perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Penanaman Nilai Nilai Pancasila melalui Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) a. Pengertian Penanaman Nilai
DR. Kaelan. M.S. mengemukakan pengertian nilai sebagai berikut: Nilai atau berasal dari bahasa inggris termasuk dalam bidang kajian filsafat. Filsafat sering juga diartikan limu tentang nilai. Istilah nilai dipakai ( worth ) dan kebaikan (goodness ), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. ( Kaelan, 2004: 87). Sedangkan menurut Fransena dalam Hamid Darmadi (2007: 67) menyatakan bahwa: Nilai atau (bahasa inggris) termasuk dalam bidang kajian filsafat. Istilah nilai dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda a dan kata kerja yang artinya suatu kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. Sastrapratedja dalam Kaswardi (1993: 39) menyatakan bahwa Nilai adalah sesuatu yang dinilai positif, dihargai, dipelihara, diagungkan, dihormati, membuat orang gembira, puas, atau besyukur . Kalau seseorang mengambil pilihan dan ternyata setelah ia mengalami pilihanya itu ia menjadi gembira, berarti ia telah menemukan pilihanya. Tiap nilai membantu perkembangan keseluruhan pribadi seseorang. Jadi pada hakekatnya nilai adalah sifat atau kualitas yang melekat pada obyek, bukan obyek itu sendiri. Sifat-sifat nilai menurut Bambang Daroeso dalam Winarno (2012: 39) adalah 7
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1) Nilai itu suatu realitas abstrak. Nilai itu ada (real) dalam kehidupan manusia. Tetapi nilai itu abstrak (tidak dapat diindera), yang dapat diamati hanyalah obyek yang bernilai itu. Orang ini memiliki kejujuran. Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak dapat mengindera kejujuran itu. Yang dapat kita indera adalah orang yang memiliki kejujuran itu. 2) Nilai memiliki sifat normatif artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misal nilai keadilan. Semua orang berharap mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan. 3) Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misal nilai ketaqwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat taqwa. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak bisa lepas dari nilai. Nilai akan selalu berada di sekitar manusia dan melingkupi kehidupan manusia dalam segala bidang. Nilai amat banyak dan selalu berkembang. Contoh nilai kejujuran, kedaiman,
kecantikan,
keindahan,
keadilan,
kebersamaan,
ketaqwaan,
keharmonisan dan lain-lain. Ada beberapa pandangan tentang pembagian atau jenis nilai. Prof. Dr. Notonegoro dalam Sumarsono (2002: 40) membagi nilai dalam tiga golongan, . Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. Nilai material cenderung pada masalah kebendaan. 2) Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas. 3) Nilai rohaniah, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia berkaitan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
dengan kejiwaan atau spiritual. Nilai rohaniah dibagi menjadi empat macam. a) Nilai kebenaran yang bersumber dari akal atau rasio manusia. b) Nilai keindahan yang bersumber pada rasa atau estetika manusia c) Nilai religius merupakan nilai Ketuhanan yang bersumber pada keyakinan atau keimanan seseorang. Nilai religius merupakan nilai rohaniah yang memiliki kedudukan tertinggi. d) Nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada kehendak manusia (etika, karsa, dan keinginan/will). Menurut Sumarsono (2002: 41) ditinjau dari segi sumber dan peruntukannya, nilai dapat dikelompokkan
Nilai individual, nilai umum
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Nilai individual atau nilai subjektif. Misalnya: kedisiplinan, tanggung jawab, dan sebagainya. 2) Nilai umum atau kemasyarakatan. Misalnya: kerja sama, toleransi, keikhlasan menolong, semangat persatuan, dan Iain-lain. 3) Nilai instrinsik atau nilai objektif yang sesuai dengan hakikat yang dikandungnya. Misalnya: kejujuran, kebenaran, kebaikan, dan sebagainya. Menurut Sumarsono (2002: 41) ditinjau dalam filsafat, nilai dibedakan menja Hal tersebut dapat dijelakan sebagai berikut: 1) Nilai logika merupakan nilai tentang benar atau salah 2) Nilai estetika merupakan nilai tentang indah dan tidak indah 3) Nilai etika/moral merupakan nilai tentang baik atau buruk. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud penanaman nilai adalah proses atau cara menanamkan sesuatu yang berharga atau yang bermanfaat bagi orang lain.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
b. Pengertian Pancasila Menurut Sumarsono (2002: 39)
Secara etimologis
kata Pancasila mengandung arti, panca yang berarti lima dan sila yang berarti dasar. Dengan demikian pancasila artinya lima dasar . Rozikin Daman (1995: 1) pelaksanaan kesusilaan yang lima (pancasila karma) yaitu tidak boleh melakukan kekerasan, tidak boleh mencuri, tidak boleh berjiwa dengki, tidak boleh bohong dan tidak boleh minum minuman keras . Sumarsono (2002: 40) juga menyatakan bahwa: Pengertian Pancasila secara terminologis adalah pengertian Pancasila dalam suatu konteks tertentu yakni konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Pengertian Pancasila secara terminologis adalah Pancasila dalam konteks politik, yakni yang pertama kali dikemukakan oleh Ir. Soekarno ketika membicarakan perihal dasar negara dalam sidang I BPUPKI. Pancasila pengertian terminologis ini tidak berhubungan dengan pengertian etimologis atau tidak perlu dihubungkan. Muhammad Yamin dalam Reno Abdila (2012. http://buburdelima.com) menyatakan bahwa: Pancasila dalam konteks etimologi diartikan susila, yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologis kata pendek yang memiliki makna leksikal berbatu sandi lima atau secara harafia dasar yang memiliki lima unsur. Menurut Ir. Sukarno dalam Sumarsono (2002: 40) menyatakan bahwa Pancasila adalah jiwa bangsa Indonesia yang turun temurun sekian abad lamanya . Menurut Prof. Dr. Notonegoro dalam Sumarsono (2002: 40) menyatakan bahwa Pancasila adalah dasar filsafat negara Indonesia . Sedangkan menurut penjelasan Panitia Lima dalam Sumarsono (2002: 40) menyatakan bahwa Pancasila adalah lima asas yang merupakan ideologi negara, maka kelima sila itu merupakan kesaruan yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain . Menurut Darji yang dipergunakan sebagai dasar mengatur/menyelenggarakan pemerintahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah dasar falsafah atau landasan negara Indonesia yang terdiri dari lima asas, di mana antara sila yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahpisahkan. Isi rumusan formal Pancasila yang resmi seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea keempat. Tata susunan atau sistematika, tata tulis, dan cara pengucapan Pancasila ditegaskan dengan Instruksi Presiden No. 12 Tahun 1968 dalam Sumarsono (2002: 40)
