7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Evaluasi Bahan Industri Sifat-sifat khas bahan industri perlu dikenal baik karena bahan tersebut digunakan untuk berbagai macam keperluan dalam berbagai keadaan. Sifat-sifat bahan yang diinginkan sangat banyak, termasuk: sifat mekanik (kekuatan, kekerasan, kekakuan, keliatan, keuletan, kepekaan takikan atau kekuatan impak), sifat-sifat listrik (hantaran listrik dielektrisitas) sifat-sifat magnet (permeabilitas, koersivitas, histristis, dsb), sifat-sifat termal (panas jenis, pemuaian, konduktivitas), sifat-sifat kimia (reaksi kimia, kombinasi, segregasi, ketahanan korosi), sifat-sifat fisik (ukuran, masa, jenis, struktur), sifat-sifat teknologi (mampu mesin, mampu keras). Kebanyakan sifat-sifat tersebut oleh jenis dan perbandingan atom yang membentuk bahan, yaitu unsur dan komposisinya. Sifat-sifat mekanik yaitu kekuatannya demikian juga sifat ketahanan korosi termasuk reaksi kimianya, dipengaruhi oleh adanya sedikit ketidakmurnian, inklusi atau cacat mikro, sifat tersebut dinamakan struktur. Besi dan baja paling banyak dipakai sebagai bahan industri yang merupakan sumber sangat besar, dimana sebagian ditentukan oleh nilai ekonomisnya, tetapi yang paling penting karena sifat-sifatnya yang bervariasi, yaitu bahwa bahan tersebut mempunyai berbagai sifat dari yang paling lunak
ASBAR MARLON - 41312110078
8
sampai yang paling keras dan tajam pun untuk pisau pemotong dapat dibuat, atau apa saja dengan bentuk apapun dapat dibuat dengan pengecoran. 2.2 Klasifikasi Bahan Teknik Terdapat banyak sekali jenis material yang tersedia di alam. Di dalam dunia teknik, material umumnya diklasifikasikan menjadi lima jenis yaitu: material logam, keramik, glass, elastomer, polymer, dan material komposit.
Gambar 2.1 Klasifikasi Material Teknik [1] Secara garis besar bahan teknik dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok besar yaitu: 1. Bahan Logam Bahan logam tersebut biasanya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: •
Penghantar listrik / panas yang baik.
•
Dapat dibentuk dengan proses panas dan dingin.
•
Mempunyai tegangan tarik tinggi.
2. Bahan bukan logam Bahan bukan logam biasanya mempunyai sifat-sifat sebagai berikut: •
Tidak baik untuk penghantar listrik / panas.
•
Sulit untuk dibentuk.
ASBAR MARLON - 41312110078
9
•
Tegangan tarik rendah.
•
Baik sebagai isolator / bahan isolator.
2.2.1 Pengelompokan Bahan Logam Bahan logam dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu: 1. Logam Besi (Ferrous) Bahan logam besi mempunyai kandungan besi (Fe) dengan tingkat kemurnian sampai 100%. Besi murni ini mempunyai titik cair 1540° C dan massa jenis 7,86 kg/dm3. Logam besi dibedakan dalam dua macam yaitu: 1. Baja Yaitu logam besi yang mengandung karbon (C) < 2,06. 2. Baja tuang Yaitu logam besi yang mengandung karbon (C) > 2,06. 2. Logam bukan besi (Non ferrous) Logam bukan besi adalah semua bahan logam yang tidak mengandung besi (Fe). Menurut massa jenisnya logam bukan besi dibedakan dua macam yaitu: 1. Logam berat Semua logam bukan besi yang mempunyai massa – jenis > 5 kg/dm3. Contoh: Tembaga (Cu), Seng (Zn), Crom (Cr), Nikel (Ni). 2. Logam ringan Semua logam bukan besi mempunyai massa – jenis < 5 kg/dm3. Contoh: Alumunium (Al), Titanium (Ti), Magnesium (Mg), Berylium (Be). •
Logam mulia
ASBAR MARLON - 41312110078
10
Logam mulia dikategorikan juga termasuk logam berat, tetapi mempunyai sifat-sifat khusus seperti tahan terhadap bahan imia, tahan terhadap korosi. Contoh: Emas (Au), Platina (Pt), Perak (Ag). Tabel 2.1 Sifat-Sifat Bahan Logam Pada Suhu Ruang Bahan
Densitas,
E,
g/cm3*
Gpa
Mg - 6Al - 0,3Mn
1,8
Be - 38Al 99,5% A1
Tanda AM60B
A1100 A7075-T6
Komposisi
Al - 5,5Zn -1,6Cu 2,5Mg Ti - 6Al - 4V
AC41A AISI 1008
Zn - 4Al - 1Cu 0,04Mg Fe - 0,08C
AISI
Fe - 0,4C - 1Cr -
4140
0,2Ni
AISI 304 Besi cor kelabu
Fe - 0,08C - 19Cr 9Ni Fe - 3C - 2Si, tarik
YS, Mpa
TS, Mpa
el., %
45
130
220
6
2,1
200
190-310
260-380
7-2
2,71
70
35-150
90-165
35-5
2,8
70
105-500
230-570
17-11
4,43
120
920
1000
16
6,6
330
7,87
200
160-700
260-700
45-2
7,82
200
4200-1700
650-1900
41511
7,9
193
205-2000
515-2200
7,15
N.A.
N.A.
150-430
tekan C10100 C26000
99,99% Cu
0,5
570-1300 8,9
130
70-365
220-225
55-4
8,53
110
75-450
300-900
66-3
Nikel
8,9
205
110-620
340-660
50-4
W (pada suhu 500° C)
19,3
405
110
300
50
70Cu - 30Zn kuningan
∗ Sama dengan Mg/m3 (dikalikan 1000 untuk memperoleh kg/m3). ASBAR MARLON - 41312110078
11
2.2.2
Pengelompokan Bahan Bukan logam Bahan Bukan Logam dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok yaitu: 1. Bahan sintetis Bahan-bahan bukan logam yang telah mengalami proses kimia. Contoh: Plastik, Porselin, Nilon, Karet Sintetis. 2. Bahan alami Bahan-bahan bukan logam yang belum mengalami proses kimia atau yang sudah mengalami proses fisika. Contoh: Batu, Batu Bara, Belerang, Kayu. Bahan alami dibedakan menjadi dua macam yaitu: 1.
Bahan alami murni yaitu bahan bukan logam yang belum mengalami proses kimia. Contoh: Silisium, Belerang, Batu Bara, Minyak Bumi, dan semua bahan-bahan logam yang baru diambil dari sumbernya atau sebagai bahan asal pembuatan bahan sintetis.
2.
Bahan alami olahan yaitu bahan bukan logam yang sudah mengalami proses fisika, artinya semua sifat-sifat bahan tersebut masih dapat dikenali. Contoh: Kulit, Kertas, Arang kayu.
2.2.3
Bahan Paduan Logam dan Bukan Logam Bahan paduan logam yaitu paduan dua bahan atau lebih dimana komposisi kimia dari bahan tersebut tidak berubah. Contoh: Kuningan (Cu Zn) = Tembaga (Cu) + Seng (Zn). Pada bahan paduan tersebut terjadi perubahan bentuk maupun sifatsifatnya.
ASBAR MARLON - 41312110078
12
Macam-macam bahan paduan: • Bahan Paduan adalah suatu bahan campuran dari dua macam atau lebih bahan logam yang dipadukan dalam keadaan cair. Contoh: Perunggu, Kuningan, Baja Nikel, Baja Krom, dan lain lain. • Bahan Anyaman adalah suatu bahan campuran dari dua bahan atau lebih yang diperkuat dengan jalan anyaman. Contoh: Sabuk ban, Kanvas rem. • Bahan Lapisan adalah campuran dua bahan yang diperkuat dengan lapisan bahan lain. Contoh: Paking kepala silinder, Kaca lapis. • Bahan lapis permukaan adalah campuran bahan yang bertujuan untuk melindungi bahan terhadap karat, korosi, dan member daya tehan terhadap gesekan Contoh: Verkroom, Vernikel, Galvanis.
