BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep tentang Pelayanan Pendidikan Menurut
Suyanto
(2005)
proses
pendidikan
merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya, Sebab jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budayanya. Sejak zaman batu sampai zaman modern, proses pendidikan manusia tetap berjalan, meskipun tidak harus terjadi dalam bentuk yang formal di jenjang persekolahan, karena proses pendidikan harus berjalan sampai kapan pun. Sistem pendidikan yang dibangun perlu disesuaikan dengan tuntutan zaman, agar pendidikan dapat menghasilkan out come yang relevan dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, sistem pendidikan kita juga harus relevan dengan tuntutan kualitas global. Itulah persoalan besar bagi pendidikan kita dalam menghadapi globalisasi dunia. Bidang pendidikan memang menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia untuk menghadapi proses globalisasi di hampir semua aspek kehidupan. Kondisi seperti ini juga berarti bahwa daya saing kita secara global masih rendah. Padahal, tugas utama pendidik-
11
an nasional kita ialah melahirkan SDM yang memiliki kualitas yang berstandar global.
2.2 Strategi Layanan Pendidikan Sallis (2010: 5-7) menyatakan bahwa
strategi
yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah, institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (costumer). Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang bermutu dan memberikan kepuasan pada mereka. Pada saat itulah, dibutuhkan suatu sistem manajemen yang mampu memberdayakan institusi pendidikan agar lebih bermutu. Manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Organisasi-organisasi yang menganut konsep TQM melihat mutu sebagai suatu yang didefinisikan oleh pelanggan-pelanggan mereka. Pelanggan adalah wasit terhadap mutu dan institusi sendiri tidak akan mampu bertahan tanpa mereka (Sallis, 2010: 55). Strategi penerapan Total Quality Management (TQM) institusi atau lembaga pendidikan diposisikan sebagai industri atau institusi jasa, maka fungsinya adalah memberikan layanan yang sesuai dengan apa 12
yang diinginkan oleh pelanggan (Sallis, 2008). Jika institusi pendidikan ingin tetap eksis, maka harus memenuhi harapan, mampu memberikan layanan pendidikan yang berkualitas atau memuaskan pelanggannya (Syaffarudin (2002). Institusi pendidikan perlu mengenali pelanggannya serta kebutuhannya agar dapat memberikan layananan
pendidikan
yang
memuaskan.
Dengan
memberikan kepuasan kepada pelanggan, akan membangun kesetiaan pelanggan (Ellitan dan Anatan, 2007). Pelanggan adalah orang yang menuntut kita untuk memenuhi standar kualitas tertentu, orang yang sangat penting yang harus dipuaskan; raja; yang membawa kita kepada kebutuhannya. Tidak ada seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi dengan mereka. Mereka tidak bergantung kepada kita, tetapi
kitalah
yang
bergantung
kepada
mereka.
(Gaspersz, 2006c, Sallis 2008). Psychogios, Priporas (2007) dan (Sallis 2008) mengemukakan
bahwa
pelanggan
internal
dalam
konteks pendidikan adalah guru, staf, manajer, dan penyelenggara institusi. Mereka menentukan kualitas proses yang berkaitan dengan pemberian layanan/ jasa. Sedangkan pelanggan eksternal adalah murid, orangtua murid/masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Mereka ini menentukan kualitas layanan/ jasa yang diberikan. Keduanya mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi atau dipuaskan. 13
Menurut Sallis (2010: 5) Total Quality Education (TQE) yang dikembangkan dari konsep Total Quality Management (TQM) menekankan perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan perbaikan secara
terus-menerus
(continuous
improvement).
Dengan pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan secara terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang ditetapkan. Konsep ini juga berarti bahwa antara institusi pendidikan senantiasa memperbaharui proses berdasarkan kebutuhan dan tuntutan pelanggan. Jika tuntutan dan kebutuhan pelanggan berubah, maka pihak pengelola institusi pendidikan dengan sendirinya akan merubah mutu, serta selalu memperbaharui komponen produksi atau komponen-komponen yang ada dalam institusi pendidikan. Semua masukan selanjutnya akan diolah dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu proses hasil pembelajaran. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam manajemen berbasis sekolah, guru dan staf justru dipandang sebagai pelanggan internal, sedangkan pelajar termasuk orangtua pelajar dan masyarakat umum termasuk pelanggan eksternal. Maka pelanggan baik internal maupun eksternal harus dapat terpuaskan melalui interval kreatif pimpinan institusi pendidikan (Sallis, 2010: 12).
