BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Lingkungan Hidup a. Pengertian Lingkungan Hidup Secara khusus, sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi. Berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) No. 32 tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia
dan
perilakunya
yang
melangsungkan
perikehidupan
dan
kesejahteraan manusia serta makhluk hidup. Lingkungan hidup berdasarkan Undang-undang Lingkungan Hidup (UULH) No. 4 tahun 1982, menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Salah seorang ahli ilmu lingkungan, yaitu Otto Soemarwoto mengemukakan bahwa dalam bahasa Inggris istilah lingkungan adalah environment. Lingkungan atau lingkungan hidup merupakan segala sesuatu yang ada pada setiap makhluk hidup atau organisme dan berpengaruh pada kehidupannya. b. Konsep Lingkungan Hidup Konsep dasar lingkungan hidup antara lain: 1) Lingkungan hidup adalah keseluruhan ruang yang ada di bumi yang terdiri dari air, tanah, udara, makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya. 2) Norma yang mendasari lingkungan hidup adalah norma sosial dan norma hukum.
7
8
3) Lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu lingkungan alami, lingkungan binaan, dan lingkungan sosial budaya. 4) Lingkungan hidup yang baik adalah lingkungan hidup yang masingmasing makhluk hidup dan komponen di dalamnya dapat berinteraksi dengan baik. 5) Lingkungan hidup yang berada di bumi, baik benda mati atau hidup, manusia dan alam mampu berhubungan secara timbal balik. Permasalahan lingkungan mikro yang dominan menyebabkan kerawanan lingkungan adalah penyediaan air minum dan pembuangan sampah domestik, sedangkan pada lingkungan kerja adalah pemborosan energi dan pada lingkungan makro adalah kerusakan dan kemerosotan kualitas ekosistem (Nadira, 2012). c. Komponen dan Manfaat Lingkungan Hidup Menurut Nadira (2012), komponen lingkungan hidup yaitu: 1) Lingkungan Hidup Alami Lingkungan hidup alami adalah lingkungan yang telah ada di alam tanpa campur tangan manusia. Contoh: hutan belantara. 2) Lingkungan Hidup Binaan Lingkungan binaan adalah lingkungan yang sudah direkayasa oleh manusia. Contoh: sekolah, perumahan dan perkantoran. 3) Lingkungan Hidup Sosial Budaya Lingkungan sosial budaya yaitu lingkungan yang dipengaruhi oleh sosial budaya masyarakat setempat. Manfaat lingkungan hidup menurut Nadira (2012), antara lain: 1) Menyediakan sumberdaya alam bagi kebutuhan hidup manusia. 2) Menyediakan ruang bagi manusia dan makhluk hidup lain untuk melakukan aktifitas keseharian, untuk bertahan hidup dan berkembang biak. 3) Memberikan kesempatan bagi manusia terutama untuk bereksplorasi, membuat berbagai macam penemuan baru dengan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh manusia melalui pengamatan dan penelitian.
9
4) Membantu manusia mengenal siapa dirinya dan apa peran serta dalam suatu ekosistem. d. Jenis Lingkungan Hidup Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) Unsur Hayati (Biotik) Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Contoh: lingkungan hayati di kebun sekolah, didominasi oleh tumbuhan dan di dalam kelas, lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia. 2) Unsur Sosial Budaya Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat. 3) Unsur Fisik (Abiotik) Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari bendabenda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. e. Asas lingkungan Asas-asas lingkungan diantaranya adalah hukum termodinamika pertama atau yang disebut hukum konservasi energi. Energi dapat berubah dari suatu bentuk ke bentuk lain, tetapi tidak dapat dihancurkan atau diciptakan. Energi yang memasuki organisme hidup, populasi atau ekosistem dapat dianggap sebagai energi yang tersimpan atau terlepaskan. Sistem kehidupan dapat dianggap sebagai pengubah energi. Ada berbagai strategi untuk mentransformasikan energi (Setyono, 2008). Asas kedua diambil dari hukum termodinamika kedua, yakni tidak ada sistem pengubahan energi yang betul-betul efisien. Jadi meskipun energi itu tidak pernah hilang di alam ini, tetapi energi itu akan terus diubah ke
10
