BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Strategi Strategi perusahaan adalah rencana tindakan management untuk menjalankan
bisnis dan operasi. Konsep inti dari strategi perusahaan terdiri atas langkah – langkah kompetitif dan pendekatan - pendekatan bisnis yang diterapkan para manager untuk menumbuh kembangkan bisnis, menarik dan memuaskan customer, sukses dalam bersaing, menjalankan operasi, dan mencapai level performance organisasional yang ditargetkan. (Thompson, Strickland, and Gamble, 2010, p6).
2.2. Pemasaran 2.2.1. Pengertian Pasar Menurut Kotler dan Keller (2006, p10), pasar adalah tempat fisik dimana pembeli dan penjual berkumpul untul membeli dan menjual produk. Para ekonom mendeskripsikan pasar sebagai kumpulan pembeli dan penjual yang bertransaksi atas produk – produk tertentu atau kelas produk (product class). 7
8
2.2.2. Pengertian Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009, p45), pemasaran didefinisikan sebagai sebuah fungsi organisasional dan sebuah rangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan value kepada customers dan untuk mengelola customer relationships dengan cara yang memberikan keuntungan bagi perusahaan dan stakeholders nya. Menurut Amalia (2009, p25), pemasaran adalah gabungan antara ilmu (science) dan seni (art).
2.2.3. Pengertian Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu pengetahuan dalam memilih target pasar dan mendapatkan, menjaga, dan memperbanyak customer dengan cara menciptakan, menyampaikan, dan mengkomunikasikan customer value yang lebih superior.
2.3. Pengertian Strategic Marketing Menurut Cravens (2003, p31), strategic marketing adalah sebuah proses pengembangan strategi yang berfokus pada pasar yang mempertimbangkan keadaan
9
lingkungan bisnis yang terus berubah dan pentingnya menyampaikan customer value yang lebih superior.
2.3.1. Proses Strategi Pemasaran Menurut Cravens (2003, p32), proses strategi pemasaran dibagi menjadi: •
Strategy Situation Analysis.
•
Designing Marketing Strategy.
•
Marketing Program Development.
•
Implementing and Managing Marketing Strategy.
2.4. Lima Strategi Kompetitif Generik (The Five Generic Competitive Strategies) Menurut Thompson, Strickland, dan Gamble, ada variasi yang tak terhitung dalam strategi kompetitif yang dilakukan berbagai perusahaan, kebanyakan pendekatan strategi setiap perusahaan mengikuti tindakan yang dikustomisasi (custom designed actions) untuk menyesuaikan dengan keadaannya sendiri dan dengan lingkungan industri. Walau demikian, perbedaan terbesar dan terpenting diantara semua strategi kompetitif berujung pada: (1) Apakah target pasar perusahaan luas atau sempit, dan (2) Apakah perusahaan mengejar keunggulan kompetitif yang
10
terhubung pada low cost atau diferensiasi produk. Lima strategi kompetitif yang berbeda pun muncul:
2.4.1. Strategi Low-Cost Provider Strategi ini berjuang untuk mencapai overall cost yang lebih rendah dari pesaing dan menarik bagi spektrum pelanggan yang lebih luas, biasanya dilakukan dengan membuat harga yang lebih rendah dari pesaing.
2.4.2. Strategi Broad Differentiation Strategi ini mengutamakan untuk mendiferensiasikan penawaran produk perusahaan dari saingan dengan cara yang akan menarik spektrum pembeli yang lebih luas.
2.4.3. Strategi Best-Cost Provider Strategi ini memberikan nilai (value) yang lebih untuk uang customer dengan cara menerapkan atribut produk mulai dari baik sampai sangat baik (good-to-excellent product attributes) dengan harga yang lebih rendah dari pesaing; targetnya adalah memiliki biaya dan harga terendah (terbaik) dibandingkan dengan pesaing dengan menawarkan produk yang memiliki atribut yang dapat dibandingkan.
11
2.4.4. Strategi Focused (Market Niche) Berdasarkan Low-Cost Strategi ini berkonsentrasi pada segmen pembeli yang lebih sempit dan mengalahkan pesaing dengan cara memiliki biaya yang lebih rendah daripada pesaing dan pada akhirnya dapat melayani niche members dengan harga yang lebih rendah.
2.4.5. Strategi Focused (Market Niche) Berdasarkan Diferensiasi Strategi ini berkonsentrasi pada segmen pembeli yang lebih sempit dan mengalahkan pesaing dengan cara menawarkan atribut – atribut yang dikustomisasi (customized attributes) kepada niche members dimana atribut – atribut tersebut memenuhi selera dan kebutuhan mereka secara lebih baik daripada produk milik pesaing. Masing – masing dari pendekatan lima strategi kompetitif generik memiliki posisi market yang berbeda seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut:
12
Gambar 2.1. Five Generic Competitive Strategies.
