BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Mengenal Bisnis Waralaba
Waralaba adalah terjemahaan bebas dari kata franchise di mana menurut Peraturan Pemerintah RI No. 16 Tahun 1977 tanggal 18 Juni 1997, pengertian waralaba adalah suatu bentuk kerja sama di mana pemberi waralaba (franchisor) memberikan izin kepada penerima waralaba (franchisee) untuk menggunakan hak intelektualnya, seperti nama, merek dagang produk dan jasa, dan sistem operasi usahanya. Sebagai timbal baliknya, penerima waralaba membayar suatu jumlah yang seperti franchise dan royalty fee atau lainnya. Dari pengertian tersebut, secara sederhana dapat dipahami bahwa dalam suatu perjanjian waralaba, ada dua pihak yang terlibat, yaitu pemberi waralaba (franchisor) dan penerima waralaba (franchisor). Demikian juga, ada dua hal yang saling ‘diperdagangkan’, yaitu hak intelektual usaha dari si franchisor dan franchisee dan royalty fee dari si franchisee. Sebelum masuk ke pembahasan lebih lanjut, ada baiknya jika mengetahui terlebih dahulu pengertian dari beberapa istilah yang akan sering digunakan di GFP ini.
7
8
Beberapa istilah tersebut antara lain : 1.
Pemberi waralaba (franchisor) Franchisor adalah badan usaha atau perseorangan yang memberikan hak kepada pihak lain (franchisee) untuk memanfaatkan segala ciri khas usaha dan segala kekayaan intelektual, seperti nama, merek dagang dan sistem usaha, yang dimilikinya.
2.
Penerima waralaba (franchisee) Franchisee adalah badan usaha atau perseorangan yang diberikan atau menerima hak untuk memanfaatkan dan menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh franchisor.
3.
Master franchisee Master franchisee adalah franchisee yang diberi hak oleh franchisor untuk memberikan hak lanjutan kepada para pihak ketiga untuk membuka gerai waralaba pada suatu area tertentu.
4.
Franchisee fee Franchisee fee atau biaya waralaba adalah kontribusi biaya dari franchisee kepada franchisor, sebagai imbalan atas pemberian hak pemanfaatan dan penggunaan hak intelektual yang dimiliki oleh franchisor dalam kurun waktu tertentu. Sering kali, franchisee fee ini disebut juga sebagai one time/initial fee karena hanya dibayarkan untuk satu kali.
5.
Royalty fee Royalty fee adalah kontribusi biaya dari operasional usaha franchisee yang dibayarkan kepada franchisor secara periodik (biasanya secara bulanan).
9
Lazimnya, royalty fee berupa persentase tertentu dari besarnya omset penjualan franchisee. 6. Retrofranchising Retrofranchising adalah lokasi yang dimiliki dan dikelola sendiri oleh franchisor dan tidak akan dijual (di-franchise-kan) 7. Refranchising Refranchising adalah suatu lokasi yang pada awalnya dimiliki oleh franchisee tetapi akhirnya gerai tersebut dimiliki (dibeli kembali) dan dikelola oleh franchisor.
2.2
Manfaat Mewaralabakan Usaha
2.2.1 Bagi Franchisor
Mengembangkan usaha dengan cara waralaba memberikan keuntungan yang cukup banyak bagi franchisor maupun franchisee. Berikut adalah keuntungan yang diperoleh franchisor : 1.
Pengembangan usaha dengan biaya relatif murah Dengan sistem waralaba, memungkinkan untuk dapat mengembangkan usaha tanpa perlu mengeluarkan biaya yang sama seperti memulai pertama kalinya, karena franchisee yang akan menanggung sebagian besar biayanya.
10
2.
Potensi passive income yang besar Yang dimaksud dengan passive income adalah pendapatan yang terus mengalir meskipun franchisor tidak lagi mengurus bisnis tersebut. Dalam konsep waralaba terdapat komponen passive income ini, yaitu pada royalty fee yang dibayarkan franchisee kepada franchisor. Royalty fee ini akan terus dibayarkan selama franchisee masih memegang hak waralaba tersebut sebagai imbalan hak intelektual berupa nama, merek, sistem dan lain sebagainya yang diberikan franchisor.
3.
Efek bola salju dalam hal brand awareness dan brand equity Model waralaba sangat berpotensi mengakselerasi perkembangan dan kemajuan usaha dan seiring dengan perkembangan usaha, nama atau merek (brand)
akan
semakin
dikenal
oleh
masyarakat.
Banyaknya
gerai
menunjukkan bahwa nama mereka adalah jaminan sukses, karena terbukti diterima dimana-mana. Hal ini tentu saja terjadi karena banyak orang yang menjadi franchisee dari merek-merek tersebut. Semakin banyak orang yang menjadi franchisee, semakin banyak gerai waralaba, semakin dikenal pula brand perusahaan. Efek seperti ini akan terus berlanjut seperti bola salju yang semakin lama mengelinding akan semakin besar. Semakin nama merek perusahaan dikenal orang, semakin banyak pula yang akan mengajukan permohonan untuk menjadi franchisee. Disini dapat dilihat bahwa ada efek bola salju dalam kaitannya dengan brand awareness dan brand equity merek. Artinya, semakin tinggi kesadaran masyarakat pada merek (brand awareness)
11
akan membuat harga merek (brand equity) semakin tinggi, sehingga orang berlomba-lomba untuk menjadi franchisee. Pada gilirannya, semakin banyak franchisee juga semakin mengukuhkan brand awareness. Hubungan ketiganya seperti pada gambar 2.1.