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Kemanusian yang adil dan beradab. Persatuan Indonesia. Kerakyatan yang dipimpin
oleh
hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
Keadilan sosia Sedangkan dari segi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, Pancasila merupakan kristalisasi perilaku bangsa Indonesia yang sudah mengakar atau membudaya dalam kehidupan bangsa Indonesia. Jadi, munculnya nilai-nilai Pancasila bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia. Menurut H.A.W Widjaja (2000:1) menyatakan Nilai pancasila bagi bangsa Indonesia memiliki keunikan/kekhasan karena nilai-nilai pancasila mempunyai kedudukan/status yang tetap dan berangkai. Keunikan disebabkan karena masing-masing sila tidak dapat dipisahkan dengan sila lainnya. Kekhususan ini merupakan identitas bagi bangsa Indonesia. Menurut Sumarsono (2002: 41) nilai-nilai tiap sila dalam Pancasila tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Sila I: nilai keimanan, ketakwaan, menghormati antarpemeluk agama, tawakal. Sila II: tenggang rasa, menghargai orang lain, menjunjung tinggi HAM. Sila III: persatuan, kekeluargaan, kerja sama, rela berkorban, cinta tanah air. Sila IV: musyawarah, rembuk bersama, tidak memaksakan kehendak, demokratis. Sila V: nilai-nilai adil, saling membantu, sederhana, bekerja keras. Diterimanya Pancasila sebagai dasar negara Indonesia membawa konsekuensi logis bahwa nilai
nilai pancasila dijadikan landasan pokok dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
kehidupan bernegara. Pancasila berisi lima sila yang pada hakekatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai
nilai dasar dari pancasila tersebut adalah
nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar dari Pancasila adalah nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan. Menurut Prof. DR. H. Kaelan, M.S dan Drs. H. Achmad Zubaidi, M.Si (2012 : 31) makna dari nilai-nilai dalam Pancasila yaitu nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan dijelaskan sebagai berikut : 1.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila lainnya. Dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yang didirikan adalah sebagai pengejawantahan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan dan penyelengaraan negara harus dijiwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa.
2.
Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab secara sisematis didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila Kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan. Nilai kemnusian menjelaskan bahwa sifat kodrat individu dan makhluk sosial adalah sama. Maksudnya, sikap hidup, keputusan, dan tindakan selalu berdasarkan pada nilai-nilai keluhuran budi, kesopanan, dan kesusilaan. Adab terutama mengandung pengertian tata kesopanan, kesusilaan, atau moral. Dengan demikian, beradab berarti berdasarkan nilai-nilai kesusilaan, bagian dari
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
kebudayaan. Kemanusiaan yang adil dan beradab ialah kesadaran sikap dan perbuatan yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan kesusilaan umumnya, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, maupun terhadap alam dan hewan. 3.
Nilai Persatuan Indonesia Sila Persatuan Indonesia menumbuhkan sikap masyarakat untuk mencintai tanah air, bangsa dan negara Indonesia, ikut memperjuangkan kepentingankepentingannya, dan mengambil sikap solider serta loyal terhadap sesama warga negara. Konsekuensi negara adalah beraneka ragam akan tetapi satu, mengikatkan diri dalam satu persatuan yang dilukiskan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.
4.
Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmad Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/ perwakilan berarti bahwa kekuasaan yang tertinggi berada di tangan rakyat Kerakyatan disebut pula kedaulatan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat, dan dilaksanakan dengan sadar, jujur, dan bertanggung jawab serta didorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani. 5.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mengajak masyarakat aktif dalam memberikan sumbangan yang wajar sesuai dengan kemampuan dan kedudukan masing-masing kepada negara demi terwujudnya kesejahteraan umum, yaitu kesejahteraan lahir dan batin selengkap mungkin bagi seluruh rakyat. Nilai
nilai Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral dan berada
pada tingkatan dasar. Menurut Notonagoro dalam Winarno ( 2012 : 44 ), nilai nilai dasar Pancasila termasuk nilai kerohanian, yang mengakui adanya nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
materiil dan nilai vital secara seimbang. Hal ini tercermin dari susunan kelima sila Pancasila yang tersusun secara sistematis dan hirarkis, mulai dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa yang bersifat kerohanian ( abstrak ) dan sila kelima Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia yang bersifat materiil ( konkrit ). Nilai
nilai dasar Pancasila sebagai pandangan hidup dan sebagai dasar
negara yang mana yang merupakan nilai dasar yang abadi dan tidak boleh diubah lagi. Nilai dasar yang abadi itu kita temukan dalam empat alenia pembukaan UUD 1945, yaitu alenia pertama, kedua, ketiga dan keempat. Menurut RM A.B Kusuma dalam Winarno ( 2012 : 46 ), ada sejumlah nilai
nilai dasar (core values) yang
dapat kita temukan dalam Pembukaan UUD 1945 yakni : 1. Ketuhanan Yang Maha Esa (Believe in the One and Only God) 2. Kemanusiaan yang adil dan berada (Humanity) 3. Persatuan Indonesia (Nationalism/ Unity), 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan (Representative democracy), 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ( Social Justice), 6. Keadilan ekonomi dan politik, ( Economic and political justice), 7. Merdeka (Independent), 8. Bersatu, (Unity), 9. Berdaulat (Sovereign), 10. Makmur (Welfare). Jadi menurutnya selain nialai
nilai Pancasila yang jumlahnya
lima itu, masih terdapat nilai nilai dasar yang lain. Menurut Superka et al dalam Winarno dan Wijianto ( 2010 : 105 ) tujuan pendekatan penanaman nilai adalah : pertama, diterimanya nilai-nilai sosial oleh siswa; kedua, berubahnya nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Metode yang digunakan dalam pendekatan penanaman nilai ini antara lain: keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud penanaman nilai-nilai Pancasila adalah suatu proses menanamkan nilai Pancasila yang terdiri dari nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan sebagai inspirasi dalam bertindak tanduk sehari-hari yang dinilai positif, dihargai, dipelihara, diagungkan, dihormati dan membuat orang gembira, puas, atau bersyukur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
