BAB II LANDASAN TEORI
A. Bank Syariah 1. Pengertian Bank Syariah Falsafah dasar perbankan syariah mengacu kepada ajaran agama islam yang bersumber pada Al-Qur’an, Alhadist dan Al-Ijtihad. Islam mengajarkan tentang ikhtiar untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat, untuk mencapai kebahagiaan lahir dan bathin. Hal ini berarti dalam mencapai kebahagiaan dunia harus dilakukan juga untuk mencapai kebahagiaan akhirat. Pengertian bank syariah menurut Ascarya dan Diana Yumanita (2005:4) adalah sebagai berikut : Bank syariah merupakan lembaga intermediasi dan penyedia jasa keuangan yang bekerja berdasarkan etika dan sistem nilai Islam, khususnya yang bebas dari bunga (riba), bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysir), bebas dari hal - hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), berprinsip keadilan, dan hanya membiayai kegiatan usaha yang halal. Menurut ketentuan yang tercantum di dalam Peraturan Bank Indonesia nomor 2/8/PBI/2000 pasal I, Bank Syariah adalah “bank umum sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan telah diubah dengan undang-undang nomor 10 tahun 1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk
8
9
unit usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Dengan adanya atau didirikannya perbankan dengan sistem bagi hasil didasarkan pada dua alasan utama, yaitu : a. adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam agama Islam. b. dari aspek ekonomi, penyerahan risiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan (Patrawijaya, 2009). Terdapat perbedaan mendasar antara bank konvensional dan bank syariah. Pertama, dari segi akad dan aspek legalitas. Akad yang dipraktikkan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi, dunia dan akhirat, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum atau syari’at Islam. Jika terjadi perselisihan antara nasabah dan bank, maka bank syariah dapat merujuk kepada Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) yang penyelesaiannya dilakukan berdasarkan hukum Islam. Kedua, dari sisi struktur organisasi, Bank Syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, namun unsur yang membedakannya adalah bank syariah harus memilki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional dan produk-produk bank agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam. Ketiga, berkenaan dengan bisnis dan usaha yang dibiayai, haruslah bisnis dan usaha yang diperkenankan atau dihalalkan oleh syariat Islam. Keempat, berkaitan dengan lingkungan kerja dan budaya perusahaan perbankan
10
(Corporate culture). Dalam hal etika, sifat shiddiq (jujur), amanah (dapat dipercaya), fathanah (cerdas, professional) dan tabligh (komunikatif, ramah, keterbukaan) harus melandasi setiap tindakan para pelaku perbankan syariah. Berdasarkan uraian dapat di simpulkan perbedaan tersebut adalah: Tabel 2.1 Perbedaan antara Bank Syariah dan Konvensional Bank Syariah Akad dan aspek
Bank Konvensional
Hukum islam dan hukum positif Hukum positif
legalitas Lembaga
Badan
Arbitrase
penyelesaian
Indonesia
sengketa
diupayakan
(BAMUI),
sedang Nasional Indonesia
pembentukan (BANI)
penggantinya Arbitrase
Muamalat Badan Arbitrase
yaitu
Syariah
badan Nasional
(BASYARNAS) Struktur Organisasi
Ada Dewan Syariah Nasional Tidak ada DNS dan DPS (DSN) dan Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Investasi
Halal
Halal dan Haram
Prinsip Operasional
Bagi hasil, jual beli, sewa
Perangkat bunga
Tujuan
Profit dan falah oriented
Profit oriented
Hubungan nasabah
Kemitraan
Debitor-kreditor
Sumber: Gemala Dewi (2004)
11
2. Tujuan Bank Syariah Tujuan ditetapkannya syariat tidak memiliki basis (tujuan) lain kecuali kemaslahatan manusia. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan reduksi atas riba dalam aktivitas ekonomi dan sosial maupun lingkungan yang semuanya harus dicakup dalam akuntansi. Sedangkan tujuan didirikannya bank syariah adalah mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermuamalah secara Islam, khususnya muamalah yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktek-praktek riba atau jenis-jenis usaha/perdagangan lain yang mengandung unsur tipuan (http://nuifi.ifibank.com) adalah: a. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi, dengan jalan meratakan pendapatan melalui kegiatan investasi sehingga tidak terjadi kesenjangan yang amat besar antara pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana. b. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebar. Untuk menjaga kestabilan ekonomi/moneter dengan aktivitas-aktivitas Bank Islam yang diharapkan mampu menghindari inflasi dan negatif spread akibat penerapan sistem bunga. c. Menghindari persaingan yang tidak sehat antara lembaga keuangan, khususnya bank serta menanggulangi kemandirian lembaga keuangan dari pengaruh gejolak moneter baik dalam maupun luar negeri.
