BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Profil Perusahaan
PT Kaltim Multi Boga Utama atau yang sering disebut KMBU merupakan anak perusahaan PT Pupuk Kaltim yang bergerak dalam jasa Boga. KMBU didirikan pada Tanggal 7 Juli 1988, dengan pemegang saham Yayasan Kesejahteraan Pupuk Kaltim, Persatuan Istri Karyawan PKT (PIKA PKT), Koperasi Karyawan Pupuk Kaltim dan Koperasi Karyawan KMBU.
Selain itu, KMBU juga mulai mengembangkan unit usaha dibidang Bakery dan Pastry serta restoran bontang kuring pada Tahun 1992. Pada Tahun 2008 citarasa juga membuka outlet baru hingga saat ini terdapat empat outlet produksi citarasa di Kota Bontang maupun Sangata. Saat ini KMBU memiliki tenega-tenaga ahli fungsional dengan total 71 karyawan, diluar tenaga profesional struktural. Struktur organisasi KMBU dapat dilihat pada Lampiran 1.
KMBU secara rutin melakukan medical chck up kepada seluruh karyawan penjamah makan sekali dalam satu tahun.Tenaga profesional fungsional KMBU terdiri dari: 1. Chief Cook 1 orang, 2. Senior Cook 3 orang, 3. Cook 4 orang, 4. Assistant Cook 13 orang, 5. Pastry 1 orang, 6. Baker 4 orang, 7. Assistant Baker 20 orang, 8. Services 24 orang, dan 9. Roombay 1 orang
5
Saat berdirinya KMBU sebagai anak perusahaan, saat itu hanya mensuplai kebutuhan konsumsi karyawan Pupuk kaltim. Namun sebagai perusahaan yang berkembang dan ingin bersaing di Kota Bontang, KMBU tidak hanya bergerak dibidang penyediaan makanan untuk karyawan Pupuk Kaltim, JVC dan anak perusahaan saja, tetapi juga membuka pelayanan catering untuk acara masyarakat umum, pemerintah dan institusi lain yang memerlukan pelayanan catering sesuai pesanan. KMBU memiliki beberapa jenis unit uasaha diantaranya adalah: 1. Citarasa Bakery “Citarasa Bakery” merupakan brand produk roti andalan KMBU. “Citarasa Bakery” memiliki tiga outlet di Kota Bontang dan satu outlet di Sangata. Citarasa memiliki total lebih dari 100 jenis produk roti dan pastry. KMBU diperkuat dengan tenaga baker serta pastry cook berpengalaman lebih dari lima tahun. Produksi citarasa Bakery menjadi satu tempat dengan toko roti, sesuai dengan motto KMBU, “Fresh From The Oven”. 2. Bontang Kuring Resto Bontang Kuring merupakan primadona restoran di Kota Bontang, berlokasi di Jalan Catelya PC PKT (samping stadion Mulawarman). Bontang Kuring hadir dengan menu-menu Nusantara terutama Sundanese Cuisine. Area restoran yang luas dan dilengkapi dengan kolam pemancingan, runagan yang berkapasitas 150 orang serta area parkir yang luas, dapat melayani konsumen dengan baik untuk acara keluarga, acara perusahaan maupun pertemuan dan jamuan makan resmi. Restoran KMBU dilengkapi dengan alat band serta multimedia yang representatif. 3. Catering Services Perusahaan KMBU memiliki unit usaha catering services yang melayani makan siang karyawan Pupuk Kaltim setiap harinya. Namun, KMBU juga melayani event perusahaan besar, acara instansi lain, acara pemerintah kota, dan pesanan khusus untuk pernikahan serta acara-acara lain. 4. Sintuk Cafe & lounge Sintuk Cafe & lounge merupakan salah satu unit usaha KMBU yang berlokasi di area Lapangan Golf PT Pupuk Kaltim. Costumer KMBU sebagian besar merupakan pemain golf yang menggunakan fasilitaslapangan tersebut. KMBU menyediakan aneka jenis hot & cold drinks serta menu spesial. 6
5. Car Rental Bidang usaha ini merupakan usaha penyewaan kendaraan.saat ini KMBU memiliki 80 unit kendaraan yang dioperasikan dengan sistem sewa oleh beberapa perusahaan besar di Bontang. 6. Laundry Services Untuk menunjang operasional unit usaha, KMBU memiliki usaha khusus yaitu Laundry. Usaha ini dilakukan untuk menunjang efisiensi dalam operasional tidak menutup kemungkinan untuk pihak luar yang akan menggunakan jasa laundry services baik secara personal maupun kontrak kerjasama dengan pihak perusahaan lain. 7. Event Organizer KMBU memiliki tim khusus yang berpengalaman untuk mengadakan acara resmi maupun yang bersifat umum sebagai manajemen organisasi acara.
