makro ekonomi agregat antara lain pertumbuhan ekonomi, keseimbangan eksternal, daya saing, tingkat suku bunga, dan bahkan tingkat distribusi pendapatan. Inflasi juga berperan dalam memepengaruhi mobilisasi dana lewat lembaga keuangan formal. Pengukuran tingkat inflasi menurut Fischer (2005 : 576) dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan : a. Indeks Biaya Hidup (Cost Of Living) Adalah menghitung perubahan harga barang dan jasa pada waktu pencatatan terhadap harga pada tahun dasar dengan mengobservasikan 62 macam barang dan jasa yang tersedia di pasar dengan ketentuan barang tersebut di ganti dengan barang yang dianggap bisa menjadi subtitusi bila tidak terdapat dipasar. b. Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index) Adalah menghitung perubahan harga barang dan jasa pada waktu pencatatan terhadap harga tahun dasar. IHK di hitung dari 43 kota setelah kota Dili dikeluarkan dalam perhitungan. Jumlah komoditas yang dicakup sebanyak 249-352 komoditas yang terdiri atas tujuh kelompok yaitu bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan, rekreasi dan olah raga, transport dan komunikasi.
17
c. Indeks Harga Sembilan Bahan Pokok (IBP) Adalah perhitungan berdasarkan Sembilan bahan pokok. Dalam IBP yang baru jenis barang diwakili oleh lebih dari satu kualitas. d. Indeks Harga Perdagangan Besar (Whole Sale Prices Index) Adalah menggunakan data harga perdagangan besar tiap bulan oleh BPS dari 76 kota yang mewakili kegiatan perdagangan besar. Indeks ini mencakup lima sektor, yaitu pertanian, pertambangan, penggalian, Industri, ekspor dan impor. Masing-masing terdiri dari beberapa sub sektor dengan 281 jenis komonitas. Mengenai ukuran laju inflasi, Fischer “Macro economics” (terjemahan Mulyadi) mengemukakan : “Ukuran laju inflasi adalah laju perubahan indeks harga konsumen”. 3. Dampak Inflasi Menurut Putong Nd Andjaswati (2008 : 142) inflasi dapat menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan dalam perekonomian. Secara khusus dapat diketahui beberapa dampak baik negative maupun positif dari inflasi adalah sebagai berikut : a. Bila harga barang secara umum naik terus menerus maka masyarakat akan panik, sehingga perekonomian tidak berjalan normal, karena disatu sisi ada masyarakat yang berlebihan uang memborong barang sementara yang kekurangan uang tidak bias membeli barang, akibatnya negara rentan terhadap segala macam kekacauan yang di timbulkan.
18
b. Sebagai akibat dari kepanikan tersebut maka masyarakat cenderung untuk menarik tabungan guna membeli dan menumpuk barang sehingga banyak bank di rush akibatnya bank kekurangan dana berdampak pada tutup atau bangkrut, atau rendahnya dana investasi yang tersedia. c. Produsen cenderung memanfaatkan kesempatan kenaikan harga untuk memperbesar keuntungan dengan cara mempermainkan harga akan terus menerus naik. d. Distribusi barang relatif tidak adil karena adanya penumpukan dan konsentrasi produk pada daerah yang masyarakatnya dekat dengan sumber produksi dan yang masyarakatnya memiliki banyak uang. e. Bila inflasi berkepanjangan maka produsen banyak yang bangkrut karena produknya relative akan semakin mahal sehingga tidak ada yang mampu membeli. f. Jurang antara kemiskinan dan kekayaan masyarakat semakin nyata yang mengarah pada sentiment dan kecemburuan ekonomi yang dapat berakhir pada penjarahan dan perampasan. g. Dampak positif dari inflasi adalah bagi pengusaha barang-barang mewah (high end) yang mana barangnya lebih laku pada saat harganya semakin tinggi (masalah prestise). h. Masyarakat akan semakin selektif dalam mengkonsumsi, produksi akan diusahakan seefisian mungkin dan konsumtifisme dapat ditekan. i. Inflasi yang berkepanjangan dapat menumbuhkan industry keccil dalam negeri menjadi semakin dipercaya dan tangguh.