dalam bentuk yang kurang bermanfaat. Misalnya energi yang masuk kedalam tubuh organisme berbentuk bahan makanan yang padat dan bermanfaat, sedangkan energi yang keluar dari tubuh hewan berbentuk panas (Setyono, 2008). Asas ketiga menyangkut sumber alam. Materi, energi, ruang, waktu dan keanekaragaman semuanya termasuk kategori sumber alam. Pengubahan energi oleh sistem biologi diharapkan berlangsung pada kecepatan yang sebanding dengan materi dan energi yang ada di alam lingkungannya (Setyono, 2008). Asas keempat dinamakan asas penjenuhan, yaitu kemampuan lingkungan habitat untuk menyokong suatu materi ada batasnya. Kemampuan untuk menyokong pencemar ada batasnya. Asas kelima menyangkut pengaturan populasi dengan faktor ketergantungan pada kepadatan. Pada asas ini terangkut situasi sumber alam yang tidak menimbulkan rangsangan penggunaan lebih lanjut. Asas keenam menyangkut persaingan. Individu dan spesies yang mempunyai lebih banyak keturunan daripada saingannya cenderung berhasil mengalahkan saingannya. Asas ketujuh menyangkut keteraturan yang pasti dalam suatu lingkungan dalam periode relatif lama. Ada fluktuasi penurunan dan kenaikan kondisi lingkungan disemua habitat, tingkat kesukaran diramalkan berbeda-beda (Setyono, 2008). Asas kedelapan menyangkut habitat dan keanekaragaman takson. Kelompok taksonomi tertentu suatu jasad hidup ditandai keadaan lingkungan yang khas, disebut nicia. Asas kesembilan berbunyi keanekaragaman sebanding dengan biomassa atau produktivitas. Konsep kestabilan selalu diikuti dengan keanekaragaman yang tinggi sehingga rantai makanan terbentuk stabil dengan komponen biotik yang lengkap. Hal ini mempengaruhi peningkatan produktivitas. Asas kesepuluh berbunyi biomassa atau produktivitas meningkat dalam lingkungan yang stabil. Lingkungan yang stabil merupakan
11
representasi aliran energi yang dinamis menurut kesetimbangan yang tertoleransi sehingga fluktuasi kuantitas biomassa dan produktivitas meningkat. Asas kesebelas berbunyi sistem yang sudah mantab (dewasa) mengeksploitasi sistem yang belum mantab. Tingkat makanan, populasi atau ekosistem yang sudah dewasa memindahkan, energi, biomassa dan keanekaragaman tingkat energi kearah yang belum dewasa (Setyono, 2008). Asas keduabelas lahir dari asas keenam dan ketujuh. Kalau seleksi berlaku, tetapi keanekaragaman meningkat dilingkungan mantap, akan ada perbaikan sifat adaptasi terhadap lingkungan. Asas ketigabelas adalah perkembangan asas ketujuh, Sembilan dan duabelas. Asas keempatbelas berbunyi derajat pola keteraturan fluktuasi populasi bergantung kepada pengaruh sejarah populasi sebelumnya. 2. Hutan Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undangundang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Berdasarkan definisi hutan yang disebutkan, terdapat unsur-unsur yang meliputi : a. Suatu kesatuan ekosistem b. Berupa hamparan lahan c. Berisi sumberdaya alam hayati beserta alam lingkungan yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain d. Mampu memberikan manfaat secara lestari (Rahmawaty, 2004). Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.18/MenhutII/2011 Tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan pada pasal I berbunyi bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan
12
memiliki kawasan yang mencakup wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. a. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan iklim adalah: 1) Hutan Hujan Tropika, adalah hutan yang terdapat didaerah tropis dengan curah hujan sangat tinggi. Hutan jenis ini sangat kaya akan flora dan fauna. Di kawasan ini keanekaragaman tumbuh-tumbuhan sangat tinggi. Luas hutan hujan tropika di Indonesia lebih kurang 66 juta hektar Hutan hujan tropika berfungsi sebagai paru-paru dunia. Hutan hujan tropika terdapat di Pulau Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua. 2) Hutan Monsun, disebut juga hutan musim. Hutan monsun tumbuh didaerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi, tetapi mempunyai musim kemarau yang panjang. Pada musim kemarau, tumbuhan di hutan monsun biasanya menggugurkan daunnya. Hutan monsun biasanya mempunyai tumbuhan sejenis, misalnya hutan jati, hutan bambu, dan hutan kapuk. Hutan monsun banyak terdapat di Jawa Tengah dan Jawa Timur. b. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Variasi Iklim, Jenis Tanah, dan Bentang Alam. Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan variasi iklim, jenis tanah, dan bentang alam adalah sebagai berikut: 1) Kelompok Hutan Tropika : a) Hutan Hujan Pegunungan Tinggi b) Hutan Hujan Pegunungan Rendah c) Hutan Tropika Dataran Rendah d) Hutan Subalpin e) Hutan Pantai f) Hutan Mangrove g) Hutan Rawa h) Hutan Kerangas i) Hutan Batu Kapur
