BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Bank Menurut Kasmir (2002 : 2) Secara sederhana bank diartikan sebagai lembaga keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana tersebut kemasyarakat serta memberikan jasa-jasa bank lainnya. Sedangkan pengertian lembaga keuangan adalah setiap perusahaan yang bergerak dibidang keuangan dimana kegiatannya apakah hanya menghimpun dana atau hanya menyalurkan dana atau kedua-duanya. Kemudian menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kemasyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dari kedua difinisi diatas dapat disimpulkan bahwa bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya adalah: 1. Menghimpun dana (uang) dari masyarakat dalam bentuk simpanan, maksudnya dalam hal ini bank sebagai tempat menyimpan uang atau berinvestasi bagi masyarakat. Tujuan utama masyarakat menyimpan uang biasanya adalah untuk keamanan uangnya. Sedangkan tujuan kedua adalah untuk melakukan investasi dengan harapan memperoleh bunga
7
dari hasil simpanannya. Tujuan lain adalah untuk memudahkan melakukan transaksi pembayaran. 2. Menyalurkan dana ke masyarakat, maksudnya adalah bank memberikan pinjaman (kredit) kepada masyarakat yang mengajukan permohonan. Dengan kata lain bank menyediakan dana bagi masyarakat yang membutuhkannya. Pinjaman atau kredit yang diberikan dibagi dalam berbagai jenis sesuai dengan keinginan nasabah. 3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya, seperti pengiriman uang (transfer), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari dalam kota (clearing), penagihan surat-surat berharga yang berasal dari luar kota dan luar negri (inkaso),letter of credit (L/C), safe deposit box, bank garansi, bank notes, travelers cheque dan jasa lainnya. Jasa-jasabank lainnya ini merupakan jasa pendukung dari kegiatan pokok bank yaitu menghimpun dana dan menyalurkan dana.
B. Jenis-jenis Bank 1. Dilihat dari segi fungsinya Setelah dikeluarkannya UU Pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI. Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari : a. Bank Umum b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
8
Dimana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa, Bank Pasar Lumbung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 adalah sebagai berikut. a. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada.Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum sering disebut juga bank komersil (commercial bank).
b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Prekerditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.Artinya disini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum.
9
2. Dilihat dari Segi Kepemilikannya Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut.Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan.Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut. a. Bank milik pemerintah Dimana baik akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. Contoh bank milik pemerintah antara lain : 1. Bank Negara Indonesia 46 (BNI) 2. Bank Rakyat Indonesia (BRI) 3. Bank Tabungan Negara (BTN) Sedangkan bank milik pemerintah daerah atau (pemda) terdapat didaerah tingkat I dan tingkat II masing-masing provinsi. Sebagai contoh : 1. BPD DKI Jakarta 2. BPD Jawa Barat 3. BPD Jawa Tengah 4. BPD Jawa Timur 5. BPD Sumatera Utara 6. BPD Sumatera Selatan 7. BPD Sulawesi Selatan
10
8. Dan BPD lainnya
b. Bank milik swasta nasional Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk untuk keuntungan swasta pula. Contoh bank milik swasta nasional antara lain : 1. Bank Muamalat 2. Bank Central Asia 3. Bank Bumi Putra 4. Bank Danamon 5. Bank Duta 6. Bank Lipo 7. Bank Nusa Internasional 8. Bank Niaga 9. Bank universal 10. Bank internasional Indonesia c. Bank milik koperasi Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Sebagai contoh adalah : 1. Bank Umum koperasi Indonesia
11
d. Bank milik asing Bank milik asing ini merupakan cabang dari bank yang ada diluar negeri, bank milik swasta asing atau pemerintah asing.Jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri. Contoh bank asing antara lain : 1. ABN AMRO Bank 2. Deutsche Bank 3. American Express Bank 4. Bank of America 5. Bank of Tokyo 6. Bangkok Bank 7. City Bank 8. European Asian Bank 9. Hongkong Bank 10. Standard Chartered Bank 11. Chase Manhattan Bank e. Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional.Kepemilikan sahamnya secara mayoritas dipegang oleh warga Negara Indonesia. Contoh bank campuran antara lain: 1. Sumitomo Niaga Bank 2. Bank Merincorp
12
3. Bank Sakura Swadarma 4. Bank Finconesia 5. Mitsubishi Buana Bank 6. Inter Pacifik Bank 7. Paribas BBD Indonesia 8. Ing Bank 9. Sanwa Indonesia Bank 10. Bank PDFCI
3. Dilihat dari Segi Status Dilihat dari segi kemampuannya dalam melayani masyarakat, maka bank umum dapat dibagi ke dalam dua macam. Pembagian jenis ini disebut juga pembagian berdasarkan kedudukan atau status bank tersebut. Kedudukan atau status ini menujukan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya. Oleh karena itu untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan criteria tertentu. Status bank yang dimaksud adalah sebagai berikut. a. Bank Devisa Bank devisa merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer keluar negeri, inkaso keluar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter
13
of Credit dan traksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. b. Bank non devisa Bank non devisa merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melaksanakan transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa merupakan kebalikan daripada bank devisa, dimana transaksi yang dilakukan masih dalam batas-batas Negara. 4. Dilihat dari Segi Cara Menentukan Harga Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi menjadi dalam dua kelompok. a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional Mayoritas bank yang berkembang di Indonesia dewasa ini adalah bank yang berorientasi pada prinsip konvensional. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bangsa Indonesia di masa asal mula bank di Indonesia di bawa oleh colonial Belanda. Dalam mencari keuntungan dan menentukan harga kepada para nasabahnya, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu : A. Menetapkan bunga sebagai harga, baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan
14
tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga pinjaman maka dikenal dengan nama negative spreed, hal ini telah terjadi di akhir tahun 1998 dan sepanjang tahun 1999. B. Untuk
jasa-jasa
bank
lainnya
pihak
perbankan
barat
menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau persentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah Bank berdasarkan prinsip syariah belum lama berkembang di Indonesia. Namun, di luar negeri terutama di Negara-negara Timur Tengah bank yang berdasarkan prinsip syariah sudah berkembang pesat sejak lama. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya sangat berbeda dengan bank berdasarkan prinsip konvensional. Bank berdasarkan prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam menentukan harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut. 1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah)
15
2. Pembiayaan
berdasarkan
prinsip
penyertaan
modal
(musyarakah) 3. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah) 4. Pembiayaan barang modal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) 5. Atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barangyang disewa dari pihak bank oleh pihal lain (ijarah wa iqtina) Sedangkan penentuan biaya-biaya jasa bank lainya bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah juga menentukan biaya sesuai Syariah Islam. Sumber penentunya Al-quran dan sunnah rasul. Bank berdasarkan prinsip syariah mengharamkan penggunaan harga produknya dengan bunga tertentu.Bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah bunga adalah riba. Penelitian ini berfokus pada jenis bank berdasarkan segi cara menentukan harga, yaitu bank konvensional dan bank syariah.
16
C. Bank Konvensional 1. Produk-Produk Bank konvensional, dalam hal ini bank umum pada umumnya beroperasi dengan mengeluarkan produk-produk untuk menyerap danamasyarakat, menyalurkan dana, dan pelayanan jasa keuangan sebagai berikut. a. Penyerapan Dana Masyarakat 1. Tabungan (Saving deposit) Menurut Undang-Undang Perbankan no. 10 Tahun 1998 Tabugan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Simpanan Deposito (Time Deposit) Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank. Simpanan deposito diatur dalam suatu perjanjian tertulis antara bank dan nasabah penyimpan dana mengenai uang yang disimpannya. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa nasabah penyimpan dana tidak akan menarik seluruh atau sebagian uangnya dengan cek atau instrument lainnya sebelum tanggal jatuh tempo. Nasabah penyimpan dana juga harus memberi bank pernyataan tertulis beberapa hari
17
sebelum penarikan dana dilakukan atau sebelum berakhirnya masa deposito. 3. Simpanan Giro (Demand Deposit) Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan. Sebagian besar giro merupakan dana-dana komersial yang disimpan oleh perusahaan ataupun perseorangan. 4. Pelayanan Jasa-Jasa a. Kliring (Clearing) Kliring adalah suatu metode perhitungan utang-piutang dalam bentuk surat-surat dagang dan surat-surat berharga antara bank-bank peserta kliring dengan tujuan agar perhitungan utang-piutang dapat terjadi dengan mudah, cepat, dan aman. Proses perhitungan diatur oleh suatu lembaga yang berada dibawah kendali Bank Indonesia. Warkat yang dapat dikliringkan adalah cek, bilyet giro, surat perintah kiriman uang (bukti transfer), sertifikat deposito, nota debet, dan nota kredit. b. Inkaso (Collection) Inkaso adalah penagihan warkat-warkat kliring yang terdapat diluar wilayah kliring bank yang bersangkutan.