Gambar 2.1. Skema Efek Bola Salju (Sumber: Pietra Sarosa, RFA, Mewaralabakan Usaha Anda, 2004, p.16)
2.2.2 Bagi Franchisee
Berikut adalah keuntungan yang diperoleh franchisee : 1.
Memperkecil resiko kegagalan usaha Resiko kegagalan usaha yang biasa dihadapi oleh para pengusaha yang mencoba membangun bisnis dengan sistem sendiri adalah resiko kegagalan sistem itu sendiri. Sudah menjadi hal yang umum diketahui bahwa tidaklah
12
mudah untuk menciptakan suatu sistem yang mantap dan berhasil guna. Sistem yang dimaksud adalah suatu sistem yang komprehensif dengan subsistemnya, seperti sub-sistem pemasaran, sub-sistem produksi, sub-sistem keuangan dan administrasi, hingga sub-sistem sumber daya manusianya. Dengan membeli hak waralaba yang sudah ada di pasaran, bisa dikatakan bahwa tidak perlu menciptakan sistem sendiri karena tinggal mengaplikasikan sistem yang sudah ada dan sudah terbukti berhasil. Berangkat dari kenyataan ini maka sering kali dikatakan bahwa dengan membeli waralaba yang sudah ada berarti juga memperkecil resiko kegagalan yang disebabkan oleh kegagalan sistem. Anang Sukandar, ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) pernah mengungkapkan bahwa memulai bisnis dengan cara membeli waralaba ibaratnya seperti memulai bisnis bukan dari nol, melainkan dari angka 60. Di Amerika, pernyataan ini diperkuat dengan data yang diungkap oleh Amir Karamoy, seorang pengamat waralaba, bahwa usaha membeli waralaba mempunyai tingkat keberhasilan 93% dibandingkan dengan usaha umumnya (membuat sistem sendiri) yang hanya 34%. 2.
Menghemat waktu, tenaga dan dana untuk proses trial & error Jika seandainya pengusaha berhasil membangun usaha dengan sistem miliknya sendiri, pasti diperlukan proses trial & error yang mungkin bisa tidak terhitung banyaknya. Selain memakan banyak tenaga dan dana, proses trial & error ini juga memakan cukup banyak waktu sebelum akhirnya bisa mencapai tahap kemapanan dan keberhasilan sistem sesuai hasil yang
13
diinginkan. Dengan mengadopsi sistem yang dimiliki franchisor, otomatis franchisee sudah menghemat banyak waktu, tenaga dan dana yang seharusnya dikeluarkan untuk melakukan proses trial & error ini, karena franchisor yang telah melakukan proses itu sebelum akhirnya yakin bahwa sistemnya telah berhasil dan layak diwaralabakan. 3.
Memberi kemudahan dalam operasional usaha Manfaat lain dari membeli waralaba yang sudah ada adalah adanya banyak kemudahan dalam operasional usaha karena biasanya pihak franchisor akan membantu semaksimal mungkin. Misalkan dalam hal pelatihan karyawan, biasanya akan dibantu pelaksanaannya oleh franchisor. Pengadaan pasokan bahan baku atau persediaan biasanya juga akan ada bantuan, termasuk standarisasi dari pihak franchisor. Kemudahan operasional usaha yang bisa diberikan oleh franchisor seperti halnya pelatihan berkala, bantuan untuk masalah legal, kemudahan untuk promosi bersama dan lain sebagainya.
4.
Penggunaan nama merek yang sudah lebih dikenal masyarakat Satu lagi masalah yang sering dihadapi oleh pengusaha yang baru mendirikan usaha sendiri adalah belum dikenalnya nama atau merek usahanya tersebut oleh masyarakat.Kesulitan ini dapat diatasi dengan sistem membeli waralaba yang mana biasanya nama merek waralaba yang ditawarkan sudah lebih dikenal masyarakat. Dengan demikian, franchisee pun juga tidak perlu repotrepot membentuk nama baru dan memperkenalkannya kepada masyarakat karena nama waralaba yang dibeli haknya tersebut sudah lebih dikenal masyarakat. Mengingat banyaknya keuntungan yang bisa diambil dengan
14
membeli hak waralaba yang sudah ada, tak heran jika saat ini banyak kalangan yang mempunyai dana diam cukup besar dan bingung bagaimana cara memutar uangnya kemudian memutuskan menempuh ’jalur cepat’ menjadi pengusaha dengan cara membeli hak waralaba. Membeli hak waralaba memang menguntungkan dan memberi banyak kemudahan bagi para pengusaha baru. Namun, satu hal yang perlu diingat adalah untuk mendapatkan segala kemudahaan ini, ada harga yang harus dibayar yaitu seharga investasi dan franchisee serta royalty fee yang biasanya bernilai nominal cukup besar.
2.3
Tiga Fase Mewaralabakan Usaha
Proses pewaralabaan suatu usaha bisa dikelompokkan menjadi tiga fase besar. Setiap fase akan terdiri atas beberapa aktivitas yang mempunyai suatu fokus tujuan tertentu. Ketiga fase tersebut secara berurutan adalah : 1.
