BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Keputusan Investasi Pada Saham Secara umum beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seorang investor sebelum melakukan suatu investasi di pasar modal khususnya pada saham, antara lain (Tjiptono, Hendy, Fakhruddin, 2001, p110): 1. Menentukan tujuan investasi Pada dasarnya tujuan investasi pada saham adalah untuk memperoleh capital gain dan dividen. Jika capital gain yang menjadi tujuan investasi, biasanya para investor akan cenderung menjadi agresif dengan mengambil posisi jual atau beli yang cukup sering di pasar. Sedangkan jika dividen menjadi tujuan utama, maka investor akan cenderung untuk menjadi pasif dan sangat berhatihati dalam memilih saham yang dapat memberikan dividen paling besar. 2. Mengetahui sumber daya yang dimiliki Dengan mengetahui kemampuan sumber daya keuangan yang dimiliki, maka tujuan utama yang ingin dicapai adalah agar dalam mengambil posisi jual atau beli di pasar dapat sesuai atau tidak melebihi sumber daya keuangan yang dimiliki. Jika pedoman ini dilanggar dapat menghadapkan perusahaan pada suatu risiko yang lebih besar, hal ini bertentangan dengan dengan tujuan investasi
dan
cenderung
menjadi
tindakan
membahayakan kondisi likuiditas perusahaan.
7
spekulasi
yang
dapat
8
3. Menentukan jangka waktu investasi Jangka waktu investasi juga dapat mempengaruhi perilaku dalam mengambil suatu posisi di pasar. Semakin pendek jangka waktunya akan semakin mendorong perilaku yang agresif dalam mengambil posisi jual dan beli di pasar. Pada dasarnya, jangka waktu investasi dapat dibedakan menjadi investasi jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term). 4. Memahami risiko investasi pada saham Risiko investasi pada saham adalah adanya kemungkinan mengalami kerugian (capital loss), kehilangan kesempatan untuk melakukan investasi di instrumen lainnya (opportunity loss), dan adanya kemungkinan emiten akan dilikuidasi. Kemungkinan investor mengalami kerugian timbul karena adanya fluktuasi harga saham. Fluktuasi harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kinerja dari emiten yang bersangkutan, kondisi ekonomi makro, kekuatan pasar dan faktor-faktor lainnya yang tidak dapat dijelaskan. Kondisi ekonomi makro yang secara tidak langsung mempengaruhi harga saham antara lain adalah tingkat inflasi, tingkat suku bunga, dan kondisi politik dalam negeri 5. Mengenali jenis-jenis saham Saham dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Saham biasa dapat dibedakan lagi berdasarkan karakteristiknya menjadi saham unggulan (blue chip stocks), saham pertumbuhan (growth stocks), saham pendapatan (income stocks), saham siklikal (cyclical stocks), saham yang bertahan (defensive stocks), saham spekulasi (speculative stocks).
9
6. Menentukan strategi investasi Dalam menentukan strategi investasi, hal-hal yang perlu diperhatikan dicermati adalah proporsi portfolio (pasar uang, saham dan obligasi), jenis saham yang dimasukkan portfolio, pemilihan sektor bisnis yang potensial, mengutamakan saham-saham perusahaan dengan arus kas yang sehat dan neraca yang solid, serta memperhatikan perkembangan tingkat suku bunga. Pada dasarnya, strategi investasi pada saham dapat dibagi menjadi dua yaitu strategi aktif dan strategi pasif. Strategi aktif diantaranya adalah strategi berpindah dari satu saham ke saham yang lainnya, mengambil posisi beli dan jual saham secara bertahap, dan membeli saham di pasar perdana dan menjualnya di pasar sekunder. Sedangkan strategi pasif adalah membeli saham yang telah ditentukan dan menyimpannya dalam jangka panjang dan mengharapkan keuntungan dari pembagian dividen saja. 7. Memanfaatkan jasa profesional Jika waktu untuk melakukan penelitian terhadap saham-saham prospektif adalah merupakan kendala, maka jangan segan untuk menggunakan jasa profesional. Jasa yang diberikan meliputi jasa sebagai analisi sekuritas (security analyst) dan jasa pengelolaan dana (fund manager). Security analyst adalah profesional pasar modal yang memberikan rekomendasi saham-saham yang mempunyai prospek pertumbuhan yang baik dan menentukan waktu (timing) yang tepat untuk membeli atau menjual saham-saham tersebut. Sedangkan fund manager adalah institusi atau perusahaan yang memberikan jasa pengelolaan dana untuk kemudian diinvestasikan di pasar uang dan pasar
