6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1.
Utilitas Bangunan Gedung Setiap bangunan gedung yang dipergunakan oleh manusia dalam melakukan
aktivitas kehidupan setiap hari harus bersifat nyaman dan aman. Nyaman dalam arti bahwa individu yang tinggal atau beraktivitas di dalamnya merasa betah dan dapat menikmati gedung yang ditempatinya. Sedangkan aman dalam arti bahwa individu yang menggunakannya tidak akan mendapatkan kecelakaan atau musibah selama menempati bangunan gedung tersebut. Suatu bangunan gedung dapat memberikan dan menjamin rasa aman dan nyaman bagi penghuninya apabila bangunan gedung tersebut dilengkapi dengan prasarana dan sarana bangunan yang mendukung fungsi dari gedung tersebut. Prasarana dan sarana bangunan gedung adalah fasilitas kelengkapan di dalam dan diluar bangunan gedung yang mendukung pemenuhan terselenggaranya fungsi bangunan gedung. Sehingga dengan adanya prasarana dan sarana tersebut, segala sesuatu aktivitas yang menggunakan bangunan gedung tersebut dapat terselenggara dengan baik. Prasarana dan sarana bangunan yang melekat terhadap fungsi gedung disebut juga utilitas bangunan. Utilitas bangunan suatu gedung terdiri dari beberapa komponen, di mana setiap komponen saling mendukung fungsi gedung serta kenyamanan dan keselamatan orang-orang yang menggunakan gedung tersebut. Sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, maka segala usaha dan penyelenggaraan utilitas bangunan harus sesuai dan memenuhi kriteria yang sudah diatur di dalam Undang – Undang No 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Pemerintah No 36 Tahun 2005.
2.2.
Konsep Keandalan Utilitas Kelistrikan Bangunan Salah satu komponen utilitas bangunan yang penting di dalam mendukung
fungsi gedung adalah utilitas kelistrikan bangunan. Utililitas kelistrikan ini menjadi sangat vital karena fasilitas – fasilitas gedung dan kenyamanannya sangat memerlukan adanya energi listrik, seperti lampu penerangan untuk pencahayaan gedung, pendingin udara seperti AC maupun kipas angin, lift maupun eskalator sebagai transportasi vertikal, pompa air untuk distribusi air bersih dan plumbing. Energi listrik di dalam suatu bangunan gedung juga sangat diperlukan bagi individu – individu yang beraktifitas di dalamnya, seperti energi untuk mengidupkan komputer, tata suara dan telekomunikasi, untuk menjalankan mesin-mesin produksi, ataupun hanya untuk sekedar membuat secangkir kopi panas. Energi listrik bersifat berbahaya bagi manusia yang menggunakan serta lingkungannya, sehingga utilitas kelistrikan dari suatu bangunan gedung harus bersifat aman. Aman dalam arti bahwa individu – individu yang menggunakan energi listrik dalam akivitasnya jauh dari bahaya tersentuh tegangan listrik (tersetrum) dan bangunan gedung juga aman dari bahaya kebakaran apabila terjadi gangguan listrik seperti adanya arus hubung pendek. Sehingga dalam penggunaan energi listrik dan utilitas kelistrikan pada suatu bangunan gedung harus sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memenuhi standar minimal yang ditentukan. Komponen utilitas kelistrikan bangunan suatu gedung terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : 1. Utilitas instalasi listrik, meliputi antara lain panel teganan menengah, transformator distribusi, panel tegangan rendah, panel distribusi, lampu penerangan, kabel instalasi, saklar dan stop kontak. 2. Utilitas instalasi generator sets, terdiri dari motor penggerak, alternator, alat pengisian akki, sistem pendinginan, sistem pemipaan, pompa bahan bakar, tangki harian, panel, AMF (Automatic Main Failure), ATS (Automatic Transfer Switch) dan kabel instalasi. 3. Utilitas instalasi penangkal petir, terdiri dari instalasi proteksi eksternal dan instalasi proteksi internal.
7
Untuk mengukur tingkat penggunaan utililitas kelistrikan bangunan, maka perlu dilakukan suatu penilaian secara kuantitas terhadap ketiga komponen utilitas tersebut. Penilaian secara kuantitas terhadap suatu gedung yang mempunyai utilitas kelistrikan merupakan gambaran tingkat keandalan gedung dalam memenuhi ketentuan dan kriteria yang dipersyaratkan oleh Undang – Undang ataupun Peraturan – Peraturan yang berlaku. 2.3.
Komponen Utilitas Instalasi Listrik Setiap bangunan gedung yang membutuhkan energi listrik, pasti memerlukan
instalasi listrik guna penyaluran energi tersebut. Instalasi listrik pada suatu bangunan gedung harus aman digunakan oleh penghuni gedung yang memanfaatkannya. Keamanan instalasi listrik meliputi keamanan peralatan listrik dari tegangan sentuh dan keamanan instalasi listrik yang diakibatkan oleh gangguan listrik seperti adanya hubung singkat. Untuk menjamin tingkat keamanan tersebut, maka semua peralatan listrik yang digunakan maupun instalasi listriknya, harus mematuhi standar yang telah ditetapkan. Di Indonesia, standar yang telah ditetapkan oleh SNI (Standar Nasional Indonesia) adalah PUIL 2000 (Peraturan Umum Instalasi Listrik 2000). Terdapat tiga kriteria utama yang harus dipenuhi agar suatu jaringan listrik dapat dikatakan baik (Sunarno, 2006) yaitu : 1. Fleksibilitas Jaringan harus mampu memberi kemungkinan untuk penambahan beban walau tetap harus dalam batas ekonomis. Dengan demikian jika suatu saat ada tambahan beban yang wajar (tidak terlalu ekstrem) maka tidak perlu dilakukan perombakan atas jaringan listrik yang lama secara total. Cadangan yang berlebihan tidaklah ekonomis, bahkan merupakan pemborosan.
8
2. Kepercayaan Jaringan instalasi harus dapat diandalkan dan dapat dipercaya karena pembebanan oleh peralatan listrik sering tidak dapat dikontrol. Hal ini perlu memperhatikan kualitas bahan instalai. Kegagalan peralaan perlu dapat diketahui secara dini. 3. Keamanan Jaringan instalasi listrik yang digunakan harus aman, sehingga jaringan instalasi harus dirancang sesuai peraturan nasional yang berlaku (PUIL 2000). Hal utama yang perlu diperhatikan adalah resiko terjadinya kebakaran
2.3.1. Panel Hubung Bagi Panel Hubung Bagi atau sering disingkat PHB adalah suatu perlengkapan hubung bagi yang pada tempat pelayanannya berbentuk suatu panel atau kombinasi panel-panel, terbuat dari bahan konduktif atau tidak konduktif (PUIL, 2000). Panel Hubung bagi dilengkapi dengan perlengkapan listrik seperti sakelar, kabel, rel, pemutus daya dan pemisah daya. Perlengkapan hubung bagi dibatasi dan dibagi-bagi menjadi petak-petak yang tersusun mendatar dan tegak dianggap sebagai satu panel hubung bagi. Berdasarkan tegangan yang dilayani, panel hubung bagi dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Panel tegangan menengah, adalah panel hubung bagi yang melayani tegangan menengah antara 1000 V – 35 kV, yang digunakan khusus untuk sistem distribusi (PUIL, 2000). 2. Panel tegangan rendah, adalah panel hubung bagi yang melayani tegangan rendah kurang dari 1000 V (PUIL 2000)
9
Berdasarkan bentuknya, panel hubung bagi PHB terdiri dari tiga macam, yaitu : 1. Bentuk Lemari, yang disebut lemari hubung bagi atau sering disebut dengan Cubicle. Lemari hubung bagi mempunyai ciri-ciri selungkup dan kerangka pada umumnya terbuat dari logam, yang biasanya berasal dari besi. Konstruksi lemari hubung bagi ditujukan untuk pemasangan berdiri pada lantai di atas suatu pondasi. Lemari hubung bagi sering dipasang pada dinding atau di dalam dinding. Pada bagian depan dipasang panel logam yang mencegah sentuhan langsung dengan bagian bertegangan, sedangkan pada bagian lain diperbolehkan tidak dipasang pelindung (semi tertutup). Panel jenis ini sering digunakan untuk melayani tegangan menengah atau tegangan rendah dengan kapasitas daya yang besar. 2. Bentuk Kotak, yang disebut kotak hubung bagi. Kotak hubung bagi mempunyai ukuran lebih kecil dari dapa lemari hubung bagi. Panel jenis ini biasanya dipasang menempel pada dinding. Panel hubung bagi biasanya terbuat dari logam besi atau aluminium. Panel jenis ini digunakan untuk melayani tegangan rendah. 3. Bentuk Meja, yang sering disebut meja hubung bagi yang mempunyai ciri-ciri bidang untuk pelayanan berbentuk meja yang mendatar atau miring, dengan tinggi kurang dari 1 meter.