19
j. Tingkat penganguran cenderung akan menurun karena masyarakat akan tergerak untuk melakukan kegiatan produksi dengan cara mendirikan atau membuka usaha. Dampak inflasi menurut Nurul Huda (2008 : 181) bagi perekonomian secara keseluruhan antara lain : a. Investasi berkurang; b. Mendorong tingkat bunga; c. Mendorong penanaman modal yang bersifat spekulatif; d. Menimbulkan kegagalan pelaksanaan pembangunan; e. Menimbulkan ke tidak pastian keadaan perekonomian di masa yang akan datang; f. Menyebabkan daya saing produk nasional berkurang; g. Menimbulkan defisit neraca pembayaran; h. Merosotnya tingkat kehidupan dan kesejahteraan rakyat, dan i. Meningkatkan jumlah pengangguran. Dampak inflasi bagi penabung menyebabkan orang enggan untuk menabung karena nilai mata uang semakin menurun. Memang tabungan menghasilkan bunga, namun jika tingkat inflasi di atas bunga, nilai uang tetap saja menurun. bila orang enggak menabung, dunia usaha dan investasi akan sulit berkembang. Karena, untuk berkembang dunia usaha membutuhkan dana dari bank yang diperoleh dari tabungan masyarakat. Menurut Adiwarman A Karim (2007 : 139) Penurunan nilai riil uang akan melemahkan semangat menabung dan sikap terhadap menabung dari
20
masyarakat turun (Marginal propensity to save) dan akan menimbulkan kecenderungan investasi pada hal-hal yang non produktif dengan menumpuk kekayaan seperti tanah, bangunan logam mulia, mata uang asing daripada menginvestasikannya kepada hal-hal yang produktif seperti pertanian, industrial, perdagangan, transportasi dan lainnya. Gregory Mankiw menjelaskan, dalam kondisi makro ekonomi dimana terjadi perubahan tingkat harga akibat inflasi, kuantitas demand masyarakat terhadap produk simpanan bank tergantung kepada besarnya real interst rate, yaitu koreksi suku bunga nominal di kurangi dengan tingkat inflasi. 4. Sebab-Sebab Terjadinya Inflasi 1. Teori kuantitas uang sederhana Secara sederhana, sebab terjadinya inflasi dapat diterangkan dengan menggunakan persamaan pertukaran menurut Irving Fisher, yaitu MV=PT, dimana MV mencerminkan total pengeluaran uang untuk barang dan jasa (Total money expenditures on good and services). Seandainya tidak ada perubahan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya transaction velocity of money (V), maupun transaction (T), maka hubungan yang ada dalam persamaan pertukaran itu hanya antara money supply (M) dan price (P) : MV = PT, dengan demikian berarti adanya perubahan jumlah uang yang beredar akan selalu menyebabkan terjadinya perubahan tingkat harga, bahkan secara proporsional (menurut Fisher). Bila pemerintah menambah jumlah uang yang beredar secara terus menerus, maka tingkat harga pun akan naik terus, yang berarti timbul inflasi.
21
a. Analisa Ortodoks tentang inflasi 1) Demand-Pull Theories of Inflation Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh adanya faktor-faktor yang menggeser agregate demand, sehingga tercipta keadaan excess demand yang merupakan inflaniotary gap sehingga harga naik. Peningkatan aggregate demand pada situasi output fuul-employment akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan pada pasar barang dan jasa, sehingga harga barang dan jasa pun meningkat. Sementara, peningkatan permintaan terhadap faktor produksi, sehingga faktor produksi pun akan naik. Kenaikan harga barang dan jasa serta kenaikan harga faktor inilah merupakan inflasi bagi perekonomian. 2) Supply-side Theories of Inflation Teori ini menekankan pada terjadinya pergeseran kurva aggregate supply sebagai penyebab utama inflasi, disebut juga cost push inflation dan supply shock inflation. Faktor yang menyebabkan terjadinya pergeseran aggregate supply ini ditafsirkan bermacammacam mulai dari tingkat upah, harga barang dalam negeri, harga barang impor, ataupun kekakuan structural. 3) Demand-Supply Theories of Inflation Adanya peningkatan aggregate demand menyebabkan kenaikan harga, sehingga harga naik lebih tinggi lagi. Interaksi antara aggregate demand dan aggregate supply yang menekan harga untuk meningkat
22
ini dikatakan sebagai akibat adanya harapan atau perkiraan (expectation) bahwa tingkat harga akan meningkat.