12
3. Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah Ascarya dan Diana Yumanita (2005:4) menyatakan bahwa dalam operasinya, bank syariah mengikuti aturan-aturan dan norma-norma Islam, yaitu : a. bebas dari bunga (riba), Bank syariah beroperasi tidak berdasarkan bunga, sebagaimana yang lazim dilakukan oleh bank konvensional, karena bunga mengandung unsur riba yang jelas-jelas dilarang dalam Al Qur`an. Riba berarti “tambahan”, yaitu pembayaran “premi” yang harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping pengembalian pokok, yang ditetapkan sebelumnya atas setiap jenis pinjaman. b. bebas dari kegiatan spekulatif yang non produktif seperti perjudian (maysir), Maysir secara harfiah berarti memperoleh sesuatu dengan sangat mudah tanpa kerja keras atau mendapat keuntungan tanpa kerja. Dalam Islam, maysir yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang mengandung unsur judi, taruhan, atau permainan berisiko seperti bunga. c. bebas dari hal-hal yang tidak jelas dan meragukan (gharar), Gharar secara harfiah berarti akibat, bencana, bahaya, risiko, dan sebagainya. Dalam Islam, yang termasuk gharar adalah semua transaksi ekonomi yang melibatkan unsur ketidakjelasan, penipuan, atau kejahatan. d. bebas dari hal-hal yang rusak atau tidak sah (bathil) e. hanya membiayai kegiatan usaha yang halal dari penjelasan di atas prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank Islam yaitu tidak mengenal konsep
13
bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang melainkan kemitraan atau kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil. Peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
4. Konsep Operasional Bank Syariah Secara garis besar transaksi yang diterapkan pada bank syariah berdasarkan lima konsep dasar akad (Muhammad : 2005) yaitu: a. wadi`ah (simpanan), wadiah menurut istilah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya. Aqad wadiah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil oleh pemiliknya. b. Bagi hasil (syirkah), Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemilik modal dan pengelola modal. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara pemilik modal dan bank, atau antara bank dan pengelola modal. Dalam bank syariah sistem ini diaplikasikan pada produk mudharabah dan musyarakah. Mudharabah dapat dipergunakan sebagai produk pendanaan (tabungan dan deposito) dan juga pembiayaan pada pihak ketiga, sedangkan musyarakah lebih banyak dipergunakan sebagai produk pembiayaan. 1) Mudharabah adalah suatu akad dimana pemilik modal (shahibul mal) modal menyerahkan hartanya kepada pengusaha (mudharib). Jika dalam mudharabah ditentukan persyaratan usaha tertentu, maka dinamakan mudharabah muqayyadah dan apabila tidak ditentukan
14
persyaratan dalam usaha yang akan dibiayai, maka dinamakan mudharabah mutlaqah. 2) Musyarakah adalah akad antara dua orang atau lebih dengan menyetorkan modal, dengan keuntungan dibagi sesama mereka sesuai dengan porsi yang disepakati. Diantara produk bank syariah yang mengaplikasikan musyarakah adalah modal ventura, dimana bank memberikan modal terhadap suatu perusahaan dan dalam jangka waktu tertentu akan melepas kembali saham perusahaan tersebut kepada rekan kongsi, dan kemungkinan juga tetap bermitra untuk jangka panjang. c. Jual beli (tijarah), Prinsip ini merupakan suatu sistem pembiayaan yang menerapkan tata cara jual beli. Prinsip ini dalam bank syariah diterapkan pada murabahah, salam, dan isthisna` 1) Murabahah adalah suatu akad dimana bank membeli suatu barang atas permintaan nasabah lalu bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah margin. Biasanya nasabah akan membayar dengan mengangsur dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. 2) Salam adalah jual beli barang yang belum ada dengan menyebut spesifikasi lengkap dan pembayaran dilakukan secara tunai di muka. 3) Istishna, yaitu jual beli barang atas dasar pesanan antara nasabah dan bank dengan spesifikasi tertentu yang diminta nasabah. Bank akan meminta produsen atau kontraktor untuk membuatkan barang tersebut,
15
dan setelah selesai nasabah akan membeli barang tersebut dari bank dengan harga yang telah disepakati. d. Sewa (al-ijarah), Ijarah adalah menjual manfaat atau jasa dengan bayaran yang ditetapkan. dalam prakteknya prinsip sewa dibagi menjadi dua jenis : 1) Sistem ijarah, sewa murni seperti halnya penyewaan traktor dan alatalat produk lainnya. 2) Ijarah al-muntahiyah bitamlik, merupakan penggabungan antara akad sewa dan jual beli. Dimana bank terlebih dahulu membeli barang yang dikehendaki oleh nasabah, kemudian bank menyewakannya kepada nasabah dalam jangka waktu dan biaya sewa yang telah disepakati. e. Prinsip jasa/ fee (al-ajr wa al-umulah), prinsip ini meliputi seluruh layanan non pembiayaan yang diberikan oleh bank, bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain: transfer, jual beli mata uang, bank garansi.
