BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Process Improvement Upaya perbaikan proses disebabkan karena berbagai alasan, secara tradisional,
tujuan utama perbaikan proses adalah untuk meningkatkan efisiensi. Peningkatan efisiensi atau produktivitas, memungkinkan suatu perusahaan untuk menghasilkan produk yang sama dengan upaya pengurangan, Mutafelija (2008, p9). Edward Deming (1982) menjelaskan “quality chain reaction”, ketika terjadinya suatu peningkatan terhadap suatu produk dan kualitas layanan, penurunan biaya akan terjadi dikarenakan pengurangan dari pekerjaan yang berulang dan pengurangan terhadap penundaan. Karena biaya berkurang dan perbaikan dari produktifitas maka menyebabkan peningkatan produkfitas yang lebih tinggi sehingga memungkinkan perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar terhadap pasar dengan memberikan harga yang lebih rendah dengan kualitas lebih tinggi. Blokdijk (2008, p26) Persaingan di antara perusahaan-perusahaan pada saat ini telah menjadi sangat berorientasi terhadap IT, sehingga menyebabkan perusahaan harus memiliki berbagai standar kualitas untuk meningkatan proses bisnis. ITSM (IT Service Management) merupakan sumber panduan praktis untuk dijadikan sebagai standar kualitas agar terciptanya perbaikan proses pada perusahaan.
6
7
Menurut Pollard (2008) terdapat beberapa panduan praktis yang dapat digunakan sebagai acuan adalah ISO / IEC 20000, CMM (Capability Maturity Model), dan terdapat panduan-panduan yang berguna lainnya. Best practice dan frameworks yang sering digunakan pada perusahaan adalah ITIL (IT Infrastructure Library) dan COBIT (Control Objectives Information Technology). Selain panduan praktis yang terdapat pada ITSM terdapat panduan lainnya untuk proses perbaikan kualitas yaitu Six Sigma. Meskipun panduan-panduan tentang perbaikan kualitas tersebut memiliki konsep dan proses yang tumpang tindih, tapi sebenarnya penerapan-penerapan tersebut memiliki masing-masing kekurangan sehingga dengan digabungkan atau dikombinasikan untuk memberikan kualitas layanan yang lebih baik kepada perusahaan. ITIL dan Six Sigma dapat digabungkan untuk mengatasi keterbatasan satu sama lainnya sehingga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan. Penerapan proses Six Sigma diterapkan terlebih dahulu (make-it-right-the-first-time), kemudian ITIL (how-to-do-it), kombinasi tersebut sebagai sarana perbaikan yang ampuh untuk diterapkan pada perusahaan. Ataupun penerapan dapat dilakukan dengan saling mengisi dari kedua metode tersebut yaitu: Six Sigma digunakan sebagai tujuan dari masing tahapan-tahapan proses dari suatu projek sedangkan ITIL digunakan sebagai cara untuk mencapai proses tersebut.
8
2.2
IT Service Management (ITSM) Menurut Gerard Blokdijk (2008, p6) ITSM adalah satu set kemampuan
khusus suatu perusahaan untuk memberikan sesuatu yang bernilai kepada pelanggan dalam bentuk layanan. Kemampuan perusahaan ini dipengaruhi oleh kebutuhankebutuhan yang diperlukan oleh pelanggan. IT Service Management adalah seperangkat kemampuan khusus perusahaan untuk memberikan nilai kepada pelanggan dalam bentuk layanan dan kemampuan, yang mana bertujuan untuk memberikan layanan secara efektif dan efisien kepada pelanggan, Wedemeyer (2008, p14). IT Service Management (Bon, 2002) dapat dijelaskan sebagai sebuah metode untuk mengatur semua aspek sistem informasi dan teknologi dari sebuah organisasi, baik dari sisi infrastruktur maupun aktivitas yang terlibat, sebagai sebuah proses yang saling berhubungan yang bertujuan untuk menyediakan layanan kepada organisasi. Sedangkan menurut Menken (2009, p7) IT Service Management adalah manajemen semua proses yang bekerja sama untuk memastikan hidup kualitas layanan, yang sesuai dengan tingkat layanan yang telah disepakati oleh pelanggan. Proses yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan dari suatu perusahaan meliputi: inisiasi, disain, organization, control, pengadaan, serta dukungan terhadap peningkatan layanan IT. Ada empat perspektif atau atribut yang perlu diperhitungkan di dalam menjelaskan konsep dari ITSM : 1. Partners / Suppliers perspective
9
Berhubungan terhadap mitra-mitra perusahaan (suppliers / partners) didalam memberikan konstribusi pada service delivery. 2. People perspective Berhubungan terhadap pelanggan, staff IT dan stakeholder yang terlibat. 3. Products / Technology perspective Berhubungan terhadap IT meliputi, services, hardware, software, anggaran, tools. 4. Process perspective Berkaitan dengan end-to-end pelayanan berdasarkan service pada alur proses.