c. Pendidikan Kewarganegaraan 1) Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan kewarganegaraan merupakan pendidikan dan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan nasional. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 37 menyatakan bahwa Menurut Soborin Malian dan Suparman Marzuki (2006: 2) menyatakan bahwa: Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan untuk mengenali dan menghayati hak-hak warganegara yang asasi (civil right) yang diacarakan dengan harapan agar setiap peserta didik pada akhirnya akan dapat menyadari hak-hak yang asasi, yang perlindungannya dijamin oleh undang-undang negara. Permendiknas No 22 Tahun 2006 menyatakan bahwa: Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. (Depdiknas, 2006: 7). David Kerr (1999, http://www/imca.org.uk) menyatakan bahwa Citizenship education is a proces to encompas the preparation of young people for their roles and responsibilities as citizen and particular, the role of education (trough scooling, teaching, and learning) in that prepatory Pernyataan
tersebut
mengandung
pengertian
bahwa
kewarganegaraan atau pendidikan kewarganegaraan ditafsirkan secara luas untuk mencakup persiapan orang muda untuk mereka dalam peran dan tanggung jawabnya sebagai warga negara dan khususnya peranan pendidikan (melalui pendidikan, pengajaran dan belajar) dalam proses persiapan. Pendidikan
Kewarganegaraan
memiliki
keunikan
yang
membedakannya dengan mata pelajaran lainnya, keunikan PKn tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
digambarkan John Potter dalam Cholisin (2011, http://staff.uny.ac.id) menyatakan bahwa: Citizenship Education substansinya berisikan tentang hak hak kita, tetapi harus diakui memiliki tiga keunikan yang membedakannya dengan mata pelajaran lain, yakni: Linked with other subject, maksudnya sekolah harus mendukung secara eksplisit untuk mengkaitkan PKn dengan mata pelajaran yang lain, A way of life, maksudnya PKn harus mengakar dalam pandangan hidup dan etos sekolah secara keseluruhan, dan Participation, maksudnya PKn memerlukan generasi muda (young people) untuk belajar melalui partisipasi dan pengalaman nyata. Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendidikan kewarganegaraan adalah suatu pendidikan yang bertujuan untuk mendidik generasi muda agar menjadi warga negara yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, yang berpartisipasi aktif dalam rangka membangun sistem bangsa yang maju dan modern.
2) Ruang Lingkup Isi Pendidikan Kewarganegaraan Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa
uang lingkup mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan meliputi persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, hak asasi manusia, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, pancasila, dan globalisasi Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. b) Norma, Hukum dan Peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
peraturan daerah, Norma-norma dalam
kehidupan berbangsa dan
bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan Internasional. c) Hak Asasi Manusia, meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan Internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM. d) Kebutuhan warga negara, meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara. e) Konstitusi negara, meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama, Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi. f) Kekuasaan dan politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyrakat demokrasi. g) Pancasila, meliputi: Kedudukan pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka. h) Globalisasi, meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri, Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Menguasai globalisasi. Pendapat di atas dapat peneliti simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran yang wajib diberikan di setiap jenjang pendidikan formal mempunyai beberapa aspek yang menjadi ruang lingkupnya. Aspek yang dimaksud adalah aspek mengenai ruang lingkup yang nantinya akan dijabarkan ke dalam standar kompetensi dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
kompetensi dasar. Selanjutnya yang menjadi ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi persatuan dan kesatuan bangsa, norma hukum dan peraturan, HAM, kebutuhan warga negara, konstitusi negara, kekuasaan dan politik, pancasila dan globalisasi.
3) Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan Menurut Winarno dan Wijianto (2010 : 7-8) , Mata pelajaran Pendidikan
kemampuan berpikir kritis, berpartisipasi aktif, positif dan demokratis serta
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiata bermasyrakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi. 3) Berkembang secara positif dan demokaratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyrakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya. 4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Pendapat
lain
diungkapkan
oleh
David
Kerr
(1999:
http://
www/imca.org.uk), yaitu preparation of young people for their roles and responsibilities as citizen and particular, the role of education (through schooling, teaching, and learning) in Artinya bahwa kewarganegaraan atau pendidikan kewarganegaraan ditafsirkan secara luas untuk mencakup persiapan orang muda untuk mereka dalam peran tanggungjawabnya sebagai warga negara dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
khususnya peranan pendidikan (melalui pendidikan, pengajaran dan belajar) dalam proses persiapan. Berdasarkan tujuan PKn (Civic Education) di atas perlu adanya penguasaan sejumlah kompetensi kewarganegaraan. Dari sejumlah kompetensi yang diperlukan, yang terpenting adalah penguasaan terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, pengembangan kemampuan intelektual dan partisipatoris, pengembangan karakter dan sikap mental tertentu, dan komitmen yang benar terhadap nilai dan prinsip dasar demokra kompetensi yang diperlukan, terdapat tiga komponen utama yang perlu dipelajari dalam PKn, yaitu civic knowledge, civic skills, dan civic dispositions . (Dasim Budimansyah, 2008: 55). Civic Knowledge (pengetahuan kewarganegaraan) berkaitan dengan kandungan atau apa yang seharusnya diketahui oleh warganegara. Komponen pertama ini harus diwujudkan dalam bentuk lima pertanyaan penting yang secara terus menerus harus diajukan sebagai sumber belajar PKn.