2.3 Pengelompokan Baja 2.3.1
Baja Karbon Baja karbon adalah paduan besi karbon dimana unsur karbon sangat menentukan sifat-sifatnya, sedang unsur-unsur paduan lainnya yang
biasa
terkandung
didalamnya
terjadi
karena
proses
pembuatannya. Sifat baja karbon biasanya ditentukan oleh persentase karbon dan mikrostruktur. ‐ Baja karbon-rendah (dibawah 0,15%-0,30% C) mengandung terlalu sedikit karbon untuk dapat dikeraskan dan digunakan dalam pengerjaan panas. Baja dengan kandungan karbon di bawah 0,25% memiliki kekuatan yang sedikit lebih tinggi namun masih mudah untuk dilas dan banyak digunakan untuk keperluan struktural sebagai batangan, profil, dan pelat rolan panas.
ASBAR MARLON - 41312110078
13
‐ Baja karbon-sedang (0,30-0,60% C) sering dikenai perlakuan panas (dicelup dingin dan ditemper) setelah dimanufaktur melalui pengerjaan logam panas dan dingin. ‐ Baja karbon-tinggi (0,60-1,7% C) digunakan untuk aplikasi semisal pegas dan komponen-komponen tahan-aus.
2.3.2
Baja Paduan Baja paduan adalah baja yang mengandung satu unsur lain atau lebih, dengan kadar yang lebih dari pada biasanya dalam baja karbon. Menurut kadar paduan, baja paduan dapat dibagi kedalam dua golongan yaitu baja paduan rendah dan baja paduan tinggi.
2.3.3
Baja Khusus Baja khusus mempunyai unsur-unsur paduan yang tinggi karena pemakaian khusus. Baja khusus yaitu baja tahan karat, baja tahan panas, baja perkakas, baja listrik. Unsur utama dalam baja tahan karat adalah krom sebagai unsur terpenting untuk memperoleh sifat tahan terhadap korosi. Baja tahan karat ada tiga macam menurut strukturnya yaitu baja tahan karat feritis, baja tahan karat martensitas dan austensitas. Baja tahan panas, tahan teradap korosi. Baja ini harus tahan korosi pada suhu lebih tinggi atau oksidasi. Baja perkakas adalah baja yang dibuat tidak berukuran besar tetapi memegang peranan dalam industry industry. Unsur-unsur paduan dalam karbitnya diperlukan untuk memperoleh sifat-sifat tersebut dan kuat pada temperatur tinggi. Baja listrik banyak dipakai dalam bidang elektronika.
2.4 Macam-macam Baja dan Penggolongannya Baja berdasarkan pemakaian dalam teknik, dapat diklasifikasikan dalam 2 (dua) kelompok yaitu:
ASBAR MARLON - 41312110078
14
•
Baja konstruksi.
•
Baja perkakas.
Dari kedua kelompok baja tersebut diatas masih juga dapat digolongkan dalam 3 (tiga) macam yaitu: 1. Baja yang tidak dipadu. Dengan ciri-ciri mengandung 0.06 – 1.5 % C dan dengan sedikit mangan (Mn), Silisium (Si), Posphor (P), dan belerang (S). 2. Baja paduan rendah. Mengandung
0.06 – 1.5 % C, dan ditambah dengan bahan paduan
maksimum 5 % (kurang dari 5 %). 3. Baja paduan tinggi. Mengandung 0.03 – 2.02 % C dan ditambah dengan bahan paduan lebih dari 5 % bahan paduan. 2.4.1
Baja Konstruksi Baja konstruksi banyak dipergunakan untuk keperluan konstruksi-konstruksi bangunan dan pembuatan bagian-bagian mesin. Berdasarkan campuran dan proses pembuatannya, baja konstruksi dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu: 1. Baja kwalitet tinggi. 2. Baja spesial. 3. Baja karbon. Baja konstruksi dalam penggunaannya ditentukan oleh kekuatan tarik minimumnya. Kekuatan tarik dari baja konstruksi akan semakin besar, bila kandungan karbon dari baja tersebut semakin tinggi. Akan tetapi dengan semakin tingginya kandungan karbon, maka baja akan menjadi rapuh. Demikian pula kemampuan untuk
ASBAR MARLON - 41312110078
15
dikerjakan dengan cara panas, cara dingin, dan dengan mesin-mesin perkakas akan menjadi jelek.
2.4.2
Baja Otomat Baja otomat terdiri dari kelompok baja kwalitet tinggi yang tidak dipadu dan paduan rendah dengan kadar belerang (S) dan phosphor (P) yang tinggi. Baja ini mengandung 0.07 – 0.65 % C, 0.18 – 4 % S, 0.6 – 1.5 % Mn, dan 0.05 – 0.4 % Si, untuk menghaluskan permukaan ditambah lagi 0.15 – 0.3 % Timbel (P), karena kandungan belerang dan posphornya sangat tinggi, maka baja otomat tersebut sangat tidak baik untuk dilas.
2.4.3
Baja Case Hardening Baja case hardening diperoleh dengan menaruh komponen baja ringan diantara bahan yang kaya dengan karbon (C) dan memanaskannya hingga diatas suhu kritis antara 900° - 950° C, dalam waktu yang cukup lama untuk mendapatkan lapisan permukaan yang kaya akan karbon (C). Baja case hardening terdiri dari baja kwalitet tinggi yang tidak dipadu dan baja spesial yang tidak dipadu atau yang dipadu. Supaya inti dari baja tetap liat, maka kandungan karbon (C) tidak boleh lebih dari 2.06 %. Kandungan karbon (C) baja yang telah dikarbonisasi pada bagian permukaan benda kerja terletak antara 0.6 – 0.9 %.
2.4.4
Baja Perkakas Baja perkakas ini banyak dipergunakan untuk bahan membuat perkakas-perkakas seperti: stempel, kaliber, dan alat-alat potong. Baja perkakas dikelompokkan berdasarkan: • Keadaaan paduan: tidak dipadu, paduan rendah dan paduan tinggi
ASBAR MARLON - 41312110078
16
• Bahan pendingin untuk pengerasan: Air, minyak, dan udara. • Proses pengerjaannya: Pengerjaan panas dan pengerjaan dingin
2.4.5
Baja Perkakas Tanpa Paduan Baja perkakas tanpa paduan mempunyai sifat-sifat yang terpenting yaitu: •
Kandungan karbon (C) antara 3,5 – 1,6 %.
•
Temperatur pengerasan antara 750° - 850° C.
•
Temperatur tempering antara 100° - 300° C.
•
Temperatur kerja sampai dengan 200° C. Adapun penggunaan dari baja perkakas tanpa paduan ini
sangat ditentukan oleh jumlah kandungan karbon (C) nya. Contoh: Tabel 2.2 Penggunaan baja perkakas tanpa paduan [2] Kandungan
Digunakan untuk pembuatan
Karbon
Sifat-sifat
0,5 %
Kapak, martil, landasan tempa
Sangat rapuh
0,8 %
Penitik, gunting, pisau
Rapuh
0,9 %
Perkakas tukang kayu, pahat
Rapuh, keras
1,2 %
Kikir, penggores, gunting
Keras
1,3 %
Mata bor, skraper
Keras, rapuh
1,5 %
Reamer, matras
Sangat keras
Baja dari group ini dapat dikeraskan dengan jalan dicelupkan ke air dan pada temperatur kerja diatas 200° C kemampuan potongnya hilang, karena itu banyak digunakan untuk pembuatan perkakasperkakas yang tidak mempunyai temperatur kerja tinggi.