Panel hubung bagi harus dipasang sedemikian rupa sehingga terlihat rapi dan teratr, dan harus ditempatkan dalam ruangan yang cukup leluasa. Selain itu pemasangan panel hubung bagi juga harus memperhatikan terhadap kemudahan pemeliharaan dan
10
pengukuran, di mana bagian-bagian yang penting mudah dicapai dan tidak berbahaya. Semua komponen yang pada waktu kerja memerlukan pelayanan, seperti instrumen ukur, tombol dan saklar, harus dapat dilayani dengan mudah dan aman dari depan, tanpa banuan peralatan seperti tangga, meja atau perkakas yang tidak lazim lainnya. Penyambungan saluran masuk dan keluar dari panel hubung bagi harus menggunakan terminal sehingga penyambungannya dengan komponen dapat dilakukan dengan mudah, teratur dan aman. Ketentuan ini tidak berlaku bila komponen tersebut letaknya dekat saluran keluar atau saluran masuk. Terminal kabel kendali (kontrol) harus ditempatkan terpisah dari terminal saluran daya. Beberapa panel hubung bagi yang letaknya berdekatan dan mendapatkan suplai dari sumber yang sama sedapat mungkin ditata dalam satu kelompok. Panel hubung bagi tegangan rendah atau bagiannya, yang masing-masing dusuplai dari sumber yang berlainan harus jelas terpisah dengan jarak sekurang-kurangnya 5 cm. Di sekitar panel hubung bagi harus terdapat ruang yang cukup luas sehingga pemeliharaan, pemeriksaan, perbaikan pelayanan dan lalulintas dapat dilakukan dengan mudah dan aman. Ruang pelayanan di sisi depan, lorong dan emper untuk panel tegangan rendah harus mempunyai lebar minimal 0,75 m, sedangkan tingginya minimal 2 m. Untuk panel tegangan menengah, lebar ruang pelayanan antar dua panel hubung bagi jenis tertutup yang berhadapan minimal 1,5 m dan antara panel hubung bagi dengan dinding sekurang-kurangnya 1 m. Lebar ruang bebas untuk pemeliharaan antar sisi belakang dua buah panel hubung bagi sekurang-kurangnya 1 m, dan antara sisi belakang panel hubung bagi dengan dinding tembok minimal 0,8 m.
11
Gambar 2.1. Lemari Hubung Bagi
2.3.2. Transformator Distribusi Transformator adalah suatu perlengkapan listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain melalui suatu gandengan magnet dan berdasarkan prinsip-prinsip induksi magnetik (Zuhal, 1975). Kerja transformator yang berdasarkan induksi elektromagnetik menghendaki adanya gandengan magnet antara rangkaian primer dan rangkaian sekunder. Gandengan magnet ini berupa inti besi tempat melakukan fluks bersama. Berdasarkan sifat tegangan masukan dan keluarannya, transformator dibedakan menjadi dua jenis, yaitu : 1. Transformator penaik tegangan atau step up, di mana tegangan pada terminal belitan sekunder (output) lebih besar dari pada tegangan pada terminal belitan primer (input).
12
2. Transformator penurun tegangan atau step down, di mana tegangan pada terminal belitan sekunder (output) lebih kecil dari pada tegangan pada terminal belitan primer (input). Perbandingan jumlah belitan dengan tegangan pada transformator adalah : N 1 V1 E1 a N 2 V2 E 2
(2.1)
Di mana : N1
= Jumlah belitan primer
N2
= Jumlah belitan sekunder
V1
= Tegangan terminal primer, Volt
V2
= Tegangan terminal sekunder, Volt
E1
= GGL (tegangan induksi) pada belitan primer, Volt
E2
= GGL (tegangan induksi) pada belitan sekunder, Volt
a
= Nilai perbandingan belitan
Berdasarkan pemakaian di dalam bidang tenaga listrik, transformator dibedakan menjadi : 1. Transformator daya, digunakan pada sistem transmisi tegangan tinggi atau sistem transmisi tegangan ekstra tinggi. Transformator ini ditempatkan pada suatu gardu induk. 2. Transformator distribusi, digunakan pada sistem distribusi tenaga listrik yang berfungsi sebagai penurun tegangan, dari tegangan menengah menjadi tegangan rendah. Transformator ini ditempatkan pada suatu gardu distribusi atau ditempatkan pada tiang distribusi.
13
3. Transformator pengukuran, yang berfungsi untuk membantu dalam pengukuran listrik. Transformator ini terdiri dari dua jenis, yaitu transformator arus dan transformator tegangan.
Untuk sistem tenaga listrik yang digunakan di Indonesia, transformator distribusi digunakan untuk menurunkan tegangan menengah 20 kV menjadi tegangan rendah 380 V. Pemasangan transformator harus mudah dicapai oleh petugas yang berwenang, untuk pemeriksaan dan pemeliharaan. Transformator jenis kering tegangan rendah yang ditempatkan secara terbuka pada dinding, iang atau konstruksi bangunan, diperbolehkan untuk pemasangan dengan sifat tidak mudah dicapai.
Gambar 2.2. Transformator Distribusi
14
Setiap transformator harus diproteksi dengan perlengkapan proteksi arus lebih secara tersendiri pada sambungan primer, dengan kemampuan atau setelan tidak lebih dari 250% dari arus pengenal transformator. Pada sisi sekunder transformator diperbolehkan mempunyai perlengkapan proteksi arus lebih pada sambungannya, dengan kemampuan proteksi sesuai dengan arus pengenal transformator. Transformator tegangan pasangan dalam atau jenis tertuup harus diproteksi dengan menggunakan pengaman lebur pada sisi primernya. Transformator dapat dijalankan secara paralel dan disambung sebagai satu unit, dengan syarat proteksi arus lebih untuk setiap transformator harus sesuai dengan ketentuan. Pembagian arus beban antara transformator kerja paralel sesuai dengan kemampuan daya masing – masing transformator. Kerja paralel dari beberapa transformator harus memenuhi syarat : 1. Perbandingan tegangan harus sama 2. Polaritas transformator harus sama 3. Tegangan impedansi pada keadaan beban penuh harus sama 4. Perbandingan reaktansi terhadap tahanan sebaiknya sama
2.3.3. Kabel Kabel adalah suatu kawat penghantar listrik yang dibungkus dengan isolasi. Kabel terdiri dari inti atau konduktor sebagai penghantar listrik, bahan isolasi, bahan pengikat dan bahan pelindung beban mekanik serta selubung luar. Berdasarkan benuk fisik konduktornya, kabel dibedakan menjadi dua jenis, yaitu kabel serabut dan kabel
15
berinti pejal. Berdasarkan tegangan pengenalnya, terdapat dua jenis kabel yaitu kabel tegangan rendah dan kabel tegangan menengah. Penggunaan kabel untuk sistem tiga fasa berdasarkan warna selubungnya. Kabel berwarna loreng hijau kuning hanya boleh digunakan untuk menandai penghantar pembumian, penghantar pengaman dan penghantar yang menghubungkan ikatan penyama potensial ke bumi. Kabel berwarna biru digunakan untuk menandai penghantar netral pada instalasi listrik. Warna biru hanya dapat digunakan untuk maksud lain, jika pada instalasi listrik tersebut tidak terdapat penghantar netral. Warna biru tidak diperbolehkan untuk menandai penghantar pembumian. Untuk instalasi listrik arus bolak – balik, penghantar fasa ditandai sebagai berikut : 1. Fasa L1 / R ditandai dengan warna selubung merah 2. Fasa L2 / S ditandai dengan warna selubung kuning 3. Fasa L3 / T ditandai dengan warna selubung hitam
Gambar 2.3. Kabel Listrik
16
2.3.4. Lampu Penerangan dan Perlengkapannya Lampu listrik adalah lampu yang mengeluarkan atau menghasilkan cahaya apabila disambungkan terhadap sumber tenaga listrik. Lampu listrik mulai digunakan sekitar tahun 1810, di mana pada saat itu lampu yang digunakan adalah lampu busur yang menggunakan karbon sebagai elektrodanya. Pada tahun 1877 Thomas Alfa Edison menggunakan lampu pijar untuk pertama kalinya.
