BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia sangat penting bagi pelaksanaan operasional perusahaan. Semua sumber daya yang ada pada perusahaan tidak akan dapat berfungsi dengan baik dan maksimal apabila tidak ada pelaksanaannya yakni sumber daya manusia sangat luas yaitu mengenai peranan dalam perusahaan, kompensasi, kepuasan kerja, produktivitas perusahaan dan untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Untuk lebih memahami , definisi manajemen sumber daya manusia menurut beberapa ahli diantaranya adalah sebagai berikut : Menurut Hasibuan (2007: 10) mengatakan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.” Menurut Henry (2004:4) mengatakan bahwa : ” Manajemen sumber daya manusia ( human resources management ) adalah pendayagunaan, pengembangan, penilaian, pemberian balas jasa, dan pengelolaan individu anggota organisasi atau kelompok karyawan.” Menurut Panggabean (2001 : 15 ) mengatakan bahwa : “Manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses yang terdiri dari atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpin dan pengendalian kegiatan-
6
kegiatan yang berkaitan dengan analisi pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi dan pemutusan kerja.” Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bagaimana mengatur, mengolah, mengembangkan, memberi pelatihan dan imbalan mengenai tenaga kerja manusia yang diatur secara efektif dan efisien dalam mewujudkan tujuan organisasi suatu organisasi atau kelompok karyawan. 2.2 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Fungsi manajemen sumber daya manusia dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu fungsi manajemen dan fungsi operasional. Menurut Hasibuan (2001 : 21), adalah sebagai berikut: 2.2.1 Fungsi-Fungsi Manajerial 1) Perencanaan (human resource planning) Perencanaan adalah merencanakan tenaga kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan dilakukan dengan menetapkan program kepegawaian yang meliputi
pengorganisasian,
pengarahan,
pengendalian,
pengadaan,
pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan dan pemberhentian karyawan. 2) Pengorganisasian (organization) Pengorganisasian adalah kegiatan untuk mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi wewenang, integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi.
7
3) Pengarahan (directing) Pengarahan adalah kegiatan mengarahkan semua karyawan agar mau bekerja sama dan bekerja efektif dan efisien dalam membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. 4) Pengendalian (controlling) Pengendalian adalah kegiatan mengendalikan semua karyawannya, agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja sesuai dengan rencana. Pengendalian karyawan meliputi kehadiran, kedisiplinan, perilaku, kerjasama, pelaksanaan pekerjaan dan menjaga situasi lingkungan pekerjaan. 2.2.2 Fungsi-fungsi Operasional 1) Pengadaan (procurement) Pengadaan adalah proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi, dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan membantu terwujudnya tujuan. 2) Pengembangan (development) Pengembangan adalah proses peningkatan ketrampilan teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan pekerjaan masa kini maupun masa depan. 3) Kompensasi (compensation) Kompensasi adalah pemberian balas jasa langsung (direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang kepada karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip kompensasi adalah adil dan layak. Adil
8
diartikan sesuai dengan prestasi kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan internal dan eksternal konsistensi. 4) Pengintegrasian (integration) Pengintegrasian adalah kegiatan untuk mempersatukan kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba, karyawan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil pekerjaanya. Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam manajemen sumber daya manusia (MSDM), karena mempersatukan dua kepentingan yang bertolak belakang. 5) Pemeliharaan (maintenance) Pemeliharaan adalah kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan, agar tetap mau bekerja sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan sebagaian karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal konsistensi. 6) Kedisiplinan (disciplin) Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin yang baik, sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan adalah keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. 7) Pemberhentian (separation)
9
Pemberhentian adalah putusnya hubungan kerja seseorang dari suatu perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun, dan sebab-sebab lainnya.
