BAB II LANDASAN TEORI
Pendistribusian merupakan salah satu bagian daripada manajemen logistik. Manajemen logistik dapat didefinisikan sebagai suatu bagian dari proses rantai penyediaan yang berupa rencana, impelementasi, dan pengawasan terhadap keefisienan dan keefektifan aliran dan penyimpanan barang dan jasa serta informasi yang
berhubungan
dari
pusat
pengadaan
(point-of-origin)
sampai
pada
penggunaannya (point-of-consumption) guna memenuhi permintaaan pelanggan. Salah satu kunci dari kegiatan logistik adalah manajemen persediaan. Manajemen persediaan merupakan fungsi manajemen operasi yang paling penting karena persediaan membutuhkan modal yang sangat besar dan mempengaruhi perngiriman barang kepada pelanggan. Manajemen persediaan memiliki dampak terhadap semua fungsi usaha terutama bagian operasional, pemasaran dan keuangan. Persediaan (inventory) merupakan salah satu daerah keputusan yang sangat riskan dalam manajemen logistik. Terlalu besarnya inventory akan membebani perusahaan dengan carrying cost (biaya simpan) yang tinggi. Sebaliknya, terlalu sedikitnya inventory akan memperbesar kemungkinan terjadinya stock out (kekurangan stok) yang pada gilirannya akan menurunkan pelayanan kepada konsumen dan pada akhirnya akan menurunkan pendapatan perusahaan. Dengan kata lain, persediaan berlaku sebagai penyangga antara perbedaan tingkat permintaan dan
9
penawaran. Performansi dari suatu persediaan tersebut dapat diukur dengan menghitung inventory turnover-nya, yang mana merupakan perbandingan antara COGS (cost of goods sold) dengan rata-rata persediaan. Guna mendapatkan tingkat inventory turnover yang tinggi maka rata-rata persediaan harus diatur sedemikian rupa sehingga persediaan yang ada adalah seminimal mungkin. Persoalan keputusan dalam manajemen persediaan berkaitan dengan jenis barang mana yang sebaiknya disimpan dalam stok, berapa banyak sebaiknya dipesan, kapan sebaiknya suatu pesanan dilakukan dan tipe sistem kendali persediaan seperti apa yang sebaiknya dilakukan. Suatu perusahaan mengadakan persediaan bertujuan agar terlindung dari ketidakpastian permintaan. Dalam sistem persediaan terdapat ketidakpastian dalam pemasokan, permintaan, dan tenggang waktu pemesanan. Selain itu juga, persediaan dilakukan guna mengatasi perubahan yang diantisipasi dalam permintaan dan penawaran serta menyediakan untuk transit. Alasan lain dibutuhkannya persediaan barang secara umum adalah untuk memungkinkan memesan barang dalam jumlah ekonomis, untuk menyediakan permintaan atau penjualan di masa yang akan datang (perkiraan persediaan), dan untuk menyiapkan suatu penyangga dalam menghadapi gejolak permintaan nyata dari permintaan yang diramalkan (fluktuasi atau persediaan pengamanan). Persediaan pengamanan adalah jumlah tertentu persediaan yang ditempatkann dalam
sistem
tersebut
untuk
berjaga-jaga
terhadap
keterlambatan
penyerahan/pengantaran barang yang tak terduga atau terhadap volume penjualan yang lebih besar daripada yang diperkirakan. Kebutuhan akan persediaan pengaman ini disebabkan oleh ketidakpastian mengenai penjualan di masa mendatang dan
10
pengisian kembali persediaan. Dengan kata lain, persediaan pengamanan dibuat untuk memenuhi variasi permintaan yang sulit diperkirakan. Persediaan pengaman diperlukan untuk memenuhi suatu kebutuhan yang muncul dari variasi dalam permintaan nyata dari peramalan permintaan, variasi dari produksi nyata terhadap ancaman produksi, dan variasi dalam waktu tenggang. Waktu tenggang untuk pengadaan bahan maupun barang dapat ditentukan tanpa masalah, jika waktu tenggang diketahui secara pasti. Salah satu fungsi dari persediaan adalah memberikan efisiensi maksimum pada operasi dalam suatu perusahaan. Fungsi ini biasanya disebut dengan decoupling. Persediaan di gudang yang diadakan sebelum kebutuhan akan memungkinkan distribusi kepada pelanggan dalam pengiriman jumlah besar dengan biaya pengangkutan minimum per unit. Dalam persediaan dikenal berbagai macam biaya yang berkaitan dengan pengadaan persediaan, diantaranya adalah -
Biaya pembelian. Ini merupakan harga pembelian jika barang dibeli atau biaya produksi jika barang dibuat sendiri. Untuk barang yang dibeli, biaya total adalah harga barang ditambah biaya pengangkutan, pajak, bea, dan lain-lain.