2.5. Konsep Positioning Menurut Cravens (2003, p212), konsep positioning dari produk atau brand adalah “makna umum (general) yang dipahami oleh customer dalam relevansinya dengan kebutuhan dan preferensi customer”. Menurut Cannon, Perreault, dan McCarthy (2008, p101), pemosisian (positioning) merupakan cara berpikir pelanggan mengenai brand yang diusulkan atau yang ada saat ini dalam suatu pasar. Menurut Lovelock dan Wirtz (2011, p90), strategi positioning yang kompetitif didasarkan pada membangun dan menjaga tempat yang berbeda (distinctive) didalam
13
market untuk penawaran produk suatu individu dan/atau perusahaan. Jack Trout menyaring esensi positioning kedalam empat prinsip berikut: a). Sebuah perusahaan harus membangun posisi di dalam benak target customer nya. b). Posisi tersebut harus bersifat singular, menyediakan satu pesan yang singkat dan konsisten. c). Posisi tersebut harus membedakan perusahaan dengan kompetitor. d). Sebuah perusahaan tidak dapat menjadi “segala hal untuk semua orang” – perusahaan harus memfokuskan usaha (effort) nya. Prinsip – prinsip ini berlaku untuk semua tipe perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan pelanggan (customers).
2.5.1. Analisis Positioning Positioning menghubungkan analisis market dan kompetitor kepada analisis internal perusahaan. (Lovelock dan Wirtz, 2011, p92 – 93). •
Analisis market: Analisis market merujuk pada faktor – faktor seperti tingkatan keseluruhan (overall level) dan trend dari permintaan (demand) serta lokasi geografis dari permintaan – permintaan ini.
•
Analisis internal perusahaan: Di dalam analisis internal perusahaan, tujuannya adalah mengidentifikasi sumber daya perusahaan (finansial, sumber daya manusia dan pengetahuan, juga aset fisik), keterbatasan, tujuan (profit,
14
pertumbuhan, preferensi profesional, dan sebagainya), dan bagaimana nilai nilai tersebut membentuk jalan untuk melakukan bisnis. •
Analisis kompetitor: Identifikasi dan analisis kompetitor dapat memberikan pemahaman atas kekuatan dan kelemahan kompetitor kepada para marketing strategist yang akhirnya dapat memberikan kesempatan untuk melakukan diferensiasi. Berikut adalah bagan yang meperlihatkan hubungan dari ketiga analisis
tersebut:
Gambar 2.2. Mengembangkan sebuah Market Positioning Strategy.
15
2.5.2. Peta Pemosisian (Positioning Map) Menurut Lovelock dan Wirtz (2011, p94 – 98) peta pemosisian (positioning map) adalah alat yang baik untuk memvisualisasikan pemosisian kompetitif, untuk mengetahui posisi pengembangan seiring waktu, dan untuk mengembangkan skenario dari respon yang potensial dari kompetitor. Mengembangkan sebuah peta pemosisian (positioning map), suatu pekerjaan yang sering disebut perceptual mapping, adalah suatu cara yang berguna untuk merepresentasikan persepsi konsumen atas produk alternatif secara grafis. Proses mapping ini biasanya disusun atas dua atribut untuk kemudahan pemahaman,
tetapi
model
dengan
tiga
dimensi
dapat
digunakan
untuk
memperlihatkan tiga atribut. Ketika lebih dari tiga dimensi diperlukan untuk menjelaskan performa produk di dalam market yang ada, maka sebuah bagan terpisah juga diperlukan untuk tujuan presentasi visual. Menurut Cannon, Perreault, dan McCarthy (2008, p102), kebanyakan dari pendekatan
ini
mengharuskan
riset
pemasaran
formal.
Hasilnya
biasanya
digambarkan pada grafik untuk membantu menunjukkan bagaimana konsumen memandang produk – produk yang berbeda ini. Biasanya, posisi produk berkaitan dengan dua atau tiga fotur produk yang penting bagi target pelanggan. Peta pemosisian ini dibuat berdasarkan persepsi pelanggan, tetapi karakteristik produk yang sesungguhnya (yang dapat ditentukan melalui berbagai macam test) bisa jadi berbeda dari persepsi pelanggan.
16
2.6. Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Bauran pemasaran menurut Armstrong dan Kotler (p52, 2007) adalah seperangkat alat - alat pemasaran taktis yang dipadukan perusahaan untuk menanggapi keinginannya terhadap target pasar. Bauran pemasaran terdiri dari semua hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk mempengaruhi permintaan (demand) terhadap produk yang dihasilkannya. Beberapa kemungkinan dapat dikelompokkan dalam 4 variabel, yaitu: Product, Price, Place, dan Promotion. 1. Produk (Product). Produk berarti kombinasi barang dan jasa yang ditawarkan perusahaan kepada target pasar. 2. Harga (Price). Harga adalah jumlah uang yang harus dibayar customer untuk mendapatkan produk. 3. Tempat (Place). Tempat termasuk aktivitas perusahaan yang membuat produk menjadi tersedia kepada target konsumen. 4. Promosi (Promotion). Promosi berarti kegiatan yang mengkomunikasikan seberapa bernilainya suatu produk dan mendorong target konsumen untuk membelinya.