2.2
Manajemen Transportasi dan Distribusi
Menurut Nova dkk, (2013) menjelaskan bahwa saluran distribusi terdiri dari seperangkat lembaga yang melakukan semua kegiatan yang digunakan untuk menyalurkan produk dan status kepemilikannya dari produsen kepada konsumen. Distribusi dari suatu produk akan menciptakan hirarki dari lokasi-lokasi penyimpanan, yang meliputi pusat-pusat produksi (manufacturing centers), pusat-pusat distribusi (distribution centers), grosir (wholesalers) dan pengecer (retailer).
Distribusi produk sering dikenal dengan istilah logistik. Distribusi tidak pernah terlepas akan adanya biaya tersendiri yaitu biaya distribusi, dalam hal tersebut perlu adanya analisa biaya distribusi. Manfaat dari analisa biaya distribusi berdasarkan produk adalah untuk menunjang kebijakan penjualan bagi pimpinan bagian penjualan, yaitu yang diwujudkan sebagai ikhtisar data-data yang penting yang berkaitan dengan keuntungan atau kerugian per produk.
Hal-hal yang terjadi dalam pendistribusian yang dihadapi adalah produk yang tersedia untuk diangkut sama besarnya dengan jumlah permintaan ditempat tujuan, serta jumlah 7
kapasitas produk yang tersedia dalam jumlah permintaan tujuan. Sistem manajemen distribusi dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu sistem tarik (pull system) dan sistem dorong (push system).
Prinsip dasar dari sistem tarik terdesentralisasi (Decentralized Pull System) dalam perencanaan dan pengendalian distribusi adalah bahwa setiap pusat distribusi mengelola inventori konvensional. Setiap pusat distribusi pada tingkat lebih rendah menghitung kebutuhannya dan kemudian memesan dari pusat distribusi pada tingkat lebih tinggi. Dengan demikian, produk ditarik dari pusat melalui struktur jaringan distribusi, dipesan melalui pemesanan pengisian kembali dari lokasi stok yang secara langsung memasok kebutuhan pelanggan.
Sistem dorong tersentralisasi (Centralized Push System) melakukan pengendalian terpusat dari jaringan distribusi dengan menggunakan data yang diperoleh dari semua titik distribusi paling rendah (field stocking points). Keputusan yang berkaitan dengan apa, berapa banyak, kapan, dan dimana mengirim produk itu dibuat dari lokasi pusat. Sistem dorong mempertimbangkan kebutuhan total yang diproyeksikan dari semua warehouse, inventory dalam pengangkutan, schedule receipt dari sumber (pabrik atau supplier) dan menentukan kuantitas yang tersedia untuk setiap warehouse. Alokasi ini dikendalikan secara terpusat dengan memperhatikan kriteria seperti jadwal pengiriman, dan faktorfaktor kompetitif lainnya. Dalam hal ini central warehouse memutuskan apa yang dikirim ke regional warehouses (Nova dkk, 2013).
Menurut Pujawan (2005), secara tradisional kita mengenal manajemen distribusi dan transportasi dengan berbagai sebutan. Apapun istilahnya, secara umum fungsi distribusi dan transportasi pada dasarnya adalah menghantarkan produk dari lokasi dimana produk tersebut diproduksi sampai dimana mereka akan digunakan. Manajemen transportasi dan distribusi mencakup baik aktivitas fisik yang secara kasat mata bisa kita saksikan, seperti menyimpan dan mengirim produk, maupun fungsi non-fisik yang berupa aktivitas pengolahan informasi dan pelayanan kepada pelanggan. Pada prinsipnya, fungsi ini bertujuan untuk menciptakan pelayanan yang tinggi ke pelanggan yang bisa dilihat dari
8
tingkat service level yang dicapai, kecepatan pengiriman, kesempurnaan barang sampai ke tangan pelanggan, serta pelayanan purna jual yang memuaskan.