ASBAR MARLON - 41312110078
17
2.4.6
Baja Paduan Dengan memadukan unsur-unsur logam lain terhadap baja paduan mempunyai maksud sebagai berikut: • Meningkatkan kekerasan. • Memperbaiki sifat dari baja tersebut. Adapun unsur-unsur paduan untuk baja paduan dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu: • Unsur yang membuat baja menjadi kuat dan ulet / liat dengan menguraikan kedalam ferrite (seperti misalnya Ni, Mn, sedikit Cr dan Mo). Unsur-unsur tersebut terutama dipergunakan untuk pembuatan baja konstruksi. • Unsur-unsur yang bereaksi dengan karbon dalam baja akan membentuk karbida yang lebih keras dari sementit, misalnya unsurunsur Cr, W, Mo, dan V. Unsur-unsur ini terutama dipergunakan untuk pembuatan baja perkakas. Pengaruh dari berbagai unsur untuk memperbaiki sifat-sifat baja dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2.3 Pengaruh Berbagai Unsur Untuk Memperbaiki Sifat-Sifat Baja [2] Unsur
Sifat-sifat
C
Kekuatan Kekerasan Elastisitas Tahan panas Daya hantar listrik Sifat magnetis Tahan korosi Tahan aus Perpanjangan panas Kemampuan tempa
ASBAR MARLON - 41312110078
Si
Mn Cr Ni
W Mo
V
Co Al
Ti
18
Keterangan: Mempertinggi / memperbaiki
●
:
∆
: Mengurangi / Memperjelek Untuk banyak aplikasi, baja karbon tidak menyediakan
kombinasi sifat-sifat yang diperlukan karena itu dibuatlah baja-baja paduan yang lebih mahal. • Baja Paduan Rendah Berkekuatan Tinggi (HSLA) Baja ini mengandalkan Ti, V, atau Nb dalam jumlah yang sangat kecil, disertai dengan pemrosesan termomekanika untuk mengembangkan kekuatan dan keuletan yang tinggi. Presipitat karbonitrid menghambat pertumbuhan butir di dalam austenite dan dengan demikian menghaluskan ferit yang terbentuk pada saat pendinginan dari suhu pengerjaan panas terkontrol. Kombinasi penghalusan butir dan pengerasan presipitasi menghasilkan kekuatan luluh yang tinggi (350-560 MPa). Inklusi sulfida mangan yang ulet cenderung menggulung ke dalam bentuk serabu-serabut dan mengorbankan sifat-sifat impak arah melintang baja. Penambahan Zr atau Ti akan mengurangi plastisitas inklusi dan mencegah penyebarannya, yang demikian akan menghilangkan efek-efek merugikan dari inklusi. • Baja Paduan Rendah Jumlah unsur-unsur paduan yang relative kecil akan memungkinkan perlakuan panas pada penampang yang lebih tebal. • Baja Paduan Tinggi Konsentrasi
unsur
paduan
yang
lebih
tinggi,
dikombinasikan dengan tingginya kandungan karbon, akan meningkatkan kekerasan dan kekerasan pada suhu tinggi baja-baja alat pemakan dan landasan pemakan dengan diberikannya karbida tahan-suhu tinggi (misalnya karbida-karbida WC, VC, dan Krom). Baja ini siap dikerjakan dalam kondisi telah dianil, sekalipun ASBAR MARLON - 41312110078
19
kandungan karbida yang lebih tinggi akan meningkatkan gaya pembentukan
dan
keausan
landasan
pemakan
dan
dapat
mengurangi keuletan. Dengan demikian, baja-baja ini biasanya tidak dikenai pengerjaan panas, karena dalam kisaran suhu austenitik kekuatan airnya tidak lebih tinggi dari baja karbon. • Baja Tahan Karat Sifat kebalnya korosi menjadikan baja ini berguna dalam banyak aplikasi. Sebagian besar dapat dikenai pengerjaan panas jika dilakukan dengan hati-hati. Baja yang mengandung nikel dan krom (baja tahan karat austenitik) adalah termasuk bahan yang dapat
dikenai
pembentukan
dingin
karena
tingginya
laju
pengerasan-regangan.
2.4.7
Pengaruh Unsur Paduan Pada Baja Sifat baja sangat tergantung pada unsur-unsur yang tergantung didalamnya. Unsur-unsur paduan ditambahkan untuk mengurangi sifat yang tidak diiinginkan pada baja karbon dan memperbaiki atau menambah sifat-sifat lain yang dikehendaki. Pengaruh dari beberapa unsur paduan terhadap sifat paduan dikemukakan dibawah ini: a. Karbon (C) Pada baja-baja perkakas, persentase karbon antara 0,1-0,7 %. Karbon juga merupakan unsur penting yang mempengaruhi harga kekerasan dalam pembentukan fasa martensit. Selain itu kenaikkan kandungan karbon akan berpengaruh pada kekuatan tarik (tensile strength), menaikkan keuletan (ductility) dan sifat mampu las (weldability) akan menurun dengan naiknya kandungan karbon. b. Mangan (Mn) Semua baja mengandung mangan karena sangat diperlukan dalam proses pembuatan baja. Kandungan mangan kurang lebih
ASBAR MARLON - 41312110078
20
0,6 % masih belum dikatakan paduan dan tidak mempengaruhi sifat baja, dengan bertambahnya kandungan mangan suhu kritis seimbang. Baja dengan 12 % Mn adalah austenite karena itu suhu kritisnya dibawah suhu kamar akibatnya baja tidak dapat diperkeras. Unsur ini dapat berfungsi sebagi deoksidasi dari baja dan dapat mengikat sulfur dengan membentuk senyawa MnS yang titik cairnya lebih tinggi dari titik cair baja, dengan demikian akan dapat mencegah pembentukan Fe, S, yang titik cairnya lebih rendah dari titik cair baja. Akibat kegetasan pada suhu tinggi dapat dihindari, disamping itu menguatkan fasa ferit. c. Silikon (Si) Silikon berfungsi sebagai deoksidasi, silikon juga dapat menaikkan hardenability dalam jumlah sedikit, tetapi dalam jumlah yang banyak akan menurunkan keuletan. Biasanya unsurunsur kimia lainnya seperti mangan, molybdenum dan chromium akan muncul dengan adanya silikon. Kombinasi silikon dengan unsur-unsur tersebut akan menambah kekuatan dan ketangguhan dari baja. d. Chromium (Cr) Chromium ditemukan dalam jumlah yang banyak pada baja-baja perkakas dan merupakan elemen penting setelah karbon. Chromium merupakan salah satu unsur-unsur pembentuk karbida dan dapat meningkatkan ketahanan korosi dengan membentuk lapisan oksida dipermukaan logam. e. Nikel (Ni) Nikel mempunyai pengaruh yang sama seperti mangan yaitu menurunkan suhu kritis dan kecepatan pendinginan kritis, memperbaiki kekuatan tarik, tahan korosi, menaikkan ketangguhan atau ketahanan terhadap beban benturan (impact).
ASBAR MARLON - 41312110078
21
f. Vanadium (V) Vanadium dalam baja-baja perkakas berperan sebagi salah satu unsur pembentuk karbida. Vanadium juga merupakan unsur penyetabil martensit, pada saaat proses temper, karbida vanadium berpresipitat dibatas butir ferit. Hal ini akan menaikkan harga kekerasan, biasanya terjadi pada temperatur 500° - 600° C. Vanadium dapat menurunkan hardenability karena karbidakarbida yang terbentuk dapat menghambat peng-intian dan pertumbuhan butir austenite, tetapi pada temperatur tinggi dimana karbida
vanadium
larut
unsur
ini
dapat
meningkatkan
hardenability. g. Molybdenum (Mo) Unsur ini dapat menguatkan fasa ferit dan menaikkan kekuatan baja tanpa kehilangan keuletan. Molybdenum juga dapat berfungsi
sebagai
penyetabil
karbida,
sehingga
mencegah
pembentukkan grafit pada pemanasan yang lama. Karena itu penambahan Mo kedalam baja dapat menaikkan kekuatan dan ketahanan terhadapat creep pada suhu tinggi. h. Tungsten (W) Tungsten juga merupakan salah satu unsur pembentuk karbida kompleks pada baja-baja perkakas. Karbida kompleks ini terbentuk dengan adanya pendinginan yang sangat lambat. Karbida ini bersifat meningkatkan kekerasan dan kekuatannya. i. Sulphur (S) Sulphur dapat
membuat
baja menjadi
getas
pada
temperatur tinggi, oleh karena itu dapat merugikan baja yang digunakan pada suhu tinggi. Umumnya kadar sulphur harus dikontrol serendah-rendahnya yaitu kurang dari 0,05 %.
ASBAR MARLON - 41312110078
22
j. Phosphor (P) Phosphor dalam jumlah besar dalam baja dapat menaikkan kekuatan dan kekerasan, tetapi juga menurunkan keuletan dan ketangguhan impak. Pada baja-baja konstruksi kandungan phosphor dibatasi dengan kandungan maksimum yang biasanya tidak lebih dari 0,05 %. 2.4.8
Penggolongan Baja Sistematika penggolongan / penunjukkan baja dapat dilakukan melalui tiga hal sebagai berikut: • Proses pembuatan atau sifat-sifat khusus, yang ditunjukkan dengan “HURUF”. • Susunan atau tegangan tarik minimal, yang ditunjukkan dengan “HURUF DAN ANGKA”. • Proses perlakuan panas atau deformasi, yang ditunjukkan dengan “ANGKA DAN HURUF”.