Gambar 2.1 Four Perspectives (Attributes) of ITSM
Kombinasi
elemen-elemen
tersebut
memberikan
kemampuan
yang
dibutuhkan untuk sebuah IT perusahaan didalam memberikan kualitas pelayanan IT yang memenuhi kebutuhan bisnis perusahaan yang dibutuhkan. Namun, IT Service Management bukan hanya terdiri dari elemen-elemen tersebut saja, tapi dilengkapi oleh suatu pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dari
10
sebuah industri praktisi-praktisi professional yang merupakan sebagai metode untuk memenuhi kebutuhan dari elemen-elemen tersebut. ITIL (IT Infrastructure Library) merupakan kerangka kerja yang telah dikembangkan, sebagai sumber utama yang baik didalam Service Management. ITIL telah digunakan oleh berbagai perusahaan di seluruh dunia untuk membangun dan meningkatkan penerapan ITSM.
2.3
IT Infrastructure Library (ITIL) Wedemeyer (2008, p7) IT Infrastructure Library adalah sebuah pendekatan
terhadap IT Service management yang paling banyak diterima di dunia. ITIL merupakan best practice kerangka kerja yang terpadu yang didapat dari perusahaan publik maupun perusahaan internasional. Sedangkan menurut Menken (2009, p13) ITIL adalah internasional kerangka kerja manajemen yang sesungguhnya, yang menjelaskan “Good Practices” untuk IT Service Management. IT Infrastructure Library, telah menjadi standar internasional sesungguhnya untuk IT Service Management. Fokus pada quality service dan best practice telah membuat kerangka kerja ITIL menjadi paling populer dan umum didalam perencanaan dan pengelolaan proses dan peran-peran serta aktivitas IT Service Management, Jan Van Bon (2002, p131). Menurut Cartlidge (2007) ITIL adalah sebuah kerangka kerja (framework) umum yang menjelaskan best practice dalam IT Service Management. ITIL menyediakan kerangka kerja untuk manajemen IT dan berfokus pada pengukuran dan
11
perbaikan secara terus menerus dari layanan IT yang diberikan, baik dari sudut pandang bisnis maupun konsumen. Fokus ini yang telah menjadikan faktor keberhasilan implementasi ITIL secara global. Beberapa keuntungan dari implementasi ITIL antara lain : •
Meningkatkan kepuasan konsumen terhadap layanan IT.
•
Meningkatkan tingkat ketersediaan layanan, yang secara langsung meningkatkan keuntungan bagi organisasi.
•
Penghematan secara finansial dari berkurangnya pekerjaan yang diulang serta memperbaiki pemanfaatan dan manajemen sumber daya.
Menurut John Iden (2010) adanya peningkatan pada bisnis di seluruh dunia apabila ke profesionalisme operasi IT ditingkatkan dengan menerapkan kerangka proses-proses berbasis Best Practices. ITIL merupakan suatu konsep Best Practice ITSM yang sangat diinginkan oleh banyak perusahaan, akan tetapi konsep tersebut memerlukan banyak waktu didalam penerapannya untuk mendapatkan keberhasilan dan kematangan didalam penerapannya. Winniford (2009) Kerangka kerja ITIL dikembangkan oleh pemerintahan Inggris pada tahun 1980-an, tujuan untuk mendokumentasikan kesuksesan suatu organisasi dalam menerapkan pendekatan-pendekatan pada Service Management. Pada awal 1990-an pemerintah Inggris telah menghasilkan sebuah koleksi buku yang mendokumentasikan “Best Practices” terhadap serangkaian prosedur manajemen yang dapat diterapkan guna meningkatkan kualitas terhadap IT Service Management.
