perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan tentang Perjanjian Kredit a. Pengertian Perjanjian Perjanjian menurut Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.18 Perjanjian selalu merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak, dimana untuk itu diperlukan pernyataan kehendak yang bertemu satu dengan yang lain.19 b. Syarat sah perjanjian Menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat yaitu:20 1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Sepakat maksudnya adalah kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat setuju atau sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga yang dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara bertimbal balik.21 2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; Orang yang membuat suatu perjanjian haruslah cakap menurut hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya cakap menurut hukum. Cakap merupakan syarat umum untuk dapat melakukan perbuatan hukum secara sah yaitu harus sudah
18
H.Setiono, Hukum Perikatan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, UNS Press, Surakarta, 2012, hlm. 70 19 Ibid 20 commit to user Ibid, hlm. 78 21 Ibid, hlm. 79
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
dewasa, sehat akal fikiran dan tidak dilarang oleh suatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.22 3) Suatu hal tertentu; Suatu hal tertentu yang dimaksudkan adalah barang yang menjadi objek perjanjian. Menurut Pasal 1333 Kitab Undang-undang Hukum Perdata suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau dihitung. 4) Suatu sebab yang halal. Sebab adalah suatu yang menyebabkan dan mendorong orang membuat perjanjian. Pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum. Dapat diketahui pengertian sebab yang halal, yaitu sebab yang tidak dilarang oleh UndangUndang, tidak berlawanan dengan kesusilaan atau tidak bertentangan dengan ketertiban umum. c. Jenis-jenis perjanjian Perjanjian dapat dibedakan menurut beberapa cara yaitu :23 1) Perjanjian menurut sumbernya. a) Perjanjian yang bersumber dari hukum keluarga. Misalnya perkawinan; b) Perjanjian yang bersumber dari hukum kebendaan, adalah perjanjian yang berhubungan dengan peralihan hukum benda; c) Perjanjian obligatoir, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban; d) Perjanjian yang bersumber dari hukum acara; 22
23
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 217 Handri Raharjo, Op.Cit, hlm.59- 68. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
e) Perjanjian yang bersumber dari hukum publik. 2) Perjanjian menurut hak dan kewajiban para pihak, dibedakan menjadi: a) Perjanjian timbal balik, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Perjanjian ini ada 2 macam yaitu perjanjian timbal balik yang sempurna dan tidak sempurna. Misalnya perjanjian jual beli. b) Perjanjian sepihak, adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada salah satu pihak saja, sedangkan pada pihak yang lain hanya ada hak. Contoh : hibah (Pasal 1666 KUHPer) dan perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792 KUHPer). 3) Perjanjian menurut keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi pada pihak yang lain, dibedakan menjadi : a) Perjanjian cuma-cuma, adalah perjanjian yang hanya memberikan keuntungan pada salah satu pihak. Contoh perjanjian hibah. b) Perjanjian atas beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu mendapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Contoh : perjanjian jual beli, sewa-menyewa dan lain-lain. 4) Perjanjian menurut namanya, dibedakan menjadi perjanjian khusus / bernama/ nominaat dan perjanjian umum / tidak bernama / innominaat / perjanjian jenis baru (Pasal 1319 KUHPer). a) Perjanjian khusus / bernama / nominaat adalah perjanjian yang memiliki nama dan diatur dalam KUHPer; b) Perjanjian umum / tidak bernama / innominaat / perjanjian jenis baru adalah perjanjian yang timbul, tumbuh dan hidup dalam masyarakat karena asas kebebasan berkontrak dan perjanjian ini belum dikenal pada saat KUHPer diundangkan. 5) Perjanjian menurut bentuknya ada dua macam, yaitu perjanjian lisan / tidak tertulis dan perjanjian tertulis. Yang termasuk perjanjian lisan adalah : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
a) Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para pihak saja sudah cukup untuk
timbulnya
perjanjian yang bersangkutan; b) Perjanjian riil adalah perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadinya penyerahan barang atau kata sepakat bersamaan dengan penyerahan barangnya. Misalnya perjanjian penitipan barang dan perjanjian pinjam pakai. Yang termasuk perjanjian tertulis adalah : a) Perjanjian standar atau baku adalah perjanjian yang berbentuk tertulis berupa formulir yang isinya adalah distandarisasi (dibakukan) terlebih dahulu secara sepihak oleh produsen serta bersifat massal tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki konsumen; b) Perjanjian formal adalah perjanjian yang telah ditetapkan dengan formalitas tertentu.misalnya perjanjian hibah dengan akta Notaris. Dalam perjanjian ini dikenal dengan istilah akta, yaitu surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Bentuk akta ada dua yaitu akta autentik (akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang yang memuat tentang adanya peristiwa-peristiwa hukum yang menjadi dasar adanya hak atau perikatan dan mengikat bagi pembuatnya ataupun bagi pihak ketiga) dan akta dibawah tangan (akta yang pembuatannya dilaksanakan sendiri oleh para pihak atau tidak ada campur tangan dari pejabat). 6) Perjanjian menurut sifatnya dibedakan : a) Perjanjian pokok yaitu perjanjian yang utama; b) Perjanjian accessoir adalah perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian utama / pokok, misalnya perjanjian pembebanan Hak Tanggungan / fidusia. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
d. Pengertian Kredit Pengertian kredit berasal dari bahasa Yunani “credere” artinya percaya.24 Pengertian kredit menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjammeminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.” Syarat-syarat terjadinya kredit perbankan adalah adanya debitor, adanya kreditor, dan tersedianya dana.25 Dilihat dari sudut ekonomi kredit diartikan penundaan pembayaran karena pengembalian atas penerimaan uang dan atas suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, melainkan pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang.26 e. Unsur-unsur Kredit Kredit yang diberikan oleh lembaga kredit mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :27 1) Kepercayaan Kepercayaan merupakan keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikannya baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, dimana sebelumnya juga dilakukan penelitian penyelidikan tentang nasabah bank secara interen maupun eksteren. 2) Jangka Waktu Waktu merupakan suatu masa yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang 24
Jamal Wiwoho, Hukum Perbankan Indonesia, UNS Press, Surakarta, 2011, hlm. 87 Ibid, hlm. 95 26 Adrian Sutedi, Implikasi Hak Tanggungan terhadap Pemberian Kredit oleh Bank dan commit to user Penyelesaian Kredit bermasalah, Cipta Karya, Jakarta, 2006, hlm. 17 27 Jamal Wiwoho, Op.Cit, hlm. 89-90 25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
akan datang. Setiap kredit yang diberikan memiliki jangka waktu tertentu, jangka waktu ini mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati. 3) Tingkat risiko (degree of risk) Semakin lama kredit diberikan semakin tinggi pula tingkat risikonya. Adanya suatu tenggang waktu pengembalian akan menyebabkan suatu risiko tidak tertagihnya / macetnya pemberian kredit. Semakin panjang suatu kredit semakin besar risikonya, semakin pula sebaliknya. 4) Prestasi atau objek kredit Obyek kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat dalam bentuk barang atau jasa. Merupakan keuntungan atas pemberian suatu kredit atau jasa tersebut yang kita kenal dengan nama bunga. f. Jenis-jenis Kredit Jenis-jenis kredit yang diberikan Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat antara lain :28 1) Dilihat dari segi kegunaan a) Kredit Investasi Kredit investasi merupakan kredit jangka panjang yang biasa digunakan untuk keperluan perluasan usaha atau membangun proyek/pabrik baru atau untuk keperluan rehabilitasi. b) Kredit Modal Kerja Merupakan kredit yang digunakan untuk keperluan meningkatkan produksi dalam operasionalnya. 2) Dilihat Dari Segi Tujuan Kredit a) Kredit Produktif Kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha atau produksi atau investasi. Kredit ini diberikan untuk menghasilkan barang atau jasa. b) Kredit Konsumtif 28
commit to user Jamal Wiwoho Op.Cit, hlm. 92 – 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
Kredit yang digunakan untuk dikonsumsi secara pribadi. Dalam kredit ini tidak ada pertambahan barang dan jasa yang dihasilkan, karena memang untuk digunakan atau dipakai oleh seseorang atau badan usaha. c) Kredit perdagangan Kredit yang diberikan kepada pedagang dan digunakan untuk membiayai aktivitas perdagangan seperti untuk membeli barang dagangan yang pembayarannya diharapkan dari hasil penjualan barang dagangan tersebut. 3) Dilihat Dari Segi Jangka Waktu a) Kredit Jangka Pendek Merupakan kredit yang memiliki jangka waktu kurang dari 1 tahun dan biasanya untuk modal kerja. b) Kredit Jangka Menengah Kredit yang memiliki jangka waktu berkisar antara 1 tahun sampai dengan 3 tahun dan biasanya kredit ini digunakan untuk melakukan investasi. c) Kredit Jangka Panjang Kredit yang masa pengembaliannya diatas 3 tahun atau 5 tahun. 4) Dilihat Dari Segi Jaminan a) Kredit Dengan Jaminan Kredit yang diberikan dengan suatu jaminan tersebut dapat berbentuk barang berwujud atau tidak berwujud atau jaminan orang. Artinya setiap kredit yang dikeluarkan akan dilindungi minimal senilai jaminan yang diberikan si calon debitur. b) Kredit Tanpa Jaminan Kredit yang diberikan tanpa jaminan barang atau orang tertentu. Kredit jenis ini diberikan dengan melihat prospek usaha, character serta loyalitas atau nama baik si calon debitur selama berhubungan dengan bank atau pihak lain. 5) Dilihat dari segi sektorcommit usaha to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
a) Kredit pertanian Kredit yang dibiayai untuk sector perkebunan atau pertanian. Sektor usaha pertanian dapat berupa jangka pendek atau jangka panjang. b) Kredit Peternakan Kredit yang diberikan pada sektor peternakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek misalnya peternakan ayam dan jangka panjang ternak kambing atau ternak sapi. c) Kredit Industri Kredit yang diberikan untuk membiayai industri, baik industri kecil, industri menengah atau industri besar. d) Kredit Pertambangan Kredit yang diberikan kepada usaha tambang. Jenis usaha tambang yang dibiayai biasanya dalam jangka panjang, seperti tambang emas, minyak atau timah. e) Kredit Pendidikan Kredit yang diberikan untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan atau dapat pula kredit untuk para mahasiswa. f) Kredit Profesi Kredit yang diberikan kepada para kalangan professional seperti dosen, dokter atau pengacara. g) Kredit Perumahan Kredit untuk membiayai pembangunan atau pembelian perumahan biasanya berjangka waktu panjang. g. Prinsip-prinsip pemberian kredit Kriteria penilaian umum dan harus dilakukan oleh bank untuk mendapatkan nasabah yang benar-benar layak untuk diberikan, dilakukan dengan analisis prinsip 5C dan 7 P. Penilaian dengan analisis 5C yaitu :29
29
commit to user Kasmir, Dasar-dasar Perbankan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm. 136-138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