14
2.3 Kepuasan Pelanggan Secara Umum Sallis, (2010: 56) mengatakan adanya kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu. Mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan. Day (dalam Tse dan Wilton, 1988: 204 dan Tjiptono dan Diana, 2002: 102) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Wilkie (1990: 622) mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel, et al (1990: 545) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi purna beli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kolter (1994: 40) menandaskan bahwa kepuasan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya. Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini di15
dasarkan
pada
disconfirmation
paradigma
Oliver
(dalam Engel, et al., 1990: 545-547). Tjiptono dan Diana (2002: 103) mengatakan bahwa karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya merekalah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyampaikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Selanjutnya dikatakan unsur-unsur penting di dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu pelanggan haruslah merupakan prioritas utama organisasi, kelangsungan hidup organisasi tergantung pada pelanggan; Pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, oleh karena itu kepuasan pelanggan sangat penting; Kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi yang berimplikasi pada perbaikan terus-menerus sehingga kualitas harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal. Karena kepuasan pelanggan merupakan prioritas paling utama dalam organisasi TQM, maka organisasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Praktik manajemen tradisional yang menerapkan manajemen berdasarkan hasil bersifat inward-looking. Sedangkan organisasi dengan fokus pada pelanggan bersifat outward-looking. Unsur yang paling penting dalam pembentukan fokus pada pelanggan adalah interaksi antara karyawan dan pelanggan. 16
Kepuasan
pelanggan
adalah
suatu
keadaan
dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. Fokus utama semua usaha manajemen dalam TQM adalah kepuasan pelangan (Tjiptono dan Diana, 2003). Kepuasan pelanggan adalah kekuatan yang mendorong organisasi untuk meningkatkan kinerjanya; mewujudkannya setiap orang di dalam organisasi harus memandang perbaikan yang terus menerus terhadap produk atau jasa yang dihasilkan sebagai sesuatu yang normal dan mendorong organisasi untuk menginventarisasi data pelanggan, keluhan-keluhan pelanggan, dan standar mutu yang menjadi orientasi pelanggan (Psychogios dan Priporas, 2007).
17
Menurut Sallis (2010: 57, 59) standar pelanggan: kepuasan pelanggan memenuhi kebutuhan pelanggan menyenangkan pelanggan. Dalam konsep mutu terpadu pelanggan adalah raja. Peters dalam Sallis (2010: 57) berpendapat bahwa mutu yang didefinisikan oleh pelanggan jauh lebih penting dibandingkan harga dalam menentukan permintaan barang dan jasa. Peters menemukan kenyataan bahwa pelanggan akan selalu membayar lebih untuk mutu yang baik, tanpa menghiraukan
tipe
produknya.
Pendapat
lainnya
adalah karyawan jauh lebih berenergi ketika mereka memiliki kesempatan untuk memberikan layanan yang bermutu. Menurut Sallis (2010: 6) manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan dapat dibedakan menjadi pelanggan dalam (internal costumer) dan pelanggan luar (external costumer). Selanjutnya
dikatakan
bahwa
dalam
dunia
pendidikan yang termasuk pelanggan dalam adalah pengelola institusi pendidikan itu sendiri, misalkan manajer, guru, staf, dan penyelenggara institusi. Sedangkan yang termasuk pelanggan luar adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kepuasan atas jasa yang diberikan.
18
Nasution (2004b) mengemukakan bahwa pada pendekatan TQM membedakan pelanggan menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal adalah orang yang terlibat dan berpengaruh dalam menghasilkan produk dan jasa. Sedangkan pelanggan eksternal adalah orang yang memakai produk atau jasa akhir. Menurut Shipyard (1972) dalam TQM (Tjiptono dan Diana, 2001: 113) Quality Function Deployment (QFD) fokus utamanya adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin karena pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk meskipun suatu produk yang telah dihasilkan dengan sempurna bila mereka memang tidak menginginkan atau membutuhkannya. QFD
menerjemahkan
apa
yang
dibutuhkan
pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi sehingga memungkinkan organisasi untuk memprioritaskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut, memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum. Hal ini merupakan praktik menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan pelanggannya. QFD terdiri atas beberapa aktivitas yaitu penjabaran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kualitas); penjabaran karakteristik kualitas yang dapat diukur, penentuan hubungan antara kebutuhan kuali19
tas dan karakteristik, penetapan nilai-nilai berdasarkan angka tertentu terhadap masing-masing karakteristik kualitas. QFM memerlukan pengumpulan masukan dan umpan balik dari pelanggan. Informasi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan persyaratan pelanggan yang spesifik. Dengan demikian organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi itu sendiri dan pesaingnya memenuhi kebutuhan pelanggan.