Fase penyusunan sistem waralaba yang solid
2.
Fase pemasaran waralaba
3.
Fase pemeliharaan (maintenance) waralaba Untuk lebih jelas mengetahui hubungan antar ketiganya, maka ketiga fase
tersebut dapat digambarkan dalam suatu model seperti pada gambar 2.2.
15
Gambar 2.2. Tiga Fase Mewaralabakan Usaha (Sumber: Pietra Sarosa, RFA, Mewaralabakan Usaha Anda, 2004, p.32)
Ketiga fase inilah yang akan dijabarkan ke dalam unsur-unsur dan aktivitasaktivitas yang membentuk fase-fase tersebut.
2.3.1 Fase Pertama : Membangun Sistem Waralaba yang Solid Langkah pertama dalam mewaralabakan suatu usaha adalah menyusun sebuah sistem waralaba yang solid. Inilah perbedaan mendasar dari suatu sistem waralaba dengan suatu sistem usaha sendiri (stand-alone). Dalam suatu sistem waralaba, tantangannya adalah bagaimana menciptakan sistem yang ampuh dibandingkan pesaing dan tidak hanya teruji untuk satu cabang usaha, namun juga terjaga kesederhanaannya, sehingga dapat diduplikasikan dengan mudah untuk masing-masing franchisee. Tantangan lainnya adalah membuat
16
keseluruhan sistem tadi dikenal orang hanya dengan sebuah nama merek (brand) yang bisa mewakili seluruh image yang ingin ditampilkan. Untuk menjawab semua tantangan tadi, ada tiga unsur yang berperan besar dalam keberhasilan fase penyusunan sistem waralaba ini, yaitu : 1.
Menciptakan entitas usaha yang solid dan menguntungkan
Gambar 2.3. Skema Entitas Usaha (Sumber: Pietra Sarosa, RFA, Mewaralabakan Usaha Anda, 2004, p.36)
Bagan di atas menggambarkan suatu proses bagaimana sebuah entitas bisa mencapai sesuatu yang diharapkan oleh semua bentuk usaha yaitu profit. Menguntungkan adalah syarat pertama bagi usaha Anda untuk dapat diwaralabakan. Franchisee tidak mungkin menanamkan uangnya dengan membeli waralaba Anda apabila tidak menguntungkan. Namun demikian, menguntungkan saja tidaklah cukup tapi juga harus ”tampil beda” dibandingkan pesaing lain. Untuk dapat mewujudkan suatu usaha yang
17
menguntungkan dan mampu ”tampil beda”, terdapat komponen yang terlibat di dalamnya, yaitu: a. Produk yang unik, berkualitas dan marketable Produk yang dimaksudkan disini adalah barang maupun jasa yang ditawarkan. Produk merupakan senjata utama waralaba untuk menarik konsumen maupun calon franchisee. Untuk dapat menjadi produk andalan dari sebuah waralaba, setidaknya produk tersebut harus bisa memenuhi berbagai kriteria berikut ini :
Unik
Berkualitas
Marketable
b. Adanya Standard Operating Procedures (SOP) yang baku SOP adalah sebuah aturan-aturan yang digunakan dalam menjalankan usaha. Dengan adanya SOP ini, semua proses dalam aktivitas usaha dapat terkontrol. Selain itu SOP merupakan langkah awal untuk menciptakan keseragaman antar setiap gerai waralaba yang ada. Biasanya SOP ini akan divisualisasikan dalam bentuk aturan yang dibukukan yang harus dilaksanakan secara ketat oleh manajemen, karyawan dan franchisee. c. Manajemen keuangan dan akutansi yang baik Untuk membentuk suatu entitas yang nantinya akan menghasilkan profit, adanya manajemen keuangan dan akutansi yang baik adalah
18
hal penting. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen keuangan waralaba, yaitu : -
Penganggaran (budgeting) yang tepat. Penganggaran berguna untuk memproyeksikan berapa perkiraan jumlah pemasukan dan pengeluaran. Penganggaran juga berfungsi sebagai alat kontrol untuk melihat apakah terjadi penyimpangan antara pemasukan dan pengeluaran aktual sehari-hari dengan yang telah dianggarkan.
-
Tingkat keuntungan, kalkulasi pengembalian modal, dan penghitungan jangka waktu balik modal (BEP - Break Even Point). Hal ini penting bagi para franchisee supaya mereka yakin bahwa mereka akan diuntungkan dengan menanamkan uangnya untuk membeli usaha waralaba.
-
Sistem akuntansi yang sesuai dengan standard akuntansi yang berlaku umum.
d. Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlatih Beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan masalah SDM, yaitu: ─
Sistem rekrutmen SDM untuk mendapatkan SDM yang berkualitas.
─
Pelatihan sangat diperlukan untuk memberikan orientasi mengenai visi, misi dan operasional sehari-hari sekaligus
19
memberikan
keahlian
yang
akan
digunakan
dalam
menjalankan tugas sehari-hari. ─
Kepastian kompensasi bagi SDM akan memberikan rasa tenang dalam bekerja sehingga dapat memberikan kinerja yang terbaik. Kepastian kompensasi ini menyangkut jumlah gaji, tunjangan maupun kompensasi lainnya.