2.3 Pengertian Pendidikan dan Pelatihan Pada buku manajemen Personalia (Personel Management) karangan Flippo dipergunakan
istilah
“pengembangan”
untuk
usaha-usaha
peningkatan
pengetahuan maupun keterampilan karyawan. Sedangakan Otto dan Glaser dalam bukunya Manajemen Latihan (the Management of Training) menggunakan istilah “latihan” (training) untuk usaha-usaha peningkatan maupun keterampilan pegawai/karyawan. Disini Otto dan Glaser memberikan istilah training tersebut dalam pengertian yang sangat luas sehingga pengertian training itu sudah implicit pengertian pendidikan (education). Penggunaan istilah pendidikan dan pelatihan dalam suatu institusi atau organisasi biasanya disatukan menjadi diklat (pendidikan dan pelatihan). Unit yang menagani pendidikan dan pelatihan pegawai lazim disebut PUSDIKLAT (Pusat Pendidikan dan Pelatihan). Berdasarkan uraian diatas, secara singkat dapat dikemukakan bahwa dalam pengembangan karyawan istilah-istilah yang sering dipakai, baik dalam buku maupun praktek, adalah: “pengembangan”, “latihan” dan “pendidikan”. Pengembangan
karyawan
dapat
diartikan
dengan
usaha-usaha
untuk
meningkatkan keterampilan maupun pengetahuan umum bagi karyawan agar pelaksanaan pencapaian tujuan lebih efisien. Dalam pengertian ini, maka istilah pengembangan akan mencakup pengertian latihan dan pendidikan yaitu sarana
10
peningkatan keterampilan dan pengetahuan umum bagi karyawan. Arti latihan ialah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan kerja seseorang dalam kaitannya dengan aktivitas ekonomi. Latihan membantu karyawan dalam memahami suatu pengetahuan praktis dan penerapannya, guna meningkatkan keterampilan, kecakapan dan sikap yang diperlukan oleh organisasi dalam usaha mencapai tujuannya. Pendidikan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan umum seseorang termasuk didalamnya peningkatan penguasaan teori dan keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan mencapai tujuan.
Pelatihan
(training)
meliputi
aktivitas-aktivitas
yang
berfungsi
meningkatkan unjuk kerja seseorang dalam pekerjaan yang sedang dijalani atau yang terkait dengan pekerjaannya ini. Pendidikan (education) mencakup kegiatankegiatan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kompetensi menyeluruh seseorang dalam arah tertentu dan berada diluar lingkup pekerjaan yang ditanganinya saat ini. 2.3.1 Tujuan dan Fungsi Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan ditujukan untuk memperbaiki kinerja pegawai dalam melakasanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Menurut Notoatmodjo (2003) Pendidikan dan pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan intelektual dan kepribadian manusia. Pendidikan membentuk dan menambah pengetahuan seseorang untuk dapat menegerjakan sesuatu lebih cepat dan tepat, sedangkan latihan membentuk dan meningkatkan keterampilan kerja. Dengan demikian
11
semakin tinggi tingkat pendidikan dan latihan seseorang semakin besar tingkat kinerja
yang
dicapai.
Dengan
demikian
pendidikan
berkaitan
dengan
mempersiapkan calon tenaga kerja yang diperlukan oleh suatu instansi atau organisasi dengan menekankan pada kemampuan kognitif, afektif, dan psychomotor. Pendidikan dengan berbagai programnya mempunyai peranan penting dalam memperoleh dan meningkatkan kualitas kemampuan professional individu. Melalui pendidikan seseorang dipersiapkan untuk memiliki bekal agar dapat memecahkan masalah yang akan dihadapi dalam kehidupan di kemudian hari (Sedarmayanti, 2003) Menurut Irianto (2001) bahwa nilai-nilai kompetensi seseorang dapat dipupuk melalui program pendidikan, pengembangan dan pelatihan yang berorientasi pada tuntutan kerja actual dengan menekankan pada pengembangan skill, knowledge, dan ability yang secara signifikan akan dapat memberi standard dalam system proses kerja yang diterapkan. Menurut Hasibuan (2003) bahwa fungsi pendidikan dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan meliputi dua dimensi penting yaitu : Dimensi kuantitatif yang meliputi fungsi pendidikan dalam mamasok tenaga kerja yang tersedia dan dimensi kualitatif yang menyangkut fungsi sebagai penghasil tenaga kerja terdidik dan terlatih yang akan menjadi sumber penggerak pembangunan. Fungsi pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu system pemasok tenaga kerja yang terdidik, terlatih dan dipercaya dapat meningkatkan kinerja.