18
c. Kiriman Uang (Transfer) Kiriman
uang
adalah
jasa
pelayanan
bank
dalam
mengirimkan sejumlah uang yang ditujukan pada pihak lain di suatu tempat sesuai permintaan pengirim. Pengiriman yang terjadi dalam suatu wilayah kliring dapat melalui lalu lintas giro dengan menerbitkan nota kredit (credit line).
5. Save Deposit Box Save Deposit Box adalah fasilitas jasa bank dalam bentuk penyewaan kotak pada nasabah untuk dipergunakan sebagai tempat menyimpan barang berharga milik nasabah. Dalam hal ini bank mengenakan biaya penitipan barang. 6. Letter of Credit Letter of Credit adalah suatu surat atau formulir yang dikeluarkan oleh bank devisa atas permintaan importer yang ditujukan kepada eksportir melalui sebuah bank di luar negri yang berisi pemberitahuan kepada eksportir melalui sebuah bank di luar negeri yang berisi pemberitahuan kepada penerima letter of credit untuk menarik wesel dari importer dalam bentuk sejumlah uang. 7. Jasa-jasa lainnya Jasa-jasa lainnya misalnya Bank Notes (valas), Bank Garansi, Referensi Bank, Bank Darft, Cek Wisata (travelers cheque), jual
19
beli surat berharga, penjamin emisi (underwriter), Penjamin (guarantor), wali amanat (trustee), perantara perdagangan efek (broker/pialang), perdagangan efek (dealer), dan perusahaan pengelola dana (dealer). b. Penyaluran Dana Bank konvensional, baik bank umum maupun BPR menyalurkan
dana
yang
telah
dihimpunnya
dengan
cara
mengeluarkan kredit. Kredit dapat diklasifikasikan sebagai berikut. 1. Segi kegunaannya : a. Kredit investasi b. Kredit modal kerja 2. Segi tujuannya : a. Kredit produktif b. Kredit konsumtif c. Kredit perdagangan 3. Segi jangka waktu a. Kredit jangka pendek (maksimal 1 tahun) b. Kredit jangka menengah (1 tahun s.d. 3 tahun) c. Kredit jangka panjang (diatas 3 tahun) 4. Segi jaminan a. Kredit dengan jaminan b. Kredit tanpa jaminan 5. Segi sektor usaha
20
a. Kredit pertanian b. Kredit peternakan c. Kredit industry d. Kredit pertambahangan e. Kredit pendidikan f. Kredit profesi g. Kredit perumahan h. Sektor-sektor lainnya. 2. Penerapan Metode Bunga Bank konvensional dapat memperoleh dana dari pihak luar, misalnya dari nasabah yang berupa rekening giro, deposit on call, sertifikat deposito, dana transfer, saham dan obligasi. Sumber ini merupakan pendapatan bank yang paling besar. Sumber pemasukan dana lainya dari pihak luar ialah lembaga keuangan yang berupa kredit likuiditas Bank Indonesia, fasilitas diskonto, dan pasar uang antarbank (call money).Pendapatan perbankan nasional Indonesia selama ini masih tergantung dari hasil bunga kegiatan kredit. Pendapatan bank tersebut kemudian dialokasikan berdasarkan prioritas ke dalam pos-pos berikut. a. Cadangan primer untuk memenuhi ketentuan likuidasi minimum dan keperluan operasi bank sehari-hari. Bentuknya adalah uang kas, saldo rekening di Bank Indonesia dan bank-bank lain, dan warkatwarkat yang masih dalam proses tertentu.
21
b. Cadangan sekunder untuk memenuhi kebutuhan likuiditas berjangka waktu kurang dari satu tahun sekaligus memperoleh laba. Bentuknya berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Sertifikat Deposito, dan Commercial Paper. c. Penyaluran kredit untuk memperoleh pendapatan. d. Investasi untuk memperoleh pendapatan dengan membeli saham dan obligasi.
Pos-pos pengeluaran ini berdasarkan sifat pemasukan labanya dapat digolongkan sebagai berikut. a. Aktiva tidak produktif (nonearning asset) 1. Alat-alat likuid (kas dan giro di Bank Indonesia dan bank-bank lain) 2. Aktiva tetap dan inventaris b. Aktiva produktif (earning asset) 1. Kredit jangka pendek dan panjang 2. Call money 3. Surat-surat berharga (SBI,SBPU,saham.obligasi) 4. Penempatan dana pada bank lain di dalam dan luar negeri 5. Penyertaan modal Pada saat bank konvensional menerima dana dari sumber-sumber pendapatan-nya, bank juga harus menempatkan dana tersebut ke bentuk kredit untuk mem-peroleh pendapatan bunga. Hampir 70% usaha bank
22
berupa kredit sehingga sumber pendapatan utama bank berasal dari penyaluran kredit dalam bentuk bunga, sedangkan sisanya dari pendapatan selain bunga. Dalam mengelola dana bank menghadapi risiko terhadap modalnya yang ditimbulkan oleh risiko kredit maupun fluktuasi harga surat berharga, tingkat bunga, dan nilai valuta asing.
D. Bank Syariah 1. Dasar Hukum Bank Syariah Sebelum berlakunya UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, eksistensi bank Islam secara hukum positif dimungkinkan pertama kali melalui Pasal 6 huruf m UU no.7 Tahun 1992 tentang perbankan. Pasal 6 huruf m beserta penjelasannya tidak mempergunakan sama sekali istilah Bank Islam atau Bank Syariah, namun hanya menyebutkan “menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah”. Dalam UU No.7 Tahun 1992 itu, keberadaan perbankan syariah dipahami sebagai bank bagi hasil serta perbankan syariah harus tunduk kepada peraturan perbakan umum, yang biasa kita sebut bank konvensional. Pada UU No.10 Tahun 1998 tentang perubahan UU no.7 Tahun 1992 tentang Perbankan terdapat beberapa perubahan yang memberikan peluang yang lebih besar bagi pengembangan perbankan syariah. Dari
23
Undang-Undang tersebut kita bisa menangkap bahwa system perbankan syariah dikembangkan dengan tujuan antara lain sebagai berikut. a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak menerima konsep bunga. Dengan ditetapkannya system perbankan syariah yang berdampingan dengan system perbankan konvensional, mobilitas dana masyarakat dapat dilakukan secara lebih luas, terutama dari segmen yang selama ini belum dapat tersentuh oleh system perbankan konvensional yang menerapkan system bunga. b. Membuka
peluang
pembiayaan
bagi
pengembangan
usaha
berdasarkan prinsip kemitraan. Dalam prinsip ini, konsep yang diterapkan adalah hubungan investor yang harmonis (mutual investor relationship). Sementara, dalam bank konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan kreditur (debitor to creditor relationship) c. Memenuhi kebutuhan akan produk dan jasa perbankan yang dimiliki beberapa keunggulan komperatif berupa peniadaan pembebanan bunga
yang
berkesinambungan
(perpectual
interest
effect),
membatasi kegiatan spekulasi yang tidak produktif (unproductive speculation), pembiayaan ditujukan kepada usaha-usaha yang lebih memperhatikan unsurmoral.