2.4 Kepuasan Layanan Pendidikan Guru dan Siswa Nasution (2004b) mengemukakan bahwa pada pendekatan TQM pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal itu adalah orang yang terlibat dan berpengaruh dalam menghasilkan produk dan jasa. Sedangkan pelanggan eksternal adalah orang yang memakai produk atau jasa akhir. Menurut Sallis (2010: 6) manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan dapat dibedakan menjadi pelanggan dalam (internal costumer) dan pelanggan luar (external costumer). Selanjutnya dikatakan pula bahwa dalam dunia pendidikan yang termasuk pelanggan dalam adalah pengelola institusi pendidikan itu sendiri, misalkan manajer, guru, staf, dan penyelenggara institusi. 20
Sedangkan yang termasuk pelanggan luar adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kepuasan atas jasa yang diberikan. Ketika fokus utama dari sekolah, perguruan tinggi atau universitas adalah pelanggan eksternalnya, pelajar, orangtua, dan lain-lain, penting untuk diingat bahwa setiap orang yang bekerja dalam masingmasing
institusi
tersebut
dikenal
dengan
istilah
pelanggan internal. Menurut Sallis (2010: 68,69) ‘Pelanggan utama’ yaitu pelajar yang secara langsung menerima jasa, ‘pelanggan kedua’ yaitu orang tua, gubernur atau sponsor pelajar yang memiliki kepentingan langsung secara
individu
maupun
secara
institusi,
dan
“pelanggan ketiga” yaitu pihak yang memiliki peran penting, meskipun tak langsung, seperti pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan. Dikatakan oleh Peters dan Weterman dalam Salis (2010: 59) Suatu organisasi harus menemukan metode-metode yang tepat untuk mendekatkan diri dengan pelanggan mereka agar dapat merespon perubahan selera, kebutuhan, dan keinginan mereka. Pelajar atau peserta didik (siswa) dianggap sebagai produk dari pendidikan. Dalam pendidikan kita sering mengatakan seolah-olah pelajar adalah hasil pendidikan. 21
Keragaman pelanggan membuat seluruh institusi pendidikan harus lebih memfokuskan perhatian me-reka. Bentuk pemasaran yang paling baik dalam pen-didikan adalah pemasaran yang dipilih oleh para pelajar untuk kepentingan mereka masing-masing. Satu hal yang perlu diingat adalah kesuksesan pelajar juga merupakan kesuksesan institusi pendidikannya. Hubungan internal yang kurang baik akan mengganggu perkembangan institusi, dan akhirnya akan membuat pelanggan eksternal menderita. Pandangan dan kebutuhan aneka kelompok pelanggan, baik internal maupun eksternal kebanyakan sama, terutama dalam institusi yang besar dan kompleks. Seluruh pelajar memiliki pandangan yang harus didengar dan ingin diperlakukan dengan adil. Mutu dan keadilan berjalan seiring. TQM memastikan bahwa proses institusi harus menempatkan sudut pandang pelajar sebagai pusat dari setiap proses perencanaan strategis. Kebutuhan dan gagasan para pelajar seharusnya menjadi fokus utama dari setiap institusi pendidikan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa pandangan kelompok-kelompok lainnya serta-merta diabaikan. Pandangan mereka juga tetap diperhitungkan. Bagaimanapun juga, pelajar adalah alasan utama berdirinya sebuah institusi pendidikan dan reputasi institusi pendidikan itu sendiri ada di pundak pelajar.
