5
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Jasa
Pengertian jasa menurut Kotler (2008) “Service is any act or performance that one perty can offer to another that is essentially intangible and does not result the ownership of anything. Its production may or may not be tied to a physical product”. Definisi ini menjelaskan bahwa “Jasa adalah sesuatu tindakan yang ditawarkan oleh suatu pihak ke pihak lain yang secara fisik tidak berwujud dan tidak memberikan pemilikan sesuatu”. Definisi lainnya dari jasa berorientasi pada aspek proses dan aktivitas dikemukakan oleh Gronroo dalam Tjiptono (2006) bahwa “Jasa adalah proses yang terdiri dari serangkaian aktivitas intangible yang biasanya terjadi pada interaksi antara pelanggan dan karyawan jasa dan atau sumber daya fisik atau barang dan atau sistem penyedia jasa, yang disediakan sebagai solusi atas masalah pelanggan”. Kotler (2008) juga mendefinisikan “Jasa sebagai setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak dapat menghasilkan kepemilikan sesuatu”. Oleh sebab itu, jasa memiliki beberapa karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan berdampak pada cara memasarkannya.
6
2.1.1
Karakteristik Jasa
Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Yazid (2005) menyatakan bahwa jasa memiliki empat karakteristik yang berdampak pada desain pemasaran jasa, yaitu: 1.
Tidak berwujud (Intangibility)
Sifat jasa yang tidak berwujud mengakibatkan suatu jasa tidak dapat mencium, melihat, mendengar, meraba dan merasakan hasilnya sebelum membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian tersebut pelanggan akan mencoba mencari informasi tentang jasa tersebut, seperti lokasi perusahaan, rekam jejak kinerja perusahaan dan apa yang akan didapat dari perusahaan tersebut jika kita melakukan transaksi serta hal-hal lainnya. 2.
Tidak dapat dipisahkan (Inseparability)
Jasa umumnya diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika seseorang melakukan pembelian jasa, maka penyedia jasa tersebut merupakan bagian dari jasa. Karena pelanggan selalu menunggu sampai jasa tersebut diproduksi, maka interaksi penyedia jasa dan pelanggan merupakan ciri utama dari pemasaran jasa.
3.
Bervariasi (Variabillity)
Jasa tergantung kepada siapa penyedia jasa tersebut dan kapan serta dimana jasa diproduksi, mengakibatkan jasa memiliki hasil yang berbeda – beda. Misalnya sebuah hotel yang sangat ramah melayani dan tanggap terhadap keluhan-keluhan pelanggannya, sedangkan hotel yang lain tidak. Hal ini mengakibatkan pembeli jasa sangat berhati-hati terhadap adanya perbedaan ini, sehingga seringkali meminta pendapat dari orang lain sebelum memilih suatu jasa. Perusahaan jasa sangat bervariasi, berada dalam berbagai sektor. Sektor pemerintahan berupa pengadilan, rumah sakit, kepolisian, pemadam kebakaran, kantor pos dan pelayanan ketenagakerjaan. Sektor nirlaba swasta berupa museum, badan amal, perguruan tinggi, dan yayasan. Sektor bisnis berupa perusahaan penerbangan, hotel, bank, perusahaan asuransi, firma hukum, konsultan manajemen dan perusahaan film. Sektor produksi berupa operator komputer, akuntan dan staff hukum.
7
4.
Tidak tahan lama (Perishabillity)
Jasa tidak dapat disimpan. Karakteristik perishability ini tidak akan menjadi masalah jika permintaan tetap. Tetapi jika perusahaan berfluktuasi, maka perusahaan jasa mengalami masalah. Misalnya perusahaan transportasi harus menyediakan lebih banyak kendaraan selama jam-jam sibuk untuk memenuhi permintaan pelanggan.
2.1.2
Klasifikasi Jasa
Sejauh ini banyak pakar mengemukakan skema klasifikasi jasa, dimana masing-masing ahli menggunakan dasar perbedaan disesuaikan dengan sudut pandangnya sendiri-sendiri. Secara garis besar klasifikasi jasa dapat dilakukan berdasarkan tujuh kriteria pokok yaitu : (Tjiptono 2005 : 13).