Pemberlakuan UU No.10 Tahun 1998 yang diikuti dengan dikeluarkannya sejumlah ketentuan pelaksanaan dalam bentuk SK direksi
24
BI dan peraturan BI telah memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan kesempatan yang luas lagi bagi pengembangan perbankan syariah di Indonesia. Perundang-undangan tersebut memberikan kesempatan yang luas untuk mengembangkan jaringan perbankan syariah, antara lain melalui izin pembukaan kantor cabang syariah (KCS) oleh bank konvensional. Dengan kata lain, bank umum dimungkinkan untuk menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan sekaligus dapat melakukan berdasarkan prinsip syariah. Dengan diberlakukannya UU No.10 Tahun 1998, maka landasan hukum bank syariah telah cukup jelas dan kuat, baik dari segi kelembagaannya maupun landasan operasionalnya pada saat itu.Semakin kokoh lagi setelah didukung UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa Bank Indonesia dapat menerapkan kebijakan moneter berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Kedua UU tersebut menjadi landasan hukum bagi perbankan nasional untuk mulai menerapkan system perbankan ganda atau dual banking system, yaitu penggunaan perbankan konvensional dan syariah yang berjalan secara parallel. Menurut Sutedi (2009:35) secara umum, pengertian bank Islam (Islamic bank) adalah bank yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam. Saat ini, banyak istilah yang diberikan untuk menyebut entitas bank Islam selain istilah bank Islam itu sendiri, yakni bank tanpa bunga (interest-free bank), bank tanpa riba (lariba bank), dan
25
bank syariah (shari’a bank). Sebagaimana akan dibahas kemudian, di Indonesia secara teknis yuridis, penyebutan bank Islam mempergunakan istilah resmi “bank syariah” atau secara lengkap disebut “bank berdasarkan prinsip syariah”. Menurut Sutedi (2009:36) fungsi bank syariah secara garis besar tidak berbeda dengan bank konvensional, yakni sebagai lembaga intermediasi yang mengerahkan dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana-dana tersebut kepada masyarakat yang membutuhkannya dalam bentuk fasilitas pembiayaan. Perbedaan pokoknya terletak dalam jenis keuntungan yang diambil bank dari transaksi-transaksi yang dilakukannya. Bila bank konvensional mendasarkan keuntungannya dari pengambilan bunga, maka bank syariah dari apa yang disebut sebagai imbalan, baik berupa jasa (fee-base income) maupun mark-up atau profit margin, serta bagi hasil (loss and profit sharing). Di samping dilibatkannya hukum Islam dan pembebasan transaksi dari mekanisme bunga (interest free), posisi unik lainnya dari bank syariah
dibandingkan
dengan
bank
konvensional
adalah
diperbolehkannya melakukan kegiatan-kegiatan usaha yang bersifat multi-finance dan perdagangan (trading). Hal ini berkenaan dengan sifat dasar transaksi bank syariah yang merupakan investasi dan jual beli serta sangat beragamnya pelaksanaan pembiayaan yang dapat dilakukan, seperti pembiayaan dengan prinsip murabahah (jual beli), ijarah (sewa) atau ijarah wa iqtina (sewa beli), dan lain sebagainya.
26
UU No.10 Tahun 1998 menjadi dasar hukum penerapan dual banking system di Indonesia. Efek dari hal tersebut adalah perbankan syariah
tidak
berdiri
sendiri
(mandiri)
sehingga
dalam
operasionalisasinya masih menginduk kepada bank konvensional.Bila demikian adanya, perbankan syariah hanya menjadi salah satu bagian dari program pengembangan bank konvensional.Untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh perbankan syariah, maka dibutuhkan kemandirian, dengan pengaturan secara sendiri perbankan syariah. Menurut ketua Dewan Syariah Nasional (DSN) K.H. Ma’ruf Amin, UU No. 10 Tahun 1998 belum terlaksana secara maksimal. Masih banyak yang harus diperbaiki dari undang-undang tersebut, perankan syariah
dan
perbankan
konvensional
memiliki
karakter
yang
berbeda.Karena itu, perlu ada peraturan atau undang-undang tersendiri dari
perbankan
syariah
untuk
mempercepat
pertumbuhan
dan
perkembangannya, karena idealnya market share (pangsa pasar) bank syariah dan bank konvensional itu adalah fifty-fifty. Ada revisi terhadap UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia memberikan support terhadap perkembangan perbankan syariah di Indonesia,
di mana
dalam
undang-undang tersebut
menugaskan Bank Indonesia untuk mempersiapkan perangkat peraturan atau fasilitas-fasilitas penunjang yang mendukung operasional bank syariah. Undang-undang tersebut menjadi dasar hukum penerapan dual banking system di Indonesia.Dual banking system yang di maksud adalah
27
terselenggaranya dual system perbankan (konvensional dan syariah) secara berdampingan dalam melayani perekonomian nasional yang pelaksanaanya diatur dalam berbagai peraturan yang berlaku. Tanpa
adanya
peraturan
pendukung
terhadap
transaksi-
transaksinya maka perbankan syariah akan menemui kesulitan. Peraturan pendukung perbankan syariah dimaksud adalah peraturan Bank Indonesia tentang operasional sengketa perbankan syariah.
2. Urgensi Lahirnya UU No. 21 Tahun 2008 Lahirnya
UU
No.
21
Tahun
2008
memiliki
beberapa
kecenderungan utama. Pertama, undang-undang ini kental dengan nuansa mensyariahkan bank syariah.Hal ini terlihat dari ketentuan tentang jenis dan kegiatan usaha, pelaksanaan prinsip syariah, komite perbankan syariah dan komisaris syariah, serta dewan pengawas syariah. Kedua, undang-undang ini berorientasi pada stabilitas system dengan secara jelas mengadopsi 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision. Hal ini dilihat dari ketentuan tentang perizinan, prinsip kehati-hatian, kewajiban pengelolaan risiko, pembinaan dan pengawasan, serta jarring pengaman system perbankan syariah (usulan DPR). Berdasarkan UU No. 21 Tahun 2008, bank umum dibolehkan menjalanjan dual banking system, yaitu beroperasi secara konvensional dan syariah sekaligus, sepanjang penatausahaan dan pengelolaan itu
28
dilakukan secara terpisah. Dalam operasionalnya, bank umum tersebut membentuk cabang syariah dan unit usaha syariah dikantor pusatnya, walaupun ketentuan yang ada saat ini telah memberikan peluang untuk pengembangan bank syariah di Indonesia. Upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia sebenarnya bukan hanya merupakan konsekuensi yuridis undang-undang perbankan dan undang-undang Bank Indonesia saja, tetapi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya penyehatan sistem perbankan nasional yang bertujuan meningkatkan daya tahan perekonomian nasional. Sedikitnya, ada empat hal yang menjadi tujuan pengembangan perbankan yang berdasarkan prinsip syariah (islam), yatiu : a. Memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep bunga. b. Terciptanya
dual
mengakomodasikan,
banking baik
system
perbankan
di
Indonesia
konvensional
yang maupun
perbankan syariah yang akan melahirkan kompetisi yang sehat dan perilaku bisnis yang berdasarkan nilai-nilai moral. c. Mengurangi resiko sotematik dari kegagalan sistem keuangan di Indonesia d. Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sector riil dan membatasi spekulasi atau tidak produktif karena pembiayaan ditinjau pada usaha-usaha yang berlandaskan nilai-nilai moral.