12
2.3.2 Metode-Metode Pendidikan dan Pelatihan Menurut Rivai (2006), metode-metode pendidikan dan pelatihan yang dapat digunakan dalam upaya meningkatkan kinerja karyawan antara lain adalah: 1. On The Job Training On the job training atau disebut juga pelatihan dengan instruksi pekerjaan sebagai suatu metode pelatihan pekerjaan yang riil, dibawah bimbingan dan supervisi dari karyawan yan telah berpengalaman atau seorang supervisor. Walaupun metode ini tampaknya sederhana, apabila tidak ditangani dengan tepat, beberapa permasalahan mungkin timbul, seperti kerusakan mesin produksi, ketidakpuasan konsumen, kesalahan dalam melakukan filling dokumen, dan lain-lain. Untuk mencegah masalah ini, instruktur harus dipilih secara selektif. 2. Rotasi Rotasi untuk pelatihan silang (cross-train) bagi pegawai agar mendapatkan variasi kerja, para pengajar memindahkan para peserta pelatihan dari tempat kerja yang satu ke tempat kerja yang lainnya. Setiap perpindahan umumnya didahului dengan pelatihan pemberian intstruksi kerja. Disamping memberikan variasi kerja bagi karyawan , pelatihan silang (cross training) turut membantu perusahaan ketika ada pegawai yang cuti, tidak hadir, perampingan atau pengunduran diri. 3. Magang Magang melibatkan pembelajaran dari pegawai yang berpengalaman dan dapat ditambah pada teknik off the job training. Banyak pekerja keterampilan tangan
13
seperti tukang pipa dan kayu dilatih melalui program magang resmi. Asistensi dan kerja sambilan disamakan dengan magang karena menggunakan partisipasi tingkat tinggi dari peserta dan memiliki tingkat transfer tinggi kepada pekerjaan. 4. Ceramah Kelas dan Presentasi Video Ceramah dan teknik lain dalam off the job training tampaknya mengandalkan komunikasi daripada memberi model. Ceramah adalah pendekatan terkenal karena menawarkan sisi ekonomis dan material organisasi, tetapi partisipasi, umpan balik, transfer dan repetisi sangat rendah. Umpan balik dan partisipasi dapat meningkat dengan adanya diskusi selama ceramah. 5. Pelatihan Vestibule Agar pembelajaran tidak menggangu operasional rutin, beberapa perusahaan menggunakan pelatihan vestibule. Wilayah atau vestibule terpisah dibuat dengan peralatan yang sama dengan yang digunakan dalam pekerjaan. Cara ini memungkinkan adanya transfer, repetisi dan partisipasi serta material perusahaan bermakna dan umpan balik. 6. Permainan Peran dan Model Perilaku Permainan peran adalah alat yang mendorong peserta untuk membayangkan identitas lain. Misalnya, karyawan pria dapat membayangkan peran supervisor wanita dan sebaliknya. Kemudian keduanya ditempatkan dalam situasi kerja tertentu dan diminta memberikan respon sebagaimana harapan mereka terhadap lainnya. 7. Case Study
14
Metode kasus adalah metode pelatihan yang menggunakan deskripsi tertulis dari suatu permasalahan riil yang dihadapi oleh perusahaan atau perusahaan lain. 8. Simulasi Permainan simulasi dapat dibagi menjadi dua macam, pertama, simulasi yang melibatkan simulator yang bersifat mekanik (mesin) yang mengandalkan aspek-aspek utama dalam suatu situasi kerja. Kedua, simulasi computer. Untuk tujuan pelatihan dan pengembangan, metode ini sering berupa games atau permainan. Teknik ini umumnya digunakan untuk melatih para manajer, yang mungkin tidak boleh menggunakan metode trial and error untuk mempelajari pembuatan keputusan. 9. Belajar Mandiri dan Proses Terprogram Materi instruksional yang direncanakan secara tepat dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan para karyawan. Materi-materi ini sangat membantu apabila karyawan itu tersebar secara geografis (berjauhan jaraknya) atau ketika proses belajar hanya memerlukan interaksi secara singkat saja. 10. Praktik Laboratorium Pelatihan di laboratotium dirancang untuk meningkatkan keterampilan internasional. Juga dapat digunakan untuk membangun perilaku yang diinginkan untuk tanggung jawab di masa depan. Peserta mencoba untuk meningkatkan keterampilan hubungan manusia dengan lebih memahami diri sendiri dan orang lain. 11. Pelatihan Tindakan (Action Learning)