13
j) Hutan pada batu Ultra Basik 2) Kelompok Hutan Monsun a) Hutan Monsun Gugur Daun b) Hutan Monsun yang Selalu Hijau (Evergreen) c) Sabana c. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Pembentukan Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan pembentukan adalah sebagai berikut: 1) Hutan alam, yaitu suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohon alami yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya. Hutan alam juga disebut hutan primer, yaitu hutan yang terbentuk tanpa campur tangan manusia. 2) Hutan buatan disebut hutan tanaman, yaitu hutan yang terbentuk karena campur tangan manusia. d. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Status Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan status adalah sebagai berikut: 1) Hutan negara, yaitu hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Beberapa hutan negara yang dikelola oleh badan usaha atau pemerintah yaitu; Perum Perhutani, Ijin Usaha Pemanfataan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK). 2) Hutan hak, yaitu hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hak atas tanah, misalnya hak milik (HM), Hak Guna Usaha (HGU), dan hak guna bangunan (HGB). Hutan hak merupakan hutan yang status kepemilikan tanahnya milik rakyat, atau disebut hutan rakyat. Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. 3) Hutan adat, yaitu hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
14
e. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Jenis Tanaman Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan jenis tanaman adalah sebagai berikut: 1) Hutan Homogen (Sejenis), yaitu hutan yang arealnya lebih dari 75 % ditutupi oleh satu jenis tumbuh-tumbuhan. Misalnya: hutan jati, hutan bambu, dan hutan pinus. 2) Hutan Heterogen (Campuran), yaitu hutan yang terdiri atas bermacammacam jenis tumbuhan. f. Jenis-Jenis Hutan di Indonesia Berdasarkan Fungsi Jenis-jenis hutan di Indonesia berdasarkan fungsi adalah sebagai berikut: 1) Hutan Lindung Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan. 2) Hutan Konservasi. Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas: a) Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai
fungsi
pokok
sebagai
kawasan
pengawetan
keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya serta berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Kawasan hutan suaka alam terdiri atas cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Buru. b) Kawasan Hutan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik didarat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan
sistem
penyangga
kehidupan,
pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberalam hayati dan ekosistemnya. Kawasan pelestarian alam terdiri atas taman nasional, taman hutan raya (TAHURA) dan taman wisata alam.
15
3) Hutan Produksi Hutan produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya serta pembangunan, industri, dan ekspor pada khususnya. Hutan produksi dibagi menjadi tiga, yaitu hutan produksi terbatas (HPT), hutan produksi tetap (HP), dan hutan produksi yang dapat dikonversikan (HPK). (Kainde, 2011) g. Hutan Rakyat Hutan rakyat adalah hutan yang tumbuh di atas tanah milik dengan luas minimal 0.25 ha. Penutupan tajuk didominasi oleh tanaman perkayuan, dan atau tanaman tahun pertama minimal 500 batang (Dephutbun, 1999). Penanaman pepohonan di tanah milik masyarakat oleh pemiliknya, merupakan salah satu butir kearifan masyarakat dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Dengan semakin terbatasnya kepemilikan tanah, peran hutan rakyat bagi kesejahteraan masyarakat semakin penting. Pengetahuan tentang kondisi tanah dan faktor-faktor lingkungannya untuk dipadukan dengan pengetahuan jenis-jenis pohon yang akan ditanam untuk mendapatkan hasil yang diharapkan oleh pemilik lahan, merupakan faktor yang menentukan keberhasilan pembangunan hutan rakyat. (Rahmawaty, 2004) Pengelolaan di areal hutan rakyat dapat dilakukan penanaman dengan mengkombinasikan tanaman perkayuan dengan tanaman pangan/palawija yang biasa dikenal dengan istilah agroforestry. Pola pemanfaatan lahan seperti ini banyak manfaatnya, antara lain: 1) Pendapatan per satuan lahan bertambah 2) Erosi dapat ditekan 3) Hama dan penyakit lebih dapat dikendalikan 4) Biaya perawatan tanaman dapat dihemat 5) Waktu petani di lahan lebih lama. Beberapa tanaman perkayuan yang dikembangkan di hutan rakyat, adalah:
sengon
(Paraserianthes
falcataria),
kayu
putih
(Melaleuca
leucadendron), aren (Arenga pinata), sungkai (Peronema canescens), akasia (Acacia sp.), jati putih (Gmelina arborea), johar (Cassia siamea), kemiri
16
(Aleurites moluccana), kapuk randu (Ceiba petandra), jabon (Anthocepallus cadamba), mahoni (Swietenia macrophylla), bambu (Bambusa), mimba (Azadirachta indica), cemara pantai (Casuarina equisetifolia), dan kaliandra (Calliandra calothyrsus). Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan dan perkebunan No. 677/Kpts-II/1998,
hutan kemasyarakatan
adalah hutan negara
yang
dicadangkan atau ditetapkan oleh menteri untuk dikelola oleh masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dengan tujuan pemanfaatan hutan secara lestari sesuai dengan fungsinya dan menitikberatkan kepentingan mensejahterakan masyarakat. Pengusahaan hutan kemasyarakatan bertumpu pada pengetahuan, kemampuan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri (Community
Based
Forest
Management),
proses
berjalan
melalui
perencanaan bawah-atas, dengan bantuan fasilitasi dari pemerintah secara efektif, terus menerus dan berkelanjutan. (Dephutbun, 1999). Pengusahaan hutan kemasyarakatan dikembangkan berdasarkan keberpihakan kepada rakyat khususnya rakyat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan, dengan prinsip-prinsip: 1) Masyarakat sebagai pelaku utama 2) Masyarakat sebagai pengambil keputusan 3) Kelembagaan pengusahaan ditentukan oleh masyarakat. 4) Kepastian hak dan kewajiban semua pihak 5) Pemerintah sebagai fasilitator dan pemandu program 6) Pendekatan didasarkan pada keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya. Berdasarkan jenis komoditas, pengusahaan hutan kemasyarakatan memiliki pola yang berbeda untuk setiap status kawasan hutan, disesuaikan dengan fungsi utama, yaitu: 1) Kawasan hutan produksi dilaksanakan dengan tujuan utama untuk memproduksi hasil hutan berupa kayu dan non kayu serta jasa lingkungan, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan. 2) Kawasan hutan lindung dilaksanakan dengan tujuan utama tetap menjaga fungsi perlindungan terhadap air dan tanah (hidrologis), dengan memberi
17
pemanfaatan hasil hutan berupa hasil hutan non kayu dan jasa rekreasi, baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk diusahakan. Tidak diperkenankan pemungutan hasil hutan kayu. 3) Kawasan pelestarian alam dilaksanakan dengan tujuan utama untuk perlindungan sumberdaya alam hayati dan ekosistem, yang pada hakekatnya perlindungan terhadap plasma nutfah. Oleh karena itu pada kawasan ini kegiatan hutan kemasyarakatan terbatas pada pengelolaan jasa lingkungan khususnya jasa wisata. 3. Zonasi Hutan Kawasan Suaka Alam (KSA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistem yang berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Pelestarian Alam (KPA) adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik daratan maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem. (Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2011). Zonasi taman nasional adalah suatu proses pengaturan ruang dalam taman nasional menjadi zona-zona, yang mencakup kegiatan tahap persiapan, pengumpulan dan analisi data, penyusunan draft rancangan rancangan zonasi, konsultasi
publik,
perancangan,
tata
batas,
dan
penetapan,
dengan
mempertimbangkan kajian-kajian dari aspek-aspek ekologis, sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. (Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/MenhutII/2006). Zonasi dalam taman nasional terdiri dari zona inti, zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan, zona pemanfaatan dan ada beberapa zona lain, yaitu: zona tradisional, zona rehabilitasi, zona religi, budaya dan sejarah serta zona khusus. Penataan zona taman nasional didasarkan pada potensi dan fungsi kawasan dengan memperhatikan aspek ekologi, sosial, ekonomi dan budaya. (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.56/MenhutII/2006).