10
modal. Namun demikian biaya untuk menyewa fund manager adalah relatif besar, yaitu ditetapkan berdasarkan persentasi dari total dana yang dikelola. Jika biaya menjadi kendala, maka ada alternatif lain yaitu reksadana. Reksadana adalah unit penyertaan pada investasi yang dilakukan oleh fund manager. Sebenarnya reksadana ini lebih ditujukan kepada investor individu atau retail, karena dengan jumlah dana investasi yang kecil dapat memanfaatkan jasa pengelolaan investasi yang profesional dari fund manager. Biaya fund manager ini ditanggung bersama-sama oleh seluruh pemegang unit penyertaan, sehingga biayanya menjadi relatif murah. 8. Mengikuti perkembangan informasi yang terjadi terus menerus Hal ini penting agar investor tetap update dengan isu terakhir yang terjadi di pasar modal. Hal ini juga dimaksudkan agar para investor dapat mengambil tindakan secara cepat jika terjadi perkembangan yang tidak diinginkan kerugian yang mungkin terjadi dan memanfaatkan setiap momen positif semaksimal mungkin. 2.2 Faktor-faktor fundamental dalam menilai harga saham Dalam upaya memenuhi tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam suatu proses investasi pasar saham, dilakukan berbagai analisis untuk mempelajari dan memprediksi pergerakan harga saham serta faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan harga saham. Secara umum, dikenal dua macam pendekatan dalam upaya memperkirakan pergerakan harga saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal.
11
Faktor-faktor fundamental mempunyai peranan penting dalam pembentukan harga suatu saham di bursa. Investor atau analis tentunya akan menganalisa faktorfaktor fundamental untuk meramal harga wajarnya. Dalam peramalan ini tahap pertama yang terpenting adalah mengidentifikasi faktor-faktor fundamental ini sendiri seperti penjualan dan pertumbuhannya, biaya yang dikeluarkan, kebijakan dividend, dan sebagainya yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham. Setelah itu dibuat suatu model dengan memasukkan faktor-faktor tersebut dalam analisis. Model tersebut hendaknya tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan mendasarkan diri atas informasi akuntasi. Model yang paling sederhana adalah mencari keuntungan saham dalam satu periode yaitu akumulasi dari selisih harga jual dan harga beli (capital gain) dan dividend yang diterima. Dimana capital gain dan dividend tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor fundamental yang telah disebutkan diatas. Jadi dipelajari hubungan antara harga saham dengan kondisi perusahaan menggunakan analisis fundamental (Suad Husnan, 1994, p285). Menurut Gitman, J.Kawrence dan Joehnk, D.Michael, (1996: p280)”Fundamental analysis is the study of the financial affairs of a business for the purpose of better understanding the nature and operating characteristics of the company that issued the common stock”. Analisis fundamental bersandar pada kepercayaan bahwa nilai suat saham dipengaruhi oleh kinerja perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Jika fundamental suatu perusahaan mengalami peningkatan atau bagus, maka harga saham suatu perusahaan tersebut akan meningkat. Demikian pula jika fundamental suatu perusahaan diperkirakan mengalami peningkatan atau kinerjanya bagus, maka reaksi pasar akan positif yang ditandai dengan meningkatnya permintaan akan saham
12