1.
Segmen Pasar
Berdasarkan segmen pasar, jasa dapat dibedakan menjadi jasa yang ditunjukkan pada pelanggan akhir (contoh: taksi, asuransi jiwa, jasa tabungan dan pendidikan) dan jasa bagi pelanggan organisasi (contoh: biro periklanan, jasa akuntansi, perpajakan dan jasa konsultasi manajemen.
2.
Tingkat Keberwujudan
a.
Rented-good Service
Dalam tipe ini pelanggan menyewa dan menggunakan produk tertentu berdasarkan tarif yang disepakati selama jangka waktu spesifik, contoh: penyewaan kendaraan, VCD, Apartemen dan lain-lain. b.
Owned-good Service
Pada tipe ini produk yang dimiliki pelanggan disepakati dikembangkan atau ditingkatkan untuk kinerjanya atau dipelihara oleh perusahaan jasa, contohnya: jasa reparasi (AC, Arloji, motor, komputer dan lain-lain). c.
Non-good Service
8
Karakteristik khusus pada jenis ini adalah jasa personal bersifat Intangible ditawarkan kepada para pelanggan, contohnya: Supir, Dosen, Penata rias, Pemandu wisata dan lain-lain.
3.
Keterampilan Penyedia Jasa
Berdasarkan tingkat penyedia jasa terdapat dua tipe pokok jasa. Pertama, Profesional Service (seperti dosen, konsulltan manajemen, tukang parkir, pengantar surat, tukang sampah dan lain-lain.
4.
Tujuan Organisasi Penyedia Jasa
Berdasarkan tujuan organisasi, jasa dapat diklasifikasikan menjadi Commercial Service atau Profit Service (contoh: jasa penerbangan, bank, penyewa mobil, hotel dan lain-lain) dan Non Profit Service (contoh: sekolah, panti asuhan, perpustakaan dan lain-lain).
5.
Regulasi
Dari aspek regulasi, jasa dapat dibagi Regulated Service (contoh: jasa pialang, angkutan umum, media masa, perbankan dan lain-lain), dan Non-Regulated Service (contoh: jasa makelar, catering, kos, asrama, kantin sekolah dan lain-lain).
6.
Tingkat Intensitas Karyawan
Berdasarkan tingkat intensitas karyawan (keterlibatan tenaga kerja), jasa dapat dikelompokan menjadi 2 macam, yaitu Equipment-Based Service (contoh: cuci mobil otomatis, jasa sambungan telepon internasional dan lokal, ATM dan lainlain), dan People-Based-Service (contoh: pelatih sepak bola, satpam, akuntan, konsultasi hukum, bidan, dokter dan lain-lain).
7.
Tingkat Kontak Penyedia Jasa dan Pelayanan
Berdasarkan tingkat kontak ini, secara umum jasa dapat dikelompokan menjadi High Contact Service (contoh: Universitas, bank, dokter, penata rambut dan lainlain), dan Low Contact Service (contoh: Bioskop, PLN, jasa komunikasi dan lainlain).
9
2.2
Kualitas Pelayanan
2.2.1
Pengertian Kualitas Pelayanan
Kualitas Pelayanan sebagai ukuran seberapa bagus pelayanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Berdasarkan definisi ini, kualitas jasa dapat diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan
penyampaiannya
untuk
mengimbangi
harapan
pelanggan
(Tjiptono,2005:121). Ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yakni jasa yang diharapkan (expeted service) dan jasa yang dirasakan ataau dipersepsikan (Perceived Service) (Tjiptono, 2005;121). Apabila Perceived Service sesuai dengan Expected Service, maka kualitas jasa tersebut akan dipersepsikan baik atau positif, jika Perceived Service lebih baik dibandingkan Expected Service, maka kualitas jasa tersebut akan dipersepsikan ideal. Sebaliknya jika Perceived Service lebih jelek dibandingkan Expected Service, maka kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.