12
Koleksi buku tersebut yang akhirnya dijadikan buku yang berjudul IT Infrastructure Library. Versi awal dari ITIL terdiri dari sekumpulan pustaka yang terdiri dari 31 buah buku yang meliputi semua aspek dari penyediaan layanan IT. Versi awal ini kemudian direvisi dan digantikan oleh versi kedua dari ITIL antara tahun 2000-2004 berupa tujuh buah buku yang lebih terhubung satu sama lain dan konsisten dalam sebuah kerangka kerja. Versi kedua ini diterima secara luas dan digunakan di banyak negara sebagai landasan untuk penyediaan layanan IT yang efektif. Pada tahun 2007, ITIL versi kedua digantikan oleh versi ketiga dari ITIL yang telah disempurnakan, yang terdiri dari lima buku utama yang membahas tentang siklus dari layanan, dilengkapi dengan panduan resmi mengenai versi ketiga ini. Di dalam tahap ITIL terdapat beberapa proses-proses utama yang merupakan sebagai suatu serangkaian kegiatan terkoordinasi dan penerapan sumber daya dan kemampuan untuk menghasilkan suatu nilai untuk pelanggan. Selain proses terdapat terdapat functions yaitu tim ataupun kelompok orang dan alat yang digunakan untuk melaksanakan satu atau lebih proses ataupun aktivitas, Conger (2009). Adapun functions yang terdapat adalah sebagai berikut: 1. Service Desk Merupakan sebagai first line terhadap end-user untuk mengatasi semua insiden, permintaan dan komunikasi umum yang datang. 2. Technical Management Membantu membuat rencana dan menerapkannya serta menjaga kestabilan infrastruktur teknis untuk mendukung proses bisnis organisasi. 3. IT Operation Management
13
Sebagai pelaksana kegiatan operasional sehari-hari yang dibutuhkan untuk mengelola infrastruktur IT. 4. Application Management Sebagai perancang, menerapkan dan memelihara kestabilan suatu aplikasi untuk mendukung proses bisnis organisasi.
2.4
Service Desk Menurut Menken (2009, p322) Service Desk adalah unit fungsional yang
bertindak sebagai contact yang pertama terhadap semua permintaan, insiden dan komunikasi yang umum. Service Desk memegang peranan penting dan berharga bagi setiap perusahaan serta memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kepuasan pengguna dan perusahaan. Menurut Blokdijk (2000, p176) Service Desk ataupun Helpdesk merupakan "pintu" komunikasi utama bagi end user jika membutuhkan bantuan didalam pemecahan masalah. Task dalam Service Desk secara garis besar antara lain: menerima incident, mencatat incident, klasifikasi incident berdasar prioritas, klasifikasi dan eskalasi, pencarian solusi, memberikan informasi kepada end user mengenai proses yang berlangsung, menangani komunikasi dengan proses ITIL yang lain, pelaporan ke manajemen, manajer proses dan customer terkait dengan performa Service Desk. Tanpa Service Desk, suatu perusahaan mungkin akan menghadapi ketidak efisiensian.
14
Service desk merupakan salah satu penerapan disiplin yang diterapkan pada ITIL Service Support. Service desk mempunyai peranan penting dalam IT services. Service desk merupakan kontak pertama pelaku bisnis yang memanfaatkan IT services, jika terjadi sesuatu dengan IT services yang tidak mereka harapkan.
Gambar 2.2 Struktur Service Desk
Tugas utama dari Service Desk adalah untuk menyediakan pelayanaan IT terhadap pengguna serta memastikan ketersediaan dan aksesibilitas IT perusahaan dalam melakukan berbagai bantuan kepada pengguna (Wedemeyer, 2008, p60). Tugas-tugas yang lainnya meliputi : •
Bertindak sebagai komunikasi utama untuk semua insiden, permintaan dan komunikasi dengan pengguna.
•
Untuk mengembalikan operasi pelayanan secepat mungkin apabila ada gangguan.
•
Untuk memberikan solusi masalah IT bagi pengguna dan untuk memberikan pengetahuan kepada pengguna dengan tepat.
15
•
Mengelola komunikasi terhadap bagian IT lainnya apabila terjadi permasalahan tidak dapat diselesaikan.