22
Disampaikan oleh Lynton Gray dalam Sallis (2010:62) bahwa menghasilkan pelajar dengan standar jaminan tertentu adalah hal mustahil. Sebagaimana Lynton Gray mengungkapkan bahwa manusia tidak sama, dan mereka berada dalam situasi pendidikan dan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan. Menilai mutu pendidikan sangat berbeda dari memeriksa hasil produksi pabrik atau menilai sebuah jasa. Ide tentang pelajar sebagai produk menghilangkan kompleksitas proses belajar, sehingga pendidikan dilihat sebagai sebuah jasa, bukan sebuah bentuk produksi. TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan seperangkat alat praktis kepada setiap institusi pendidikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang. 2.4.1 Kepuasan Layanan Pendidikan bagi Guru Kepuasan layanan pendidikan bagi guru sangat diperlukan untuk memotivasi guru dalam menjalankan profesinya. Seperti diungkapkan oleh Suyanto, (2005: 27) bahwa fenomena kehidupan yang amat penting pada abad ke-21 ialah adanya globalisasi hampir pada semua aspek kehidupan, termasuk pekerjaan guru yang memiliki tantangan yang bersifat mendunia karena inovasi antar individu di bumi luar biasa pesatnya dalam bidang teknologi komunikasi. 23
Guru harus selalu mampu mengikuti perkembangan masyarakat kontemporer yang semakin bersifat global. Menurut Hidayatullah (2009: 153) guru yang konsisten terhadap profesinya selalu belajar dan mengembangkan diri setiap waktu dan sepanjang hayat supaya guru dapat melaksanakan salah satu fungsinya sebagai fasilitator atau pelayan. Sejalan dengan itu Supriadi (1999) menyatakan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kinerja mengajar guru. Untuk peningkatan pelayanan kepada siswanya di dalam maupun di luar kelas seorang guru memerlukan peningkatan layanan sarana prasarana dan pendidikan sehingga dapat menjadi guru yang profesional. Houle (1980) dalam Suyanto, (2005:28) mengatakan bahwa ciri-ciri seseorang yang memiliki profesionalisme adalah: Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individual, memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, adanya kesadaran profesional yang tinggi, memiliki prinsipprinsip kode etik, memiliki sistem sanksi profesi, adanya militansi individual dan memiliki organisasi profesi.
Handoko (1995: 94) mengemukakan bahwa: Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internal-
24
nya, dan merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.
Jadi dengan pemenuhan kebutuhan guru oleh pimpinan merupakan salah satu hal yang dapat mendorong guru untuk dapat melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik. Pada akhirnya dapat mencapai tingkat kepuasan pelanggan organisasi tersebut semakin tinggi. Rendahnya pemenuhan kepuasan kerja dan prestasi kerja yang diperoleh guru belum memberikan dampak yang optimal dalam kedudukan tertentu, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru akan merubah perilaku dan perasaannya. Untuk mempertahankan stabilitas lembaga pendidikan dalam menghadapi kondisi persaingan yang semakin kompetitif dan telah bersifat global maka beberapa persoalan dan aturan
telah
diperbaiki
dan
diberlakukan
untuk
semua guru. 2.4.2 Kepuasan Layanan Pendidikan bagi Siswa Peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualisasikankan potensi intelektual, emosional, dan spriritualnya. Para peserta didik tersebut merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan 25
relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun berbagai sektor lokal, nasional, maupun
internasional.
Terkait
dengan
tuntutan
globalisasi, pendidikan harus menyiapkan SDM yang mampu bersaing secara internasional. Hasil belajar sinonim dengan prestasi belajar, karena perolehan hasil belajar dapat ditunjukkan adanya prestasi belajar. Seperti diungkapkan oleh Surakhmad (1986:48), bahwa prestasi belajar yang baik adalah hasil belajar yang memenuhi standar dan dapat mencapai tujuan belajar baik ditinjau dari sudut guru maupun siswa. Kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki siswa dapat diukur lewat tes hasil belajar. Selain itu suatu kegiatan pendidikan dianggap berhasil apabila proses dan hasilnya dapat memuaskan siswa dan orangtua.
2.5 Kepuasan Guru dan Siswa terhadap Sekolah Menurut Salis (2010:70) pandangan dan kebutuhan
aneka
kelompok
pelanggan,
baik
internal
maupun eksternal selalu serupa, terutama dalam institusi yang besar dan kompleks. Seluruh pelajar memiliki pandangan yang harus didengar dan ingin diperlakukan dengan adil. Mutu dan keadilan berjalan seiring. TQM memastikan bahwa proses institusi harus menempatkan sudut pandang pelajar sebagai pusat dari setiap proses perencanaan strategis. 26
Kebutuhan dan gagasan para pelajar seharusnya menjadi fokus utama dari setiap institusi pendidikan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa pandangan kelompok-kelompok lainnya serta-merta diabaikan. Pandangan mereka juga tetap diperhitungkan. Bagaimana pun juga, pelajar adalah alasan utama berdirinya sebuah institusi pendidikan dan reputasi institusi pendidikan itu sendiri ada di pundak pelajar. Gray dalam Sallis (2010:62) mengemukakan bahwa menghasilkan pelajar dengan standar jaminan tertentu adalah hal mustahil. Sebagaimana diungkapkan oleh Gray bahwa ’manusia tidak sama, mereka berada dalam situasi pendidikan dan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan. Menilai mutu pendidikan sangat berbeda dari memeriksa hasil produksi pabrik atau menilai sebuah jasa’. Ide tentang pelajar sebagai produk menghilangkan kompleksitas proses belajar, sehingga pendidikan dilihat sebagai sebuah jasa, bukan sebuah bentuk produksi.