Di dalam perkembangannya, lampu listrik digolongkan dalam tiga kategori berdasarkan prinsip kerjanya, yaitu : 1. Lampu Pijar (Incandescent Lamp) 2. Lampu Tabung atau Lampu Pelepasan Gas (Discharge Lamp) 3. Lampu Electroluminescent. Lampu pijar atau Incandescent Lamp adalah lampu yang menghasilkan cahaya akibat memijarnya filamen. Lampu pijar tergolong lampu listrik generasi awal yang masih digunakan hingga saat ini. Jenis – jenis lampu yang termasuk lampu pijar adalah lampu pijar dengan filamen tungsten (sering dikenal dengan bohlam), lampu pijar dengan filamen karbon, lampu halogen dan lampu reflektor.
Gambar 2.4. Konstruksi lampu pijar
17
Daya yang didesipasikan P (watt) oleh filamen lampu pijar, dipengaruhi oleh tegangan kerja V (volt) dan resistansi filamen pada kondisi panas R (ohm), di mana :
P
V2 R
( 2.2 )
Lampu tabung (Tubelair Lamp, TL) atau lampu pelepasan gas (Discharge Lamp) adalah lampu listrik yang mengeluarkan cahaya akibat adanya pelepasan elektron (electron discharge). Berdasarkan jenis gas yang digunakannya, lampu tabung dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Lampu merkuri, yaitu lampu tabung yang menggunakan gas merkuri untuk pelepasan elektronnya dalam menghasilkan cahaya. Lampu merkuri ini di golongkan menjadi dua jenis, yaitu lampu merkuri tekanan rendah dan lampu merkuri tekanan tinggi 2. Lampu sodium yaitu lampu tabung yang menggunakan gas sodium (natrium) untuk pelepasan elektronnya dalam menghasilkan cahaya. Lampu sodium ini di golongkan menjadi dua jenis, yaitu lampu sodium tekanan rendah dan lampu sodium tekanan tinggi Lampu Flouresen adalah lampu tabung merkuri tekanan rendah, karena selain gas floresen pada tabung lampu tersebut juga dimasukkan gas merkuri dengan tekanan rendah, sekitar 0,4 Pa. Berdasarkan cara kerjanya, rangkaian lampu tabung dibedakan menjadi dua, yaitu rangkaian dengan starter (Switch-start Circuit) dan rangkaian tanpa stater. Stater lampu tabung terdiri dari bimetal yang diletakkan di dalam tabung gelas kecil dan diisi dengan gas argon. Selain starter, pada lampu tabung juga dilengkapi ballast, yaitu suatu
18
alat yang berfungsi untuk membatasi arus apabila lampu sudah menyala normal. Ballast lampu tabung terdiri dari induktor yang dihubungkan seri dengan salah satu elektroda.
Gambar 2.5. Konstruksi Lampu Tabung
Gambar 2.6. Rangkaian lampu tabung
Lampu elektroluminescent adalah lampu yang menghasilkan cahaya karena adanya emisi cahaya hasil dari eksitasi di dalam suatu padatan. Efek tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan medan listrik pada bahan kristalin yang mempunyai sifat pemendaran khusus dan dapat dikontrol. Hingga saat ini, hanya terdapat dua sumber cahaya elektroluminescent, yaitu Ligth Emiting Diode (LED) dan panel elektroluminescent.
19
Untuk menghindari bahaya terhadap sentuhan langsung dan tak langsung pada penggunaan lampu penerangan, suatu instalasi listrik dilengkapi dengan armatur penerangan, fitting lampu dan roset. Peralatan-peralatan tersebut harus dibuat sedemikian rupa sehingga semua bagian yang bertegangan dan bagian yang terbuat dari logam harus aman dari kemungkinan sentuhan langsung. Armatur penerangan harus terisolasi dari bagian lampu dan fitting lampu yang bertegangan, serta penggantung dan pengukuhannya yang terbuat dari logam. Fitting lampu untuk penerangan luar dan dalam ruangan dengan tetesan air (kamar mandi), harus kedap tetesan atau dipasang dalam armatur penerangan yang kedap terhadap tetesan air.
2.3.5. Sakelar Sakelar adalah suatu perlengkapan instalasi listrik yang berfungsi untuk memutuskan dan menyambungkan arus listrik. Sakelar digunakan untuk mengendalikan beban listrik seperti lampu penerangan, motor listrik, pemanas, dan lain-lain. Setiap sakelar harus mampu menyambung dan memutuskan arus yang dapat mengalir dalam keadaan penggunaan alat tersebut dan harus berfungsi sehingga tidak membahayakan penggunanya Desain saklar harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Harus dapat melayani secara umum tanpa memerlukan bantuan alat bantu 2. Jumlahnya harus cukup sehingga tidak merepotkan 3. Dalam keadaan terbuka sakelar harus tidak bertegangan 4. Harus tidak dapat menghubungkan dengan sendirinya karena pengaruh gaya berat
20
5. Kemampuan sakelar harus sebanding dengan alat/beban yang digunakan, tetapi tidak boleh lebih dari 5A.
Sakelar sebagai pemutus rangkaian tidak boleh beroperasi pada penghantar netral, terhadap : 1. Sistem yang mempunyai arus kembali menggunakan perisai pembumian 2. Rangkaian cabang yang netralnya digunakan untuk pembumian instalasi di luar gedung 3. Rangkaian cabang yang netralnya dibumikan langsung
Gambar 2.7. Sakelar
2.3.6. Kotak Kontak Kotak kontak adalah suatu peralatan listrik yang dipasang pada sistem instalasi listrik yang berfungi untuk menyediakan daya listrik bagi peralatatan atau beban listrik yang bersifat dapat dipindahkan. Dalam instalasi listrik, lubang kotak kontak dengan tegangan pengenal tertentu tidak boleh dapat dimasuki tusuk kontak dengan tegangan pengenal yang lebih rendah. Lubang kotak kontak dengan arus tertentu tidak boleh
21
dapat dimasuki tusuk kontak dengan arus pengenal yang lebih besar, kecuali bagi kotak kontak atau tusuk kontak dengan arus pengenal maksimal 16 A. Untuk menghindari kesalahan memasukkan tusuk kontak ke dalam lubang kotak kontak yang tidak semestinya, dianjurkan agar : 1. Dalam satu instalasi listrik hanya ada satu macam kotak kontak 2. Kotak kontak dan tusuk kontak diberi tanda pengenal yang jelas 3. Kotak kontak dan tusuk kontak mempunyai konstruksi yang berlainan
Gambar 2.8. Kotak Kontak
2.3.7. Sistem Pentanahan Sistem pentanahan atau biasa disebut sebagai grounding adalah sistem pengamanan terhadap perangkat-perangkat yang mempergunakan listrik sebagai sumber tenaga, dari tegangan sentuh, gangguan, lonjakan listrik, petir dan lainnya. Tujuan utama dari adanya pentanahan adalah menciptakan jalur yang low-impedance (tahanan rendah) terhadap permukaan bumi untuk gelombang listrik dan transient voltage. Penerangan, arus listrik, circuit switching dan electrostatic discharge adalah penyebab
22
umum dari adanya sentakan listrik atau transient voltage. Sistem pentanahan yang efektif akan meminimalkan efek tersebut. Sistem pentanahan terdiri dua komponen, yaitu elektroda pentanahan dan penghantar pentanahan. Elektroda pentanahan adalah penghantar yang ditanam dalam tanah dan membuat kontak langsung dengan bumi. Penghantar pentanahan adalah penghantar yang menghubungkan antara bagian konduktif terbuka atau BKT peralatan listrik dengan elektroda pentanahan. Elektroda pentanahan terdapat 3 macam, yaitu elektroda berbentuk pita, elektroda bernetuk batang dan elektroda yang berbentuk pelat. Elektroda pita adalah elektroda yang dibuat dari penghantar berbentuk pita atau berpenampang bulat, atau penghantar pilin yang pada umumnya ditanam secara sejajar dengan permukaan tanah, dengan kedalaman antara 0,5 – 1,0 m. Elektroda batang adalah elektroda yang terbuat pipa besi, baja profil atau batang logam lainnya yang dipancangkan ke dalam tanah. Elektroda pelat adalah elektroda dari bahan logam utuh atau berlubang dan pada umumnya ditanam secara dalam.