29
3. Tujuan Bank Syariah Menurut Edy dan Untung (2005:36) Bank syariah memiliki tujuan yang lebih luas dibandingkan dengan bank konvensional, berkaitan dengan keberadaannya sebagai institusi komersial dan kewajiban moral yang disandangnya.Selain bertujuan meraih keuntungan sebagaimana layaknya bank konvensional pada umumnya, bank syariah juga bertujuan sebagai berikut. A. Menyediakan
lembaga
keuangan
perbankan
sebagai
sarana
meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pengumpulan modal dari masyarakat dan pemanfaatannya kepada masyarakat diharapkan dapat mengurangi kesenjangan sosial guna tercipta peningkatan pembangunan nasional yang semakin mantap. Metode bagi hasil ini akan memunculkan usaha-usaha baru dan pengembangan usaha yang telah ada sehingga dapat mengurangi pengangguran. B. Meningkatnya
pastisipasi
masyarakat
banyak
dalam
proses
pembangunan karena keengganan sebagian masyarakat untuk berhubungan dengan bank yang disebabkan oleh sikap menghindari bunga telah terjawab oleh bank syariah. Metode perbankan yang efisien dan adil akan menggalakkan usaha ekonomi kerakyatan C. Membentuk masyarakat agar berpikir secara ekonomis dan berperilaku bisnis untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
30
D. Berusaha bahwa metode bagi hasil pada bank syariah dapat beroperasi, tumbuh dan berkembang melebihi bank-bank dengan metode ini.
4. Karakteristik Bank Syariah Bank syariah memiliki beberapa karakteristis tertentu yang membedakannya dengan konvensional, yaitu sebagai berikut. a. Prohibition against the payment and receipt of a fixed or predeter mined rate of interest. Metode bunga digantikan dengan metode bagi hasil (profit and loss sharing, disingkat PLS). b. Requirement to operate through Islamic modes of financing. c. Investment deposits. Such deposits are not guaranteed in capital value and do not yiel any fixed or guaranteed rate of return. Dalam hal bank mengalami kerugian, nasabah menyimpan dana mungkin kehilangan dananya, menurut perbandingan laba/rugi. d. Beban biaya atas pelayanan bank syariah disepakati bersama pada saat akad pinjaman atau pembiayaan, dinyatakan dalam bentuk nominal dengan istilah sesuai dengan produk yang ditawarkan. Besarnya beban biaya tersebut tidak kaku dan masih dapat dilakukan tawar menawar dalam batas yang wajar. Beban biaya tersebut hanya dikenakan selama masa berlakunya kontrak. Penyelesaian sisa utang setalah kontrak berakhir dilakukan dengan membuat kontrak baru.
31
e. Dihindarkannya penggunaan persentase atas pinjaman kredit dalam menentukan biaya utang karena akan meningkatkan dan membebani sisa utang, walaupun masa berlakunya kontrak telah selesai. Hal ini berarti menghindari berlipatnya beban biaya dan produk pinjaman yang mungkin terlambat dibayar. f. Proporsi bagi hasil didasarkan atas jumlah usaha yang diperoleh debitur. Bank syariah tidak menentukan keuntungan pasti (fixed return) yang ditetapkan di awal perjanjian. Keuntungan dimuka hanya memungkinkan untuk akad-akad jual beli melalui kredit kepemilikan barang atau aktiva. g. Bank syariah tidak menjanjikan jumlah keuntungan yang pasti kepada nasabah penyimpanan dana yang menyimpan dananya dalam giro wadi’ah maupun tabungan/deposito mudarabah. Nasabah penyimpan dana pemegangn giro wadi’ah akan mendapatkan keuntungan berupa bonus, sedangkan pemegang tabungan/deposito mudarabah akan mendapatkan proporsi bagi hasil. h. Prinsip penjaminan (collateral) tidak dominan dalam pembarian kredit di bank syariah. Hal ini terlihat pada pembiayaan pembelian barang modal bahwa barang yang dibeli masih milik bank, dapat dianggap sebagai jaminan sendiri, selama belum dilunas oleh debitur. i. Bank syariah tidak menjadikan uang sebagai komoditi. Hal ini berimplikasi pada pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah
32
pada dasarnya berupa uang, melainkan pembiayaan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh debitur.
5. Prinsip Bank Syariah 1. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) a. Mudarabah Ulama
Hijaz
menamakan
mudarabah
sebagai
qiradh.Menurut jumhur ulama, mudarabah adalah bagian dari musyarakah.
Wahbah Az-Zuhaily mengemukakan bahwa
pemilik modal menyerahkan hartanya kepada pengusaha untuk diperdagangkan dengan pembagian keuntungan yang disepakati dengan ketentuan bahwa kerugian ditanggung oleh pemilik modal,
sedangkan
sedikitpun,
pengusaha
kecuali
kerugian
tidak
dibebani
berupa
kerugian
tenaga
dan
kesungguhannya. Menurut Latifa M. Algaoud dan Mervyn K. Lewis (2005:66) mudarabah dapat didefinisikan sebagai sebuah perjanjian diantara paling sedikit dua pihak, dimana satu pihak, pemilik modal mempercayakan sejumlah dana kepada pihak lain, yaitu pengusaha (mudarib) untuk menjalankan suatu aktivitas atau usaha.
33
b. Al Musyarakah Menurut Algaoud dan Lewis (2005:69) musyarakah adalah kemitraan dalam suatu usaha, di mana dua orang atau lebih menggabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan, menikmati hak-hak dan tanggung jawab yang sama. Sedangkan menurut Sofiniyah
Ghufron dkk.
(2005:43),
musyarakah atau sirkah adalah akad kerja samausaha patungan antara dua pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif, di mana keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. c. Prinsip Wadi’ah Menurut Adrian (2009:92) Wadi’ah adalah titipan nasabah yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat apabila nasabah yang bersangkutan menghendaki. Bank bertanggung jawab atas pengembalian titipan. Prinsip wadi’ah adalah di mana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua, selaku penerima titipan dengan konsekuensi, titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, di mana penitip dapat dikenakan biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan , maka wadi’ah dibedakan menjadi wadi’ah ya dhamanah,
yang
berarti
penerima
titipan
berhak
mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan
34
kepada penitip dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, sedang di sisi lain ada wadi’ah amanah, yaitu tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan. Landasan syariah wadi’ah adalah Alquran Surat AnNisa’ ayat 58 dan Al-Baqarah ayat 283, serta hadis Rasulullah, “Tunaikanlah amanah yang dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu menghianati terhadap orang yang telah menghianatimu.”Ijma para ulama dari zaman dulu sampai sekarang juga telah menyepakati akad wadi’ah ini karena manusia memerlukannya dalam kehidupan muamalah. d. Prinsip Jual Beli (Al Buyu) Berikut jenis-jenis prinsip jual beli menurut Adrian (2009) 1. Murabahah Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak, di mana pembali dan penjual menyepakati harga jual, yang terdiri atas harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi penjual. Pemahaman lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan secara tunai, bisa juga secara bayar tangguh atau dengan angsuran. Pemahaman lain murabahah adalah transaksi jual beli, di mana bank
35
mendapat sejumlah keuntungan. Dalam hal ini, bank menjadi penjual dan nasabah menjadi pembali. 2. Salam Salam yaitu pembelian barang dengan pembayaran di muka dan barang diserahkan kemudian.Salam adalah transaksi jual beli, di mana barangnya belum ada, sehingga barang yang menjadi objek transaksi tersebut diserahkan secara tangguh.Dalam transaksi ini, bank menjadi pembeli dan nasabah menjadi penjual. 3. Istisna Istisna adalah pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan di muka sekaligus atau secara bertahap. Alur transaksi istisna mirip dengan salam, hanya saja dalam istisna, bank dapat membayar harga pembelian dalam beberapa kali termin pembayaran. 4. Ijarah (sewa) Ijarah adalah kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa. Bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut ijarah mumtahiya bi tamlik (sama dengan operating lease). Pengertian lainijarah adalah akad sewa-menyewa antara
36
pemilik objek sewa (ma’jur) dan penyewa (musta’jir) untuk mendapat imbalan atas objek sewa yang disewakannya. 5. Wakalah Wakalah adalah transaksi,
di mana pihak pertama
memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu di mana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi. Jadi wakalah adalah akad pemberian kuasa dari muwakil (pemberi kuasa/nasabah) kepada wakil (penerima kuasa/bank) untuk melaksanakan suatu taukil (tugas) atas nama pemberi kuasa. 6. Kafalah (Garansi Bank) Kafalah adalah transaksi di mana pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak kedua.Sepanjang sesuai dengan yang diperjanjikan di mana pihak pertama menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi). Jadi kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh kaafil (penjamin/bank) kepada makful (penerima jaminan) dan penjamin bertanggung jawab atas pemenuhan kembali suatu kewajiban yang menjadi hak penerima jaminan. 7. Sharf (Jual Beli Valuta Asing) Sharf adalah pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan harga pasar pada saat pertukaran. Sharf adalah akad
37
jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya.Transaksi valuta asing pada bank syariah (diluar jual beli banknotes) hanya dapat dilakukan untuk tujuan lindung nilai (hedging)dan tidak dibenarkan untuk tujuan spekulatif. Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang sama(spot).Bank pengambilan keuntungan dari jual beli valuta asing ini. 8. Hawalah Hawalah (anjak piutang) adalah pengalihan piutang nasabah kepada bank syariah. Misalnya pemasok bahan baku kepada pabrik tertentu, di mana pemasok dibayar secara kredit oleh pabrik, maka pemasok tersebut dapat meminta kepada bank syariah untuk membayar tunai sejumlah piutang dimaksud dan selanjutnya bank syariah yang akan menagih kepada pabrik sesuai dengan termin pembayaran yang ada. Tentunya, bank syariah akan membebankan biaya jasa kepada pemasok tersebut. Ketentuan hawalah telah dituangkan dalam Fatwa DSN MUI No. 12/DSN_MUI/Iv/2000. 9. Rahn (Gadai) Rahn
dalam
bahasa
umum
lebih
dikenal
dengan
gadai.Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam memberikan
38
pembiayaan. Jadi, gadai (rahn) merupakan transaksi gadai di mana seseorang yang membutuhkan dana dapat menggadaikan barang yang dimilikinya kepada bank syariah dan atas izin bank syariah, orang tersebut dapat menggunakan barang yang digadaikan tersebut, dengan syarat
harus
dipelihara
dengan
baik.