1) Character Character merupakan sifat atau watak seseorang. Sifat atau watak dari orang-orang yang akan diberikan kredit, benar-benar harus dapat dipercaya. Untuk membaca watak atau sifat dari calon debitor dapat dilihat dari latar belakang nasabah, baik yang bersifat latar belakang pekerjaan maupun yang bersifat pribadi seperti cara hidup atau gaya hidup yang dianutnya, keadaan keluarga, hobi dan jiwa sosial. 2) Capacity Capacity adalah analisis untuk mengetahui kemampuan nasabah dalam membayar kredit. Kemampuan ini dihubungkan dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman selama ini dalam mengelola usahanya, sehingga akan terlihat kemampuannya dalam mengembalikan kredit yang disalurkan. 3) Capital Untuk melihat penggunaan modal efektif atau tidak, dapat dilihat dari laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba). Serta menganalisis dari sumber mana saja modal yang ada sekarang ini, termasuk persentase modal yang digunakan untuk membiayai proyek yang akan dijalankan, beberapa modal sendiri dan beberapa modal pinjaman. 4) Condition of Economy Dalam menilai kredit hendaknya juga dinilai kondisi ekonomi, sosial dan politik yang ada sekarang dan prediksi untuk masa yang akan datang. Penilaian kondisi atau prospek bidang usaha yang dibiayai hendaknya benar-benar memiliki prospek yang baik, sehingga kemungkinan kredit tersebut bermasalah relatif kecil. 5) Collateral Merupakan jaminan yang diberikan calon nasabah baik yang bersifat fisik maupun non fisik. Jaminan hendaknya melebihi jumlah kredit yang diberikan. Jaminan juga harus diteliti keabsahannya, sehingga jika terjadi suatu masalah, maka jaminan yang dititipkan akan dapat commit to user dipergunakan secepat mungkin.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Penilaian terhadap jaminan meliputi jenis jaminan, lokasi, bukti kepemilikan, dan status hukumnya, untuk menghindari terjadinya pemalsuan bukti kepemilikan, maka sebelum dilakukan pengikatan harus diteliti mengenai status yuridisnya bukti pemilikan dan orang yang menjaminkan. Dalam hal ini jaminan yang dipakai adalah jaminan berupa hak atas tanah yaitu berupa jaminan Hak Tanggungan. Penilaian suatu kredit dapat pula dilakukan dengan analisis 7P, dengan unsur penilaian sebagai berikut :30 1) Personality, yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari maupun masa lalunya. Personality juga mencakup emosi, sikap, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam menghadapi suatu masalah. 2) Party,
yaitu mengklasifikasikan nasabah dalam klasifikasi tertentu
atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya, sehingga nasabah dapat digolongkan ke golongan tertentu dana akan mendapatkan fasilitas yang berbeda dari bank. 3) Purpose, yaitu untuk mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil kredit, termasuk jenis kredit yang diinginkan nasabah baik kredit mikro ataupun lainnya. Kredit mikro merupakan penyediaan layanan keuangan untuk pelanggan berpenghasilan rendah, termasuk konsumen dan bekerja sendiri, yang secara tradisional tidak memiliki akses terhadap perbankan dan layanan terkait. Microfinance is the provision of financial services to low-income clients, including consumers and the self-employed, who traditionally lack access to banking and related services.31 4) Prospect,
yaitu untuk menilai usaha nasabah di masa yang akan
datang menguntungkan atau tidak, atau dengan kata lain mempunyai prospek atau sebaliknya. Hal ini penting mengingat jika suatu fasilitas
30
31
Ibid, hlm. 138-139 commit to user Sulaiman D. Muhammad, “Microfinance Challenges and Opportunities in Pakistan”, European Journal of Social Sciences, Volume 14, No 1, 2010, hlm. 88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
kredit yang dibiayai tanpa mempunyai prospek bukan hanya bank yang rugi tetapi juga nasabah. 5) Payment, merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dan untuk pengembalian kredit. 6) Profitability, untuk menganilisis bagaimana kempuan nasabah dalam mencari laba. Profitability diukur dari periode ke periode apakah akan tetap sama atau akan semakin meningkat, apalagi dengan tambahan kredit yang akan diperolehnya. 7) Protection, tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan barang atau orang atau jaminan asuransi. Selain itu Prinsip 3R yang terdiri dari :32 1) Returns (hasil yang dicapai) Bank akan menilai sejauh mana calon debitor diperkirakan memperoleh pendapatan yang cukup untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban-kewajibannya (bunga dan biaya-biaya). 2) Repayment (pembayaran kembali) Bank harus dapat memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka waktu pembayaran kredit oleh calon debitor. 3) Risk Bearing Ability (kemampuan menanggung risiko) Memperhitungkan kemampuan calon debitor untuk menanggung risiko dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya hal-hal di luar antisipasi kedua belah pihak. Untuk itu harus diperhitungkan jaminan debitor sudah aman untuk menutupi risiko tersebut. h. Perjanjian Kredit Perjanjian kredit merupakan salah satu dari bentuk perjanjian pinjam meminjam yang diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata. Menurut Pasal 1754 KUHPerdata pinjam meminjam ialah perjanjian dengan mana 32
commit user Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, HukumtoPerbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 276
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Perjanjian seperti yang diuraikan tersebut menunjukkan unsur pinjam meminjam didalamnya. Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek penting dalam kredit. Perjanjian kredit merupakan ikatan antara bank dengan debitor yang isinya menentukan dan mengatur hak serta kewajiban kedua belah pihak sehubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit.33 Perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian jaminan, maka perjanjian kredit adalah pokok atau prinsip, sedangkan jaminan adalah perjanjian ikutan atau accessoir. 34 Perjanjian kredit dapat dibuat secara lisan atau tertulis yang terpenting memenuhi syarat-syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Namun dari sudut pembuktian perjanjian secara lisan sulit untuk dijadikan alat bukti, karena hakekatnya pembuatan perjanjian adalah sebagai alat bukti bagi para pihak yang membuatnya. 35 Berdasarkan kesepakatan atau persetujuan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya. i. Fungsi Perjanjian Kredit Menurut Sutarno perjanjian kredit memiliki fungsi sebagai berikut :36 1) Perjanjian kredit sebagai alat bukti bagi kreditor dan debitor yang membuktikan adanya hak dan kewajiban timbal balik antara bank sebagai kreditor dan debitor. 2) Perjanjian kredit dapat digunakan sebagai alat atau sarana pemantauan atau pengawasan kredit yang sudah diberikan, karena perjanjian kredit berisi syarat dan ketentuan dalam pemberian kredit dan pengembalian
33
Sutarno, Aspek-aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alfabeta, Bandung, 2004, hlm. 98 Ibid 35 commit to user Ibid, hlm 99 36 Ibid, hlm. 129-130 34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
kredit. Untuk mencairkan kredit dan penggunaan kredit dapat dipantau dari ketentuan perjanjian kredit. 3) Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok yang menjadi dasar dari perjanjian ikutannya yaitu pengikatan jaminan. 4) Perjanjian kredit hanya sebagai alat bukti biasa yang membuktikan adanya hutang debitor. 2. Tinjauan tentang Jaminan a. Pengertian Jaminan Jaminan secara umum diatur dalam Pasal 1131 Kitab Undangundang Hukum Perdata data yang menetapkan bahwa segala kebendaan si berutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Dalam membuat perjanjian kredit, bank pada umumnya tidak akan memberikan kredit begitu saja tanpa memperhatikan jaminan yang diberikan debitor untuk menjamin kredit yang diperolehnya itu.37 Jaminan merupakan sarana perlindungan bagi keamanan kreditor, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitor / pelaksanaan suau prestasi oleh debitor atau oleh penjamin debitor.38 Kashadi memberikan pengertian jaminan adalah adalah suatu yang diberikan kepada kreditor untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitor akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.39 Salim HS memberikan perumusan tentang hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Istilah hukum jaminan 37
Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hlm. 2122 38 Marla Dwi Annisa, “Problematika Hukum Pemberian Kredit dengan Jaminan Barang Dagangan”, artikel pada Jurnal Repertorium, Edisi 1, 2014, hlm. 21 39 commit to user Kashadi, Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, Badan Penerbit Undip, Semarang, 2000, hlm. 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
merupakan terjemahan dari security of law, zekerheidstelling, atau zekerheidsrechten. b. Macam-macam Jaminan Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan
(zakelijkezekerheids)
dan
jaminan
perorangan
(persoonlijkezekerheids). 1) Jaminan Kebendaan Perjanjian jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayaran hutang apabila debitor melakukan cidera janji atau ingkar janji. Jaminan kebendaan termasuk dalam hak kebendaan, dimana hak mutlak atas suatu benda yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan kepada setiap orang. Maka sifat jaminan kebendaan juga termasuk kedalam sifat-sifat dari hak kebendaan yang meliputi: 40 (a) Bersifat absolute, dapat dipertahankan kepada siapa saja. (b)Droit de Suit, selalu mengikuti bendanya, dimana hak tersebut terus mengikuti bendanya dimanapun juga barang tersebut berada, hak itu terus mengikuti orang yang mempunyainya. (c) Asas prioriteit bahwa yang terjadi lebih dulu didahulukan dalam pemenuhannya, maka yang terjadi dulu tingkatannya lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. (d)Asas Publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan bukti dari kepemilikan. (e) Dapat dipindahtangankan atau dialihkan secara penuh. Dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia, hukum jaminan merupakan bagian dalam hukum perdata. Adapun macam jaminan kebendaan yang ada adalah :41 40
41
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah Dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal, Citra Aditya Bakti, commit to user Bandung, 1996, hlm. 62-63 Kashadi, Op.Cit, hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
a) Gadai Pasal 1150 Kitab Undang-undang Hukum Perdata pengertian gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang, atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orangorang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan. b) Hak Tanggungan Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Sejak berlakunya Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta BendaBenda Yang Berkaitan Dengan Tanah, maka pemberian jaminan atas hak-hak atas tanah hanya dapat dilakukan dengan Hak Tanggungan.42 c) Jaminan Fidusia Sesuai dengan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana 42
commit to user Gunawan Widjaja, Ahmad Yani. Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001, hlm. 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
dimaksud dalam Undang Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada di dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. d) Hipotik Pasal
1162
Kitab
Undang-undang
Hukum
Perdata
mendefinisikan hipotik adalah suatu hak kebendaan atas bendabenda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi suatu pelunasan suatu perikatan. 2) Jaminan Perorangan Jaminan yang bersifat perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu dan hanya dapat dipertahankan terhadap debitor tertentu, terhadap harta kekayaan debitor secara umum, misalkan borgtocht ( personal Guarantee / jaminan perorangan).43 Penanggungan/ borgtocht (jaminan perorangan) menurut Pasal 1820 Kitab Undang-undang Hukum Perdata adalah suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya. c. Syarat-syarat Jaminan Suatu jaminan hutang yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :44 1) Mudah dan cepat dalam proses pengikatan jaminan; 2) Jaminan utang tidak menempatkan kreditornya untuk bersengketa; 3) Harga barang jaminan mudah dinilai; 4) Nilai jaminan tersebut dapat meningkat atau setidak-tidaknya stabil;
43 44
commit to user Djuhaendah Hasan, Op.Cit, hlm. 234-238 Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, Erlangga, Jakarta, 2013, hlm. 4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
5) Jaminan utang tidak membebankan kewajiban-kewajiban tertentu bagi kreditor misalnya kewajiban untuk merawat dan memperbaiki barang, membayar pajak dan sebagainya; 6) Ketika pinjaman macet maka jaminan utang mudah dieksekusi dengan model pengeksekusian yang mudah, biaya rendah dan tidak memerlukan bantuan debitor artinya suatu jaminan utang harus selalu berada dalam keadaan mendekati tunai (near to cash). d. Fungsi Jaminan Kredit Perbankan Fungsi jaminan kredit ditinjau dari sisi bank maupun dari sisi debitor antara lain :45 1) Jaminan kredit sebagai pengamanan pelunasan kredit Bila di kemudian hari debitor ingkar janji, yaitu tidak melunasi utangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, maka akan dilakukan pencairan (penjualan) atas objek jaminan kredit yang
bersangkutan.