-
Biaya pemesanan. Ini merupakan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali memesan barang ke supplier, atau biaya setup yang terjadi setiap kali ada pergantian proses produksi dari satu produk ke produk lainnya.
-
Biaya penyimpanan. Ini adalah biaya yang harus dikeluarkan karena harus menyimpan barang untuk suatu periode tertentu. Biaya-biaya yang termasuk kelompok ini misalnya listrik, pajak, premi asuransi, biaya tenaga kerja yang mengawasi persediaan, dan lain-lain yang berhubungan dengan penyimpanan
11
satu-satuan barang dalam persediaan untuk suatu periode waktu, dan biaya kehabisan stok yang mencerminkan konsekuensi ekonomi atas kehabisan stok. Biaya penyimpanan sering kali sulit untuk dinilai, tetapi dengan ketekunan, biaya tersebut dapat diestimasi secara cukup teliti untuk pengambilan keputusan. Biaya satuan barang biasanya dapat diestimasi secara langsung dari catatan historis. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa manajemen persediaan berada di antara fungsi manajemen operasi yang paling penting karena berdampak pada semua fungsi usaha, terutama operasi, pemasaran, dan keuangan. Oleh karenanya, manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang mengandung resiko dan ketidakpastian. Dalam mencapai keseimbangan tersebut diperlukan pengelolaan inventory yang lebih baik, yang dapat dilakukan dengan mengoptimalkan persediaan. Dalam optimasi persediaan dikenal 2 metode yang sering digunakan, yaitu Order Point System dan Material Requirement Planning System (MRP). Order Point System biasanya digunakan untuk optimasi barang-barang independent (bebas), yang mana permintaan atas barang tersebut dipengaruhi oleh kondisi pasar diluar kendali fungsi operasi, oleh karena itu permintaan itu bebas dari fungsi operasi. Persediaan barang jadi dan suku cadang penggantian biasanya memiliki permintaan yang bebas. Sedangkan MRP digunakan untuk optimasi barangbarang dependent (tidak bebas), dimana permintaan atas barang ini berkaitan dengan permintaan untuk satuan barang lain dan tidak secara bebas ditentukan oleh pasar. Jika produk-produk dibentuk dari komponen dan rakitan, permintaan akan komponen ini tergantung pada permintaan untuk produk akhir. Sebelum membahas mengenai
12
sistem persediaan untuk barang bebas, terlebih dahulu dibahas mengenai peramalan, yang mana berkaitan dengan perkiraan jumlah permintaan yang dibutuhkan guna mengoptimalkan persediaan. Perkiraan persediaan dibuat sesuai dengan peramalan permintaan yang telah diketahui. Perkiraan persediaan dapat dibuat untuk memenuhi peramalan permintaan dari suatu kampanye penjualan yang cepat atau suatu musim ramai, atau menaikkan tingkat persediaan pada suatu periode liburan. Sepanjang kedua jumlah dan waktu dari permintaan tersebut adalah masih samar-samar diketahui, secara umum perkiraan persediaan tidak akan menimbulkan masalah perencanaan dengan sungguh-sungguh.