18
a. Zona inti Zona inti merupakan bagian taman nasional yang mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya yang merupakan ciri khas ekosistem dalam kawasan taman nasional yang kondisi fisiknya masih asli dan belum diganggu oleh manusia. Kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia; mempunyai luasan yang cukup dan bentuk tertentu yang cukup untuk menjamin kelangsungan hidup jenis-jenis tertentu untuk menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami. Ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; komunitas tumbuhan dan atau satwa liar beserta ekosistemnya yang langka yang keberadaannya terancam punah. Zona inti merupakan habitat satwa dan atau tumbuhan tertentu yang prioritas dan khas/endemik serta tempat aktivitas satwa migran. b. Zona rimba; zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan Zona rimba adalah kawasan yang merupakan habitat atau daerah jelajah untuk melindungi dan mendukung upaya perkembangbiakan dari jenis satwa liar. Memiliki ekosistem dan atau keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. Zona rimba merupakan tempat kehidupan bagi jenis satwa migran. Zona perlindungan bahari untuk wilayah perairan yaitu bagian dari kawasan untuk wilayah perairan laut yang yang ditetapkan sebagai tempat perlindungan jenis tumbuhan, satwa dan ekosistem, serta system penyangga kehidupan yang karena letak, kondisi, dan potensinya mampu mendukung kepentingan pelestarian pada zona inti. c. Zona pemanfaatan Zona pemanfaatan mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi ekosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik. Luasan yang cukup untuk menjamin kelestarian potensial dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. Kondisi lingkungan yang mendukung pemanfaatan jasa lingkungan, pengembangan
19
pariwisata alam, penelitian dan pendidikan. Merupakan wilayah yang memungkinkan dibangunnya sarana prasarana bagi kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, pariwisata alam, rekreasi, penelitian dan pendidikan. Zona pemanfaatan tidak berbatasan langsung dengan zona inti. d. Zona tradisional Zona tradisional terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati non kayu tertentu yang telah dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Wilayah perairan terdapat potensi dan kondisi sumberdaya alam hayati tertentu yang telah dimanfaatkan melalui kegiatan pengembangbiakan, perbanyakan dan pembesaran oleh masyarakat setempat guna memenuhi kebutuhan hidupnya e. Zona rehabilitasi Pada zona rehabilitasi terdapat perubahan fisik, sifat fisik dan hayati yang secara ekologi berpengaruh kepada kelestarian ekosistem yang pemulihannya diperlukan campur tangan manusia. Adanya invasif spesies yang mengganggu jenis atau spesies asli dalam kawasan. Pemulihan kawasan sekurang-kurangnya memerlukan waktu 5 (lima) tahun. f. Zona religi, budaya dan sejarah Pada zona ini terdapat lokasi untuk kegiatan religi yang masih dipelihara dan dipergunakan oleh masyarakat, serta terdapat situs budaya dan sejarah baik yang dilindungi undang-undang mapun tidak dilindungi undangundang. g. Zona khusus Pada zona khusus telah terdapat sekelompok masyarakat dan sarana penunjang
kehidupannya
yang
tinggal
sebelum
wilayah
tersebut
ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional. Terdapat sarana prasarana antara lain telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik, sebelum wilayah tersebut ditunjuk/ditetapkan sebagai taman nasional. Lokasi zona khusus tidak berbatasan dengan zona inti. Zona-zona tersebut mempunyai fungsi masing-masing yang saling mendukung. Zona inti untuk perlindungan ekosistem, pengawetan flora dan
20