17
2.7. Pembagian Pasar Konsumen (Consumer Segmentation) Sebelum
menyusun
mengidentifikasi
pembagian
suatu pasar
strategi
marketing,
konsumen
yang
perusahaan akan
harus
mempengaruhi
perkembangan perusahaan. Menurut Kotler dan Keller (2006, p231 - 238) pembagian pasar konsumen dibagi menjadi empat, yaitu: 1. Segmentasi Geografis. Segmentasi geografis untuk membagi pasar dalam unit geografis yang berbeda meliputi: negara, negara bagian, wilayah, kota, maupun pinggiran kota. 2. Segmentasi Demografis. Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi kedalam kelompok berdasarkan variabel misalnya: a) Usia. b) Jumlah anggota keluarga. c) Jenis kelamin. d) Pendapatan. e) Pekerjaan. f) Pendidikan. g) Agama/keyakinan. h) Ras. i) Generasi. j) Kelas sosial.
18
3. Segmentasi Psychographic. Psychographic adalah ilmu yang menggunakan psikologi dan demografis untuk mendapatkan pengertian yang lebih mendalam mengenai konsumen. Dalam segmentasi Psikografi pembeli dibagi kedalam kelompok yang berbeda berdasarkan karakteristik personal/psikologis, gaya hidup, atau values. Orang – orang yang ada didalam demografi yang sama dapat memperlihatkan profil psikografis yang sangat berbeda.
4. Segmentasi Perilaku. Dalam segmentasi perilaku pembeli dibagi kedalam kelompok berdasarkan pengetahuan mereka, sikap terhadap, penggunaan, atau tanggapan terhadap produk.
2.8. Brand 2.8.1. Pengertian Brand Pada bagian ini akan dijelaskan tentang definisi, istilah - istilah tentang brand, dan tinjauan teoritis yang digunakan dalam menyusun karya ilmiah. Menurut Kotler dan Keller (2009, p276), brand adalah sebuah nama, istilah, tanda, simbol atau desain, atau kombinasi dari semuanya ini yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual atau kelompok penjual serta membedakannya dari barang atau jasa dari pesaing.
19
Brand juga adalah produk atau jasa yang dimensinya berbeda dari produk atau jasa lain yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan yang sama. Perbedaan ini dapat bersifat fungsional, rasional, atau tangible yang berhubungan dengan performance produk dari brand. Juga dapat bersifat lebih simbolis, emosional, atau intangible yang berhubungan dengan apa yang direpresentasikan oleh brand.
2.8.2. Pengertian Branding Menurut Duncan (2005, p71), branding merupakan suatu proses penciptaan image brand yang mempengaruhi hati dan pikiran customer, yang membedakan produk yang sejenis satu dengan yang lainnya.
Tabel 2.1: Tabel Karakteristik Brand (Sumber: Duncan, 2005, p72). Intangible Attributes Tangible Attributes Value Design Brand Image Performance Image of stores where sold Ingredients/components Perceptions of users of the brand Size/Shape Price Marketing Communication
20
2.8.3. Enam Building Blocks Brand Menurut Kotler dan Keller (2006, p262 - 263), proses implementasi keempat tahap diatas membutuhkan enam building blocks yaitu: 1. Brand Selience, berhubungan dengan aspek – aspek awareness dari sebuah brand, seperti seberapa sering dan mudah sebuah brand diingat dan dikenali dalam berbagai situasi pembelian atau konsumsi. 2. Brand Performance, berhubungan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. 3. Brand Imagery, menyangkut extrinsic property produk dan jasa, termasuk cara brand dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. 4. Brand Judgement, berfokus pada pendapat dan penilaian personal konsumen terhadap brand. 5. Brand Feelings, respon dan reaksi emosional konsumen terhadap brand. 6. Brand Resonance, mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap brand sampai kepada perasaan dimana pelanggan merasa tersinkronisasi dengan brand. Empat Langkah Membangun Brand: •
Menyusun identitas brand yang tepat (Who are you?)
•
Menciptakan makna brand yang sesuai (What are you?)
•
Menstimulasi respon brand yang diharapkan (What about you?)
21
•
Menjalin relasi brand yang tepat dengan pelanggan (What about you and me?)
2.9. Brand Personality 2.9.1. Pengertian Personality Menurut Kotler dan Keller (2009, p101), personality mengacu pada perbedaan ciri – ciri psikologis yang mengarah pada respon yang relatif konsisten dan bertahan lama terhadap rangsangan lingkungan (termasuk buying behavior). Personality sering dihubungkan dengan berbagai istilah yang berbeda – beda misalnya self confidence, dominance, autonomi, deference, sociability, defensiveness, dan adaptability. Personality dapat berguna dalam menganalisis consumer behavior. Dimana brand juga memiliki personality dan konsumen lebih sering memilih brand yang memiliki personality yang cocok dengan personality mereka. Menurut Armstrong dan Kotler (2011, p176), personality mengacu pada karakteristik psikologikal yang unik yang membedakan seseorang maupun kelompok.