2.1. Peramalan Permintaan (Forecasting) Peramalan permintaan merupakan salah satu kunci dari kegiatan logistik. Peramalan merupakan suatu proses perkiraan tingkat permintaan yang diharapkan untuk suatu produk atau beberapa produk dalam periode waktu tertentu di masa yang akan datang. Oleh karena itu, peramalan pada dasarnya adalah suatu taksiran, tetapi dengan menggunakan cara-cara tertentu peramalan dapat lebih daripada hanya suatu taksiran. Dapat dikatakan bahwa peramalan adalah suatu taksiran yang bersifat ilmiah meskipun akan terdapat sedikit kesalahan yang disebabkan adanya keterbatasan kemampuan manusia. Dalam peramalan digunakan data historis (data masa lalu) yang telah dimiliki untuk diproyeksikan ke dalam sebuah model dan dengan menggunakan model
13
diharapkan dapat diperkirakan keadaan di masa mendatang. Dalam melakukan peramalan, perlu ditentukan batasan-batasan, yaitu produk yang diminta sudah teridentifikasi dan jumlahnya yang dapat diproduksi oleh produsen. Dengan mengetahui jumlah permintaan produk pada masa yang akan datang maka perencanaan persediaan akan lebih mudah, sehingga mengurangi kemungkinan kekurangan maupun kelebihan barang. Peramalan merupakan bagian integral dari kegiatan pengambilan keputusan manajemen. Organisasi selalu menentukan sasaran dan tujuan, berusaha menduga faktor-faktor lingkungan, lalu memilih tindakan yang diharapkan akan menghasilkan pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Kebutuhan akan peramalan meningkat sejalan dengan usaha manajemen untuk mengurangi ketergantungannya pada hal-hal yang belum pasti. Peramalan menjadi lebih ilmiah sifatnya dalam menghadapi lingkungan manajemen. Karena setiap bagian organisasi berkaitan satu sama lain, baik buruknya ramalan dapat mempengaruhi seluruh bagian organisasi. Berikut ini adalah beberapa metode peramalan yang sering digunakan: 1. Metode Regresi Linier Salah satu bentuk peramalan yang paling sederhana adalah regresi linier. Dalam aplikasi regresi linier diasumsikan bahwa terdapat hubungan antara variabel yang ingin diramalkan (variabel dependen) dengan variabel lain (variabel independen). Selanjutnya, peramalan ini didasarkan pada asumsi bahwa pola pertumbuhan dari data historis bersifat linier (walaupun pada kenyataannya tidak selalu demikian). Pola pertumbuhan ini didekati dengan suatu model yang
14
menggambarkan hubungan-hubungan yang terkait dalam suatu keadaan. Model tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: Y (t) = a + bt dimana Y adalah fungsi terhadap waktu. Variabel a dan b adalah parameter yang akan ditentukan dalam perhitungan. Rumus-rumus yang digunakan dalam menghitung variabel a dan b adalah sebagai berikut: N
b=
N
N
t =1
t =1
N ∑ t Y(t) − ∑ Y(t) ∑ t t =1
N N∑ t 2 − ∑ t 2 t =1 t =1 N 1 1 N a = ∑ Y(t) − ∑ t N t =1 N t =1 N
: 2. Metode Rata-Rata Bergerak (Moving Average Method) Metode ini dilakukan dengan cara menghaluskan fluktuasi data dengan menggunakan harga rata-rata bergerak. Tujuan penghalusan adalah untuk mengisolasikan fluktuasi-fluktuasi musim, bahkan sebagian dari fluktuasi siklus. Perhitungan rata-rata bergerak dilakukan dengan mencari nilai rata-rata beberapa tahun secara berturut-turut sehingga diperoleh nilai rata-rata bergerak secara teratur. Dalam menentukan periode rata-rata bergerak secara teoritis harus dipilih periode yang panjangnya sama dengan periode gerakan siklus, agar pengaruh gerakan siklus akan hilang. Tetapi dalam prakteknya sangat sulit memenuhi teoritis tersebut, karena gerakan siklus tidak menentu panjangnya. Oleh karena itu dengan mengambil
15
periode bergerak cukup panjang paling tidak, dapat diharapkan akan mengurangi atau jika mungkin menghilangkan pengaruh gerakan siklus dan gerakan ketidakteraturan. Pada metode rata-rata bergerak ini, akan diamati sejumlah titik pengamatan untuk N periode. Kemudian dihitung rata-rata permintaan untuk N periode yang lalu. Berikut ini adalah rumusan daripada metode rata-rata bergerak: At =
Dt + Dt-1 + … + Dt-N+1 N
Dengan asumsi bahwa deret berkala yang diamati berupa garis lurus atau horisontal, maka prakiraan untuk periode t + 1 dapat dengan mudah dihitung berdasarkan rata-rata permintaan selama periode t, dengan: Ft+1 = At dimana:
Dt : permintaan pada periode t At : rata-rata bergerak t periode Ft
: peramalan permintaan dengan t periode
N
: banyaknya periode waktu dalam rata-rata bergerak
3. Peramalan dengan Metode Exponential Smoothing Exponential Smoothing (pemulusan secara eksponensial) merupakan salah satu dari beberapa teknik matematika yang secara langsung dapat diterapkan pada sistem peramalan. Prosedur peramalan ini memiliki semua sifat dari teknik moving average (rata-rata bergerak), dan peramalan dengan pemulusan eksponensial tidak memerlukan data historis dalam jumlah besar. Metode pemulusan eksponensial
16
memberikan bobot yang semakin menurun pada setiap data historis dimana penurunan bobot ini mengikuti pola eksponensial. Peramalan dengan menggunakan metode Exponential Smoothing ini akan dipengaruhi oleh faktor pemulusan yang disimbolkan dengan variabel α. Biasanya nilai dari α berkisar antara 0 sampai 1. Apabila rata-rata permintaan masa datang diinginkan lebih reaktif terhadap permintaan masa lalunya, maka nilai dari α harus semakin besar dan apabila diinginkan yang sebaliknya maka nilai dari α harus semakin kecil. Bentuk umum yang dapat digunakan untuk menghitung peramalan dengan metode ini adalah sebagai berikut: Ft+1 = αDt + (1 - α) Ft dimana:
Dt : permintaan pada periode t α
: konstanta pemulusan
Ft
: peramalan permintaan dengan t periode
Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpanan data, karena tidak perlu lagi menyimpan semua data historis atau sebagian daripadanya (seperti dalam kasus rata-rata bergerak). Sepertinya yang harus disimpan hanyalah pengamatan terakhir, ramalan terakhir dan suatu nilai α. Dalam melakukan peramalan, tentunya akan terjadi penyimpangan dengan data yang aktual. Besarnya penyimpangan tersebut dapat diukur dengan beberapa metode pengukuran kesalahan berikut ini:
17
1. Rata- rata Kesalahan Standar (Mean Standard Error / MSE) n 2 Σ et
MSE =
t=1
n
2. Rata-rata penyimpangan kesalahan dengan nilai yang absolute (Mean Absolute Deviation / MAD) n
MAD =
Σ | Dt - Ft | t=1
n
3. Tracking Signal (TS), mengindikasikan suatu rata-rata peramalan cenderung meningkat atau menurun terhadap perubahan permintaannya. TS =
RSFE MAD
4. Penyimpangan Kesalahan Standar (Standard Deviation Error / SDE) SDE =
dimana: t
Σ et2 / (n-1)
: periode suatu waktu Dt : permintaan yang sebenarnya pada suatu periode Ft
: peramalan atas permintaan pada suatu periode
et
: Dt - Ft , yang merupakan penyimpangan kesalahan tiap periodenya
n
: banyaknya periode waktu
RSFE : Running Sum of Forecast Error, merupakan akumulasi atas jumlah perhitungan penyimpangan kesalahan tiap periodenya (et)
18
2.2.
Sistem Persediaan Barang Bebas Permintaan bebas ini biasanya terjadi pada perusahaan yang menyediakan
barang jadi untuk disalurkan kepada konsumen, seperti perusahaan distributor. Permintaan bebas sangat bergantung dari permintaan pasar secara langsung, sehingga sering menunjukan pola yang tetap. Selain itu juga, permintaan bebas menanggapi pengaruh acak yang biasanya berasal dari preferensi pelanggan yang sangat beragam. Pendekatan manajeman yang digunakan untuk persediaan bebas adalah filosofi penambahan ulang, dimana persediaan dapat diisi kembali pada saat stok digunakan agar barang-barang tetap tersedia untuk pelanggan. Jadi, apabila persediaan mulai habis, suatu pemesanan dipacu untuk menambah barang dan persediaan akan ditambah kembali. Dalam mengoptimalkan persediaan barang-barang bebas digunakan Order Point System, yang dapat dibagi dalam dua model, yaitu: Quantity-based System, yang sering disebut juga dengan fixed-order quantity models (Model Q) yaitu pemesanan dilakukan pada saat mencapai tingkat pemesan kembali dan Period-based System, yang sering disebut juga dengan fixed-time period models (Model P) dimana pemesanan akan dilakukan ketika sisa stok jatuh sebelum titik pesannya. Beberapa perbedaan yang mempengaruhi dalam pemilihan model tersebut, antara lain: 1. Model P memiliki rata-rata persediaan yang lebih besar karena pada model ini harus mempertimbangkan dan mengantisipasi kekurangan barang (stockout) selama periode tinjauan. Sedangkan pada Model Q tidak ada periode tinjauan.