2.5 Sifat-Sifat Material Secara umum sifat bahan logam dapat dikelompokkan menjadi Sifat Mekanik, Sifat Fisik dan Sifat Teknologi. 2.5.1 Sifat Mekanik Sifat mekanik adalah sifat yang menyatakan kemampuan suatu material / komponen untuk menerima beban, gaya dan energi tanpa menimbulkan kerusakan pada material / komponen tersebut. 2.5.1.1 Kekuatan (Strength) Kekuatan merupakan kemampuan dari suatu material untuk menahan beban tanpa mengalami kepatahan.
ASBAR MARLON - 41312110078
23
Gambar 2.2 Grafik Batas Kekuatan Material [3] Pada grafik ditunjukkan batas kekuatan suatu material sebelum mengalami kepatahan.
2.5.1.2 Kekakuan (Stiffness) Stiffness merupakan sifat kaku dari suatu material. Sifat kekakuan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari suatu materi dan memiliki efek yang penting dalam penyesuaian penyelesaian dan pemasangan dari kaca. Banyak material yang kaku memiliki kepadatan yang rendah untuk menahan deformasi dari penyemiran, pemasangan, gravitasi dan vibrasi pada saat pengoperasiannya. Apapun bentuk dan struktur internalnya, stiffness mendukung lingkungan material dapat dituliskan sebagai:
ASBAR MARLON - 41312110078
=
.....................
[3]
24
2.5.1.3 Kekenyalan (Elasticity) Elastisitas adalah kemampuan material untuk menyerap tekanan dan memantulkannya ke arah lain serta mampu kembali ke bentuk semula sebelum menerima tekanan tersebut. 2.5.1.4 Platisitas (Plasticity) Plastis merupakan suatu keadaan dimana benda mengalami pertambahan panjang tetapi benda tersebut tidak bisa kembali ke bentuk semula. 2.5.1.5 Keuletan (Ductility) Merupakan kemampuan benda untuk dibentuk tanpa mengalami kepatahan atau deformasi lainnya. 2.5.1.6 Ketangguhan (Toughness) Merupakan sifat benda yang tidak akan patah atau retak ketika mengalami hentakan secara tiba–tiba. Ketahanan (Toughness) dari sebuah material berada di bawah kurva tegangan dan regangan. Pada bagian tegangan, menunjukkan keseimbangan dengan kekuatan tekan sedangkan pada bagian regangan
menunjukkan
keseimbangan
dengan
perpanjangannya. Wilayah di bawah kurva tegangan dan regangan sangat seimbang dengan integral dari gaya melebihi dari panjang rentang polimer sebelum mengalami kepatahan. Atau dapat dituliskan:
∞
....................
[3]
Integral ini adalah merupakan energi yang diperlukan untuk mematahankan suatu benda. Ketahanan merupakan
ASBAR MARLON - 41312110078
25
ukuran dari energi yang dapat diterima oleh suatu benda sebelum mengalami kepatahan. Berikut ini adalah kurva Toughness
Gambar 2.3 Kurva Toughness [3]
2.5.1.7 Melar (Creep) Beberapa bagian dari mesin dan struktur dapat berdeformasi secara kontinu dan perlahan-lahan dalam kurun waktu yang lama apabila dibebani secara tetap. Deformasi macam ini yang tergantung pada waktu dinamakan melar (creep). Melar terjadi pada temperatur rendah juga, tetapi yang sangat menyolok terjadi pada temperatur dekat pada titik cair. Kalau kekuatan lelah yang akan dikemukakan kemudian dibandingkan dengan kekuatan melar, kekuatan lelah rendah pada temperatur rendah sedangkan pada temperatur lebih tinggi (sekitar 650° K untuk baja) kekuatan melar lebih rendah. Oleh karena itu pada perencanaan suatu komponen untuk temperatur rendah perlu didasarkan atas kekuatan lelah sedangkan pada temperatur lebih tinggi perlu didasarkan atas
ASBAR MARLON - 41312110078
26
kekuatan melar, karena pengaruh waktu pembenanan adalah besar. Modulus pemelaran (Creep Modulus/Et), menunjukkan modulus dari material yang diberikan tingkat tekanan dan temperatur melebih spesifiknya dalam suatu periode waktu (t).
=
=
2.5.1.8 Kekerasan (Hardness) Kekerasan
(Hardness)
adalah
kriteria
untuk
menyatakan intensitas tahanan suatu bahan terhadap deformasi yang disebabkan objek lain. Pengujian kekerasan adalah satu dari sekian banyak pengujian yang dipakai, karena dapat dilaksanakan pada benda uji yang kecil tanpa kesukaran mengenai spesifikasi. Pengujian paling banyak dipakai ialah dengan menekankan penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur ukuran bekas penekanan yang terbentuk diatasnya, cara ini dinamakan cara kekerasan penekanan. Ada tiga macam cara pengujian kekerasan yaitu: (1) Pengujian penekanan. (2) Pengujian goresan. (3) Pengujian resilience yang pada umumnya ditentukan dengan cara tidak merusak.
2.5.2 Sifat Fisik Sifat fisik adalah kelakuan atau sifat-sifat material yang bukan disebabkan
oleh
pembebanan
seperti
pengaruh
pemanasan,
pendinginan dan pengaruh arus listrik yang lebih mengarah pada
ASBAR MARLON - 41312110078
27
struktur material. Sifat fisik material antara lain: temperatur cair, konduktivitas panas dan panas spesifik. Struktur material sangat erat hubungannya dengan sifat mekanik. Sifat mekanik dapat diatur dengan serangkaian proses perlakukan fisik. Dengan adanya perlakuan fisik akan membawa penyempurnaan dan pengembangan material bahkan penemuan material baru. 2.5.3 Sifat Teknologi Sifat teknologi yaitu kemampuan material untuk dibentuk atau diproses. Produk dengan kekuatan tinggi dapat dibuat dibuat dengan proses pembentukan, misalnya dengan pengerolan atau penempaan. Produk dengan bentuk yang rumit dapat dibuat dengan proses pengecoran. Sifat-sifat teknologi diantaranya sifat mampu las, sifat mampu cor, sifat mampu mesin dan sifat mampu bentuk. Sifat material terdiri dari sifat mekanik yang merupakan sifat material terhadap pengaruh yang berasal dari luar serta sifat-sifat fisik yang ditentukan oleh komposisi yang dikandung oleh material itu sendiri.
2.6 Jenis-jenis Pengujian Untuk mengetahui sifat-sifat material diatas harus dilakukan pengujian atau evaluasi. Pengujian secara umum dapat dibagi menjadi dua bagian: 1. Pengujian Merusak (Destructive Test) Pengujian ini bersifat merusak benda kerja, sehingga dalam pengujian ini dibutuhkan spesimen uji. Pengujian merusak dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dari material, dimana pengujiannya dengan pemberian beban mekanik hingga spesimen mengalami perubahan bentuk atau deformasi plastis (merusak bentuk spesimen dari bentuk awal).
ASBAR MARLON - 41312110078
28
Beberapa jenis pengujian mekanik: 1.
Uji Tarik
2.
Uji Impak
3.
Uji Lelah
4.
Uji Keras
5.
Uji Mulur
2. Pengujian Tidak Merusak (Non Destructive Test) Pengujian ini tidak merusak benda kerja, jadi tidak dibutuhkan spesimen uji dan dapat langsung diuji pada benda kerja. Dalam pengujian material harus mengikuti prosedur yang telah disetujui oleh semua orang yang dikenal dengan nama Standar Uji. Standar uji perlu di ikuti agar hasil pengujian dapat akui atau sama di setiap negara. Dalam standar uji yang diatur adalah: 1. Peralatan pengujian (alat uji) harus sesuai dengan standar - Besar beban yang digunakan - Kalibrasi alat uji yang distandarkan - Dimensi alat uji 2. Cara-cara pengujian atau prosedur pengujian 3. Benda uji (spesimen): - Ukuran (dimensi) - Bentuk. Beberapa standar uji yang digunakan dalam pengujian material seperti: 1.
