BAB II LANDASAN TEORI
A. Gambaran Umum Mengenai Perpaj akan 1. Pengertian dan Fungsi Pajak Pajak merupakan salah satu pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak telah ada sejak lama, dari adanya upeti wajib kepada penguasa berupa hasil tanam pada masa kerajaan, masa penjajahan hingga sekarang dengan polanya masing -masing. Pemungutan pajak yang semula berdasarkan aturan penguasa atau raja tanpa melibatkan pembayar pajak, kini berubah dengan melibatkan pembayar pajak melalui aturan yang dibuat antara penyelenggara pemerintah dengan rakya t melalui perwakilannya. Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro (1990 : 5), yang dikutip oleh Mardiasmo (2008 : 1) : Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang -undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur yang melekat pada pengertian pajak, yaitu: 1). Pajak dipungut berdasarkan undang -undang serta aturan pelaksanaannya. 2). Sifatnya dapat dipaksakan. 3). Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi secara langsung.
7
8
5). Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 6). Pajak diperuntukkan bagi pengelu aran-pengeluaran pemerintah. Menurut Muhammad dan Teguh ( 2008 : 2 ) pajak memiliki 2 (dua) macam fungsi, yaitu: 1) Fungsi Penerimaan (Budgetair) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran pemerintah baik pengeluaran r utin maupun pengeluaran pembangunan. 2) Fungsi Mengatur (Reguleren) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial dan ekonomi. Kedua fungsi tersebut merupakan peran utama pajak. Dalam perkembangannya, peran tersebut m enjadi lebih luas dengan adanya fungsi redistribusi dan demokrasi. Fungsi redistribusi yaitu fungsi yang lebih menekankan unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat. Fungsi ini terlihat dari adanya lapisan tarif dalam pengenaan pajak, yaitu tarif pajak yang lebih besar untuk tingkat atau lapisan penghasilan yang lebih tinggi. Fungsi demokrasi merupakan salah satu penjelmaan atau wujud gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan pembangunan. Fungsi ini pada saat sekarang sering dikaitkan dengan tingka t pelayanan pemerintah kepada masyarakat khususnya pembayar pajak. Apabila pajak telah dilaksanakan
9
dengan baik, maka imbal baliknya pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik. 2. Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan a tau perlawanan, Mardiasmo (2008 : 2) menjelaskan pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1). Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang -undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2). Pemungutan pajak harus berdasarkan undang -undang (Syarat Yuridis) Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan kea dilan. 3). Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun
perdagangan,
sehingga
tidak
perekonomian masyarakat. 4). Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)
menimbulkan
kelesuan
10
Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 5). Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenu hi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang -undang perpajakan yang baru. 3. Tata Cara Pemungutan Pajak Mardiasmo (2008 : 6) menjelaskan tata cara pemungutan pajak, sebagai berikut: 1)
Stelsel Pajak Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasa rkan 3 stelsel : a. Stelsel nyata (riel stesel) Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan yang nyata), sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. b. Stelsel anggapan (fictieve stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tah un pajak berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya
11
adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sesungguhnya. c. Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. 2) Asas Pemungutan Pajak Mardiasmo (2008 : 7), menjelaskan mengenai asas pemungutan pajak sebagai berikut: a. Asas domisili (asas tempat tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri. b. Asas sumber Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak. c. Asas kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan deng an kebangsaan suatu negara. 3) Sistem Pemungutan Pajak Sistem pemungutan pajak yang dijelaskan oleh Mardiasmo (2008 : 7) sebagai berikut :
12
a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk mene ntukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya: a). wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus, b). wajib pajak bersifat pasif, c). utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Ciri-cirinya: a).wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri, b).Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak terutangnya, c).fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Waj ib Pajak yang
13
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak 4. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak Menurut Mardiasmo (2008:8), ada 2 (dua) ajaran yang mengatur utang pajak: 1) Ajaran formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system. 2) Ajaran Materiil Utang pajak timbul karena berlak unya undang-undang.
Ajaran ini
diterapkan pada self assessment system. Waluyo (2007 : 19) menjelaskan bahwa hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal : 1) Pembayaran Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan hapus karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas negara. 2) Kompensasi Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak. 3) Daluwarsa Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan.