fauna khas beserta habitatnya yang peka terhadap gangguan dan perubahan, sumber plasma nutfah dari jenis tumbuhan dan satwa liar, untuk kepentingan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya. Zona rimba untuk kegiatan pengawetan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan alam bagi kepentingan penelitian, pendidikan konservasi, wisata terbatas, habitat satwa migran dan menunjang budidaya serta mendukung zona inti. Zona pemanfaatan untuk pengembangan pariwisata alam dan rekreasi, jasa lingkungan, pendidikan, penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan, kegiatan penunjang budidaya. Zona tradisional untuk pemanfaatan potensi tertentu Taman Nasional oleh masyarakat setempat secara lestari melalui pengaturan pemanfaatan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Zona rehabilitasi untuk mengembalikan ekosistem kawasan yang rusak menjadi mendekati kondisi ekosistem alamiahnya. Zona religi, budaya dan sejarah untuk memperlihatkan dan melindungi nilai-nilai hasil karya, budaya, sejarah, arkeologi maupun keagamaan, sebagai wahana penelitian; pendidikan dan wisata alam sejarah, arkeologi dan religius. Zona khusus untuk kepentingan aktivitas kelompok masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut sebelum ditetapkan sebagai Taman Nasional dan sarana penunjang kehidupannya, serta kepentingan yang tidak dapat dihindari berupa sarana telekomunikasi, fasilitas transportasi dan listrik. (Peraturan Menteri Kehutanan No. P.56/Menhut-II/2006) 4. Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Dalam Undang-undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999, pasal 6, disebutkan bahwa hutan ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan fungsi pokok, yaitu : (1) hutan konservasi, (2) hutan lindung, dan (3) hutan produksi. Hutan konservasi terdiri dari kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam, dan taman buru. Sementara itu kawasan pelestarian alam terdiri dari: (a) Taman Nasional, (b) Taman Hutan Raya, dan (c) Taman Wisata Alam (UU No.5 Tahun 1990). Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
21
budaya, pariwisata dan rekreasi. Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami dan atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya pariwisata dan rekreasi (UU No. 5 Tahun 1990, Pasal 1 (15). TAHURA mempunyai fungsi sebagai sumber genetik dan plasma nutfah, peredam erosi, pusat informasi dan penelitian, tempat pendidikan, latihan dan penyuluhan konservasi, sarana rekreasi dan pariwisata dan estetika. Sedangan secara sederhana TAHURA merupakan kawasan konservasi yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang mempunyai nilai kebanggaan di tingkat propinsi pada khususnya dan kebanggan nasional pada umumnya. Suatu kawasan ditunjuk sebagai kawasan tahura apabila memenuhi kriteria sebagai berikut (PP No.28/2011, pasal 9): a. Memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; b. Mempunyai luas wilayah yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa; dan c. Merupakan wilayah dengan cirri khas baik asli maupun buatan, pada wilayah yang ekosistemnya masih utuh ataupun wilayah yang ekosistemnya sudah berubah. TAHURA KGPAA Mangkunagoro I merupakan kawasan pelestarian alam untuk menunjang, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Merupakan satusatunya Taman Hutan Raya di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Di dalam tahura ini terdapat berbagai jenis flora terdiri dari berbagai jenis vegetasi endemik, dan fauna yang sebagian merupakan fauna langka yang tidak kurang dari 34 jenis binatang. Selain sebagai tempat rekreasi juga untuk kegiatan penelitian dan perkemahan. Terletak di Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar tepat berada dibelakang Candi Sukuh. Secara struktur organisasi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dikelola oleh Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP Tahura) yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh pengelola adalah
22
patroli menggunakan motor dan kuda, pemeliharaan koleksi satwa, persemaian dan rehabilitasi hasil hutan. Sebagai Taman Rekreasi dan lokasi Penelitian TAHURA KGPAA Mangkunagoro
I
juga
dapat
dijadikan
gudang
ilmu
pengetahuan.
Keanekaragaman flora dan fauna dapat dikembangkan sebagai media pendidikan dan penelitian. Di kawasan ini terdapat Taman Bougenvile, dengan berbagai macam spesies bunga bougenvile, warna-warni dan menyejukkan mata. Asas, maksud, tujuan dan fungsi TAHURA KGPAA Mangkunagoro I, Jawa Tengah berdasarkan Perda No.3/2011 adalah Pengelolaan Tahura berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan dan keterpaduan.