19
2. Model Q lebih banyak digunakan untuk barang-barang yang cukup mahal karena rata-rata persediaan yang dibutuhkan rendah. 3. Model Q dibutuhkan pengawasan yang terus menerus, sehingga akan cepat tanggap terhadap kekurangan stok yang terjadi. 4. Pada model Q dibutuhkan lebih banyak waktu untuk menjaga tinkat persediaan karena setiap penambahan ataupun penarikan dilakukan secara logged (“bergelondong”). Tabel 2.1 berikut ini memberikan gambaran singkat mengenai perbedaan antara Model P dan Model Q. Tabel 2.1. Perbedaan Model Q dan Model P
Jumlah pemesanan Waktu pemesanan Recordkeeping Ukuran persediaan Waktu maintain
Jenis barang
Model Q
Model P
Konstan R- pada saat persediaan di titik reorder point Setiap kali ada penambahan atau penarikan Lebih kecil daripada model P Lebih tinggi karena adanya recordkeeping yang terus menerus Barang yang memiliki harga cukup mahal, barang-barang kritis atau penting
Bervariasi T- pada saat periode waktu tinjauan Hanya pada saat waktu tinjauan Lebih besar daripada model Q
Pada Gambar 2.1 berikut ini diberikan perbedaan sistem pemesanan kembali pada kedua model tersebut.
20
Model Q
Model P
Status menunggu pemintaan
Status menunggu permintaan
Adanya permintaan Barang diambil dari persediaan yang ada atau pemesanan kembali
Adanya permintaan Barang diambil dari persediaan yang ada atau pemesanan kembali Menghitung posisi persediaan Persediaan = barang yang tersedia + dalam pemesanan - pemesanan kembali
tidak
Persediaan <= titik pemesanan ya
Membuat pemesanan sejumlah Q unit
tidak
waktu tinjauan telah tiba? ya Menghitung posisi persediaan Persediaan = barang yang tersedia + dalam pemesanan - pemesanan kembali Menghitung jumlah pemesanan untuk memenuhi tingkat persediaan tertentu
Membuat pemesanan sejumlah Q unit
Gambar 2.1. Perbedaan sistem pemesanan kembali pada Model Q dan Model P Sumber: Richard B. Chase, Nicholas J. Aquilano and F. Robert Jacobs, Operation Management for Competitive Advantage, 9th ed. (New York: McGraw-Hill, 2001), p.516
2.2.1.
Model Q atau Metode Economic Order Quantity (EOQ) Metode yang banyak digunakan dalam menentukan berapa jumlah ekonomis
yang harus dilakukan untuk pemesanan adalah metode EOQ (economic order quantity), yang mana rumus kuantitas pesanan ekonomis ini pertama kali dikembangkan oleh F.W. Harris, pada tahun 1915. EOQ dan variasinya masih banyak digunakan secara luas di dalam industri bagi manajemen persediaan untuk jenis permintaan bebas. Model EOQ didasarkan pada asumsi-asumsi berikut ini: − Tingkat permintaan adalah konstan, berulang-ulang, dan diketahui.