Konsep dari Service Desk sama dengan Helpdesk yaitu sebuah departemen di dalam organisasi yang melakukan sentralisasi pertanyaan atau masalah, kemudian meneruskannya kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan yang lebih untuk memberikan pemecahan masalahnya. Proses yang terjadi dalam Service Desk dapat digambarkan dalam langkahlangkah sebagai berikut: •
Kasus diterima dan dicatat oleh Service Desk Beberapa mekanisme penerimaan kasus dari klien antara lain: kontak personal, e-mail, WWW, telepon dan fax. Kemudian pencatatan dapat dilakukan oleh hanya staf Service Desk, semua staf dalam organisasi atau klien.
•
Identifikasi dan analisa kasus, serta usulan-usulan pemecahan masalah.
•
Identifikasi klien, lingkungan pekerjaan, gejala-gejala dari kasus.
•
Melakukan usaha-usaha pencarian solusi.
•
Membuat perintah kerja, dan meneruskannya kepada orang yang memiliki keahlian untuk memecahkannya.
•
Mengawasi eksekusi lembar kerja untuk memastikan pemecahan dilakukan oleh orang yang sesuai dalam interval waktu yang wajar.
16
•
Melakukan umpan balik kepada pelanggan (user) untuk memastikan masalahnya telah diselesaikan secara tuntas.
•
Menutup kasus / perintah kerja.
Pemecahan masalah di dalam Service Desk menggunakan prinsip escalation dimana pertama-tama, pemecahan tersebut dilakukan oleh staf pada level dasar di dalam Service Desk dan apabila staf level dasar tidak mampu melakukannya maka diteruskan kepada level yang lebih tinggi, misalnya tingkat spesialis. Jika level spesialis tidak mampu melakukannya, maka diteruskan ke lagi ke tingkat yang lebih tinggi sampai menemukan pemecahan masalahnya. Pertanyaan atau masalah tersebut dapat disimpan dan diawasi perkembanngannya sampai terpecahkan.
2.5
Six Sigma Salah satu upaya perusahaan untuk memiliki keunggulan bersaing adalah
dengan membangun keunggulan bersaing terhadap proses bisnisnya. Six Sigma merupakan salah satu konsep atau metode untuk dapat membangun keunggulan bersaing melalui peningkatan proses bisnis dengan mengurangi atau menghilangkan penyimpangan terhadap proses bisnis yang ada. Konsep Six Sigma diperkenalkan oleh Mikel Harry dan Richaed Shroeder dalam bukunya yang berjudul Six Sigma The Breakthrough Management Strategy Revolutionizing The World’s Top Corporation. Menurut konsep Six Sigma, kualitas adalah suatu bentuk usaha peningkatan nilai untuk pelanggan maupun perusahaan di dalam seluruh aspek hubungan usaha.
17
Antara konsep Six Sigma dengan Manajemen Kualitas Total terdapat perbedaan mendasar yaitu pada Manajemen Kualitas Total, fokusnya adalah peningkatan operasional individual pada proses yang tidak berhubungan. Sedangkan pada Six Sigma peningkatan terjadi pada seluruh operasional proses bisnis. Six Sigma dapat definisikan menurut Mikel Harry (2001) sebagai suatu proses bisnis yang memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kinerjanya dengan merancang dan memantau aktivitas harian bisnis dalam mencapai kepuasan pelanggan. Six Sigma didefinsikan sebagai suatu sistem yang komprehensif dan fleksibel untuk mencapai, memberi dukungan dan memaksimalkan proses usaha, yang berfokus pada pemahaman akan kebutuhan pelanggan dengan menggunakan fakta, data serta terus menerus memperhatikan pengaturan, perbaikan dan mengkaji ulang proses usaha. Tujuan dari Six Sigma ini tidak hanya mencapai level Sigma tertentu saja tetapi lebih pada peningkatan kemampulabaan perusahaan. Six Sigma akan berupaya untuk memperhatikan kesesuaian antara kinerja produk atau jasa yang dihasilkan dengan kebutuhan pelanggan. Beberapa prinsip dalam konsep Six Sigma ini adalah (Pande, 2000, p15) : 1. Fokus pada pelanggan Sikap yang menempatkan kebutuhan pelanggan sebagai prioritas utama. Sistem dan strategi bisnis harus memperhatikan suara dari pelanggan. 2. Manajemen berdasarkan fakta dan data Sistem pengukuran yang efektif yang dapat mengukur keluaran, proses dan masukan dari waktu ke waktu. 3. Fokus pada proses dan perbaikan
18
Proses di dalam Six Sigma akan didokumentasikan, dikomunikasikan dan diukur berdasarkan kondisi yang ada. Proses tersebut akan diperbaiki atau dapat pula didisain ulang agar dapat tetap sesuai dengan kebutuhan pelanggan dan bisnis. 4. Manajemen yang proaktif Kebiasaan dan praktek untuk mengantisipasi masalah dan perubahan dengan meggunakan fakta dan data yang ada untuk mencapai sasaran yang ada. 5. Kolaborasi yang kuat dan luas Kerjasama antara internal perusahaan atau organisasi dengan pelanggan, pemasok dan partner yang ada pada rantai nilai bisnis. 6. Usaha pada kesempurnaan namun terdapat toleransi untuk kegagalan Memberikan kebebasan setiap orang di dalam organisasi untuk melakukan percobaan dari suatu pendekatan yang baru, manajemen resiko, belajar dari kesalahan dan akhirnya mencapai hasil kinerja yang tinggi yang berhubungan dengan kepuasan pelanggan.