B. Manajemen Dana Bank Syariah Suatu proses pengelolaan penghimpunan dana masyarakat ke dalam bank dan pengalokasian dana tersebut bagi kepentingan bank dan masyarakat serta pemupukannya secara optimal melalui penggerakan sumber daya yang tersedia demi mencapai tingkat rentabilitas sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku. Pengertian Manajemen dana bank syariah menurut (Muhammad, 2005) adalah sebagai berikut:
16
upaya yang dilakukan oleh lembaga bank syariah dalam mengelola atau mengatur posisi dana yang diterima dari aktivitas funding untuk disalurkan kepada aktivitas financing, dengan harapan bank yang bersangkutan tetap mampu memenuhi kriteria-kriteria likuiditas, rentabilitas dan solvabilitasnya. Seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga mempunyai peran sebagai lembaga perantara antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana (surplus unit) dengan unit-unit yang mengalami kekurangan dana (deficit unit). Melalui lembaga atau bank kelebihan dana-dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan manfaat kepada kedua belah pihak. Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara bank syariah dengan nasabahnya bukan hubungan antara debitur dan kreditur, melainkan hubungan kemitraan antara penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Oleh karena itu tingkat laba bank syariah bukan saja berpengaruh terhadap tingkat bagi hasil untuk para pemegang saham, tetapi juga berpengaruh terhadap bagi hasil yang dapat diberikan kepada nasabah yang menyimpan dana. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuannya menghasilkan laba. Yang menjadi ruang lingkup manajemen dana bank syariah yaitu : 1. Aktivitas bank dalam rangka penghimpunan dana masyarakat 2. Aktivitas bank untuk menjaga kepercayaan masyarakat dengan penyediaan uang tunai bagi pemilik dana
17
3. Penempatan dana dalam bentuk pembiayaan 4. Pengelolaan modal bank agar dapat berfungsi wajar sesuai dengan perannya selaku penggerakan aktivitas Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya menghimpun dana masyarakat, dengan masa pengendapan yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apaapa atau bank tidak berfungsi sama sekali. Dengan demikian kemampuan manajemen untuk melaksanakan fungsinya sebagai penyimpan harta, pengusaha dan pengelola investasi yang baik (professional investment manager) akan sangat menentukan kualitas usahanya sebagai lembaga intermediary dan kemampuan menghasilkan laba, maka tujuan manajemen dana bank syariah yaitu : 1. Memperoleh pendapatan (profit) yang maksimal 2. Menyediakan aktiva cair dan kas yang memadai (likuiditas) 3. Menyimpan cadangan untuk hal-hal yang mungkin timbul 4. Mengelola kegiatan lembaga keuangan dengan kebijaksanaan yang pantas yang bertindak sebagai pemelihara dana-dana orang lain 5.
Memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat akan pembiayaan Secara lengkap Indikator kinerja dan kesehatan Bank Syariah dapat
dilihat dalam tabel berikut :
18
Tabel 2.2 Indikator Kinerja dan Kesehatan Bank Syariah No
Indikator
Komponen
1
Struktur modal
Rasio modal total terhadap dana/simpanan pihak ketiga
2
Likuiditas
Rasio dana lancar terhadap dana/simpanan pihak ketiga Rasio total pembiayaan terhadap DPK
3
Efisiensi
Rasio total pembiayaan terhadap pendapatan operasional Rasio nilai inventaris terhadap total modal
4
Rentabilitas
Rasio laba bersih terhadap total asset (harta) Rasio laba bersih terhadap total modal
5
Aktiva produktif
Rasio total pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan yang diberikan
Sumber: Muhammad (2005), Manajemen Bank Syariah
C. Kinerja Keuangan Bank Syariah 1. kinerja Keuangan dengan Pendekatan Laba Rugi Kinerja keuangan bank merupakan salah satu dasar penilaian terhadap kemampuan bank dalam menjalankan fungsinya sebagai penghimpun dan pengelola dana masyarakat. Kinerja merupakan salah satu faktor penting yang menunjukkan faktor efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuannya. Penilaian kinerja dimaksudkan untuk menilai keberhasilan suatu organisasi. Pengertian Kinerja keuangan menurut Fabozzi (2000:775) menyatakan bahwa :
19
Kinerja keuangan merupakan alat pengukur tingkat keberhasilan manajemen dalam mengelola sumber daya keuangan yang dimiliki perusahaan. pengukuran kinerja melibatkan perhitungan pengembalian yang diperoleh manajer keuangan selama beberapa periode tertentu. Dalam menganalisa dan menilai posisi keuangan dan potensi atau kemajuan-kemajuan perusahaan, (Munawir, 2002:31) menyatakan beberapa faktor yang paling utama dalam pengukuran kinerja keuangan perusahaan, yaitu sebagai berikut : 1. Tingkat Likuiditas Likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajiban keuangannya tepat pada waktunya berarti perusahaan tersebut dalam keadaan "likuid", dan perusahaan dikatakan mampu memenuhi kewajiban keuangan tepat pada waktunya apabila perusahaan tersebut mempunyai alat pembayaran ataupun aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya atau hutang jangka pendek. Sebaliknya kalau perusahaan tidak dapat segera memenuhi kewajiban keuangannya pada saat ditagih, berarti perusahaan tersebut dalam keadan "illikuid". 2. Tingkat Solvabilitas Solvabilitas memenuhi
menunjukkan
kewajiban
keuangannya
kemampuan apabila
perusahaan perusahaan
untuk tersebut
dilikuidasikan, baik kewajiban keuangan jangka pendek maupun jangka
20
panjang. Suatu perusahaan dikatakan solvabel apabila perusahaan tersebut mempunyai aktiva atau kekayaan yang cukup untuk membayar semua hutang-hutangnya, sebaliknya apabila jumlah aktiva tidak cukup atau lebih kecil daripada jumlah hutangnya, berarti perusahaan tersebut dalam keadaan insolvabel. 3. Tingkat Rentabilitas atau Profitabilitas Rentabilitas
atau
profitabilitas,
menunjukkan
kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu. Rentabititas suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif, dengan demikian rentabilitas suatu perusahaan dapat diketahui dengan memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut. 4. Tingkat Stabilitas Stabilitas usaha menunjukkan kemampuan perusahaan untuk melakukan
usahanya
dengan
stabil,
yang
diukur
dengan
mempertimbangkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang hutangnya dan akhirnya membayar kembali hutang-hutang tersebut tepat pada waktunya, serta kemampuan perusahaan untuk membayar deviden secara teratur kepada para pemegang saham tanpa mengalami hambatan atau krisis keuangan. Dari
faktor-faktor
penilai
kinerja
keuangan
perusahaan
dikemukakan diatas maka suatu perusahaan bisa mengetahui bagaimana
21
kondisi keuangan yang ada didalam perusahaan tersebut, apakah kondisi keuangan perusahaan dalam keadaan sehat atau dalam keadaan yang tidak sehat. Dengan pertimbangan-pertimbangan yang dikemukakan diatas maka dengan begitu perusahaan dapat menentukan langkah yang sebaiknya ditempuh oleh perusahaan. 2. Kinerja Keuangan dengan Pendekatan Nilai Tambah VAS ini merupakan alternatif pengganti laporan laba rugi dalam akuntansi konvensional. Dimana Baydoun dan Willet menjelaskan bahwa VAS merupakan laporan keuangan yang lebih menerapkan prinsip full disclosure dan didorong dengan kesadaran moral dan etika. Karena prinsip fuul disclosure paling tidak mencerminkan kepekaan manajemen terhadap proses aktivitas bisnis terhadap pihak-pihak yang terlibat didalamnya, sehingga kepekaan itu diwujudkan dalam informasi akuntansi melalui distribusi pendapatan yang lebih adil. Konsep VAS merupakan salah satu bukti pelaporan yang menggambarkan nilai-nilai Islam. Pertangggungjawaban akuntansi secara vertikal dengan menggunakan VAS
dapat dilaksanakan dalam bentuk
penerapan keadilan antara pihak-pihak yang terlibat dan bekerjasama. Sedangkan horisontalnya mendistribusikan nilai tambah secara adil kepada pihak yang terlibat dalam menciptakan niali tambah tersebut. Sehingga dengan bentuk laporan pertanggungjawaban tersebut, dapat menampilkan nilai yang sesungguhnya dan keakuratan nilai dari perusahaan serta kerjasama didalamnya.