ASTM (American Standard Testing Of Material) - Standar Amerika.
2.
JIS (Japan International Standard) - Standar Jepang.
3.
DIN (Dutch Industrie Noermen) - Standar Eropa.
ASBAR MARLON - 41312110078
29
2.6.1 Brinell (HB / BHN) Pengujian kekerasan dengan metode Brinell bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut (specimen). Idealnya, pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan Brinell sampai 400 HB, jika lebih dari nilai tersebut maka disarankan menggunakan metode pengujian Rockwell ataupun Vickers. Jika diameter identor 10mm maka beban yang digunakan (pada mesin uji) adalah 3000N sedangkan jika diameter Identornya 5mm, maka beban yang digunakan adalah 750N. Dalam praktiknya, pengujian Brinell biasa dinyatakan dalam (contoh) : HB 5/ 750 /15 hal ini berarti bahwa kekerasan Brinell hasil pengujian dengan bola baja (Identor) berdiameter 5mm, beban uji adalah sebesar 750N per 0,102 dan lama pengujian 15 detik. Mengenai lama pengujian itu tergantung material yang akan diuji. Untuk semua jenis baja lama pengujian adalah 15 detik sedangkan untuk material bukan besi lama pengujian adalah 30 detik.
Gambar 2.4 Pengujian Brinell [4]
ASBAR MARLON - 41312110078
30
Dimana : D
: Diameter bola (mm)
d
: Impression diameter (mm)
F
: Load (beban) (kgf)
HB : Brinell result (HB)
2.6.2 Rockwell (HR / RHN) Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah: a. HRa (Untuk material yang sangat keras). b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf. c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derajat dan beban uji sebesar 150 kgf. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Dalam menentukan dan memilih skala kekerasan dapat diketahui melalui tabel sebagai berikut:
ASBAR MARLON - 41312110078
31
Tabel 2.4 Skala Kekerasan Dan Pemakaian [5] Skala A
B
C
D
E
F
G H K
L
M
P
R
S
V
Pemakaiannya Untuk carbide cementite, baja tipis, dan baja dengan lapisan keras yang tipis Untuk paduan tembaga, baja lunak, paduan alumunium, dan besi tempa yang dalam, dan bahan-bahan lain yang lebih keras daripada skala B-100 Untuk baja tipis, baja dengan lapisan keras yang sedang, dan besi tempa peritik Untuk besi tuang, paduan alumunium, magnesium, dan logam-logam bantalan Untuk paduan tembaga yang dilunakkan dan pelat lunak yang tipis Untuk besi tempa, paduan tembaga, nikel-seng, dan tembaganikel Untuk alumunium, seng, dan timbal Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis Untuk logam, bantalan, dan logam yang sangat lunak lainnya, atau bahan-bahan tipis
ASBAR MARLON - 41312110078
32
Gambar 2.5 Pengujian Rockwell [5]
Gambar 2.6 Prinsip Kerja Metode Pengukuran Rockwell [5]
Dimana : F0 : Beban minor (Minor load) (kgf) F1 : Beban mayor (Mayor load) (kgf) F : Load (beban) (kgf) e : Jarak antara kondisi 1 dan kondisi 3 yang dibagi dengan 0.002mm E : Jarak antara indentor saat diberi beban minor load dan zero reference line yang untuk tiap jenis indentor berbeda-beda
ASBAR MARLON - 41312110078
33
2.6.3 Vickers (HV / VHN) Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan, berbentuk piramida dengan sudut puncak 136° yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam millimeter persegi. Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102; 10 N per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 30 detik.
Gambar 2.7 Pengujian Vickers Dan Bentuk Identor [5]
ASBAR MARLON - 41312110078
34
2.7 Diagram Fasa Telah diketahui bahwa banyak macam ataupun struktur yang mungkin terjadi pada satu paduan. Karena sifat suatu bahan banyak tergantung pada jenis, jumlah banyaknya dan bentuk dari fasa yang terjadi maka sifat akan berubah hal-hal diatas berubah. Karena itu perlu diketahui dari suatu paduan pada kondisi bagaimana suatu fasa dapat terjadi dan pada kondisi yang bagaimana fasa dapat berubah. 2.7.1
Diagram Kesetimbangan Fasa Besi – Baja Diagram fasa merupakan diagram untuk perlakuan panas bagi logam, dan diagram fasa besi – karbon diberlakukan untuk baja. Memahami diagram fasa menjadi sebuah tuntutan karena terdapatnya hubungan struktur mikro dengan sifat-sifat mekanis suatu material, diagram fasa memberikan informasi penting mengenai titik lelah, titik kristalisasi. Diagram fasa Fe-Fe3C menampilkan hubungan antara temperatur dan kandungan karbon (% C) selama pemanasan lambat. Dari diagram fasa dapat diperoleh informasi-informasi penting yaitu antara lain: 1. Fasa yang terjadi pada komposisi dan temperatur yang berbeda dengan kondisi pendinginan lambat. 2. Temperatur pembekuan dan daerah-daerah pembekuan paduan FeC bila dilakukan pendinginan lambat. 3. Temperatur cair dari masing-masing paduan. 4. Batas-batas kelarutan atau batas kesetimbangan dari unsur karbon pada fasa tertentu. 5. Reaksi-reaksi metalurgis yang terjadi, yaitu reaksi eutektik, peritektik dan eutektoid.
ASBAR MARLON - 41312110078
35
Gambar 2.8 Diagram Fe – Fe3C [6]
Beberapa istilah dalam diagram kesetimbangan Fe-Fe3C dan fasa-fasa yang terdapat didalamnya akan dijelaskan dibawah ini. Berikut adalah batas-batas temperatur kritis pada diagram Fe-Fe3C: A0
: adalah temperatur dimana terjadi transformasi magnetic dari sementit.
A1
: adalah temperatur reaksi eutektoid yaitu perubahan fasa γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja hypo eutektoid.
ASBAR MARLON - 41312110078
36
A2
: adalah titik Currie (pada temperatur 769° C), dimana sifat magnetik
besi
berubah
dari
feromagnetik
menjadi
paramagnetik. A3
: adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi α (ferit) yang ditandai pula dengan naiknya batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperatur.
Acm : adalah temperatur transformasi dari fasa γ menjadi Fe3C (sementit) yang ditandai pula dengan penurunan batas kelarutan karbon seiring dengan turunnya temperatur. A123 : adalah temperatur transformasi γ menjadi α+Fe3C (perlit) untuk baja hiper etektoid. A
: garis yang menunjukan kandungan karbon dan transformasi baja hypoeutectoid.
E
: garis yang menunjukan transformasi baja eutectoid.
B
: garis yang menunjukkan kandungan karbon baja transformasi baja hypereutectoid.
Fasa-fasa yang terjadi dalam diagram kesetimbangan Fe-C selama pemanasan yang lambat: ‐ Ferit (α), yaitu paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 0,025% pada temperatur 723° C, struktur kristalnya BCC (Body Centered Cubic). ‐ Austenit (γ), adalah paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 2% pada temperatur 1148° C, struktur kristalnya FCC (Face Centered Cubic). ‐ Delta (δ), adalah paduan Fe dan C dengan kelarutan C maksimum 0,1% pada temperatur 1493° C, struktur kristal BCC (Body Centered Cubic).
ASBAR MARLON - 41312110078
37
‐ Senyawa Fe3C atau biasa disebut sementit dengan kandungan C maksimum 6,67%, bersifat keras dan getas dan memiliki struktur kristal Orthorombic. ‐ Liquid atau fasa cair, adalah daerah paling luas dimana kelarutan C sebagai paduan utama dalam Fe tidak terbatas pada temperatur yang bervariasi. Adapun
reaksi-reaksi
metalurgis
yang
biasa
terjadi
berdasarkan pada diagram Fe-Fe3C yaitu: o Reaksi peritektik, terjadi pada temperatur 1495° C dimana logam cair (liquid) dengan kandungan 0,53% C bergabung dengan delta (δ) kandungan 0,09% C bertransformasi menjadi austenit (γ) dengan kandungan 0,17% C. Delta (δ) adalah fasa padat pada temperatur tinggi dan kurang berarti untuk proses perlakuan panas yang berlangsung pada temperatur yang lebih rendah. o Liquid (C=0,53%) + Delta (δ) (C=0,09%) ----- Austenit (γ) (C=0,17%). o Reaksi eutektik, reaksi ini terjadi pada temperatur 1148° C, dalam hal ini logam cair dengan kandungan 4,3% C membentuk austenit (γ) dengan 2% C dan senyawa semenit (Fe3C) yang mengandung 6,67% C. o Liquid (C=4,3%) ---- Austenit (γ) (C=2,11%) + Fe3C (C=6,67 %) o Reaksi eutectoid, reaksi ini berlangsung pada temperatur 723° C, austenit (γ) padat dengan kandungan 0,8% C menghasilkan ferit (α) dengan kandungan 0,025% C dan semenit (Fe3C) yang mengandung 6,67% C, merupakan dasar perlakuan panas dari baja. o Austenit (γ) (C=0,8%) ---- ferit (α) (C=0,025%) + Fe3C (C=6,67%). o Reaksi ini merupakan reaksi fasa padat yang mempunyai peran cukup penting pada proses perlakuan panas baja karbon.