22
2.9.2. Pengertian Brand Personality Brand personality adalah bauran yang spesifik dari perbedaan sifat manusia yang dapat kita atributkan pada brand tertentu. (Kotler & Keller, 2009, p101). Riset dari Jennifer Aaker telah mengidentifikasi lima dimensi brand personality: sincerity, excitement, competence, sophictication, dan ruggedness. Studi lintas budaya telah menemukan bahwa dimensi – dimensi ini (walaupun tidak semua) berlaku di berbagai negara. Brand Personality adalah pengatributan dari perbedaan personality manusia (seriousness, warmth, imagination, dan lainnya) kepada suatu brand sebagai suatu cara untuk mencapai diferensiasi. Biasanya dilakukan melalui long-term above-theline advertising dan grafik serta packaging yang mendukung. Perbedaan – perbedaan ini menjelaskan behavior dari brand melalui komunikasi dan packaging yang dipersiapkan dengan matang, dan lain sebagainya melalui orang – orang yang merepresentasikan brand tersebut yaitu para employee. (Brandcareers – glossary, 2011). Menurut Armstrong dan Keller (2011, p176), suatu brand personality adalah bauran yang spesifik dari perbedaan sifat manusia yang dapat diatribusikan pada suatu brand tertentu. Seorang periset mengidentifikasikan lima dimensi brand personality yang berbeda: sincerity (down to earth, honest, wholesome, dan cheerful); excitement
23
(daring, spirited, imaginative, dan up to date); competence (reliable, intelligent, dan successful); sophistication (upper class dan charming); dan ruggedness (outdoorsy dan tough).
2.9.3. Dimensi Persepsi Brand Personality Dimensi dibawah ini adalah dimensi persepsi dari brand personality, dimensi ini mengukur persepsi terhadap brand personality, kalau dalam konteks penelitian ini adalah persepsi terhadap brand personality Jesslyn Cake. Dimensi perception of brand personality ini dibentuk berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Aaker (1997, p347 – 356), dalam penelitian tersebut Aaker membagi brand personality menjadi lima dimensi yang terbentuk dari 42 sifat pembentuk (indicator variable). Kemudian pada tahun 2001, Venable mengembangkan dimensi brand personality yang pernah dikemukakan oleh Aaker dalam konteks brand personality untuk mengukur persepsi terhadap pelayanan (service), menjadi total delapan dimensi dan 54 sifat pembentuk (indicator variable). Perincian mengenai dimensi brand personality dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 2.2: Brand Personality: Dimensi serta Variabel Indikator yang Membentuknya. Dimensi brand
Sifat - sifat brand
Terjemahan dalam
personality
personality (Indicator
bahasa Indoneia
Variable) Sincerity (tulus).
Down to earth*
Membumi
24
Aaker, 1997.
(merakyat) Small town
Kuno
Honest
Jujur
Sincere
Tulus
Real
Sungguh - sungguh
Wholesome
Bermoral baik
Original*
Eksentrik (individualitas)
Excitement (gembira).
Cheerful*
Riang
Sentimental
Perasa
Friendly*
Ramah (bersahabat)
Enduring
Bertahan lama
Up-to-date*
Mengikuti zaman
Unique*
Unik
Contemporary
Kontemporer (masa
Aaker, 1997.
kini) Independent
Mandiri
Exciting*
Menyenangkan (gembira)
Spirited*
Energik (semangat)
25
Competence (cakap).
Cool*
Tenang
Young*
Muda
Imaginative*
Imajinatif (kreatif)
Trendy*
Trendi
Reliable
Dapat dihandalkan
Hardworking
Pekerja keras
Secure
Aman
Intelligent
Cerdas
Successful
Sukses (berhasil)
Leader
Pemimpin
Confident
Percaya diri
Technical
Teknis
Corporate
Berbadan hukum
Glamorous
Elegan (glamor)
Upper class*
Kelas atas
Charming*
Memikat
Good looking
Mempesona
Aaker, 1997.
Sophistication (terkemuka). Aaker, 1997.
26
Rugged (tangguh).
Feminine*
Feminin
Smooth
Lembut
Outdoorsy
Senang dengan
Aaker, 1997.
kegiatan luar Masculine*
Jantan
Tough
Tangguh
Rugged
Kasar
Western
‘Ngoboi’ berbudaya barat
Nurturance (perhatian).
Loving
Penyayang
Compassionate
Rasa simpati
Kind
Baik hati
Helpful
Senang membantu
Caring*
Penuh perhatian
Purposeful
Punya tekad (ambisi)
Accessible*
Bersahabat (mudah
Venable, 2001.
Effectiveness (efektif). Venable, 2001.
ditemukan)
27
Committed to public good
Loyal untuk kebaikan masyarakat
Reputable*
Bereputasi (nama baik)
Efficient (efisien).