Bank syariah akan membebankan biaya jasa gadai sesuai kesepakatan. 10. Qardh Qardh adalah pinjaman uang.Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu sebagai pinjaman talangan haji, di mana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran. Untuk biaya perjalanan haji, nasabah akan melunasinya sebelum keberangkatannya pergi berhaji.
E. Perbandingan antara Bank konvensional dengan Bank Syariah Perbandingan bank konvensional dan bank syariah menurut Wibowo dan Widodo 2005 adalah sebagai berikut. 1. Persamaan Persamaan antara bank syariah dengan bank konvensional terletak pada salah satu tujuannya dalam mencari keuntungan dan pelayanan masyarakat dalam lalu lintas uang.
39
Persamaan lainnya adalah dalam persaingan antar bank.Tanpa memandang bank syariah atau bank konvensional, masyarakat cenderung memilih bank dengan pelayanan yang paling baik. Pada akhirnya, bank yang terbaik dalam memberikan pelayanan yang akan memenangkan persaingan. Apalagi kalau melihat kondisi pasar perbankan di Indonesia, bahwa 80% nasabah penyimpan dana diperebutkan oleh 15 ribu bankbank besar, sedangkan 20% pasar nasabah penyimpan dana diperebutkan oleh lebih banyak lagi bank-bank kecil. Perbandingan produk kedua bank tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Tabel 2.1 Komparasi Istilah-Istilah dalam Operasi Perbankan Syariah a. Penghimpun Dana No. Produk/Jasa
Prinsip Syariah
1.
Giro
Wadi’ah yad dhamanah
2.
Tabungan
Wadi’ah yad dhamanah dan mudharabah
3.
Deposito
Mudharabah
Simpanan 4.
Mudharabah muqayyadah khusus
b. Penyaluran Dana dan Jasa Perbankan No. Produk/Jasa
Prinsip Syariah
1.
Dana Talangan
Qardh
2.
Penyertaan
Musyarakah
40
3.
Sewa beli
4.
Pembiayaan
Ijarah muntahiya bittamlik (ijarah wa
Modal kerja
iqtina = leasing/lease to purchase)
Pembiayaan
Mudharabah atau musyarakah
5.
proyek 6.
Pembiayaan
Bai as salam (purchase with deffered
sektor
delivey)
Pertanian 7.
Pembiayaan untuk Ijarah muntahiya bittamlik Akuisisi asset
8.
Pembiayaa ekspor
Mudarabah
(trust
financing),
musyarakah (partnership financing), dan murabahah (markup) 9.
Anak piutang
Hiwalah
10.
Letter of Credit
Wakalah
11.
Garansi bank
Kafalah
12.
Inkaso, tramsfer
Wakalah dan hawalah
13.
Pinjaman sosial
Qardhul hasan (beneficence loans)
14.
Surat berharga
Mudharabaj, qard, bai’al dayn
15.
Safe deposit box
Wadi’ah amanah
16.
Jual beli valas
Sharf
17.
Gadai
Rahn
41
2. Perbedaan Menurut Perwataatmadja (1992:53) secara umum, perbedaan antara bank konvensional dengan bank syariah adalah sebagai berikut.
Tabel 2.2 Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Bank Konvensional Bank Syariah Memakai metode bunga
Berdasarkan margin keuntungan
Profit oriented
Profit & falah oriented
Hubungan dengan nasabah dalam Kemitraan bentuk hubungan debitor-kreditur Creator of money supply
User of real funds
Tidak membedakan investasi yang Investasi hanya pada bidang halal dan haram usaha yang halal Tidak memiliki dewan Pengawas Operasional harus sesuai dengan arahan Dewan Pengawas Syariah
Perbedaan pembiayaan antara bank konvensional dengan syariah dilihat dari apa yang menjadi pinjaman adalah sebagai berikut. a. Bank konvensional
: utang pokok ditambah utang bunga
b. Bank syariah
: harga baru barang yang telah disepakati
bersama antara bank Dengan debitor.
Perbedaan bank syariah dengan bank konvensional dalam praktik perbankan dapat dilihat lebih jelas ketika diterapkannya kebijakan uang ketat, yaitu sebagai berikut.
42
a. Bank konvensional akan menaikan tingkat suku bunga simpanan yang diikuti dengan suku bunga pinjamannya. Kenaikan ini dapat menggangu pertumbuhan ekonomi yang sekaligus mengganggu pertumbuhan kesempatan kerja. b. Pada bank syariah, pengurangan uang beredar akan menekan laju inflasi dan menurunkan biaya produksi pada investasi debitur sehingga debitur akan memperoleh tambahan keuntungan yang akan dibagihasilkan kepada bank. Tamabhan keuntungan pada bank ini akan dibagihasilkan kepada nasabah penyiman dana untuk mempercepat
kegiatan
ekonomi.
Dengan
demikian,
laju
pertumbuhan ekonomi dan perluasan kesempatan kerja akan tetap terpelihara.
F. Keunggulan dan Kelemahan antara Bank Konvensional dengan Bank Syariah Berikut keunggulan dan kelemahan bank konvensional dengan bank syariah menurut Wibowo dan Widodo (2005:52) 1. Bank Konvensioanl Bank konvensioanal memiliki beberapa keunggulan. Pertama, karena metode bunga telah lama dikenal oleh masyarakat, bank konvensional lebih mudah menarik nasabah penyimpan dana sehingga lebih mudah mendapatkan modal. Apalagi dengan iming-iming bunga
43
yang tinggi, nasabah penyimpan dana semakin tertarik menanamkan dananya di bank konvensional. Kedua, bank konvensional lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk. Dengan metode yang telah teruji dan berpengalaman, bank konvensional lebih mengetahui permainan pasar perbankan dan mencari celah-celah baru dalam mengupayakan ekspansi banknya. Ketiga, nasabah penyimpan dana ataupun debitor yang telah terbiasa dengan metode bunga cenderung memilih bank konvensional dari pada beralih ke metode bagi hasil yang relative baru. Keempat, dengan banyaknya bank-bank konvensional, persaingan antarbank lebih menggairahkan yang dapat memacu manajemen untuk bekerja lebih baik. Kelima, dukungan peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang lebih mapan bagi bank konvensional, sehingga bank dapat bergerak lebih pasti.