Civic Skill
(Kecakapan Kewarganegaraan) jika warganegara mempraktekkan hak-haknya dan menunaikan kewajiban-kewajibannya sebagai anggota masyarakat yang berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan dasar, namun mereka pun perlu memiliki kecakapan-kecakapan intelektual dan partisipatoris yang relevan. Kecakapan-kecakapan intelektual kewarganegaraan sekalipun dapat dibedakan namun satu sama lain tidak sama tidak dapat dipisahkan. Kecakapan berpikir kritis tentang isu politik tertentu, misalnya, seseorang harus memahami terlebih dahulu isu itu, sejarahnya, relevansinya dimasa kini, juga serangkaian alat intelektual atau pertimbangan tertentu yang berkaitan dengan isu itu. Kecakapan-kecakapan intelektual yang penting untuk seorang warganegara yang
berpengetahuan,
efektif,
dan
bertanggungjawab,
disebut
sebagai
kemampuan berpikir kritis. Kecakapan intelektual lain yang dipupuk oleh civic education yang bermutu adalah kemampuan mendeskripsikan. Kemampuan untuk mendeskripsikan fungsi-fungsi dan proses-proses seperti sistem cheks and
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
balance atau judicial review menunjukkan adanya pemahaman. Melihat dengan jelas dan mendeskripsikan kecenderungan-kecenderungan seperti berpartisipasi dalam kehidupan kewarganegaraan , imigrasi, atau pekerjaan, membantu warga negara untuk selalu menyesuaikan diri dengan peristiwa-peristiwa yang sedang aktual dalam pola jangka waktu yang lama. Disamping mensyaratkan
pengetahuan dan kemampuan intelektual,
pendidikan untuk warga negara dan masyarakat demokratis harus difokuskan pada
kecakapan-kecakapan
yang
dibutuhkan
untuk
partisipasi
yang
bertanggungjawab , efektif, dan ilmiah, dalam proses politik dan dalam civil society. Kecakapan-kecakapan tersebut jika meminjam istilah Branson dapat dikategorikan sebagai interacting, monitoring, and influencing. Civic disposition (watak kewarganegaran) mengisyaratkan pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi, dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses. Sehingga dapat dilihat, bahwa dalam kaitannya dengan judul skripsi diatas yang hendak peneliti teliti yaitu bagian dari Civic Skill (Kecakapan Kewarganegaraan), menunaikan
jika
warganegara
kewajiban-kewajibannya
mempraktekkan sebagai
hak-haknya
anggota masyarakat
dan yang
berdaulat, mereka tidak hanya perlu menguasai pengetahuan dasar, namun mereka pun perlu melaksanakannya. Salah satunya adalah yang ada pada penanaman nilai-nilai Pancasila yang terdapat pada standar kompetensi menampilkan perilaku yang sesuai nilai-nilai Pancasila. Dimana dengan dimilikinya pembelajaran pengetahuan mengenai nilai-nilai ini siswa diharapkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
dapat menampilkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Sehingga dapat disimpulkan upaya penanaman nilai-nilai pancasila melalui Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk sikap toleransi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Sukoharjo adalah melalui kegiatan belajar mengajar yakni pembelajaran Standar Kompetensi
perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai Pancasila . Dimana SK tersebut terdiri dari empat (4) Kompetensi Dasar yakni menjelaskan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, mengurakan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, menunjukkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dan menampilkan sikap positif terhadap Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kegiatan belajar mengajar Standar Kompetensi Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila tersebut, dilakukan beberapa upaya dalam rangka menanamkan nilai-nilai pancasila agar terbentuk sikap toleransi pada siswa, upaya tersebut adalah: a) Memberikan Pemahaman pada siswa secara kognitif mengenai nilai-nilai Pancasila b) Memberikan contoh c) Mempraktekkan nilai-nilai Pancasila secara langsung Berkaitan dengan penanaman nilai
nilai Pancasila sebagai upaya
membangun sikap toleransi pada siswa diperlukan teori yang dijadikan dasar, yakni sebagaimana tersebut dibawah ini:
d. Teori Konstruktivisme atau Teori Perkembangan Kognitif Teori ini dikembangkan oleh Jean Piaget yang biasa dikenal dengan teori perkembangan kognitif. Menurut Abdullah Idi (2007: 88) menganggap bahwa: Teori kematangan mental ini tumbuh secara bertahap pada anak didik sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