─
Suasana kerja yang kondusif bagi SDM. Kepuasan karyawan yang berhubungan dengan kinerja mereka, tidak hanya dipicu oleh kompensasi materi semata, tetapi juga dengan adanya suasana atau iklim kerja yang nyaman.
e. Strategi pemasaran yang jitu Sebaik apapun produk atau sistem yang dimiliki tidaklah berguna apabila tidak mengkomunikasikan keunggulannya kepada orang lain. Oleh karena itu, diperlukan adanya serangkaian strategi pemasaran yang jitu. Strategi pemasaran adalah kumpulan dari beberapa aktivitas pemasaran yang dapat menarik perhatian konsumen maupun para calon franchisee. Setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemasaran kepada calon franchisee, yaitu : ─
Keuntungan yang diberikan
─
Bagaimana bentuk proposal dan kontrak waralaba yang ditawarkan
─
Bagaimana aktivitas pemasaran produk
20
f. Perlindungan hukum yang memadai Dunia usaha tidak akan bisa terlepas dari urusan legal atau hukum. Dari awal mendirikan usahapun, sudah berurusan dengan hukum. Dengan mematuhi hukum, berarti berhak untuk mendapat perlindungan hukum atas usaha tersebut. Dengan adanya perlindungan hukum yang memadai, maka dapat menjalankan usaha dengan tenang. g. Pengalaman yang mencerminkan kompetensi usaha Amir Karamoy, seorang konsultan waralaba, pernah mengatakan bahwa jika seseorang hendak mewaralabakan usahanya setidaknya perngusaha yang bersangkutan harus sudah mengeluti bisnis ini selama tiga tahun. (Sumber: Pietra Sarosa, RFA, Mewaralabakan Usaha Anda, 2004, p.48) Lamanya pengalaman berusaha pada umumnya mencerminkan kompetensi usaha, meskipun lamanya berusaha juga bukan merupakan jaminan sukses. Setidaknya, semakin lama pengusaha mengeluti bidang tersebut, mereka pasti akan semakin mengenal karakter dan seluk beluk bidang usaha yang digelutinya. Para calon franchisee pun tentu akan secara psikologis lebih tenang dalam berinvestasi
dengan
berpengalaman.
seorang
pengusaha
yang
sudah
21
2.
Menciptakan Keseragaman dengan Standarisasi Standarisasi diperlukan dalam bisnis waralaba karena bisnis waralaba
adalah bisnis jaringan yang terdiri atas gerai-gerai milik franchisee dan cara mengembangkannya adalah dengan menduplikasikan sistem ke dalam gerai franchisee, dimana cara penduplikasian tersebut adalah melalui acuan standard yang telah dibuat. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menyusun dan melakukan standarisasi pada sistem waralaba yaitu : a.
Menyusun suatu panduan standarisasi yang dibakukan Semua kententuan yang telah dibakukan ke dalam suatu buku panduan atau yang biasa disebut SOP. SOP inilah yang nantinya akan menjadi acuan baku terhadap langkah-langkah yang diambil dalam melakukan praktek standarisasi sistem waralaba di lapangan nantinya. SOP ini nantinya akan mengikat dan bersifat wajib dilaksanakan oleh siapapun yang berada dibawah payung sistem waralaba, terutama para franchisee. Mereka wajib melaksanakan semua hal mengenai standarisasi yang telah digariskan dalam SOP. Supaya mereka dapat melaksanakan semua ketentuan dalam SOP, sebaiknya SOP tersebut memiliki sifat-sifat berikut : ─
Sederhana sehingga mudah dipahami
─
Mudah diimplementasikan
─
Dapat berlaku secara umum
22
Menurut Mandelsohn dalam bukunya ”Franchising:Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee” disebutkan bahwa SOP yang baik hendaknya dapat:
Melenyapkan sejauh mungkin, risiko yang biasanya melekat pada bisnis yang baru dibuka.
Memungkinkan
sesorang
yang
belum
pernah
memiliki
pengalaman atau mengelola bisnis secara langsung mampu untuk membuka bisnis dengan usahanya sendiri.
Menunjukkan dengan jelas dan rinci bagaimana bisnis yang diwaralabakan tersebut harus dijalankan.
b. Uji SOP tersebut pada ”laboratorium sistem waralaba” c. Monitor dan evaluasi apakah SOP tersebut sudah lulus uji d. Implementasikan SOP tersebut pada gerai-gerai milik franchisee e. Beri dukungan sepenuhnya untuk mengimplementasikan SOP dalam bentuk asistensi Aspek-aspek dasar dalam sistem waralaba yang memerlukan standarisasi adalah : a.
Aspek operasional gerai, terdiri atas : 1. Proses operasi harian gerai 2. Bahan baku / sumber daya yang digunakan 3. Lokasi dan tampilan fisik gerai 4. Penggunaan nama merek, logo, dan atribut waralaba lainnya
23
b.
Aspek manajerial franchisee, terdiri atas : 1. Manajemen seleksi bagi calon franchisee 2. Manajemen pemasaran 3. Manajemen sumber daya manusia 4. Manjemen keuangan dana 5. Fee yang harus dibayarkan ke franchisor
3.
Membangun Merek yang Kuat Merek adalah sebuah kesatuan nama, simbol, dan atribut lain yang
diharapkan bisa menjadi identitas dari sebuah produk atau usaha. Identitas inilah yang nantinya diharapkan dapat mewakili produk atau usaha tersebut secara keseluruhan dari mulai kualitas, harga, kinerja sampai image yang ingin ditanamkan oleh produk atau usaha tersebut ke dalam benak masyarakat luas.