Manajemen transportasi atau pengiriman, biasanya membedakan antara pihak yang memiliki barang dan pihak yang melakukan pengiriman. Pemilik barang yang berkepentingan barangnya untuk dikirim, biasanya disebut sebagai shipper, sedangkan pihak yang bertugas melakukan pengiriman (misalnya perusahaan jasa pengiriman) dinamakan carrier.
Secara tradisional kita mengenal manajemen distribusi dan transportasi dengan berbagai sebutan. Sebagian perusahaan menggunakan istilah manajemen logistik, sebagian lagi menggunakan istilah distribusi fisik. Apapun istilahnya, secara umum fungsi dari distribusi dan transportasi pada dasarnya adalah menghantarkan produk produk dari produk tersebut diproduksi sampai dimana mereka akan digunakan. Manajemen transportasi dan distribusi mencakup baik aktifitas fisik yang secara kasat mata bisa kita lihat, seperti menyimpan dan mengirim produk, maupun non fisik yang berupa aktifitas pengolahan informasi dan pelayanan yang tinggi ke pelanggan (Pujawan, 2005).
Kegiatan transportasi dan distribusi menurut Pujawan (2005) bisa dilakukan oleh perusahaan manufaktur dengan membentuk bagian distribusi atau transportasi tersendiri atau diserahkan ke pihak ketiga, manajemen distribusi dan transportasi pada umumnya melakukan sejumlah fungsi dasar yang terdiri sebagai berikut: 1. Melakukan segmentasi dan menentukan target service level Segmentasi pelanggan perlu dilakukan karena kontribusi mereka pada revenue perusahaan bisa sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dari segi revenue, sering kali hukum pareto 20/80 berlaku disini. Artinya hanya sekitar 20% dari pelanggan atau area penjualan menyumbangkan sejumlah 80% dari pendapatan yang diperoleh perusahaan. Perusahaan tidak bisa menomorsatukan semua pelanggan. Dengan memahami perbedaan karakteristik dan kontribusi tiap pelanggan atau area distribusi, perusahaan bisa mengoptimalkan alokasi persediaan maupun kecepatan pelayanan.
9
2. Menentukan metode transportasi yang akan digunakan Tiap node transportasi memiliki karakteristik yang berbeda dan mempunyai keunggulan serta kelemahan yang berbeda juga. Manajemen transportasi harus bisa menentukan
model
apa
yang akan
digunakan
dalam
mengirimkan
atau
mendistribusikan produk-produk mereka ke pelanggan. 3. Melakukan konsolidasi informasi dan pengiriman Konsolidasi merupakan kata kunci yang sangat penting. Tekanan untuk melakukan pengiriman cepat namun murah menjadi pendorong utama perlunya melakukan konsolidasi informasi maupun pengiriman. 4. Melakukan penjadwalan dan penentuan rute pengiriman Salah satu kegiatan operasional yang dilakukan oleh gudang atau distributor adalah menentukan kapan sebuah truk harus berangkat dan rute mana yang harus dilalui untuk memenuhi permintaan dari sejumlah pelanggan. 5. Memberikan pelayanan nilai tambah Disamping mengirimkan produk ke pelanggan, jaringan distribusi semakin banyak dipercaya untuk melaukan proses nilai tambah. Kebanyakan proses nilai tambah tersebut tadinya dilakukan oleh pabrik. Beberapa proses nilai tambah yang bisa dikerjakan oleh distributor adalah pengepakan, pelabelan harga, pemberian barcode dan lain-lain. 6. Menyimpan persediaan Jaringan distribusi selalu melibatkan proses penyimpanan produk baik disuatu gudang pusat atau gudang regional, maupun toko dimana produk tersebut dipajang untuk dijual. Oleh karena itu, manajemen distribusi tidak bisa dilepaskan dari manajemen pergudangan 7. Menangani pengembalian (return) Manajemen distribusi juga punya tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan pengembalian produk dari hilir ke hulu dalam supply chain. Pengembalian ini bisa karena produk rusak atau tidak terjual sampai batas waktu penjualannya habis, seperti produk-produk
makanan,
sayur,
buah,
dan
sebagainya.