ASBAR MARLON - 41312110078
38
2.8 Mikroskop Elektron Mikroskop electron adalah sebuah mikroskop yang mampu untuk melakukan pembesaran objek sampai 2 juta kali, yang menggunakan elektro statik dan elektro magnetik untuk mengontrol pencahayaan dan tampilan gambar serta memiliki kemampuan pembesaran objek serta resolusi yang jauh lebih bagus dibandingkan dengan miroskop cahaya. Mikroskop elektron ini menggunakan jauh lebih banyak energi dan radiasi elektromagnetik yang lebih pendek dibandingkan mikroskop cahaya. 2.8.1 Jenis -Jenis Miroskop Elektron 2.8.1.1 Transmission Electron Microscopy (TEM) TEM bekerja dengan prinsip menembakkan elektron kelapisan tipis sample, yang selanjutnya informasi tentang komposisi struktur dalam sample tersebut dapat terdeteksi dari analisis sifat tumbukan, pantulan maupun fase sinar elektron yang menembus lapisan tipis tersebut. Dari sifat pantulan sinar elektron tersebut juga bisa diketahui struktur kristal maupun arah dari struktur kristal tersebut. Bahkan dari analisa lebih detail, bias diketahui deretan struktur atom dan ada tidaknya cacat (defect) pada struktur tersebut. Untuk observasi TEM ini, sample perlu ditipiskan sampai ketebalan lebih tipis dari 100 nanometer, perlu keahlian dan alat secara khusus. Obyek yang tidak bias ditipiskan sampai order tersebut sulit diproses oleh TEM ini. TEM juga digunakan untuk mengamati irisan permukaan dari sebuah divais.
ASBAR MARLON - 41312110078
39
Gambar 2.9 Mekanisme Cara Kerja TEM [7]
2.8.1.2 Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM) Mikroskop pemindai transmisi elektron (STEM) adalah merupakan salah satu tipe yang merupakan hasil pengembangan dari mikroskop transmisi elektron (TEM). Digunakan untuk studi detail permukaan sel (struktur jasad renik lainnya), dan obyek diamati secara tiga dimensi.Pada sistem STEM ini, elektron menembus spesimen namun sebagaimana halnya dengan cara kerja SEM, optik elektron terfokus langsung pada sudut yang sempit dengan memindai obyek menggunakan pola pemindaian dimana obyek tersebut dipindai dari satu sisi ke sisi lainnya (raster) yang menghasilkan lajur-lajur titik (dots) yang membentuk gambar seperti yang dihasilkan oleh CRT pada monitor.
ASBAR MARLON - 41312110078
40
Gambar 2.10 Mekanisme STEM
2.8.1.3 Scanning Electron Microscopy (SEM) Mikroskop pemindai elektron (SEM) yang didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung, dan obyek diamati secara tiga dimensi. SEM adalah salah satu jenis mikroskop elektron yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material yang dianalisis.
Prinsip
kerja
dari
SEM
ini
adalah
dengan
menggambarkan permukaan benda atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan energi tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkas Permukaan elektron akan memantulkan kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke segala arah. Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas elektron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor yang terdapat didalam SEM akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan oleh benda atau material yang dianalisis. Selain itu juga dapat
ASBAR MARLON - 41312110078
41
menentukan lokasi berkas elektron yang berintensitas tertinggi itu. Ketika dilakukan pengamatan terhadap material, lokasi permukaan benda yang ditembak dengan berkas elektron yang berintensitas tertinggi di–scan keseluruh permukaan material pengamatan. Karena luasnya daerah pengamatan kita dapat membatasi lokasi pengamatan yang kita lakukan dengan melakukan zoom–in atau zoom–out. Dengan memanfaatkan berkas pantulan dari benda tersebut maka informasi dapat diketahui dengan menggunakan program pengolahan citra yang terdapat dalam komputer.
Gambar 2.11 Mekanisme Cara Kerja SEM [8]
ASBAR MARLON - 41312110078
42
Gambar 2.12 Perbandingan Mikroskop Cahaya Dengan SEM [8]
2.8.1.4 Enviromental Scanning Electron Mikroscopy (ESEM) Mikroskop ini adalah merupakan pengembangan dari SEM, yang dalam bahasa inggrisnya disebut enviromental SEM (ESEM) yang dikembangkan guna mengatasi obyek pengamatan yang tidak memenuhi syarat sebagai obyek TEM maupun SEM. Obyek yang tidak memenuhi syarat seperti ini biasanya adalah bahan alami yang ingin diamati secara detail tanpa merusak atau menambah perlakuan yang tidak perlu terhadap obyek yang apabila menggunakan alat SEM konvensional
perlu
ditambahkan
beberapa
trik
yang
memungkinkan hal tersebut bias terlaksana. Dengan teknologi ESEM ini maka dimungkinkan bagi seorang peneliti untuk meneliti sebuah objek yang berada pada lingkungan yang menyerupai gas yang bertekanan rendah (low pressure gaseous environments) misalnya pada 10-50 Torr serta tingkat humiditas diatas 100%. Dalam arti kata lain ESEM ini memungkinkan dilakukannya penelitian obyek baik dalam keadaan kering maupun basah.
ASBAR MARLON - 41312110078
43
2.9 X-Ray Diffraction (XRD) Difraksi sinar X atau yang sering dikenal dengan XRD, adalah merupakan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi material kristalit maupun non-kristalit, sebagai contoh identifikasi struktur kristalit (kualitatif) dan fasa (kuantitatif) dalam suatu bahan dengan memanfaatkan radiasi gelombang elektromagnetik sinar X. Dengan kata lain, teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel. Pada waktu suatu material dikenai sinar X, maka intensitas sinar yang ditransmisikan lebih rendah dari intensitas sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar X yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada juga yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar X yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi.
Gambar 2.13 Contoh Pola hasil analisis dengan menggunakan XRD [9]
ASBAR MARLON - 41312110078
44
2.10 Ilmu Statistik Dalam Penelitian 2.10.1 Penelitian dan Proses Penelitian Penelitian dapat didefinisikan sebagai penyelidikan atau investigasi yang terkelola, sistematis, berdasarkan data, kritis, objektif dan ilmia terhadap suatu masalah spesifik yang dilakukan dengan tujuan menemukan jawaban atau solusi terkait. Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Hasil dari penelitian dapat digunakan untuk berbagai keperluan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan pada saat penelitian akan digunakan. Hasil penelitian dapat digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai populasi yang dikaji. 2.10.2 Jenis-Jenis Data Penelitian Data adalah sekumpulan fakta atau keterangan yang diperoleh
dari
suatu
populasi.
Dalam
penelitian,
kegiatan
pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan yang “critical” karena merupakan teknik pengambilan data, cara penyajian dan pengolahan, teknik statistic yang dipakai dalam pegolahan data serta interpretasi dan pengambilan kesimpulan. Data yang diambil disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan. Secara garis besar, data penelitian dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif berbentuk kata, kalimat, gambar ataupun simbol. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk angka. Data kuantitatif juga dikelompokkan atas dua bagian yaitu data diskret dan data kontinu. Dalam penelitian, data diskret (dapat juga disebut data nominal) diperoleh dengan cara membilang, data kontinu terdiri dari tiga yaitu data rasio, data interval, dan data ordinal. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan ASBAR MARLON - 41312110078
45
untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif / statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Metode penelitian kualitatif sering disebut metode penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai metode etnographi, karena data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Dalam penelitian kualitatif instrumennya adalah orang atau human instrument. Perbedaan teknik penelitian kuantitatif dan kualitatif adalah (arikunto, suharsimi. 2010:28): Tabel 2.5 Perbedaan Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif
NO
1.