2.6 Cara-cara Meningkatkan Layanan Pendidikan Sejalan dengan perkembangan pendidikan maka Layanan pendidikan juga harus mengalami peningkatan, seperti dikatakan oleh Salis (2010:54) bahwa layanan sekolah bisa dikatakan bermutu jika memang telah memenuhi standar. Berbicara mutu berarti 27
harus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan, dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan tujuannya. Definisi relatif tentang mutu memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua
adalah
memenuhi
kebutuhan
pelanggan.
Sebuah produk dikatakan bermutu selama produk tersebut secara konsisten, sesuai dengan tuntutan pembuatnya. Jaminan mutu berbeda dari kontrol mutu, baik sebelum maupun ketika proses tersebut berlangsung. Penekanan ini bertujuan untuk mencegah terjadi kesalahan sejak awal proses produksi. Jaminan mutu didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Jaminan mutu adalah sebuah cara memproduksi produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Tujuannya, menurut istilah Philip B. Crosby, adalah menciptakan produk tanpa cacat (zero defects); adalah spesifikasi produk secara konsisten atau menghasilkan produk yang selalu baik sejak awal (right first time every time). TQM merupakan perluasan dan pengembangan dari
jaminan
mutu.
Adalah
usaha
menciptakan
sebuah kultur mutu, yang mendorong semua anggota stafnya untuk memuaskan pelanggan.
28
Salah satu tujuan TQM untuk merubah institusi yang mengoperasikannya (staf) menjadi sebuah tim yang ikhlas, tanpa konflik dan kompetensi internal, untuk meraih sebuah tujuan tunggal, yaitu memuaskan pelanggan. Institusi pelaku TQM harus menggunakan semua cara untuk mengeksplorasi kebutuhan pelanggannya. Mutu merupakan sesuatu yang memuaskan dan melampaui
keinginan
dan
kebutuhan
pelanggan.
Definisi ini disebut juga mutu sesuai persepsi (quality in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai mutu yang hanya ada di mata orang yang melihatnya. Ini merupakan definisi yang sangat penting. Sebab, ada satu resiko yang seringkali kita abaikan dari definisi ini, yaitu kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu. Mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan. Kebijakan mutu “Fox Valley Technical College” memberikan pengajaran dan layanan mutu yang konsisten dengan standar-standar tertinggi dalam pendidikan. Dengan motto mutu lebih dulu maka “Fox Valley Technical College” berupaya untuk memberikan layanan dan pengajaran yang tepat kepada para pelajar, kepada sesama, dan kepada institusi yang mempekerjakan para alumni.
29
Dalam semboyan di SMAN 1 Temanggung dikatakan bahwa kebijakan mutu di SMAN 1 Temanggung, seluruh jajaran SMAN 1 Temanggung bertekad bulat untuk menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008, yang pada akhirnya akan menjadi lembaga penyelenggara pendidikan yang berorientasi pada terwujudnya siswa yang memiliki keseimbangan spiritual, intelektual, moral budaya dan berdaya saing tinggi dalam perspektif global. Guna meningkatkan kepuasan pelanggan, maka SMAN 1 Temanggung akan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat, tepat dan akurat; selalu berorientasi pada pemenuhan harapan pelanggan internal dan eksternal; meningkatkan presentasi dan
lulusan
yang
bermutu;
menyediakan
infra-
struktur dan sarana prasarana yang memadai; mempersiapkan siswa yang mampu melakukan telaah ilmu pengetahuan
dan
keagamaan;
memiliki
wawasan
global; selalu mengikuti dan menerapkan Informasi Teknologi terkini. SMAN 1 Temanggung sebagai sebuah organisasi harus dapat menunjukkan kemampuannya dalam memenuhi tuntutan pasar sesuai dengan yang dikatakan oleh Gasperz (2002) bahwa keberhasilan dalam memenangkan persaingan tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dalam mengelola dan meningkatkan sumber daya yang kita miliki, tetapi juga mutu produk menjadi kunci utama, dimana mutu memegang peranan yang sangat penting bagi sebuah organisasi. Oleh karena itu 30
mutu merupakan hal yang paling diandalkan oleh sebuah organisasi untuk tetap memberikan yang terbaik bagi para pelanggannya. Sebagai institusi atau lembaga pendidikan SMAN 1 Temanggung merupakan institusi jasa pendidikan. Sehingga kepuasan pelanggan internal dan eksternalnya merupakan faktor yang sangat penting untuk eksistensi SMAN 1 Temanggung. Seperti diungkapkan oleh Hardjosoedarmo (2004) agar tetap eksis dan berkembang, organisasi atau lembaga pendidikan harus memiliki daya saing yang ditunjukkan melalui peningkatan kualitas layanannya. Salah satu tujuan TQM adalah merubah institusi yang mengoperasikannya (staf) menjadi sebuah tim yang ikhlas, tanpa konflik dan kompetensi internal, untuk meraih sebuah tujuan tunggal, yaitu memuaskan pelanggan. Hubungan internal yang kurang baik akan mengalami perkembangan institusi, dan akhirnya akan membuat pelanggan eksternal menderita. 2.6.1 Peningkatan Mutu Pendidikan Secara umum, mutu (quality) adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan, yang terkait dengan produk sedangkan pendidikan itu adalah jasa atau pelayanan (service) produksi barang. Satu-satunya indikator kinerja jasa pelayanan adalah kepuasan 31
