8
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Bank Syariah Sebelumnya kita akan membahas mengenai pengertian bank pada umumnya, yaitu pengertian perbankan menurut pasal 1 butir 1 UU N0.7 tahun 1992 adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam UU No. 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian bank disempurnakan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup banyak. “ Bank syariah adalah bank yang berasaskan antara lain pada asas kemitraan, keadilan, transparasi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah atau bank yang cara mengoperasiannya mengarah kepada ketentuan-ketentuan Islam.
1. Pengertian Mudharabah Menurut PSAK No.59 (2002 : 06) mengenai akuntansi perbankan syariah “Mudharabah adalah akad kerja sama antara shaibul maal (pemilik dana) dan mudharib (pengolah dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka”.
8
9
Definisi
mudharabah
menurut
sofyan,
dkk
(2005
:
279)
mengemukakan pengertian mudharabah sebagai berikut : “Mudharabah adalah akad kerja sama kemitraan antara penyediaan dana usaha (disebut shaibul maal/rabulmaal) dengan pengelola dana/manajemen usaha (disebut sebagai mudharib) untuk memperoleh usaha dengan pembagian hasil usaha
sesuai porsi (nisbah) yang disepakati bersama
diawal”. Menurut Slamet (2005 : 122), pengertian mudharabah adalah sebagai berikut : “Mudharabah adalah kerja sama antara shaibul maal (pemilik dana) dengan nisbah bagi hasil menurut kesepakatan dimuka, jika usaha mengalami kerugian maka seluruh kerugian di tanggung pemilik dana, kecuali ditemukan adanya kelainan atau kesalahan oleh pengelolah dana, seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalagunaan dana”. Menurut Muhammad (2004 : 188), pengertian mudharabah adalah sebagai berikut : “Mudharabah adalah perjanjian antara penanam dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya”. Yang dimaksud dalam prinsip syariah adalah suatu bank yang cara kerjanya mengikuti tata cara dalam Islam, seperti tidak menganut sistem riba melainkan menganut sistem bagi hasil dengan memberikan zakat untuk
10
membersihkan harta yang kita miliki. Dalam mengoperasikan bank syariah yang bersifat komersial yang mempunyai dua prinsip yaitu prinsip mudharabah dan prinsip wadi‟ah, sebagai berikut : 1. Prinsip Mudharabah (sistem bagi hasil) Aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan bertindak sebagai shaibul maal dan bank sebagai mudharib. dana ini digunakan bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun shirkah jika terjadi kerugian maka bank bertanggung jawab atas kerugian yang tejadi (Muhammad 20005 : 178). Rukun mudharabah, yaitu : 1. Ada pemilik dana 2. Dana usaha yang akan dibagikan 3. Ada nisbah 4. Ada ijab Kabul Berdasarkan Kewenangan, prinsip mudharabah terbagi menjadi dua macam,yaitu : a. Mudharabah Muthalaqah Penerapan mudharabah muthalaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua jenis penghimpunan dana yaitu tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Berdasarkan prinsip ini tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. (Muhammad 2005 : 179)
11
b. Mudharabah Muqayyadah Jenis ini merupakan simpanan khusus yang terikat dimana pemilik dana (shahibul maal) memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya biasa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan dan ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan oleh shahibul maal. 2. Prinsip wadi’ah (titipan). Al-wadi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak kepihak lainnya baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembangkan kapan saja si peneliti menghendaki (Antonio 2001 : 85 ). Pada pelaksanaannya, wadi‟ah dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: a. Wadi’ah yad al-amanah Pihak yang pertama menerima titipan tidak boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Pihak yang memberikan titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan. Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik (Antonio 2001 : 148), sebagai berikut : 1. Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh di manfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan. 2. Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya.
12
3. Sebagai kompensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan. 4. Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box. b. Wadi’ah yad adh-dhamanah Pihak yang pertama menerima titipan boleh menggunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan tanpa izin pemilik barang atau uang dan harus bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan barang atau uang tersebut menjadi hak penerima titipan, dalam hal ini bank sebagai penerima titipan dapat memberikan insentif berupa bonus kepada si penitip. Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik (Antonio 2001 : 149 ), sebagai berikut : 1. Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan. 2. Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan
bagi
penerima
pemanfaatan kepada si penitip.
titipan
untuk
memberikan
hasil
13
3. Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan. 4. Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah, memberikan bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad, tetapi memberikan benar – benar sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank. 5. Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada prinsip nya dalam akad ini penekanannya adalah titipan. 6. Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang dapat diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan. Dalam bank syariah menggunakan akad wadi’ah yad adh-dhamanah untuk giro, tabungan dan deposito. 2. Pengertian Ijarah
Menurut etimologi, ijarah adalah : menjual manfaat . demikian pula artinya menurut etimologi syarat . untuk lebih jelasnya, dibawah ini dikmukakan beberapa definisi ijarah menurut pendapat beberapa ulama fiqih.
a). Ulama hanafiah
14
Artinya akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.
b). Ulama Asy-Syafi‟iya Artinya akad atas suatu kemanfaatan yang mengandung maksud tertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan penganti tertentu.
c). Ulama Malikiah dan Hanabilah Artinya: Menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.