Accountable
Bertanggung jawab
Financially stable
Mantap secara
Venable, 2001.
finansial Long-term orientation
Orientasi jangka panjang
Cost-effective
Efektif dalam biaya
Venable (2001), berpendapat bahwa brand personality memiliki pengaruh terhadap kecenderungan untuk berkontribusi pada pelayanan (service). Pengaruh tersebut terbentuk personality yang ada.
akibat persepsi yang dimiliki oleh individu terhadap brand
28
2.10. Faktor Psikologis (Psychological Factors)
Pilihan pembelian seseorang secara lebih jauh sebagian besar dipengaruhi oleh empat faktor psikologis: motivasi (motivation), persepsi (perception), pembelajaran (learning), serta keyakinan dan sifat (beliefs and attitudes). (Armstrong dan Kotler, 2011, p176).
2.10.1. Motivasi (Motivation)
Seseorang memiliki banyak kebutuhan dalam setiap waktu. Beberapa bersifat biologis, yang muncul dalam bentuk rasa lapar (hunger), haus (thirst), atau ketidak nyamanan (discomfort). Beberapa bersifat psikologis yang muncul dalam bentuk kebutuhan untuk diperhitungkan (need for recognition), harga diri (esteem), atau rasa memiliki (belonging). Kebutuhan berubah menjadi motif ketika meningkat pada level intensitas yang mencukupi. Sebuah motif (drive) adalah kebutuhan yang cukup untuk mendorong seseorang untuk mencari kepuasan. (Armstrong dan Kotler, 2011, p176).
29
2.10.2. Persepsi (Perception) Seseorang yang termotivasi siap untuk bertindak. Bagaimana orang tersebut bertindak dipengaruhi oleh persepsi dirinya sendiri tentang situasi. Kita semua belajar lewat aliran informasi melalui lima panca indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, sentuhan, dan perasaan. Walaupun demikian, masing – masing dari kita menerima, mengatur, dan menginterpretasikan informasi sensorik ini menurut cara kita masing – masing. Persepsi adalah proses dimana seseorang memilih, mengatur, dan menginterpretasikan informasi untuk membentuk suatu gambaran yang berarti dari dunia. Manusia dapat membentuk persepsi yang berbeda – beda walaupun stimulusnya sama karena adanya tiga proses perceptual: perhatian selektif (selective attention), distorsi selektif (selective distortion), dan retensi selektif (selective retention). (Armstrong dan Kotler, 2011, p177 - 178).
2.10.3. Pembelajaran (Learning) Ketika manusia bertindak, mereka belajar. Pembelajaran menjelaskan perubahan sifat individual yang muncul karena pengalaman. (Armstrong dan Kotler, 2011, p178).
30
2.10.4. Keyakinan dan Sifat (Beliefs and Attitudes) Lewat belajar dan melakukan, manusia memperoleh keyakinan dan sifat. Ini kemudian menjadi pengaruh bagi behavior membeli mereka. Keyakinan (beliefs) adalah sebuah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang mengenai sesuatu. Keyakinan dapat berdasarkan pada pengetahuan sebenarnya (real knowledge), opini, atau kepercayaan (faith) dan dapat ataupun tidak membawa pengaruh emosional. Manusia memiliki sifat (attitudes) yang berhubungan dengan agama, politik, pakaian, musik, makanan, dan dalam hampir semua hal lainnya. Sifat (attitudes) menjelaskan evaluasi yang relatif konsisten, perasaan (feelings), dan kecenderungan seseorang atas sebuah objek atau ide. (Armstrong dan Kotler, 2011, p179).
2.10.5. Hirarki Kebutuhan Maslow Seperti dijelaskan oleh Armstrong dan Kotler (2011, p178) juga McShane dan Von Glinow (2010, p135 - 136) salah satu model psikologis dari motivasi manusia yang dikenal luas adalah teori hirarki kebutuhan Maslow (Maslow’s Needs Hierarchy Theory). Dikembangkan oleh seorang psikolog bernama Abraham Maslow pada tahun 1940. Abraham Maslow menjelaskan mengapa orang terdorong oleh kebutuhan tertentu pada waktu tertentu. Mengapa seseorang menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk keamanan pribadi sementara yang lain menginginkan pengakuan dari orang lain. Jawaban Maslow yaitu karena kebutuhan manusia diurutkan dalam sebuah
31
hirarki, dari yang paling mendesak dibagian bawah piramid sampai yang kurang mendesak pada puncak piramid. Model ini memperlihatkan dan mengintegrasikan daftar kebutuhan yang panjang yang telah dipelajari sebelumnya kedalam hirarki dari lima kategori utama (dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi): •
Fisiologis (Physiological): Kebutuhan akan, makanan, udara, air, tempat tinggal, dan semacamnya.
•
Keamanan (Safety): Kebutuhan untuk rasa aman dan lingkungan yang stabil, serta tiadanya rasa sakit (pain), ancaman, atau penyakit (illness).
•
Rasa memiliki/cinta (Belongingness/love): Kebutuhan akan cinta, ketertarikan (affection), dan interaksi dengan orang lain.
•
Harga diri (Esteem): Kebutuhan akan penghargaan diri (self esteem) melalui pencapaian personal (personal achievement) dan juga penghargaan sosial (social esteem) melalui pengakuan dan respek dari orang lain.