Kegiatan-kegiatan
pengembalian juga bisa terjadi pada produk-produk kemasan, seperti botol yang akan digunakan kembali dalam proses produksi atau yang harus diolah lebih lanjut
10
menghindari pencemaran lingkungan. Proses pengembalian produk atau kemasan ini lumrah dengan sebutan reverse logistic.
2.3
Pengertian Travelling Salesman Problem (TSP)
Permasalahan tentang Travelling Salesman Problem (TSP) menurut Era Madona dkk (2013) dikemukakan pada tahun 1800 oleh matematikawan Irlandia, William Rowan Hamilton dan matematikawan Inggris, Thomas Penyngton. TSP dikenal sebagai suatu permasalahan optimasi yang bersifat klasik dan Non-Deterministik Pilynominal-time Complete (NPC), dimana tidak ada penyelesaian yang paling optimal selain mencoba seluruh kemungkinan penyelesaian yang ada. Permasalahan ini melibatkan seorang Travelling Salesman yang harus melakukan kunjungan sekali pada semua kota dalam sebuah lintasan sebelum dia kembali ketitik awal, sehingga perjalanannya dikatakan sempurna. Menurut Ghulam dkk (2013) menjelaskan TSP merupakan metode yang dapat digunakan untuk mencari rute terpendek dengan syarat kendaraan berawal dan berakhir di depo yang sama dan setiap kota yang dikunjungi tepat satu kali.
Menurut Jonhson dan McGeoch (1995) dalam Rindra (2009) menjelaskan bahwa Travelling Salesman Problem adalah suatu permasalahan mencari sebuah rute tertutup untuk mengunjungi sejumlah kota, dimana setiap kota hanya dikunjungi sekali dan kembali ke kota awal setelah semua kota dikunjungi.
Menurut Sukma (2008) menjelaskan bahwa Travelling Salesman Problem pertama kali dikenalkan oleh Rand pada Tahun 1948. TSP merupakan persoalan yang mempunyai konsep sederhana dan mudah dipahami. Optimasi pada suatu penyelesaian fungsi berarti penentuan jarak lokasi minimum atau maksimum
dari fungsi tersebut. Pada TSP,
optimasi diinginkan agar ditemukan rute perjalanan terpendek untuk melewati sejumlah kota dengan jalur tertentu sehingga setiap kota hanya terlewati satu kali dan perjalanan diakhiri dengan kembali kekota semula.
11
Menurut Faisal dkk (2012) menjelaskan masalah TSP dapat dinyatakan dimana seorang ingin mengunjungi ke sejumlah kota, dimana rangkaian kota yang dikunjungi harus membentuk suatu jalur sedemikian rupa sehingga kota-kota tersebut hanya boleh dilewati tepat satu kali dan kemudian kembali lagi ke kota awal.
Menurut Wisnubhadra (1997) dalam Utomo dkk (2004) mengemukakan deskripsi masalah Traveling Salesman Problem (TSP) merupakan persoalan klasik optimasi yang cukup sederhana yakni pengantaran atau perjalanan yang dimulai dan berakhir pada konsumen tertentu.
Perjalanan ke setiap konsumen harus dilakukan satu kali. Hasil
yang diinginkan adalah perjalanan dengan jarak tempuh yang terpendek (minimum).
Menurut Smith (1982), Traveling Salesman Problem (TSP) dapat dengan mudah diubah dalam bentuk network problem dengan formulasi yang serupa dengan model rute terpendek. Konsumen yang dikunjungi diidentifikasikan sebagai simpul-simpul (nodes) dari jaringan. Sedangakan menurut Rabi’, persoalan Travelling Salesman (TSP) adalah persoalan optimasi yang dinyatakan sebagai mencari rute perjalanan termurah untuk mengunjungi n konsumen, dimana setiap konsumen dikunjungi secara pasti satu kali (Utomo dkk, 2004).
Agus dkk (2010) menjelaskan bahwa penentuan rute perjalanan merupakan salah satu permasalahan yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh yaitu rute manakah yang memiliki biaya paling murah untuk dilalui seorang salesman ketika harus mengunjungi sejumlah daerah. Tiap daerah tersebut harus dikunjungi tepat satu kali kemudian kembali lagi ke tempat semula. Permasalahan tersebut dikenal sebagai Traveling Salesman Problem (TSP).