1. Syarat Ijarah a) Syarat terjadinya akad
Syarat ini berkaitan dengan aqid, zat akad, dan tempat akad. Syarat ini sering disebut “inqad..menurut Ulama Hanafiah ,‟aqid disyaratkan harus berakal dan mumayyiz (minimal 7 tahun), serta tidak syaratkan tidak baliq. Akan tetapi, jika bukan barang miliknya sendiri, akad ijarah anak mumayyiz, dipandang sah, tetapi bergantung atas keridhoan walinya.
b) Syarat pelaksanaan Ijarah (An-Nafadz) Agar izarah terlaksana, barang harus dimiliki oleh Aqid atau ia memiliki kekuasaan penuh untuk akad (ahliah). c) Syarat sah Ijarah
15
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan aqid (orang yang aqad), ma‟qud‟alaih (barang yang menjadi objek akad), ujrah (upah) dan zat akad (nafs Al-„Akad). d) Syarat barang sewaan. e) Syarat ujrah. f) Syaratyang kembali pada rukun akad. g) Syarat kelaziman 2. Sifat dan Hukum Ijarah 1. Sifat Ijarah Menurut ulama hanafiyah, ijarah adalah akad lazim yang didasarkan pada firman Allah SWT : yang boleh dibatalkan, pembatalan tersebut dikaitkan pada asalnya bukan didasarkan pada pemenuhan akad. 2. Hukum Ijarah
Hukum ijarah sahih adalah tetapnya kemamfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma‟qud „alaih sebab ijarah termasuk jual beli pertukaran hanya saja dengan kemamfaatan.
Hukum ijarah rusak, menurut ulama hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad, ini bila kerusakan tersebut terjadi
16
pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak membertahukan jenis pekerjaan perjanjiannya upah harus diberikan semestinya.
3. Pembagian dan Hukum Ijarah Ijarah terbagi dua, yaitu ijarah terhadap benda atau sewa-menyewa dan ijarah atas pekerjaan atau upah mengupah. a. Hukum Sewa-menyewa Dibolehkan ijarah atas barang mubah, seperti rumah kamar, dan lain-lain, tetapi, dilarang ijarah terhadap benda-benda yang diharamkan. b. hukum upah-mengupah Upah mengupah atau ijrah „ala al‟a‟mal yakni jual beli jasa, biasanya berlaku dalam beberapa hal seperti menjahitkan pakaian, membangun rumah dan lain-lain. Ijarah „alal-a‟mal terbagi dua yaitu:
Ijarah khusus Ijarah yang dilakukan oleh seorang pekerja. Hukumnya, orang yang bekerjatidak boleh bekerja selain dengan orang yang telah memberikan upah. Ijarah musytarik
17
Ijarah yang dilakukan secara bersama-sama atau melalui kerja sama. Hukumnya dibolehkan bekerja sama dengan orang lain. 3. Pengertian Murabahah Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli. Yang membedakan murabahah dengan penjualan yang biasa kita kenal adalah penjual secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa harga pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya. Karakteristik akad murabahah 1. Proses pengadaan barang murabahah (aktiva murabahah) harus dilakukan oleh penjual Jika penjual hendak mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang menjadi milik penjual. Penjual dapat meminta uang muka pembelian kepada pembeli sebagai bukti keseriusannya ingin membeli barang tersebut. Uang muka menjadi bagian pelunasan piutang murabahah jika akad murabahah disepakati. .Jika penjual mendapat diskon sebelum akad maka diskon tersebut menjadi hak pembeli. Apabila diskon diberikan setelah akad, maka diskon yang didapat akan menjadi hak pembeli atau hak penjual sesuai dengan kesepakatan mereka di awal akad. Jika akad tidak mengatur, maka diskon tersebut menjadi hak penjual. .Diskon yang terkait dengan pembelian barang, antara lain meliputi (PSAK No. 102 par 11):
18
(a) diskon dalam bentuk apapun dari pemasok atas pembelian barang; (b) diskon biaya asuransi dari perusahaan asuransi dalam rangka pembelian barang; (c) komisi dalam bentuk apapun yang diterima terkait dengan pembelian barang. Cara Pembayaran dapat dilakukan tunai atau tangguh untuk Murabahah tangguh, pembayaran dilakukan secara tangguh. Jika pembeli melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari periode yang telah ditetapkan, maka penjual boleh memberikan
potongan.