•
Aktualisasi diri (Self actualization): Kebutuhan akan pencapaian diri (self fulfillment), realisasi potensi sendiri (realization of one’s potential).
Dibawah ini adalah piramida yang menggambarkan hirarki kebutuhan dari teori Maslow:
32
Gambar 2.3: Maslow’s Hierarchy of Needs.
2.11. Perilaku Konsumen (Consumer Behavior) Perilaku konsumen adalah studi mengenai bagaimana seseorang (individu), kelompok, dan organisasi memilih, membeli, menggunakan, dan mencampakkan barang, jasa, ide, atau pengalaman, untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan mereka. (Kotler & Keller, 2009, p190).
33
Pemasar harus mengerti secara penuh baik teori dan kenyataan dari perilaku konsumen. Perilaku pembelian konsumen dipengaruhi oleh faktor – faktor kultural, sosial, dan personal. (Kotler dan Keller, 2009, p190).
2.12. Consumer Insights 2.12.1. Pengertian Insights Menurut Amalia (2009, p24 – 25), insights adalah sebuah pemahaman yang jelas, dalam, dan kadang muncul secara tiba – tiba atas sebuah problem atau situasi yang kompleks, atau kemampuan untuk memiliki pemahaman seperti itu. – Cambridge dictionary. Yang menarik dari definisi tersebut adalah perpaduan dari tiga unsur yaitu: •
Unsur deep – atau kedalaman pemahaman materi.
•
Unsur complex – yaitu mencakup kompleksitas dari masalah yang dibahas.
•
Unsur sudden – dari segi waktu, yaitu sesuatu yang dimengerti secara tiba - tiba.
Sesuatu yang insightful berarti berisikan informasi yang mendalam pada suatu objek permasalahan yang kompleks, dan ditemukannya tidak setiap saat. Dalam beberapa kamus lain dijelaskan bahwa insights ini biasanya bersifat original dan
34
breakthrough. Lebih jauh dikatakan, insights merupakan sebuah ‘flash’, artinya suatu pengetahuan yang brilian, yang muncul secara tiba - tiba. Kata kunci lainnya, ‘insights’ ini bersifat intuitif dan disejajarkan dengan sixth sense atau indera keenam. Pengertian ‘insights’ dalam konteks psikologi adalah mencari tahu secara lebih mendalam apa latar belakang dan faktor - faktor yang mendorong perbuatan, pemikiran dan perilaku seseorang.
2.12.2. Pengertian Consumer Insights Definisi dari consumer insight adalah proses mencari tahu secara lebih holistic tentang latar belakang perbuatan, pemikiran dan perilaku seorang konsumen yang berhubungan dengan produk dan komunikasi iklannya (Amalia, 2009, p25 - 26).
Analisis data statistik jelas sangat berguna, tetapi itu hanya sampai titik tertentu saja. Dalam kondisi pasar yang lebih kompleks, dimana banyak faktor yang menyebabkan terjadinya sesuatu tidak bisa dikuantifikasi begitu saja dengan model yang bersifat causal (sebab - akibat); pengetahuan secara kualitatif tentang pasar yang lebih mendalam mulai dirasakan sebagai suatu kebutuhan. Ini sejalur dengan pandangan bahwa pemasaran adalah gabungan antara ilmu (science) dan seni (art). Consumer Insights adalah bagian utama dari seni tersebut! Intinya, berpikir kreatif dan lebih luas dari menerjemahkan data secara kuantitatif. Menggali sesuatu yang tidak tampak di permukaan.
35
Banyak contoh lahirnya ide produk baru dan ide komunikasi iklan karena kekuatan Consumer Insights. Dari ide sederhana seperti menambahkan sayuran kering atau bawang goreng dalam produk - produk mie instant, hingga ide slogan brilian “Just Do it” oleh Nike. Bukan besar kecilnya ide yang penting, tetapi adalah bagaimana ide tersebut dapat diterapkan dan menambahkan value bagi konsumennya. Yang perlu diperhatikan tentang Consumer Insights: • Insights tidak harus datang dari brand manager saja, melainkan dari semua orang yang tergabung dalam organisasi, termasuk pemilik perusahaan. Consumer insights perlu dibudayakan dalam perusahaan. Adanya posisi consumer insights manager di organisasi adalah salah satu cara untuk menghimpun semua insights yang relevan dan disalurkan sesuai dengan kapasitasnya. • Insights tidak berguna apabila tidak actionable. Tantangannya adalah bagaimana membuat informasi yang digali sebagai insights, menjadi jelas dan dimengerti oleh tim pemasaran (termasuk di dalamnya product development dan research agency), dan kemudian diterjemahkan dalam suatu rencana yang nyata.