14
4) Pembebasan Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok paja knya, tetapi terhadap sanksi administrasi. 5) Penghapusan Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan Wajib Pajak misalnya keadaan keuangan Wajib Pajak 5. Hambatan Pemungutan Pajak Menurut Maridasmo (2008 : 8), hambatan tehadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi : 1) Perlawanan pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain: a.
perkembangan intelektual dan moral masyarakat,
b.
sistem perpajakan yang ( mungkin) sulit dipahami m asyarakat,
c.
sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
2) Perlawanan aktif Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain: a.
Tax avoidance, uasaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang,
15
b.
Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
B. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 1. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPW P) Dalam KUP Pasal 2, menjelaskan pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagai berikut : Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 1) Fungsi NPWP Menurut Muhammad dan Teguh (2008 : 15), NPWP memiliki fungsi sebagai berikut : a. sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak. Oleh karena itu, kepada setiap Wajib Pajak hanya diberikan satu Nomor Pokok Wajib Pajak, b. dipergunakan untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan, c. untuk keperluan yang berh ubungna dengan dokumen perpajakan, sehingga semua yang berhubungna dengan dokumen perpajakan harus mencantumkan NPWP, d. untuk memenuhi kewajiban perpajakan, misalnya dalam Surat Setoran Pajak,
16
e. untuk mendapatkan pelayanan dari instansi -instansi tertentu yang mewajibkan mencantumkan NPWP dalam dokumen -dokumen yang diwajibkan. f. untuk keperluan pelaporan SPT Masa dan Tahunan. 2) Pendaftaran NPWP Mardiasmo (2008 : 24) menjelaskan mengenai pendaftaran NPWP yaitu; semua Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan sub yektif dan obyektif sesuai dengan ketentuan perundang -undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan sekaligus untuk mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak. Persyaratan subyektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subyek pajak dalam Undang -Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Persyaratan obyektif adalah persyaratan bagi subyek pajak yang menerima atau memperoleh penghasi lan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang -Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya. Tempat pendaftaran dilakukan pada kantor Direktorat Dirjen Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor Direktorat Jendral Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
17
Kewajiban mendaftarkan diri tersebut berlaku juga pada wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah karena hid up terpisah berdasarkan keputusan hukum atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta. Direktorat Jendral Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan apabila Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan su byektif dan obyektif tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan dimulai sejak saat Wajib Pajak memenuhi persyaratan subyektif dan obyektif sesuai dengan keten tuan peraturan perundang-undangan perpajakan paling lama 5 (lima) tahun sebelum diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak. Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP dibatasi jangka waktunya, karena hal ini berkaitan dengan saat pajak terutang dan kewajiban mengenakan pajak terutang. Jangka waktu pendaftaran NPWP adalah sebagai berikut: a. Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan. b. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau
tidak
melakukan
pekerjaan
bebas
apabila
jumlah
penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan
18
telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak, wajib mendaftarkan diri pada akhir bulan berikutnya. 3) Penerbitan NPWP Secara Jabatan Muhammad dan Teguh (2008 : 22) menjelaskan bahwa Direktort Jenderal Pajak (pasal 2 ayat (4) UU KUP) dapat menerbitkan NPWP dan mengukukan PKP secara jabatan apabila orang pribadi atau badan telah memenuhi syarat sebagai WP/PKP tetapi tidak mendaftarkan diri dan atau tidak melaporkan usahanya. Pemberian NPWP secara jabatan atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila data yang diperoleh atau dimiliki oleh Direktorat Jendral Pajak tern yata orang pribadi atau badan tersebut memenuhi syarat untuk diberikan NPWP atau dikukuhkan sebagai PKP (penjelasan Pasal 2 UU KUP). Pelaksanaan ketentuan tersebut adalah KEP-144/PJ./2005 tanggal 31 Agustus 2005 tentang Tata Cara Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak Secara Jabatan Oleh Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Dan Penghapusannya. 4) Sanksi Menurut Mardiasmo (2008:25), setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak, atau menyalahgunakan atau menggun akan tanpa hak NPWP sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun
19
dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana yang dijatuhkan. Setiap orang yang melakukan tindak pidana menyalahgunaan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib dalam rangka mengajukan permohonan
restitusi
atau
melakukan
kompensasi
pajak
atau
pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan / atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan / atau kompensasi atau pengkredi tan yang dilakukan. 5) Penghapusan NPWP Menurut Mardiasmo (2008:26), penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dilakukan oleh Direktorat Jendral Pajak apabila : a. diajukan permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak oleh Wajib Pajak dan / atau ahli warisnya apabil a Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif dan/atau obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan,
20
b. Wajib Pajak badan dilikuidasi karena penghentian atau oenggabungan usaha, c. wanita yang sebelumnya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dalam hal suami dari wanita tersebut telah terdaftar sebagai Wajib Pajak, d. wajib Pajak bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia, atau e. dianggap perlu oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk menghapuskan Nomor Pokok Wajib Pajak dari Wajib Pajak yang sudah tidak memenuhi persyaratan subyektif dan/atau obyektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan perpajakan. Direktorat Jendral Pajak setelah melaku kan pemeriksaan harus memberikan keputusan atas permohonan panghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara len gkap. 2. Surat Pemberitahun (SPT) Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) menurut Mardiasmo (2008 :29) adalah sebagai berikut : Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, obyek pajak dan/atau bukan obyek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan perpajakan.