follow-up dari interaksinya dengan lingkungan. Anak didik harus dibimbing dengan teliti, bahan pelajarannya harus seimbang dengan tingkat perkembangan kognitifnya, dan perlu didorong supaya mereka maju ke arah tingkat perkembangan selanjutnya. Sementara itu John Dewey mengemukakan tahap-tahap perkembangan moral berdasarkan teori Jean Piaget yang dikutip oleh Abdullah Idi (2007: 90) menjadi tiga yakni: 1) Tahap amoral Tidak tahu mana yang benar dan salah, tidak menghiraukan orang lain. 2) Tahap konvensional Menghormati nilai-nilai konvensional yang diperoleh dari orang tua dan masyarakat. Pujian dan hukuman dari orang dewasa direspon sebagai dasar norma moralnya. 3) Tahap otonom Mulai memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka seorang anak akan melalui beberapa tahapan untuk mencapai tingkat perkembangan moral, dan untuk sampai pada tahapan yang paling sempurna maka ia akan melalui tahapantahapan yang lebih rendah. Sehingga dalam hal ini Aristoteles mempunyai pandangan tentang belajar berdasarkan prinsip asosiasionisme. Dasar pandangan Aristoteles adalah: Awalnya, manusia tidak tahu apa-apa atau dalam keadaan kosong. Saat lahir, jiwanya seperti tabularasa (kertas putih belum berisi coretan dan tulisan). Kemudian pengetahuannya dibentuk oleh penangkapan perasaan-perasaan atau kejuatan-kejutan dasar, seperti suara, penglihatan, pembauan, dan rasa atau perasaan panas dan dingin. Selanjutnya, hal-hal yang ditangkap melalui indera-indera berkaitan hanya secara mekanis di dalam jiwa. Ide-ide pengetahuan yang kompleks terbentuk dari yang sederhana dan secara mekanis. (Abdullah Idi, 2007: 90) Sehingga seorang anak akan berkembang mulai dari hal-hal yang paling sederhana menjadi pemahaman yang lebih kompleks, dan hal tersebut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
telah dikemukakan oleh Jean Piaget dalam tahap-tahap perkembangan moral anak yang selanjutnya dilanjutkan oleh Kohlberg. Selain itu penulis juga akan menggunakan teori perkembangan kognitif. Ini didasarkan pada asumsi bahwa kemampuan kognitif merupakan sesuatu yang fundamental dan yang membimbing tingkah laku anak. Dengan kemampuan kognitif ini, maka anak dipandang sebagai individu yang secara aktif membangun dan mengembangkan sendiri pengetahuan mereka. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan pengetahuan yang dimiliki peserta didik akan mengarahkan dan membimbing tingkah laku anak. Pada penelitian ini, siswa memperoleh pengetahuan khususnya pengetahuan pemahaman nilai dimana orang lain atau lingkungan mempunyai pengaruh dan peranan untuk menjadikan sikap dan tingkah laku siswa sesuai dengan nilai yang berlaku. Proses kognitif siswa hendaknya mendapat perhatian dari guru, kemudian hendaknya lingkungan memberikan dukungan bagi proses pembelajaran, dan guru membantu siswa dalam mengembangkan perilaku pembelajaran. Pada hal ini tingkah laku anak dapat dikatakan sebagai hasil pembelajaran yang telah dilakukannya di sekolah melalui mata pelajaran khususnya Pendidikan Kewarganegaraan. Berkaitan dengan perkembangan moral Piaget mengemukakan dua tahap perkembangan yang dialami oleh setiap individu. Tahap pertama disebut heterenomous atau tahap realisme moral. Pada tahap ini seorang anak cenderung menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang dalam hal ini misalnya saja orang tua, guru, masyarakat dan lain sebagainya. Sedangkan tahap kedua disebut autonomous morality atau independensi moral, dimana dalam tahapan ini seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi aturan-aturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Misalnya contoh yang ada dilapangan bahwa tingkat pelanggaran yang terjadi paling banyak adalah dikelas dua ini membuktikan bahwa anak-anak kelas satu sedang dalam tahap heterenomous atau tahap realisme moral yaitu seorang anak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
cenderung menerima begitu saja aturan-aturan yang diberikan oleh orang-orang dalam hal ini misalnya saja orang tua, guru, masyarakat dan lain sebagainya. Selanjutnya pelanggaran banyak dilakukan dikelas dua karena siswa sedang dalam tahap autonomous morality atau independensi moral, dimana dalam tahapan ini seorang anak akan memandang perlu untuk memodifikasi aturanaturan untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada. Teori Jean Piaget ini dilanjutkan oleh Lawrence Kohlberg yang membagi perkembangan moral menjadi enam tahapan. Adapun tahapan-tahapan tersebut adalah: 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Orientasi hukuman dan kepatuhan Orientasi relativis instrumental P Orientasi hukum dan ketertiban (law and order) Orientasi kontrak-sosial legalistis Orientasi prinsip etika yang universal (K. Bertens, 2007: 80) Di dalam hal ini perkembangan moral siswa antara yang satu dengan
yang lainnya berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan usia siswa yang juga berbeda sehingga tingkat pemahaman siswa akan berbeda pula. Sebagai contoh dilapangan bahwa siswa kelas tiga tingkat pelanggarannya sedikit menurun karena secara tidak langsung siswa kelas tiga sudah bisa membedakan mana yang baik dan yang benar sesuai dengan kondisi usia masing-masing siswa. Sehingga akan berdampak pada tingkat pemahaman terhadap penanaman nilai dan norma itu sendiri dan aktualisasi yang akan dihasilkan juga berbeda. Untuk melalui beberapa tahapan-tahapan tersebut supaya mencapai tahapan paling tinggi peserta didik dibantu oleh beberapa faktor seperti pendidik atau guru yang bertugas sebagai agen perubahan perilaku siswa,
lingkungan sekolah yang
kondusif, dan bahan pelajaran supaya peserta didik mencapai tahap perkembangan kognitif secara sempurna sampai pada tahapan tertinggi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