Tetapi,
besarnya
potongan
ini
tidak
boleh
diperjanjikan diawal akad. Apabila pembeli tidak dapat membayar utangnya sesuai dengan waktu yang ditetapkan, pembeli tidak boleh didenda atas keterlambatan Kecuali pembeli tersebut tidak membayar karena lalai. Apabila pembeli mengalami kesulitan keuangan, maka penjual hendaknya memberi keringanan. Keringanan dapat berupa menghapus sisa tagihan, membantu menjualkan obyek murabahah pada pihak lain atau melakukan restrukturisasi piutang. Restrukturisasi piutang bisa dalam bentuk: 1. Memberi potongan sisa tagihan, sehingga jumlah angsuran menjadi lebih kecil. 2. melakukan penjadualan ulang (rescheduling), dimana jumlah tagihan yang tersisa tetap (tidak boleh ditambah) dan perpanjangan masa pembayaran
19
disesuaikan dengan kesepakatan kedua pihak sehingga besarnya angsuran menjadi lebih kecil. 3. mengkonversi akad murabahah, dengan cara menjual obyek murabahah kepada penjual sesuai dengan nilai pasar, kemudian dari uang yang ada digunakan untuk melunasi sisa tagihan. Kelebihannya (bila ada) digunakan sebagai uang muka akad ijarah atau sebagai bagian modal dari akad mudharabah musytarakah atau musyarakah. Sebaliknya, kekurangannya tetap menjadi utang pembeli yang cara pembayarannya disepakati bersama 4. Sebaiknya,
penjualan
tidak
tunai
(tangguh)
dibuatkan
kontrak/perjanjiannya secara tertulis dan dihadiri saksi-saksi. Kontrak memuat antara lain besarnya utang pembeli, jangka waktu akad, besarnya angsuran setiap periode, jaminan, siapa yang berhak atas diskon pembelian barang setelah akad dan lain sebagainya. 5. Untuk menghindari resiko, penjual dapat meminta jaminan. Jenis Murabahah 1.Murabahah dengan pesanan; Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang dipesannya. Kalau bersifat mengikat berarti pembeli harus membeli barang yang dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya. 2. Murabahah tanpa pesanan;
20
murabahah jenis ini bersifat tidak mengikat dan pembeli dapat membatalkan akad pembelian. B. Penghimpun Dana Pada Bank Syariah Penghimpun dana pada bank syariah sama halnya dengan penghimpun dana pada bank umum, hanya pada tata cara atau prinsip kerjanya saja yang berbeda. Dalam penghimpunan dana terdapat 3 macam sumber dana dari masyarakat yaitu : 1. Dana yang bersumber dari bank sendiri yaitu dana terbentuk modal setor yang berasal dari para pemengang saham (investor), cadangan-cadangan serta keuntungan bank yang belum dibagikan kepada para pemegang saham. 2. Dana yang berasal dari masyarakat luas yaitu dana yang pada umumnya berbentuk simpanan yang tradisional yang biasa kita sebut sebagai : giro, deposito dan tabungan. 3. Dana yang berasal dari lembaga keuangan yang berbentuk bank maupun non bank yaitu dana yang pada umumnya diperoleh bank dalam bentuk pesanan bank jangka pendek maupun jangka penjang dari dalam negeri maupun luar negeri (Suyanto 1993 : 29). Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi‟ah dan mudharabah. Dalam penyaluran dana bank syariah harus berpedoman kepada prinsip
21
kehati-hatian. Sehubungan dengan hal ini bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Dana yang terdapat dalam bank syariah merupakan dana yang dihimpun dari simpanan atau titipan (wadi‟ah) dari masyarakat yang akan disalurkan kembali melalui investasi untuk membiayai suatu usaha masyarakat yang halal (bersih dari riba atau bunga) dan produktif (dapat menghasilkan barang atau jasa) bagi kepentingan masyarakat yang dilakukan pada bank syariah melalui prinsip bagi hasil (mudharabah). Dalam Islam diajarkan untuk mengolah harta yang dimiliki berdasarkan syariah Islam dan tidak diperbolehkan melakukan spekulasi (penimbunan harta), dalam Islam harta yang dimiliki harus dibersihkan melalui zakat yang ukurannya telah ditentukan dalam Islam. Sebagaimana bank konvensional, penghimpunan dana di bank umum syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito sedangkan BPRS hanya melayani tabungan dan deposito namun demikian mekanisme operasional penghimpunan dana ini harus disesuaikan dengan prinsip syariah. Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi‟ah dan mudharabah. Penghimpunan dana merupakan simpanan atau titipan dana dari masyarakat yang akan di investesikan kembali oleh pihak bank syariah secara optimal untuk membiayai berbagai macam usaha yang halal dan produktif
22
bagi kepentingan umat yang dilakukan oleh perbankan syariah berdasarkan prinsip bagi hasil. Dalam Islam menganjurkan umatnya untuk mengelola harta yang dimilikinya secara produktif dan tidak dibiarkan menimbun harta, karena harta yang tertimbun akan termakan habis oleh zakat. C. Faktor – Faktor Dana Pihak Ketiga Pada Bank Syariah. Dana pihak ketiga adalah dana yang dihimpun dari masyarakat dalam bentuk tabungan, deposito dan giro dan dapat disalurkan kembali melalui pembiayaan-pembiayaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penghimpunan dana pihak ketiga dalam suatu bank syariah dapat dilihat dari sebuah produk yang ditawarkan. Produk-produk yang ditawarkan oleh bank syariah sama halnya pada produk yang ditawarkan pada bank konvensional. Tetapi dana pihak ketiga pada bank syariah memiliki perbedaan-perbedaan dalam prinsip, yang akan dijelaskan sebagai berikut : 1. Tabungan Syariah Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, biyet giro, dan alat lain yang di persyaratkan dengan itu. Tabungan syariah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan Syariah Nasional telah
23
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan prinsip wadi‟ah dan mudharabah (Adiwarman 2004 : 297). Pada bank syariah menerapkan dua akad dalam tabungan, yaitu wadi‟ah dan mudharabah. a.