C. Return Bagi Hasil 1. Pengertian Bagi Hasil Bank Bagi Hasil menurut Slamet Wiyono (2005 : 56) merupakan sistem di mana dilakukannya perjanjian atau ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam usaha tersebut diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan di dapat antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam sistem perbankan syari’ah merupakan ciri khusus yang ditawarkan kapada masyarakat, dan di dalam aturan syari’ah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama, dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Menurut Mervin (2007 : 60), menurut hukum perniagaan islam, kemitraan dan semua bentuk organisasi bisnis lainnya didirikan terutama dengan satu tujuan : pembagian keuntungan melalui partisipasi bersama. Mudharabah dan musyarakah adalah dua model bagi hasil yang lebih disukai dalam hukum islam. Diantara kedua model ini, mudharabah merupakan metode PLS yang paling umum digunakan (paling tidak dilihat dari jumlah dana yang dihimpun). Perlu dicatat bahwa meskipun PLS merupakan metode yang paling umum digunakan untuk model pendanaan islam, ia tidak murni bagi-rugi (loss
23
sharing) dilihat dari sudut pandang ekonomi, karena si pemilik modal kehilangan modalnya, sementara yang lain hanya kehilangan usahanya. Menurut Muhammad “Sistem bagi hasil adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dan pengelola dana”. Menurut kamus Bahasa Indonesia bagi hasil di artikan sebagai pemberian perolehan suatu usaha kepada mitra usaha atas keikutsertaan modal atau kerja pengelolaan dalam jumlah yang ditentukan bersama sebelumnya. Secara rinci pengertian kata hasil menunjuk pada perolehan atau pendapatan. Bagi hasil dalam sistem perbankan syariah merupakan ciri khusus yang di tawarkan kepada masyarakat, dan di dalam aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (Akad). Besarnya penentuan porsi bagi hasil antara kedua belah pihak di tentukan sesuai kesepakatan bersama dan harus terjadi dengan adanya kerelaan (An-Tarodhin) di masing-masing pihak tanpa adanya unsur paksaan. Dalam prakteknya, menurut Slamet Wiyono (2005 : 57) mekanisme perhitungan bagi hasil dapat didasarkan pada dua cara: 1. Profit sharing (Bagi Laba), yaitu perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil bersih dari total pendapatan usaha setelah di kurangi dengan biaya-biaya yang di keluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut. 2. Revenue Sharing (Bagi Pendapatan), merupakan perhitungan bagi hasil yang mendasarkan pada revenue (Pendapatan) dari pengelola dana,
24
yaitu pendapatan usaha sebelum dikurangi dengan beban usaha untuk mendapatkan pendapatan usaha tersebut. Perbedaan antara kedua sistem diatas terletak pada faktor pendapatan yang akan di bagikan (Profit distribution). Profit Distribution jenis profit sharing adalah besarnya pendapatan yang akan di bagikan di kurangi biaya-biaya yang terkait dengan pengelolaan dana terlebih dahulu. Sementara pada revenue sharing, tidak akan mengurangi biaya-biaya, artinya seluruh pendapatan yang di peroleh atas pengelolaan dana di bagikan kepada pemilik dana.
2. Prinsip-Prinsip Operasional Bank Syariah Dalam
melaksanakan
kegiatan-kegiatan
usahanya,
Bank
Syariah
menggunakan beberapa prinsip-prinsip operasional tersebut, menurut Ahmad Rodoni (2008 : 23) adalah sebagi berikut: a. Prinsip Jual Beli (Ba’i) 1. Pembiayaan Murabahah Adalah transaksi jual beli di mana bank menyebut jumlah keuntungannya. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. 2. Salam Adalah transaksi jual beli di mana barag yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan tunai.