Gambar 2.9. Elektroda Pita
Kualitas dari sistem pentanahan dapat diketahui dari nilai resistansi jenis tanah dan nilai resistansi pentanahan. Nilai resistansi jenis tanah berbeda-beda tergantung dari
23
jenis tanahnya. Nilai resistansi elektroda pentanahan tergantung pada jenis tanah dan keadaan tanah serta susunan dari elektroda pentanahan tersebut. Besarnya resistansi jenis tanah dan resistansi elektroda pentanahan diperlihatkan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1. Resistansi Jenis Tanah
Resistansi Jenis Tanah
No
Jenis Tanah
1
Tanah Rawa
30
2
Tanah Liat
100
3
Pasir Basah
200
4
Kerikil Basah
500
5
Pasir & Kerikil Kering
1000
6
Tanah Berbatu
3000
(-m)
Tabel 2.2. Tahanan Elektroda Pentanahan No Jenis Elektroda Panjang (m) 1 2 3 4
Pita atau penghantar pilin
5 6 7 8 9 10
Batang atau pipa Pelat vertikal kedalaman 1m
Resistansi Pentanahan ()
10
20
25
10
50
5
100
3
1
70
2
40
3
30
5
20
ukuran 0,5x1
35
ukuran 1x1
25
2.3.8. Pengukuran Tahanan Elektroda Pentanahan Pengukuran tahanan pengetanahan dilakukan dengan metode tiga titik (three point methode). Misalkan terdapat tiga buah batang pengetanahan, di mana batang 1
24
sebagai tahanan yang hendak diukur, dan batang 2 serta batang 3 sebagai batang pengetanahan pembantu yang juga belum diketahui besar tahanannya. Gambar berikut ini memperlihatkan skema metode tiga titik.
I V 1
2
3
Gambar 2.10 Metode PengukuranTiga Titik
Apabila tahanan di antara tiap – tiap batang pengetanahan diukur dengan arus konstan, tiap pengukuran dapat ditulis sebagai berikut : R1 2
V1 2 R11 R22 2R12 I
(2.3.)
R13
V13 R11 R33 2R13 I
(2.4.)
R2 3
V2 3 R22 R33 2R23 I
(2.5.)
Dari ketiga formula di atas : V1 2 V13 V23 2 R11 2 R12 2 R13 2 R23 I
(2.6.)
V13 V1 2 V23
(2.7.)
Karena
Maka R
V1 2 R11 R12 R13 R23 I
(2.8.)
25
Tahanan batang pengetanahan dari elektroda 1 diberikan : R11 R R12 R13 R23
(2.9.)
Dengan mengatur posisi elektroda 2, sehingga didapatkan harga : R12 R13 R23 0
(2.10.)
2.3.9. Pengujian Tahanan Isolasi Instalasi Tegangan Rendah Resistans isolasi suatu instalasi listrik tegangan rendah merupakan salah satu unsur yang menentukan kualitas instalasi tersebut, mengingat fungsi utama isolasi sebagai sarana proteksi dasar. Resistans isolasi harus diukur : a) Antar penghantar aktif secara bergiliran sepasang-sepasang; b) Antara setiap penghantar aktif dan bumi. Resistans isolasi yang diukur dengan nilai tegangan uji yang ditunjukkan dalam Tabel 2.3., akan memuaskan jika setiap sirkit (dengan peranti tidak terhubung) mempunyai resistans isolasi tidak kurang dari nilai yang diberikan dalam Tabel 2.3. Pengukuran harus dilakukan dengan arus searah. Aparat pengukuran harus mampu menyuplai tegangan uji yang ditentukan dalam Tabel 2.3. jika dibebani dengan 1 mA. Jika sirkit mencakup gawai elektronik, maka hanya dilakukan pengukuran antara fase dan netral yang terhubung bersama ke bumi.
26
Tabel. 2.3. Resistansi Isolasi Instalasi Tegangan Rendah
2.4.
Komponen Utilitas Instalasi Generator Sets Pada bangunan gedung khususnya gedung bertingkat yang mempunyai lift atau
gedung yang mempunyai sifat khusus seperti rumah sakit, suatu energi listrik cadangan harus disediakan. Hal ini bertujuan agar suplai energi listrik pada gedung tersebut tetap terjaga kontinuitasnya pada saat terjadi pemadaman sumber energi listrik utama dari PLN. Sampai saat ini, sumber energi cadangan yang dapat memberikan pelayanan dengan waktu yang singkat dan langsung dapat melayani beban adalah generator sets. Generator sets adalah suatu mesin pembangkit energi listrik, yang terdiri dari dua bagian utama yaitu alternator dan mesin diesel. Alternator adalah suatu mesin listrik yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik arus bolak-balik, sedangkan mesin diesel merupakan penggerak mula (primemover) yang menyediakan energi mekanisnya. Untuk mendukung kerja dari suatu genset diperlukan suatu sistem instalasi yang kompleks, terdiri dari sistem kelistrikan genset, sistem suplai bahan bakar, sistem pendinginan dan pembuanagn gas, sistem peredaman getaran dan suara.
27
Gambar 2.11. Instalasi Gensets
Suatu instalasi gensets dalam keadaan darurat harus dapat memenuhi beban sebagai berikut: a) Kelengkapan
penggerak
utama
yang
menggunakan
tenaga
listrik
dan
perlengkapanpengasut yang memerlukan pengisian. b) Lift keadaan darurat dengan anggapan pada suatu kumpulan lift hanya satu lift yang bekerja. c) Daya yang digunakan untuk menurunkan lift d) Kipas untuk mengisap asap. e) Pompa air untuk sistem pemadam kebakaran saat terjadinya kebakaran. f) Pemanfaat listrik yang digunakan pada saat terjadinya kebakaran. g) Penerangan darurat yang dihubungkan ke generator tersebut.