Tabungan yang menggunakan akad mudharabah mengikuti prinsipprinsip dalam mudharabah (Antonio 2001 : 156) yaitu : 1. Mudharabah Muqqayadah jenis ini merupakan simpanan khusus yang terikat, dimana pemilik dana (shahibul maal) memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya biasa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan dan ketentuanketentuan yang telah diterapkan oleh shahibul maal. 2. Adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutarkan sebuah dana dan diperlukan waktu yang cukup. Rumus perhitungan bagi hasil tabungan mudharabah (Adiwarman 2004 : 300) adalah sebagai berikut : Hari bagi hasil X saldo rata – rata harian X tingkat bagi hasil Hari kalender yang bersangkutan
b.
Tabungan yang dijalankan berdasarkan akad wadi‟ah yaitu tititpan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat sesuai dengan
24
kehendak pemiliknya. Produk tabungan wadi‟ah, bank syariah menggunakan akad wadi‟ah adh-dhamanah (Adiwarman 2004 : 298). Ketentuan umum tabungan wadi‟ah, adalah sebagai berikut : a. Tabungan wadi‟ah merupakan tabungan yang bersifat titipan murni yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat (on call) sesuai dengan kehendak pemilik harta. b. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dan pemanfaatan barang menjadi milik atau tanggungan bank, sedangkan nasabah pemilik tidak dijaminkan imbalan dan tidak menangguhi kerugian. c. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik harta sebagai sebuah insentif selama tidak diperjanjian dalam akad pembukuan rekening. Bank berkeinginan untuk memberikan bonus wadiah, beberapa metode dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 1.
Bonus wadiah atas dasar saldo terendah. Rumus : Tarif bonus wadiah X saldo terendah bulan ybs
2.
Bonus wadiah atas dasar saldo rata-rata harian. Rumus :
25
Tarif bonus wadiah X saldo rata – rata harian bulan ybs
3.
Bonus wadiah atas dasar saldo harian. Rumus : Tarif bonus wadiah X saldo harian ybs X hari efektif Perbedaan antara menabung di bank syariah dan di bank konvensional, (Antonio 2001 : 157) yaitu : 1. Terletak pada akad. Pada bank syariah semua transaksi harus berdasarkan akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian semua transaksi harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukuan rekening, baik giro, tabungan maupun deposito berdasarkan perjanjian titipan, namun perjanjian ini tidak mengikuti prinsip manapun dalam muamalah syariah, misalnya wadi‟ah, karena salah satu penyimpangannya diantaranya menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor. 2. Terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensional menggunakan konsep biaya (cost consept) untuk menghitung keuntungan artinya bunga yang disajikan dimuka kepada nasabah penabung merupakan ongkos yang harus dibayar oleh bank.
26
Karena itu, bank harus “menjual” kepada nasabah lainnya (peminjam) dengan biaya (bunga) yang lebih tinggi. Sedangkan pada bank syariah menggunakan pendekatan profit sharing, artinya dana yang diterima bank disalurkan kepada pembiayaan. Keuntungan yang didapatkan oleh pembiyaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan untuk nasabah, berasarkan perjanjian pembagian keuntungan
dimuka
(biasanya
terdapat
dalam
formulir
pembukuan rekening yang berdasarkan mudharabah). 3. Sasaran kredit atau pembiayaan. Para penabung di bank konvensional tidak sadar bahwa uang yang ditabungkannya diputarkan pada semua bisnis tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut, bahwa sering sekali dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek – proyek milik grup perusahaan tersebut. Kredit yang digunakan tidak memandang apakah jumlahnya melebihi batas maksimum pemberian kredit (BMPK) ataukah tidak. Sedangkan pada bank syariah penyaluran dana simpanan dari masyarakat dibatasi oleh dua prinsip dasar, yaitu prinsip syariah dan prinsip keuntungan. Artinya pembiayaan yang akan diberikan harus memenuhi kriteria – kriteria syariah, disamping pertimbangan – pertimbangan keuntungan. Misalnya, pemberian pembiayaan (kredit) harus kepada bisnis yang halal, tidak boleh kepada perusahaan atau bisnis yang memproduksi makanan dan minuman yang diharamkan, perjudian, pornagrafi,
27
dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. Karena itu menabung dibank syariah relative lebih aman ditinjau dari perspektif Islam karena akan mendapatkan keuntungan yang didapat dari bisnis yang halal. Pada bank syariah menggunakan prinsip Tabungan Mudharabah, untuk penghimpunan dana dari masyarakat.