Hasil
pencairan
jaminan
kredit
tersebut
selanjutnya diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitor yang telah dinyatakan sebagai kredit macet. Fungsi jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. 2) Jaminan Kredit sebagai pendorong motivasi debitor Pengikatan jaminan kredit yang berupa harta milik debitor yang dilakukan oleh pihak bank, membuat debitor yang bersangkutan takut kehilangan hartanya tersebut. Hal ini akan mendorong debitor untuk melunasi kreditnya kepada bank agar hartanya yang dijadikan jaminan kredit tersebut tidak hilang karena harus dicairkan oleh bank. Hal ini memberikan motivasi kepada debitor untuk menggunakan kredit sebaik-baiknya, melakukan kegiatan usaha secara baik, mengelola kondisi keuangan secara hati-hati sehingga dapat segera melunasi kreditnya. 45
commit to user M.Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2010, hlm. 103-106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
3) Fungsi yang terkait dengan pelaksanaan ketentuan perbankan Keterkaitan jaminan kredit dengan ketentuan perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia menunjukkan adanya fungsi dari jaminan kredit yang dikaitkan dengan kualitas kreditnya. Sehingga mendukung keharusan penilaian jaminan kredit secara lengkap oleh bank sehingga akan merupakan jaminan yang layak dan berharga 3. Tinjauan tentang Hak Tanggungan a. Pengertian Hak Tanggungan Peraturan
perundang-undangan
yang
mengatur
tentang
pembebanan Hak Atas Tanah adalah Bab 21 Buku II KUHPerdata yang berkaitan dengan hipotik dan Creditverband dalam staatsblad 1908-542 sebagaimana
telah
diubah
dengan
stastsblad
1937-190
sebelum
berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah. Kedua ketentuan tersebut tidak berlaku lagi karena tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan di Indonesia.46 Lahirnya Undang-Undang tentang Hak Tanggungan karena adanya perintah dalam Pasal 51 Undang Undang Pokok Agraria. Hal ini disebabkan hypotheek diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menganut asas perlekatan yang tidak sesuai dengan asas hukum tanah nasional yang menganut asas pemisahan horizontal. Sehingga perlu dibentuk Undang-Undang yang spesialitas mengenai Hak Tanggungan kemudian diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Lembaga Hak Tanggungan yang diatur oleh UndangUndang ini dimaksudkan sebagai pengganti hypotheek (selanjutnya disebut dengan hipotik).47 Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta 46 47
commit to Salim HS, Op.cit, hlm. 99 Sutan Remy Sjahdeini, Op.Cit, hlm. 1
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (Undang-Undang Hak Tanggungan) adalah: “Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnnya”. Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian Hak Tanggungan adalah sebagai berikut.48 1) Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah; yang dimaksud dengan hak jaminan atas tanah adalah hak penguasaan yang secara khusus dapat diberikan kepada kreditor, yang memberi wewenang kepadanya untuk, jika debitor cidera janji, menjual lelang tanah yang secara khusus pula ditunjuk sebagai agunan piutangnya dan mengambil seluruh atau sebagian hasilnya untuk pelunasan hutangnya tersebut, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor lain (droit de preference). Hak-hak kreditor yang didahulukan seperti yang disebutkan oleh Robert W. Vishny dalam Law and Finance Journal antara lain:49 a. Secure creditors are able to gain possession of their security once of the reorganization petition has been approved; b. Secured creditors are ranked first in the distribution of the proceeds that result from the disposition of the assets of a bankrupt firm; c. The debitor doesn’t retain the administration of its property pending the resolution of the reorganization; d. Secured creditors firs paid. 2) Hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu; 3) Untuk pelunasan hutang tertentu; 4) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya (droit de preference). 48 49
commit to user Salim HS, Op.Cit, hlm. 96 Robert W. Vishny, “Law and Finance”, Journal of Political Economy, Vol. 106 No. 6, 1998.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
b. Subjek dan objek Hak Tanggungan Subjek Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Dalam kedua Pasal itu ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan.50 Di dalam suatu perjanjian Hak Tanggungan ada dua pihak yang mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut:51 1) Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menjaminkan objek Hak Tanggungan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan, pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak Tanggungan yang bersangkutan. 2) Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menerima Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya. Pasal
9
Undang-Undang
Hak
Tanggungan,
pemegang
Hak
Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Yang menjadi objek Hak Tanggungan menurut Pasal 4 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 adalah :52 1) Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan; 2) Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib di daftar dan menurut sifatnya dapat di pindahtangankan dan dapat juga dibebani dengan Hak Tanggungan;
50 51 52
Salim HS, Op. Cit, hlm. 103-104 Adrian Sutedi, Op.cit, hlm. 54 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Sejarah Pembentukan UUPA, isi dan commit to user Hukum Tanah, Djambatan, Jakarta, pelaksanaannya Himpunan Peraturan-Peraturan 2000, hlm. 175
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
3) Bangunan rumah susun dan hak milik atas satuan rumah susun yang berdiri di atas tanah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai yang diberikan oleh Negara. c. Asas-asas Hak Tanggungan Asas-asas Hak Tanggungan sebagaimana tertuang dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan adalah sebagai berikut :53 1) Mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). 2) Tidak dapat dibagi-bagi (Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). 3) Hanya dibebankan pada hak atas tanah yang telah ada (Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). 4) Dapat dibebankan selain tanah juga berikut benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tersebut (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). 5) Dapat dibebankan atas benda lain yang berkaitan dengan tanah yang baru akan ada dikemudian hari (Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996) dengan syarat diperjanjikan tegas. 6) Sifat perjanjiannya adalah tambahan (accessoir) (Pasal 10 ayat (1), Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. 7) Dapat dijadikan jaminan untuk utang yang baru akan ada (Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. 8) Dapat menjamin lebih dari satu utang (Pasal 3 ayat (2) UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996. 9) Mengikuti objek dalam tangan siapa pun objek itu berada (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). 10) Tidak dapat diletakkan sita oleh Pengadilan. 11) Hanya dapat dibebankan atas tanah tertentu (Pasal 8, Pasal 11 ayat
53
(1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. commit to user Salim HS, Op.cit, hlm. 102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
12) Wajib didaftarkan (Pasal 13 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). 13) Pelaksanaan eksekusi mudah dan pasti. 14) Dapat dibebankan dengan disertai janji-janji tertentu (Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996). Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ditentukan juga asas bahwa objek Hak Tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan bila pemberi Hak Tanggungan cidera janji. Apabila dicantumkan maka perjanjian itu batal demi hukum, artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada karena bertentangan dengan substansi Undang-Undang Hak Tanggungan. d. Pembebanan Hak Tanggungan Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah harus dilakukan dengan pembuatan akta dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Tahap pemberian Hak Tanggungan dengan didahului dengan perjanjian utang-piutang yang dijamin, lalu dibuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang. Tahap pendaftaran Hak Tanggungan oleh kantor Pertanahan yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan. Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) memuat hal-hal berikut ini :54 1) Keterangan mengenai pemohon. Apabila perorangan memuat nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan serta keterangan mengenai istri/ suami dan anak-anaknya yang masih menjadi tanggungannya. Apabila badan hukum memuat nama, tempat kedudukan, akta dan peraturan pendiriannya tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang, tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai hak milik berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. 2) Keterangan mengenai tanahnya, meliputi data yuridis dan data fisik.