28
2.4.1. Alternator Alternator atau generator sinkron adalah suatu mesin sinkron yang mengubah energi mekanis menjadi energi listrik dengan kecepatan sinkron. Mesin sinkron terdiri dari dua bagian utama, yaitu bagian yang diam disebut stator, dan bagian yang berputar disebut rotor. Pada stator terdapat belitan jangkar (armatur) tiga fasa, yang masingmasing terpisah 1200 listrik. Belitan tiga fasa ini selalu terhubung bintang (Y) dan netralnya dihubungkan ke tanah. Keuntungan dari hubungan ini adalah tegangan per fasa pada belitan hanya
1 atau 58 % dari tegangan antar fasanya (VL), sehingga dapat 3
mengurangi jumlah isolasi di dalam alur statornya . Pada rotor terdapat belitan medan, yang dicatu dengan tegangan arus searah. Terdapat dua tipe rotor yang digunakan pada generator sinkron, yaitu : 1. Rotor tipe kutub menonjol (Salient Pole) Rotor tipe ini digunakan pada generator hidro yang digerakkan oleh turbin air, di mana turbin air bekerja dengan kecepatan rendah, yaitu antara 50 sampai 300 rpm. 2. Rotor tipe silindris Rotor jenis ini digunakan pada generator turbo yang mempunyai kecepatan tinggi. Generator turbo digerakkan oleh turbin uap atau tubin gas yang bekerja pada kecepatan tinggi yaitu sampai 3600 rpm
29
Gambar 2.12. Konstruksi mesin sinkron
Belitan redaman (damper winding) adalah suatu belitan yang digunakan untuk mencegah terjadinya fluktuasi momen kecepatan. Belitan redaman ini terbuat dari batangan tembaga yang kedua ujungnya dihubung-singkatkan dengan cincin tembaga. Pada umumnya belitan redaman ini digunakan pada rotor tipe kutub menonjol (salient pole). Belitan medan pada rotor dari sebuah mesin sinkron dicatu dengan sumber tegangan arus searah. Fungsi dari catu daya tegangan searah tersebut adalah untuk membangkitkan medan magnet dan fluks magnet. Apabila rotor pada generator sinkron tersebut diputar oleh turbin, dan setelah putarannya mencapai kecepatan yang sebenarnya fluks magnet dibangkitkan. Sehingga fluks magnet yang berputar tersebut akan memotong konduktor pada stator, maka sesuai dengan hukum Farady dan Lenz, akan diinduksikan gaya gerak listrik (GGL) bolak-balik pada konduktor jangkar statornya sebesar :
N
d dt
(2.11)
30
Frekuensi GGL yang diinduksikan tersebut dipengaruhi oleh kecepatan putaran rotor dan jumlah kutub medannya, yaitu : f
di mana
n s .P 120
(2.12)
f
:
frekuensi (Hz)
ns
:
kecepatan sinkron (rpm)
P
:
jumlah kutub medan
:
Gaya Gerak Listrik (Volt)
N
:
Jumlah lilitan
:
Fluksi magnet (Weber)
t
:
Waktu (detik)
2.4.2. Mesin Diesel Mesin diesel termasuk mesin dengan pembakaran dalam atau disebut dengan motor bakar ditinjau dari cara memperoleh energi termalnya. Dalam suatu gensets, mesin diesel berfungsi sebagai penggerak mula (prime mover) Keuntungan pemakaian mesin diesel sebagai Prime Mover: • Design dan instalasi sederhana • Auxilary equipment sederhana • Waktu pembebanan relatif singkat • Konsumsi bahan bakar relatif murah dan hemat Selain mempunyai beberapa keuntungan, mesin diesel juga mempunyai beberapak kerugian pemakaian sebagai Prime Mover, yaitu :
31
• Berat mesin sangat berat karena harus dapat menahan getaran serta kompresi yang tinggi. • Starting awal berat, karena kompresinya tinggi yaitu sekitar 200 bar. • Semakin besar daya maka mesin diesel tersebut dimensinya makin besar pula, hal tersebut menyebabkan kesulitan jika daya mesinnya sangat besar.
Prime mover merupakan peralatan yang mempunyai fungsi menghasilkan energi mekanis yang diperlukan untuk memutar rotor generator. Pada mesin diesel/engine terjadi penyalaan sendiri, karena proses kerjanya berdasarkan udara murni yang dimampatkan di dalam silinder pada tekanan yang tinggi (± 30 arm), sehingga temperatur di dalam silinder naik. Dan pada saat itu bahan bakar disemprotkan dalam silinder yang bertemperatur dan bertekanan tinggi melebihi titik nyala bahan bakar sehingga akan menyala secara otomatis. Pada mesin diesel penambahan panas atau energi senantiasa dilakukan pada tekanan yang konstan. Pada mesin diesel, piston melakukan 2 langkah pendek menuju kepala silinder pada setiap langkah daya. 1. Langkah ke atas yang pertama merupakan langkah pemasukan dan penghisapan, di sini udara dan bahan bakar masuk sedangkan poros engkol berputar ke bawah. 2. Langkah kedua merupakan langkah kompresi, poros engkol terus berputar menyebabkan torak naik dan menekan bahan bakar sehingga terjadi pembakaran. Kedua proses ini (1 dan 2) termasuk proses pembakaran.
32
3. Langkah ketiga merupakan langkah ekspansi dan kerja, di sini kedua katup yaitu katup isap dan buang tertutup sedangkan poros engkol terus berputar dan menarik kembali torak ke bawah. 4. Langkah keempat merupakan langkah pembuangan, disini katup buang terbuka dan menyebabkan gas akibat sisa pembakaran terbuang keluar. Gas dapat keluar karena pada proses keempat ini torak kembali bergerak naik ke atas dan menyebabkan gas dapat keluar. Kedua proses terakhir ini (3 dan 4) termasuk proses pembuangan. 5. Setelah keempat proses tersebut, maka proses berikutnya akan mengulang kembali proses yang pertama, dimana udara dan bahan bakar masuk kembali.
Gambar 2.13 Cara kerja Mesin Diesel
33
Sistem starting adalah proses untuk menghidupkan/menjalankan mesin diesel. Ada 3 macam sistem starting yaitu: 1. Sistem start manual Sistem start ini dipakai untuk mesin diesel dengan daya yang relatif kecil yaitu < 30 PK. Cara untuk menghidupkan mesin diesel pada sistem ini adalah dengan menggunakan penggerak engkol start pada poros engkol atau poros hubung yang akan digerakkan oleh tenaga manusia. Jadi sistem start ini sangat bergantung pada faktor manusia sebagai operatornya. 2. Sistem start elektrik Sistem ini dipakai oleh mesin diesel yang memiliki daya sedang yaitu < 500 PK. Sistem ini menggunakan motor DC dengan suplai listrik dari baterai/accu 12 atau 24 volt untuk menstart diesel. Saat start, motor DC mendapat suplai listrik dari baterai atau accu dan menghasilkan torsi yang dipakai untuk menggerakkan diesel sampai mencapai putaran tertentu. Baterai atau accu yang dipakai harus dapat dipakai untuk menstart sebanyak 6 kali tanpa diisi kembali, karena arus start yang dibutuhkan motor DC cukup besar maka dipakai dinamo yang berfungsi sebagai generator DC. Pengisian ulang baterai atau accu digunakan alat bantu berupa battery charger dan pengaman tegangan. Pada saat diesel tidak bekerja maka battery charger mendapat suplai listrik dari PLN, sedangkan pada saat diesel bekerja maka suplai dari battery charger didapat dari generator. Fungsi dari pengaman tegangan adalah untuk memonitor tegangan baterai atau accu. Sehingga apabila tegangan dari baterai atau accu sudah mencapai 12/24 volt, yang merupakan tegangan standarnya, maka
34
hubungan antara battery charger dengan baterai atau accu akan diputus oleh pengaman tegangan. 3. Sistem start kompresi Sistem start ini dipakai oleh diesel yang memiliki daya besar yaitu > 500 PK. Sistem ini memakai motor dengan udara bertekanan tinggi untuk start dari mesin diesel. Cara kerjanya yaitu dengan menyimpan udara ke dalam suatu botol udara. Kemudian udara tersebut dikompresi sehingga menjadi udara panas dan bahan bakar solar dimasukkan ke dalam Fuel Injection Pump serta disemprotkan lewat nozzle dengan tekanan tinggi. Akibatnya akan terjadi pengkabutan dan pembakaran di ruang bakar. Pada saat tekanan di dalam tabung turun sampai batas minimum yang ditentukan, maka kompressor akan secara otomatis menaikkan tekanan udara di dalam tabung hingga tekanan dalam tabung mencukupi dan siap dipakai untuk melakukan starting mesin diesel.