PENELITIAN KUANTITATIF
PENELITIAN KUALITATIF
Langkah penelitian:
Langkah penelitian:
Segala suatu direncankan sampai
Baru diketahui dengan mantap
matang ketika persiapan disusun.
dan jelas setelah penelitian selesai.
2.
3.
4.
Dapat menggunakan sampel dan
Tidak dapat menggunakan
hasil penelitiannya diberlakukan
pendekatan populasi dan
populasi.
sampel.
Kejelasan unsur:
Kejelasan unsur:
Tujuan, pendekatan, subyek,
Subyek, sampel, sumber data
sumber data sudah mantap, dan
tidak mantap dan rinci, masih
rinci sejak awal.
fleksibel, timbul
Hipotesis (jika memang perlu):
Hipotesis:
a. Mengajukan hepotesis yang
a. Tidak menggunakan
akan di uji dalam penelitian. b. Hipotesis menentukan hasil yang diramalkan
hipotesis sebelumnya, tetapi dapat lahir selama penelitian berlangsung – tentatif.
ASBAR MARLON - 41312110078
46
b. Hasil penelitian terbuka.
5.
Desain:
Desain:
Dalam desain jelas langkah –
Desain penelitiannya adalah
langkah penelitian dan hasil yang
fleksibel dengan langkah dan
diharapkan.
hasil yang tidak dapat dipastikan sebelumnya.
6.
Pengumpulan data:
Pengumpulan data:
Kegiatan dalam pengumpulan data
Kegiatan pengumpulan data
memungkinkan untuk diwakilkan
selalau harus dilakukan sendiri oleh peneliti
7.
Analisis data:
Analisis data:
Dilakukan setelah semua data
Dilakukan bersamaan dengan
terkumpul.
pengumpulan data
2.11 Populasi dan Sampel 2.11.1
Populasi Populasi atau universe adalah jumlah keseluruhan dari satuan-satuan atau individu-individu yang karakteristiknya hendak diteliti. Dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat
berupa
orang-orang,
institusi-institusi,
benda-benda.
(Djawranto, 1994:420). Atau dapat disederhanakan menjadi wilayah generalisasi berupa subyek atau objek yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulan. 2.11.2
Sample / Specimen Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti (Djarwanto, 1994:43). Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada populasi adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik populasi.
ASBAR MARLON - 41312110078
47
2.11.3
Kriteria Sampel Sampel atau contoh adalah sebagian dari populasi yang karakteristiknya hendak diteliti (Djarwanto, 1994:43). Sampel yang baik, yang kesimpulannya dapat dikenakan pada populasi, adalah sampel yang bersifat representatif atau yang dapat menggambarkan karakteristik populasi. Ada dua kriteria sampel yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Penentuan kriteria sampel diperlukan untuk mengurangi hasil peneliian yang bias. 2.11.3.1 Kriteria Inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2003: 96). 2.11.3.2 Kriteria Eksklusi Kriteria eksklusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subyek yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian karena sebab-sebab tertentu (Nursalam, 2003: 97). Sebab-sebab yang dipertimbangkan dalam menentukan kriteria ekslusi antara lain: a. Subyek membatalkan kesediaannya untuk menjadi responden penelitian. b. subyek
berhalangan
hadir atau
tidak
ditempat
ketika
pengumpulan data dilakukan. 2.11.4
Teknik pengambilan sample Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah teknik pengambilan sampel dari populasi. Sampel yang merupakan sebagaian dari populasi tersebut. kemudian diteliti dan hasil
ASBAR MARLON - 41312110078
48
penelitian (kesimpulan) kemudian dikenakan pada populasi (generalisasi). Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang secara umum terbagi dua yaitu probability sampling dan nonprobability sampling. Dalam pengambilan sampel cara probabilitas besarnya peluang atau probabilitas elemen populasi untuk terpilih sebagai subyek diketahui. Sedangkan dalam pengambilan sampel dengan cara nonprobability besarnya peluang elemen untuk ditentukan sebagai sampel
tidak
diketahui.
Menurut
Sekaran
(2006),
desain
pengambilan sampel dengan cara probabilitas jika representasi sampel adalah penting dalam rangka generalisasi lebih luas. Bila waktu atau faktor lainnya, dan masalah generalisasi tidak diperlukan, maka cara nonprobability biasanya yang digunakan. 2.11.4.1 Probability Sampling Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama kepada setiap anggota populasi untuk menjadi sampel. Teknik ini
meliputi
simple random
sampling,
sistematis
sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random sampling, dan cluster sampling. 1. Simple Random Sampling Simple random sampling adalah teknik yang paling sederhana (simple). Sampel diambil secara acak, tanpa memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi. 2. Sampling Sistematis Sampling sistematis adalah teknik sampling yang menggunakan nomor urut dari populasi baik ASBAR MARLON - 41312110078
49
yang berdasarkan nomor yang ditetapkan sendiri oleh peneliti maupun nomor identitas tertentu, ruang dengan urutan yang seragam atau pertimbangan sistematis lainnya. 3. Proportionate Stratified Random Sampling Teknik ini hampir sama dengan simple random sampling
namun
penentuan
sample-nya
memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam populasi. 4. Disproporsional Stratified Random Sampling Teknik
yang
hampir
mirip
dengan
proportionate stratified random sampling dalam hal heterogenitas
populasi.
Namun,
ketidak-
proporsionalan penentuan sample didasarkan pada pertimbangan jika anggota populasi berstrata namun kurang proporsional pembagiannya. 5. Cluster Sampling Cluster
sampling
atau
sampling
area
digunakan jika sumber data atau populasi sangat luas misalnya penduduk suatu provinsi, kabupaten, atau karyawan
perusahaan
yang
tersebar
diseluruh
provinsi. Untuk menentukan mana yang dijadikan sample-nya, maka wilayah populasi terlebih dahulu ditetapkan secara random dan menentukan jumlah sample yang digunakan pada masing-masing daerah tersebut dengan menggunakan teknik proporsional stratified random sampling mengingat jumlahnya yang bisa saja berbeda.
ASBAR MARLON - 41312110078
50
2.11.4.2 Non Probability Sample Non Probability Sample artinya setiap anggota populasi tidak memiliki kesempatan atau peluang yang sama sebagai sampel. Teknik-teknik yang termasuk ke dalam Non Probability ini antara lain : Sampling Sistematis, Sampling Kuota, Sampling
Insidential,
Sampling Purposive, Sampling Jenuh, dan Snowball Sampling. 1. Sampling Kuota. Sampling kuota dalah teknik sampling yang menentukan jumlah sampel dari populasi yang memiliki ciri tertentu sampai jumlah kuota (jatah) yang diinginkan. 2. Sampling Insidential Insidential
merupakan
teknik
penentuan
sampel secara kebetulan atau siapa saja yang kebetulan (insidential) bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel. 3. Sampling Purposive Purposive
sampling
merupakan
teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan khusus sehingga layak dijadikan sampel. Misalnya, peneliti ingin meneliti permasalahan seputar daya tahan mesin tertentu. Maka sampel ditentukan adalah para teknisi atau ahli mesin yang mengetahui dengan jelas permasalahan ini. Teknik ini biasanya dilakukan pada penelitian kualitatif.
ASBAR MARLON - 41312110078
51
4. Sampling Jenuh Sampling jenuh adalah sampel yang mewakili jumlah populasi. Biasanya dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100. Atau lebih sering disebut total sampling. 5. Snowball Sampling Snowball sampling adalah teknik penentuan jumlah sampel yang semula kecil kemudian terus membesar ibarat bola salju. Misalnya akan dilakukan penelitian tentang pola peredaran narkoba di wilayah A. Sampel mula-mula adalah 5 orang Napi, kemudian terus berkembang pada pihak-pihak lain sehingga sampel atau responden terus berkembang sampai ditemukannya
informasi
yang
menyeluruh
atas
permasalahan yang diteliti. Teknik ini juga lebih cocok untuk penelitian kualitatif.