perusahaan tersebut, dan hal tersebut juga akan berakibat harga saham akan meningkat. Fundamental suatu perusahaan bersandar pada data-data historis perusahaan yang tergambar dalam laporan keuangan perusahaan tersebut. Ciri-ciri dari analisis fundamental adalah (Ahmad, 1996, p79): 1. Fokus perhatian pada harga saham apakah wajar, overvalued, atau undervalued. 2. Horison atau panjang investasi jangka menengah dan panjang bukan/jarang untuk jangka pendek. 3. Informasi utama biasanya berasal dari perusahaan atau emiten bukan dari perkiraan atau isu / gosip semata. 4. Motif utama dalam analisa adalah dividend dan pertumbuhan, juga tercakup capital gain. 5. Strategi utama yang dilakukan oleh investor adalah membeli saham lalu menyimpannya sampai periode tertentu, tidak langsung dijual dalam jangka pendek. 6. Karakter investor yang menggunakan analisis fundamental ini adalah seseorang yang besifat penabung, individu, dan terencana, bukan spekulan. Analisis fundamental berkaitan erat dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang
efektifitas
dan
efisiensi
perusahaan
dalam
mencapai
sasarannya
(Schaughnessy, 1996). Analisis fundamental menggunakan informasi ekonomi untuk memprediksi harga saham, untuk itulah digunakan rasio keuangan. Analisis rasio keuangan merupakan analisis hubungan dari berbagai pos suatu laporan keuangan yang menjadi dasar untuk menginterpretasikan kondisi keuangan
13
dan unsur operasi suatu perusahaan. Proses analisis rasio berfokus pada perhitungan rasio-rasio keuangan. Gitman (2000, p 124) menjelaskan bahwa: ”Ratio analysis involves the methods of calculating and interpreting financial ratios to assets the firm’s performance and status. The basic inputs to ratio analysis are the firm’s income statement and the balance sheet for periods to be examine”. Lebih lanjut, Keown (2001, p 92) menjelaskan bahwa: ”Secara matematis rasio keuangan tak lebih dari rasio pembilang dan penyebut yang diambil dari data keuangan. Tujuan dari penggunaan rasio saat menganalisis informasi keuangan secara sederhana dilakukan dengan membuat dasar tolak ukur atas informasi yang akan dianalisis agar rasio dari dua perusahaan yang berbeda dapat dibandingkan atau mungkin juga sebuah perusahaan yang sama dengan waktu yang berbeda”. Menurut Reimers (2007, p 630-631), perhitungan dalam suatu rasio dapat berbeda dari perusahaan ke perusahaan yang lainnya. Tidak ada formula standar dalam menentukan suatu rasio, dipastikan terlebih dahulu bagaimana rasio tersebut dikalkulasi. Dan bila sedang menghitung rasio, pastikan konsisten dalam perhitungannya sehingga dapat dijadikan untuk perbandingan yang mempunyai arti. Dalam penelitian ini, diasumsikan variabel-variabel yang mampu memenuhi faktor fundamental antara lain: 1. Net Profit Margin (NPM) 2. Debt to Equity Ratio (DER) 3. Earning Per Share (EPS)
14
4. Price Earning Ratio (PER) 5. Return on Assets (ROA) 6. Price to Book Value (PBV)
2.2.1 Net Profit Margin (NPM) Menurut Keown (2002, P70)Net Profit Margin mengukur pendapatan bersih perusahaan sebagai persentase dari penjualan. Riyanto (2003) menyebutkan ada dua alternatif dalam usaha untuk memperbesar profit margin: 1. Dengan menambah biaya usaha (operating expenses) sampai tingkat tertentu diusahakan tercapainya tambahan penjualan yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain tambahan penjualan harus lebih besar daripada tambahan operating expenses. Perubahan besar penjualan dapat disebabkan karena perubahan harga penjuala per unit apabila volume penjualan dalam unit sudah tertentu (tetap), atau disebabkan karena bertambahnya luas penjualan dalam unit kalau tingkat harga penjualan per unit produk sudah tertentu. Dengan demikian bahwa pengertian menaikkan tingkat penjualan berarti memperbesar pendapatan dengan jalan: •
Memperbesar volume penjualan unit pada tingkat harga penjualan tertentu, atau
•
Menaikkan harga penjualan per unit produk pada luas penjualan dalam unit tertentu.