15
Pelatihan ini terjadi dalam kelompok kecil yang berusaha mencari solusi masalah nyata yang dihadapi oleh perusahaan, dibantu oleh fasilitator (dari luar atau dalam perusahaan). 12. Role Playing Role Playing adalah metode pelatihan yang merupakan perpaduan antara metode kasus dan program pengembangan sikap. Masing-masing peserta dihadapkan pada suatu situasi dan diminta untuk memainkan peranan dan beraksi terhadap taktik yang dijalankan oleh peserta lain. Kesuksesan metode ini tergantung dari kemampuan peserta untuk memainkan peranannya sebaik mungkin. 13. In- Basket Technique Melalui metode in- basket technique, para peserta diberikan materi berisikan berbagai informasi, seperti email khusus dari manajer dan daftar telepon. Halhal penting dan mendesak, seperti posisi persediaan yang menipis, komplain dari pelanggan, permintaan laporan dari atasan, digabungkan dengan kegiatan bisnis rutin. Peserta pelatihan kemudian mengambil keputusan dan tindakan. 14. Management Games Management games menekankan pada pengembangan kemampuan problem solving. Keuntungan dari simulasi ini adalah timbulnya integrasi atas berbagai interaksi keputusan, kemampuan bereksperimen melalui keputusan yang diambil, umpan balik dari keputusan dan persyaratan-persyaratan bahwa keputusan dibuat dengan data yang tidak cukup. 15. Behavior Modeling
16
Behavior
modelling
adalah
suatu metode
pelatihan
dalam
rangka
meningkatkan keahlian interpersonal. Kunci dari behavior modelling adalah belajar melalui observasi atau imajinasi. 16. Outdoor Oriented Programs Program ini biasanya dilakukan di suatu wilayah yang terpencil dengan melakukan kombinasi antara kemampuan di luar kantor dengan kemampuan di ruang kelas. Pogram ini dikenal dengan istilah outing, seperti arung jeram, mendaki gunung, kompetisi tim, panjat tebing dan lain-lain. 2.4. Pengertian Motivasi Motivasi dalam manajemen ditunjukan pada sumber daya manusia umumnya dan bawahan khususnya. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan. Pentingya motivasi karena menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Organisasi dalam memberikan dorongan dan menggerakkan orang-orang agar pegawai bersedia bekerja semaksimal mungkin, perlu diusahakan adanya komunikasi dan peran serta dari semua pihak yang bersangkutan. Motivasi menunjukkan agar pimpinan mengetahui bagaimana memberikan informasi yang tepat kepada bawahannya agar bawahan mau menyediakan waktunya guna melakukan usaha yang diperlukan untuk memperoleh saran-saran dan rekomendasi-rekomendasi mengenai masalah yang dihadapi. Untuk itu diperlukan
17
keahlian pimpinan untuk memberikan motivasi kepada bawahannya agar bisa bekerja sesuai dengan pengarahan yang diberikan. Menurut Manullang (2004) menyatakan bahwa “motivasi adalah memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya”. Sedangkan menurut Nanawi (2003), “ Motivasi adalah suatu kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan suatu perbuatan / kegiatan yang berlangsung secara sadar”.