2.4.3. Sistem Kelistrikan Gensets Sistem kelistrikikan genset terdiri dari dua macam, yaitu sistem daya listrik genset dan sistem kendali (kontrol) gensets. Sistem daya listrik genset adalah sistem kelistrikan yang berhubungan dengan penyaluran daya listrik, dari gensets sebegai sumber energi listrik sampai menuju ke panel listrik utama. Sistem kelistrikan daya listrik ini meliputi sistem pengkabelan, sistem pentanahan genset, panel genset dan perlengkapan proteksinya. Sistem kendali (kontrol) genset adalah suatu sistem yang mengendalikan operasional genset. Sistem kendali genset yang standar adalah sistem start – stop,
35
pengendalian terhadap tegangan keluaran gensets (Automatic Voltage Regulator), pengendalian terhadap frekuensi gensets dengan governor, kontrol temperatur serta kontrol terhadap tekanan oli atau minyak pelumas. Sistem kendali operasi genset yang otomatis terdiri dari AMF (Automatic Main Failure) dan ATS (Automatic Transfer Switch) serta synchronaizer untuk instalasi genset yang bekerja secara paralel. AMF merupakan suatu modul elektronik yang berfungsi sebagai pengendali operasi genset untuk start dan stop secara otomatis, sedangkan ATS merupakan suatu sistem pensaklaran interlock yang perpindahannya secara otomatis. Bila terjadi kegagalan pada suplai utama PLN, maka sensor akan memberikan sinyal gangguan kepada AMF. Sinyal ini akan diproses dan selanjunya AMF akan memerintahkan kepada Genset untuk beroperasi secara otomatis. Setelah beberapa saat genset beroperasi stabil (kira-kira 10 detik, PUIL mensyaratkan maksimal 15 detik), AMF akan memerintahkan ATS untuk membuka kontak saklar catu daya utama PLN dan menutup kontak saklar catu daya dari genset, sehingga beban dilayani oleh genset. Apabila catu daya utama dari PLN telah pulih secara normal, maka sensor akan memberikan masukan sinyal ke AMF, sehingga AMF akan memerintahkan ATS untuk membuka kontak saklar catu daya genset dan menutup kontak saklar catu daya utama PLN, sehingga beban dilayani kembali oleh sumber utama PLN. Beberapa menit kemudian (sekitar 5 menit) AMF memerintahkan gensets untuk berhenti beroperasi.
36
Gambar 2.14 Sistem Kerja AMF+ATS
2.4.4. Sistem Suplai Bahan Bakar Sistem suplai bahan bakar merupakan salah satu bagian yang penting bagi instalasi genset, karena keberadaan bahanbakar ini harus kontinu tidak boleh terputus pada saat genset bekerja. Sistem suplai bahan bakar sebaiknya diatur secara otomatis dengan menggunakan pompa elektrik yang dikontrol dengan sensor ketinggian bahan bakar. Sistem suplai bahan bakar terdiri dari tangki bahan bakar, pemipaan bahan bakar, pompa, dan valve-valve pengatur bahan bakar. Tangki bahan bakar harian harus disediakan dalam ruang pembangkit masingmasing untuk setiap unit penggerak utama, dengan kapasitas beban penuh selama 8 jam. Tempat pengisian bahan bakar harus ditempatkan cukup jauh dari baterai dan perlengkapan lainnya. Untuk setiap tangki bahan bakar harus tersedia alat duga bahan bakar yang mudah terlihat. Untuk isi 2/3 bagian harus diberi tanda yang mengingatkan perlunya pengisian kembali. Alat duga dibuat sedemikian rupa sehingga kalau rusak, minyak tidak akan bocor. Selain tangki harian, dapat sediakan pula untuk tangki bahan bakar mingguan maupun bulanan.
37
Pemipaan bahan bakar harus disusun sedemikian rupa sehingga tercegah masuknya lumpur dan endapan kotoran minyak dan udara yang dapat mengakibatkan tersumbatnya pipa. Semua keran harus diberi tanda keadaan tertutup atau terbuka. Pipa bahan bakar harus dilindungi terhadap panas yang berlebihan dan terhadap kerusakan mekanik.
2.4.5. Sistem Pendinginan dan Pembuangan Gas Setiap penggerak utama jika mungkin harus mempunyai sistem pendingin tersendiri, baik pendingin air maupun pendingin udara. Sistem pendingin tersebut tidak boleh bergantung pada sumber dari luar, termasuk sumber airnya. Jika air didinginkan di luar bangunan dengan menggunakan menara pendingin atau bak pendingin atau sistem apapun, harus diperhatikan agar kemungkinan kebakaran tidak akan mempengaruhi sistem pendinginan tersebut. Setiap sistem pembuangan gas harus dilengkapi dengan peredam dan sistem pipa atau cerobong untuk membuang semua gas ke luar bangunan, cukup jauh dari jendela atau cerobong pemasukan udara ke bangunan itu sendiri atau ke bangunan di sebelahnya. Semua pipa dan alat sambung pipa, jika perlu harus dilindungi secukupnya agar terlindung dari bahaya kebakaran, dan agar tidak ada bagian yang menonjol bersuhu lebih dari 70 °C.
38
2.4.5. Sistem Peredaman Getaran dan Suara Silinder dari sebuah genset akan menghasilkan tekanan besar yang mengakibatkan getaran mesin dan suara yang keras. Untuk meredam getaran mesin tersebut, pada instalasi gensets perlu dibuat suatu pondasi yang berfungsi untuk meredam getaran mesin tersebut, sehingga getaran tidak diteruskan ke penyangga. Biasanya pondasi mesin genset terpisah dari lantai ruang genset, dan di antara pondasi dan lantai tersebut diisi dengan bahan-bahan seperti pasir dan ijuk. Selain dengan sistem pondasi yang terpisah dengan lantai, peredaman getaran dapat dilakukan pula dengan menggunakan penyangga (kaki genset) yang terbuat dari karet atau baja berbentuk spiral.
Gambar 2.15. Sistem Pondasi Gensets
Suara keras yang dikeluarkan oleh genset sangat mengganggu bagi penghuni gedung, sehingga tingkat kebisingannya harus diatur. Suara kebisingan yang diperbolehkan adalah 70 db per 7 meter dari pintu ruang genset. Terdapat beberapa teknik yang digunakan untuk meredam suara genset salah satunya dengan cara membuat dinding ruang genset dengan sistem dinding ganda, di mana antar dindingnya diberikan
39
ruang kosong. Selain dengan dinding ganda, peredaman suara genset dapat dilakukan dengan pemasangan glasswool pada semua permukaan dinding ruang genset.
Gambar 2.16. Bahan Peredam Suara Glass-wool
2.5.
Komponen Utilitas Instalasi Penangkal Petir Instalasi penangkal petir adalah instalasi suatu sistem dengan komponen-
komponen dan peralatan-peralatan yang secara kesuluran berfungsi untuk menangkap petir dan menyalurkannya ke tanah. Sehingga semua bagian dari bangunan beserta isinya atau benda-benda yang dilindunginya terhindar dari bahaya sambaran petir. Perlindungan terhadap bahaya
petir ini ditujukan terhadap manusia dan
bangunan. Perlindungan untuk manusia dari sambaran petir dimaksudkan agar manusia terhindar dari arus listrik akibat sambaran petir yang mengalir melalu tubuh manusia. Arus listrik yang mengalir pada tubuh manusia dapat menyebabkan organ-organ tubuh akan mengalami kejutan (Shock), sehingga akan mempengaruhi kerja jantung dan dapat mengakibatkan terhentinya kerja jantung. Disamping itu efek rangsangan dan panas
40
yang timbul akibat arus petir pada organ-organ tubuh dapat juga melumpuhkan jaringan atau otot, teruama otot yang mempengaruhi pernapasan. Perlindungan untuk bangunan dimaksudkan untuk menghindari kerusakan bangunan gedung akibat sambaran petir. Penyebab dari kerusakan yang diakibatkan oleh sambaran petir adalah besarnya amplituda arus petir dan kecuraman arus petir, di mana amplitudo arus petir berkisar antara 5 sampai 200 kA. Kerusakan – kerusakan pada bangunan gedung yang tersambar dapat berupa kerusakan termis seperti terbakarnya bangunan gedung, kerusakan mekanis seperti bagian atap bangunan retak atau bangunan runtuh. Kerusakan yang amat parah biasanya terjadi pada bahan-bahan isolasi, serta tergantung dari kondisi bahan-bahan itu sendiri, misalnya dalam kondisi basah atau kering.