2. Tinjauan tentang Sikap Toleransi a.
Tinjauan tentang Sikap 1) Pengertian Sikap Pengertian sikap sama dengan atittude, Gerungan (1996: 149) atittude itu dapat diterjemahkan dengan sikap terhadap obyek tertentu yang merupakan sikap pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap tersebut disertai oleh kecenderungan untuk bertindak
Dengan demikian, atittude dapat diterjemahkan sebagai sikap dan kesediaan bereaksi terhadap sesuatu. Ciri-ciri sikap atau atittude bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, dapat berubah, tidak dapat berdiri sendiri dan mempunyai sefi emosi atau perasaan. Adapun pembentukan sikap tergantung dari faktor internal dan faktor eksternal yang terjadi dalam interaksi kelompoksehingga di peroleh hubungan timbal balik. Siti Rochman, Misbach Djamil dan Rochaya (1996 : 6)
perasaannya dan kecenderungan tindakanya dalam kaitannya dengan berbagai obyek dalam dunianya akan teratur menjadi sistem-sistem yang terus ada
tersebut merupakan perubahan dari proses belajar yang ditujukkan dalam bentuk perubahan perubahan sikap tingkah laku atau kebiasaan. Menurut Jallaludin Rahmat (2001 : 39) sikap da sikap bukan perilaku, daya pendorong, lebih menetap, mempunyai nilai
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Kecenderungan bertindak, berpresepsi, berfikir dan merasa dalam menghadapi obyek, ide situasi atau nilai. b) Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu terhadap obyek sikap. Obyek sikap dapat berupa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
benda, orang, tempat, gagasan, situasi atau kelompok, sikap haruslah diikuti oleh kata terhadap atau pada obyek sikap. c) Sesuatu yang mempunyai daya pendorong atau motivasi sikap bukan sekedar rekaman masa lalu, tetapi menentukan juga apakah orang harus kontra atau pro terhadap sesuatu, menentukan apa uang disukai, diharapkan dan diinginkan; mengesampingkan apa yang tidak disukai, apa yang harus dihindari. d) Sesuatu yang relatif lebih menetap. e) Sesuatu yang mengandung nilai evaluatif, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak menyenangkan. f) Sesuatu yang timbul dari pengalaman; tidak dibawa sejak lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian sikap mengandung unsur kecenderungan seseorang dalam menerima atau menolak suatu obyek, ide, baik berguna atau tidak. Yang dalam hal ini merupakan sikap siswa terhadap guru, respon atau reaksi yang ditunjukan siswa terhadap guru, baik dalam kepribadiannya, tingkah lakunya dan cara mengajarnya. 2) Komponen Sikap Sikap seseorang akan mempengaruhi bagaimana nanti dia berperilaku walaupun peran aspek psikologis lainnya juga sangat berperan. Hal ini dpat disimpulakn bahwa sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk dan dipelajari dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkungan fisik maupun lingkungan psikologis dilingkungan sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor atau komponen yang mendukung sikap tersebut. Siti Rochman et al. (1996: 7) mengemukakan bahwa komponen sikap meliputi dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Komponen Kognitif (keyakinan, pengetahuan)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Dalam suatu sikap terdiri dari suatu keyakinan seseorang mengenai obyek tersebut. Sikap melibatkan proses evaluatif, komponen ini penting artinya karena perubahan pada peranan kognitif, seperti pengetahuannya akan obyek tertentu, akan mengubah sikapnya. b) Komponen Afektif (perasaan) Sikap melibatkan perasaan senang dan tidak senang serta
perasaan
emosional lain sebagai akibat atau hasil dari proses evaluatif yang dilakukan, perasaan ini berpengaruh kuat terhadap perilaku seseorang yang berkaitan dengan obyek tertentu. Obyek perilaku seseorang yang berkaitan dengan obyek tersebut. Obyek tersebut dirasakan sebagai hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, disukai atau tidak disukai. c) Komponen Kecenderungan Tindakan Mencakup semua kesiapan perilaku yang berkaitan dengan sikap. Jika individu bersikap positif terhadap obyek tertentu maka ia cenderung mendukung obyek tersebut, jika ia bersikap negatif maka ia cenderung mengganggu atau merusak obyek tersebut. Setiap orang mempunyai sikap yang berbeda-beda terhadap sesuatu perangsang. Ini disebabkan oleh berbagai faktor yang ada pada individu masing-masing seperti adanya perbedaan dalam bakat, minat, pengalaman, pengetahuan, intensitas perasaan dan situasi lingkungan. Ketiga komponen dalam sikap saling berkaitan, apabila dikaitkan dalam suatu sistem, komponen-komponen itu menjadi saling bergantung. Kognisi seseorang mengenai suatu obyek dipengaruhio oleh kecenderungan perasaannya dan tindakannya terhadap obyek tersebut dan suatu perubahan dalam kognisinya mengenai obyek tersebut akan cenderung menghasilkan perubahan dalam perasaan dan kecenderungan tindakannya terhadap obyek tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
3) Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Dalam berinteraksi sosial individu bereaksi membuat pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologi yang dihadapinya. Diantaranya berbagai faktoryang mempengaruhi pembentukan sikap menurut Saifuddin Anwar (200
Pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang
dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, dan pengaruh faktor emosional Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Pengalaman Pribadi Apa yang kita alami akan membuat dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Apakah penghayatan itu kemudian akan membuat sikap positif ataukah sikap negatif, akan tergantung pada banyak faktor, tetapi jika tidak mempunyai pengalaman maka akan cenderung membuat sikap negatif terhadap obyek tersebut. b) Pengaruh orang lain yang dianggap penting Seseorang yang kita anggap penting akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Diantaranya orang yang biasanya dianggap penting bagi individu adalah orang tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman dekat, guru, teman kerja, istri, suami dan lainlain. c) Pengaruh Kebudayaan Tanpa kita sadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap barbagai masalah karena kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu yang ada didalamnya. Hanya keperibadian individu yang kaut akan dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individu. d) Media Massa Faktor pembentuk sikap yang lain adalah media massa. Bernagai bentuk media massa seperti radio, televisi, surat kabar dan lain-lain mempunyai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