2.3.2 Fase Kedua : Pemasaran Waralaba 1.
Memberikan keuntungan kepada Franchisee Pada umumnya sebagai investor, pasti menginginkan keuntungan-
keuntungan, baik keuntungan umum yang akan didapat jika menanamkan modal pada suatu bentuk investasi maupun keuntungan khusus yang hanya didapat jika calon investor menanamkan modalnya dalam sistem waralaba.
24
Secara global, keuntungan tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu : a. Keuntungan secara logika – perhitungan finansial Ada beberapa hal yang biasa menjadi daya tarik bagi investor dalam
hal
pemberian
keuntungan
secara
logis
yang
menguntungkan investor secara finansial. Oleh karena menjadi daya tarik maka sangat dianjurkan untuk bisa menciptakan hal-hal ini dalam sistem waralaba yaitu : ─
Hasil investasi yang menarik
─
Jangka waktu pengembalian modal yang pendek
─
Tingkat risiko yang lebih rendah
b. Keuntungan secara emosional Selain keuntungan yang sifatnya logis, biasanya investor juga menginginkan keuntungan secara emosional dimana keuntungan yang bersifat emosional ini kadarnya bisa berbeda-beda untuk setiap investor. Beberapa contoh keuntungan emosional yang dicari para investor antara lain : ─
Rasa aman
─
Gengsi
─
Kepuasan menjadi seorang pengusaha
25
2. Menyusun Perjanjian Waralaba yang Menarik Untuk dapat mengkomunikasikan keuntungan yang akan diperoleh calon investor, franchisor harus menyusun sebuah proposal dan perjanjian yang menarik bagi calon franchisee. Perjanjian tersebut juga harus mematuhi ketentuan-ketentuan hukum dan diakui legalitasnya oleh pemerintah. Untuk menyusun suatu proposal dan perjanjian waralaba yang menarik sekaligus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, setidaknya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu : ─
Garis bawahi keuntungan untuk franchisee Proposal yang dibuat harus dapat menyakinkan calon franchisee bahwa manfaat yang ditawarkan oleh waralaba sebanding atau bahkan lebih besar dari biaya yang harus dikeluarkan. Jadi, sangat dianjurkan untuk menggarisbawahi manfaat yang ditawarkan terutama manfaat secara finansial berupa keuntungan usaha bagi franchisee.
─
Hak dan kewajiban franchisor dan franchisee Dalam melakukan kerja sama apapun, hak dan kewajiban masingmasing pihak yang terlibat haruslah dijabarkan secara transparan dan mendetail pada awal perjanjian dan dituliskan dalam sebuah perjanjian tertulis. Hal ini penting untuk menghindari masalah-masalah yang tidak diinginkan di kemudian hari, berkaitan dengan merasa dilanggarnya hak satu pihak. Sebagai bahan pertimbangan mengenai hak dan kewajiban franchisor dan franchisee, penulis mengutip
26
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
259/MPP/Kep/1997 pasal 7 seperti yang tertulis berikut ini.
Gambar 2.4. Hak dan Kewajiban Franchisor dan Franchisee (Sumber: Pietra Sarosa, RFA, Mewaralabakan Usaha Anda, 2004, p.120-123)
No.
27
─
Siapkan klausul untuk mengantisipasi force majeur dan kejadian tidak terduga yang belum diantisipasi dalam perjanjian Force majeur adalah suatu keadaan yang sama sekali diluar kendali kedua belah pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian, oleh karena itu sering kali akibatnya juga tidak bisa diprediksikan sehingga sulit sekali dituangkan dalam pasal-pasal baku didalam perjanjian waralaba. Contoh force majeur antara lain adalah bencana alam dan perang atau huru hara atau kerusuhan besar. Force majeur biasanya berdampak pada terganggunya operasi usaha franchisor atau franchisee, atau malah keduanya. Untuk dapat mengantisipasi bilamana terjadi kondisi force majeur, perlu diberikan klausul yang berisi antara lain mengenai penyelesaian masalah antara kedua belah pihak jika terjadi kondisi ini.
─
Selain force majeur, perlu juga dipertimbangkan untuk memasukkan klausul untuk mengantisipasi hal-hal tidak terduga lainnya yang sulit diantisipasi oleh pasal-pasal baku dalam perjanjian. Hal-hal yang tidak terduga ini juga dapat mengakibatkan terganggunya operasi usaha waralaba ini, seperti misalnya meninggalnya orang kunci franchisor atau franchisee.
─
Pelajari contoh proposal dan perjanjian waralaba yang sudah ada. dan ambil aspek-aspek yang baik untuk diterapkan, namun jangan menjiplak karena setiap waralaba memiliki karakteristik yang berbeda.
28
3.
Strategi Pemasaran Waralaba Strategi pemasaran merupakan kunci dari keberhasilan suatu produk.
Berikut ini adalah beberapa cara pemasaran waralaba yang bisa digunakan dalam memasarkan waralaba : 1.
Sediakan sebuah gerai sebagai contoh Gerai ini biasanya berupa gerai sendiri (fully owned), namun yang harus diperhatikan adalah gerai tersebut harus benar-benar menjadi prototipe dari keseluruhan gerai yang akan menjadi milik franchisee, sehingga dengan melihat gerai tersebut, calon franchisee bisa mendapat gambaran jelas mengenai gerai yang akan mereka miliki.