25
3. Istishna Produk istishna menyerupai produk salam, namun dalan istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam banksyariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. b. Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan
ijarah
muntahiyah
bittamlik
(sewa
yang
diikuti
dengan
berpindahnya kepemilikan). Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian. c. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Secara umum prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dengan empat akad utama yaitu: 1. Musyarakah Adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (Amal/Expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan
26
resiko ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Aplikasi dalam dunia perbankan biasanya digunakan dalam pembiayaan proyek dan model ventura. 2. Mudharabah Adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (Shahibul Maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lain menjadi pengelola. Aplikasi dalam perbankan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. d. Akad Pelengkap Akad pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembayarannya. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad peengkap ini dibolehkan untuk mencari keuntungan, dalam akad pelengkap ini dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besranya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yag benar-benar timbul. 1. Hiwalah (Alih Utang Piutang) Adalah transaksi mengalihkan utang piutang. 2. Rahn Tujuan dari akad ini adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan. 3. Qordh
27
Adalah pinjaman uang. Aplikasi qordh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu : 1. Sebagai pinjaman talangan haji. 2. Sebagai pinjaman tunai dari produk kartu kredit syariah. 3. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil. 4. Sebagai pinjaman kepada pengurus bank. 4. Wakalah Wakalah dalam aplikasi perbankaan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan L/C (Letter Of Credit), inkaso dan transfer uang. 5. Kafalah (Garansi Bank) Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan pengganti biaya atas jasa yang diberikan. 3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Bagi Hasil Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, faktor-faktor yang mempengaruhi bagi hasil adalah sebagai berikut :
28
a. Faktor Langsung Di antara faktor-faktor langsung (Direct Factors) yang mempengaruhi perhitungan bagi hasil adalah investment rate, jumlah dana yang tersedia, dan nisbah bagi hasil (Profit Sharing Ratio). 1. Investment
rate
merupakan
persentase
aktual
dana
yang
diinvestasikan dari total dana. Jika bank menentukan investment rate sebesar 80 persen, hal ini berarti 20 persen dari total dana dialokasikan untuk memenuhi likuiditas. 2. Jumlah dana yang tersedia untuk diinvestasikan merupakan jumlah dana dari berbagai sumber dana yang tersedia untuk di investasikan. Dana tersebut dapat dihitung dengan menggunakan salah satu metode ini : a) Rata-rata saldo minimum bulanan b) Rata-rata saldo harian b.
Faktor Tidak Langsung 1) Penentuan butir-butir pendapatan dan biaya mudharabah. a). Bank dan nasabah melakukan share dalam pendapatan dan biaya (Profit And Sharing). Pendapatan yang “dibagi hasilkan” merupakan pendapatan yang di terima di kurangi biaya-biaya. b) Jika semua biaya di tanggung bank, hal ini di sebut Revenue Sharing.
29
2) Kebijakan akunting Bagi hasil secara tidak langsung dipengaruhi oleh berjalannya aktivitas yang diterapkan, terutama sehubungan dengan pengakuan pendapatan dan biaya.
D. Dana Pihak Ketiga Mudharabah 1. Definisi Dana Pihak Ketiga Bagi sebuah bank, sebagai suatu lembaga keuangan, dana merupakan darah dalam tubuh badan usaha dan persoalan paling utama. Tanpa dana, bank tidak dapat berbuat apa-apa artinya tidak dapat berfungsi sama sekali. Dana adalah uang tunai yang dimiliki atau dikuasai oleh bank dalam bentuk tunai atau aktiva lain yang dapat segera diubah menjadi uang tunai. Uang tunai yang dimiliki atau dikuasai bank tidak hanya berasal dari pemilik bank itu sendiri, tetapi berasal dari titipan atau penyertaan dana orang lain atau pihak lain yang sewaktu-waktu atau pada saat tertentu akan ditarik kembali, baik sekaligus atau secara berangsur-angsur Adiwarman Karim. Dalam pandangan syariah uang bukanlah merupakan komoditi melainkan hanyalah alat untuk mencapai pertumbuhan ekonomi (Economic Added Value). Hal ini bertentangan dengan perbankan berbasis bunga dimana “uang mengembangbiakan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan produktif atau tidak. Adiwarman Karim. Menurut Muhammad Syafi’i Antonio dalam konsep syariah juga tidak dikenal Money demand for speculation. Hal ini dikarenakan spekulasi terhadap
30