2.4.1 Teori Motivasi Menurut Robbins (2002), ada beberapa teori motivasi diantaranya yaitu: 1. Herzberg Two Factor Theory Teori dua faktor dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Ia menggunakan teori Abraham Maslow sebagai titik acuannya. Herzberg melakukan penelitian tentang motivasi terhadap 20 orang akuntan dan insinyur yang dipekerjakan di berbagai perusahaan di sekitar Pittsburgh, Pensylvania. Masing-masing responden diminta
menceritakan kejadian yang dialami
oleh mereka
baik yang
menyenangkan atau tidak memberikan kepuasan. Kemudian hasil wawancara tersebut dianalisis dengan isi (content analysis) untuk menentukkan factor-faktor yang menyebabkan kepuasan atau ketidakpuasan. Dua factor yang menyebabkan timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Herzberg, yaitu faktor pemeliharaan (maintenance factors) dan faktor pemotivsian (motivational factors). Faktor pemotivasi disebut pula dissatifers,
18
hygiene factors, job context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawas, hubungan dengan subordinate, upah, keamanan kerja, kondisi kerja dan status. Sedangkan factor pemotivasian disebut pula satisfier, motivators, job content, intrinsic factor yang meliputi dorongan berprestasi, pengenalan, kemajuan (advancement), work itself, kesepakatan berkembang dan tanggungjawab. 2. Maslow Theory Maslow mengemukakan hasil-hasil pemikirannya mengenai motivasi kerja manusia dalam bukunya “Motivation and Personality” menurutnya seseorang bekerja atau berprilaku karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacammacam kebutuhannya dan kebutuhan manusia itu memiliki tingkatan atau hirarki. Ia mengelompokkan semua kebutuhan manusia dalam 5 (lima) tingkatan atau yang biasa disebut dengan hirarki kebutuhan Maslow, yaitu : a)
Kebutuhan Fisiologis, seperti pangan, sandang dan papan.
b) Kebutuhan keamanan, tidak hanya dalam arti fisik, akan tetapi juga mental dan psikologis, termasuk di dalamnya terbebas dari ancaman fisik dan kehilangan pekerjaan. c)
Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan akan pergaulan dan diterima dalam lingkungan sosialnya, kasih sayang dan afiliasi yaitu hasrat untuk mendapatkan hubungan antar pribadi yang ramah dan akrab.
d) Kebutuhan akan penghargaan dan prestise yang pada umumnya tercermin dalam berbagai symbol-simbol status.
19
e)
Aktualisasi diri dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata. Siagian (2002). Menurut Maslow 5 (lima) kategori tersebut saling berkaitan dalam bentuk
hierarki yang teratur, dimana satu kategori kebutuhan hanya menjadi aktif apabila tingkat kebutuhan yang lebih rendah terpenuhi yang akan mempengaruhi perilaku seseorang. Tingkat terendah dalam hirarki adalah tingkat kebutuhan fisiologis dan yang tertinggi adalah aktualisasi diri. Sejalan dengan berkembangnya dunia bisnis dan semakin berkembangnya kehidupan organisasi, maka teori klasik Maslow diatas semakin berkembang atau disempurnakan karena semakin berkembang dan bervariasi pula hierarki kebutuhan
manusia
yang
pada
awalnya
hierarki
kebutuhan
tersebut
diklasifikasikan atau dua tingkat kebutuhan yaitu primer dan kebuthan sekunder. Selanjutnya teori motivasi Maslow ini dikembangkan dan dilengkapi oleh Maslow dan Lowery pada tahun 1998. Mereka mengembangkan kebutuhan yang berbeda yaitu: a)
Cognitive yaitu kebutuhan untuk mengetahui, memahami dan menelusuri
b) Aesthetic yaitu kebutuhan akan keseimbangan, keteraturan dan keindahan c)
Self Actualization yaitu kebutuhan untuk diakui aspirasi dan harapannya dan menyadari potensi diri.
d) Seft – transcendence yaitu kebutuhan yang berhubungan dengan sesuatu yang melebihiegonya atau keinginan menolong orang lain dan memenuhi aspirasi.