22
Kinerja nilai tambah dalam mencapai profitabilitas
lebih
menunjukan kepedulian manajemen terhadap pihak-pihak lain yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses mendapatkan nilai tambah syariah. Kepedulian itu diwujudkan dengan kesediaan manajemen untuk mendistribusikan nilai tambah kepada semua pihak yang terlibat dalam menciptakan nilai tambah secara adil dimana laba dalam konsep VAS merupakan total pendapatan dimana diperoleh dari usaha kolektif beberapa orang atau pihak seperti kreditur, pemegang saham, karyawan, pemerintah dan masyarakat berhak merasakan setiap nilai tambah yang dihasilkan. Berdasarkan uraian diatas Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja bank syariah baik dengan menggunakan pendekatan laba rugi maupun nilai tambah dalam penelitian ini menggunakan rasio yaitu : 1. Return on Assets (ROA), adalah perbandingan antara laba sebelum pajak dengan rata-rata aktiva (average assets). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari segi penggunaan aset. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.13/30/DPNP16/12/11 ROA dirumuskan sebagai berikut: ROA =
Laba Sebelum Pajak Rata-rata total Asset
23
Menurut Ratmono (2004) ROA dengan pendekatan nilai tambah adalah sebagai berikut: ROA =
Nilai Tambah Bersih Rata-rata total Asset
2. Return on Equity (ROE), adalah perbandingan antara pendapatan bersih (net income) dengan rata rata modal (average equity) atau investasi para pemilik bank. Rasio ini digunakan untuk mengukur kinerja manajemen bank dalam mengelola modal yang tersedia untuk menghasilkan laba setelah pajak. Semakin besar ROE, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin kecil. Rumus ROE menurut Bank Indonesia dalam Surat Edaran Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 adalah: ROE
=
Laba Setelah Pajak Rata-rata total Modal
Menurut Ratmono (2004) ROE dengan pendekatan nilai tambah adalah sebagai berikut: ROE
=
Nilai Tambah Distribusi Rata-rata total Modal
3. Rasio perbandingan antara total laba bersih dengan total aktiva produktif, Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif (dalam Rindawati, 2007) adalah penanaman
24
dana bank baik dalam Rupiah maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening administratif. Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan : a. Prospek usaha. b. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur. c. Kemampuan membayar. Rumus perbandingan antara total laba bersih denga total aktiva produktif menurut Bank Indonesia dalam Surat Edaran Nomor 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 adalah: Laba bersih per Total Aktiva Produktif =
Laba Bersih Total Aktiva Produktif
Menurut Ratmono (2004) ROE dengan pendekatan nilai tambah adalah sebagai berikut: Laba bersih per Total Aktiva Produktif =
Nilai Tambah Distribusi Total Aktiva Produktif
D. Standar Akuntansi Perbankan Syariah Dalam langkah pengembangan standar akuntansi keuangan bank syariah sudah dimulai sejak Tahun 1987. Kehadiran akuntansi syariah merupakan tuntutan dari lahirnya lembaga-lembaga ekonomi yang berbasis syariah termasuk di dalamnya adalah bank syariah. Akuntansi yang digunakan sementara ini oleh lembaga-lembaga keungan syariah adalah PSAK (Pedoman
25
Standar Akuntansi Keuangan) No 101 tentang penyajian laporan keuangan syariah telah disyahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan pada tanggal 27 Juni 2007 yang diterbitkan oleh IAI. Akuntansi bank syariah adalah akuntansi yang berhubungan dengan aspek-aspek lingkungannya. Karena syariah adalah mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia, baik ekonomi, politik, sosial dan filsafat moral. Dengan kata lain, syariah berhubungan dengan seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk didalamnya adalah akuntansi. PSAK No. 101 ini kemudian dijabarkan dalam PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia), yang berperan mengatur secara teknis dan rinci penjabaran PSAK 101. Tujuan akuntansi keuangan bank syariah salah satunya adalah dapat meningkatkan kepatuhan kepada prinsip syariah dalam semua transaksi dan kegiatan usaha. Penerbitan ketentuan ini diharapkan dapat menambah kelengkapan, keakuratan, dan kejelasan informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan perbankan syariah, sehingga lebih mudah dipahami dan dipercaya oleh masyarakat. Tujuan akuntansi keuangan bank syariah dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah adalah: 1. Menentukan hak dan kewajiban pihak terkait, termasuk hak dan kewajiban yang berasal dari transaksi yang belum sesuai dengan dan atau kegiatan ekonomi lain, sesuai dengan prinsip syariah yang berdasarkan pada konsep kejujuran, keadilan, dan kepatuhan kepada nilai-nilai bisnis Islami. 2. Menyediakan informasi keuangan yang bermanfaat bagi pemakai laporan keuangan untuk pengambilan keputusan.