Untuk melakukan peningkatan terus menerus menuju target Six Sigma dibutuhkan suatu pendekatan yang sistematis, berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta (systematic, scientific and fact based) dengan menggunakan peralatan, pelatihan dan pengukuran sehingga ekspetasi dan kebutuhan pelanggan dapat terpenuhi (Simon, 2005).
19
Salah satu pendekatan yang biasa digunakan dalam Six Sigma, yaitu: DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve and Control). Metodologi DMAIC digunakan pada saat sudah terdapat produk atau proses di perusahaan namun belum dapat mencapai spesifikasi yang ditentukan oleh pelanggan. a. Define, mengidentifikasikan permasalahan, menentukan tujuan proyek dan ekspetaksi. b. Measure, memvalidasi permasalahan, mengukur proses untuk dapat mentukan kinerja sekarang atau sebelum mengalami perbaikan. c. Analyze, menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi proses dengan menganalisa dan menentukan akar permasalahan dari suatu cacat atau kegagalan. d. Improve,
mendiskusikan
ide-ide
untuk
memperbaiki
proses,
menghilangkan atau mengurangi jumlah cacat / kegagalan. e. Control, mengawasi kinerja proses yang akan datang setelah mengalami perbaikan.
Pada dasarnya ada tiga strategi dalam penerapan Six Sigma (Pande, 2000, p31) 1. Peningkatan Proses (Process Improvement) Strategi untuk mencari dan memperbaiki akar penyebab timbulnya masalah. Sinonim dari strategi tersebut adalah perbaikan secara terus menerus (Continous Improvement). 2. Proses Disain / Disain Ulang (Process Design / Redesign)
20
Membuat rancangan baru dari suatu proses yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan dengan validasi data dan percobaan. 3. Proses Manajemen (Management Process) Perubahan focus dari pandangan dan pengarahan dari fungsi menjadi pengertian dan
fasilitasi dari proses yang memberikan nilai bagi
pelanggan.
Gambar 2.3 Strategi Six Sigma
2.6
Analytical Tools
2.6.1 Analytical Tools untuk Six Sigma Menurut Chase (2001, p272), terdapat beberapa analytical tools untuk Six Sigma: 1. Process Flowchart, merupakan gambar yang menjelaskan langkahlangkah utama, cabang-cabang, dan hasil terakhir dari suatu proses
21
Gambar 2.4 Process Flowchart 2. Data collection, selalu memiliki persetujuan dan alasan yang jelas mengenai data yang dikumpulkan. Mempersiapkan dari awalnya strategi untuk mengumpulkan data dan menganalisa data. Pertanyaan yang mungkin diajukan untuk pengumpulan data: •
Mengapa?
•
Apa?
•
Dimana?
•
Berapa banyak?
•
Kapan?
•
Bagaimana?
•
Berapa Lama?
3. Histogram, merupakan suatu distribusi yang menunjukkan frekuensi kejadian antara data high range dan low range.
22
Gambar 2.5 Histogram
4. Fishbone diagram, merupakan alat yang menggunakan deskripsi grafis dari elemen proses untuk menganalisa sumber-sumber potensial dari variasi proses.