2.2.2
Faktor-faktor Penentu Kualitas Pelayanan
Dalam menentukan suatu kualitas jasa (Umar, 2002, pp38-40) terdapat lima dimensi yang sangat mempengaruhi yaitu : 1.
Keandalan (Realibility), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2.
Keresponsifan (Responsiveness), yaitu respon atau kesigapan karyawan
dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi; kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi dan cara penanganannya.
3.
Keyakinan
(Anssurance),
meliputi
kemampuan
karyawan
atas
pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberikan pelayanan ketrampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan didalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan
10
terhadap perusahaan. Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi : a.
Kompentensi, artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
b.
Kesopanan, yang meliputi keramahan, perhatian, dan sikap para karyawan.
c.
Kredibilitas, meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi, dan sebagainya.
4.
Empati (Emphaty), yaitu perhatian secara individual yang diberikan
perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya. Dimensi Empati ini merupakan penggabungan dari dimensi : a.
Akses, meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
b.
Komunikasi, merupakan kemampuan untuk melakukan komunikasi untuk menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.
c.
Pemahaman kepada pelanggan, meliputi usaha perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
5.
Berwujud (Tangible), meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung,
ruang makan, ruang front office, tersedianya lahan parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.
2.3
Pengertian Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan adalah indikator utama dari standar suatu fasilitas kesehatan dan merupakan suatu ukuran mutu pelayanan kepuasan pelanggan yang rendah akan berdampak terhadap jumlah kunjungan yang akan mempengaruhi profitabilitas fasilitas kesehatan tersebut, sedangkan sikap karyawan terhadap pelanggan juga akan berdampak terhadap kepuasan pelanggan dimana kebutuhan
11
pelanggan dari waktu ke waktu akan meningkat, begitu pula tuntutannya akan mutu pelayanan yang diberikan (Atmojo, 2006). Menurut Irawan (2003), kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa dari seseorang yang mendapat kesan dari membandingkan hasil pelayanan kinerja dengan harapan-harapannya. Tjiptono (2006) berpendapat bahwa kepuasan atau ketidakpuasan merupakan respon pelanggan sebagai hasil dan evaluasi ketidaksesuaian kinerja/tindakan yang dirasakan sebagai akibat dari tidak terpenuhinya harapan. Hal ini juga dinyatakan oleh Sugito (2005) yang menyebutkan bahwa tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan, apabila kinerja di bawah harapan maka pelanggan akan kecewa. Berikut definisi lain mengenai kepuasan pelanggan, diantaranya adalah : 1.
Menurut Kotler (1997:40) kepuasan pelanggan adalah :“... a person’s
feeling of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s received performance (or outcome) in relations to the persons’s expectation” perasaan senang atau kecewa seseorang sebagai hasil dari perbandingan antara prestasi atau produk yang dirasakan dan yang diharapkannya.
2.
Menurut Tse & Wilson (1988) : Respon pelanggan terhadap evaluasi
persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian (atau standart kinerja lainnya) dan kinerja aktual produk sebagaimana dipersepsikan setelah memakai atau mengkonsumsi produk bersangkutan.
3.
Menurut Cadotte, Woodruff & Jenkins, (1997) : Perasaan yang timbul
setelah mengevaluasi pengalaman pemakaian produk.
4.
Menurut Hill, Brierley & MacDougall (1999) : Ukuran kinerja ‘produk
total’ sebuah organisasi dibandingakan serangkaian keperluan pelanggan (Customer Requirements). Pada dasarnya harapan pelanggan adalah perkiraan atau keyakinan pelanggan tertang pelayanan yang diterimanya akan memenuhi harapannya. Sedangkan hasil kinerja akan dipersepsikan oleh pelanggan. Kesimpulan yang dapat diambil dari
12
beberapa pengertian diatas terdapat kesamaan pandangan bahwa kepuasan pelanggan merupakan ungkapan perasaan puas apabila menerima kenyataan / pengalaman pelayanan memenuhi harapan pelanggan (Gambar 2.1).
HARAPAN
KENYATAAN Gambar 2.1 Harapan Vs Kenyatan dalam kepuasan pelanggan
2.3.1
Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan
Faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pelanggan antara lain: 1.