21
− Tenggang waktu pesanan konstan dan diketahui. Oleh sebab itu, tenggang waktu pesanan, sejak pesanan ditempatkan sampai pengiriman pesanan selalu merupakan besaran yang tetap. − Tidak diperbolehkan adanya kehabisan stok. Karena permintaan dan tenggang waktu pesanan adalah konstan, maka dapat ditentukan secara tepat kapan harus memesan bahan atau barang dan menghindari kekurangan stok. − Bahan dipesan atau diproduksi dalam suatu lot, dan seluruhnya ditempatkan ke dalam persediaan dalam satu waktu. − Suatu struktur biaya spesifik digunakan sebagai berikut: biaya satuan unit adalah konstan dan tidak ada potongan yang diberikan untuk pembelian dalam jumlah besar. Biaya pengadaan bergantung secara linear terhadap tingkat sediaan ratarata. Ada biaya pemesanan yang tetap untuk setiap lot, yang mana biaya tersebut bebas dari jumlah satuan di dalam lot tersebut. − Satuan barang merupakan produk tunggal; tidak ada interaksi dengan produk lainnya. Dalam memilih ukuran lot, ada suatu trade off antara frekuensi pemesanan dan tingkat sediaan. Lot ukuran kecil akan mengarah pada pemesanan ulang yang sering tetapi tingkat persediaan rata-rata yang rendah. Jika ukuran lot yang dipesan lebih besar, maka frekuensi pemesanan akan berkurang tetapi lebih banyak persediaan yang akan diadakan. Trade off antara frekuensi pemesanan dan tingkat persediaan ini dapat disajikan melalui persamaan matematis berikut ini:
22
Biaya pesan per tahun = (biaya per pesanan)*(pesanan pertahun) S*D = Q Biaya simpan per tahun = (tingkat ‘bunga’)*(biaya unit)*(persediaan rata-rata) I*C*Q = 2 Sehingga, akan didapat total biaya persediaan tahunannya, yaitu: Total biaya per tahun = biaya pesan per tahun + biaya simpan per tahun S*D TC =
I*C*Q +
Q
2
dimana, D = tingkat permintaan(unit per tahun) S = biaya pemesanan setiap kali pesan (rupiah per unit) C = biaya pembelian unit (rupiah per unit) I
= tingkat suku bunga per tahun (persen)
H = IC = biaya simpan per unit per tahun (rupiah per unit per tahun) Q = ukuran pemesanan barang (unit)
= EOQ
TC = total biaya pemesanan ditambah dengan biaya simpan (rupiah per tahun) Berdasarkan rumus total cost di atas maka dengan menggunakan sistem turunan secara matematis dan menetapkan TC sama dengan nol akan didapat rumusan Q dimana merupakan economic order quantity-nya atau biasa disingkat dengan EOQ: 2*D*S EOQ = H
23
Perhitungan persediaan pengaman untuk Model Q ini adalah sebagai berikut: SS = zσL dimana: SS : safety stock (persediaan pengaman) z
: tingkat kepercayaan (pelayanan pelanggan), probabilitas standar deviasi
σL : standar deviasi Pada Model Q ini dibutuhkan pengawasan terhadap stok secara terus menerus/ berkesinambungan karena pemesanan akan dilakukan pada saat stok tersebut mencapai titik pemesanan kembali (Reorder Point/ROP). Pemesanan kembali (reorder point = ROP) ditentukan berdasarkan kebutuhan selama tenggang waktu pemesanan. Jika posisi persediaan cukup untuk memenuhi permintaaan selama tenggang waktu pemesanan, maka pemesanan kembali harus dilakukan sebanyak EOQ. Formulal berikut ini merupakan rumusan untuk menentukan bilamana tingkat pemesanan kembali dilakukan. R = µ + B µ = dL B = zσµ dimana: µ = permintaan yang diharapkan selama tenggang waktu B = buffer stock d = rata-rata permintaan yang diharapkan perharinya L = lead time (tenggang waktu) z = tingkat kepercayaan/probabilitas standar deviasi σµ = standar deviasi atas permintaan selama masa tenggang
24
Dalam kenyataannya, permintaan dan masa tenggang tersebut sangat bervariasi dan tidak dapat diprediksi. Oleh karena permintaan yang tidak tetap tersebut menyebabkan penjualan pada masa tenggang tersebut sulit diperkirakan. Dengan demikian, dibutuhkan persediaan pengaman (safety stock) guna menghindari kekurangan penjualan. Dapat juga dikatakan, bahwa rata-rata permintaan selama masa tenggang (lead time) dapat bervariasi dan tidak menentukan, maka dalam menentukan reorder point (R) difokuskan pada tingkat persediaan pengamannya. Model minimalisasi biaya dapat digunakan untuk menentukan tingkat safety stock yang terbaik, namun dibutuhkan perkiraan biaya stockout maupun biaya backorder.
2.2.2.