54
commit to user Salim HS, Op.cit, hlm. 108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
3) Lain-lain, yang meliputi keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimiliki pemohon, keterangan lain yang dianggap perlu menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Kantor Pertanahan Nomor 9 Tahun 1996 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah diatur lebih lanjut dalam Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, yang berbunyi: ”Pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, pembebanan hak guna bangunan, hak pakai dan hak sewa untuk bangunan atas hak milik, dan pembebanan lain pada hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang ditentukan dengan peraturan perundang-undangan, dapat didaftar jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.” Syarat sahnya pembebanan Hak Tanggungan yaitu : 1) Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku (Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan); 2) Pemberian Hak Tanggungan wajib memenuhi syarat spesialitas (Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan) yang meliputi : a) Nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; b) Domisili para pihak, pemegang dan pemberi Hak Tanggungan; c) Penunjukkan secara jelas hutang atau hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan; d) Nilai tanggungan; e) Uraian yang jelas mengenai objek Hak Tanggungan. Prosedur pemberian Hak Tanggungan, dengan cara langsung disajikan sebagai berikut :55
commit to user 55
Salim HS, Op.cit, hlm. 146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
1) Didahului janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang merupakan tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang. 2) Dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3) Objek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, akan tetapi belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Pemberi Hak Tanggungan wajib hadir di hadapan PPAT. Jika karena sesuatu sebab tidak dapat hadir sendiri, ia wajib menunjuk pihak lain sebagai kuasanya dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang berbentuk akta otentik. Pembuatan SKMHT selain dihadapan Notaris, ditugaskan juga kepada PPAT yang keberadaannya sampai pada wilayah kecamatan, dalam rangka memudahkan pemberian pelayanan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Hal ini berdasarkan ketentuan yang tersebut dalam penjelasan umum angka 7 UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Pembebanan Hak Tanggungan yang menggunakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 disajikan sebagai berikut ini : 1) SKMHT wajib dibuatkan dengan akta Notaris atau akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain daripada membebankan Hak Tanggungan; commit to user b) Tidak memuat kuasa substitusi;
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
c) Mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama identitas kreditornya, nama dan identitas debitor apabila debitor bukan pemberi Hak Tanggungan. 2) Kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan tidak dapat ditarik kembali atau tidak dapat berakhir oleh sebab apapun juga kecuali karena kuasa tersebut telah dilaksanakan atau karena telah habis jangka waktunya. 3) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang sudah terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya satu bulan sesudah diberikan. 4) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) selambat-lambatnya tiga bulan sesudah diberikan. e. Pendaftaran Hak Tanggungan Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 14 Undang-Undang Hak Tanggungan. Akta Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) wajib didaftarkan, hal tersebut dilaksanakan demi menjamin kepastian hukum dan untuk memperoleh kejelasan mengenai terjadinya suatu hak, peralihan hak atau pembebanan hak bagi debitor dan kreditor56 Secara sistematis tata cara pendaftaran dikemukakan berikut ini: 1) Pendaftaran dilakukan di Kantor Pertanahan; 2) Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam waktu tujuh hari kerja setelah
ditandatangani
pemberian
Hak
Tanggungan
wajib
mengirimkan Akta Pendaftaran Hak Tanggungan (APHT) dan warkah lainnya kepada Kantor Pertanahan serta berkas yang diperlukan; 3) Kantor Pertanahan membuatkan sertifikat Hak Tanggungan dan
56
mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek commit to user Salim HS, Op.Cit, hlm. 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan; 4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.57 f. Pengalihan dan Hapusnya Hak Tanggungan Ketentuan mengenai peralihan Hak Tanggungan dapat ditemukan dalam Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Hak Tanggungan yang menyebutkan bahwa jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditor yang baru. Ketentuan mengenai hapusnya Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 18 Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu: 1) Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut: a) Hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan; b) Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; c) Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri; d) Hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan. 2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan
dengan
pemberian
pernyataan
tertulis
mengenai
dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan. 3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya utang yang dijamin. g. Pencoretan Hak Tanggungan Pencoretan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa setelah Hak Tanggungan hapus, maka Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. Permohonan pencoretan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yaitu diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan. Persyaratan pencoretan Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan adalah sebagai berikut :58 1) Formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup. Formulir permohonan memuat Identitas diri, luas letak dan penggunaan tanah yang dimohon; 2) Surat Kuasa apabila dikuasakan;
58
http://site.bpn.go.id/o/Beranda/Layanan-Pertanahan/Pelayanan-Pemeliharaan-Data-PendaftaranTanah/Hak-Tanggungan/Penghapusan-Hak-Tanggungan-%28Roya%29.aspx, Diakses commit to user tanggal 30 Desember 2014, Pukul 19.00
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
3) Fotocopy identitas pemohon (Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket; 4) Fotocopy Akta Pendirian dan Pengesahan Badan Hukum yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket, bagi badan hukum; 5) Sertifikat tanah dan Sertifikat Hak Tanggungan dan/atau konsen roya jika sertifikat Hak Tanggungan hilang; 6) Surat Roya/Keterangan Lunas/Pelunasan Hutang dari Kreditor; 7) Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP) pemberi Hak Tanggungan (debitor), penerima Hak Tanggungan (kreditor) dan/atau kuasanya yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket. Permohonan pencoretan dilakukan oleh pihak yang berkepentingan sesuai dengan Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang Hak Tanggungan dengan melampirkan hal-hal berikut : 1) Sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas. Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan. 2) Pernyataan tertulis dari kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan telah lunas atau kreditor telah melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan. Aspek hukum yang timbul dari pencoretan Hak Tanggungan terhadap sertifikat tanahnya adalah bahwa dengan adanya pencoretan Hak Tanggungan terhadap sertifikat tanahnya, maka hal ini dapat diketahui oleh umum dan masyarakat akan tahu bahwa tanah yang telah dibebankan tadi telah bebas dan kembali dalam keadaan semula.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
4. Tinjauan tentang Pembaharuan Utang (Novasi) a. Pengertian Novasi Novasi adalah suatu proses pergantian kontrak lama oleh suatu kontrak baru, yang menyebabkan kontrak lama hapus, sehingga yang berlaku selanjutnya adalah kontrak baru dengan perubahan terhadap syarat dan kondisinya, dan atau dengan perubahan terhadap para pihak dalam kontrak tersebut.59 Pembaharuan utang atau novasi adalah suatu perikatan yang menyebabkan perikatan yang sudah ada ditiadakan dan sekaligus dijadikan sebuah perikatan yang baru.60 Pasal 1381 KUHPerdata menegaskan mengenai peristiwa yang menyebabkan perikatan hapus. Salah satunya adalah karena terjadinya pembaharuan utang. Menurut Pasal 1413 Kitab Undang-undang Hukum Perdata ada tiga macam jalan untuk melaksanakan pembaharuan utang : 1) Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan karenanya; 2) Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya; 3) Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya. b. Macam-macam Novasi Pembaharuan utang (novasi) dapat terjadi dalam 3 (tiga) model, yaitu:61 1) Novasi Objektif, yaitu pembaharuan hutang dengan mana debitor membuat suatu kontrak hutang yang baru untuk menggantikan hutangnya yang lama. Jadi yang diganti dengan kontrak baru sematamata adalah hutangnya dan tidak ada perubahan pihak debitor ataupun kreditor. Dalam hal ini dikatakan novasi objektif karena yang berganti 59
Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 180 H.Setiono, Op.Cit, hlm. 131 61 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 187-189 60
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
atau berubah adalah objeknya, yaitu hutangnya, sehingga terjadi kontrak yang baru menggantikan kontrak yang lama. 2) Novasi Subjektif Pasif, yaitu adanya pergantian debitor lama dengan debitor baru, dan kreditor setuju bahwa debitor lama dibebaskan dari kewajibannya. Akibatnya antara debitor lama dengan kreditor tidak lagi mempunyai kontrak utang piutang. Dalam hal ini dikatakan novasi subjektif pasif karena yang berganti atau yang berubah adalah subjeknya,yaitu
debitor
sehingga
terjadi
kontrak
yang
baru
menggantikan kontrak yang lama. Ketentuan Pasal 1413 ayat (2) mengatur tentang novasi subjektif pasif, yakni adanya penggantian pada pihak debitor. Pada novasi subjektif pasif dapat terjadi dua cara penggantian debitor yaitu :62 a) Expromissio, pembaharuan utang dengan menempatkan seorang debitor baru sebagai pengganti debitor lama. Sebagai hasil persetujuan antara tiga pihakk yaitu antara pihak kreditor, debitor lama dan debitor baru. Pasal 1416 KUHPerdata memungkinkan terjadinya novasi subjektif pasif tanpa ikut sertanya debitor lama.63 b) Delegatio, apabila terjadi persetujuan antara debitor semula, kreditor semula dan debitor baru. Tanpa persetujuan dari kreditor, debitor lama tidak dapat diganti dengan debitor baru. Pada novasi demikian oleh debitor kepada kreditor ditawarkan seorang debitor baru yang bersedia membayar utang debitor (lama) dan menggantikan pula kedudukan debitor (lama) tersebut.64 Ada dua bentuk delegasi ( delegatio) yaitu :
62 63 64
Wiryono Projodikoro, Asas-asas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1993, hlm. 77 Herlien Budiono, Op.Cit, hlm. 54 commit to user Herlien Budiono, Op.Cit, hlm. 53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