pelanggan, maka kinerja mutu pendidikan dapat diukur dari tingkat kepuasan pelanggan (Depdiknas, 2001; Nurkolis, 2003). Peningkatan kinerja sekolah dalam mengembangkan situasi belajar dan proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara optimal dalam mengembangkan manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, dan memiliki daya saing pada taraf internasional, merupakan strategi untuk meningkatkan mutu lulusan agar lulusan SMA dari manapun di Indonesia sama mutunya. Maka target pengembangan SMA adalah meningkatkan mutu daya saing lulusan
seluruh
menghasilkan
penyelenggara
mutu
lulusan
program
melalui
dalam
penerapan
delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) (Dirjen Dikdasmen, 2010). 2.6.2 Peningkatan Layanan Pendidikan dengan SBI 1. Pengertian SBI Menanggapi permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia, yaitu rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, termasuk pendidikan menengah, pemerintah dalam hal ini Depdiknas melakukan berbagai upaya di 32
antaranya meluncurkan program peningkatan mutu melalui Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yang sekarang disebut dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). Menurut Depdiknas (2005: 2), Depdiknas (2006: 5), dan Direktorat Pembinaan SMA: SBI adalah sekolah untuk anak-anak Indonesia yang diselenggarakan dengan kurikulum lokal tapi bertaraf internasional, sekolah nasional yang menyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan tarafnya internasional.
SBI merupakan pengembangan sekolah secara terintegral, hal ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sekolah nasional, baik negeri maupun swasta sehingga menghasilkan siswa yang bermutu dan lulusannya diakui setara dengan sekolah-sekolah lain di dunia yang bertaraf internasional dan memiliki kemampuan daya saing internasional. 2.
Pemuasan
Pelanggan
Pendidikan
melalui
pendidikan
melalui
Program-program RSBI Pemuasan
pelanggan
program-program RSBI melalui manajemen sekolah adalah pengorganisasian atau pengelompokan unsurunsur Pendidikan dalam suatu kegiatan yang terencana di sekolah dalam rangka pencapaian tujuan Pendidikan.
33
Ditinjau dari manajemen sekolah, untuk pencapaian delapan standar nasional pendidikan, maka sekolah potensial tidak mencapai SNP dan kategori sekolah tersebut belum bermutu dan akan mengarah ke bermutu, jika dilaksanakan pengembangan. Perlu dilaksanakan pengembangan sekolah potensial untuk menjadi
SSN.
Pencapaian
pengembangan
sekolah
potensial dapat terlaksana dengan maksimal sangat ditentukan
oleh
karakteristik
atau
kemampuan
sekolah. Sekolah RSBI, jika ditinjau dari manajemen sekolahnya, kategori sekolah tersebut sudah mencapai SNP dan sudah dikatakan bermutu, namun masih harus melaksanakan pengembangan. Dukungan dari masyarakat, pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi sangat dibutuhkan sehingga dambaan akan ada sekolah negeri dengan sertifikasi internasional dapat diwujudkan. Program prioritas RSBI dalam upaya memuaskan pelanggan eksternal meliputi adaptasi kurikulum yang setaraf kurikulum internasional, pengembangan materi dan metode yang bervariasi, pendampingan (outsourching), sistem remedial yang terkontrol, peningkatan kemampuan guru berbahasa Inggris, kegiatan ekstra yang mendukung bahasa Inggris, peningkatan kemampuan memecahkan soal secara mandiri, peningkatan kemampuan guru mengajar dengan berbagai media, kegiatan ekstra yang mendukung siswa berkarya. 34
Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, kita harus memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan akurat, selalu berorientasi pada pemenuhan harapan pelanggan internal maupun eksternal. Di samping itu perlu meningkatkan presentasi dan lulusan yang bermutu, menyediakan infrastruktur dan sarana prasarana yang memadai, mempersiapkan siswa yang mampu melakukan telaah ilmu pengetahuan dan keagamaan, serta memiliki wawasan global, dan selalu mengikuti Informasi Teknologi terkini. Dilaksanakannya program RSBI di SMAN 1 Temanggung berpengaruh pada kepuasan pelanggan internal
dan
pelanggan
eksternal.