2.
Lakukan pendekatan personal Strategi yang paling efektif pada masa-masa awal pemasaran waralaba adalah pendekatan personal kepada calon investor potensial. Hal ini dikarenakan sistem waralaba biasanya belum dikenal orang pada masa awal pemasaran, setidaknya orang belum mengetahui bahwa perusahaan tersebut dikembangkan dengan waralaba. Oleh karena itu, lebih baik dilakukan pendekatan personal kepada rekan atau relasi dalam jaringan yang dimiliki.
3.
Lakukan publikasi di media Setelah mempunyai beberapa franchisee, lengkap dengan gerai-gerai milik mereka yang telah dibuka, sekarang saatnya untuk berpromosi melalui media. Dalam hal ini, berpromosi melalui media berarti bahwa
29
harus mengusahakan agar waralaba tersebut dapat dan siap untuk diekspos atau diliput media (biasanya media cetak). 4.
Mengikuti pameran franchisee dan UKM Jika ingin mempromosikan waralaba, sangat disarankan untuk mengikuti ajang pameran ini. Dengan mengikuti pameran, ada beberapa manfaat yang bisa didapatkan, antara lain :
Kesempatan bertemu dengan para calon franchisee potensial
Waralaba bisa dikenal luas oleh masyarakat yang mengunjungi pameran
Adanya publikasi atau ekspos dari media sekaligus kesempatan untk menjalin hubungan dengan media
Terkadang dalam pameran ada ajang penghargaan waralaba terbaik. Jika dapat memenangkan penghargaan tersebut, nama waralaba tersebuit akan semakin terangkat.
5.
Aktifkan pemasaran dari mulut ke mulut Kecenderungan
orang
untuk
lebih
percaya
pada
apa
yang
direkomendasikan teman daripada iklan adalah inti dari pemasaran mulut ke mulut. Namun promosi ini bisa memiliki dua sisi yaitu bisa menguntungkan ataupun merugikan. Jika bagus maka franchisee Anda akan puas dan merekalah yang akan mempromosikan, namun jika tidak bagus, mereka pula yang bisa menghancurkan. Karena itulah, persiapkan semuanya dengan baik sebelum memulai usaha dengan sistem waralaba.
30
2.3.3
Fase Ketiga : Pemeliharaan (Maintenance) Waralaba 1.
Menyeleksi Calon Franchisee Seleksi ketat pada awal kerja sama waralaba memberikan peluang
sukses yang lebih besar karena jika seleksi awal kurang ketat, besar kemungkinan akan lebih banyak franchisee yang terjaring namun tidak semuanya mempunyai kompetensi yang tinggi. Artinya, pada awal usaha, akan mempunyai banyak gerai franchisee yang dibuka namun dengan seiring dengan berjalannya waktu, maka akan banyak juga gerai yang terpaksa ditutup karena kurangnya kompetensi franchisee. Dalam bisnis waralaba, semakin banyak gerai waralaba yang ditutup, publik akan melihat bahwa kualitas sistem waralaba tersebut buruk. Padahal, belum tentu penutupan itu disebabkan oleh sistem yang buruk, mungkin saja karena kompetensi franchisee yang rendah. Hal ini tentu saja dapat dihindari dengan menerapkan seleksi calon franchisee yang ketat sehingga hanya mereka yang memiliki kompetensi yang tinggi yang akan berhasil lolos seleksi dan menjadi franchisee. Skema umum proses penyeleksian calon franchisee yang biasa digunakan dapat dilihat pada gambar 2.5.
31
Gambar 2.5. Skema Umum Proses Penyeleksian Franchisee (Sumber: Pietra Sarosa, RFA, Mewaralabakan Usaha Anda, 2004, p.154)
Tidak setiap bagian dalam bagan tersebut sama persis digunakan oleh setiap franchisor, karena tentunya masing-masing memiliki keunikan tersendiri dalam keseluruhan proses seleksi ini. Namun, diharapkan bahwa skema ini dapat mewakili proses yang umumnya digunakan para franchisor. Ada beberapa hal pokok yang sebaiknya diperhatikan dalam menyeleksi calon franchisee, yaitu :
32
a.
Karakter pribadi calon franchisee Pengenalan karakter ini sangat penting karena dalam membuka usaha, faktor yang paling menentukan kesuksesan adalah faktor pribadi calon franchisee. Apakah memang calon franchisee tersebut cocok untuk bekerja sama dalam mengembangkan jaringan waralaba.
b.
Visi dan misi usaha calon franchisee Kesamaan visi dan misi usaha akan memperjelas gerak langkah perusahaan. Perbedaan visi dan misi akan membuat usaha menjadi sulit berkembang, karena ibarat kapal yang mempunyai dua nahkoda, apapun yang dikerjakan tidak akan mencapai hasil yang optimal. Dalam sistem waralaba, adanya persamaan visi dan misi akan membuat franchisee lebih mudah menerima sistem waralaba dan mengimplementasikan dengan sepenuhnya sehingga lebih mudah dalam melakukan orientasi dan menanamkan nilai-nilai yang ingin wujudkan dalam setiap gerai yang ada dalam sistem waralaba.
c.