(1) Delegasi imperfek ( delegatio imperfecta) Delegasi ini terjadi jika disamping debitor lama, diwajibkan pula debitor baru untuk membayar utang tanpa terjadinya novasi. (2) Delegasi perfek ( delegatio perfecta) Delegasi ini terjadi apabila kreditor menyatakan dengan tegas menyetujui digantikannya debitor lama oleh debitor baru dan sekaligus membebaskan debitor lama dari kewajibannya untuk membayar utangnya kepada kreditor. 3) Novasi Subjektif Aktif, yaitu adanya pergantian kreditor lama dengan kreditor baru. Akibatnya antara debitor dengan kreditor lama tidak lagi mempunyai kontrak hutang piutang. Dikatakan novasi subjektif aktif karena yang berganti atau yang berubah adalah subjeknya, yaitu kreditor sehingga terjadi kontrak yang baru menggantikan kontrak yang lama. Dalam hal ini tidak penting apakah novasi subjektif aktif harus dituangkan dalam suatu perjanjian yang penting adalah sesudah ada perjanjian antara kreditor baru dengan kreditor lama, debitor menyetujuinya dengan demikian debitor tahu kemana ia harus memberikan pelunasan.65 c. Syarat-syarat Novasi Tindakan-tindakan hukum novasi mempunyai syarat-syarat yuridis sebagai berikut :66 1) Dilakukan dengan tegas Suatu
novasi
dipersangkakan,
harus sesuai
dilakukan
dengan
dengan
ketentuan
tegas,
tidak
boleh
dalam
Pasal
1415
KUHPerdata yang menyatakan bahwa tiada pembaharuan hutang yang dipersangkakan, kehendak seseorang untuk mengadakan pembaharuan hutang harus dengan tegas ternyata dari perbuatannya. 65
66
J.Satrio, Cessie, Subrogatie, Novasi, Kompensatie, dan Pencampuran Hutang, Alumni, commit to user Bandung, 1991, hlm. 103 Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 183-186
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
2) Sudah terlebih dahulu adanya hutang yang sah Jika hutang tidak ada atau hutang tersebut tidak sah maka tidak ada hutang yang dapat atau layak diperbarui. 3) Terjadi suatu pergantian hutang, pergantian debitor atau pergantian kreditor. 4) Harus memenuhi syarat pembuatan kontrak Karena dengan novasi akan terbentuk hutang yang baru (berdasar kontrak baru) maka syarat-syarat sahnya suatu kontrak haruslah dipenuhi bagi suatu novasi. Syarat sahnya kontrak antara lain harus memenuhi syarat dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 5) Delegasi saja belum merupakan novasi Yang dimaksud dengan delegasi adalah pergantian debitor dengan tetap mempunyai hak regress. Jadi dengan delegasi, tidaklah dapat menjadi pergantian debitor atau pembaharuan hutang (novasi). Hanya jika kreditor menyetujui pergantian kreditor tanpa hak regress yaitu dengan membebaskan debitor lama dari kewajibannya, maka delegasi berubah menjadi novasi. d. Akibat Hukum Novasi Dengan adanya novasi, timbul konsekuensi hukum sebagai berikut :67 1) Bila debitor yang berganti, debitor lama terbebas dari kewajibannya, dan kreditor tidak lagi dapat menagih kepada debitor lama, kecuali jika ada semacam kontrak garansi dari pihak debitor lama; 2) Bila kreditor yang berganti, maka hak-hak kreditor lama akan hapus dan kreditor lama tersebut tidak dapat lagi menagih kepada debitor; 3) Bila kreditor yang berganti, maka segala tangkisan yang semula dapat diajukan oleh debitor kepada kreditor lama, sekarang tidak dapat lagi diajukannya; 4) Semua hak accessoir atau hak istimewa yang semula melekat pada kontrak lama tidak ikut terbawa pada kontrak yang baru, kecuali
67
dalam hal-hal sebagai berikut : commit to user Munir Fuady, Op.Cit, hlm. 186-187
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
a) Jika debitornya tetap dan hak accessoir diletakkan atas asset debitor tersebut; b) Jika hak accessoir atau hak istimewa tersebut dengan tegas dipertahankan oleh kreditor. 5) Novasi antara kreditor dengan seorang debitor yang tanggung menanggung dengan beberapa debitor lain, membebaskan kewajiban debitor lainnya tersebut; 6) Novasi antara kreditor dengan debitor dengan penjamin pribadi, membebaskan penjamin pribadi dari kewajibannya. 5. Tinjauan tentang Perikatan a. Pengertian Perikatan Istilah perikatan, perjanjian, persetujuan, perutangan sebenarnya untuk menterjemahkan istilah bahasa asing (Belanda) verbintenis dan overeenkomst. Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terjemahan Subekti dan R.Tjiptosudibio, memakai istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.68 Perikatan menurut Prof.Subekti, S.H dalam bukunya pokok-pokok Hukum Perdata, adalah suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedang orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Perikatan adalah suatu hubungan hukum, ini mempunyai arti bahwa hubungan tersebut diatur dan diakui oleh hukum. Perikatan hukum harus dibedakan dengan perikatan (hubungan) yang timbul dalam pergaulan hidup di dalam masyarakat yang berada di luar hukum.69 b. Subjek dan Objek Perikatan Dalam tiap-tiap perikatan ada dua macam subjek yaitu :70 1) Seorang manusia atau suatu badan hukum yang mendapat beban kewajiban untuk sesuatu (Schuldenaar atau Debiteur); 68
H.Setiono, Op.Cit, hlm. 1 H.Setiono, Op.Cit, hlm. 3 70 H. Setiono, Op.Cit, hlm. 8 69
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Subjek yang berupa seorang manusia haruslah memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah, yaitu harus sudah dewasa, sehat pikirannya, dan tidak oleh peraturan hukum dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum yang sah. 2) Seorang manusia atau badan hukum yang mendapat hak atas pelaksanaan kewajiban itu (Schuldeiser atau Krediteur). Subjek ini bisa tertentu orangnya dan juga tidak tertentu orangnya. Kreditur yang tertentu orangnya, piutangnya disebut secara tegas mengenai nama dan keadaan orangnya. Objek dalam perikatan ialah hal yang diwajibkan kepada pihak debitor dan dalam hal terhadap nama pihak kreditor mempunyai hak atau disebut prestasi.71 Menurut Pasal 1234 Kitab Undang-undang Hukum Perdata tiap-tiap perikatan adalah untuk : 1) Memberikan sesuatu; 2) Untuk berbuat sesuatu; 3) Untuk tidak berbuat sesuatu. Syarat untuk dapat menjadi objek dari suatu perikatan yaitu :72 1) Pasal 1332 KUHPerdata menentukan bahwa hanya benda yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi objek dari perjanjian. 2) Pasal 1333 KUHPerdata menentukan suatu syarat lagi bagi benda agar dapat menjadi objek suatu perjanjian yaitu benda itu harus tertentu paling sedikit tentang jenisnya, jumlah benda itu tidak perlu ditentukan dulu asal saja kemudian dapat ditentukan. 3) Menurut Pasal 1334 KUHPerdata barang-barang yang seketika belum ada dapat menjadi objek suatu perjanjian. c. Prestasi, Wanprestasi dan Ganti kerugian Prestasi berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perikatan.73 Tidak terpenuhinya suatu prestasi dalam perikatan ada 71 72
H.Setiono, Op.Cit, hlm. 10 Ibid
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
dalam dua bentuk, yaitu wanprestasi dan keadaan memaksa (overmacht). Wanprestasi berarti ketiadaan suatu prestasi.74 Menurut Salim HS wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditor dengan debitor.75 Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena kesengajaan, kelalaian, dan tanpa kesalahan yaitu tanpa kesengajaan atau kelalaian.76 Wanprestasi dapat terwujud empat macam yaitu:77 1) Pihak debitor sama sekali tidak melakukan prestasi; 2) Pihak debitor terlambat melakukan prestasi; 3) Pihak debitor salah / keliru dalam melakukan prestasi; 4) Pihak debitor melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Debitor apabila dalam keadaan wanprestasi, maka kreditor dapat memilih di antara beberapa kemungkinan tuntutan seperti disebut Pasal 1267 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang menyebutkan bahwa pihak terhadap siapa perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih apakah ia, jika hal itu masih dapat dilakukan, akan memaksa pihak yang lain untuk memenuhi perjanjian, ataukah ia akan menuntut pembatalan perjanjian, disertai penggantian biaya kerugian dan bunga. Untuk menentukan bahwa seseorang itu dalam keadaan wanprestasi tidak mudah, dalam menentukan adanya wanprestasi itu orang mengadakan upaya hukum dengan pernyataan lalai penagihan “sommatie, ingebreke stelling”. Fungsi pernyataan lalai adalah merupakan upaya hukum untuk menentukan kapankah saat mulai terjadinya wanprestasi.78
73
H.Setiono, Op.Cit, hlm. 13 Ibid 75 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata (BW), Sinar Grafika, 2002, hlm. 98 76 Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Citra Aditya Bakti, 2003, hlm. 88 77 commit to user H.Setiono, Loc.cit 78 H.Setiono, Op.Cit, hlm. 14 74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Wanprestasi karena keadaan memaksa dapat terjadi karena :79 1) Objek perikatan musnah (objectieve overmacht) Karena objek perikatan musnah sama sekali, maka sifatnya abadi sehingga perikatan menjadi hapus (Pasal 1444 KUHPerdata). 2) Kehendak debitor untuk berprestasi terhalang (relative overmacht) Hanya bersifat sementara, misalnya kehendak debitor untuk berprestasi terhalang karena adanya bencana alam atau dalam keadaan perang. Empat akibat adanya wanprestasi, yaitu sebagai berikut :80 1) Perikatan tetap ada; Kreditor dapat menuntut debitor melaksanakan prestasi apabila ia terlambat memenuhi prestasi. Selain itu kreditor berhak menuntut ganti rugi akibat keterlambatan tersebut. 2) Debitor harus membayar ganti rugi kepada kreditor; 3) Beban risiko beralih untuk kerugian debitor, jika halangan itu timbul setelah debitor wanprestasi, kecuali bila ada kesengajaan atau kesalahan besar dari pihak kreditor. Oleh karena itu, debitor tidak dibenarkan untuk berpegang pada keadaan memaksa; 4) Jika perikatan lahir dari perjanjian timbal balik, kreditor dapat membebaskan diri dari kewajibannya memberikan kontra prestasi dengan menggunakan Pasal 1266 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Debitor
yang
melakukan
wanprestasi
berkewajiban
untuk
memberikan penggantian kerugian yang ditimbulkan wanprestasi tersebut. Istilah resmi yang dipakai untuk penggantian kerugian itu ada tiga yaitu kosten, schaden, interessen (penggantian biaya, kerugian, dan bunga-bunga). Penggantian kerugian yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Perdata adalah penggantian kerugian yang timbul dari tidak dipenuhinya perikatan yang berdasarkan perjanjian, bukan 79
80
Djaja S.Meliala, Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum Perikatan, Nuansa Aulia, Bandung, 2007, hlm. 103 commit to user Salim HS, Op.cit, hlm. 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
perikatan yang berdasarkan Undang-Undang.81 Pasal 1243 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa : “Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya.” Mengenai bentuk / wujud penggantian kerugian, KUHPerdata tidak menegaskan apakah itu harus berupa uang tunai atau dapat juga berupa hal lain.82 d. Keadaan memaksa (Overmacht) Keadaan memaksa (Overmacht) adalah peristiwa yang terjadi di luar kesalahan debitor setelah dibuat perikatan yang debitor tidak dapat memperhitungkannya lebih dahulu pada saat dibuatnya perikatan atau sepatutnya tidak dapat memperhitungkannya dan yang merintangi pelaksanaan perikatan.83 Menurut Pasal 1245 KUHPerdata, dalam keadaan memaksa, debitor tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan debitor. Unsurunsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut :84 1) Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang membinasakan / memusnahkan benda objek perikatan; 2) Tidak dipenuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitor untuk berprestasi; 3) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.