pengaruh dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru tentang sesuatu hal memberikan landasan kognitif bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesanpesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut apabila cukup kuat akan memberi dasar efektif dalam memulai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu. e) Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Sikap juga dapat terbentuk oleh lembaga pendidikan serta lembaga agama, dikarenakan keduannya meletakan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan sistem kepercayaan, maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya, kemudian konsep tersebutikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap sesuatu hal. f) Pengaruh Faktor Emosional Terbentuknya suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang disadari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segara berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang konsisten dan tahan lama. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan. Keenam faktor di ataslah yang mempengaruhi terbentuknya sikap seorang individu. b. Tinjauan tentang Toleransi 1) Pengertian Toleransi Makna toleransi dapat dilihat dari falsafah negara Indonesia sebagai negara religius yang Berketuhanan Yang Maha Esa. Undang-Undang Dasar
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
berkembang dan dijamin keberadaannya Bhineka Tunggal Ika mempertegas bahwa keragaman suku, budaya, dan keyakinan merupakan kekayaan kasanah bangsa Indonesia yang dapat dipergunakan sebagai modal dasar bagi pembangunan bangsa Indonesia seutuhnya dan berperadaban. Demikian pula, jika melihat pada ajaran setiap agama yang hidup dan berkembang di Indonesia, semuanya mengajarkan mengenai cinta-kasih, kesatu-paduan hati, persaudaraan, kerjasama, dan toleransi. Apabila dihubungkan dengan sila-sila Pancasila, setiap sila pada Pancasila mengandung unsur sikap toleransi yang terdapat didalamnya, misalnya : 1. Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Yaitu dengan mengakui dan memberikan kebebasan pada orang lain untuk memeluk agama dan mengamalkan ajaran agamanya. 2. Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Yaitu dengan menciptakan sikap yang tenggang rasa dan tepo sliro dalam kehidupan sosial. 3. Nilai Persatuan Indonesia Yaitu dengan mengakui dan menghormati adanya perbedaan dalam masyarakat. 4. Nilai Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmad Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Yaitu dengan menghormati dan menghargai hasil keputusan bersama walaupun tidak sesuai dengan pendapatnya. 5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Yaitu dengan mengembangkan sikap adil terhadap sesama manusia. Toleransi sebagai salah satu perwujudan tata nilai posistif diatas, maka perlu dirumuskan kembali pada tingkat nilai (pada tingkat institusional), disosialisasikan (melalui pendidikan), diinternalisasi (pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
tingkat individu), serta diaplikasikan pada tingkat perilaku (disertai kontrol). Sebagaimana tata nilai lainnya, pengadopsian sifat tolerani sebagai suatu nilai tidak tergantung pada faktor keturunan, melainkan berdasarkan pilihan pribadi yang paling bebas. Penanaman nilai toleransi ini disebabkan karena banyak terjadi perselisihan yang berhubungan dengan kerukunan. Kementerian Pendidikan Nasional (2010: 25) menyatakan bahwa
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari membiarkan orang berpendapa lain, dan berhati lapang terhadap orang-orang yang memiliki pendapat berbeda serta menjalin hubungan sosial yang baik dalam segala hal terhadap orang lain. Dari pengertian karakter dan toleransi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, karakter toleransi adalah jati diri seseorang yang biasanya terlihat dari perilaku yang ditunjukkan dalam bersosialisasi dengan landasan sejumlah nilai, moral, dan norma. Karakter ini adalah hasil dari interaksi seseorang dengan orang lain dalam dunia pendidikan adalah pendidik dengan siswa dalam usaha berinteraksi dengan sekitar. Menurut Thomas Lickona dalam Michele Borba (2008: 225) n etis mempunyai dua
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Aspek toleransi pertama adalah rasa hormat Yaitu rasa hormat terhadap sesama manusia dan hak asasi setiap orang, termasuk kebebasan hati nurani menentukan pilihan selama tidak mengganggu hak orang lain. Dalam hal ini diharapkan Toleransi membuat kita dapat sepakat untuk tidak sependapat, bahkan dalam persoalan yang kontroversial sekalipun, hal tersebut membuat kita
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
mampu menghadapi perbedaan sebesar apa pun meski kita tidak berhenti memperdebatkannya. b) Aspek toleransi kedua adalah menghargai keberagaman manusia Yaitu menghargai keberagaman manusia, berbagai nilai positif, serta bermacam peran manusia yang memilki latar belakang, suku, agama, Negara, dan budaya yang berbeda. Dalam hal ini toleransi berarti melihat sisi baik setiap manusia. Berdasarkan kedua aspek toleransi yang disebutkan diatas maka ada banyak cara untuk menunjukkan toleransi. Semakin mengenali ungkapan dan
tindakan yang menunjukkan toleransi,
semakin mudah
anak
menerapkannnya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Michele Borba (2008: 231), orang dikatakan bertoleransi, yaitu: Tidak mau ikut serta mengolok-olok orang yang berbeda dengan dirinya, Tidak mau menertawakan suku, agama, budaya ukuran tubuh, gender, atau orientasi seksual seseorang, Memfokuskan pada persamaan bukan pada perbedaan, Tidak menolak orang yang berbeda atau tidak berpengalaman untuk bergabung, Membela orang-orang yang diolok-olok atau dicela. Berdasarkan pernyataan diatas pada intinya tindakan orang bertoleransi yaitu menunjukkan sikap saling menghargai dan menghormati antar sesama manusia. 2) Unsur Unsur Toleransi Menurut Ibrahim dalam (2012, http://makalahmajannaii.blogspot) Unsur-unsur toleransi terdiri dari memberikan kebebasan atau kemerdekaan, Mengakui Hak Setiap Orang, Menghormati
Adapun penjelasan dari masing sebagai berikut : a) Memberikan kebebasan atau kemerdekaan
commit to user
masing unsur tersebut adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Dimana setiap manusia diberikan kebebasan untuk berbuat, bergerak maupun berkehendak menurut dirinya sendiri dan juga di dalam memilih suatu agama atau kepercayaan. Kebebasan ini diberikan sejak manusia lahir sampai nanti ia meninggal dan kebebasan atau kemerdekaan yang manusia miliki tidak dapat digantikan atau direbut oleh orang lain dengan cara apapun. Karena kebebasan itu adalah datangnya dari Tuhan YME yang harus dijaga dan dilindungi. Di setiap negara melindungi kebebasankebebasan setiap manusia baik dalam undang-Undang maupun dalam peraturan yang ada. Begitu pula di dalam memilih satu agama atau kepercayaan yang diyakini, manusia berhak dan bebas dalam memilihnya tanpa ada paksaan dari siapapun. b) Mengakui Hak Setiap Orang Suatu sikap mental yang mengakui hak setiap orang di dalam menentukan sikap perilaku dan nasibnya masing-masing. Tentu saja sikap atau perilaku yang dijalankan itu tidak melanggar hak orang lain, karena kalau demikian, kehidupan di dalam masyarakat akan kacau. c) Menghormati Keyakinan Orang Lain Landasan keyakinan di atas adalah berdasarkan kepercayaan, bahwa tidak benar ada orang atau golongan yang berkeras memaksakan kehendaknya sendiri kepada orang atau golongan lain. Tidak ada orang atau golongan yang memonopoli kebenaran dan landasan ini disertai catatan bahwa soal keyakinan adalah urusan pribadi masing-masing orang. d) Saling Mengerti Tidak akan terjadi, saling menghormati antara sesama manusia bila mereka tidak ada saling mengerti. Saling anti dan saling membenci, saling berebut pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling mengerti dan saling menghargai antara satu dengan yang lain. Sedangkan toleransi dalam pergaulan hidup antara umat beragama yang didasarkan pada tiap-tiap agama menjadi tanggung jawab pemeluk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