20
Hirarki kebutuhan Maslow dan Lowery dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.1 berikut ini: Gambar. 2.1 Tingkatan Kebutuhan Menurut Abraham Maslow
Sumber Robins (2006:215) Alderfer berusaha untuk mengadakan revisi terhadap teori Maslow. Alderfer mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan manusia pada kenyataannya tidaklah berjenjang, tetapi menuntut pemuasan secara serentak. Misalnya manusia butuh makanan untuk mengatasi laparnya, dan sekaligus juga butuh rasa aman dan bebas dari ancaman fisik kehilangan pekerjaan.
21
3. ERG Theory (Existence, Relatedness, Growth) dari Alderfer Teori ERG Alderfer merupkan perluasan dari teori Maslow dan Herzberg. Teori ERG tidak terlalu berbeda dengan teori Maslow yang mengetengahkan tingkatan – tingkatan kebutuhan manusia. Teori ERG merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan yaitu : a. Existence Needs (kebutuhan eksistensi) Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi individu, seperti makan, minum, pakaian, bernafas, gaji, keamanan kondisi kerja, fringe benefits. b. Relatedness Needs (kebutuhan keterhubungan) Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalm berinteraksi dalm lingkungan kerja. c. Growth Needs (kebutuhan pertumbunhan) Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan kecakapan yang dimiliki setiap individu.
2.5. Pengertian Kinerja Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan (Robert L. Mathis dan John H. Jackson, 2002 : 78). Kinerja karyawan mempengaruhi seberapa banyak kontribusi karyawan kepada organisasi yang antara lain termasuk : 1. Kuantitas Output. 2. Kualitas Output.
22
3. Jangka Waktu Output 4. Kehadiran di tempat kerja. 5. Sikap Kooperatif Menurut Sulistiyani (2003) , “Kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan usaha dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya”. Sedangkan menurut Bernardin dan Rusell dalam Sulistiyani (2003:223_224), menyatakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Kinerja (performance) adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuia dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika (Suyadi, 2009) Istilah kinerja berasal dari Job Performance atau Actual Perfomance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. (Anwar P.M, 2005:67). Menurut Anwar (2005:67-68), ada beberapa faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja, yaitu : 1. Faktor Kemampuan (abilty)
23
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill ). Artinya, setiap pegawai yang memiliki
IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu, pegawai perlu ditempatkan sesuai dengan keahliannya. Menurut Suyadi (1999:193) secara sederhana kemampuan seseorang dapat dilihat dari keahlian atau skill yang dimiliki seseorang. Keahlian tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman. Menurut Siswanto (2003:236), kemampuan meliputi beberapa hal, yaitu : a. Kualitas kerja (quality of work). b. Kuantitas kerja (quantity of work). c. Pengetahuan tentang pekerjaan (knowledge of job). d. Kerja sama (coorperation). e. Pengambilan Keputusan (judgement).
2. Faktor Motivasi (Motivation) Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Sikap mental yang mendorong diri karyawan untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap secara mental, fisik, tujuan, dan situasi). Artinya, seseorang karyawan harus memiliki
24
sikap mental, mampu secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai kinerja yang maksimal. Pegawai akan mampu mencapai kinerja maksimal apabila pegawai tersebut memiliki motif berprestasi tinggi. Motif berprestasi tersebut perlu dimiliki oleh pegawai yang ditumbuhkan dari diri sendiri selain dari lingkungan kerja. Menurut Sagir dalam Siswanto (2003:269), mengemukakan unsur-unsur penggerak motivasi antara lain keinginan, penghargaan, tantangan tanggung jawab, pengembangan, keterlibatan dan kesempatan.