Permasalahan TSP berbeda dengan dengan permasalahan pada metode Vehicle Routing Problem (VRP), dimana metode VRP memiliki fungsi tujuan untuk melakukan pendistribusian dengan dibatasi oleh beberapa hal, seperti jumlah barang yang harus di antar, jarak total maksimum yang harus ditempuh, dan lain-lain. Sedangkan pada metode TSP, batasan yang diperhatikan hanyalah jarak dari satu pelanggan ke pelanggan yang
12
lain tanpa memperhatikan batasan-batasan yang lainnya, seperti batasan-batasan sebagai berikut: 1. Setiap lokasi pemberhentian memiliki volume barang yang harus diangkut ataupun dikirimkan, 2. Depot mungkin saja memiliki jenis kendaraan dengan kapasitas angkut yang heterogen. Batasan kapasitas dapat berupa volume, berat atau keduanya, 3. Depot mungkin saja hanya memiliki beberapa jumlah kendaraan yang dapat digunakan untuk melayani permintaan customer, 4. Depot dapat memberlakukan aturan maksimum waktu tempuh kendaraan untuk melalui satu rute, dimulai dari depot hingga kembali ke depot, dan 5. Setiap lokasi pengangkutan ataupun pengiriman dapat menerapkan aturan kunjungan, yaitu lokasi pemberhentian hanya dapat dikunjungi pada waktu tertentu saja.
2.4
Penyelesaian TSP dengan Nearest Neighbour
Permasalahan TSP dapat diselesaikan dengan beberapa cara, tergantung dengan sistem permasalahan yang dihadapi. Adapun metode atau cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan berbagai macam permasalahan TSP yaitu, Nearest Neighbour, Insertion, dan Sweep. Penelitian yang dilakukan saat ini menggunakan metode Nearest Neighbour untuk menyelasaikan permasalahan distribusi roti tawar “citarasa bakery”.
Era Madona dkk (2013) menjelaskan pada metode nearest neighbour ini, pemilihan lintasan akan dimulai pada lintasan yang memiliki nilai jarak paling minimum setiap melalui daerah, kemudian akan memilih daerah selanjutnya yang belum dikunjungi dan memiliki jarak yang paling minimum.
Metode nearest neighbour merupakan metode paling sederhana untuk menyelesaikan masalah Travelling Salesman Problem. Pilihlah salah satu node yang mewakili suatu kota atau lokasi awal. Selanjutnya, pilih node tujuan atau kota yang akan dikunjungi berikutnya, dengan pertimbangan hanya memilih kota yang memiliki jarak terdekat dengan kota yang sebelumnya dikunjungi. Kemudian, setelah seluruh kota dikunjungi
13
atau seluruh nodes telah terhubung, maka tutup rute perjalanan dengan kembali ke kota asal (node asal). Secara umum langkah-langkah dari metode ini adalah sebagai berikut : 1. Langkah 0 : Inisialisasi Tentukan N = {1,2,3,4,…,n} sebagai jumlah kota atau lokasi yang akan dikunjungi. Tentukan satu kota sembarang sebagai titik awal perjalanan (i 0), dan V adalah sejumlah kota lain yang masih harus dikunjungi, serta S adalah urutan rute perjalanan saat ini. Pada langkah 1, S = (i 0), karena belum ada kota lain yang dikunjungi. 2. Langkah 1 : pilih kota yang selanjutnya akan dikunjungi Jika i 1 adalah kota yang berada di urutan terakhir dari rute S. Maka, temukan kota berikutnya (j * ) yang memiliki jarak paling minimal dengan i 1 , dimana j * merupakan anggota dari V. Apabila terdapat banyak pilihan optimal maka pilih secara acak. 3. Langkah 2 : tambahkan pada urutan rute berikutnya Tambahkan kota j
*
di urutan akhir dari rute sementara dan keluarkan yang terpilih
tersebut dari daftar kota yang belum dikunjungi. 4. Langkah 3 : jika semua kota yang harus dikunjungi telah dimasukkan dalam rute atau V=0, maka tidak ada lagi kota yang tertinggal. Selanjutnya, tutup rute dengan menambahkan kota inisialisasi atau i 0 diakhir rute. Dengan kata lain, rute ditutup dengan kembali lagi ke kota asal. Jika sebaliknya, kembali lakukan langkah 1 lagi.