Track record usaha calon franchisee Semakin bagus dan sempurna sistem waralaba yang diciptakan, seharusnya akan semakin banyak orang yang bisa menjadi franchisee tanpa melihat apakah mereka mempunyai pengalaman yang sesuai dengan bisnis waralaba tersebut. Namun, proses penyempurnaan ini tentu saja akan memakan waktu yang lama dan biasanya juga dilakukan sembari usaha waralaba ini dijalankan. Untuk itu, ada baiknya tetap memperhatikan track record usaha dari calon
33
franchisee. Akan lebih baik jika calon franchisee adalah seorang pengusaha juga karena itu berarti sedikit banyak mereka telah memahami nilai-nilai dasar seorang entrepreneur. Namun, itu saja tidak menjamin. Franchisor juga harus melihat apakah usaha yang dikelolanya sekarang atau pada masa lalu bisa berkembang dengan baik dan meneliti penyebabnya. Jika penyebabnya adalah ketiadaan kompetensi dari pengusaha, maka harus berhati-hati agar hal tersebut jangan terjadi pada gerai waralaba yang akan dikelolanya. Jika ternyata calon franchisee bukan datang dari kalangan pengusaha, bisa melihat track record kariernya. Anda dapat menilai profesionalisme dan komitmennya terhadap bidang yang digelutinya. Semakin profesional dan mempunyai komitmen tinggi, semakin banyak nilai plus yang akan membuatnya lolos sebagai calon franchisee. Intinya, apapun latar belakang calon franchisee, track record yang baik darinya akan sangat dibutuhkan. d.
Komitmen franchisee dalam mengelola usaha waralabanya. Membeli hak waralaba bukan hanya sekedar membeli sebuah hak usaha, namun juga berarti membuka dan menjalankan usaha milik sendiri. Dalam membuka usaha, komitmen dan kesungguhan mutlak diperlukan. Demikian juga dalam proses penyeleksian calon franchisee ini, komitmen dan kesungguhannya dalam membuka dan menjalankan bisnisnya sendiri dalam naungan payung waralaba harus sangat diperhatikan.
34
e.
Rencana bisnis calon franchisee Salah satu persyaratan pertama dan utama yang harus dimiliki calon franchisee
adalah
adanya
rencana
bisnis
yang
matang
dan
menyakinkan dari franchisee. Rencana bisnis ini umumnya dituangkan dalam bentuk sebuah proposal bisnis yang biasanya diajukan bersamaan dengan surat permohonan untuk menjadi franchisee. Penyeleksian rencana bisnis ini biasanya dilakukan pada tahap-tahap awal, sehingga hanya mereka yang berhasil mengajukan sebuah rencana bisnis yang dianggap memadailah yang boleh melangkah ke tahap seleksi berikutnya. Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam menyeleksi rencana bisnis yang diajukan oleh calon franchisee, yaitu: 1.
Kondisi keuangan franchisee Seseorang yang ingin membuka dan menjalankan usaha sendiri haruslah mempunyai modal usaha yang diperlukan untuk mendirikan dan menjalankan bisnis tersebut. Oleh karena itu, seleksi finansial sangat diperlukan. Tentu kurang baik dampaknya jika seorang franchisee ditengah jalan terpaksa menutup usahanya karena kurang modal. Bisnis franchisee memang identik dengan kebutuhan dana yang cukup besar, tidak saja pada awal pendirian gerai tetapi juga untuk membiayai usaha waralaba yang sedang berjalan. Oleh karena
35
itu, kesiapan finansial franchisee sangat diperlukan. Beberapa hal yang nantinya akan menyedot dana franchisee, antara lain :
Sewa lahan dilokasi yang strategis
Biaya pembangunan gerai
Franchisee fee
Kontribusi biaya pemasaran ke franchisor
Modal kerja (termasuk bahan baku dan penyisihan penyusutan)
Biaya operasional gerai yang mencakup gaji SDM, listrik-air-telepon, transportasi, dll
Hal-hal ini dapat menjadi patokan dalam menguji kemampuan finansial para calon franchisee. 2.
Lokasi yang ditawarkan Salah satu faktor kunci dalam kesuksesan waralaba adalah lokasi yang strategis. Semakin strategis lokasi gerai milik franchisee tersebut, makin besar kemungkinan gerai tersebut akan berhasil. Untuk itu, franchiosr harus bisa memberikan syarat-syarat lokasi yang strategis ini kepada calon franchisee.
2.
Memberikan asistensi bagi franchisee Sering kali pihak franchisor berpikir tidak mengganggap penting untuk memberikan asistensi kepada franchisee karena seringkali franchisee juga memakan biaya yang tidak sedikit, yang ujung-
36
ujungnya menyebabkan fee yang harus dibayar ke franchisor menjadi lebih tinggi dan otomatis semakin mempersempit jumlah calon franchisee yang potensial. Pihak franchisee juga berpikir bahwa adanya asistensi akan menyebabkan biaya lebih tinggi dan hanya akan menambah pekerjaan dan kewajiban bagi franchisee. Sesungguhnya hal tersebut tidaklah tepat, karena asistensi yang tepat akan membuat bisnis waralaba yang dijalankan nantinya akan semakin solid. Secara spesifik, tujuan asistensi dapat dijabarkan ke dalam hal-hal berikut: 1.
Membantu memberikan kemudahan bagi franchisee dalam menjalankan bisnisnya sehingga dapat lebih cepat menghasilkan keuntungan.