Gambar 2.6 Fishbone Diagram
2.6.2 Analytical Tools ITSM 2.6.2.1
IT Service Management Metrics
Peter (2006, p16) Metric hanyalah salah satu untuk melakukan ukuran. Metric merupakan bagian yang penting dari management sistem berfungsi untuk
23
mengarahkan dan mengontrol IT ke dalam arah yang diinginkan. Tujuan didalam penggunaan metrics pada IT Service Management adalah: •
Untuk menyelaraskan business objectives organisasi terhadap penerapan IT.
•
Untuk membantu dalam pencapaian persyaratan aturan-aturan pada operasi bisnis organisasi.
•
Untuk mengarahkan keunggulan operasional IT kearah yang lebih strategis.
ITSM metric merupakan sebuah panduan umum untuk merancang, mengimplementasikan dan menggunakan metric sebagai mekanisme untuk mengontrol dan memberikan arahan kepada IT service organisasi, yang berpedoman atau berlandaskan dari kumpulan dokumentasi Best Practice yang umum dan telah dikembangkan.
2.6.2.2 Goal Question Metrics (GQM) Pengukuran adalah mekanisme untuk pembelajaran berdasarkan pengalaman bagi perusahaan dan mampu menjawab berbagai macam pertanyaan yang terkait dengan kinerja sistem. Pengukuran dapat digunakan untuk keperluan perencanaan, perbaikan pelaksanaan suatu kegiatan, serta bisa digunakan untuk mengevaluasi kualitas proses ataupun produk yang ada. Pengukuran dapat dilakukan secara efektif apabila:
24
•
Fokus terhadap tujuan yang spesifik
•
Diaplikasikan pada siklus hidup suatu produk, proses ataupun sumber daya
•
Menterjemahkan
karakteristik
dan
pemahaman
terhadap
konteks,
lingkungan dan tujuan suatu organisasi
Pengukuran dilakukan dengan pendekatan top-down yang berpusat pada suatu tujuan. Pendekatan dengan cara sebaliknya bottom-up, tidak berjalan karena banyaknya karakteristik pengukuran yang harus dipertimbangkan.
Gambar 2.7 The GQM Paradigma
Goal Question Metric adalah pendekatan yang didasari akan asumsi bahwa agar suatu organisasi dapat melakukan pengukuran secara tepat, maka organisasi tersebut harus menspesifikasikan tujuan organisasi maupun proyeknya, serta
25
mengkaitkan tujuan dengan data yang ditujukan untuk keperluan operasional, dan akhirnya akan dilakukan penyusunan suatu kerangka kerja untuk menterjemahkan data yang sesuai dengan tujuan.
Menurut Peter (2006, p44) GQM adalah sebuah metode untuk mencapai suatu metrik yang telah digunakan dan untuk memutuskan metrik apa yang akan diperlukan pada suatu project.
Hasil dari penerapan GQM adalah spesifikasi pengukuran sistem sesuai dengan permasalahan yang ada beserta interpretasi data pengukuran yang tepat. Model pengukuran terdiri atas tiga tingkatan, yaitu: 1. Level Konsep (Goal), dimana tujuan ditentukan untuk sebuah objek berdasarkan alasan tertentu, sesuai dengan model kualitas, sudut pandang dan lingkungannya. Objek pengukurannya antara lain adalah produk, proses, dan sumber daya. 2. Level Operasional (Question), dengan menggunakan pertanyaan untuk mengkarakterkan penilaian atau pencapaian terhadap suatu tujuan berdasarkan karakter model tersebut. 3. Level Kuantitatif (Metric), dimana kumpulan data diasosiasikan dengan pertanyaan secara kuantitatif.
Model GQM merupakan sebuah struktur hirarki dengan sebuah sudut tujuan (mencangkup tujuan pengukuran, objek yang diukur, dan sudut pandangnya). Tujuan disaring dengan beberapa pertanyaan (sesuai pengelompokkannya) dan menghasilkan
26
metrics yang memampukan untuk melakukan pengukurannya. Metrik yang sama dapat digunakan untuk menjawab beberapa pertayaan.