21
1) Fungsi SPT Fungsi SPT yang dijelaskan oleh Mardiasmo (2008 : 29) adalah sebagai berikut ; SPT berfungsi bagi Wajib Pajak Pajak Penghasilan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang: a. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotonga n atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak, b. penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak, c. harta dan kewajiban, dan/atau, d. pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang -undangan perpajakan. 2) Pembetulan SPT Mardiasmo (2008 : 30) menjelaskan mengenai pembetulan SPT dengan cara Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat memb etulkan SPT yang telah disampaikan dengan menyampaikan pernyataan tertulis, dengan syarat Direktorat Jendral Pajak belum melakukan pemeriksaan, dan jika dinyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum da luwarsa penetapan.
22
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan maupun SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar akan dikenai sanksi 2% (dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. Walaupun telah dilakukan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak, terhadap ketidakb enaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang besert a sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang bayar. Walaupun Direktur Jendral Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan syarat Direktur Jendral Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak, Waj ib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian SPT yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan sebenarnya, yang dapat: a. Pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih kecil;
23
b. Rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau lebih besar; c. Jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; d. Jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil. Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ini beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. 3) Jenis SPT Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu masa pajak. b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. SPT meliputi : a. SPT Tahunan Pajak Penghasilan; b. SPT Masa yang terdiri dari : 1). SPT Masa Pajak Penghasilan; 2). SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai; dan 3). SPT Masa Pertambahan Nilai bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai. SPT dapat berbentuk : a. Formulir kertas (hardcopy) ; atau
24
b. e-SPT 4). Batas Waktu Penyampaian SPT Batas waktu penyampaian SPT adalah: a. untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak, b. untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, c. untuk SPT Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. 5). Perpanjangan Jangka Waktu Penyampaian SPT Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan sebagaimana dimaksud untuk paling lama 2 (dua) bulan sejak
batas
waktu
penyamp aian
SPT
Tahunan
dengan
cara
menyampaikan Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan. Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan dibuat secara tertulis dan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak, sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan berakhir, dengan dilampi ri : a. Penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak yang batas waktupenyampainnya diperpanjang; b. Laporan keuangan sementara; dan c. Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan keurangan pembayaran pajak yang terutang.
25
6). Sanksi Terlambat atau Tidak Menyampaikan SPT Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar : a. Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah) untuk SPT Masa Paja k Pertambahan Nilai, b. Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Masa lainnya, c. Rp. 1.000.000 (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, d. Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang P ribadi. 3. Pemeriksaan 1) Definisi Pemeriksaan Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diberi kepercayaan penuh dalam menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Pengujian ketaatan dan kebenaran dilakukan penyuluhan,
melalui
pemeriks aan.
pelayanan
dan
Fiskus
melaksanakan
pembinaan/pengawasan.
fungsi
Pengertian
pemeriksaan menurut Muhammad dan Teguh ( 2008 : 59) adalah : Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keteranga n lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (KMK Nomor 545/KMK.04/2000).
26
2) Tujuan Pemeriksaaan Menurut Mardiasmo (2008 : 50) pemeriks aan memiliki tujuan, sebagai berikut : a. Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. b. Tujuan lainnya adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. 3) Produk Pemeriksaan Muhammad dan Teguh (2008 : 59 ) menjelaskan sebagai konsekuensi dari proses, pemeriksaan mengeluarkan produk -produk yang akan membantu dalam proses. Produk ini berupa : 1) Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB) SKPKB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar. SKPKB dapat diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun. 2) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) SKPLB adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang. 3) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
27
SKPN adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang atau tidak ada kredit pajak. 4) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) SKPKBT adalah surat ketetapan paja k yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan (dalam surat ketetapan pajak yang telah diterbitkan sebelumnya). 4. Penyidikan Menurut Mardiasmo (2008 : 52), penyidikan memiliki arti: Penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan adalah se rangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangka.