2.
Menjaga keseragaman yang menjadi ciri sistem waralaba.
3.
Memudahkan dalam memonitor franchisee sehingga otomatis memudahkan pengambilan solusi jika terjadi masalah.
Adapun asistensi yang bisa diberikan kepada franchisee adalah sebagai berikut : 1.
Asistensi pada tahap preopening gerai milik franchisee a.
Asistensi untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan. Hal yang harus diperhatikan adalah :
Kredibilitas, kompetensi dan prospek dari franchisee
37
Akses atau jaringan franchisor kepada pihak bank atau lembaga keuangan
b.
Nama besar waralaba
Asistensi saran dan ketentuan mengenai lokasi gerai, ada dua macam kondisi :
Lokasi telah ditentukan dan disediakan oleh franchisor
2.
Asistensi pada tahap awal dan selama masa operasional a.
3.
Lokasi ditentukan sendiri oleh franchisee
Asistensi operasional, mencakup :
Asistensi dalam mendapatkan bahan baku
Asistensi dalam kegiatan sehari-hari
b.
Asistensi pemasaran
c.
Asistensi pengelolaan SDM
d.
Asistensi dibidang administrasi keuangan dan akuntansi
Mengatasi masalah dengan franchisee Sebagai franchisor yang baik, dituntut untuk bersikap bijaksana dalam menyikapi setiap permasalahan yang muncul dengan para franchisee. Sikap yang arogan dan sewenang-wenang terhadap franchisee tidak akan efektif dalam mengatasi masalah yang terjadi, demikian pula sikap
”takut”
terhadap franchisee
tidak akan
menyelesaikan
permasalahan. Jika kita membicarakan mengenai bagaimana cara
38
mengatasi masalah, kita tentu harus tahu apa saja hal-hal yang berpotensi menimbulkan masalah dan mengidentifikasikan apa saja hal-hal yang bisa berpotensi menjadi sumber masalah antara franchisor dan franchisee. Potensi masalah yang bisa terjadi akan sangat banyak dan beragam sesuai dengan kondisi waralaba yang diciptakan. Berikut adalah beberapa contoh potensi permasalahan yang perlu diwaspadai, antara lain : 1.
Adanya franchisee yang tidak mematuhi ketentuan dalam SOP
2.
Adanya konflik mengenai fee waralaba
3.
Adanya ”diskriminasi” terhadap franchisee
4.
Franchisor tidak memberikan asistensi dan kewajiban lain seperti yang dijanjikan
5.
Gerai milik franchisee tidak mencapai hasil seperti yang diharapkan
6.
Tidak adanya itikad baik dari salah satu ataupun kedua belah pihak Metode-metode
dalam
menyelesaikan
masalah
dengan
franchisee : 1.
Metode pencegahan masalah (preventif) a. Seleksi yang ketat untuk para calon franchisee, terutama
cermat
dalam
memilih
mempunyai itikad baik dalam berbisnis.
mereka
yang
39
b. Buat kontrak yang mudah dipahami dan tidak mengundang penafsiran ganda. c. Minimalkan peluang adanya loophole dalam kontrak yang dapat dimanfaatkan oleh franchisee yang tidak mempunyai itikad baik. d. Terapkan mekanisme kontrol yang ketat. 2.
Metode penyelesaian masalah (kuratif) a. Cari akar penyebab masalah yang sebenarnya. b. Selesaikan masalah dengan semangat win-win solution c. Utamakan
penyelesaian
masalah
dengan
jalan
damai/mediasi.
2.4
Tipe / Model Waralaba
Dalam menjalankan waralaba, franchisor dapat menerapkan beberapa tipe/model yang paling sesuai. Berikut tipe/model waralaba yang banyak digunakan menurut buku Franchising for Dummies, p.25 – 31 : 1.
Single unit atau direct unit adalah model waralaba di mana franchisor memberikan hak kepada seorang franchisee untuk menjalankan sebuah gerai. Model ini merupakan model klasik yang paling banyak digunakan
40
2.
Multi unit adalah model waralaba di mana franchisor memberikan hak kepada franchisee untuk menjalankan beberapa gerai. Model ini terdiri dari beberapa macam yaitu : a. Multiple single unit adalah model waralaba dimana franchisee membeli hak dari franchisor untuk menjalankan sebuah gerai di suatu lokasi. Di waktu mendatang, franchisee tersebut dapat membeli hak waralaba untuk membuka gerai di lokasi lain. Jadi franchisee dapat membeli hak waralaba dari franchisor secara bertahap. b. Area development adalah model waralaba dimana franchisor memberikan hak eksklusif kepada franchisee untuk menjalankan sejumlah gerai di suatu lokasi tertentu pada suatu kurun waktu tertentu. Selama periode waktu tersebut, franchisor tidak akan memberikan hak kepada franchisee lain untuk menjalankan gerai di area yang telah dipilih oleh franchisee pertama. c. Master franchise adalah model waralaba dimana franchisor memberikan hak kepada suatu institusi / perorangan untuk menjadi master franchise. Master franchise tersebut diberikan hak oleh franchisor untuk menjual waralaba kepada pihak ketiga (subfranchise) maupun untuk menjalankan gerai miliknya
41
sendiri sendiri. Jadi master franchise adalah perpanjangan tangan dari franchisor.