15
2. Dengan mengurangi pendapatan dari penjualan sampai tingkat tertentu diusahakan adanya pengurangan operating expenses yang sebesar-besarnya, atau dengan kata lain mengurangi biaya usaha relatif lebih besar daripada berkurangnya pendapatan dari penjualan. Meskipun jumlah penjualan selama periode tertentu berkurang, tetapi oleh karena disertai dengan berkurangnya operating expenses yang lebih sebanding maka akibatnya adalah bahwa profit margin-nya makin besar. Selain itu rasio ini dapat dipengaruhi oleh intensitas modal dalam jenis tempat usaha bergerak. Contohnya perusahaan-perusahaan dalam industri yang sangat padat modal seperti baja, mobil, dan kimia mungkin mempunyai perputaran penjualan terhadap aktiva lebih rendah. Untuk menghasilkan hasil pengembalian atas modal atau ekuitas yang sama, diperlukan hasil pengembalian penjualan yang lebih tinggi. Rumus dari Net Profit Margin ini adalah: NPM = net income / net sales. 2.2.2 Debt to Equity (DER) Menurut Weygandt (2007, p673), “Debt to Equity Ratio show the relative use of borrowed funds (total liabilities) compared with resources invested by the owners”. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan ekuitasnya. Rumusnya adalah total kewajiban atau total hutang dibagi dengan ekuitas (kekayaan bersih pemegang saham). Rumus dari Debt to Equity ratio ini adalah: DER = total debt / total equity
16
Semakin tinggi rasio ini, maka semakin besar risiko yang dihadapi, dan semakin tinggi pula tingkat pengembalian/keuntungan (return) yang diharapkan oleh investor. Rasio yang tinggi juga menunjukkan proporsi modal sendiri yang rendah untuk membiayai aktiva. 2.2.3 Earning Per Share (EPS) Menurut Kimmel (2007, p867) “Earnings Per Share is a measure of the net profit earned on each ordinary share on issue”. Pada dasarnya rasio ini sangat disenangi oleh manajemen perusahaan dan calon investor, karena rasio ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon investor cenderung tertarik dengan EPS yang besar, karena merupakan salah satu faktor yang mencerminkan keberhasilan perusahaan. Rumus dari Earning Per Share (EPS) ini adalah: EPS = net income (earning) / total common stock outstanding
2.2.4 Price Earning Ratio (PER) Rasio ini menunjukkan efek multiganda pasar yang mempengaruhi pendapatan perusahaan. Rasio PER ini merupakan rasio yang sangat umum dipergunakan untuk mengevaluasi perusahaan saat ini. Gambaran terhadap pendapatan perusahaan di masa yang akan datang merupakan faktor utama yang mempengaruhi rasio PER pada sebuah perusahaan. James dan Chatton (2003) menyatakan, rasio yang rendah menunjukkan persepsi pasar bahwa perusahaan hanya akan mengalami pertumbuhan yang rendah, sedangkan rasio yang tinggi menunjukkan persepsi pasar yang baik terhadap pendapatan yang tinggi pada masa
17
mendatang, atau perusahaan memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi. Harga saham yang dapat berubah sewaktu-waktu akan mengakibatkan rasio PER berubah sewaktuwaktu pula. Rasio per juga digunakan untuk membandingkan sebuah perusahaan dengan perusahaan lain dalam industri sejenis (James & Moira, 2003, p67). Sawir (2003, p21) menyatakan bahwa investor dalam pasar modal yang sudah maju menggunakan PER untuk mengukur apakah suatu saham underpriced atau overpriced. PER adalah rasio sederhana yang diperoleh dengan membagi harga pasar suatu saham dengan EPS. Besarnya dividen yang dibayar perusahaan tergantung kepada besarnya EPS dan rasio pembayaran dividen, yang menunjukkan bagian laba yang dibagikan sebagai dividen. Bila seorang analis memperkirakan EPS dan rasio pembayaran dividen, maka ia secara implisit telah memperkirakan dividen. Nilai intrinsik dari suatu aktiva sama dengan nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan. Harga yang wajar bagi suatu saham adalah sebesar nilai instrinsiknya. Rasio nilai intrinsik terhadap EPS menunjukkan PER yang seharusnya untuk saham bila harganya wajar. Rumus dari Price Earning Ratio ini adalah: PER = stock price / earning per share.
2.2.5 Return On Assets (ROA) ROA merupakan suatu pengukuran kemampuan perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah aktiva yang tersedia di perusahaan. Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan.