2. Bank Syariah Bank syariah memiliki beberapa keunggulan, antara lain sebagai berikut. a. Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan, dan kebersamaan. b. Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter. Penentuan harga bagi bank bagi hasil didasarkan pada kesepakatan antara bank dengan
44
nasabah penyimpan dana sesuai dengan jenis simpanan dan jangka waktunya, yang akan menentukan besar kecilnya porsi bagi hasil yang akan diterima penyimpan. c. Bank syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya. Dengan dilepaskannya keterkaitan dengan suku bunga yang berlaku, berarti dilepaskannya pula keterkaitan dengan tingkat suku bunga luar negri. Contohnya ketika pemerintah sedang menerapkan kebijakan uang ketat (tight money policy), maka bank syariah tidak akan menanggapi dengan menaikan suku bunga yang pada gilirannya akan mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, melainkan bank syariah akan meresponnya dengan upaya untuk iklim investasi yang lebih baik dengan menggalakkan pembiayaan produktif d. Bank syariah relative lebih mudah merespons kebijaksanaan pemerintah. Bank syariah akan menyerap pertambahan uang beredar dalam peningtan pemberian kredit investasi yang menghasilkan barang dan jasa, ekspor, serta mempercepat arus barang dan jasa sehingga dengan demikian, kestabilan harga dan neraca perdagangan akan terpelihara. e. Terhindar dari praktik money laundering. Dengan adanya itikad baik nasabah penyimpan dana yang tidak hanya mencari keuntungan, maka bank syariah relative lebih aman dari praktik money laundering yang sangat merugikan Negara. Apalagi dengan
45
pengawasan dari Dewan Pengawas Syariah dan ditunjang oleh integritas dan tekad manajemen bank untuk mencegah bank mereka terlibat dengan para pelaku kejahatan yang jelas-jelas haram, sebagaimana tercermin pada sikap hati-hati dari manajemen bank syariah atas kehalalan uang yang beredar di banknya.
G. Laporan Keuangan Bank Laporan keuangan bank merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan kinerja bank yang dicapai selama periode tertentu. Tujuan laporan keuangan bank adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja, perubahan ekuitas, arus kas, dan informasi lainnya yang bermanfaat bagi pengguna laporan keuangan dalam rangka membuat keputusan ekonomi serta menunjukan pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber daya yang dipercayakan kepada mereka (PAPI : 2001) Pemakai laporan keuangan bank sangat beragam, antara lain : 1. Pemilik perusahaan/pemegam saham; 2. Manajemen; 3. Kreditor; 4. Investor; 5. Dinas Perpajakan; 6. Karyawan; 7. Pengelola pasar modal;
46
8. Bank Indonesia; 9. Lembaga Penjamin Simpanan; 10. Bapepam; 11. Pengguna industry perbankan; dan 12. Pihak lain yang memerlukan laporan keuangan bank.
H. Komponen Laporan Keuangan Bank Laporan keuangan yang lengkap terdiri dari, neraca, laporan komitmen dan kontigensi, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan (PAPI : 2001). Berikut penjelasan mengenai komponen laporan keuangan menurut Ismail 2011. 1. Neraca Neraca merupakan laporan yang menunjukan posisi keuangan yang meliputi harta, kewajiban dan ekuitas bank pada tanggal tertentu, yaitu pada tanggal pelaporan. Contoh, Neraca Per 31 Desember 2006 dan 2005, artinya laporan ini menunjukan posisi keuangan hanya untuk tanggal 31 Desember 2006 diperbandingkan dengan posisi keuangan pada tanggal 31 Desember 2005. Komponen neraca terdiri dari aktiva, kewajiban, dan ekuitas. a. Aktiva Aktiva adalah harta kekayaan yang dimiliki oleh bank pada tanggal tertentu.Aktiva bank dibagi menjadi aktiva produktif dan aktiva tidak
47
produktif.Aktiva produktif merupakan jenis aktiva yang dapat menghasilkan, dan aktiva tidak produktif merupakan jenis aktiva yangtidak dapat menghasilkan.Aktiva tidak produktif diperlukan oleh bank karena alasan likuiditas dan sebagai pendukung aktivitas operasional bank. b. Kewajiban Kewajiban merupakan utang dan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggungan bank pada tanggal tertentu.Kewajiban bank tidak dipisahkan
antara
panjang.Kewajiban
jangka
pendek
dan
disusun berdasarkan
kewajiban urutan
jangka
jatuh tempo
kewajiban, yaitu dimulai dari kewajiban yang paling segera harus dibayarkan sampai dengan kewajiban yang jatuh temponya paling lama. c. Ekuitas Ekuitas merupakan modal yang dimiliki oleh bank, yang berasal dari modal dasar, modal yang berasal dari penjualan saham serta selisih harga saham dengan nominal saham, cadangan-cadangan, dan hasil pemupukan laba sejak bank berdiri.
48
2. Laporan Komitmen & Kontingensi Laporan komitmen dan kontingensi merupakan laporan yang terpisah dari neraca dan laporan laba/(rugi) yang mana pada saat yang akan datang dapat mempengaruhi neraca dan atau laporan laba/rugi bank. a. Komitmen Komitmen adalah ikatan atau kontrak yang berupa janji yang tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh pihak-pihak yang melakukan perjanjian dan harus dilaksanakan apabila semua persyaratan yang telah disepakati bersama dipenuhi. b. Kontingensi Kontingensi adalah kondisi dengan hasil akhir adanya keuntungan atau kerugian yang baru dapat diketahui setelah terjadinya satu peristiwa atau beberapa peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang. 3. Laporan Laba/Rugi Laporan laba/rugi merupakan laporan yang menggambarkan pendapatan dan beban bank pada periode pelaporan.Komponen laporan laba/rugi terdiri dari pendapatan dan beban.Laporan laba/rugi disusun secara berjenjang yang dipisahkan antara pendapatan dan beban. a. Pendapatan Pendapatan merupakan semua pendapatan yang diterima bank baik pendapatan yang diterima secara tunai maupun pendapatan nontunai (pendapatan yang masih akan diterema).
49
b. Beban Beban merupakan semua biaya yang dikeluarkan bank pada periode tertentu, baik biaya yang bersifat tunai maupun biaya nontunai.Biaya tunai berasal dari biaya bunga dan biaya-biaya lain yang dibayar secara tunai. Biaya nontunai adalah merupakan pembebanan atas suatu aktiva sesuai dengan usia ekonomis. 4. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan perubahan ekuitas adalah laporan yang menunjukan perubahan ekuitas perusahaan yang menggambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau kekayaan bank selama periode pelaporan. Perubahan ekuitas bank menggambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode berjalan berdasarkan prinsipprinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan. 5. Laporan Arus Kas Laporan arus kas merupakan informasi yang digunakan untuk mengetahui perubahan-perubahan aktiva keuangan yang terkait dengan transaksi tunai. Laporan arus kas merupakan laporan yang menunjukan penerimaan dan pengeluaran periode tertentu yang dalam 3 aktivitas sebagai berikut: a. Arus kas dari aktivitas operasional b. Arus kas dari aktivitas investasi c. Arus kas dari aktivitas pendanaan.
50
6. Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan merupakan informasi terkait dengan semua aktivitas keuangan yang tidak dapat dipisahkan dari laporan keuangan, termasuk didalamnya laporan komitmen dan kotingensi. Catatan atas laporan keuangan akan menjelaskan semua pospos yang terdapat dalam laporan keuangan, sehingga pembaca dapat memahami semua isi laporan keuangan yang disajikan oleh bank.