2.
Deposito Syariah a. Pengertian Deposito Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI dalam PSAK No. 31 revisi 2000 : 316), deposito adalah : “Simpanan pihak lain pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dan bank yang bersangkutan”. Sedangkan dalam undang – undang No. 10 tahun 1998 (2004 : 3), yaitu: “Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpanan dengan bank”. Deposito dalam bank syariah dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Deposito Mudharabah Mutlaqah Rumus perhitungan bagi hasil deposito mudharabah mutlaqah, adalah sebagai berikut :
28
Hari bagi hasil X nominal deposito mudharabah X tingkat bagi hasil Hari kalender yang bersangkutan
2. Deposito Mudharabah Muqayyadah Rumus perhitungan bagi hasil deposito Mudharabah Muqayyadah, adalah sebagai berikut :
Hari bagi hasil X nominal deposito muqayyadah X tingkat bagi hasil Hari kalender yang bersangkutan
b. Jenis – Jenis Deposito Menurut Kasmir (2002 : 94), jenis – jenis deposito yang ditawarkan oleh bank adalah : 1. Deposito Berjangka (time deposito) Deposito berjangka merupakan deposito yang diterbitkan menurut jangka waktu tertentu. Jangka waktu deposito biasanya bervariasi mulai dari 1,2,3,6,12,18 sampai dengan 24 bulan. 2. Sertifikat Deposito (Sertificate Deposito)
29
Sertifikat deposito merupakan deposito yang diterbitkan dengan jangka waktu 2,3,6,12, bulan. Sertifikat deposito diterbitkan dalam bentuk sertifikat. 3. Deposito Harian (Deposito on Call) Deposito harian merupakan deposito yang berjangka waktu minimal 7 hari dan paling lama kurang dari 1 bulan. Diterbitkan atas nama dan biasanya dalam jumlah yang besar. Pada bank syariah menggunakan prinsip Deposito mudharabah, untuk penghimpunan dana dari masyarakat. 3.
Giro Syariah Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, Bulyet giro, saranan perintah bayaran lainnya atau dengan memindah bukukan. Giro syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip – prinsip syariah. Pada bank syariah giro (Adiwarman 2004:291) dibagi menjadi dua macam, yaitu : 1. Giro Wadi’ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadi’ah yaitu titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika Ketentuan umum dalam giro wadi‟ah sebagai berikut : a. Dana wadi’ah dapat digunakan oleh bank untuk kegiatan komersial dengan syarat bank harus menjamin pembayaran kembali nominal dana wadi’ah tersebut.
30
b. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedangkan milik dana tidak di janjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi tidak boleh diperjanjikan dimuka. c. Pemilik dana wadi’ah dapat menarik kembali dananya sewaktu – waktu (on call), baik sebagian maupun seluruhnya. Rumus yang digunakan dalam memperhitungkan bonus giro wadi’aah adalah sebagai berikut : 1. Bonus wadiah atas dana saldo terendah Tarif bonus wadi‟ah X saldo terendah bulan ybs
2. Bonus wadiah atas dasar saldo rata – rata harian Tarif bonus wadiah X saldo rata – rata harian bulanan ybs 3. Bonus wadi‟ah atas dasar saldo harian Tarif bonus wadiah X saldo harian ybs X hari efektif
Akad yang digunakan pada rekening giro dibagi menjadi dua (Antonio 2001 : 155), yaitu : 1. Akad wadi’ah yad al-amanah yaitu suatu akad titipan yang dilakukan dengan kondisi penerima titipan yang dalam hal ini bank tidak wajib mengganti bila terjadi kerusakan pada barang yang di titipkan. Dalam hal ini, bank hanya bertanggung jawab atas kondisi barang (uang) yang
31
di titipkan. Dan biasanya, akad ini diterapkan bank pada titipan murni, seperti safe deposit box. 2. Akad wadi’ah yad adh-dhamanah yaitu suatu titipan yang di titipkan yang dilakukan dengan kondisi penerima yang di titipkan yang bertanggung jawab atas nilai (bukan fisik) dari uang yang di titipkan. 3. Giro mudharabah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Giro Mudharabah dibagi menjadi 2 bentuk, yaitu : a. Giro Mudharabah Muqayyadah merupakan titipan khusus yang terikat,
dimana
pemilik
dana
(shahibul
maal)
yang
diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh shahibul maal. b. Giro Mudharabah Mutlaqah adalah titipan yang tidak ada batasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun dananya. Dalam hal ini bank syariah menggunakan akad wadi‟ah yad adhdhamanah untuk rekening giro.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alokasi Kredit Pada Bank Syariah Faktor Alokasi Kredit pada bank syariah dipengaruhi oleh pembiayaan-pembiayaan yang terdapat pada bank syariah tersebut, yang berpedoman pada prisip-prinsip Islam. 1. Pengertian Pebiayaan dan Pembiayaan Berbasis Syariah.