agama itu sendiri, mempunyai bentuk ibadah (ritual) dengan sistem dan cara tersendiri yang ditaklifkan (dibebankan) serta menjadi tanggung jawab orang yang pemeluknya atas dasar itu. Maka toleransi dalam masalah-masalah keagamaan, melainkan perwujudan sikap keberagamaan pemeluk suatu agama dalam pergaulan hidup antara orang yang tidak seagama, dalam masalah-masalah kemasyarakatan atau kemaslahatan umum. 3) Langkah-Langkah Membangun Toleransi dalam Diri Anak langkah membangun toleransi dalam diri anak, yaitu Mencontohkan dan menumbuhkan toleransi, menumbuhkan apresiasi terhadap perbedaan, dan
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Mencontohkan dan Menumbuhkan Toleransi Pada langkah ini secara sadar mencontohkan dan menumbuhkan toleransi di rumah dan di sekolah sejak anak-anak masih kecil. Pada usia itulah merupakan saat terbaik membantu anak tumbuh menjadi individu yang menghargai dan menghormati orang lain meski mereka berbeda. Dalam langkah pertama ini akan menunjukkan strategi yang dapat diterapkan yaitu enam cara mendidik anak menjadi toleran diantaranya: perangi prasangka buruk anda, Tekadkan untuk mendidik anak yang toleran, jangan dengarkan komentar bernada diskriminasi, beri kesan positif tentang semua suku, doronglah anak agar banyak terlibat dengan keberagaman, dan contohkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari. b) Menumbuhkan apresiasi terhadap perbedaan Langkah kedua ini mengajarkan cara menumbuhkan apresiasi terhadap perbedaan keyakinan, kemampuan, dan latar belakang orang lain. c) Menentang stereotip dan tidak berprasangka
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
Langkah ketiga ini menunjukkan bahwa anak-anak mencapai usia sekolah, banyak diantara mereka yang mempunyai konsep negatif mengenai kelompok tertentu yang berbeda dari mereka. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian toleransi secara umum adalah menghormati martabat dan hak semua orang meskipun keyakinan dan perilaku mereka berbeda dengan kita, dan pembentukan karakter toleransi sendiri bertujuan untuk membuat anak mampu menghargai perbedaan kualitas dalam diri orang lain, membuka diri terhadap pandangan dan keyakinan baru, dan menghargai orang lain tanpa membedakan suku, gender, penampilan, budaya, kepercayaan, kemampuan, atau orientasi seksual. Kebajikan ini membuat anak memperlakukan orang lain dengan baik dan penuh pengertian, menentang permusuhan, kekejaman, kefanatikan, serta menghargai orang-orang berdasarkan karakter mereka.
B. Kerangka Berfikir Kerangka berpikir adalah penalaran yang didasarkan pada masalah penelitian yang digambarkan dengan skema secara holistik dan sistematik. Kerangka berpikir dapat diartikan juga sebagai acuan dalam melakukan penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan masalah berdasarkan kajian teori. Berdasarkan pengertian diatas maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai bagian dari upaya mempermudah dalam melakukan suatu penelitian yaitu sebagai berikut: Negara Indonesia sejak awal kelahiran sampai saat ini selalu dihadapkan pada masalah mengenai bagaimana membina keutuhan dan integrasinya agar tetap sebagai satu kesatuan bangsa. Untuk itu keragaman agama, etnis dan heterogenitas budaya yang ada didalamnya sebagai unsur bangsa perlu secara terus menerus dikelola dengan baik sehingga unsur tersebut tidak menjadi pemicu disintegrasi, namun secara bersama bersedia mendukung kesatuan Negara bangsa dan pencapaian tujuan nasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
Terlebih lagi di era demokratisasi dan keterbukaan ada tuntutan kuat untuk memberi keluasaan kesempatan berpartisipasi segenap unsur-unsur bangsa pada penyelenggaraan pemerintahan. Di lain pihak juga ada kebutuhan untuk tetap membentuk integrasi sebuah Negara bangsa. Integrasi tidak akan jauh-jauh dari sikap toleransi. Sikap toleransi menekankan pada keadaan hubungan antar individu dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung masyarakat sikap saling menghargai dan menghormati antar sesama manusia. Wujud nyata dari hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat hubungan antar mereka. Nilai-nilai yang mendukung dalam kehidupan diperoleh antara lain di bangku sekolah, keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini peneliti lebih menekankan pada bangku sekolah. Di sekolah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan pelajaran yang mengampu untuk memberikan pendidikan nilai-nilai yang sesuai dengan falsafah negara yakni Pancasila. Materi mengenai
nilai-nilai
Pancasila
terdapat
pada
standar
kompetensi
Menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila . Standar kompetensi ini dijabarkan dalam bentuk kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa sebagai indikator penguasaan siswa. Tak dapat diragukan lagi bahwa segala nilai-nilai yang ada dalam pancasila akan membimbing seluruh warga negara Indonesia menjadi warga negara yang berbudi pekerti baik serta beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan penguasaan standar kompetensi menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila akan menjadikan siswa menjadi mengerti dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai moral yang baik yakni nilai-nilai Pancasila. Dengan penguasaan standar kompetensi
enampilkan perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dapat memberikan pedoman kepada siswa untuk bersikap baik terhadap orang lain, yang secara otomatis akan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
menimbulkan sikap toleransi yang tinggi pada diri siswa. Dengan sikap toleransi yang baik maka akan memacu budaya saling menghormati dan menghargai perbedaan, dimana akan berdampak menjadi sebuah situasi yang nyaman dan kehidupan di sekolah yang mendukung untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian skripsi ini sikap toleransi yang diteliti hanya dibatasi dalam ruang lingkup sekolah yakni antara siswa dan warga sekolah lainnya, hal ini dikarenakan untuk memperjelas hubungan penanaman nilainilai Pancasila dengan upaya membangun sikap toleransi siswa sehingga penelitian tidak meluas ke penanaman nilai yang lain.
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraaan
Sikap Toleransi Nilai-Nilai Pancasila Gambar 1. Kerangka Berpikir
commit to user