I. Analisa Rasio Keuangan Untuk membuat keputusan rasional yang sesuai dengan tujuan bank, manajerial bank haruslah mempunyai alat-alat analisa tertentu. Analisa keuangan dilakukan baik oleh pihak luar bank, seperti kreditur, investor, nasabah, dan Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan, maupun ihak bank sendiri. Penjelasan mengenai analisa rasio keuangan akan di uraikan sebagai berikut : 1. Pengertian Analisa Rasio Keuangan Menurut Keown (2004 : 70), analisa rasio keuangan dapat diartikan sebagai cara menyatakan kembali data akuntansi dalam bentuk perbandingan dalam rangka mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan keuangan perusahaan. Ada dua cara membuat perbandingan data keuangan menjadi lebih berarti : (1) dapat meneliti rasio antar-waktu sehingga dapat dilihat pergerakannya; dan (2) dapat membandingkan rasio keuangan dengan perusahaan lain dengan standar yang berlaku
51
umum. Sumber data analisis yaitu laporan keuangan itu sendiri karena laporan keuangan ini membuat dampak keuangan kumulatif dan ekonomi dari keputusan, seperti investasi, dan lain sebagainya. Tujuan utama dari analisis rasio adalah untuk menilai kinerja suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Namun tidak ada rasio untuk menilai kinerja perusahaan yang memberikan jawaban yang mutlak, melainkan relative karena kondisi perusahaan sangat bervariasi.
2. Metode dan Teknik Analisis Metode dan teknik analisis digunakan untuk menentukan dan mengukur hubungan antara pos-pos yang ada dalam laporan, sehingga dapat diketahui perubahan-perubahan dari masing-masing pos tersebut bila diperbandingkan dengan laporan dari beberapa periode untuk satu perusahaan tertentu, atau diperbandingkan dengan alat-alat pembanding lainnya, misalnya diperbandingkan dengan laporan keuangan yang dibudgetkan atau dengan laporan keuangan perusahaan lainnya. Munawir (2004 : 36) dalam bukunya yang berjudul “Analisa Laporan Keuangan” menjelaskan ada dua metode analisa yang digunakan oleh setiap penganalisa laporan keuangan yaitu : a. Analisa Vertikal Analisa Vertikal yaitu apabila laporan keuangan yang dianalisa hanya meliputi satu periode tertentu, dengan membandingkan satu pos dengan pos lainya dalam laporan keuangan tersebut, sehingga
52
hanya akan diketahui keadaan keuangan atau hasil operasi pada saat itu saja. Analisa vertical disebut juga analisis statis, karena simpulan yang akan diperoleh untuk periode itu saja tanpa mengetahui perkembangannya. Disebut analisis vertical, karena membandingkan satu pos dengan total kelompok di mana pos itu berada. Analisis vertikal disebut sebagai analisis struktural, karena menganalisis sturktur dari suatu kekayaan, contohnya struktur permodalan perusahaan. b. Analisa Horizontal Analisa
horizontal
adalah
analisa
dengan
mengadakan
pembandingan laporan keuangan untuk beberapa periode atau beberapa saat sehingga dapat diketahui perkembangannya. Analisa horizontal ini disebut juga analisis dinamis, karena analisis ini meliputi beberapa periode tertentu. Disebut analisis horizontal, karena analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan angkaangka dari pos-pos tertentu selama beberapa periode tertentu secara berturut-turut dari kiri ke kanan pada garis yang sama. Analisis horizontal disebut juga sebagai analisis trend, karena menganalisis perubahan-perubahan yang ada pada laporan keuangan selama beberapa periode tertentu secara berturut-turut.
Setelah membahas tentang metode analisa laporan keuangan, maka tahap selanjutnya adalah membahas tentang teknik analisa laporan
53
keuangan. Tujuan dari suatu teknik analisa ialah untuk menyederhanakan data sehingga dapat lebih dimengerti, teknik analisa yang biasa digunakan dalam analisa laporan keuangan menurut Munawir (2004 : 36) adalah : a. Analisis perbandingan laporan keuangan, adalah metode dan teknik analisa dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukan data absolute atau jumlahjumlah rupiah, kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah, perbandingan yang dinyatakan dalam rasio, kenaikan dalam penurunan dalam prosentase. Dinyatakan dalam prosentase dari total. Analisa dengan menggunakan metode ini akan dapat diketahui perubahan-perubahan yang terjadi, dan perubahan mana yang memerlukan penelitian lebih lanjut. b. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase (trend percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisa untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. c. Laporan dengan prosentase per komponen atau common size statement, adalah satu metode analisa untuk mengetahui prosentase investasi pada masing-masing aktiva terhadap total aktiva, juga untuk
mengetahui
struktur
permodalannya
dan
komposisi
pembiayaan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualannya.
54
d. Analisa sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatu analisa untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu. e. Analisa sumber dan penggunaan kas (cash flow statement analysis), adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan uang kas selama periode tertentu. f. Analisa rasio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. g. Analisa perubahan laba kotor (gross profit analysis), adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu periode dengan laba yang dibudgetkan untuk periode tersebut h. Analisa break even, adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan.
55
Dengan menggunakan analisa rasio dimungkinkan untuk dapat menentukan tingkat kinerja suatu bank dan kesehatannya dengan menggunakan perhitungan rasio likuiditas, solvabilitas, serta rentabilitas suatu bank. Perhitungan rasio untuk menilai posisi kinerja suatu bank, akan memberikan gambaran yang jelas tentang baik atau tidaknya operasional suatu bank, yang dilihat dari posisi keuangannya dalam neraca dan laba-rugi.
J. Analisa Kinerja Laporan Keuangan Bank Kinerja bank secara umum merupakan gambaran prestasi yang dicapai oleh bank dalam operasionalnya. Kinerja keuangan bank merupakan gambaran kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu baik mencakup aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dananya. Menurut Maharani dan Toto (2007), kinerja menunjukan suatu yang berhubungan dengan kekuatan serta kelemahan suatu perusahaan. Kekuatan tersebut dipahami agar dapat dimanfaatkan dan kelemahanpun harus diketahui agar dapat dilakukan langkah-langkah perbaikan. Kinerja
perusahaan
dapat
diukur
dengan
menganalisa
dan
mengevaluasi laporan keuangan. Informasi posisi keuangan dan kinerja keuangan di masa lalu seringkali digunakan sebagai dasar untuk memprediksi posisi keuangan dan kinerja dimasa depan dan hal-hal lain yang langsung menarik perhatian pemakai seperti pembayaran dividen, upah, pergerakan
56
harga sekuritas dan kemampuan perusahaan untuk memenuhi komitmennya ketika jatuh tempo. Menurut Anita dan Rahadian (2003) kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, karena kinerja merupakan cerminan dari kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.Selain itu tujuan pokok penilaian kinerja adalah untuk memotivasi karyawan dalam mencapai sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar perilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan tindakan dan hasil yang diharapkan.Standar perilaku dapat berupa kebijakan manajemen atau rencana formal yang dituangkan dalam anggaran. Keberhasilan pihak manajemen bank dalam melakukan manajemen dana akan tercermin pada tingkat kesehatan bank yang dapat dilihat dalam beberapa indicator (Zainul 2002 : 151-160), yaitu : 1. Kecukupan modal bank (Rasio Solvabilitas) Penentuan berapa besar kebutuhan modal minimum yang dibutuhkan oleh bank didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). ATMR adalah faktor pembagi (denominator) dari CAR (Capital Adequacy Ratio), sedangkan modal adalah faktor yang dibagi (numerator) untuk mengukur kemampuan modal menanggung risiko aktiva tersebut. Rasio ini terdiri atas :
57
a. Capital Adequacy Ratio (CAR) Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri di samping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (hutang), dll. Dengan kata lain CAR adalah rasio untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR merupakan indicator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh aktiva beresiko. Berdasarkan Deregulasi BI tertanggal 29 Februari 1993, bank yang dinyatakan termasuk bank sehat (berkinerja baik) apabila memiliki CAR paling sedikit sebesar 8%, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS). Perhitungan rasio dirumuskan sebagai berikut: Modal Bank CAR = _____________________________________ X 100% Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
58
b. Debt to Equity Ratio (DER) Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam menutup sebagian atau seluruh hutang-hutangnya, baik jangka panjang maupun jangka pendek, dengan dana yang berasal dari dana bank sendiri. Dengan kata lain, rasio ini mengukur seberapa besar total pasiva yang terdiri atas persentase modal bank sendiri dibandingkan dengan besarnya hutang. Dalam bisnis perbankan, sebagian besar dana yang ada pada suatu bank berasal dari simpanan masyarakat, baik berupa simpanan giro, tabungan ataupun deposito. Dengan demikian, hanya sebagian kecil saja dana yang berasal dari modal sendiri. Selain memperoleh hutang (kewajiban) dari deposan (penyimpanan dana), pada umumnya bank juga bisa memperoleh pinjaman dari lembaga-lembaga perbankan, baik dalam maupun luar negeri, serta pinjaman dari Bank Indonesia (KLBI, BLBI dan fasilitas lainnya). Standar penilaian rasio ini menurut bank yaitu sebesar 50%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah Utang DER = ______________________ x 100% Jumlah modal sendiri
59
2. Rasio Likuiditas Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya, terutama kewajiban dana jangka pendek dan mampu membayar kembali semua deposannya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan tanpa terjadi penanggguhan. Beberapa rasio likuiditas yang sering digunakan dalam menilai kinerja suatu bank antara antara lain sebagai berikut : a. Cash Ratio Cash ratio merupakan likuiditas minimum yang harus dipelihara oleh bank dalam membayar kembali pinjaman jangka pendek bank.Cash ratio digunakan untuk mengukur kemampuan bank membayar kembali simpanan nasabah. Likuiditas minimum bank yang harus terpenuhi biasanya adalah 200%. Semakin tinggi rasio ini semakin tinggi pula kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan, namun dalam prakteknya akan dapat
mempengaruhi
profitabilitas.