Penyidikan tindak pidana bidang perpajakan dilaksanakan m enurut ketentuan yang diatur dalam Undang -undang nomor 8/1981 tentang KUHAP. Dalam UU KUP Pasal 44 menjelasakan bahwa penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Je nderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana di bidang perpajakan.
28
C. Sunset Policy 1. Latar Belakang sunset policy Sunset Policy adalah nama kebijakan dalam suatu undang -undang yang bersifat khusus dan berlaku untuk jangka wak tu yang terbatas (hanya selama tahun 2008). Konsep dasar undang -undang perpajakan yang mendasari sunset policy adalah sistem self assessment. Dalam sistem self assessment, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sebagai konsekuensi pemberian kepercayaan tersebut, Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) berikut keterangan dan/atau dokumen yang har us dilampirkan, yang telah diisi secara benar, lengkap dan jelas. Oleh karena itu dalam rangka memperoleh fasilitas sunset policy Wajib Pajak juga diberi kepercayaan untuk menentukan SPT atau pembetulan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (SPT Tahunan PPh) Tahun Pajak yang akan disampaikan. Undang-undang KUP memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila masyarakat ti dak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat Jenderal
29
Pajak ditahun 2008 ini memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menyampaikan atau membetulkan SPT Tahunan PPh untuk Tahun -Tahun Pajak yang lalu. Tujuan dilaksanakan sunset policy adalah untuk meberi kesempatan kepada
seluruh
penghapusan
masyarakat
sanksi
Indonesia
administrasi
berupa
untuk bunga
memperoleh atas
fasilitas
keterlambatan
pembayaran pajak atau bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar. a. Aturan Pelaksanaan sunset policy Pelaksanaan
sunset policy
diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan No. 66/PMK .03/ 2008 tentang tata cara penyampaian atau pembetulan surat pamberitahuan dan persyaratan wajib pajak yang dapat diberikan penghapusan sanksi administrasi dal am rangka penerapan pasal 37A Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007. Yang selanjutnya diatur dalam Peraturan Direktur Jendra l Pajak No. 30/PJ/2008 tentang perubahan atas peraturan Direktur Jendral Pajak no. 27/PJ/2008 tentang tata cara penyampaian, pengadministrasian, serta penghapusan sanksi administrasi sehubungan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk tahun pajak 2007dan sebelumnya, dan sehubungan dengan pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak atau Wajib Pajak Badan untuk tahun pajak sebelum tahun pajak 2007. Yang kemudian diatur dalam Sura t
30
Edaran No. SE-33/PJ/2008 tentang Tata Cara pemberian NPWP, penerimaan dan pengolahan SPT Tahunan PPh, penghapusan sanksi administrasi, penghentian pemeriksaan, dan pengadministrasian laporan terkait dengan pelaksanaan Pasal 37A Undang -Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. b). Penerapan sunset policy Darmin Nasution selaku Direktur Jenderal Pajak periode 2006 2009
menjelaskan
bahwa
Sunset
Policy
merupakan
fasilitas
penghapusan sanksi pajak penghasilan orang pribadi atau badan berupa bunga atas kekurangan pembayaran pajak yang dapat dinikmati oleh masyarakat baik yang belum memiliki NPWP maupun yang telah memliki NPWP pada tanggal 1 Januari 2008. Selanjutnya ketentuan mengenai Sunset Policy lebih jelas diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 66/PMK .03/ 2008 tentang tata cara
penyampaian
atau
pembetulan
surat
pemberitahuan
dan
persyaratan wajib pajak yang dapat diberikan penghapusan sanksi administrasi dalam rangka penerapan pasal 37A Undang -Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umu m Dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007. Orang pribadi yang belum memiliki NPWP pada tanggal 1 Januari 2008 dapat menikmati fasilitas Sunset Policy apabila:
31
1. secara sukarela mendaftarkan diri untuk mernperoleh NPWP dalam tahun 2008; 2. tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; 3. mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi untuk ta hun pajak 2007 dan tahun-tahun sebelumnya terhitung sejak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling lambat tanggal 31 Maret 2009; dan 4. melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar sebelurn SPT Tahunan PPh-nya disampaikan. Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang telah memiliki NPWP pada tanggal 1 Januari 2008 juga dapat menikmati fasilitas Sunset Policy apabila: 1.belum diterbitkan surat ketetapan pajak; 2.belum dilakukan pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan pemeriksaan,