2.5.1. Sistem Perlindungan Petir Teknik penangkal petir pertama kali ditemukan oleh Benyamin Franklin dengan menggunakan intersptor (terminal udara) yang dihubungkan dengan konduktor metal ke tanah yang efektif. Terdapat dua macam sistem yang digunakan dalam perlindungan petir, yaitu sistem penangkal petir dan sistem array desipasi. Sistem penangkal petir menggunakan ujung metal yang runcing sebagai pengumpul muatan dan diletakkan pada tempat yang tinggi sehingga petir diharapkan menyambar ujung metal tersebut terlebih dahulu. Sistem ini memiliki kelemahan di mana apabila sistem pemyaluran arus petir tidak berfungsi dengan baik maka ada kemungkinan timbul kerusakan pada peralatan elektronik yang sangat peka terhadap medan transien. Beberapa alat penangkal petir yang sering digunakan adalah :
41
1. Franklin Rod, berupa kerucut tembaga dengan daerah perlindungan berupa kerucut imajiner dengan sudut puncak 1120. Agar daerah perlindungan besar, Franklin Rod dipasang pada pipa besi (ketinggian 1-3 m di atas bagunan). Franklin Rod sering dipasang pada taiang-tiang di bubungan atap bangunan Sistem ini terdiri dari komponen-komponen : -
Alat penerima logam tembaga ( logam bulat panjang runcing )
-
Kawat penyalur dari tembaga
-
Pertanahan kawat penyalur sampai pada bagian tanah basah.
Gambar 2.17 : Sistem perlindungan petir Franklin Rod
Batang yang runcing ( bahan copper spit ) pada sistem ini dipasang paling atas, kemudian batang tembaga serta elektroda yang ditanamkan. Batang elektroda pentanahan dibuat bak kontrol dengan tujuan untuk memudahkan pemeriksaan dan pengetesan. Sistem ini cukup praktis dan biayanya murah namun mempunyai kelemahan jangkauannya terbatas. 2. Faraday Cage, digunakan untuk mengatasi kelemahan Franklin Rod pada daerahdaerah yang perlindungan petirnya rendah. Sistem Faraday Cage sama dengan Franklin Rod, namun pemasangannya di seluruh permukaan atap dengan tinggi tiang yang lebih rendah
42
Sistem ini terdiri dari komponen : -
Alat penerima kawat mendatar
-
Kawat dari tembaga
-
Pertanahan kawat penyalur sampai pada bagian tanah yang basah.
Pada sistem Faraday Cage, perlindungan bangunan terhadap petir dengan jarak antar kawat mendatar tidak melebihi 20 m pada titik-titik yang tertentu diberi ujung vertikal ½ M. Sistem pemasangan dibuat memanjang sehingga jangkauannya lebih luas dari sistem Franklin, sehingga biaya investasi agak mahal, serta menggangu keindahan.
Gambar 2.18. Sistem perlindungan Faraday Cage
3. Ionization Corona, yang bersifat menarik petir untuk menyambar kepalanya dan selanjutnya akan memancarkan ion-ion ke udara. Pemancaran ion dapat menggunakan generator listrik atau baterai cadangan (generated ionazition) atau secara alamiah. Area perlindungan sistem ini berupa bola dengan radius mencapai sekitar 120 m. Sistem ini mudah dikenali dari kepalanya yang dikelilingi tiga bilah pembangkit beda tegangan dan dipasang pada tiang tinggi. 4. Radiokatif, meskipun merupakan sistem penarik petir terbaik, namun sudah dilarang penggunaannya karena radiasi yang dipancarkannya dapat mengganggu kesehatan manusia. Sistem ini terdiri dari komponen :
43
a. Elektroda Udara disekeliling elektrode akan di ionisasi, akibat pancaran partikel alpa dari isotop ( americum 241 ). Elektrode akan terus menerus menciptakan arus ion ( Min. 10 8 ion/det. ). b. Coaxial cabel Untuk menghindari kerusakan benda-benda akibat muatan listrik petir yang menuju tanah maka coaxial cabel dibungkus pipa isolasi. Metode tahanan langsung dari muatan listrik petir ke dalam tanah menyebabkan seluruh unit mempunyai potensial yang sama dengan bumi. Sehingga benda-benda yang berada disekitar system akan aman. c. Pentanahan Perlu test lokasi geografis dari pentanahan 5 ohm. Tahanan bumi max. Yang terbaik untuk system ini = 5 ohm. Prinsip kerja dari sistem ini adalah saat petir mengenai electroda maka muatan negatif akan menetralkan muatan. Sistem cocok untuk bangunan tinggi dan besar. Pemasangan tidak perlu dibuat karena sistem payung yang digunakan dapat melindunginya. Daerah perlindungan cukup luas, sehingga untuk satu bangunan cukup satu tempat penagkal petir.
44
Elektrode
Gambar 2.19. Sistem perlindungan Radioaktif
Cara pemasangan ketiga sistem adalah titik puncak/kepala dari alat penangkal petir dihubungkan dengan pipa tembaga menuju ke dasar tempat sebagai pentanahan yaitu pipa tembaga tersebut harus mencapai tanah berair. Oleh karena itu, tempat-tempat tesebut harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak menggangu
keindahan
bangunan
dan
tetap
berfungsi
baik
terhadap
penanggulangan bahaya petir. Sistem array desipasi (Dissipation Array System, DAS) menggunakan banyak ujung runcing (discharge point), di mana setiap bagian benda yang runcing akan mengarahkan muatan listrik dari benda tersebut ke molekul udara disekitarnya. Sistem ini mengakibatkan turunnya beda potensial antara awan dengan bumi sehingga mengurangi kemampuan awan untuk melepaskan muatan listriknya.
2.5.2. Instalasi Penangkal Petir Faktor – faktor yang perlu dpertimbangkan dalam merencanakan dan memasang sistem penangkal petir adalah : 1. Keamanan secara teknis, tanpa mengabaikan faktor keserasian arsitektur
45
2. Ketahanan secara mekanis 3. Ketahanan terhadap korosi 4. Bentuk dan ukuran bangunan yang dilindungi 5. Faktor Ekonomis Bangunan – bangunan yang berdasarkan letak, bentuk, dan penggunaannya dianggap mudah terkena sambaran petir dan perlu diberi penangkal petir adalah : 1. Bangunan – bangunan tinggi seperti gedung-gedung bertingkat, menara, dan cerobong pabrik 2. Bangunan – bangunan penyimpan bahan mudah terbakar atau meledak, seprti pabrik amunisi, gudang penyimpanan bahan peledak dan gudang penyimpanan bahan cairan atau gas yang mudah terbakar 3. Bangunan – bangunan yang secara khusus perlu perlindungan secara baik, seperti sekolah, musium, arsip negara, stasiun dan lain-lain Instalasi penangkal petir terdiri atas bagian-bagian sebagai berikut : 1. Penangkal di atas tanah, adalah penghantar yang dipasang di atas atap sebagai penangkap petir yang berupa elektroda logam 2. Penghantar pada dinding atau di dalam bangunan, sebagai penyalur arus petir ke tanah, yang terbuat dari tembaga, baja galvanish atau alumunium 3. Elektroda pentanahan (pembumian), yang terdiri dari dua tipe, yaitu : a. Elektroda pita (strip), yang ditanam minimum 0,5 – 1 m dari permukaan tanah b. Elektroda batang, dari pipa atau besi baja profil yang dipancangkan tegak lurus dalam tanah sedalam ± 2 m.