Pengaturan
pengelolaan
TAHURA
dimaksudkan
untuk
pelaksanaan pengelolaan TAHURA yang optimal berdasarkan fungsinya. Pengelolaan TAHURA bertujuan: a. Menjamin kelestarian TAHURA b. Membina dan mengembangkan koleksi tumbuhan dan satwa serta potensi TAHURA c. Mengoptimalkan manfaat TAHURA untuk penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya dan budaya, pariwisata alam dan rekreasi bagi kesejahteraan masyarakat d. Meningkatkan fungsi tata air e. Memberikan perlindungan TAHURA. Tahura berfungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Berdasarkan Rencana Pengelolaan Jangka Panjang Taman Hutan Raya (TAHURA) KGPAA Mangkunagoro I Provinsi Jawa Tengah periode 2013 – 2022, dijelaskan bahwa sejarah TAHURA KGPAA Mangkunagoro I sebagai berikut: a. Pembentukan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I berawal dari penunjukan kawasan melalui Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 849/Kpts-II/1999 tanggal 11 Oktober 1999 tentang perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ± 231.3 ha yang terletak di Resort Pemangkuan Hutan
23
Tambak Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan Lawu Utara, Kesatuan Pemangkuan Hutan Surakarta, Kabupaten Dati II Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah, menjadi Kawasan Pelestarian Alam dengan Fungsi sebagai Taman Hutan Raya dengan nama Taman Hutan raya ”Ngargoyoso/Mangkunagoro I”. b. Ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Pembangunan dan Pengembangan Taman Hutan Raya (TAHURA) di Provinsi Jawa Tengah melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 522.05/74/1999 tanggal 21 Desember 1999. c. Pada tahun 2002 Menteri Kehutanan meningkatkan status kawasan dari penunjukan menjadi penetapan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 233/Kpts-II/2003 tentang Penetapan Kawasan Hutan seluas 231,1 ha sebagai Kawasan Hutan Tetap dengan Fungsi Taman Hutan Raya Ngargoyoso/Mangkunagoro I. d. Sejak tahun 2002 sampai sekarang TAHURA KGPAA Mangkunagoro I dikelola oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. e. Tahun 2008 dibentuk Unit Pelaksana Teknis Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah dengan nama Balai Penelitian Tumbuhan dan Pengelolaan Taman Hutan Raya (BPTP TAHURA) yang memiliki tugas pokok dan fungsi sebagai pelaksana teknis pengelolaan Kebun Raya Baturraden dan Taman Hutan Raya Mangkunagoro I. Pengelolaan TAHURA disusun dan dilaksanakan melalui tahapan perencanaan, pemeliharaan, pemanfaatan, pengembangan, rehabilitasi dan perlindungan. Perencanaan Tahura sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (1), Perda No.3/2011 meliputi : (a). Penataan Kawasan Hutan, (b). Penyusunan rencana pengelolaan. Penataan kawasan berupa kegiatan kawasan Tahura ke dalam blok / zonasi. Perlindungan Kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I adalah usaha untuk mencegah dan membatasi kerusakan kawasan TAHURA KGPAA Mangkunagoro I yang disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, daya-daya alam, hama dan penyakit serta mempertahankan dan menjaga hak-hak Negara dan daerah atas hutan, kawasan Taman Hutan Raya, serta
perangkat
yang
berhubungan
dengan
pengelolaan
hutan.
Blok
Perlindungan adalah bagian kawasan Taman Hutan Raya yang mutlak dilindungi
24
dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. Penataan kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Perda No.3/2011 Pasal 7 huruf a berupa kegiatan penataan kawasan TAHURA ke dalam blok/zona, meliputi: a. Blok/zona Perlindungan Blok/zona Perlindungan adalah bagian kawasan Taman Hutan Raya yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktifitas manusia. b. Blok/zona Pemanfaatan Blok/zona Pemanfaatan adalah bagian dari kawasan Taman Hutan Raya yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata. c. Blok/zona Koleksi Blok/zona Koleksi adalah bagian dari kawasan Taman Hutan Raya yang dijadikan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. d. Blok/zona Lainnya Blok/zona
Lainnya
adalah
blok/zona
di
luar:
perlindungan,
pemanfaatan, dan koleksi karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai blok/zona tertentu seperti blok/zona: rimba, pemanfaatan tradisional, rehabilitasi, dan disesuai dengan fungsi kebutuhan pengelola. B. Penelitian yang Relevan 1.
Penelitian yang berjudul Peran Pemerintah Daerah Dalam Pengelolaan Taman Hutan Raya (TAHURA) Sultan Adam Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan oleh Marliansyah (2004) menunjukkan hasil, pemerintah daerah belum dapat meningkatkan kualitas lingkungan Tahura Sultan Adam. Hal ini dapat terlihat dengan banyaknya pasal-pasal dari kedua undang-undang tersebut yang belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Upaya pemerintah daerah dalam mengelola TAHURA Sultan Adam yaitu melalui kegiatan pemantapan dan penataan batas
25
kawasan, peningkatan mutu fungsi kawasan, pelestarian sumberdaya alam dan ekosistem, penyuluhan kehutanan, pembagian zonasi dan pembangunan pariwisata. Kegiatan yang dilaksanakan tersebut bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas TAHURA Sultan Adam. 2.