36
2.12.3. Teknik Ethnography Menurut Amalia (2009, p89 - 99), berikut adalah beberapa teknik yang bisa dipertimbangkan untuk digunakan dan dikombinasi satu sama lainnya, atau dikembangkan dan diadaptasi tergantung pada lingkup permasalahan studi ethnography. Tabel 2.3: Tabel Teknik Ethnography (Sumber: Amalia, 2009, p89). Teknik Ethnography Participatory Observation
Story Telling
Non-Participatory Observation
Netnography
Unstructured Interview
Photography and Videography
Contextual In-depth Interview
Subject Diaries
Shadowing/ Day-in-the-life
Creative Focus Group
Usability Interview
Activity Sessions
Dari berbagai teknik ethnography diatas, yang kami pertimbangkan untuk digunakan dalam mendukung penelitian kami adalah menggunakan teknik : •
Non-Participatory Observation Non-Participatory Observation merupakan pengamatan pasif, ethnographer pada dasarnya hanya memperhatikan dan mencatat apa yang terjadi di hadapannya. Teknik ini juga disebut Non-Interactive Observation. Misalnya, mengamati bagaimana dinamika antara pembeli dan penjual dalam bertransaksi pada sebuah toko bangunan atau mengamati bagaimana sebuah produk anti-
37
bocor diaplikasikan oleh seorang tukang pada tempat - tempat dimana terjadi masalah pada saat musim hujan. Tujuannya adalah mencari the telling moment, yaitu hal-hal mendasar yang menjelaskan aspek keseharian produk di lingkungan naturalnya. Insights dari the telling moment inilah yang seringkali menjadi kunci dari solusi permasalahan produk. •
Story Telling Story Telling merupakan teknik yang bertujuan untuk menceritakan sebuah peristiwa dengan bahasa konsumen sendiri. Mereka punya talenta yang cukup baik karena dalam keseharian konsumen sudah biasa berbincang - bincang menceritakan ihwal permasalahannya, apakah dengan teman, dengan pasangan, atau dengan koleganya. Tugas seorang enthnographer adalah secara kreatif memancing konsumen agar menceritakan pengalaman atau perasaannya terhadap merek tanpa tempelate pertanyaan - jawaban yang itu - itu saja. Dengan teknik ini, biasanya konsumen akan lebih cepat untuk dituntun membicarakan ketertarikan, ketidaksukaan, atau isu - isu lainnya seputar topik yang kita kehendaki. Dalam menanyakan keterikatan seorang pria eksekutif dengan merek mobilnya, tidak mungkin lagi kita menanyakan pertanyaan yang langsung tembak seperti: “Faktor apa yang membuat Bapak memilih mobil dengan merek ini?” Pendekatan yang lebih jitu dan lebih ekploratif adalah pada saat kita menyampaikan sebuah pernyataan yang membutuhkan komentar responden, misalnya: “Pak, kata orang, you are what you drive! Setujukah Bapak dengan ungkapan itu?” Pertanyaan yang menarik dan tak terduga seperti ini akan
38
mendorong responden untuk bercerita banyak tentang motif pembelian dan pengambilan keputusan atas mobil tersebut.
•
Netnography Ethnography yang awalnya lebih menekankan pada faktor observasi langsung di lokasi asalnya, bisa difasilitasi dengan bantuan teknologi komunikasi dan internet sehingga muncul teknik - teknik baru.
Netnography atau disebut juga online ethnography atau virtual ethnography, dipopulerkan oleh Robert Kozinets di tahun 1997. Teknik ini adalah perkembangan baru di dalam teknik ethnography dengan bantuan Internet.
Dalam netnography, tetap dipertahankan prinsip kedalaman dan keluasan informasi yang dihasilkan dengan ‘masuknya’ periset kedalam sebuah setting kehidupan. Kegiatan netnography akan menghasilkan begitu banyak deskripi yang sangat tebal melalui catatan - catatan yang dibuat dari hasil menyelami sebuah permasalahan. Walaupun banyak ahli masih berdebat tentang keharusan sebuah pertisipasi aktif dalam studi netnography, Amalia sendiri lebih menekankan sebuah kombinasi aktif dan pasif jika dibutuhkan. Partisipasi aktif bisa digunakan untuk klarifikasi sebuah isu yang ada kalanya belum bisa tergali dengan baik dalam teknik netnography yang bersifat pasif.
39
Keunggulan metode netnography adalah kecepatan dalam mengumpulkan informasi. Selain itu, biayanya juga sangat rendah dibandingkan dengan banyak teknik ethnography lainnya. Metode ini juga dianggap lebih natural dan tidak intrusif atau mengganggu keaslian dari apa yang yang terjadi atau bahasan yang dipercakapkan. Kelemahan netnography mungkin terletak pada seberapa ahli seorang ethnographer dalam menginterpretasikan informasi yang diperoleh. Walaupun hal ini bisa ditepis dengan menjelaskan bahwa dalam ethnography tanpa internet pun, kelemahan yang sama bisa saja menjadi kendala. Kelemahan lainnya, dalam banyak kasus, identitas seseorang dalam alam virtual seringkali tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Salah satu kerisauan akan hasil netnography adalah apabila komunitas online yang digunakan tidak mewakili keseluruhan khalayak sasaran yang dipelajari. Oleh karena itu, dianjurkan untuk mengkombinasikan netnography dengan teknik - teknik lain yang dilakukan secara offline. Multiple method merupakan sebuah cara untuk triangulasi dari hasil riset. Metode ini memang sebuah prosedur yang umum dalam sebuah riset kualitatif. Berbagai teknik netnography antara lain : ‐
Online Participatory
‐
Online Observational
‐
Online chatting
‐
E-mail history
40
‐
Photography and Videography
Dalam hal ini kami hanya menggunakan salah satu teknik netnography yaitu: ‐
Online Observational, yaitu membaca dan menyimpulkan catatan catatan diskusi yang lalu dari sebuah e-forum.