46
Penangkap-penangkap petir ditempatkan dengan susunan tertentu sedemikian rupa sehingga sedapat mungkin semua petir dapat ditangkap tanpa mengenai bagianbagian lain yang dilindunginya. Hal ini dapat dipenuhi jika tidak ada satu titik pun dipermukaan atap yang berjarak lebih 7,5 meter dari penangkap petir tersebut. Penangkap petir yang dipasang sepanjang bubungan dan pada jurai serta lisplang atap bangunan sudah merupakan penangkap petir yang memadai. Untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 30 meter diperlukan suatu cara khusus untuk menerima sambaran petir dari samping. Setiap bangunan gedung paling sedikit harus mempunyai dua buah penghantar penyalur petir. Untuk bangunan dengan lebar lebih dari 12 meter diperlukan paling sedikit 4 buah penghantar penyalur petir. Penghantar penyalur petir tidak boleh diletakkan di dalam pipa talang air hujan. Pipa air minum tidak diperbolehkan sebagai penyalur karena semakin banyaknya pengguaan pipa dari bahan plastik atau penggunaan penyambungan pipa dengan bahan plastik. Pipa gas sama sekali tidak diperbolehkan digunakan sebagai penghantar penyalur petir. Pada semua penghantar penyalur petir yang disambungkan dengan sistem pembumian harus disediakan sambungan ukur yang dapat dijangkau untuk pengukuran tahanan pembumian, misalnya dibuat suatu kotak sambungan. Elektroda pembumian plat pita ditanam sekurang-kurangnya 50 cm di permukaan tanah. Elektroda strip dapat dipasang sebagai elektroda pembumian melingkar (ring), plat strip tunggal atau plat strip menyebar. Pada elektroda pembumian menyebar, sudut antara tiap-tiap strip yang berdekatan tidak boleh lebih kecil dari 600. Elektroda pembumian dapat juga menggunakan pondasi bangunan dengan syarat
47
dilengkapi dengan penyambungan khusus antara elektroda pembumian dan penghantar penyalur petir. 2.5.3. Tipe Instalasi Petir Berdasarkan investasi yang diperlukan untuk perlindungan terhadap petir, terdapat dua tipe instalasi petir, yaitu instalasi penangkal petir eksternal dan internal. Instalasi penangkal petir eksternal meliputi pengadaan : 1. Susunan finial penangkal petir, dapat berupa finial batang tegak, finial mendatar atau finial lainnya dengan memanfaatkan benda logam yang ada di atas bangunan. 2. Sistem penyaluran arus petir, di mana arus petir yang mengenai finial harus dapat segera dialirkan ke tanah melalui jalan terpendek. 3. Sistem pentanahan, di mana sistem ini berfungsi sebagai sarana mengalirkan arus petir yang menyebar ke segala arah di dalam tanah. Implementasi konsep instalasi penangkal petir internal pada dasarnya adalah upaya menghindari terjadinya beda potensial pada semua titik di instalasi atau peralatan yang diproteksi di dalam bangunan. Langkah – langkah yang dilakukan merupakan integrasi dari sarana penyama potensial, pemasangan arester tegangan dan arus, perisaian dan filter. Pemasangan penangkal petir internal ini membutuhkan biaya investasi yang sngat besar, karena berbagai mekanisme dapat menyebabkan terjadinya potensial di dalam peralatan yang diproteksi, yang dapat berupa propagasi tegangan lebih melalui saluran telepon, antene, suplai daya listrik, pentanahan ataupun berbagai induksi elektromagnetik. Upaya meminimalkan biaya dapat dilakukan dengan langkah pendefinisian zone area proteksi dan terutama dilakukan dengan upaya mengurangi
48
menjadi sekecil mungkin arus atau tegangan impuls petir yang menjalar ke dalam bangunan dan instalasi. 2.6.
Besaran Listrik Dasar Terdapat tiga buah besaran listrik dasar yang digunakan di dalam pengukuran
sistem tenaga listrik, yaitu beda potensial atau sering disebut sebagai tegangan listrik, arus listrik dan frekuensi. Ketiga besaran tersebut merupakan satu kesatuan pokok pembahasan di dalam masalah – masalah kelistrikan bangunan gedung. Selain ketiga besaran tersebut, masih terdapat satu faktor penting di dalam pembahasan kelistrikan bangunan, yaitu daya, faktor daya adalah sudut yang dibentuk oleh hubungan pada daya listrik. 2.6.1. Beda Potensial Ketika suatu muatan listrik positif mengalami perpindahan sepanjang lintasan d di dalam medan listrik E , maka energi potensial elektrostatiknya adalah :
W q E d
Di mana
:
(2.13 )
W
=
perubahan energi potensial (J)
q
=
muatan listrik (C)
E
=
medan listrik (N/C)
d
=
panjang lintasan (m)
Beda potensial V sebagai kerja (sumber dari luar) yang digunakan untuk memindahkan suatu muatan listrik positif dari suatu titik ke titik lain adalah perubahan energi potensial listrik yang sebanding dengan muatan listriknya :
49
V
akhir
W E d q awal
(2.14)
Beda potensial dinyatakan dalam satuan Joule per Coulomb yang didefinisikan sebagai Volt, sehingga beda potensial sering disebut sebagai voltase atau tegangan listrik. Beda potensial VAB adalah beda potensial berasal dari luar, yang digunakan untuk memindahkan satu muatan listrik dari titik awal B sampai titik akhir A, sehingga : A
V AB E d
(2.15)
V AB VB V A
(2.16)
B
Setiap potensial diukur terhadap suatu titik acuan nol. Didalam pengukuran eksperimental fisis, titik acuan yang sering digunakan adalah “bumi”, yaitu potensial permukaan bumi. Sehingga setiap titik mempunyai potensial terhadap titik nol. Potensial A adalah nilai yang diukur dari titik A terhadap titik acuan nol dan potensial B adalah nilai yang diukur dari titik B terhadap acuan nol. 2.6.2. Arus Listrik Arus listrik didefinisikan sebagai laju aliran sejumlah muatan listrik yang melalui suatu luasan penampang melintang. Menurut konvensi, arah arus listrik dianggap searah dengan aliran muatan positif. Arus listrik diukur dalam satuan Ampere (A), adalah satu Coulomb per detik. Arus listrik dirumuskan : I
Di mana
:
dq dt
(2.17)
I
=
arus listrik (A)
dq
=
sejumlah muatan (C)
dt
=
waktu (detik)
50
2.6.3. Frekuensi Tegangan dan arus listrik yang digunakan pada sistem kelistrikan merupakan listrik bolak-balik yang berbentuk sinusoidal. Tegangan dan arus listrik sinusoidal merupakan gelombang yang berulang, sehingga gelombnag sibusoidal mempunyai frekuensi. Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam selang waktu yang diberikan. Satuan frekuensi dinyatakan dalam hertz (Hz) yaitu nama pakar fisika Jerman Heinrich Rudolf Hertz yang menemukan fenomena ini pertama kali. Frekuensi sebesar 1 Hz menyatakan peristiwa yang terjadi satu kali per detik, di mana frekuensi (f ) sebagai hasil kebalikan dari periode (T ), seperti rumus di bawah ini : f
1 T
(2.18)
Di setiap negara mempunyai frekuensi tegangan listrik yang berbeda-beda. Frekuensi tegangan listrik yang berlaku di Indonesia adalah 50 Hz, sedangkan di Amerika berlaku frekuensi 60 Hz. Frekuensi tegangan listrik biasanya tidak selalu tetap dan sering berfluktuas, sehingga ditetapkan suatu standart untuk frekuensi yang diijinkan, yaitu ±1% dari nilai yang berlaku. Standart frekuensi yang dijinkan di Indonesia adalah 49,5 – 50,5 Hz. Em a
b
E m t
c 0
c
a
90
0
b
180
0
d
Gambar 2.20. Gelombang Tegangan Sinusoidal
51
d
360
0
t