32
Menurut Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, pengertian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah: “penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antar bank dengan pihak yang lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu dengan imbalan atau bagi hasil”. Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 5/9/PBI/2003 (2003;3) pengertian pembiayaan yaitu : “Pembiayaan adalah Penyediaan dana dan tagihan berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah atau pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip bagi hasil”. Menurut (Antonio 2001 : 161), “Pembiayaan adalah pemberian fasilitas penyedian dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang merupakan defisit unit”. Syarat-syarat umum untuk sebuah pembiayaan (Antonio 2001: 171) seperti hal-hal berikut: 1. Surat permohonan terulis, dengan dilampirkan proposal yang memuat antara lain gambaran umum usaha, jumlah kebutuhan dana, rincian dan rencana penggunaan dan, jumlah kebutuhan dana, dan jangka waktu penggunaan dana. 2. Legalitas usaha, seperti identitas diri, akta pendirian usaha, surat izin umum perusahaan, dan tanda daftar perusahaan.
33
3. Laporan keuangan, seperti laporan rugi laba, data persediaan terakhir, data penjualan dan foto copi rekening bank. Produk penyaluran dana pada bank syariah (Muhammad 2005 : 181) dapat dikembangkan dengan tipe model sebagai berikut : 1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. 2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa. 3. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama yang ditujukan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa dengan prisip bagi hasil. Secara garis besar, hubungan ekonomi berlandasakan syariah Islam tersbut ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari lima kosepdasar akad. Besumber dari lima konsep dasar inilah dapat ditemukan produk-produk lembaga keuangan bank syariah dan lembaga keungan bukan bank syariah untuk dioprasionalkan. Kelima kosep tersebut (Muhammad, 2005 : 176) adalah sebagai berikut : 1. Prisip Simpanan Murni (al-wadiah) Prinsip simpanan murni merupakan fasilitas yang diberikan oleh bank Islam untuk memberikan kesempatan kepada pihak yang berkelebihan dana untuk menyimpan dananya dalam
34
bentuk al-wadi‟ah. Fasilitas al-wadi‟ah biasanya diberikan untuk tujuan investasi guna mendapat keuntungan seperti halnya tabungan dan deposito. Dalam dunia perbankan konvensional al-wadi‟ah identik dengan giro. 2. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah). Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengolah dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah. Lebih jauh prinsip mudharabah dapat dipergunakan sebagai dasar baik untuk produk
pendanaan
(Tabugan
dan
Deposito)
maupun
pembiayaan, sedangkan musyarakah lebih banyak untuk pembiayaan. 3. Prinsip Jual Beli (at-Tijarah). Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank yang melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah. 4. Prinsip Sewa (al-Ijarah),
35
Prisip ini secara garis besar terbagi atas dua jenis, sebagai berikut : a. Ijarah, sewa murni seperti halnya penyewaan traktor dan alat-alat produk lainnya (operating leave). Dalam tehnik perbankan bank dapat membeli terlebih dahulu equipment
yang
dibutuhkan
nasabah
kemudian
menyewakan dalam waktu dan hanya yang telah disepakati nasabah. b. Ijarah
al-Mutahiyah
Bittamlik
merupakan
penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa (financial lease). 5. Prinsip fee/jasa (al-Ajr Wal Umulah). Prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain bank Garansi, Kliring, Inkaso, jasa Tranfer dan lainlain. Secara syariah prinsip ini berdasarkan pada konsep al-ajr wal umulah. 2. Tujuan Pembiayaan. Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: a. Tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, adalah:
36
1. Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses secara ekonomi, dengan adanya suatu pembiayaan mereka
dapat
melakukan
akses
ekonomi,
agar
dapat
meningkatkan taraf ekonominya. 2. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk mengembangkan usaha membutuhkan dana tambahan. 3. Meningkatkan produktifitas, artinya adanya pembiayaan yang memberikan peluang bagi masyarakat yang mempunyai usaha dalam meningkatkan produksinya. 4. Membuka lapangan kerja baru, yaitu dengan dibukanya sektorsektor usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut dapat menyerap tenaga kerja. 5. Terjadinya Distribusi Pendapatan, yaitu masyarakat produktif mampu melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan dari hasil usahanya.
b. Tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro, adalah: 1. Upaya memaksakan laba, yaitu setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan tertinggi dengan memaksimalkan laba usaha. 2. Upaya meminimalkan resiko, yaitu usaha yang dilakukan dapat menghasilkan laba yang maksimal, maka pengusaha harus mampu meminimalkan resiko yang mungkin akan timbul.