26
3. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah pada dasarnya dalam semua transaksi dan kegiatan usaha. Menurut Muhammad (2002), tujuan utama menyajikan informasi keuangan adalah : 1. Dasar pengambilan keputusan 2. Monitoring perkembangan khususnya keuangan bank syariah 3. Pengendalian keuangan 4. Evaluasi terhadap pencapaian tujuan Berdasarkan uraian diatas, secara praktis laporan keuangan bank syariah yang berkualitas harus memenuhi kriteria yaitu : dapat dipahami (understandability), relevan (relevance), handal, dan dapat dibandingkan (comparability), dan dapat diuji kebenarannya (auditability).
E. Penyajian dan Pengungkapan Pelaporan Keuangan Bank Syariah Menurut PSAK No. 101 Menurut PSAK 101 dalam penyajian dan pengungkapan pelaporan keuangan bank syariah dalam ruang lingkup diterapkan dalam penyajian laporan keuangan entitas syariah untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan sesuai dengan PSAK. Entitas syariah yang dimaksud di PSAK ini adalah entitas yang melaksanakan transaksi syariah sebagai kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya. laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas syariah yang meliputi:
27
1. aset; 2. kewajiban; 3. dana syirkah temporer; 4. ekuitas; 5. pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian; 6. arus kas; 7. dana zakat; dan 8. dana kebajikan. Dalam penyajian dan pengungkapan laporan keuangan bank syariah PSAK No. 101 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang berhubungan dengan pengaturan penyajian laporan keuangan bank syariah merupakan penyempurnaan dari PSAK 59 diselaraskan dengan pengaturan dalam PSAK 101 dimana penyajian laporan keuangan yang tidak bertentangan dengan
prinsip
syariah.
Bentuk
penyempurnaan
dan
penambahan
pengaturannya adalah sebagai berikut : 1. penyajian laporan keuangan syariah yang diatur dalam ED PSAK 101 ini berlaku sebagai dasar penyajian laporan keuangan entitas syariah 2. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan entitas syariah meliputi informasi yang terkait dengan asset, kewajiban, dana syirkah temporer, ekuitas, pendapatan, dan beban termasuk keuntungan dan kerugian, arus kas, dana zakat, dan dana kebajikan. 3. Komponen laporan keuangan entitas syariah yang lengkap terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas,
28
laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan, dan catatan atas laporan keuangan. 4. Entitas syariah yang merupakan lembaga keuangan maka harus menyajikan komponen laporan keuangan tambahan yang menjelaskan karakteristik utama entitas tersebut jika substansi informasinya belum tercakup dalam komponen laporan keuangan diatas. Komponen laporan keuangan tambahan bersifat khusus untuk industri tertentu akan diatur dan ditambahkan secara bertahap dalam lampiran PSAK 101 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari PSAK tersebut. 5. Lampiran ED PSAK 101 saat ini baru berisi ketentuan dan contoh laporan keuangan untuk bank syariah dan entitas serupa bank syariah. Akuntansi perbankan syariah dalam aspek penyajian, PSAK No. 101 merekomendasikan delapan elemen laporan keuangan bank syari’ah berupa Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari komponen-komponen berikut ini: 1. Laporan posisi keuangan (Neraca) Laporan posisi keuangan yang disusun berdasarkan psak No. 101 memiliki karakteristik yang berbeda dengan neraca bank konvensional. Karakteristik pertama yang dapat dilihat dari unsur-unsur neraca bank syariah meliputi; aktiva, kewajiban, investasi tidak terikat dan ekuitas. Laporan posisi keuangan yang disusun berdasarkan PSAK No 101 sebagai berikut ilustrasinya :
29
Tabel 2.3 Laporan Posisi Keuangan (Neraca) Per 31 Desember 20X1
Asset Kas
XXX
Penempatan pada Bank Indonesia
XXX
Giro pada bank lain
XXX
Penempatan pada bank lain
XXX
Investasi pada efek/surat berharga
XXX
Piutang: Murabahah
XXX
Salam
XXX
Istishna
XXX
Ijarah
XXX
Pembiayaan : Mudharabah
XXX
Musyarakah
XXX
Persediaan
XXX
Tagihan dan kewajiban akseptasi
XXX
Aset ijarah
XXX
Aset istishna dalam penyelesaian
XXX
Penyertaan pada entitas lain
XXX
Aset tetap dan akumulasi penyusutan
XXX
Aset lainnya
XXX
Jumlah asset
XXX
30
KEWAJIBAN Kewajiban segera
XXX
Bagi hasil yang belum dibagikan
XXX
Simpanan
XXX
Simpanan dari bank lain
XXX
Utang: Salam
XXX
Istishna
XXX
Kewajiban kepada bank lain
XXX
Pembiayaan yang diterima
XXX
Utang pajak
XXX
Estimasi kerugian komitmen dan kontinjensi
XXX
Pinjaman yang diterima
XXX
Kewajiban lainnya
XXX
Pinjaman subordinasi
XXX
Jumlah Kewajiban
XXX
DANA SYIRKAH TEMPORER Dana syirkah temporer dari bukan bank: Tabungan mudharabah Deposito mudharabah
XXX XXX
Dana syirkah temporer dari bank: Tabungan mudharabah
XXX
Deposito mudharabah
XXX
Musyarakah
XXX
Jumlah Dana Syirkah Temporer
XXX
EKUITAS Modal disetor
XXX
31
Tambahan modal disetor
XXX
Saldo laba (rugi)
XXX
Jumlah Ekuitas
XXX
Jumlah kewajiban, dana syirkah temporer dan ekuitas
XXX
Sumber: PSAK No.101, IAI, (2007)
2. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi juga mencerminkan peran bank syariah selaku investor dan manajer investasi. Selaku investor bisa dilihat dari adanya pos pendapatan bagi hasil mudharabah dan musyarakah. Sedangkan peran bank syariah sebagai manajer investasi berkaitan dengan adanya pos hak pada pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat. Sebagai berikut ilsutrasinya : Tabel 2.4 Laporan Laba Rugi Per 31 Desember 20X1 Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sebagai Mudharib Pendapatan dari jual beli: Pendapatan marjin murabahah
xxx
Pendapatan neto salam parallel
xxx
Pendapatan neto istishna paralel
xxx
Pendapatan dari sewa: Pendapatan neto ijarah Pendapatan dari bagi hasil:
xxx
32
Pendapatan bagi hasil mudharabah
xxx
Pendapatan bagi hasil musyarakah
xxx
Pendapatan usaha utama lainnya
xxx
Jumlah Pendapatan Pengelolaan Dana oleh Bank sebagai Mudharib
xxx
Hak pihak ketiga atas bagi hasil
(xxx)
Hak bagi hasil milik Bank
xxx
Pendapatan Usaha Lainnya Pendapatan imbalan jasa perbankan
xxx
Pendapatan imbalan investasi terikat
xxx
Jumlah Pendapatan Usaha Lainnya
xxx
Beban Usaha Beban kepegawaian
(xxx)
Beban administrasi
(xxx)
Beban penyusutan dan amortisasi
(xxx)
Beban usaha lain
(xxx)
Jumlah Beban Usaha
(xxx)
Laba (Rugi) Usaha
xxx
Pendapatan dan Beban Non usaha Pendapatan nonusaha
xxx
Beban nonusaha
(xxx)
Jumlah Pendapatan (Beban) Non usaha
xxx
Laba (Rugi) sebelum Pajak
xxx
Beban Pajak
(xxx)
Laba (Rugi) Neto Periode Berjalan
xxx
Sumber: PSAK No.101, IAI, (2007)
33
3. Laporan Arus Kas Laporan arus kas harus membedakan antara arus kas dari operasi, arus kas dari kegiatan investasi, dan arus kas dari kegiatan pembiayaan. Dalam penyajian laporan arus kas bank syariah menyajikan laporan arus kas dengan mengacu ke PSAK terkait. 4. Laporan Perubahan Ekuitas Dalam laporan perubahan ekuitas Bank syariah menyajikan laporan perubahan ekuitas dengan mengacu ke PSAK terkait. Kegunaan laporan perubahan ekuitas adalah untuk mengetahui perkembangan perusahaan yang dilihat dari hak kepemilikan (modal) selama satu periode akuntansi. Jadi laporan perubahan ekuitas (modal) yaitu laporan yang disusun untuk mengetahui perubahan modal yang dimiliki atau untuk mengetahui modal akhir pada satu periode . Unsur-unsur laporan Perubahan Ekuitas, yaitu Modal awal tahun dan tambahan modal (investasi) dan Saldo Laba/Rugi. 5. Laporan Perubahan Dana Investasi Terikat Laporan ini bertujuan memisahkan dana investasi terikat berdasarkan sumber dana dan memisahkan investasi berdasarkan jenisnya. Bank syariah menyajikan laporan perubahan dana investasi terikat sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan: a. saldo awal dana investasi terikat; b. jumlah unit penyertaan investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit penyertaan pada awal periode;
34
c. dana investasi yang diterima dan unit penyertaan investasi yang diterbitkan bank syariah selama periode laporan; d. penarikan atau pembelian kembali unit penyertaan investasi selama periode laporan; e. keuntungan atau kerugian dana investasi terikat; f. imbalan bank syariah sebagai agen investasi; g. beban administrasi dan beban tidak langsung lainnya yang dialokasikan oleh bank syariah ke dana investasi terikat; h. saldo akhir dana investasi terikat; dan i. jumlah unit penyertaan investasi pada setiap jenis investasi dan nilai per unit penyertaan pada akhir periode. 6. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat Bank syariah menyajikan Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat sesuai PSAK 101 dan PSAK terkait. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Zakat sebagai Komponen Utama Laporan Keuangan yang menunjukan : a. Dana zakat berasal dari wajib zakat (Muzakki) 1)
Zakat dari dalam entitas syariah
2)
Zakat dari pihak luar entitas syariah
b. Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk : Fakir, Miskin, Riqab, Gharim, Muallaf, Fiisabilillah, Amin c. Kenaikan atau penurunan zakat
35
d. Saldo awal dana zakat e. Saldo akhir dana zakat 7. Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan Bank syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan sesuai PSAK 101 dan PSAK terkait. Sumber dan penggunaan dana zakat dan dana kebajikan, pengelolaannya diserahkan kepada Lembaga Amil Zakat Bank Syariah Mandiri Ummat dan bank tidak meminta pertanggung jawaban atas hasil pengelolaan dana tersebut. Unsur dasar laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan meliputi sumber dan penggunaan dana selama jangka waktu tertentu, serta saldo dana kebajikan yang menunjukkan dana kebajikan yang belum disalurkan pada tanggal tertentu. 8. Catatan atas Laporan Keuangan Bank syariah menyajikan catatan atas laporan keuangan sesuai PSAK 101 dan PSAK terkait yang berisi uraian yang mengungkapkan semua informasi yang perlu untuk menjadikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan dan bisa diperacaya (andal) bagi para pemakainya yang merupakan catatan tambahan dan informasi yang ditambahkan ke akhir laporan keuangan untuk memberikan tambahan informasi kepada pembaca dengan informasi lebih lanjut dan membantu menjelaskan perhitungan item tertentu dalam laporan keuangan serta memberikan penilaian yang lebih komprehensif dari kondisi keuangan perusahaan mencakup informasi tentang hutang , kelangsungan usaha , piutang , kewajiban kontinjensi ,
36
atau informasi kontekstual untuk menjelaskan angka-angka keuangan (misalnya untuk menunjukkan gugatan).