18
Eugene F (1993, P58) menjelaskan bahwa: ”The ratio of net income to total assets measures the return on total assets after interest and taxes” Rumus dari Return On Assets ini adalah: ROA = net income / total assets Selain itu ROA dapat pula dihitung dengan menggunakan Du Point Analysis dengan formula: ROA = net profit margin x total assets turn over. Schaughnessy (1996, p 91) mengatakan bahwa, ”Banyak investor yang mempercayai bahwa rasio ini lebih penting dibandingkan dengan price-to-earnings bila sedang mencari penawaran yang murah, dengan kata lain mereka akan dihadiahkan dengan tidak membayar harga yang tinggi untuk sebuah asset.” Kim et.Al (2001, p132) menjelaskan bahwa: “Return On Assets merupakan rasio penting yang dapat dipergunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dengan investasi yang telah ditanamkan untuk mendapatkan laba. ROA menjadi salah satu bahan pertimbangan investasi di dalam melakukan investasi terhadap saham-saham pada Bursa Efek. Tingkat profitabilitas merupakan tingkat keuntungan yang dicapai atau informasi mengenai efektifitas operasi perusahaan.” Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya ROA adalah: •
Net Profit Margin
•
Turnover of Operating Assets
19
2.2.6 Price to Book Value (PBV) Rasio book value per share ini menunjukkan approximate value atau perkiraan nilai (tidak pasti) dari setiap lembar saham biasa yang didasarkan atas asumsi bahwa semua aktiva perusahaan dapat dilikuidir menurut nilai bukunya (Syamsuddin, 2001, p67). Nilai buku yang dimaksudkan disini adalah nilai akunting, yaitu nilai dari suatu aktiva (nilai historis) yang nampak dalam neraca perusahaa. Rumus dari nilai buku per saham ini adalah: Book value (per share) = total common stockholder’s equity x IDR 1,00 number of shares of common stock outstanding. Book value dapat digunakan untuk menghitung harga pasar terhadap nilai buku (price to book value ratio). Rasio ini menunjukkan perbandingan harga saham di pasar dengan nilai buku saham tersebut yang digambarkan di neraca. Perhitungannya adalah: Price to book value ratio = market value / book value
2.2.7 Penelitian sebelumnya Penelitian mengenai manfaat rasio keuangan telah berkembang pesat. Beberapa penelitian awal yang dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan untuk menilai kinerja dan prospek usaha yang dilakukan di luar negeri dilakukan oleh Paul Barnes ( 1997), Ou dan Penman (1989). Paul Barnes menelaah berbagai artikel tentang kegunaan analisis rasio, sedangkan penelitian yang dilakukan Ou
dan
Penman,
mengargumentasikan
bahwa
analisis
laporan
keuangan
mengindentifikasikan aspek-aspek dari laporan keuangan yang relevan untuk
20
indikator laba yang akan datang dan keputusan investasi. Sumbangan dari Ou dan Penman adalah memperkenalkan metode penggunaan rasio-rasio laporan keuangan untuk memprediksi laba yang akan datang dan keputusan investasi. Davis (1994), yang menghasilkan bukti bahwa beberapa rasio keuangan sebagai variabel kinerja perusahaan memiliki pengaruh yang sinifikan terhadap return saham. Purnomo (1998), menyelidiki hubungan variable kinerja keuangan perusahaan dengan menganalisis beberapa rasio keuangan, menemukan bahwa kebanyakan rasiorasio tersebut terutama earning per share memiliki pengaruh yang paling signifikan. Agus Sartono dan Mishabul Munir (1997) melakukan penelitian tentang PER dengan menggunakan periode waktu 1991 sampai dengan 1996. Hasil penelitian Agus Sartono dan Mishabul Munir menyimpulkan bahwa rata-rata PER untuk tujuh industri yang berbeda adalah tidak sama; pertumbuhan laba, ROA, Devidend Payout Ratio, Debt Equity Ratio, dan Price to Sales Ratio secara bersama-sama mempunyai pengaruh yang nyata terhadap nilai PER; arah hubungan dan tingkat pengaruh masing-masing variable dalam menjelaskan PER berbeda antara industri satu dengan industri lainnya; dan yang terakhir kemampuan faktor-faktor yang menjadi penentu PER untuk menjelaskan perilaku PER secara bersama-sama juga berbeda antar industri. Sriyono (2003) melakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Profit Margin on Sales, Basic Earning Power , ROA, ROE, dan Total Assets Turnover berpengaruh terhadap Price Earning Ratio pada perusahaan-perusahaan yang
21
terdaftar di BEJ. Dari lima variabel yang diteliti, hanya satu variabel yaitu ROA yang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap PER.