81
H.Setiono, Op.Cit, hlm. 21-22 H.Setiono, Op.Cit, hlm. 22 83 commit to user H.Setiono, Op.Cit, hlm. 31 84 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hlm. 5 82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
e. Risiko Keadaan Memaksa (Overmacht) Adanya peristiwa yang dikategorikan sebagai overmacht membawa konsekuensi (akibat hukum), sebagai berikut :85 1) Kreditor tidak dapat menuntut pemenuhan prestasi; 2) Debitor tidak dapat lagi dinyatakan lalai; 3) Debitor tidak wajib membayar ganti rugi; 4) Risiko tidak beralih kepada debitor; 5) Kreditor tidak dapat menuntut pembatalan perjanjian timbal balik; 6) Perikatan dianggap gugur. f. Berakhirnya Perikatan Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menegaskan bahwa perikatan-perikatan hapus : 1) Karena pembayaran; 2) Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpangan atau penitipan; 3) Karena pembaharuan utang; 4) Karena perjumpaan utang atau kompensasi; 5) Karena percampuran utang; 6) Karena pembebasan utangnya; 7) Karena musnahnya barang yang terutang; 8) Karena kebatalan atau pembatalan; 9) Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam buku ke tiga bab ke satu KUHPerdata; 10)Karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri. Berakhirnya perjanjian tidak diatur secara tersendiri dalam UndangUndang, tetapi hal itu dapat disimpulkan dari beberapa ketentuan yang
85
commitAsas to user Agus Yudha Hernoko, Hukum Perjanjian Proporsionalitas dalam kontrak komersial, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 272
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
ada dalam Undang-Undang tersebut. Berakhirnya suatu perjanjian tersebut disebabkan oleh :86 1) Ditentukan terlebih dahulu oleh para pihak, misalnya dengan menetapkan batas waktu tertentu, maka jika sampai pada batas yang telah ditentukan tersebut, mengakibatkan perjanjian hapus; 2) Undang-Undang yang menetapkan batas waktunya suatu perjanjian; 3) Karena terjadinya peristiwa tertentu selama perjanjian dilaksanakan; 4) Salah satu pihak meninggal dunia; 5) Adanya pernyataan untuk mengakhiri perjanjian yang diadakan oleh salah satu pihak atau pernyataan tersebut sama-sama adanya kesepakatan untuk mengakhiri perjanjian yang diadakan; 6) Putusan hakim yang mengakhiri suatu perjanjian yang diadakan; 7) Telah tercapainya tujuan dari perjanjian yang diadakan oleh para pihak. 6. Tinjauan tentang Pewarisan a. Pengertian Pewarisan Ada beberapa pengertian mengenai Hukum Waris, menurut Prof.MR.A.Pitlo adalah sebagai berikut : “Hukum waris adalah kumpulan peraturan yang mengatur hukum mengenai kekayaan karena matinya seseorang yaitu mengenai pemindahan kekayaan yang ditinggalkan oleh si mati dan akibat dari pemindahan ini bagi orang-orang yang memperolehnya, baik dalam hubungan antara mereka dengan mereka, maupun dalam hubungan antara mereka dengan pihak ketiga.87 Hukum waris menurut Wirjono Prodjodikoro adalah ketentuan yang mengatur soal apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.88
86
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 43 87 Hilman Hadikusumah, Hukum Waris Indonesia menurut Perundangan Hukum Adat, Hukum commit user 1996, hlm. 18 Agama Hindu – Islam, Citra Aditya Bhakti,toBandung, 88 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Bandung, Bandung, 1966, hlm. 8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
Hukum Waris mengenal beberapa istilah yaitu :89 1) Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta kekayaan kepada orang lain; 2) Ahli Waris adalah orang yang berhak atas harta warisan; 3) Harta Warisan adalah kekayaan yang ditinggalkan berupa aktiva dan passiva; 4) Pewarisan adalah proses beralihnya harta kekayaan (hak dan kewajiban) seseorang kepada para ahli warisnya. Proses pewarisan atau jalannya pewarisan adalah cara yang digunakan pewaris untuk meneruskan atau mengalihkan harta kekayaan yang akan ditinggalkan kepada para waris ketika pewaris masih hidup, baik mengenai penerusan penguasaan, pemakaian, maupun cara melaksanakan pembagian warisan tersebut kepada para ahli warisnya setelah pewaris wafat.90 Pasal 874 KUHPerdata menyatakan bahwa segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut Undang-Undang, sekedar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya suatu ketetapan yang sah. Mewaris berarti menggantikan tempat dari seseorang yang meninggal (si pewaris) dalam hubungan-hubungan hukum harta kekayaannya.91 b. Macam- macam pewarisan Pewarisan dibedakan menjadi dua, yaitu : 92 1) Pewarisan berdasarkan Undang-Undang, juga disebut pewarisan ab intestato. Golongan ahli waris ab intestato menurut Pasal 832 ayat (1) KUHPerdata ada 4 yaitu :93 89
Djaja S.Meliala, Op.Cit, hlm. 120 Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 23 91 R.Soetojo Prawirohamidjojo, Hukum Waris Kodifikasi, Airlangga University Press, Surabaya, 2000, hlm. 3 92 commit to user Ibid, hlm. 4 93 Djaja S.Meliala, Op.Cit, hlm. 123 90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
a) Golongan I : anak sah, suami isteri yang hidup paling lama, termasuk istri kedua atau suami kedua dan seterusnya (Pasal 852 jo Pasal 853a KUHPerdata. b) Golongan II : Orang tua dan saudara-saudara sekandung, seayah atau seibu (Pasal 854 jo Pasal 857 KUHPerdata). c) Golongan III : Sekalian keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas baik dalam garis ayah, maupun ibu. Secara singkat dapat dikatakan kakek-nenek dari pihak ibu (Pasal 853 KUHPerdata). d) Golongan IV : Keluarga sedarah ke samping sampai derajad ke enam (Pasal 861 jo Pasal 858 KUHPerdata). Mereka ini adalah saudara sepupu dari pihak ayah maupun pihak ibu. 2) Pewarisan testamentair yaitu pewarisan berdasarkan suatu testamen. Di dalam KUHPerdata pewarisan berdasarkan Undang-Undang dibicarakan terlebih dahulu baru kemudian pewarisan testamentair. Dalam pewarisan testamentair yang ditonjolkan adalah kehendak dari pewaris, sedangkan pewarisan ab intestato berdasarkan berbagai alasan, sebab ada yang bersifat mengatur, tetapi ada juga yang bersifat memaksa. Salah satu alasan yaitu pandangan bahwa keluarga terdekat yang pertama berhak atas warisan itu. c. Unsur-unsur Pewarisan Ada tiga unsur utama dalam pewarisan yaitu : 1) Adanya orang yang meninggal dunia (pewaris) Pewaris merupakan seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki atau perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan maupun hak-hak
yang diperoleh
serta
kewajiban-kewajiban
yang harus
dilaksanakan selama hidupnya baik dengan surat wasiat maupun tanpa surat wasiat. Menurut Pasal 830 Kitab Undang-undang Hukum Perdata dikatakan bahwa pewarisan hanya berlangsung karena kematian. 2) Adanya harta warisan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
Harta warisan adalah harta kekayaan yang ditinggalkan oleh pewaris dan dapat dialihkan kepada keluarganya atau mereka yang mempunyai hubungan hukum dengan si pewaris. Dengan meninggal dunianya seseorang saja tidak dengan sendirinya menimbulkan persoalan warisan apabila tidak meninggalkan harta kekayaan. Harta atau barang warisan yang dapat diwariskan oleh para ahli waris hanyalah harta atau barang yang benar-benar menjadi milik dari si pewaris. Barang-barang yang bukan milik si pewaris misalnya barang-barang jaminan yang ada padanya tidak bisa diwariskan oleh para ahli waris. 3) Adanya ahli waris Ahli waris adalah mereka yang berhak atas harta warisan dari si pewaris, baik karena adanya hubungan darah maupun karena adanya hubungan hukum lainnya. Kedudukan ahli waris adalah sangat penting karena untuk meneruskan pengurusan harta kekayaan dari si pewaris. Di dalam Pasal 832 KUHPerdata disebutkan bahwa: “Menurut Undang-Undang yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga sedarah, baik sah maupun luar kawin dan si suami atau istri yang hidup terlama, semua menurut peraturan tertera dibawah ini” Tiada seorangpun diwajibkan menerima suatu warisan yang jatuh padanya sesuai dengan ketentuan Pasal 1045 KUHPerdata. Hal tersebut menjelaskan tentang asas kebebasan seorang ahli waris terhadap warisan yang terbuka baginya, ia bebas untuk menerima atau menolak warisan. Orang yang menyatakan menerima warisan tidak lagi mempunyai hak untuk menolak warisan. Dengan menerima warisan, ahli waris yang bersangkutan melepaskan haknya untuk menolak warisan, sehingga aktiva dan passiva warisan, sebesar hak bagiannya dalam warisan beralih kepada ahli waris yang bersangkutan.94 Penerimaan suatu warisan dapat dilakukan secara tegas atau dengan
94
diam-diam sesuai dengan Pasal 1048 KUHPerdata. Dilakukan dengan commit to user J.Satrio, Hukum Waris, Alumni, Bandung, 1992, hlm. 330
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
tegas penerimaan itu jika seorang didalam suatu tulisan otentik atau tulisan dibawah tangan menamakan dirinya waris atau mengambil kedudukan sebagai demikian, dengan diam-diam terjadilah penerimaan itu, jika seorang waris melakukan suatu perbuatan, yang dengan jelas menunjukkan maksudnya untuk menerima warisan tersebut, dan yang memang hanya dapat dilakukannya dalam kedudukannya sebagai waris. Orang yang menolak warisan harus memberikan pernyataan di Kantor Panitera Pengadilan Negeri dimana warisan terbuka. Pasal 1057 KUHPerdata menyatakan bahwa menolak suatu warisan harus terjadi dengan tegas dan harus dilakukan dengan suatu pernyataan yang dibuat di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya telah terbuka warisan itu. Pasal 1058 KUHPerdata menyebutkan bahwa si waris yang menolak warisannya, dianggap tidak pernah telah menjadi waris. d. Syarat-syarat Pewarisan Syarat yang harus dipenuhi agar harta kekayaan beralih dari si pewaris kepada ahli warisnya yaitu : 1) Syarat umum ialah : a) Ada orang yang meninggal dunia; b) Ada ahli waris yang ditinggalkan; c) Ada harta kekayaan yang ditinggalkan. 2) Syarat mutlak yaitu harus ada orang meninggal kecuali dapat terjadi dalam keadaan tidak hadir bahwa pewaris belum meninggal. Dalam hal ini tidak dapat ditentukan kapan orang itu meninggal, dan tidak dapat diketahui dengan pasti apakah pada saat meninggalnya si peninggal warisan itu, si waris masih hidup atau sudah mati. Dalam Pasal 831 KUHPerdata menentukan bahwa jika orang-orang yang mempunyai hubungan warisan mengalami kecelakaan bersama atau pada hari yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
sama meninggal dunia tanpa diketahui siapa yang meninggal dunia terlebih dahulu, maka mereka dianggap meninggal pada saat yang sama. 95 Yang dianggap tak patut menjadi waris dan karenanya pun dikecualikan dari pewarisan menurut Pasal 838 KUHPerdata ialah : 1) Mereka yang telah dihukum karena dipersalahkan telah membunuh, atau mencoba membunuh si yang meninggal; 2) Mereka yang dengan putusan Hakim pernah dipersalahkan karena secara fitnah telah mengajukan pengaduan terhadap si yang meninggal, ialah suatu pengaduan telah melakukan sesuatu kejahatan yang terancam dengan hukuman penjara lima tahun lamanya atau hukuman yang lebih berat; 3) Mereka yang dengan kekerasan atau perbuatan telah mencegah si yang meninggal untuk membuat atau mencabut surat wasiatnya; 4) Mereka yang telah menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat si yang meninggal. e. Peralihan Hak Atas Tanah Peralihan hak atas tanah dibuat berdasarkan surat pernyataan ahli waris yang terjadi karena adanya pewarisan atas tanah tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa apabila orang yang mempunyai hak milik atas tanah meninggal dunia, maka hak miliknya beralih kepada ahli warisnya yang sah. Pendaftaran peralihan hak karena pewarisan mengenai bidang tanah hak yang sudah didaftar dan hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan yang tertuang dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah dengan melampirkan sertifikat hak yang bersangkutan, surat kematian orang yang namanya dicatat sebagai pemegang haknya dan tanda bukti sebagai ahli waris. Pendaftaran peralihan hak karena warisan diwajibkan dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada para ahli waris dan demi
commit to user 95
Ibid , hlm. 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
ketertiban tata usaha pendaftaran tanah, agar data yang tersimpan dan disajikan selalu menunjukan keadaan yang mutakhir.96 f. Pembagian Hak Bersama Pembagian Hak Bersama adalah suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh pemegang hak bersama, atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, agar menjadi hak masing-masing pemegang hak bersama tersebut. Tujuan proses pembagian hak bersama berupa tanah dalam pewarisan adalah agar ahli waris mendapatkan bagian sesuai hak masing-masing sesuai dengan kesepakatan bersama. Persyaratan mengenai Pembagian Hak Bersama terdapat di dalam Pasal 136 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu : 1) Jika suatu hak atas tanah atau Hak Milik Atas satuan Rumah susun yang semula dimiliki secara bersama oleh beberapa orang, dijadikan milik salah satu pemegang hak bersama dalam rangka pembagian hak bersama, permohonan pendaftarannya diajukan oleh pemegang hak tunggal yang bersangkutan atau kuasanya dengan melampirkan : a) Sertifikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun bersangkutan; b) Akta PPAT tentang Pembagian Hak Bersama; c) Bukti identitas para pemegang hak bersama; d) Surat Kuasa tertulis apabila pemohonan pendaftaran tersebut bukan dilakukan oleh pemegang hak yang berkepentingan; e) Bukti pelunasan pembayaran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997, dalam hal bea terutang; f) Bukti pelunasan pembayaran PPh sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996, dalam hal pajak tersebut terutang. 96
commit to user Boedi Harsono, Op.Cit, hlm. 519
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
2) Pendaftaran pembagian hak bersama dilakukan seperti pendaftaran peralihan hak sebagaimana diatur dalam Pasal 105 Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Dari kedua persyaratan yang telah disebutkan di atas bahwa apabila proses pendaftaran peralihan hak karena warisan tidak disertai dengan surat pernyataan ahli waris yang menunjuk salah satu ahli waris sebagai pemegang haknya, maka setelah pendaftaran peralihan hak tersebut selesai ke atas nama seluruh ahli waris, kemudian para ahli waris sepakat untuk menunjuk salah satu ahli waris sebagai pemegang haknya, maka sebagai dasar peralihan hak dari para ahli waris kepada salah satu pemegang hak yang ditunjuk tidak dapat hanya dengan membuat surat pernyataan ahli waris saja, akan tetapi peralihan hak tersebut harus menggunakan dasar akta yang dibuat oleh PPAT, yaitu Akta Pembagian Hak Bersama. Akta Pembagian Hak Bersama merupakan akta yang dibuat oleh PPAT untuk membuktikan telah terjadinya kesepakatan diantara para pemegang hak bersama mengenai pembagian hak bersama atas tanah yang dapat dijadikan dasar pendaftaran tanah.