2.12.4. Observasi Ethnografis Menurut para peneliti dari SmartRevenue, observasi ethnografis menggunakan keahlian dan pengalaman para ahli antropologi professional untuk menciptakan metode shopper insights yang inovatif. Metode observasi ethnografis dirancang, diterapkan, dan dianalisis untuk menangkap behavior yang spesifik terhadap channel, kategori, dan display. Para ethnographer mengobservasi behavior para pembeli untuk menciptakan suatu gambaran yang lengkap mengenai kebutuhan, logika keputusan, brand, pemilihan toko atau channel, aisle behavior, dan lainnya, dari pembeli dan mengelola hasil observasi tersebut menjadi sebuah framework (kerangka kerja) untuk menentukan taktik dan strategi praktikal. Pengembangan rencana penelitian observasi berdasarkan pada objektif penelitian yang spesifik bagi client dan spesifikasi lingkungan (environment) dimana penelitian terjadi. Bagi penelitian in-store, kriteria observasi mencakup:
41
•
Berapa lama waktu yang dihabiskan pembeli untuk browsing kategori produk?
•
Dari arah mana pembeli memasuki aisle?
•
Berapa banyak pause dan browse?
•
Bagaimana pola browsing pada shelf? Misalnya, apakah mereka mulai dari tengah, kiri, atau sebelah kanan?
•
Apakah mereka membaca label produk?
•
Apakah mereka membaca shelf signage? (Harga, promosi, dsb.).
•
Apakah mereka membandingkan produk satu dengan produk lainnya? Jika ya, apa dasar perbandingan yang dapat diobservasi? (Harga, ukuran, brand, features)?
•
Berapa banyak pengambilan dan pengembalian produk?
•
Berapa lama pembeli berinteraksi dengan shelf?
•
Apa konfigurasi kelompok dari pembeli? (Apakah dengan anak, teman, orang tua, pasangan, dsb.)?
•
Di sebelah mana pembeli keluar dari toko? (Apakah dari kiri, kanan, melalui aisle yang sejajar, melalui perimeter aisle, dsb.).
•
Bagaimana behavior dari non purchasers?
Masing – masing behavior ini diukur, membuat protokol observasi dapat bertindak baik sebagai screener maupun driver bagi kuesioner terkait.
42
Observasi yang telah diukur dari setiap pembeli kemudian di record lalu dihubungkan dengan interview dengan pembeli. Dengan mengintegrasikan observasi dan interview, kita dapat mem provide sebuah gambaran kompleks dari pembeli yang menerangkan konsistensi dan kontradiksi dari apa yang dilakukan, dikatakan, dan dibeli oleh pembeli. Integrasi protokol observasional dan kuesioner dikelola dan dirancang untuk mengekstraksi segmen, kebutuhan dan keadaan, pendorong (driver), dan hotspot, bagi pembeli.
2.13. Statistik 2.13.1. Pengertian Statistik Statistik adalah cabang dari matematika yang mengubah data menjadi informasi yang berguna bagi para pembuat keputusan. Statistik adalah pengukuran numerikal yang menjelaskan sebuah karakteristik dari sample. (Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2008, p2 – 5).
43
2.13.2. Statistik Deskriptif Statistik deskriptif adalah cabang dari statistik yang mengumpulkan, menyimpulkan, dan mempresentasikan data. (Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2008, p3). Statistik deskriptif ini biasanya menggunakan berbagai tabel dan chart untuk mempresentasikan data misalnya: summary table, bar chart, pie chart, dan pareto diagram. •
Summary Table: Mengindikasikan frekuensi, jumlah, atau persentase dari item – item dalam suatu rangkaian kategori sehingga perbedaan antara kategori dapat terlihat.
•
Bar Chart: Di dalam bar chart, setiap bar menunjukkan setiap kategori. Panjang setiap bar merepresentasikan jumlah, frekuensi, atau persentase dari nilai yang jatuh pada sebuah kategori.
•
Pie Chart: Pie chart adalah sebuah lingkaran yang dipecah menjadi potongan – potongan yang merepresentasikan kategori. Ukuran setiap potongan pie beragam menurut persentase dalam setiap kategori.
•
Pareto Diagram: Dalam sebuah pareto diagram, respon – respon yang dikategorikan kemudian di plot dalam urutan menurun (descending), menurut frekuensi yang ada, dan dikombinasikan dengan garis persentase kumulatif dalam chart yang sama.
(Levine, Stephan, Krehbiel, dan Berenson, 2008, p33 - 35).