Penelitian yang berjudul Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dalam Penentuan Sensitifitas Kawasan di Taman Nasional Alas Purwo oleh Ardiansah Paramita (2002) menunjukkan hasil pangkalan data kawasan Taman Nasional Alas Purwo berupa pangkalan data kelas status flora fauna, keanekaragaman hayati, kelerengan, jenis tanah, sungai, dan curah hujan. Penampilan dari semua data dihasilkan tiga tingkatan sensitifitas kawasan, yaitu wilayah dengan sensitifitas tinggi, sedang, dan rendah dengan masing-masing luasa 8.220 Ha (18.55%), 18.729 Ha (42.27%), dan 17. 160 Ha (39. 18%).
C. Kerangka Pemikiran Taman Hutan Raya (TAHURA) adalah kawasan pelestarian alam yang terutama dimanfaatkan untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau buatan, jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi. Keberadaan masyarakat sekitar TAHURA sebagian besar bergantung pada hutan untuk melangsungkan hidup mereka. Masyarakat yang semakin bertambah banyak akan semakin besar pula kemungkinan memanfaaatkan hutan untuk kebutuhan
hidup
pembangunan
mereka.
rumah,
atau
Penebangan pemanfaatan
hutan, hasil
penggunaan hutan
secara
lahan
untuk
berlebihan.
Pemanfaatan hasil hutan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan kerusakan pada lingkungan hutan. Pemetaan dalam pembagian blok/zona merupakan salah satu upaya untuk membantu menanggulangi persoalan tersebut. Dengan pembagian blok/zona secara jelas, maka diharapkan gangguan yang ada akan lebih bisa terkontrol. Kawasan TAHURA terdapat pembagian blok/zona dengan tingkat sensitifitas yang berbeda. Perbedaan tingkat sensitifitas tersebut ditentukan oleh berbagai faktor seperti vegetasi, satwa liar, ketinggian dan kelerengan. Dalam penilaian sensitifitas semua faktor penentu tersebut memiliki parameter yang akan berpengaruh pada hasil
26
penilaian skoring. Berdasarkan penghitungan skor maka akan diketahui tingkatan sensitifitas pada masing-masing blok/zona. Penentuan atau pengukuran tingkat sensitifitas diperlukan karena dengan mengetahui tingkat sensitifitas dari setiap blok/zona yang ada, maka diharapkan kelestarian lingkungan hutan akan tetap terjaga. Sebagaimana aturan yang ada, blok/zona perlindungan seharusnya memiliki tingkat sensitifitas sangat sensitif, blok/zona koleksi memiliki tingkat sensitifitas sensitif, sedangkan pada blok/zona pemanfaatan memiliki tingkat sensitifitas tidak sensitif. Blok/zona perlindungan sudah seharusnya memiliki tingkat sensitifitas sangat sensitif karena blok perindungan merupakan bagian yang mutlak untuk dilindungi dan perlu adanya larangan dari aktifitas apapun dari manusia sehingga mengakibatkan perubahan atau kerusakan. Blok/zona koleksi memiliki tingkat sensitifitas sensitif karena blok/zona tersebut merupakan kawasan yang dapat dijadikan untuk tujuan koleksi tumbuhan, satwa yang alami atau buatan, jenis asli dan/atau bukan asli, yang dapat dimanfaatkan untuk penelitian, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Blok/zona pemanfaatan memiliki tingkat sensitifitas tidak sensitif karena wilayah tersebut merupakan bagian dari kawasan TAHURA yang dapat dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata.
27
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: TAMAN HUTAN RAYA KGPAA MANGKUNAGORO I, KARANGANYAR
Survei Lapangan
Identifikasi Kriteria Sensitifitas Ekologi
Peta Vegetasi
0. Lahan kebun, Perambahan, Tambang dll. 1. Vegetasi rusak akibat Ilegal logging. 2. Vegetasi skunder. 3. Vegetasi Primer
Peta Satwa (dilindungi/endemik)
1. Rendah (≤ 5 Jenis). 2. Sedang (6-10 Jenis). 3. Tinggi (≥11 Jenis).
Peta Ketinggian
1. < 1.000 m dpl 2. 1.000-1.400 m dpl. 3. > 1.400 m dpl
Zonasi Kawasan
Blok/zona Perlindungan
Blok/zona Koleksi
Blok/zona Pemanfaatan
SENSITIFITAS PENENTUAN BLOK/ZONASI KAWASAN TAHURA MANGKUNAGORO I
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Peta Kelerengan 1. < 30 % 2. 30 – 45 % 3. > 45 %