37
3. Pendayagunaan sumber ekonomi, yaitu sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dan sumber daya manusia serta sumber daya modal. 4. Penyaluran kelebihan dana, yaitu kehidupan masyarakat ada pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan dana.
3. Penyaluran Dana Pada Bank Syariah Produk penyaluran dana pada bank syariah (Muhammad 2005 :181) dapat dikembangkan dengan tipe modal sebagai berikut: 1. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jualbeli. 2. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prisip sewa. 3. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama yang ditujukan untuk
usaha kerja sama
yang ditujukan guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Dalam penyaluran dana bank syariah harus perpedoman kepada prinsip kehati-hatian. Sehubungan dengan hal ini bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Aloksi kredit digunakan untuk suatu pembiayaan sebagai berikut:
38
a. Pembiayaan Mudharabah Bank dapat menyediakan pembiayaan modal investasi atau modal kerja sepenuhnya, sedangkan nasabah menyediakan usaha dan managemennya. Hasil keuntungan akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan bersama, dalam bentuk nisbah dari keuntungan pembiayaan. b. Pembiayaan Murahabah Pembiayaan
untuk
pembelian
barang
lokal
ataupun
internasional. Pembayaran ini mirip dengan kredit modal kerja dari bank konvensional, karena jangka waktu pembiayaan tidak lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikan (harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah margin keuntungan). c. Pembiayaan Bai Bithaman Ajil Pembiayaan
untuk
pembelian
barang
dengan
cicilan.
Pembiayaan ini dicicil mirip dengan kredit investasi dari bank konvensional, karena itu pembiayaan bisa lebih dari satu tahun. Bank mendapat keuntungan dari harga barang yang dinaikan (harga jual baru yang terdiri dari harga beli ditambah margin keuntungan). d. Pembiayaan Al-Qardhul Hasan
39
Al-Qardhul Hasan merupakan pinjaman lunak baik perusahaan kecil yang benar-benar kekurangan modal, Nasabah tidak perlu membagi keuntungan kepada bank, tapi hanya membayar biaya administrasi saja yang merupakan biaya-biaya real yang tidak dapat dihindari untuk terjadinya suatu kontrak misalnya biaya penelitian proyek, notaris, upah karyawan dan lain-lain. e. Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan musyarakah merupakan pembiayaan sebagian dari modal usaha keseluruhan, yang mana pihak bank dapat dilibatkan
dalam
proses
manajemennya.
pembagian
keuntungan berdasarkan perjanjian sesuai proporsinya. Menurut (Antonio, 2001 : 160) pembiayaan dibagi dalam berbagai macam bentuk, sebagai berikut: Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua hal berikut: 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu untuk
meningkatkan
usaha,
baik
usaha
produksi,
perdagangan maupun investasi. 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.
40
Menurut keperluannya,pembiayaan produktif dapat dibagi menjadi dua hal berikut: 1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan : a. Peningkatan produksi, baik secara kuantitatif, yaitu jumlah hasil produktif maupun secara kualitatif, yaitu peningkatan kualitas atau mutu hasil produksi. b. Untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. 2. Pembiayaan investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-barang modal (capital goods) serta fasilitasfasilitas yang erat kaitannya dengan itu. Unsur - unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen, sebagai berikut: 1. Pembiayaan likuiditas (cash Financing), digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidaksesuaian (mismatched) antara cash inflow dan cash outflow pada perusahaan nasabah. 2. Pembiayaan piutang (Receivable Financing), kebutuhan pembiayaan ini timbul pada perusahaan yang menjual barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimiliki.
41
3. Pembiayaan persediaan (Inventory Financing) a. Bai’al-Mudharabah, yaitu pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri atas biaya pengadaan bahan baku dan penolong. b. Bai‟al-Istishna‟, yaitu pembiayaan untuk produksi sampai menghasilkan barang jadi. c. Bai’as-Salam, yaitu produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti, seperti produksi pertanian. 4. Pembaiyaan modal kerja untuk perdagangan a. Perdagangan
umum,
adalah
perdagangan
yang
dilakukan dengan target pembeli siapa saja yang akan datang membeli barang-barang yang telah disediakan di tempat penjual, baik pedagang eceran (retailer) maupun pedagang besar (whole seller). b. Perdagangan berdasarkan pesanan, adalah pembelian yang dilakukan berdasarkan pesanan terlebih dahulu, untuk menghindari kemungkinan resiko akibat tidak mampunyai penjual memenuhi pesanan atau tidak sesuai jumlah dan kualitas barang yang dikirimkan dengan spesifikasi yang dimaksud dalam surat penawaran atau pemesanan. Pembiayaan investasi, yaitu pembiayaan yang diberikan kepada para nasabah untuk keperluan investasi yaitu keperluan penambahan
42
modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha, ataupun pendirian proyek baru. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah: 1.