Guru
sebagai
pelanggan internal dapat mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. Bahkan seorang guru dapat merasa puas terhadap suatu program RSBI, tetapi tidak puas dengan program RSBI yang lain. Demikian pula yang terjadi pada siswa sebagai pelanggan eksternal bisa saja mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. 2.6.3 Peningkatan Sumber Daya Manusia Sebagai
organisasi
jasa
pendidikan
maka
Sumber Daya Manusia (SDM) internal perlu mengetahui tentang kesesuaian pada persyaratan-persyaratannya. Menurut Efendi (2008) supaya dapat mencapai output yang maksimal maka kinerja Sumber Daya Manusia (SDM) internal pada suatu sekolah harus selalu mengalami peningkatan. Guru dan karyawan
35
menjadikan sekolah sebagai wahana untuk Berkarya, Belajar, Bersilaturahim, Beramal dan Beribadah. Porter (1997: 54) mengatakan bahwa jika bangsa Indonesia ingin menghasilkan berbagai keunggulan kompetitif dari outcome. Pendidikan, inovasi harus menjadi prioritas penting dalam pengembangan sistem pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan, pendidikan nasional hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri. Menurut Kathleen (2002), pengembangan Sekolah Bertaraf Internasional tidak dapat terlepas dari pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Penerapan MBS yang efektif secara spesifik mengidentifikasi lima manfaat Standar pembelajaran SBI yang ditetapkan Depdiknas (2005:1) yaitu mewujudkan life skills (kecakapan bekerja) siswa dengan memberdayakan multiple
intelligence (berbagai kecerdas-
an) melalui proses pembelajaran yang bersifat kontekstual; menjaga iklim yang kondusif untuk PBM; mengalokasikan waktu yang cukup bagi PBM; menggunakan strategi mengajar, remediasi, pengayaan dan kegiatan belajar mengajar (KBM) bervariasi untuk mengakomodasi gaya belajar yang berbeda-beda; berbasis ICT dan menciptakan kondisi belajar yang sesuai dengan sifat kemanusian, lingkungan sosial sekolah dan pemikiran inovatif.
36
2.7
Hasil-Hasil
Kajian
Pendidikan,
tentang
Khususnya
Layanan
yang
Dapat
Meningkatkan Kepuasan Pelanggan Syukri (2010) dalam tinjauan manajemen mutu sekolah di kota Depok berdasarkan ISO 9001 mengatakan adanya kriteria keberhasilan sekolah dalam Total Quality Management Evaluation (TQME), keberhasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelanggan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikatakan berhasil jika mampu memberikan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan. Selanjutnya menurut Prosiding PPI Standarisasi 2010 dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dikatakan berhasil jika siswa menikmati situasi sekolah atau siswa puas dengan layanan sekolah. Kepuasan tersebut antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, perlakuan oleh guru maupun pimpinan dan fasilitas yang disediakan sekolah. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah. Pihak pemakai/penerima
lulusan
(perguruan
tinggi,
industri,
masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan
antar
guru/karyawan/pimpinan,
gaji/
honorarium, dan sebagainya. 37
Sesuai dengan penelitiannya Isjoni (2007) mengemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak
pelayanan
terhadap
populasi
sasaran.
(Mengukur Kepuasan Pelanggan, Anonim, 2007). Selanjutnya Isjoni (2007) menunjukkan bahwa guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Guru yang profesional menghasilkan pendidikan bermutu dan tidak akan mempunyai beban psikologis terhadap berbagai jenis perubahan, termasuk perubahan kurikulum pendidikan.
2.8 Kajian tentang Guru dan Siswa terhadap RSBI secara Umum Suminto (2009) menunjukkan adanya kontribusi perilaku kepemimpinan kepala sekolah RSBI, kepuasan kerja, komitmen kerja guru terhadap 38
prestasi
belajar
siswa.