Rasio
ini
merupakan
perbandingan antara alat liquid yang dimiliki bank dengan pinjaman yang harus segera dibayar. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Alat liquid Cash Ratio = _______________________________x 100% Pinjaman yang harus segera dibayar
60
Alat liquid dalam rasio diatas, terdiri dari: 1. Kas 2. Giro pada Bank Indonesia
b. Reserve Requirement (RR) Merupakan likuiditas wajib minimum yang wajib dipelihara dalam bentuk Giro pada BI. Reserve requirement merupakan ketentuan bagi setiap bank umum untuk menyisihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum yang berupa rekening bank yang bersangkutan pada Bank Indonesia. Menurut surat edaran BI tahun 1997, besarnya RR minimal 5%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah alat liquid RR = _______________________________x 100% Jumlah simpanan dana pihak ketiga
Komponen dana pihak ketika pada rasio diatas adalah : Giro, Deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan kewajiban jangka pendek lainnya.
61
c. Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio antara jumlah seluruh kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. LDR menyatakan seberapa jauh kemampuan bank untuk membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Dengan kata lain, seberapa jauh pemberian kredit kepada nasabah kredit dapat mengimbangi kewajiban bank untuk segera memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah digunakan oleh bank untuk memberikan kredit. Semakin tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan. Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit semakin besar. Rasio LDR ini merupakan indikator kerawanan dan kemampuan dari suatu bank. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 80%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Jumlah pembiayaan yang diberikan LDR = ________________________________________ x 100% Jumlah dana yang diterima oleh bank
62
Yang termasuk jumlah dana yang diterima oleh bank pada kriteria ini adalah, terdiri atas : 1. Kredit Liquiditas Bank Indonesia (jika ada) 2. Giro/Deposito dan tabungan masyarakat 3. Deposito dan pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari 3 bulan 4. Surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang bekerja waktu lebih dari 3 bulan 5. Modal pinjaman 6. Modal inti
3. Rasio Rentabilitas Rasio rentabilitas, yaitu alat untuk menganalisa atau mengukur tingkat efesiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan. Sedangkan pengertian rentabilitas menurut Harahap (2003 : 304) adalah sebagai berikut : “rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan semua sumber yang ada seperti kegiatan penjualan,
kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang, dan
sebagainya”. Selain itu, rasio-rasio dalam kategori dalam kategori ini dapat pula digunakan untuk mengukur tingkat kesehatan bank. Dalam perhitungan rasio-rasio rentabilitas ini biasanya dicari hubungan timbal
63
balik antar pos yang terdapat pada laporan laba-rugi bank dengan pos-pos pada neraca bank guna memperoleh berbagai indikasi yang bermanfaat dalam mengukur tingkat efisiensi dan profitabilitas bank yang bersangkutan. a. Return On Asset (ROA) Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank
dalam
memperoleh
keuntungan
(laba)
secara
keseluruhan.Standar terbaik adalah 10%, semakin besar ROA suatu bank.Semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam penggunaan asset. Dalam rangka mengukur tingkat kesehatan bank ada perbedaan sedikit antara ROA berdasarkan teoritis dan cara perhitungan berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. Secara teoritis, laba yang diperhitungkan adalah laba setelah pajak sedangkan dalam sistem CAMEL
laba
yang
diperhitungkan
adalah
laba
sebelum
pajak.Standar terbaik adalah 10%. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Laba bersih ROA = ______________ x 100% Total aktiva
64
b. Return On Equity (ROE) Perbandingan diantara laba bersih bank dengan modal sendiri.ROE ini merupakan indicator yang amat penting bagi para pemegang saham dan calon investor untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh laba bersih yang dikaitkan dengan pembagian deviden.Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan dengan pembagian deviden.Kenaikan dalam rasio ini berarti terjadi kenaikan laba bersih dari bank yang bersangkutan. Perlu diperhatikan, bahwa penentuan tingkat kesehatan bank, Bank Indonesia lebih mementingkan penilaian besarnya ROA dan tidak memasukan unsur ROE. Hal ini dikarenakan Bank Indonesia selaku Pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan asset yang dananya sebagian besar berasal dari simpanan masyarakat. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Laba bersih ROE = _______________ x100% Modal sendiri
c. Rasio Beban Operasional (BOPO) Perbandingan
antara
beban
operasional
dengan
pendapatan
operasional.Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi
65
bank dalam melakukan kegiatan operasionalnya.Untuk bank syariah, pendapatan operasional bank terdiri atas pendapatan bagi hasil, keuntungan atas kontrak jual beli, fee, biaya administrasi, dll.Ratarata BOPO yang diperoleh dari rata-rata perbankan adalah 92%.
Rasio ini dirumuskan sebagai berikut :
Beban operasional BOPO = ____________________ x100% Pendapatan operasional
Secara lengkap indicator kinerja dan kesehatan perbankan syariah menurut Zainul Arifin (2002) dapat dilihat dalam tabel 2.1 berikut :
66
No. 1.
Tabel 2.3 Indikator Kinerja dan Kesehatan Bank Syariah Indikator Komponen Struktur Modal Rasio modal total terhadap dana simpanan pihak ketiga
2.
Likuiditas Rasio Dana Lancar terhadap Dana Simpanan Pihak Ketiga Rasio Total Pembiayaan terhadap DPK Efisiensi Rasio Total Pembiayaan terhadap pendapatan operasional
3.
Rasio Nilai Inventaris terhadap Total Modal Rentabilitas Rasio Laba Bersih terhadap Total Aset Rasio Laba Bersih terhadap Total Modal Aktiva Produktif
4.
Rasio
total
pembiayaan
bermasalah
terhadap
total
pembiayaan yang diberikan
K. Penelitian Terdahulu Arie Firmansyah Saragih (2011) berusaha menganalisis perbandingan kinerja keuangan antara bank syariah dengan bank konvensional dengan menggunakan rasio keuangan yakni meliputi capital adequacy ratio(CAR),
67
return on asset (ROA), return on equity (ROE), dan loan to deposit ratio (LDR) pada periode 2008-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ROA, ROE, dan LDR tidak berbeda secara signifikan antara perbankan syariah dengan perbankan konvensional, hanya variable CAR yang menunjukkan perbedaan signifikan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional. Pengujian secara kesuluruhan yang diwakili oleh variabel kinerja menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan antara perbankan syariah dan perbankan konvensional. Namun secara keseluruhan kinerja perbankan syariah lebih baik dibanding perbankan perbankan konvensional pada periode penelitian.
68