Untuk pengadaan barang-barang modal.
2.
Memenuhi perencanaan alokasi dana yang matang dan terarah.
3.
Berjangka waktu menegah dan panjang. Pembiayaan konsumtif, digunakan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dpat dibedakan atas: 1. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman, pakaian, dan tempat titnggal, maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. 2. Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan minuman, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan dan sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, pariwisata hiburan dan lain sebagainya. Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema berikut ini: 1. Al-bai’bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan angsuran.
43
2. Al-ijarah al-muntahiah bit-tamlik atau sewa beli 3. Al-musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation, dimana
secara
bertahap
bank
menurunkan
jumlah
partisipasinya. 4. Ar-Ranh untuk memenuhi kebutuhan jasa. Pembiayaan konsumsi
diatas digunakan untuk pemenuhan
kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar digunakan untuk produk pembiayaan syariah (Adiwarman 2004 : 97) terbagi kedalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya: 1. Pembiayaan dengan prinsip jual-beli Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut: a. Pembiayaan Murabahah adalah transaksi jual-beli dimana bank menyebut jumlah keuntungannya. b. Pembiayaan Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang di perjual belikan belum ada, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. c. Pembiayaan Istishna adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada. pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran.
44
4. Kinerja Keuangan Bnak Syariah Menjadi Kewajiban dan wewenang bank sentral di seluruh Negara untuk menjaga dan mengendalikan kesehatan bank-bank yang ada dalam industri perbankannya untuk melakukan control terhadap tingakat kesehatan bank, maka bank sentral mewajibkan bank-bank untuk mengirimkan laporan keunagan secara berkala baik berupa laporan mingguan, triwulan, semesteran, maupun laporan tahunan. Bank syariah sebagai lembaga perantara keuangan diharapkan dapat menunjukkan kinerja yg lebih baik dibandingkan dengan bank sistem berbasis bunga. Gambaran baik buruknya suatu bank syariah dapat dikenali melalui kinerja yang tergambar di dalam laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan pada sector perbankan syriah adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan , kinerja, serta perubahan posisi keuangan aktivitas operasi bank yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan. Bagi bank yang dapat menunjukkan tingkat kinerja yang baik dalam laporan keuangan maka akan diberikan kesempatan yang lebih luas dalam mengembangkan usahanya. Berbeda dengan bank yang menunjukkan tingkat kinerja yang rendah maka bank sentral akan memberikan perhatian khusus berupa batasan-batasan dalam operaasional bank tersebut.
45
Adanya ketentuan tingkat kesehatan perbankan dimaksudkan untuk dapat dipergunakan sebagai berikut : 1. Tolak ukur bagi manajemen untuk menilai apakah pengelolaan bank telah dilakukan sejalan dengan azas-azas perbankan yang sehat dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. 2. Tolak ukur mengukur arah pembinaan dan pengembangan bank baik secara individual maupun industry perbankan secara keseluruha di Indonesia ( Muhammad : 2005 )
Peraturan bank Indonesia tentang tata cara penilaian tingkat kesehatan bank di dalam ketentuan umumnya menyatakan bahwa, tingkat kesehatan bank pada dasarnya dinilai pada pedekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan suatu bank. Pendekatan kualitatif tersebut dilakukan dengan penilaian terhadap factorfaktor permodalan,kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas, likuidasi, dan sensifitas terhadap resiko pasar ( Syrat Edaran Bank Indonesia No.9/24/DPbS/2007).
Pada tahap penilaian tinkat kesehatan tersebut dilakukan dengan mengkuatifikasi komponen masing-masing factor di atas.Kemudian factorfaktor tersebut diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh terhadap kesehatan bank. Hasil kuantifikasi komponen-komponen tersebut dinilai lebih lanjut dengan memperhatikan informasi dari aspek-aspek lain secara
46
materil berpengaruh terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing factor. Berdasarkan penilaian di atas ditetapkan empat predikat tingkat kesehatanbank sebagai berikut: a. Sehat b. Cukup Sehat c. Kurang Sehat d. Tidak Sehat Dalam melakukan penilaian terhadap kinerja bank, bank sentral biasanya menggunakan kriteria analisis CAMELS, yaitu capital, asset quality, management quality, earning, likudity, dan sensitivity to market risk. Berbagai lembaga dan analis telah menerapkan kode CAMELS termasuk dunia perbankan Indonesia telah menggunakan metode ini sejak februari 1991 yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai sifat kehati-hatian.