7. Teori Penerapan Hukum Pembahasan tentang hubungan kontraktual para pihak hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan masalah keadilan. Kontrak sebagai wadah yang mempertemukan kepentingan satu pihak dengan pihak lain menuntut bentuk pertukaran kepentingan yang adil.97 John Locke, Rosseau, Immanuel Kant dan John Rawls menyadari bahwa tanpa kontrak serta hak dan kewajiban yang ditimbulkannya, maka masyarakat bisnis tidak akan berjalan. Oleh karena itu tanpa adanya kontrak, orang tidak akan bersedia terikat dan bergantung pada pernyataan pihak lain. Kontrak memberikan sebuah cara dalam menjamin bahwa masing-masing individu
commit to user 97
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hlm. 47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
akan memenuhi janjinya, dan selanjutnya hal ini memungkinkan terjadinya transaksi diantara mereka.98 Bekerjanya hukum, merupakan proses sosial yang dengan sendirinya merupakan variabel yang mandiri (otonom) maupun tak mandiri (tidak otonom) sekaligus. Berdasarkan Achmad Ali mengutip bukunya Lawrence M.Friedman dalam teori “Legal System” menyatakan bahwa hukum merupakan gabungan antara tiga komponen sebagai berikut:99 a. Struktur Hukum (legal culture) bahwa struktur adalah kerangka atau rangkanya, bagian yang tetap bertahan, bagian yang memberi semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan. Struktur hukum sebagai pondasi dasar dari sistem hukum merupakan elemen nyata dari sistem hukum. Komponen struktur adalah kelembagaan yang diciptakan oleh sistem hukum itu dengan berbagai macam fungsi dalam rangka mendukung bekerjanya sistem tersebut. Komponen ini dimungkinkan untuk melihat bagaimana sistem hukum itu memberikan pelayanan terhadap penggarapan bahan hukum secara teratur.100 b. Substansi Hukum (legal substance) Komponen kedua adalah substansi hukum adalah aturan, norma dan perilaku-perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi juga diartikan produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem itu, meliputi keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun. Substansi hukum tersusun dari peraturan-peraturan dan ketentuan tentang bagaimana institusi-institusi harus berperilaku berskala hukum primer yang menentukan tingkah laku masyarakat dan hukum sekunder yang menentukan pelaksanaan tingkah laku dalam hukum primer. Menurut Esmi Warassih, komponen substantive yaitu sebagai
98
Agus Yudha Hernoko, Op.Cit, hlm. 52 Achmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana, Jakarta, 2012, hlm. 30 100 commit to user Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 30 99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
output dari sistem hukum yang berupa peraturan-peraturan, keputusankeputusan yang digunakan baik oleh pihak yang mengatur maupun pihak yang diatur.101 c. Kultur Hukum (legal culture), yang diterangkan sebagai berikut : Friedman menjelaskan kultur hukum adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, berupa kepercayaan, nilai-nilai, pemikiran serta harapannya. Tanpa kultur hukum maka sistem hukum itu sendiri menjadi tidak berdaya menjalankan fungsinya dalam masyarakat. Budaya hukum juga dapat dikatakan sebagai pengikat sistem, serta menentukan tempat sistem itu ditengah-tengah budaya bangsa sebagai keseluruhan.102 Kultur
hukum
inilah
yang
berfungsi
sebagai
jabatan
yang
menghubungkan antara peraturan hukum dengan tingkah laku hukum seluruh warga masyarakat. Friedman menggambarkan bahwa sebuah penelitian dapat menjawab atau menemukan ketiga unsur sistem hukum berupa : 1) Struktur hukum diibaratkan sebagai mesin 2) Substansi hukum diibaratkan produk yang dihasilkan atau apa yang dikerjakan mesin tersebut 3) Kultur hukum adalah adalah apa atau siapa sajakah yang memutuskan untuk menghidupkan atau mematikan mesin tersebut serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. B. Penelitian yang Relevan Penelitian Hukum yang sejenis juga telah dilakukan oleh beberapa penulis. Perbedaan antara penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian ini digambarkan dalam bentuk tabel seperti berikut: NO Keterangan 1. Jurnal, tanpa tahun, Penyelesaian secara Hukum 101 102
Ibid Ibid, hlm. 104.
Pembeda
Penulis A.A.I.AG. Andika Alfitri Atmaja, dkk Ringkasan 1. Dalam 1. Pelaksanaan novasi Isi pemberian kredit subjektif pasif dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
Perjanjian Kredit pada Lembaga Perbankan apabila Pihak Debitor Meninggal Dunia, Fakultas Hukum Universitas Udayana.
pada Bank Rakyat Indonesia Kanca Denpasar selalu dipersyaratkan adanya jaminan bank berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Dengan adanya jaminan itu dapat memberikan keyakinan kepada bank bahwa di suatu saat nanti bank dapat menarik kembali dana yang telah disalurkan dalam bentuk kredit kepada debitor. 2.Penyelesaian perjanjian kredit di Bank Rakyat Indonesia Kanca Denpasar apabila nasabah debitor meninggal dunia, dalam praktek di Bank Rakyat Indonesia dilakukan pendekatan ahli waris debitor. Apabila ahli waris debitor menginginkan perjanjian kredit tersebut dilanjutkan maka akan dilakukan alih debitor, sedangkan apabila ahli waris tidak menginginkan perjanjian kredit commit to user maka dilanjutkan,
perjanjian kredit karena pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia merupakan suatu langkah yang tepat yang dilakukan oleh pihak bank dalam memberi keputusan. Pihak bank mensyaratkan adanya novasi (pembaharuan hutang) untuk kepentingan keteraturan administrasi dan kepastian siapa yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kreditnya. Hanya saja belum ada Standar Operasional dan Prosedur mengenai novasi subjektif pasif. Terhadap permasalahan tersebut maka diperlukan pengaturan khusus mengenai novasi subjektif pasif dalam peraturan perbankan. 2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan novasi subjektif pasif karena adanya hambatan dalam peralihan objek jaminan Hak Tanggungan dari debitor lama ke debitor baru, serta adanya kendala dalam hal ketertiban administrasi mengenai proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
2.
Jurnal, 2013, Pemberian Kredit Usaha Mikro dengan Jaminan Hak Tanggungan di PT.Bank Mandiri Cabang Pasar Pagi Samarinda, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Mulawarman.
pihak ahli waris secara musyawarah dengan pihak bank dengan melakukan penjualan barang jaminan guna memenuhi kewajiban pihak debitor yang meninggal dunia tersebut. Muhammad Jani Ringkasan 1. Pihak pemberi Isi Hak Tanggungan biasanya mempersulit untuk menyerahkan barang jaminannya apabila adanya penarikan terhadap barang jaminan atau penyitaan oleh pihak PT.Bank Mandiri Cabang Pasar Pagi. Pihak pemegang Hak Tanggungan kesulitan mengawasi penggunaan barang jaminan yang dititipkan pemberi Hak Tanggungan, karena meskipun pemberi Hak Tanggungan berkewajiban memelihara, namun kadang ada pemberi Hak Tanggungan yang beritikad kurang baik. 2. PT.Bank Mandiri Cabang commit to user Pasar Pagi
pencoretan Hak Tanggungan. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya itikad baik dari berbagai pihak yang mempunyai kewenangan hukum dalam novasi subjektif pasif. Alfitri 1. Pelaksanaan novasi subjektif pasif dalam perjanjian kredit karena pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia merupakan suatu langkah yang tepat yang dilakukan oleh pihak bank dalam memberi keputusan. Pihak bank mensyaratkan adanya novasi (pembaharuan hutang) untuk kepentingan keteraturan administrasi dan kepastian siapa yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kreditnya. Hanya saja belum ada Standar Operasional dan Prosedur mengenai novasi subjektif pasif. Terhadap permasalahan tersebut maka diperlukan pengaturan khusus mengenai novasi subjektif pasif dalam peraturan perbankan.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
3.