2.12 Uji Normalitas Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Uji ini perlu dilakukan karena semua perhitungan statistik parametric. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang dieroleh dari hasil penelitian berdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal yaitu bahwa data akan mengikuti bentuk distribusi normal, dimana data memusat pada nilai rata-rata dan median. Data yang membentuk distribusi normal bila jumlah data di atas dan di bawah rata-rata adalah sama, demikian juga simpangan bakunya. Pengujian normalitas harus dilakukan apabila belum ada teori yang menyatakan bahwa variabel yang diteliti adalah normal. Dengan kata lain, apabila ada teori yang menyatakan bahwa suatu variabel yang diteliti
ASBAR MARLON - 41312110078
52
normal, maka tidak diperlukan lagi pengujian normalitas data. Uji statistic normalitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: uji ChiSquare, Kolmogorov Smirnov, uji Liliefors, uji Shapiro Wilk. 2.12.1 Uji Chi-Square Uji Chi-square atau qai-kuadrat digunakan untuk melihat ketergantungan antara variabel bebas dan variabel tergantung berskala nominal atau ordinal. Prosedur uji chi-square menabulasi satu atau variabel kedalam kategori-kategori dan menghitung angka statistik chi-square. Untuk satu variabel dikenal sebagai uji keselarasan
atau goodness
of
fit
test yang
berfungsi
untuk
membandingkan frekuensi yang diamati / observasi (Oi) dengan frekuensi yang diharapkan (Ei). Jika terdiri dari 2 variabel dikenal sebagai uji independensi yang berfungsi untuk hubungan dua variabel. Seperti sifatnya, prosedur uji chi-square dikelompokkan kedalam statistik uji non-parametrik. Semua variabel yang akan dianalisa harus bersifat numerik kategorikal atau nominal dan dapat juga berskala ordinal. Prosedur ini didasarkan pada asumsi bahwa uji nonparametrik tidak membutuhkan asumsi bentuk distribusi yang mendasarinya. Data diasumsikan berasal dari sampel acak. Frekuensi yang diharapkan (Ei) untuk masing-masing kategori tidak boleh lebih dari dua puluh (20%) dari kategori mempunyai frekuensi yang diharapkan kurang dari 5. Formula uji Chi Square [10] : =
!" −
Dimana: X2
= Nilai Khai-kuadrat.
Oi
= Nilai Observasi.
ASBAR MARLON - 41312110078
"
"
53
Ei
= Nilai expected / harapan, luasan interval kelas berdasarkan tabel normal.
2.12.2 Uji Liliefors Metode pengujian Liliefors menggunakan data dasar yang belum
diolah
dalam
tabel
distribusi
frekuensi.
Data
ditransformasikan dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal sebagai probabilitas komulatif normal. Probabilitas tersebut dicari bedanya dengan probabilitas komultaif empiris. Beda terbesar dibanding dengan tabel Liliefors pada tabel nilai quantil statistik liliefors distribusi normal. 1. Formula menghitung rata-rata nilai skor sampel: =
Ʃ Ʃ
Dimana: X
= Nilai. = Frekuensi. = Perkalian antara X (nilai) dengan
2. Standar Deviasi:
' (=)
Ʃ *+ , -
Dimana: N
= Nilai / jumlah sampel.
ASBAR MARLON - 41312110078
%&
.
54
2.12.3 Uji Kolmogorov Smirnov Uji Kolmogorov Smirnov adalah pengujian normalitas yang banyak dipakai, terutama setelah adanya banyak program statistik yang beredar. Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan persepsi di antara satu pengamat dengan pengamat yang lain, yang sering terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan
distribusi
data
(yang
akan
diuji
normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk ZScore dan diasumsikan normal. Jadi uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 berarti terdapat perbedaan yang signifikan, dan jika signifikansi diatas 0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Penerapan pada uji Kolmogorov Smirnov adalah bahwa jika signifikansi dibawah 0,05 berarti data yang akan diuji mempunyai perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, berarti data tersebut tidak normal. 2.12.4 Uji Shapiro Wilk Metode Shaphiro Wilk menggunakan data dasar yang belum diolah dalam tabel distribusi frekuensi. Data diurut, kemudian dibagi dalam dua kelompok untuk dikonversi dalam Shaphiro Wilk, dapat juga dilanjutkan transformasi dalam nilai Z untuk dapat dihitung luasan kurva normal.
2.13 Uji Homogenitas Pengujian Homogenitas adalah pengujian mengenai sama tidaknya variansi-variansi dua buah distribusi atau lebih. Uji homogenitas variansi (variance) sangat diperlukan sebelum kita membandingkan dua kelompok ASBAR MARLON - 41312110078
55
atau lebih, agar perbedaan yang ada bukan disebabkan oleh adanya perbedaan data dasar (ketidak homogenan kelompok yang dibandingkan). Ada beberapa rumus yang digunakan untuk uji homogenitas variansi diantaranya: uji F, uji Harley, uji Cohran, uji Levene, dan uji Bartlett. 2.13.1 Uji F Digunakan untuk menguji homogenitas varians dari dua kelompok data.
=
Rumus uji F:
2 . 2 0
dimana: +
= standar deviasi / varians kelompok X
1 =standar
deviasi / varians kelompok Y
Hipotesis pengujian: 23 :
23 :
5 5
= ≠
6
(varians data homogen)
6
(varians data yang tidak homogen)
Kriteria pengujian : Jika
8" 9:;
Jika
=>?@
<
≥
=>?@ =>?@
berarti Homogen
berarti Tidak Homogen
2.13.2 Uji Harley Uji Harley merupakan uji homogenitas variansi yang sangat sederhana, karena kita cukup membandingkan variansi terbesar dengan variansi terkecil. Uji Harley bisa digunakan jika jumlah sampel antar kelompok sama.
ASBAR MARLON - 41312110078
56
Langkah- langkah menghitung: a.
Mencari Varians / Standar deviasi variabel, misal X dan Y dengan rumus adalah: = )
+
b.
1
:D :DE
= )
: . ∑ 6 , D ∑ 6 , :D :DE
Mencari F hitung dengan varians X dan Y pada tabel distribusi FG >?H=I
= FG J?K"@
F dengan, c.
: . ∑ 5 , D ∑ 5 ,
8" 9:;
Membandingkan
dan
=>?@
pada tabel distribusi F,
dengan: Untuk varians terbesar adalah dk pembilang n-1 Untuk varians terkecil adalah dk penyebut n-1 Jika
8" 9:;
Jika
=>?@
<
>
=>?@ =>?@
berarti Homogen
berarti Tidak Homogen
2.13.3 Uji Cochran Uji Cochran mempertimbangkan seluruh variansi yang akan diuji
homogenitasnya,
sehingga
uji
Cochran
lebih
sensitif
dibandingkan dengan uji Harley. Jika salah satu variansi kelompok jauh lebih besar dibanding dengan variansi kelompok yang lain, maka uji Cochran tampak lebih baik dari pada uji Harley. Kesamaan uji Cochran dan uji Harley adalah menuntun adanya kesamaan dari setiap kelompok yang akan dicari homogenitasnya. Hasil hitung Cochran digunakan rumus: M8"
9:;
ASBAR MARLON - 41312110078
=
O&
N ℎ & &ℎ
57
Kriteria pengujian adalah membandingkan hasil hitung rumus cochran dengan tabel cochran. Terima 23 Q % M8" Tolak 2E Q % M8"
9:;
9:;
≤ M =>?@
> M =>?@
2.13.4 Uji Levene Uji Levene menggunakan analysis of variance satu arah. Data yang ditransformasikan dengan jalan mencari selisih masing-masing skor dengan rata-rata kelompoknya. Uji levene ini lebih baik jika digunakan untuk n masingmasing kelompok sama, apabila n setiap kelompok berbeda uji levene memerlukan empiris yang lebih lanjut.
2.13.5 Uji Bartlett Uji Bartlett digunakan untuk menguji homogenitas varians lebih dari dua kelompok data. Misalkan 1,2, … , %
sampel
berukuran
Q = 1,2, …
J
E,
,..…… J
dengan
U"V = W =
dan hasil pengamatan telah disusun
seperti tabel dibawah ini. Selanjutnya sampel-sampel dihitung variansnya masing-masing yaitu
ASBAR MARLON - 41312110078
E,
, …
J.