Kebutuhan dan keinginan yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan
pelanggan ketika sedang mencoba melakukan transaksi dengan produsen produk.
2.
Pengalaman masa lalu ketika mengkonsumsi produk dari
perusahaan
maupun pesaing-pesaingya.
3.
Pengalaman dari teman-teman. Engel, Roger & Miniard (1994)
mengatakan bahwa kepuasan adalah evaluasi paska konsumsi untuk memilih beberapa alternative dalam rangka memenuhi harapan. Band (dalam Nasution, 2005) mengatakan bahwa kepuasan tercapai ketika kualitas memenuhi dan melebihi harapan, keinginan dan kebutuhan pelanggan. Sebaliknya, bila kualitas
13
tidak memenuhi dan melebihi harapan, keinginan dan kebutuhan pelanggan maka kepuasan tidak tercapai. Pelanggan yang tidak puas terhadap barang atau jasa yang dikonsumsinya akan mencari perusahaan lain yang mampu menyediakan kebutuhannya. Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan definsi kepuasan pelanggan yaitu tingkat perasaan setelah membandingakan kinerja produk yang dia rasakan dengan harapannya.
2.3.2
Manfaat Mengukur Kepuasan Pelanggan
Menurut Fandy Tjiptono (2008:169) kepuasan pelanggan juga berpotensi memberikan sejumlah manfaat spesifik, diantaranya : 1.
Berdampak positif terhadap loyalitas pelanggan.
2.
Berpotensi menjadi sumber pendapatan masa depan, terutama melalui pembelian ulang, cross-selling dan up selling.
3.
Menekan biaya transaksi pelanggan di masa depan, terutama biaya-biaya komunikasi pemasaran, penjualan, dan layanan pelangggan.
4.
Menekan volatilitas dan resiko berkenaan dengan prediksi aliran kas masa depan.
5.
Meningkatkan toleransi harga, terutama ketersediaan pelanggan membayar harga premium dan pelanggan cenderung tidak mudah tergoda untuk beralih pemasok.
6.
Menumbuhkan rekomendasi getok tular positif.
7.
Pelanggan cenderung lebih reseptif terhadap product line extensions, brand extensions dan new add-on service yang ditawarkan perusahaan.
8.
Meningkatkan bargaining power relative perusahaan terhadap jaringan pemasok, mitra bisnis dan saluran distribusi.
2.4
Teknik Pengumpulan Data
2.4.1
Pengumpulan Data Awal
Dalam proses pengumpulan data utama suatu riset, beberapa metode yang dapat digunakan, yaitu (Sekaran, 2000) dalam Zuhdi (2006):
14
1.
Interview
Merupakan salah satu cara mengumpulkan informasi mengenai objek penelitian dari responden. Interview dapat berupa structured atau unstructured. Interview dapat dilakukan dengan cara tatap muka, menggunakan telepon atau on-line.
2.
Kuesioner
Sebuah kuesioner terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang disajikan kepada responden untuk dijawab. Karena flesibilitasnya, kuesioner merupakan instrument yang paling sering dipakai dalam pengumpulan data utama.
3.
Observational Surveys
Metode ini dapat digunakan untuk memperoleh data apabila tanpa perlu memberikan pertanyaan kepada responden. Metode ini umunya dilakukan dalam penelitian tentang objek yang sedang beraktivitas dalam lingkungannya.
2.4.2
Kuesioner
Kuesioner
adalah
seperangkat
pertanyaan
atau
pernyataan
yang
telah
diformulasikan, sesuai dengan variabel yanag diteliti dan data yang diperlukan. Kuesioner juga dijadikan tempat menyimpan jawaban responden atas pertanyaan tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan kuesioner adalah sebagai berikut: a.
Isi Pertanyaan
Dalam mengevaluasi berbagai alternative pertanyaan yang akan disusun dalam kuesioner, hal-hal yang harus diperhatikan:
Apakah pertanyaan tersebut perlu untuk ditanyakan?