F. Penyajian dan Pengungkapan Pelaporan Keuangan Bank Syariah Berdasarkan Nilai Tambah Pengertian nilai tambah syariah diartiakan dengan beragam namun dari pendapat para ahli akuntansi definisi saling menambahkan dan menuju pada satu pemikiran yang sama. Mulawarman (2009:144) mengatakan bahwa konsep nilai tambah dari domain akuntansi konvensional. Selanjutnya Mulawarman memberikan penjelasan bahwa : Nilai tambah syariah adalah bentuk pertambahan nilai yang terjadi secara material dan telah di sucikan secara spiritual (non material). Proses pembentukan pertambahan nilai yang terjadi dari nilai tambah yang telah melalui proses pensucian. Prinsip pensucian adalah bentuk keseimbangan dari substansi SVA (Syariah value added), yaitu zakat. Zakat dengan demikian adalah simbol penyucian dari pertambahan yang harus bernilai keseimbangan dan keadilan. Baydoun dan Willet (2000) mengusulkan Laporan Nilai Tambah (Value Added Statement ) sebagai komponen Laporan Keuangan Islami yang memberikan perhatian kepada pihak-pihak yang memberikan kontribusi kepada perusahaan. Akuntasi syariah seharusnya memberikan perhatian tidak hanya sebatas pada pemilik modal tetapi juga kepada pihak-pihak lain. Value Added Statement atau laporan nilai tambah berkaitan juga dengan human resource accounting dan employee reporting terutama dalam hal informasi yang disajikan. Value added statement ini sebenarnya menutupi kekurangan
37
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan utama, neraca, laba rugi, dan arus kas. Karena semua laporan ini gagal memberikan informasi: 1. Total produktivitas dari perusahaan. 2. Share dari setiap stakeholders atau anggota tim yang ikut dalam proses manajemen. Yaitu: pemegang saham, kreditur, pegawai, masyarakat dan pemerintah. Berikut format laporan nilai tambah menurut Ratmono (2004): Tabel 2.5 Format Laporan Nilai Tambah Sumber Nilai Tambah : Pendapatan : Pendapatan Operasi Utama: Pendapatan dari jual beli : Pendapatan margin murabahah
xxx
Pendapatan salam pararel
xxx
Pendapatan margin istisna’ pararel
xxx
Pendapatan sewa: Pendapatan sewa ijarah
xxx
Pendaptan dari bagi hasil : Pendapatan dari bagi hasil mudharabah
xxx
Pendapatan dari bagi hasil musyarakah
xxx
Pendapatan dari operasi utama yang lainnya
xxx
Pendapatan operasi lainnya
xxx
pendapatan non operasi
xxx
Total pendapatan
xxx
38
Harga Pokok Input
(xxx)
Depresiasi
(xxx)
Total Nilai Tambah
xxx
Sosial (Zakat)
(xxx)
Total Nilai Tambah Bersih
xxx
Distribusi Niali Tambah Nasabah (Bagi Hasil)
( xxx)
Karyawan (Gaji)
(xxx)
Pemerintah (Pajak)
( xxx)
Pemilik (Deviden)
( xxx)
Laba ditahan
( xxx)
Total Nilai Tambah
Distribusi
xxx
Sumber : Ratmono, (2004) Keterangan : 1. Pendapatan operasi utama, Pendapatan sewa, Pendapatan dari operasi utama yang lainnya, Pendapatan operasi lainnya dan pendapatan non operasi diperoleh dari laporan laba rugi 2. Harga pokok input diperoleh dari beban operasional lainnya (selain beban gaji dan depresiasi). 3. Depresiasi diperoleh dari beban penyusutan aktiva tetap 4. Pendistribusian nilai tambah dari laporan laba rugi kecuali zakat diperoleh dari 2,5% dari total nilai tambah bersih Berikut Perbedaan antara Laporan Laba Rugi dengan Value Added Statement menurut Mulawarman (2006):
39
Tabel 2.6 Perbedaan antara Laporan Laba Rugi dengan Value Added Statement Kriteria
Laporan Laba Rugi
Value Added Statement
Proses perolehan
Pendapatan- Biaya
Output – Input
Hasil antara
Laba kotor
Value added (nilai tambah)
Hasil akhir
Laba bersih
Distribusi
Penerimaan hasil
Stockholders
Stakeholders
Income akuntansi
Income ekonomi
hasil
utama Penciptaan Kekayaan Sumber: Mulawarman, (2006)
Beberapa kegunaan dari Value Added Statement menurut (Harahap, 2006) adalah sebagai berikut: 1. Konsep ini dinilai objektif sehingga dianggap sebagai informasi yang absah sebagai dasar menghitung penghargaan dalam nilai uang. 2. Pertambahan nilai kotor merupakan informasi yang sangat berguna untuk mengetahui angka reinvestasi (laba ditahan dan penyusutan). 3. Laporan ini dianggap dapat menjembatani kepentingan akuntansi dan ekonomi dengan mengungkapkan jumlah kekayaan dalam pengukuran pendapatan nasional.