Untuk mendapatkan letak lokasi pada koordinat cartesius pada proses pemetaan lokasi, maka dapat digunakan Persamaan 2.1 dan 2.2 sebagai berikut: Koordinat-Xi
= Koordinat BTi – Koordinat BT0 ................................................ (2.1) dengan:
Koordinat-Yi
koordinat-Xi = koordinat-X lokasi i koordinat-BTi = koordinat-BT lokasi i koordinat-BT0 = koordinat-BT lokasi depot
= Koordinat LS0 – Koordinat LSi ................................................. (2.2) dengan:
koordinat-Yi = koordinat-Y lokasi i koordinat-LSi = koordinat-LS lokasi i koordinat-LS0 = koordinat-LS lokasi depot
Pada pemetaan lokasi tersebut ditentukan bahwa lokasi depot (BT;LS) adalah sebagai titik pusat pada koordinat cartesius yaitu titik (0;0). 14
Metode nearest neighbour digunakan pada penelitian ini dikarenakan metode ini merupakan salah satu metode yang memiliki karakteristik pembentukan rute distribusi sesuai dengan keadaan nyata yang terdapat pada kondisi dilapangan, serta alasan penggunaan metode ini dikarenakan teknik penentuan rute yang diterapkan pada metode ini lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan metode TSP yang lain dan metode nearest neighbour ini merupakan metode yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam pembuatan rute distribusi dengan menggunakan metode yang lainnya.
2.5
Aplikasi Travelling Salesman Problem (TSP)
Pemanfaatan TSP dalam dunia nyata dapat terlihat pada berbagai macam aspek bisnis, terutama bisnis yang bergerak di bidang jasa pengangkutan maupun bisnis yang banyak menggunakan metode pengiriman barang dari perusahaan kepada pemakai akhir. Pengaplikasian metode TSP dapat di lihat pada beberapa kegiatan usaha sebagai berikut: 1. Aktivitas pengantaran barang pesanan dan faktur dagang, 2. Perjalanan bagian penjualan atau sales perusahaan, 3. Layanan pengantaran makanan dan minuman restoran, 4. Pengambilan sampah oleh dinas kebersihan kota, 5. Jasa penjemputan dan pengantaran anak sekolah, dan 6. Pengantar koran.
2.6 Penelitian Travelling Salesman Problem (TSP) Sebelumnya Ada beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan peneliti sebagai acuan pembuatan penelitian ini. Penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Era Modena dan Muhammad Irmansyah dengan judul Aplikasi metode nearest neighbour pada penentuan jalur evakuasi terpendek untuk daerah rawan gempa dan tsunami. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa Travelling salesman problem menggunakan metode nearest neighbour untuk menentukan rute terpendek pada peta evakuasi sektor VI, dimana jarak tempuh yang terpendeknya adalah 9,04 km, dan
15
2. Penelitian yaitu diterapkan oleh Chairul Abadi, dkk dengan judul Penentuan Rute kendaraan distribusi produk roti menggunakan metode nearest neighbour dan metode sequential insertion. Pada penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa Pengiriman produk roti ke pelanggan yang dilakukan oleh perusahaan dalam pemilihan jalur distribusi masih bersifat intuisi. Perbaikan vehicle routing problem ini menggunakan metode nearest neighbor dan metode sequential insertion. Varian VRP adalah single depot, single trip, dan multiple trips. Penelitian ini bertujuan untuk meminimasi jarak tempuh kendaraan. Metode sequential insertion pada kondisi single trip memiliki minimasi jarak tempuh yaitu sebesar 48,81 km sedangkan jarak tempuh yang dilalui oleh perusahaanya itu sebesar 58,62 km. Hal ini disebabkan pembentukan rute pada metode sequential insertion dengan cara menyisipkan pelanggan yang akan dilayani pada rute yang telah terbentuk sehingga probabilitas untuk mendapatkan jarak terpendek lebih besar.
16