Samarinda melakukan pendekatan dan memberikan pengertian kepada debitor yang cidera janji untuk melunasi utangnya atau menyerahkan barang jaminan tersebut untuk dilakukan penyitaan oleh Bank Mandiri Cabang Pasar Pagi. Jika setelah diberikannya surat somasi kepada debitor tetapi debitor belum juga melakukan prestasinya, maka kredit dinyatakan macet dan debitor dinyatakan wanprestasi.
2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan novasi subjektif pasif karena adanya hambatan dalam peralihan objek jaminan Hak Tanggungan dari debitor lama ke debitor baru, serta adanya kendala dalam hal ketertiban administrasi mengenai proses pencoretan Hak Tanggungan. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya itikad baik dari berbagai pihak yang mempunyai kewenangan hukum dalam novasi subjektif pasif.
Penulisan Tesis, Belinda Septiani 2010, Tinjauan Ringkasan 1.Pelaksanaan alih Yuridis terhadap Isi debitor pada Bank Proses Alih Tabungan Negara Debitor pada Cabang Perjanjian Kredit Palembang, untuk Perumahan debitor baru tidak (Studi Kasus dibuat perjanjian pada Bank kredit yang baru Tabungan untuk mengganti Negara Cabang perjanjian kredit Palembang), yang lama, debitor Program baru meneruskan Magister perjanjian kredit Kenotariatan, yang telah dibuat Pasca Sarjana sebelumnya antara Universitas debitor lama Diponegoro dengan pihak bank. commit to user Semarang. 2. Akibat hukum
Alfitri 1. Pelaksanaan novasi subjektif pasif dalam perjanjian kredit karena pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia merupakan suatu langkah yang tepat yang dilakukan oleh pihak bank dalam memberi keputusan. Pihak bank mensyaratkan adanya novasi (pembaharuan hutang) untuk kepentingan keteraturan administrasi dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
dari aspek perjanjian kredit / hutang pada dasarnya semua hutang debitor lama yang meliputi hutang pokok, bunga dan denda diambil alih oleh debitor baru, kecuali ada kebijakan dari bank memberikan potongan atas hutang yang diambil alih debitor baru sehingga debitor baru mempunyai kewajiban membayar hutang kepada bank yang besarnya sesuai kesepakatan. Akibat hukum dari aspek benda yang menjadi jaminan dalam proses alih debitor adalah bahwa debitor baru yang mengambil alih hutang, menginginkan juga peralihan jaminan menjadi milik debitor baru.
4.
Penulisan Tesis, 2006, Peralihan Hutang yang dijaminkan dengan Hak
Sarjani Jojor Martua Sianturi Ringkasan 1. Peralihan hutang Isi yang dijaminkan commit to user dengan Hak
kepastian siapa yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kreditnya. Hanya saja belum ada Standar Operasional dan Prosedur mengenai novasi subjektif pasif. Terhadap permasalahan tersebut maka diperlukan pengaturan khusus mengenai novasi subjektif pasif dalam peraturan perbankan. 2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan novasi subjektif pasif karena adanya hambatan dalam peralihan objek jaminan Hak Tanggungan dari debitor lama ke debitor baru, serta adanya kendala dalam hal ketertiban administrasi mengenai proses pencoretan Hak Tanggungan. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya itikad baik dari berbagai pihak yang mempunyai kewenangan hukum dalam novasi subjektif pasif. Alfitri 1. Pelaksanaan novasi subjektif pasif dalam perjanjian kredit
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Tanggungan karena Pewarisan Berdasarkan KUHPerdata, Program Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
Tanggungan kepada ahli waris dilakukan dengan cara pemberian kredit baru kepada ahli waris sehingga terlebih dahulu dilakukan penghapusan Hak Tanggungan, balik nama ke atas nama ahli waris dan pemasangan Hak Tanggungan kembali. Menurut hukum peralihan hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan kepada ahli waris dapat dilakukan dengan Novasi atau Pembaharuan Hutang. 2. Peralihan Hak Tanggungan karena pewarisan wajib didaftarkan. Pendaftaran Hak Tanggungan karena pewarisan dilakukan di Kantor Badan Pertanahan Nasional atas permohonan pemegang Hak Tanggungan. 3. Upaya hukum yang dilakukan kreditor apabila ahli waris menolak melunasi hutang pewaris, pertama dilakukan dengan commit user caratosomasi.
karena pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia merupakan suatu langkah yang tepat yang dilakukan oleh pihak bank dalam memberi keputusan. Pihak bank mensyaratkan adanya novasi (pembaharuan hutang) untuk kepentingan keteraturan administrasi dan kepastian siapa yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kreditnya. Hanya saja belum ada Standar Operasional dan Prosedur mengenai novasi subjektif pasif. Terhadap permasalahan tersebut maka diperlukan pengaturan khusus mengenai novasi subjektif pasif dalam peraturan perbankan. 2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan novasi subjektif pasif karena adanya hambatan dalam peralihan objek jaminan Hak Tanggungan dari debitor lama ke debitor baru, serta adanya kendala dalam hal ketertiban administrasi mengenai proses
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
5.
Penulisan Tesis, 2010, Novasi Subjektif Pasif karena meninggalnya Debitor di PT.Bank Mandiri (Persero) Cabang Pemuda Semarang, Program Magister Kenotariatan, Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Kedua, melalui proses Pengadilan dengan cara mengajukan gugatan kepada Pengadilan Negeri tetapi hal ini memakan waktu yang cukup lama. Ketiga, yang dilakukan kreditor adalah dengan cara eksekusi jaminan. Indriyani Widyastuti Ringkasan 1.Menurut pasal Isi 1318 KUHPerdata menyebutkan bahwa jika seseorang minta diperjanjikan sesuatu hal maka dianggap bahwa itu untuk ahli warisnya dan orang yang memperoleh hak daripadanya kecuali jika dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian, bahwa tidak sedemikianlah maksudnya. Dari pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa bila debitor meninggal dunia sementara kreditnya belum lunas maka ahli waris dan orangorang yang memperoleh hak commit to user dari padanya,
pencoretan Hak Tanggungan. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya itikad baik dari berbagai pihak yang mempunyai kewenangan hukum dalam novasi subjektif pasif.
Alfitri 1. Pelaksanaan novasi subjektif pasif dalam perjanjian kredit karena pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia merupakan suatu langkah yang tepat yang dilakukan oleh pihak bank dalam memberi keputusan. Pihak bank mensyaratkan adanya novasi (pembaharuan hutang) untuk kepentingan keteraturan administrasi dan kepastian siapa yang bertanggungjawab terhadap kelangsungan kreditnya. Hanya saja belum ada Standar Operasional dan Prosedur mengenai novasi subjektif pasif. Terhadap permasalahan tersebut maka diperlukan pengaturan khusus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
secara otomatis akan menggantikannya. Namun pihak bank mempunyai kepentingan untuk ketertiban administrasi. Oleh karena itu sebagai alat bukti dan untuk menjamin kepastian hukum dari perjanjian kredit tersebut maka diperlukanlah novasi. 2. Syarat dan prosedur novasi dalam syarat penandatanganan addendum perjanjian kredit disertai dengan antara lain persetujuan dari ahli waris, surat keterangan kematian, fatwa waris.
mengenai novasi subjektif pasif dalam peraturan perbankan. 2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan novasi subjektif pasif karena adanya hambatan dalam peralihan objek jaminan Hak Tanggungan dari debitor lama ke debitor baru, serta adanya kendala dalam hal ketertiban administrasi mengenai proses pencoretan Hak Tanggungan. Berbagai kendala tersebut dapat diatasi dengan adanya itikad baik dari berbagai pihak yang mempunyai kewenangan hukum dalam novasi subjektif pasif.
Tabel 1. Perbedaan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dengan penelitian yang sekarang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
C. Kerangka Berpikir PERJANJIAN KREDIT
DEBITOR
KREDITOR
JAMINAN
BENDA BERGERAK
BENDA TIDAK BERGERAK
HAK TANGGUNGAN
PEMBERI HAK TANGGUNGAN (sekaligus debitor)
PENERIMA HAK TANGGUNGAN
MENINGGAL DUNIA
NOVASI SUBJEKTIF PASIF
PROSEDUR Kreditor KENDALA PPAT UPAYA PENYELESAIAN PENGATURAN NOVASI SUBJEKTIF PASIF DI MASA MENDATANG Gambar 1 commit to user Alur Kerangka Berpikir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
Keterangan : Dari bagan diatas penulis menjelaskan secara sederhana alur tata cara pengikatan jaminan yang dilakukan oleh Notaris PPAT dalam melakukan perjanjian kredit antara bank dengan para nasabahnya. Diawali dengan suatu perjanjian yang dibuat antara debitor dan kreditor yang dituangkan dalam perjanjian
kredit.
Bank
dalam
melakukan
perjanjian
perjanjian
kredit
menggunakan prinsip kehati-hatian, yaitu dengan menggunakan suatu jaminan. Objek jaminan yang diserahkan oleh debitor terdiri dari 2 jenis yaitu jaminan benda bergerak dan jaminan benda tidak bergerak. Dalam hal ini yang diserahkan adalah jaminan benda tidak bergerak yang berupa hak atas tanah, maka perjanjian accessoir yang dibuat untuk mengikat objek jaminan tersebut adalah dengan pembuatan perjanjian Hak Tanggungan. Pengikatan jaminan dengan Hak Tanggungan ini yang berperan adalah Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) karena PPAT ini akan memberikan pernyataan tertulis mengenai apakah barang jaminan yang akan digunakan sebagai Hak Tanggungan tersebut sah dimata hukum atau tidak. Kemudian PPAT dalam perjanjian kredit membuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang kemudian digunakan sebagai proses pendaftaran Hak Tanggungan di Kantor Pertanahan. Didalam APHT dicantumkan pemberi Hak Tanggungan dan penerima Hak Tanggungan. Kemudian dilakukan pencairan kredit. Tetapi ketika kredit berjalan, terjadi hal yang tidak diinginkan yaitu pemberi Hak Tanggungan meninggal dunia sehingga dibutuhkan perbuatan hukum untuk menyelesaikan hal tersebut yaitu dengan menggunakan Novasi Subjektif Pasif dimana dilakukan pembaharuan hutang yang dilakukan oleh ahli warisnya. Dengan adanya permasalahan tersebut maka dibutuhkan suatu pengaturan Novasi Subjektif Pasif di masa mendatang.
commit to user