2.6. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh Simanungkalit pada tahun 2009 dengan judul penelitian “Pengaruh Diklat Teknis dan Motivasi terhadap Kinerja Alumni Balai Diklat Industri Regional Medan”. Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam metode pengumpulan data yaitu kuesioner sebagai alat pengumputan data dengan model Analisi Regresi Berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan teknis serta motivasi secara simultan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja alumni Balai Diklat Industri Regional I Medan. Berdasarkan pengujian variabel independen secara parsial, variabel pendidikan dan motivasi berpengaruh dalam peningkatan kinerja, program diklat teknis bermanfaat dalam meningkatkan kualitas pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki pegawai sebagai bekal untuk menyelesaikan tugastugas yang diberikan.
25
Dan penelitian yang dilakukan oleh Gidion pada tahun 2009 dengan judul “ Pengaruh pendidikan dan pelatihan, Motivasi serta Budaya Kerja terhadap Kinerja Pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A di Medan”. Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam sifat penelitian yaitu penjelasan (explanatory) dengan model Analisis Regresi Berganda. Metode pengumpulan data dilakukan dengan daftara pertanyaan (questonare) dan studi dokumentasi. Variabel-variabel dalam penelitian tersebut juga sama yaitu Pendidikan dan Pelatihan (X1), Motivasi (X2) dan Budaya Kerja (X3) serta Kinerja (Y). Hasil dari penelitian tersebut diperoleh bahwa secara serempak pendidikan dan pelatihan, motivasi serta budaya kerja berpengaruh sangat signifikan (high significant) terhadap kinerja pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita kelas II A Medan. Secara parsial motivasi dan buday kerja pegawai berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja pegawai Lembaga Pemasyarakatan Wanita kelas II A medan. Secara seremoak maupun parsial lingkungan kerja dan penghargaan berpengaruh sangat signifikan (high significant) terhadap motivasi kerja pegawai. Sedangkan penelitian yang dilakukan Hendrik pada tahun 2006 dengan judul penelitian “Pengaruh pendidikan dan pelatihan (diklat dan gaya kepemimpinan secara bersama-sama terhadap kinerja organisasi pada Biro Keungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Kesamaan dalam penelitian tersebut adalah dalam pemgumpulan data kuesioner sebagai alat pengumpulan data dengan model Analisis Regresi Berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) Pendidikan dan pelatihan (Diklat) pegawai berpengaruh nyata terhadap kinerja Organisai Biro Keungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Besarnya pengaruh
26
Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) pegawai terhadap kinerja Organisasi Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan ditentukan oleh dimensi mutu pendidikan dan pelatihan, pengembangan sikap, dan keterampilan atau kemampuan: (2) Gaya kepemimpinan berpengaruh nyata terhadap kinerja Organisasi Biro Keungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Besarnya pengaruh Gaya kepemimpinan terhadap kinerja organisasi Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan ditentukan oleh dimensi pendorong, perintah atau petunjuk, motivasi, dan kerjasama dengan bawahan; dan (3) secara semultan menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara pendidikan dan pelatihan (Diklat) dan gaya kepemimpinan secara bersama-sama terhadap kinerja Organisasi Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Secara parsial menunjukkan bahwa: a) Pendidikan dan pelatihan (Diklat) berpengaruh nyata terhadap kinerja Organisasi Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan, meskipun gaya kepemimpinan tetap; b) Gaya kepemimpinan berpengaruh nyata terhadap kinerja organisasi Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Selatan, meskipun pendidikan dan pelatihan (Diklat) tetap. Maka dapat disimpulkan dari beberapa penelitian terdahulu bahwa pendidikan dan pelatihan serta motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan. Pengaruh yang disebabkan pendidikan dan pelatihan serta motivasi dapat meningkatkan kinerja dalam suatu organisasi.
27