40
4. Pertambahan nilai bersih bisa menjadi dasar distribusi kekayaan bukan pertambahan nilai kotor saja. 5. Pertambahan nilai bersih sangat cocok menjadi dasar perhitungan bonus produktivitas tenaga kerja dengan memberikan penyisihan pada perubahan modal. 6. Dengan mengurangkan biaya penyusutan akan menghindari double counting yang bisa terjadi jika ada pertukaran aktiva antara dua perusahaan. Namun disamping keunggulannya ada juga beberapa keterbatasan Value Added Statement menurut (Harahap, 2006) adalah sebagai berikut: 1. Tidak semua pihak yang terlibat dalam menghasilkan pertambahan nilai itu merasa senang bekerjasama dengan yang lain. Tidak jarang justru ada konflik, sehingga laporan ini justru bisa menimbulkan atau mempertajam konflik. 2. Kesalahan penafsiran terhadap pertambahan nilai dapat menimbulkan kepalsuan pendapat seperti: a. Kenaikan pertambahan nilai dianggap kenaikan laba. b. Kenaikan pertambahan nilai per unit dianggap otomatis bermanfaat bagi pemegang saham. c. Seolah dianggap bisa mengidentifikasi distribusi yang adil atas perubahan pertambahan nilai. d. Pertambahan nilai yang tinggi untuk tenaga kerja per unit dianggap merupakan prestasi ekonomi yang baik.
41
e. Share tenaga kerja yang besar atas pertambahan nilai tidak berhak mendapatkan gaji yang tinggi.
G. Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu tentang konsep kinerja keuangan perbankan syariah, antara lain : 1. Penelitian Wahyudi (2005) tentang analisis perbandingan kinerja keuangan bank syariah dengan menggunakan pendekatan laba rugi dan nilai tambah. Hasil penelitian membuktikan bahwa kinerja keuangan bank syariah yang dihitung dengan menggunakan pendekatan nilai tambah menghasilkan nilai rasio yang lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan pendekatan laba rugi. Hal ini disebabkan adanya perbedaan konstruksi dan konsep dari teori akuntansi kedua pendekatan tersebut. 2. Penelitian Rindawati (2007) tentang analisis perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dan perbankan konvensional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio ROA, ROE, LDR dan BOPO antara perbankan syariah dan perbankan konvensional terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini dibuktikan bahwa kualitas ROA dan ROE perbankan syariah lebih rendah dibandingkan perbankan konvensional, yang artinya kemampuan perbankan syariah dalam memperoleh laba berdasarkan aset dan modal yang dimilki masih dibawah perbankan konvensional. Selain itu kinerja perbankan
syariah
lebih
buruk
dibandingkan
kinerja
perbankan
konvensional, serta perbankan syariah memilki rasio LDR yang secara
42
signifikan lebih baik kualitasnya dibandingkan dengan perbankan konvensional. 3. Penelitian Rahmawati (2008) tentang analisis komparasi kinerja keuangan antara bank syariah dan bank konvensional. Hasil penelitian membuktikan bahwa dilihat dari rasio likuiditas dan efisiensinya bank konvensional menunjukkan kinerja yang lebih baik, dari rasio solvabilitas kinerja bank syariah lebih baik, sedangkan dari rasio rentabilitas kedua bank menunjukkan kinerja yang baik. Tabel 2.7 Ringkasan Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Variabel
(tahun) 1
Hasil
Analisis
Wahyudi
ROA, ROE,
(2005)
dan Laba bersih per total aktiva produktif,
2
Metode
Rindawati
ROA, ROE,
(2007)
LDR dan BOPO
Deskriptif Kinerja keuangan BSM Komparatif tahun 2003 dan 2004 yang dihitung menggunakan pendekatan nilai tambah menghasilkan nilai rasio yang lebih besar jika dibandingkan dengan menggunakan pendekatan laba rugi. disebabkan adanya perbedaan kontruksi dan konsep dari teori akuntansi kedua pendekatan tersebut Uji beda t- Dilihat dari keenam test rasio keuangan tsb menunjukkan bahwa antara perbankan syariah dan perbankan konvensional terdapat perbedaan yg signifikan
43
3
Rahmawati (2008)
Likuiditas, Solvabilitas, Rentabilitas dan Efisiensi
Uji beda-t test
Dilihat dari rasio likuiditas dan efisiensinya BRI menunjukkan kinerjanya lebih baik, dari rasio solvabilitas kinerja BSM lebih baik, sedangkan dari rasio rentabilitas kedua bank menunjukkan kinerja yang baik.