uang tidak diperbolehkan. Karena pada hakikatnya uang adalah milik Allah SWT yang diamanahkan untuk dapat dipergunakan oleh manusia sebesarbesarnya bagi kepentingan bersama. Dalam pandangan islam, uang adalah flow concept, karenanya harus selalu berputar dalam perekonomian. Semakin cepat uang berputar dalam perekonomian, akan semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat dan akan semakin baik bagi perekonomian. Sebaliknya, uang idle hanya akan memperkecil kesempatan masyarakat menikmati kemakmuran ekonomi. Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi dasar (Primary Economic Activities), baik secara langsung ataupun secara tidak langsung melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu seluruh kegiatan tersebut. Adapun dana pihak ketiga terhimpun pada produk Giro Wadi’ah, Tabungan Mudharabah dan Deposito Mudharabah. Berikut Penjelasannya menurut Sofyan Syafri Harahap, Wiroso, dan Muhammad Yusuf dalam bukunya Akuntansi Perbankan Syariah: 1. Giro wadi’ah Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat di lakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional
ditetapkan
ketentuan
tentang
(Himpunan fatwa, Edisi kedua, hal 6-7) sebagai berikut ; a. Bersifat titipan b. Titipan bias diambil kapan saja (on call)
31
Giro
wadi’ah
c. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian yang bersifat sukarela dari pihak bank. 2. Tabungan Mudharabah Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat di lakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang tabungan mudharabah (Himpunan Fatwa, edisi Kedua, hal 13) sebagai berikut : a. Dalam transaksi ini nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagai mudharib atau pengelola dana. b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan
mengembangkannya,
termasuk
didalamnya
mudharabah dengan pihak lain. c. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai dan bukan piutang. d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam pembukaan rekening. e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional tabungan dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya.
32
f. Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah tanpa persetujuan yang bersangkutan. 3. Deposito Berjangka Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional ditetapkan ketentuan tentang Deposito Mudharabah (Himpunan fatwa, edisi kedua, hal 19-20) sebagai berikut : a. Dalam transaksi nasabah bertindak sebagai shahibul maal atau pemilik dana, dan bank bertindak sebagi mudharib atau pengelola dana. b. Dalam kapasitasnya sebagai mudharib, bank dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
dan
mengembangkannya,
termasuk
di
dalamnya
mudharabah dengan pihak lain. c. Modal harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk tunai bukan piutang. d. Pembagian keuntungan harus dinyatakan dengan jumlahnya, dalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening. e. Bank sebagai mudharib menutup biaya operasional deposito dengan menggunakan nisbah keuntungan yang menjadi haknya. f. Bank tidak diperkenankan untuk menggurangi nisbah keuntungan.
33
2. Mudharabah 1. Pengertian Mudharabah Mudharabah secara bahasa yaitu berasal dari kata dharb, artinya memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepat adalah proses seorang memukul kakinya dalam menjalankan usahanya, sedangkan secara teknis, mudharabah adalah pemilik harta (Shahibul Maal) memberikan hartanya kepada orang yang bekerja atau pengusaha (Mudharib) supaya ia mengelolanya dan keuntungan atas usaha tersebut dibagi menurut kesepakatan antara mereka pada perjanjian awal. Menurut Wirdyaningsih (2007:114) mudharabah adalah pembiayaan seluruh kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandanga dana (shahibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan kesepakatan. Menurut Slamet Wiyono (2005:122) mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara shahibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengelola dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka, jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pengelola dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.
34
2. Jenis - Jenis Mudharabah Menurut Ikatan akuntan Indonesia dalam PSAK 105 (2007.105.2). Jenis-jenis mudharabah adalah sebagai berikut: 1. Mudharabah Mutlaqah yaitu mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya 2. Mudharabah Muqqyyadah yaitu mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, anatara lain mengenai tempat, cara atau obyek investasi. 3. Mudharabah Musytarakah yaitu bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi. 3. Aplikasi Dalam Perbankan Al-Mudharabah
biasanya
ditetapkan
pada
produk-produk
pembiayaan dan pendanaan. Menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 97) sisi penghimpunan dana al-mudharabah diterapkan pada : a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksud untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, dan sebagainya. b. Deposito special (Special Investement), dimana dana dititipkan nasabah khusus untuk bisnis. Adapun sisi pembiayaan menurut Muhammad Syafi’I Antonio (2001 : 97), mudharabah diterapkan untuk : a. Pembiayaan modal kerja seperti modal kerja perdagangan dan jasa.