2.6.2.3
Octopus
Octopus merupakan sebuah aplikasi ”On-Demand” atau
dikenal dengan
sebagai perangkat lunak untuk ”Services” yang telah disesuaikan tari tahapan awalnya berdasarkan framework ITIL. Aplikasi ini menyediakan solusi untuk helpdesk yang telah dirancang dengan cerdas untuk memudahkan penerapan best practices ITSM. Antarmuka yang secara khusus disesuaikan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan dalam services. Sebagai contoh, ketika anda membuat sebuah insiden, Octopus menyajikan antarmuka yang optimal memungkinkan untuk dengan cepat mendapatkan data awal insiden (http 2).
Gambar 2.8 Aplikasi Octopus
Penggunaan software Octopus ini memiliki berbagai macam keunggulankeunggulan yang dapat digunakan, adapun keunggulannya sebagai berikut:
27
•
Telah disesuaikan dengan framework dari ITIL.
•
Berguna sebagai Service Desk.
•
Web portal untuk user dan tenaga ahli.
•
Memiliki otomatisasi pembuatan insiden dan tindakan lanjut kepada pengguna dengan email.
•
Memiliki penyimpanan history terinci yang berhubungan dengan insiden dan resolusi.
•
Memiliki template dan pengiriman yang cepat terhadap insiden.
•
Eskalasi otomatis terhadap Service Level Agreement dengan menggunakan email dan indikator visual.
•
Memiliki statistik laporan, dashboard, grafik, indikator kinerja yang berguna bagi laporan.
•
Memiliki notifikasi terhadap kejaian yang penting dengan menggunakan email.
•
2.7
Dapat digunakan untuk multiple Service Desk.
Pengumpulan Data Data adalah catatan tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif yang digunakan sebagai petunjuk untuk bertindak (Anonim, 2000). Berdasarkan data, kita dapat mempelajari fakta-fakta yang ada dan kemudian mengambil tindakan yang tepat berdasarkan pada fakta tersebut. Di dalam Six Sigma
28
data-data yang digunakan dapat berupa data defects, waktu, biaya, efisiensi, ataupun kinerja. Data-data dikumpulkan dengan tujuan seperti berikut (Anonim, 2000): 1. Untuk mendapatkan fakta-fakta yang dapat dijadikan sebagai landasan kuat untuk memilih suatu masalah yang akan dijadikan sebagai project. 2. Untuk dijadikan sebagai bahan acuan yang akan menunjukkan kemajuan suatu proses.
Gambar 2.9 Jenis Data
Berdasarkan jenisnya, data dapat dibagi menjadi: 1. Data Kualitatif Yaitu data yang berbentuk kategori atau kualitas (tidak berbentuk bilangan). Contoh: Bagus, Manis, Pahit, Cantik, Tinggi, dll. 2. Data Kuantitatif Yaitu data yang berbentuk bilangan (angka) baik hasil penghitungan maupun hasil pengukuran. Contoh: 150 anak, 30 derajat, 40 motor, dll.
Berdasarkan cara memperoleh datanya, maka data kuantitatif dapat dibagi menjadi (Gasperz, 2002):
29
1. Data Atribut merupakan data kualitatif yang dihitung menggunakan daftar pencacahan atau tally untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data atribut bersifat diskrit. Jika suatu catatan hanya merupakan suatu ringkasan atau klasifikasi yang berkaitan dengan sekumpulan persyaratan yang telah ditetapkan, maka catatan itu disebut sebagai “atribut”. Contoh data atribut karakteristik kualitas adalah: ketiadaan label pada kemasan produk, kesalahan proses adminitrasi buku tabungan nasabah, banyaknya jenis cacat pada produk, banyaknya produk kayu lapis yang cacat, dan lain-lain. Data atribut biasanya diperoleh dalam bentuk unit-unit ketidaksesuaian atau cacat / kegagalan terhadap spesifikasi kualitas yang telah ditetapkan. 2. Data Variabel merupakan data kuantitatif yang diukur menggunakan alat pengukuran tertentu untuk keperluan pencatatan dan analisis. Data variabel bersifat kontinyu. Jika suatu catatan dibuat berdasarkan keadaan aktual, diukur secara langsung, maka karakteristik kualitas yang diukur itu disebut sebagai variabel. Contoh data variabel karakteristik kualitas adalah: diameter pipa, ketebalan produk kayu lapis, berat semen dalam kantong, waktu yang dibutuhkan untuk melakukan satu proses, dan lainlain. Ukuran-ukuran berat, panjang, tinngi, diameter, waktu dan volume merupakan data variabel.