Metode Periodic Order Quantity (POQ) Metode POQ digunakan dalam menentukan jumlah pemesanan per periode
tertentu. Metode POQ sebenarnya adalah pengembangan dari metode EOQ. POQ menggunakan logika yang sama dengan EOQ, tetapi POQ mengubah jumlah pemesanan menjadi jumlah periode pemesanan. Hasilnya adalah interval pemesanan tetap dengan bilangan bulat (integer). Untuk menentukan jumlah pemesanan sistem POQ cukup dengan memproyeksikan jumlah kebutuhan setiap periode. Jika pada metode EOQ jumlah barang setiap pemesanan adalah konstan, maka pada metode POQ ini interval periode pemesanan juga konstan. Interval pemesanan ekonomis (Economic Order Interval / EOI) dapat dihitung dengan formula sebagai berikut:
EOQ EOI =
2*S =
D
D*H
25
dimana: EOI = interval pemesanan ekonomis dalam satu periode S
= biaya pemesanan setiap kali pesan
H
= biaya simpan per unit = I*C
D
= rata-rata permintaan per periode
Pemesanan optimal untuk Model P ini dapat dilakukan melalui rumus berikut ini: q = d(T+L) + zσT+L – I dimana: q
= jumlah pemesanan
d
= rata-rata permintaan
T
= waktu tinjauan
L
= lead time
z
= tingkat kepercayaan/probabilitas standar deviasi
σT+L = standar deviasi I
= tingkat persediaan sekarang
2.3. Ketidakpastian Manajemen Persediaan Seperti yang kita ketahui, jarang para manager logistik/persediaan dapat mengetahui dengan pasti jumlah permintaan yang dibutuhkan. Begitu banyak faktor yang mempengaruhi suatu permintaan seperti: kondisi ekonomi, persaingan, perubahan peraturan pemerintah, perubahan pasar, dan pola pembelian masyarakat. Oleh karenanya, maka dibutuhkan persediaan pengaman untuk mengantisipasi
26
peningkatan permintaan yang sulit diperkirakan tersebut. Ketidakpastian permintaan dan lead time menyebabkan para manajer lebih fokus terhadap kapan waktu pemesanan harus dilakukan dibandingkan dengan jumlah yang harus dipesan. Titik pemesanan kembali merupakan penentu utama dalam hal kemampuan untuk memenuhi permintaan selama waktu pengisian kembali. Gambar 2.2 berikut ini menunjukkan ketidakpastian pemintaan dengan menggunakan Model Q sedangkan pada Gambar 2.3 diberikan ilustrasi penggunaan Model P atas ketidakpastian permintaan.
On-hand inventory
Order received
R
Order placed
0
Time Lead t ime (L1)
L2
L3
Gambar 2.2. Ketidakpastian permintaan dengan Model Q
On-hand inventory
Order received
IP1 Order placed
IP2 Time L2
Lead t ime (L1)
P
L3 P
Gambar 2.3. Ketidakpastian permintaan dengan Model P
27
2.4. Pengendalian Keakuratan Persediaan Barang Manajemen persediaan yang efektif dapat dicapai salah satunya adalah dengan memastikan keakuratan jumlah stok barang di gudang, selain daripada sistem pemesanan yang optimal. Keakuratan persediaan barang tersebut dapat dihitung dengan mengimplementasikan program Cycle Counting. Program Cycle Counting ini memiliki 2 metode yang dapat digunakan yaitu metode Geografis dan metode bobot Ranking (Jon Scheibfeder, 1997). Dengan metode geografis perhitungan jumlah stok barangnya dilakukan dengan memulainya dari sudut akhirnya dari gudang tersebut. Perhitungannya dilakukan setiap harinya sampai mencapai sudut akhir lainnya dari gudang tersebut. Penggunaan metode ini akan memudahkan penemuan barang-barang yang tersembunyi atau salah penempatan barang, khususnya untuk barang-barang yang berada diantara rak-rak. Sistem perhitungan secara geografis ini dibutuhkan perhitungan sedikitnya 4 kali per tahun untuk setiap jenis barangnya. Dalam metode bobot ranking, banyaknya perhitungan yang perlu dilakukan selama setahun ditentukan berdasarkan kelompok ranking-nya, yang terbagi menjadi ranking A, B, C, dan D. Masing-masing produk dikelompokkan dalam ranking tersebut berdasarkan besarnya kontribusi penjualannya. Ranking A merupakan produk-produk yang memiliki kontribusi penjualan sebesar 80%. Sedangkan ranking B, C, dan D masing-masing 15%, 4% dan 1%. Produk-produk yang termasuk dalam ranking A akan dilakukan perhitungan sebanyak 6 kali per tahun, sedangkan ranking B, C dan D masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali, 2 kali dan 1 kali setiap tahun.