35
b. Investasi khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh syahibul maal. 4. Manfaat Mudharabah Manfaat mudharabah menurut Adrian Sutedi (2009 : 72) adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi : a. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. b. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan. c. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apa pun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. 5. Rukun Mudharabah Menurut Ascara (2007 : 62) rukun dari akad mudharabah yang harus dipenuhi dalam transaksi antara lain sebagai berikut: a.
Pelaku akad, yaitu shahibul maal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal.
b.
Obyek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh).
36
c.
Shighat, yaitu ijab dan qabul.
6. Dana Dan Sumber Dana Bank 1. Pengertian Dana Menurut Malayu (2007 : 56) dana adalah sejumlah uang yang dimiiki dan dikuasai suatu bank dalam kegiatan operasionalnya. Dana merupakan suatu dasar utama untuk kelangsungan hidup suatu perusahaan. Suatu bank tanpa sumber dana, maka bank tersebut tidak akan mampu melaksanakan kegiatan apapun. Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank perlu diatur dengan sebaik-baiknya, baik dari segi penghimpunan maupun penempatan dananya. Adapun yang dimaksud dengan dana adalah uang tunai atau aktiva yang segera dapat diuangkan yang tersedia atau disisihkan untuk maksud tertentu. Di dalam perusahaan, modal hakekatnya dana mempunyai pengertian yang sama dengan modal. Modal yang di maksud adalah modal yang dapat menjelma dalam berbagai fasilitas harta seperti tanah, gedung, mesin-mesin, peralatan kantor maupun uang tunai dan sumbersumber lainnya yang dapat di pergunkan dalam menunjang aktivitas perusahaan. Pada umumnya, dana bank lebih banyak berasal dari simpanan masyarakat di banding dengan dana yang berasal dari modal sendiri. Dana yang berasal dari masyarakat dapat dikumpulkan dalam berbagai bentuk penyimpanan terutama rekening giro, tabungan dan deposito. Semakin besar jumlah dana masyarakat yang berhasil dihimpun oleh
37
bank, maka semakin besar pula kesempatan bank dalam mengelola dana tersebut untuk memperoleh penghasilan dari media kredit. Bagi dunia perbankan, dana dari pihak ketiga merupakan potensi pokok guna melaksanakan aktivitasnya. Oleh karena itu, kelangsungan hidup suatu bank terletak pada kemampuan bank untuk menghimpun dana masyarakat dan bagaimana bank tersebut mengelola dana tersebut mengingat modal sendiri sangat terbatas jumlahnya. 1. Sumber Dana Bank Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan persoalan bank yang paling utama. Tanpa dana, bank tidak dapat berbuat apaapa, artinya tidak berfungsi sama sekali. Menurut Malayu (2007 : 56) dana-dana bank yang digunakan sebagai modal operasional bank berasal dari: a. Dana sendiri (Dana Intern) Yaitu dana yang bersumber dari dalam bank, seperti setoran modal/penjualan saham, pemupukan cadangan, laba yang ditahan, dan lain-lain. Dana ini sifatnya tetap. b. Dana Asing (Dana Ekstern) Yaitu dana yang bersumber dari pihak ketiga, seperti deposito, giro, call money, dan lain-lain. Dana ini sifatnya sementara atau harus dikembalikan.
38
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi Dana Kegiatan penghimpunan dana merupakan kegiatan pokok yang dapat dilihat dari sisi pasiva neraca bank. Menurut Dahlan Slamet (2004 : 113) keberhasilan bank dalam melakukan penghimpunan dana atau mobilisasi dana ini sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Kepercayaan masyarakat pada suatu bank jelas akan mempengaruhi bank dalam penghimpunan dana dari berbagai sumber terutama dari masyarakat dan institusi. Tingkat kepercayaan masyarakat ini sangat dipengaruhi oleh kinerja bank yang bersangkutan, posisi keuangan, kapabilitas,intregritas serta kredibilitas para manajemen bank. b. Ekspektasi yaitu perkiraan pendapatan yang akan diterima penabung dibandingkan dengan alternative investasi lainnya dengan tingkat resiko yang sama. c. Keamanan yaitu jaminan keamanan oleh bank atas dana nasabah. Di Indonesia sendiri sudah berdiri Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mengakomodasi kepercayaan yang dibutuhkan masyarakat. d. Ketepatan waktu pengembalian. e. Pelayanan yang lebih cepat dan flexsibel. f. Pengelolaan dana bank yang hati-hati.
39