Apakah responden bersedia dan dapat memberikan data yang ditanyakan?
Apakah pertanyaan tersebut cukup jelas dan mencakup aspek yang ingin diketahui?
15
b.
Tipe Pertanyaan
Tipe pertanyaan yang umum digunakan dalam membuat kuesioner adalah sebagai berikut:
Open-ended
Pertanyaan open-ended memberikan keleluasaan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri dan mengemukakan pendapat dengan cara yang dipandangnya sesuai dengan pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Close Questions
Tipe pertanyaan ini menyajikan pertanyaan kepada responden dan memberikan sekumpulan alternatif yang mutually exclusive (hanya satu alternatif yang dapat dipilih) dan exhaustive (kumpulan alternatif yang diberikan sudah mencakup semua kemungkinan alternatif yang ada). Kemudian responden memilih satu dari kumpulan itu, yang paling sesuai dengan responnya pada pertanyaan yang diajukan.
c.
Sensitivitas Pertanyaan
Beberapa topik penelitian yang berkaitan dengan pendapatan, umur, catatan kejahatan, kecelakaan dan topik sensitive lainnya cenderung memiliki bias respon pada responden yang diteliti. Oleh sebab itu bentuk dan penyusunan kalimat pertanyaan harus dirancang dengan benar agar dapat mengungkap jawaban yang sebenarnya.
d.
Tampilan Kuesioner
Pada kuesioner yang dikirim lewat surat atau kuesioner yang diisi oleh responden dirumahnya masing-masing, penampilan kuesioner memegang peranan yang cukup penting. Kuesioner yang kelihatannya panjang dan memiliki kalimat yang banyak semakin cenderung untuk diabaikan responden. Oleh sebab itu, bila mungkin pertanyaan harus disusun seminimal mungkin dengan kalimat-kalimat yang mudah dan sederhana.
16
e.
Urutan Pertanyaan
Pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner harus disusun dalam urutan yang logis dan jelas agar responden dapat dengan mudah mengikuti alur pertanyaan dan hasil dapat direkapitulasi dengan cepat.
2.5
Skala Pengukuran
Skala pengukuran menerapkan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut biasanya digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan skala pengukuran, maka nilai variable yang diukur dengan instrumenr tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka sehingga akan lebih akurat, efisien dan komunikatif. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peniliti, yang selanjutnya disebut sebagai variable peneliti. Dengan skala likert, maka variable yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variable, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrument yang dapat berupa pertayaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrument yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata sebagai berikut : sangat setuju, setuju, biasa saja/ netral, tidak setuju, sangat tidak setuju. Untuk kepentingan analisis kuantitatif, maka jawaban ini dapat diberi skor yaitu : sangat setuju (5), setuju (4), biasa saja/ netral (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1). Instrument penelitian yang menggunakan skala likert dapat dibuat dalam bentuk cheklist ataupun pilihan ganda.
2.6
Teknik Pengolahan Data
2.6.1
Uji Validitas Data
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu alat ukur/instrumen. Suatu alat instrumen dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Atau dapat dikatakan bahwa alat ukur/instrumen dapat
17
memperoleh data yang tepat dari variabel–variabel yang diteliti (Sima-mora, 2002). Pengujian dilakukan dengan mengkorelasikan butir-butir pertanyaan dengan nilainilai total didapatkan dengan menggunakan rumus :
=
∑ { ∑
−∑
∑
− (∑ ) }{ ∑
− (∑ ) }
Dimana :
n
= Banyaknya responden
∑X
= Jumlah pengamatan variabel X
∑Y
= Jumlah pengamatan variabel Y 2
(∑X ) 2
(∑Y )
= Jumlah kuadrat pengamatan variabel X = Jumlah kuadrat pengamatan variabel Y
2
= Kuadrat jumlahan pengamatan variabel X
(∑Y)2
= Kuadrat jumlahan pengamatan variabel Y
(∑X)
Semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total telah diperoleh, nilainilai tersebut dibandingkan dengan nilai tabel pearson product moment (rα,df). Jika nilai koefisien korelasi produk momen dari suatu pertanyaan berada di atas nilai r tabel kritik (r > rα,df ), maka pertanyaan tersebut signifikan dan dikatakan valid atau dapat mengukur aspek yang sama. 2.6.2
Uji Reliabilitas Data
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur/instrumen dalam mengukur aspek yang sama (Umar, 2003) dan dapat dipercaya atau diandalkan (Singarim-bun, 1989). Bila sebuah alat ukur digunakan dua kali atau lebih untuk mengukur aspek yang sama dan hasil pengukuran bersifat konsisten, maka alat ukur tersebut dapat dikatakan reliabel. Jadi, jika validitas menunjukkan kebenaran alat ukur, maka reliabilitas menunjukkan kehandalan alat ukur tersebut.