pemeriksa
pajak
belum
menyampaikan
Surat
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP); 3.tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan; 4.telah dilakukan pemeriksaan b ukti permulaan, tetapi pemeriksaan bukti permulaan tersebut tidak dilanjutkan dengan tindakan penyidikan
32
karena tidak diternukan adanya bukti permulaan tentang tindak pidana di bidang perpajakan; 5.membetulkan SPT Tahunan PPh tahun pajak 2006 dan/atau t ahuntahun sebelumnya dalam tahun 2008 dengan tambahan pembayaran pajak; dan 6.melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar sebelum SPT Tahunan PPh-nya disampaikan. Wajib Pajak yang memanfaatkan Sunset Policy memperoleh fasilitas: 1.penghapusan
sanksi
pajak
berupa
bunga
atas
keterlambatan
pembayaran pajak yang tidak atau kurang dibayar; 2.penghentian pemeriksaan pajak, dalam hal pemeriksa pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP); 3.tidak dilakukan pemeriksaan pajak sehubungan den gan penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan PPh, kecuali terdapat data atau informasi lain yang menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh yang disampaikan tidak benar; dan 4.data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT dalam rangka Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak-pajak lainnya. Sunset Policy merupakan kebijakan untuk memulai keterbukaan dalam melaksanakan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan. Oleh karena itu, masyarakat perlu menyikapinya dengan se ksama. Ketentuan
33
Umum dan Tata Cara Perpajakan yang baru memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengumpulkan data dan informasi secara berkesinambungan dan instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain baik pemerintah maupun swast a. Direktorat Jenderal Pajak mempunyai data perpajakan yang memungkinkan DJP untuk mendeteksi ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan tidak m emanfaatkan Sunset Policy, menghadapi risiko dikenai sanksi perpajakan yang berat. Sunset policy ini hanya berlaku dalam tahun 2008, namun dalam pelaksanaanya diperpanjang hingga 28 Februari 2009.
D. Penerimaan Pajak Pada dasarnya, pajak yang dibayarkan o leh Wajib Pajak akan disetorkan ke kas negara dalam rangka sebagai pendapatan bagi negara serta dijadikan salah satu sumber pembiayaan negara. Menurut Tony ( 2006: 13) terdapat beberapa manfaat uang pajak, yaitu: 1. Pajak merupakan salah satu sumber penerima an Negara Negara dalam menjalankan tugas rutin dan pembangunan memerlukan biaya. Biaya tersebut antara lain diperoleh dari penerimaan pajak, pengeluaran rutin, seperti belanja pegawai, belanja barang dan pemeliharaan yang biayanya berasal dari penerimaan p ajak, sedangkan pengeluaran pembangunan bersumber dari tabungan pemerintah, yaitu
34
penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluara -pengeluaran rutin. Tabungan pemerintah tersebut setiap tahun harus meningkat sesuai dengan kebutuhan pembiayaan pembangunan. Pene rimaan dalam negeri terdiri atas penerimaan migas dan non migas sebagian besar merupakan penerimaan yang bersumber dari penerimaan pajak. 2. Pajak merupakan salah satu alat pemerataan pendapatan Pengenaan pajak dengan tarif progresif dimaksudkan untuk meng enakan pajak yang lebih tinggi pada golongan yang lebih mampu. Dana yang dipindahkan dari sektor swasta ke sektor pemerintah dipergunakan untuk membiayai proyek-proyek yang terutama dinikmati oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah, seperti untuk sarana peribadatan, sarana pendidikan, sarana transportasi, saran kesehatan dan sarana pertahanan/keamanan. 3. Pajak merupakan salah satu untuk mendorong Sebagaimana telah disebutkan dalam fungsi budgeter, apabila masih ada sisa dari dana yang dipergunakan untuk me mbiayai pengeluaran negara (rutin), maka kelebihan tersebut dapat dipakai untuk tabungan pemerintah, Setiap jenis pajak yang diterima dari Wajib Pajak akan disetorkan kepada kas negara, yang dimasukkan dalam APBN. Penerimaan pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar yang diharapkan akan diperoleh dan dimasukkan dalam APBN, yang selanjutnya akan digunakan untuk keperluan negara.