Dengan nilai baik dan
tingkat kelulusan yang tinggi diyakini berpengaruh terhadap citra baik sekolah di mata masyarakat luas. Adapun upaya yang ditempuh kepala sekolah dan guru adalah dengan meningkatkan kualitas pembelajaran, mendorong dan memacu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran pokok dan pembelajaran tambahan. Upaya ini ditempuh dengan harapan nilai prestasi belajar siswa pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional tersebut baik dan menghasilkan kelulusan setinggi mungkin. Dalam penelitiannya, Syukri (2010) juga menunjukkan bahwa manajemen mutu berbasis sekolah bertujuan
untuk
memberdayakan
semua
komponen
sekolah agar lebih optimal dalam melayani siswa, orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan guru/karyawan, serta masyarakat sekitarnya. Jasa pendidikan menunjukkan hasil yang sudah cukup baik, tetapi untuk 1 klausul pengukuran, analisis dan peningkatan mutu pendidikan terlihat masih belum baik. Untuk memenuhi SNP terlebih mewujudkan SBI, belum
tentu
semua
sekolah
dapat
mencapainya
dengan mudah, sehingga untuk memuaskan pelanggan pemerintah menginisiasi pembentukan Rencana Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Berstandar Nasional (SBN), Rencana Sekolah Berstandar Nasional (RSBN), dan lainnya.
39
Tanggapan mengenai pelaksanaan SBI yang merupakan bentuk ketidakpuasan pelanggan terhadap program
dan
pelaksanaan
Dharma
(2011)
dan
SBI
dirumuskan
mengusulkan
oleh
penghentian
program SBI. SBI dianggap merusak bahasa dan mutu pendidikan, dan merupakan program gagal yang salah model, konsepnya sangat buruk. Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan pada sekolah-sekolah yang telah ada (existing school), program SBI telah salah asumsi. Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat mengajar
hard
science
dalam
pengantar
bahasa
Inggris, seorang guru harus memiliki TOEFL> 500, padahal tidak ada hubungannya antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. TOEFL bukanlah ukuran kompetensi pedagogis, sehingga terjadi kekacauan dalam proses belajar-mengajar dan kegagalan didaktik. Akibatnya, banyak siswa SBI justru gagal dalam ujian nasional (UN) karena mereka tidak memahami materi bidang studinya. Itulah fakta keras yang menunjukkan bahwa program SBI ini telah menghancurkan best practice dan menurunkan mutu sekolah-sekolah terbaik yang dijadikan sekolah SBI. Di sisi lain Coleman dalam Dharma (2011) menunjukkan, bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam proses belajar-mengajar telah merusak kompetensi berbahasa Indonesia siswa. Dengan label SBI, materi 40
pelajaran harus diajarkan dalam bahasa Inggris, sementara di seluruh dunia seperti Jepang, China, Korea justru menggunakan bahasa nasionalnya, tetapi siswanya tetap berkualitas dunia. SBI dinilai telah menciptakan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan, menjadikan sekolahsekolah publik menjadi sangat komersial, sehingga ada asumsi masyarakat bahwa hanya anak orang kaya yang bisa sekolah di SBI. SBI juga telah melanggar UU Sisdiknas, karena pada tingkat pendidikan dasar sekolah publik atau negeri itu wajib ditanggung pemerintah. Kenyataannya, dalam SBI peraturan ini tidak berlaku, dan menyebabkan penyesatan pembelajaran. Penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD juga menyesatkan sekolah karena pada akhirnya yang dipentingkan justru alat ketimbang proses. Padahal, seharusnya pendidikan lebih ke masalah proses ketimbang alat. SBI telah menyesatkan tujuan pendidikan. Kesalahan konseptual SBI terutama pada penekanannya terhadap segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala hal yang nonakademik. Seolah tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan siswa sebagai seorang yang cerdas akademik belaka, padahal pendidikan bertujuan mendidik manusia seutuhnya, termasuk mengembangkan potensi siswa di bidang seni, budaya, dan olahraga.
41
Dharma (2011) mengatakan bahwa SBI adalah sebuah pembohongan publik karena memberikan persepsi yang keliru kepada orang tua, siswa, dan masyarakat sehingga SBI dianggap sebagai sekolah yang "akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan berbagai kelebihannya. Padahal kemungkinan tersebut tidak akan dapat dicapai dan bahkan akan menghancurkan kualitas sekolah yang ada. Berdasarkan kajian-kajian di atas yang mendiskripsikan tentang kepuasan pelanggan dan peningkatan pelayanan terhadap pelanggan maka dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui kepuasan guru terhadap pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung; 2. Untuk mengetahui kepuasan siswa terhadap pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung.
42