18
Rumus statistik yang digunakan adalah teknik reliability analysis Alpha Cronbach. Fungsi rumus ini adalah untuk mengetahui reliabilitas (kehandalan) instrumen kuesioner sebagai alat ukur tingkat kepuasan pelanggan Erhaclinic Kelapa Gading.
Rumus reliability analysis Alpha Cronbach adalah sebagai
berikut (Sugiyono, 1991):
r=
−1
1−
∑
Dimana : r
= Nilai reliabilitas
k
= Banyaknya butir angket
(∑ )
= Jumlah Varian Item
(
)
= Varians total
Menurut Budi (2006), tingkat reliabilitas yang diperoleh melalui Cronbach’s Alpha dapat diukur melalui skala alpha 0 sampai 1. Skala dikelompokkan dalam lima kelas dengan range yang sama, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Tingkat Reliabilitas berdasarkan nilai Alpha Alpha
Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20
Kurang Reliabel
>0,20 s.d 0,40
Agak Reliabel
>0,40 s.d 0,60
Cukup Reliabel
>0,60 s.d 0,80
Reliabel
>0,80 s.d 1,00
Sangat Reliabel
19
2.7
Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan
Pengukuran
tingkat
kepuasan
pelanggan
dengan
menggunakan
metode
Importance Performance Matrix yaitu suatu metode deskriptif kualitatifkuantitatif dalam menganalisa data penelitian untuk menjawab perumusan masalah mengenai sampai sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja suatu perusahaan. Analisis tingkat kepentingan dan kepuasan dapat menghasilkan suatu diagram kartesius yang dapat menunjukan letak faktor-faktor atau unsur-unsur yang dianggap mempengaruhi kepuasan, dimana dalam diagram kartesius tersebut faktor-faktor akan dijabarkan dalam empat kuadran. Menurut J. Supranto (1997),
sumbu mendatar (X) dalam diagram kartesius
memuat nilai rata-rata skor kepuasan (performance), sedangkan sumbu tegak (Y) memuat nilai rata-rata skor kepentingan (importance), yang dirumuskan sebagai berikut : =
∑
dan
=
∑
Dimana : = rata-rata skor tingkat kepuasan faktor ke-i = rata-rata skor tingkat kepentingan faktor ke-j ∑
=
total skor untuk tingkat kepuasan faktor ke-i
∑
=
total skor untuk tingkat kepentingan faktor ke-j
= jumlah responden
Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X, Y ), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan seluruh atribut dan Y merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepentingan dari seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yang dinyatakan sebagai berikut : = Dimana :
∑
dan
=
∑
20
= banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan. Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian dalam diagram kartesius (diagram importance-performance matrix) sebagai berikut :
Gambar 2.2 Diagram Importance Performance Analysis
Keterangan : 1.
Kuadran 1 (Atrributes to improve)
Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan namun pada kenyataannya belum sesuai seperti yang diharapkan (kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Atribut-atribut yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan.
2.
Kuadran 2 (Maintain Performance)
Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan sudah sesuai dengan yang dirasakan sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Karenanya atribut-atribut yang masuk dalam kuadran ini harus dipertahankan.
21
3.
Kuadran 3 (Attributes to Maintain)
Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan pada kenyataannya, kinerjanya tidak terlalu istimewa.
4.
Kuadran 4 (Attributes to De-emphasize)
Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan.