BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka. 1. Sistem Informasi Lingkungan berbasis peta (Sistem Informasi Geografis). a. Sistem pengelolaan data spasial. Data spasial mempunyai dua bagian penting yang membuatnya berbeda dengan data lain yaitu informasi lokasi dan informasi atribut (Puntodewo, 2003). Informasi lokasi yaitu informasi geografis lintang bujur, termasuk diantaranya informasi datum dan proyeksi atau informasi yang bisa digunakan untuk pengidentifikasian lokasi seperti kode pos. Sedangkan informasi atribut yaitu informasi diskriptif non spasial yang nilai atribut atau properti seperti jenis vegetasi, populasi, pendapatan pertahun dan sebagainya, di dalam suatu lokalitas bisa memiliki beberapa atribut. Pengelolaan data spasial merupakan hal yang penting dalam pengelolaan lingkungan. Pengelolaan yang tidak benar dapat menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Bencana dalam skala besar dan kecil merupakan contoh dari sistem pengelolaan data spasial yang tidak terencana dan terganisir dengan baik. Pengelolaan lingkungan banyak memanfaaatkan berbagai teknologi baik dalam penyediaan, penyimpanan, pengolahan, atau
penyajian data. Pemanfaatan teknologi ini
dimaksudkan untuk peningkatan akurasi dan efektivitas sistem pengelolaan itu sendiri. Teknologi yang banyak digunakan dalam hal ini adalah teknologi yang terkait dengan sistem informasi geografis (Budiyanto, 2002).
b. Sistem informasi geografis (SIG). Sistem Informasi Geografis merupakan gabungan dari tiga unsur pokok yaitu : sistem, informasi, dan geografis. SIG merupakan salah satu sistem informasi dengan tambahan unsur "Geografis". Atau, SIG merupakan suatu sistem yang menekankan pada unsur "informasi geografis". Dengan memperhatikan pengertian sistem informasi, maka SIG merupakan suatu kesatuan formal yang terdiri dari berbagai sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang terdapat di permukaan bumi. Jadi, SIG juga merupakan sejenis perangkat lunak yang dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilan, dan keluaran informasi geografis berikut atribut-atributnya (Bafdal, et al., 2011). 7
Sistem Informasi Geografis adalah sistem komputer yang digunakan untuk memasukan (capturing), menyimpan, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisis dan menampilkan data yang berhubungan dengan posisi-posisi dipermukaan bumi (Rice, 2000 dalam Prahasta, 2002), sedangkan menurut Aronoff (1989) dalam Prahasta (2002), Sistem Informasi Geografis adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. Sistem Informasi Geografis dirancang untuk mengumpulkan, menyimpan dan menganalisis objek-objek dan fenomena, lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk dianalisis. Sistem Informasi Geografis merupakan sistem komputer yang bereferensi geografi: a) Masukan. b) Managemen data (penyimpanan dan pemanggilan data). c) Analisis dan manipulasi data. d) Keluaran. Setiawati (2010) mengatakan, Sistem informasi Geografi adalah suatu sistem informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geografis di bumi (georeference). Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadika acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Sistem Informasi Geografi digunakan untuk menggabungkan dan menganalisis berbagai database yang ada area yang luas mengenai karakteristik lingkungan (Bateman, et al., 1998). Sistem Informasi Geografis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem manual (analog), dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem Informasi manual biasanya menggabungkan data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik dan laporan survey lapangan. Semua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer. Sedangkan Sintem Informasi Geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem pengolah data melalui proses digitasi. Data spasial (data keruangan) adalah suatu data dan informasi yang terpaut dalam dimensi ruang. Sedangkan lokasi keruangan tersebut berhubungan dengan tempat dan kedudukan suatu objek di dalam kerangka tertentu.
8
Sifat-sifat keruangan seperti posisi, arah, bentuk, luas area volume, yang menunjukan keadaan objek di dalam ruang, terkait pula di sini. Dalam suatu peta, data lokasional ini disajikan sebagai titik, garis atau poligon. Setiap objek memiliki ciri dasar yang membedakannya dengan objek yang lainnya. Atribut adalah uraian dari ciri dasar tersebut untuk tujuan pengenalannya. Termasuk pula disini adalah klasifikasikan serta nama-nama tertentu yang digunakan untuk objek-objek tertentu. Atribut ini disebut juga sebagai data tematik (data yang menyangkut tema tertentu). Dalam sebuah peta, atribut biasanya disajikan sebagai teks maupun lagenda peta. Analisis sistem informasi geografis dapat memberikan informasi tidak bisa diberikan dari analisis statistik, contohnya dari analisis statistik mungkin disimpulkan bahwa terdapat pusat nilai tertinggi, tetapi mungkin sebenarnya dalam analisis sistem informasi geografis itu hanyalah nilai relatif (Zheng, et al., 2002).
c. Sistem informasi lingkungan (SIL). Sistem Informasi Lingkungan adalah sebuah sistem berbasis komputer yang terdiri dari beberapa orang yang tergabung dalam sistem Informasi Kelompok Kerja yang saling berinteraksi satu dengan yang lainnya untuk mencapai tujuan organisasi atau institusi utamanya di bidang lingkungan (Herumurti, 2013). Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) mengenai Sistem Informasi diamanatkan dalam Pasal 62 yang berbunyi: (1) Pemerintah dan pemerintah daerah mengembangkan sistem informasi lingkungan hidup untuk mendukung pelaksanaan dan pengembangan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (2) Sistem informasi lingkungan hidup dilakukan secara terpadu dan terkoordinasi dan wajib dipublikasikan kepada masyarakat. (3) Sistem informasi lingkungan hidup paling sedikit memuat informasi mengenai status lingkungan hidup, peta rawan lingkungan hidup, dan informasi lingkungan hidup lain. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi lingkungan hidup diatur dengan Peraturan Menteri.
9
Keberadaan ketentuan mengenai Sistem Informasi Lingkungan Hidup dalam UU PPLH dapat dilakukan dengan pendekatan pelayanan yang diterapkan dalam penggunaan sistem informasi ini, empat pendekatan tersebut sebagai berikut: Pendekatan pertama yaitu sistem informasi lingkungan hidup adalah sebagai pusat pelayanan informasi yang terkait status lingkungan dan peta rawan lingkungan hidup dalam suatu wilayah tertentu. Sistem ini bukan hanya tempat masyarakat melapor kepada institusi yang berwenang atau sebaliknya tetapi sebagai tempat masyarakat mendapat informasi seputar lingkungan hidup di wilayahnya. Masyarakat secara langsung maupun tidak langsung akan lebih aktif mencari tahu mengenai informasi lingkungan hidup melalui sistem informasi yang sudah tersedia. Keaktifan (partisipasi) masyarakat inilah yang diharapkan muncul, ada atau tidaknya kerusakan lingkungan di daerahnya tetap akan mencari informasinya. Pendekatan kedua yaitu bahwa seseorang yang mengetahui informasi lingkungan hidup lewat teknologi yang terintegrasi dalam sistem informasi lingkungan hidup dapat memberikan pelayanan informasi mengenai lingkungan hidup kepada banyak orang. Masyarakat diharapkan tidak hanya bersifat reaktif jika ada masalah saja tetapi juga harus proaktif untuk menghindari masalah lingkungan hidup karena dengan keberadaan sistem informasi lingkungan hidup yang dilakukan dengan adaya pelayanan infomasi dari seseorang maka akan banyak orang yang siap memberikan informasi tentang lingkungan hidup kepada orang lain. Pendekatan ketiga yaitu sistem informasi lingkungan hidup hendaknya memberdayakan masyarakat, hal itu dilakukan dengan memberikan kesempatan yang luas bagi siapapun untuk mengetahui dan menguasai pengetahuan mengenai lingkungan hidup yang dibutuhkannya dan
memungkinkan
masyarakat untuk mencegah atau
bahkan mengatasi masalah lingkungan hidup yang dihadapi. Pendekatan keempat yaitu pembuatan sistem informasi lingkungan hidup oleh pihak yang berwenang dilakukan secara terpadu serta melibatkan semua stakeholder, bahkan informasi dari organisasi lingkungan hidup non pemerintah juga seyogianya dimasukan dalam sistem informasi tersebut, lebih jauh keterpaduan tersebut juga harus ada saling kroscek kebenaran informasi yang didapat. Sistem Informasi Lingkungan (SIL) adalah suatu program sistem informasi yang berisikan data status lingkungan hidup suatu daerah atau kawasan yang dikumpulkan
10
secara digital dilengkapi dengan peta, foto, video dan multimedia lainnya. Secara internal SIL merupakan program database lingkungan hidup yang atraktif dan dilengkapi dengan peta dan fitur multimedia lainnya dan berfungsi menyimpan, mengolah dan mempublikasikan data lingkungan tersebut, sedangkan untuk eksternal program ini dapat dibuat berbasis website sehingga mudah diakses oleh masyarakat luas sebagai sumber informasi yang bermanfaat dalam hal lingkungan hidup daerah (Setyono, 2015). Salah satu penyajian basis data lingkungan adalah dengan penyusunan peta sebagai komponen lingkungan dalam format dan skala yang seragam, sebagai dasar bagi pengambilan kebijakan terhadap pembangunan (Kusnanto, 2010).
2. Sistem Informasi Pengelolaan Sumberdaya. a. Pendekatan Sistem Dalam Pengelolaan Sumberdaya. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup merupakan hal yang mengandung banyak tantangan. Hal ini mencakup sumberdaya lahan, air, udara, vegetasi, dan energi yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas dan sikap manusia. Suatu masalah pokok adalah bahwa setiap komponen dari lingkungan saling berkaitan dan dapat menghasilkan kejadian-kejadian yang tidak dikehendaki. Misalnya pencemaran perairan sungai berhubungan dengan keluaran limbah cair yang berkaitan dengan berbagai faktor, seperti sumber limbah, karakteristik limbah, akumulasi limbah, proses penanganan limbah, cara dan lokasi pembuangannya, transportasi limbah pada aliran sungai, serta pengaruh limbah terhadap bioakuatik, dan penggunaan air oleh manusia. Pada umumnya setiap komponen tersebut dapat dianalisis secara terpisah, namun permasalahan pencemaran perairan sungai sebenarnya merupakan hasil interaksi dan pengaruh kolektif dari suatu sistem pencemaran limbah cair. Permasalahan lingkungan apabila dikaji secara sistem akan banyak memberikan kegunaan. Problematik dapat diperhitungkan secara totalitas dimana kerja pengendalian yang paling efektif dapat diketemukan. Dalam teladan pencemaran perairan sungai, pendekatan sistem akan mampu menghasilkan kombinasi dari pengurangan sumber limbah, metode penanganan, dan lokasi buangan yang lebih efektif serta memungkinkan biaya lebih rendah melalui perbaikan penanganan saja. Suatu konsekwensi dari perspektif sistem pada mutu lingkungan adalah memperlebar kemungkinan alternatif pengendalian serta kesempatan penerapan strategi menejerial yang efisien dan terpadu.
11
Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan membutuhkan tujuan atau kriteria untuk
mengukur
keberhasilan
atau
manfaat
dari
alternatif-alternatif
solusi
permasalahan. Salah satu tujuan yang lazim adalah maksimisasi dari manfaat tersebut dalam terminologi moneter, seperti misalnya dalam analisis rasio manfaat dan biaya. Analisis ini mempunyai dua komponen utama, yaitu; (i) alokasi sumberdaya, dimana komponen lingkungan (lahan, air, udara, dan energi) dipandang sebagai sumberdaya yang mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat; dan (ii) perhitungan sosial, yang mencakup manfaat dan biaya dari seluruh pengguna dari sumberdaya yang dipengaruhi oleh permasalahan lingkungan. Secara logis suatu limbah yang disalurkan ke dalam aliran sungai dimana telah menjadi pengetahuan umum bahwa lingkungan mempunyai kemampuan yang impresif untuk mengasimilasi limbah buangan. Kapasitas asimilasi ini menjadi pertimbangan penting dalam upaya pendayagunaan lingkungan. Kesulitan pada alternatif ini adalah kapasitas asimilasi dari sumberdaya alam dan lingkungan hidup adalah terbatas. Limbah yang berlebihan tidak mungkin dapat diasimilasi sehingga apabila oksigen yang larut dalam air sungai habis, maka perairan akan menjadi kotor dan berbau busuk. Dampak lanjutannya adalah pemusnahan ikan serta membahayakan pemakaian air untuk konsumsi domestik rumah tangga, seperti untuk mandi, masak, air minum, mencuci, dan lainnya. Alternatif sebaliknya adalah larangan untuk pembuangan limbah dengan asumsi tertentu. Hal ini akan mengambalikan status sungai menjadi kondisi alamiah tidak tercemar. Alternatif ini sangat logis ditinjau dari preferensi dan citarasa masyarakat yang selalu menginginkan air bersih, kebersihan alamiah, perlindungan marga-satwa, dan lainnya. Kedua macam eksremitas alternatif tersebut di atas dapat diakomodasikan melalui analisis manfaat/biaya. Pendekatan ini berdasarkan pada konsep bahwa sungai merupakan
sumberdaya
yang
dapat
dimanfaatkan
melalui
tatacara
yang
menguntungkan. Hal ini membutuhkan penelitian tentang konsekwensi moneter dari pembuangan limbah pada kedua belah pihak pengguna sungai. Oleh karena masingmasing pengguna mempunyai tatacara yang spesifik dalam perhitungan manfaat/biaya, maka diperlukan suatu ukuran , yaitu Indeks Mutu Lingkungan, environmental quality index. Indeks ini merupakan pembakuan dari peraturan tentang baku mutu lingkungan minimum yang diperbolehkan dalam bentuk parameter yang terukur dari sumberdaya
12
alam dan lingkungan. Indeks ini juga dapat merupakan mekanisme untuk menangani preferensi sosial untuk distribusi manfaat dan biaya. Dalam setiap konteks perencanaan lingkungan maka pengaruhnya terhadap sistem lingkungan, sumberdaya alam, dan juga manusia sebagai penghuninya harus dapat diperkirakan. Analisis pendugaan dan evaluasi pengaruh yang mungkin terjadi dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu model-model yang sederhana atau model yang sangat kompleks. Pada umumnya, berbagai faktor lingkungan akan menentukan ruang lingkup dan tipe analisis yang digunakan. Oleh karena itu penentuan analisis terhadap sistem lingkungan dan sumberdaya alam membutuhkan pertimbangan yang menyangkut proses analisis dan perencanaan lingkungan, termasuk analisis aktivitas. Dengan mengasumsikan bahwa analisis awal dari perihal yang dipertimbangkan tersebut di atas sudah dilakukan, maka langkah berikutnya adalah menentukan secara detail tingkat kompleksitas yang dibutuhkan untuk membangkitkan informasi yang diperlukan mengenai setiap elemen sistem lingkungan yang dianalisis, termasuk komponen sumberdaya alamnya seperti lahan, air, udara, dan vegetasi. Tingkat kompleksitas tersebut didefinsiikan pada selang waktu analisis dan
ruang lingkup
sistem. Langkah berikutnya adalah menentukan apakah analisis pada tingkat kompleksitas tertentu layak dilakukan berdasarkan pertimbangan : (i) ketersediaan data, (ii) ketersediaan personil, (iii) ketersediaan waktu dan dana, (iv) ketersediaan fasilitas komputer, dan (v) ketersediaan perangkat lunak. Beberapa teladan model pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan adalah sebagai berikut: (1). Model Indeks Mutu Lingkungan (IML). Model ini dirancang dengan harapan dapat dijadikan sebagai early warning system dan alternatif penanganan dengan biaya yang optimal oleh para pengambil keputusan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989 dalam Soemarno, 2011). Sebagai suatu indeks, model ini harus memberikan indikator yang dapat menyatakan mutu dan kualitas dari suatu sumberdaya alam dan/atau lingkungan. Oleh karena itu dalam model ini indeks tersebut dapat dinyatakan dengan kisaran nilai 0 hingga 100, dimana pada nilai indeks 100 menunjukkan mutu dan kualitas sumberdaya alam dan/atau kondisi lingkungan yang diharapkan.
13
Penetapan model ini ditentukan oleh maksud dan kegunaan dari pemakaian indeks itu sendiri. Indeks pada dasarnya adalah ukuran kuantitatif untuk pembandingan menurut skala. (2). Model Ukuran Keragaan (Appearance Index). Model ukuran ini dapat dirancang untuk tujuan analisis lingkungan dan sumberdaya alam yang dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas sumberdaya alam dan mutu lingkungan (Eriyatno dan Ma'arif, 1989 dalam Soemarno, 2011).
UK = A. ( Wj. ( Zi. Iij)B )C ............(1). dimana: Zi : Pembobot obyektif/empiris bagi parameter (I) yang ke-i dalam kelompok indikator lingkungan yang ke-j. Wj : Pembobot subyektif/logik untuk kelompok indikator lingkungan yang ke-j, dimana Wj = 0. Dalam perhitungan pembobotan disarankan untuk Zi menggunakan konversi secara fisik atau moneter, Wj menggunakan
metode Delphi atau Bayes dengan
hitungan peluang, sedangkan A,B, dan C adalah koefisien penormalan matematis untuk kesesuaian indeks, misalnya bilangan integer non-negatif. (3). Indeks Pengendalian. Indeks pengendalian ini harus dapat dirancang untuk tujuan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang dikaitkan dengan program-program tertentu. Karena aplikasinya yang erat dengan kerangka menegerial, maka Indeks pengendalian bukan merupakan formula baku, namun lebih merupakan model simulasi agar dapat digunakan untuk keperluan pengkajian alternatif-alternatif kebijakan. (4). Model Optimasi. Pengelolaan sumberdaya lahan merupakan program berkesinambungan jangka panjang yang mempunyai karakteristik sasaran ganda (multiple goals) dan tujuan ganda (multiple objectives). Program tersebut dapat dilaksanakan semenjak inventarisasi dan evaluasi sumberdaya hingga arahan penggunaan dan pelestariannya. Untuk melihat dan mengendalikan kondisi lingkungan pada berbagai proses konversi sumberdaya, maka dapat digunakan model IML. Sedangkan untuk mengoptimumkan proses konversi
14
tersebut yang mempunyai sasaran dan tujuan ganda, maka dapat digunakan "Model Optimasi Multi-kriteria". Salah satu model optimasi seperti ini yang dapat digunakan adalah Pemrograman Sasaran ("Goal Programming"). Program sasaran ini merupakan salah satu program matematika dalam penelitian operasional yang diusulkan sebagai salah satu pendekatan untuk menganalisis persoalan-persoalan yang berkenaan dengan tujuan dan sasaran ganda dan di antara tujuan tersebut terdapat kondisi bertentangan serta mempunyai susunan prioritas. Dalam proses pengelolaan sumberdaya dan lingkungan maka kedua model tersebut
dapat
digunakan
untuk
melihat
berbagai
kondisi
seperti,
(i)
penampilan/keragaan sistem lingkungan, (ii) pengendalian sistem lingkungan, dan (iii) pengoptimalan pengelolaan lingkungan. Dalam banyak perihal dan kasus, para pengambil keputusan seringkali dihadapkan pada masalah-masalah yang sifatnya tidak saling menenggang sehingga sulit untuk segera diputuskan. Program sasaran dapat membantu memecahkan permasalahan tersebut, yaitu dengan cara menyusun sasaransasaran ke dalam bentuk urutan prioritas. Urutan prioritas tersebut dapat disusun berdasarkan tingkat kepentingan sasaran-sasaran dari pengelolaan lingkungan. Model umum dari program sasaran adalah: Meminimumkan:
(terhadap/dengan
a = Wi (di- + di+) ...............(2).
aij Xj + di- - di+ = bi .........(3).
pembatas) Xj, di-, di+ >= 0........(4). dimana: Xj = peubah keputusan ke-j; Wi = Faktor pembobot fungsi sasaran kei (ditentukan berdasarkan urutan prioritas); di- = peubah simpangan negatif fungsi sasaran ke-i; di+ = peubah simpangan positif fungsi sasaran ke-i; aij = parameter (koef. teknologi) dari fungsi sasaran ke-i dan peubah keputusan ke-j; bi = nilai target sasaran ke-i.
15
Teladan aplikasi model program sasaran ganda tersebut dalam program pengendalian erosi adalah sebagai berikut: (a). Sasaran: tingkat erosi minimum, kesuburan tanah maksimum, dan teknik pengairan memadai. (b). Peubah keputusan: tingkat kemiringan tanah, struktur tanah, intensitas hujan, dan usaha tani. Berdasarkan urutan prioritas sasaran yang hendak dicapai, suatu model optimasi multi-kriteria dapat disusun. Dengan demikian para pengambil keputusan dapat melakukan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara optimal berdasarkan ketersediaan sumberdaya dan pendanaan.
b. Sistem Pemodelan Daerah Aliran Sungai. Daerah aliran sungai merupakan suatu wilayah yang dibatasi oleh batas-batas topografis yang menyalurkan air hujan melalui suatu sistem sungai. DAS ini merupakan unit hidrologis yang telah digunakan sebagai unit biofisik dan sebagai unit sosialekonomi serta sebagai unit sosial-politik dalam perencanaan dan implementasi aktivitasaktivitas pengelolaan sumberdaya (Easter dan Hufschmidt, 1985 dalam Soemarno, 2011). Selanjutnya dikemukakan bahwa pengelolaan DAS merupakan suatu proses memformulasikan dan mengimplementasikan aktivitas-aktivitas yang melibatkan sumberdaya alam dan manusia dalam suatu DAS, dengan mempertimbangkan faktorfaktor sosial, politik, ekonomi dan institusional yang ada, dengan maksud untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditentukan. Teknik diagramatis sangat membantu dalam identifikasi sistem DAS yang kompleks. Beberapa macam diagram dapat dikemukakan berikut ini (Gambar 1):
16
Pemanfaatan Sumberdaya: Lahan, Air + +
+
+
Dayadukung Lahan
Pendapatan Penduduk
+ + Hasil : Air, sedimen, Limbah, dll
+
-
+
Kelestarian Sumberdaya: Lahan, air Hutan
Kesejahteraan penduduk setempat +
+
SDA Air SDA Tanah SDA Vegetasi SDA Fauna
Teknologi Industri Pertanian +
+ + Investasi: Privat, Publik: Subsidi Bantuan
Gambar 1. Diagram lingkar sebab-akibat sistem DAS (Soemarno, 1991). Menurut Soemarno 2011 ada lima tahapan yang lazim ditempuh dalam pemodelan sistem adalah: (i) mengisolasi komponen-komponen atau subsistemsubsistem yang pokok, (ii) definisi peubah-peubah input ("causal variable"), (iii) definisi peubah-peubah respons atau status ("response variables"), (iv) definisi peubahpeubah output ("output variables"), lazimnya ini berkaitan langsung dengan peubah status, dan (v) menentukan struktur sistem, bagaimana peubah-peubah berinteraksi menghasilkan proses. c. Sistem Pemodelan Lingkungan. Model lingkungan pada dasarnya menggambarkan suatu sistem/fenomena lingkungan ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Berdasarkan acuan waktu model lingkungan dapat digolongkan menjadi model statik dan dinamik. Model Statik, yaitu model yang mengabaikan pengaruh waktu. Biasanya model ini menggambarkan sistem dalam bentuk persamaan matematika. Untuk memperoleh hasil, perhitungan dilakukan 17
cukup satu kali saja dan variabel yang digunakan dalam persamaan merupakan nilai rata-rata. Model dinamik menempatkan waktu sebagai variabel bebas, sehingga model jenis ini menggambarkan dinamika suatu sistem sebagai fungsi dari waktu. Untuk memperoleh hasil, perhitungan dilakukan secara berulang-ulang (iterasi) sampai tercapai nilai kesalahan (error) yang minimal.
3. Parameter Pencemaran Air. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002
tentang
Persyaratan
Kesehatan
Lingkungan
Kerja
Perkantoran dan Industri terdapat pengertian mengenai air bersih yaitu air yang dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila dimasak. Bagi manusia kebutuhan air sangatlah mutlak, karena 73% dari bagian tubuh manusia terdiri dari air yang berfungsi sebagai pelarut dan pengangkut bahan-bahan makanan yang penting yang diperlukan oleh tubuh dan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Suharyono, 1996). Kebutuhan air yang paling utama bagi manusia adalah air minum. Menurut ilmu kesehatan yang dijabarkan oleh Suripin (2002) manusia yang minum dapat hidup 2-3 minggu tanpa makan, tetapi hanya dapat bertahan 2-3 hari tanpa minum. Dalam menjalankan kehidupan, manusia sangat membutuhkan air yang digunakan untuk mandi, mencuci, membersihkan peralatan dan lainnya. Air juga berfungsi sebagai pembangkit tenaga, alat transportasi, dan juga irigasi, maka semakin maju tingkat kebudayaan masyarakat maka penggunaan air juga akan semakin meningkat. Kualitas air secara umum menunjukkan kondisi air atau mutu air yang terkait dengan suatu kegiatan atau keperluan tertentu. Kualitas air sungai memiliki ketergantungan dengan parameter penyusunnya dan komponen lainnya (termasuk limbah domestik yang berasal dari pemukiman yang berada disekitarnya). Sedangkan kuantitas air menyangkut kapasitas atau jumlah air yang dibutuhkan manusia dalam suatu keperluan atau kegiatan tertentu. Dipandang dari segi pencemaran, langsung maupun tidak langsung akan memberikan berpengaruh terhadap kualitas air. Parameter Kualitas Air yang digunakan
18
tentunya adalah air bersih yang tidak tercemar dan memenuhi persyaratan fisika, kimia, dan biologis. Berdasaran
pada
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
429/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum, sebagai parameter wajib yang harus dilaksanakan dalam pengolahan air minum adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Parameter Wajib Kualitas Air Minum. No 1
2.
Jenis Parameter
Satuan
Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan
Ket
Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan a. Parameter Mikrobiologi Jumlah per 100 ml 1) E-Coli 0 sampel Jumlah per 100 ml 2) Total Bakteri Koliform 0 sampel b. Kimia anorganik 1) Arsen mg/L 0,01 2) Flourida mg/L 1,05 3) Total Kromium mg/L 0,05 4) Kadmium mg/L 0,003 5) Nitrit sebagai (NO2) mg/L 3 6) Nitrat sebagai (NO3) mg/L 50 7) Sianida mg/L 0,07 8) Selenium mg/L 0,01 Parameter yang tidak berhubungan langsung dengan kesehatan a. Parameter Fisik 1) Bau Tidak Berbau 2) Warna TCU Tidak Berwarna 3) Total Zat Terlarut (TDS) mg/ L 500 4) Kekeruhan NTU 5 5) Rasa Tidak Berasa 6) Suhu ºC Suhu Udara ± 3 b. Parameter Kimiawi 1) Aluminium mg/ L 0,2 2) Besi mg/ L 0,3 3) Kesadahan mg/ L 500 4) Khlorida mg/ L 250 5) Mangan mg/ L 0,4 6) pH mg/ L 6,5 - 8,5 7) Seng mg/ L 3 8) Sulfat mg/ L 250 9) Tembaga mg/ L 2 10) Amoniak mg/ L 1,5
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan R I Nomor 429/ MENKES/ PER/ IV/ 2010.
19
Menurut Effendi (2003), pencemaran air diakibatkan masuknya bahan pencemar (polutan) yang dapat berupa gas, bahan-bahan terlarut dan partikulat. Pencemar memasuki badan air dengan berbagai cara, misalnya melalui atmosfer, tanah, limpasan (run off) pertanian, limbah domestik dan perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain lain.
a. Parameter yang berhubungan langsung dengan kesehatan. 1). Parameter Mikrobiologi. Lingkungan perairan sangat mudah dicemari oleh mikroorganisme pathogen yang berbahaya yang bersumber dari pertanian, peternakan, permukiman. Persyaratan mikrobiologi menurut Sujudi (1995) adalah: a)
Tidak mengandung bakteri patogen atau kuman-kuman yang mudah tersebar di air (bakteri coli, salmonella typhi, vibrio cholera dan lain sebagainya).
b) Tidak mengandung bakteri non patogen (coliform, cladocera, phytoplangton, actinomycetes dan lainnya). Pencemaran air dapat ditentukan dengan adanya mikroorganisme sebagai parameter. Mikroorganisme indikator ini dapat berupa mikroba yang kehadirannya dapat dijadikan sebagai petunjuk bahwa telah ditemukannya pencemaran oleh tinja. Parameter Mikroorganisme yang diidentitaskan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 429/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum antara lain sebagai berikut: a)
E.coli. Pengukuran air bersih secara bakteriologis dapat dilihat dengan pengukuran
mikroorganisme golongan coliform yang umumnya dipakai adalah E.coli. Kehadiran jumlah tertentu E.coli dalam air dapat menggambarkan adanya jasad pathogen. Sehingga air yang terkontaminasi bakteri ini dapat dinyatakan telah tercemar. E.coli (Escherichia coli) adalah bakteri
yang biasanya digunakan sebagai
parameter pencemaran air. Bakteri adalah bakteri Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong dalam koliform. Koliform hidup di dalam kotoran manusia dan hewan (faecal coliform). Coliform mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,5˚C dan merupakan bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003). Menurut Alaerts dan Santika (1994) dalam Yusuf, (2004):
20
faecal coliform adalah bakteri yang menunjukkan adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena faecal coliform hanya dan selalu akan terdapat dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Menguatkan hasil pengujian kemungkinan adanya pencemaran faeces selain E.coli, dipergunakan parameter bakteri lain sebagai pelengkap, yaitu streptococcus faecalis. Bakteri yang terdapat dalam faeces ini jumlahnya sangat bervariasi, tapi umumnya mempunyai jumlah yang lebih sedikit dari pada E.coli. Ada kemungkinan bakteri streptococcus faecalis mati atau hilang di dalam air dengan kecepatan kurang lebih sama dengan E.coli, tetapi lebih cepat dari bakteri koliform lainnya. Apabila dalam suatu sampel air ditemukan bakteri dari kelompok koliform tetapi bukan E.coli semisal streptococcus faecalis, dapat dipastikan bahwa sampel tersebut telah tercemar kotoran atau faeces. b) Total Bakteri Koliform. Total bakteri koliform adalah merupakan jumlah keseluruhan enterobakter yang terdiri dari bakteri aerobik, anaerobik, fakultatif dan bakteri batang (rod-shape). Indikator bakteri yang digunakan untuk penentuan aman atau tidaknya air untuk dikonsumsi adalah total coliform. Jika ditemukan total coliform dalam jumlah yang banyak, maka bisa dipastikan adanya bakteri pathogen lain seperti giardia dan cryptosporidium di dalamnya. Sumber utama bakteri pathogen adalah kotoran manusia dan hewan, yang dibuang melalui limbah rumah tangga atau limbah peternakan. Untuk air yang layak dikonsumsi sebagai air minum, keberadaan bakteri pathogen ini sangat tidak diizinkan.
2). Parameter Kimia Anorganik. a. Arsen. Arsen disebut juga sebagai arsenik atau arsenikum adalah unsur kimia yang bersimbol As. Arsen adalah bahan metaloid yang beracun dan biasanya dipakai sebagai herbisida, pestisida dan insektisida. Nilai arsen yang cukup tinggi dapat merembes ke air tanah. Kandungan arsen tertinggi terdapat dalam daerah alluvial yang merupakan endapan lumpur sungai dan tanah dan kaya akan bahan organik. Arsenik dalam air tanah bersifat alami dan dilepaskan dari sedimen kedalam air tanah. Keracunan arsen dapat
21
terjadi secara kronis dan akut karena kontaminasinya melebihi ambang batas pada daerah perairan. Nilai arsen yang diperbolehkan untuk air minum 0,01 mg/L. b. Flourida. Flourida adalah garam yang terbentuk dari unsur flourida. Flourida bersimbol kimia F. Senyawa flourida mudah larut dalam air dan bergerak melalui celah-celah pori bebatuan. Perairan alami biasanya mengandung kadar flourida kurang dari 0,2 mg/L. Karena flourida dapat berhubungan langsung dengan kesehatan, kadar maksimum flourida yang dibolehkan untuk air minum adalah 1,05 mg/L. c. Total Kromium. Cromium (Cr) adalah senyawa kimia yang jarang diteman pada perairan umum. 3+ trivalent (Cr Kromium yang biasanya ditemukan didaerah perairan adalah kromiun
dan kromium heksavalen. (Cr
6+
3+
)
). Pada perairan yang memiliki pH lebih dari 5,
kromium trivalent tidak ditemukan. Namun ketika memasuki perairan, kromium trivalent akan dioksidasi menjadi kromium heksavalen yang lebih toksik. Kadar kromium pada air tawar adalah kurang dari 0,00005 mg/L dan kadar kromium yang diizinkan pada air minum adalah 0,05 mg/L. d. Kadmium. Kadmium adalah logam berwarna putih, perak, mengkilap dan lunak. Logam bersimbol Cd ini tidak larut dalam basa dan mudah bereaksi. Dalam reaksinya akan menghasilkan kadmum oksida bila dipanaskan. Kadmium umumnya terdapat dalam kombinasi klor (Cd Klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk yang bersifat tidak stabil. Kadmium
2+
Cd
merupakan jenis logam yang berbahaya bagi
kesehatan. Penyerapan logam ini didalam tubuh akan menyebabkan resiko tinggi pada pembuluh darah. Dalam jangka waktu yang panjang dapat terakumulasi dan melakukan penyerangan terhadap hati dan ginjal. Keracunan kadmium pun akan mempengaruhi sistem reproduksi dan mematikan sel-sel sperma pada laki-laki. Oleh karenanya kadar yang diizinkan untuk berada dalam air minum adalah 0,003 mg/L. e. Nitrit sebagai (NO2). Nitrit adalah merupakan bagian dari siklus nitrogen. Aktivitas penguraian mikroba terhadap limbah yang mengandung nitrogen merubah menjadi ammonia. Nitrit bersifat tidak stabil dengan adanya oksigen. Kandungan nitrit diperairan adalah 0,001 mg/L. Nitrit akan bersifat toksik bagi organisme apabila bermuatan lebih dari 0,06
22
mg/L. Hadirnya nitrit dalam perairan menunjukkan terjadinya proses biologis perombakan bahan organik yang memiliki oksigen terlarut berkadar rendah. Kadar nitrat yang diperbolehkan untuk air minum adalah 3 mg/L. Nitrit yang terkonsumsi akan menjadi racun apabila bereaksi dengan hemoglobin dalam darah dan membentuk nitrosamin (RRN-NO) cikal bakal penyakit kanker. f. Nitrat sebagai (NO3). Nitrat adalah ion organik alami yang merupakan bentuk utama dari Nitrogen. Dalam perairan, nitrat adalah nutrisi utama yang diperlukan oleh tumbuhan air. Nitrat adalah senyawa yang sangat mudah larut dan bersifat stabil. Nitrat dihasilkan dari proses oksidasi sempurna nitrogen dalam air. Masuknya nitrat kedalam perairan disebabkan oleh kotoran manusia yang banyak mengandung amoniak. Nitrat dihasilkan dari NO2 atmosfer atau dari pupuk yang berasal dari oksidasi NO2 oleh bakteri Nitrobacter. Nitrat dapat berubah menjadi nitrit apabila jumlah nitrat lebih besar dalam usus bereaksi langsung dengan hemoglobine dalam daerah dan membentuk methaemoglobine yang dapat menjadi penghalang perjalanan oksigen didalam tubuh. Nitrat juga dapat berubah menjadi Nitrit apabila Nitrat kehilangan atom oksigennya. Pencemaran air dari nitrat dan nitrit bersumber dari tanah dan tanaman. Nitrat menyebabkan penurunan kualitas air, oksigen terlarut dan populasi ikan. Bau busuk dan rasa tidak enak yang ditimbulkan oleh nitrat menyebabkan ancaman pada kesehatan manusia . Dalam parameter air minum kadar nitrat yang diperbolehkan adalah 50 mg/L. Nitrat dihasilkan dari NO3 atmosfer atau dari pupuk yang berasal dari oksidasi NO3 oleh bakteri Nitrobacter. Nitrat mengandung Nitrogen dan Oksigen. Kandungan unsur Nitrat khususnya dalam perairan air tawar. Nitrat Nitrogen sangat mudah larut dalam air dan memiliki sifat yang relatif stabil. Senyawa ini merupakan hasil dari proses oksidasi yang sempurna diperairan. Kadar Nitrat diperairan yang tidak tercemar biasanya lebih tinggi dari kadar Ammonium. Kadar Nitrat yang lebih tinggi dari 1mg/L mengisyaratkan keadaan perairan yang tercemar akibat aktivitas manusia. Nitrat denitrification didalam aliran jaringan sungai (Beaulieu, et al., 2010). Nitrat berasal dari Ammonium yang masuk ke badan sungai melalui perantara limbah domestik. Konsentrasinya dalam sungai akan semakin berkurang bila semakin jauh dari titik pembuangan yang disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme didalam air. Nitrat sering ditemukan dalam pupuk. Sehingga apabila dalam pencemaran
23
air terdapat Nitrat yang tinggi, maka tanaman air dan alga (seperti eceng gondok) akan tumbuh dengan subur, karena Nitrat berisi nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman. g. Sianida. Sianida di alam dimunculkan berbentuk gas yang keluar dari dalam tanah dan mudah larut dalam air. Senyawa organik ini bersimbol CN yang terstruktur dari senyawa organic dan siano. Sianida yang berada dalam perairan berbentuk ion sianida (CNˉ), hydrogen sianida, HCN dan metalosianida. Kehadiran sianida dipengaruhi oleh pH, oksigen terlarut, suhu, salinitas dan ion lainnya. Sianida dihasilkan oleh limbah industri, seperti industri baja, industri logam, pertambangan emas dan perak, industri batik dan pestisida. Sianida berfungsi sebagai penghambat perturakan oksigen pada makhluk hidup. Sianida dalam bentuk ion mudah terserap dalam bahan yang tersuspensi dan sedimen dasar. Sianida bersifat sangat reaktif, sianida bebas berbentuk HCN dan CNˉ. Pada pH yang lebih kecil dari 8, sianida hadir dalam bentuk HCN yang dianggap lebih toksik bagi organisme akuatik daripada CNˉ. Sianida berdampak negatif terhadap makhluk hidup, yakni mengganggu fungsi hati, pernafasan dan menyebabkan kerusakan tulang (Moore,1991 dalam Effendi, 2003). h. Selenium. Selenium yang memiliki simbol Se adalah merupakan unsur kimia non logam. Umumnya selenium ditemukan dibebatuan dan tanah. Selenium dapat menggabung dengan oksigen dan membentuk beberapa zat yang mengkristal. Selenium dalam bentuk murni berwarna abu-abu metalik atau kristal hitam dikenal sebagai unsur selenium (debu). Selenium dapat terbakar di udara namun tidak bereaksi dalam air, tetapi dapat larut dalam asam nitrat pekat dan basa kuat. Selenium dapat terbentuk secara alami dari lingkungan dan aktivitas manusia. Selenium terdapat pada dasar batas air dengan permukaan lumpur di dalam sungai (Lindberg, et al., 2011). Kadar selenium yang masih diizinkan untuk berada konsentrasi air minum adalah 0,01 mg/L.
b. Parameter yang tidak berhubungan langsung dengan kesehatan. 1). Parameter Fisik. a. Bau. Air yang baik tentu memiliki ciri yang tidak berbau. Bau busuk yang dikeluarkan dari dalam perairan menunjukkan bahwa air tersebut mengandung bahan
24
organik yang mengalami proses dekomposisi (penguraian) oleh mikroorganisme air dan terjadinya pencemaran air. Bau apapun yang dikeluarkan dari dalam perairan memberi isyarat bahwa air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. b. Warna. Air tidak berwarna adalah air jernih, apabila air menjadi berwarna berarti air mengandung bahan-bahan yang membahayakan bagi kesehatan. Warna pada air merupakan isyarat keberadaan senyawa kimia atau polutan tertentu didalam air. Warna kekuningan menunjukkan bahwa air tercemar chromium dan zat organik. Berwarna merah kekuningan disebabkan oleh adanya pencampuran besi sedangkan lumpur akan memberikan warna merah kecoklatan. c. Total zat terlarut (TDS - Total Disolved Solid). Perairan secara alami mengandung zat mineral dan garam-garaman yang terlarut ketika air mengalir dibawah tanah atau juga permukaannya. TDS mengandung benda padat yang terlarut, seperti mineral, logam dan kation-kation dalam air. Apabila kadar TDS telah melebihi ambang batas baku mutu yang telah ditetapkan, maka sangat dianjurkan untuk tidak dikonsumsi. Tingginya angka TDS dipengaruhi oleh kandungan potassium, khlorida, dan sodium yang terlarut dalam air. Air yang baik adalah air yang tidak mengandung zat padatan yang mengapung di dalam air, dan kadar maksimal kontaminan adalah 500 mg/L. d. Kekeruhan. Air yang yang dipergunakan sebagai air minum adalah air yang jernih atau tidak keruh. Kekeruhan air disebabkan oleh butiran koloid dari tanah liat, semakin banyak kandungan koloid yang dikandung maka air akan menjadi semakin keruh. Kadar kekeruhan yang ditoleransi oleh air minum adalah 5 dalam satuan NTU. e. Rasa. Air ini tidak berasa (tawar) dan bisa dirasakan oleh lidah. Apabila air terasa asam, manis, pahit atau asin menunjukan air tersebut tidak baik. Rasa asam pada air disebabkan oleh adanya asam organik maupun asam anorganik yang bercampur dalam air, sedangkan rasa asin disebabkan oleh garam yang larut dalam air. Rasa tertentu pada air juga dapat dipengaruhi oleh mineral yang berasal dari dalam tanah. Rasa pahit akan muncul apabila air terkontaminasi oleh besi, mangan, aluminium, sulfat dan kapur dalam jumlah yang besar.
25
f. Suhu Temperatur normal atau temperatur atau suhu air yang baik sejuk (tidak panas). Perbedaan antara suhu air dan suhu alam yang diperbolehkan ± 3ºC. Perubahan peningkatan suhu air membawa dampak pada perubahan rantai makanan dan kondisi habitat air. Sifat deskruktif yang berasal dari peningkatan kelarutan berbagai senyawa kimia yang membentuk ikatan baru akan mengakibatkan perubahan rasa pada air.
2). Persyaratan Kimia. Persyaratan kimia air meliputi: 1. Aluminium. Aluminium (Al) adalah jenis logam yang lunak dan ringan yang memiliki warna keperakan kusam. Warna ini terbentuk karena adanya lapisan oksidasi yang bercampur dengan udara. Aluminium termasuk dalam logam yang
non magnetik dan tidak
beracun. Batas maksimal aluminium yang terkandung didalam air 0,2 mg/L. Aluminium memberikan konstribusi besar pada pengaruh sifat tanah atau yang biasa dikenal dengan aluminium hidroksida. Oksidasi aluminium membentuk senyawa yang sangat stabil. Walaupun aluminium dikenal sebagai senyawa yang tidak merugikan, air yang mengandung banyak aluminium menimbulkan rasa yang tidak enak bila dikonsumsi. 2. Besi. Besi mempunyai simbol Fe. Besi adalah logam yang berasal dari tambang (bijih besi). Besi juga merupakan hasil pelapukan dari batuan induk, berkilau, mudah ditempa dan berwarna perak abu-abu. Ditemukannya logam besi pada perairan akan membahayakan bagi ekosistem air. Batas maksimal yang dibolehkan terkandung didalam air 0,3 mg/L. Air yang mengandung banyak besi akan berwarna kuning dan berasa logam besi serta akan menimbulkan korosi pada bahan yang terbuat dari metal. 3. Kesadahan. Kesadahan air adalah terkandungnya jenis mineral tertentu dalam wilayah perairan. Kesadahan dapat disebabkan oleh ion kalsium, ion magnesium, garamgaraman, sulfat bahkan ion logam. Kesadahan terdiri dari dua yaitu kesadahan sementara dan kesadahan nonkarbonat (permanen). Kesadahan sementara adalah hilangnya kalsium dan magnesium bikarbonat sebagai akibat dari mendidihnya air atau penambahan kapur dalam air, sedangkan kesadahan nonkarbonat (permanen)
26
disebabkan oleh adanya muatan sulfat dan karbonat, khlorida dan nitrat (magnesium dan kalsium juga besi dan alumunium). Air sadah tidak terlalu membahayakan untuk dikonsumsi. Namun sebagai indikator batas diperbolehkannya kesadahan air adalah 500 mg/L. 4. Khlorida. Khlorida adalah hasil dari pembentukan ion khlor yang bermuatan negatif dan elektron (Cl). Rupa dan bentuk khlorida adalah hijau muda kekuning-kuningan. Dalam konsentrasi yang layak, khlor tidak akan membahayakan manusia. Khlorida dengan jumlah yang kecil dibutuhkan untuk desinfektan, namun bila berlebihan akan berinteraksi dengan ion Na + menyebabkan rasa asin dan korosi pada pipa air. Khlorida terdiri dari senyawa organik (CH3 Cl) dan anorganik (HCl). Khlorida adalah oksidan kuat yang berfungsi sebagai penetral dalam menjaga kejernihan perairan. Khlorida yang berada dalam konsentrasi air minum diperbolehkan berkadar 250 mg/L. 5. Mangan. Mangan adalah logam yang sulit dicairkan namun mudah untuk dioksidasi. Mangan bersimbol kimia Mn, bersifat reaktif dan dalam bentuk bubuk akan terbakar dengan oksigen dan dapat larut dalam asam encer. Mangan termasuk dalam kelompok senyawa logam keras berwarna abu-abu merah-muda. Mangan yang tersebar ditanah berbentuk oksida dan hidroksida. Mangan yang berasal dari aktivitas manusia dapat meresap ke air tanah, air permukaan dan air limbah. Mangan yang terlalu tinggi konsentrasinya akan berubah menjadi racun. Posisi kadar bangan yang diizinkan untuk ada dalam air minum adalah 0,4 mg/L 6. pH. pH adalah derajat keasaman menunjukkan jumlah atau aktivitas ion hydrogen yang berada dalam perairan. Nilai pH secara umum menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Tingkat keasaman tersebut disebabkan oleh karbondioksida (gas oksida) yang terlarut dalam air. Angka pH ini berkisar antara 6,5 - 8,5. pH yang lebih kecil angka 6,5 dan lebih besar dari 8,5 dapat menyebabkan perubahan senyawa kimia yang menjadi racun. Karbonat, bikarbonat dan hidroksida memberikan pengaruh dalam peningkatan kebasaan air, sementara asam karbonat dan asam mineral bebas dapat meningkatkan keasaman suatu perairan. Limbah dari buangan
27
industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH. Nilai pH juga dapat mempengaruhi nilai BOD dalam air. 7. Seng. Seng bersimbol kimia Zn adalah senyawa unsur logam transisi yang merupakan zat mineral esensial yang diperlukan oleh tubuh. Seng atau Zink merupakan logam yang berwarna putih kebiruan yang berkilau . Seng besifat kurang padat dibanding besi. Pada wilayah perairan kadarnya 0,1-4 mg/L. Dalam air minum
seng memiliki batas
maksimal 3 mg/L. Malebihi batas ini akan menimbulkan rasa pahit, sepet, dan mual. Seng dalam jumlah kecil memiliki peranan penting dalam metabolisme, kekurangan zink menyebabkan pertumbuhan anak menjadi terhambat. 8. Sulfat. Sulfat (H2SO4) adalah asam mineral anorganik yang terlarut dalam air. Asam sulfat adalah senyawa kimia yang sangat penting untuk menghilangkan oksidasi pada besi dan baja. Asam sulfat juga dipergunakan untuk membuat asam khlorida dan garam. Derajat keasaman pada asam sulfat dapat menghasilkan kerak air. Apabila air mengandung sulfat yang berlebihan, dan dapat dilihat ketika muncul kerak air yang keras pada alat rebusan air seperti panci atau ketel. Sulfat juga mengakibatkan bau dan korosi pada pipa Kadar konsentrasi sulfat yang diperbolehkan dalam air minum adalah 250 mg/L. 9. Tembaga. Tembaga bernomor atom 29 adalah logam kemerahan yang berbentuk kristal kubus. Tembaga lebih lunak dari seng dan mudah ditempa, namun tembaga tetaplah senyawa yang berunsur logam dan bersimbol Cu. Tembaga memasuki udara melalui proses pembakaran fosil dan mengendap kedalam tanah melalui hujan. Tembaga dapat dihasilkan melalui aktivitas pertambangan, produksi logam, kayu dan pupuk fosfat. Mengkonsumsi air atau makanan yang dalam konsentrat tinggi tembaga mengakibatkan gangguan pada kesehatan semisal penurunan kecerdasan pada anak, ginjal dan kerusakan otak. Kadar tembaga yang diperbolehkan dalam air minum adalah 2 mg/L. 10. Amoniak. Amoniak bersimbol kimia NH3 terlarut dalam air yang terdiri dari nitrogen dan hydrogen. Amoniak adalah gas yag tidak berwarna dan berbau tajam dan dapat diurai
28
dengan mudah untuk menghasilkan hidrogen. Konsentrasi amoniak dalam air minum yang diizinkan berkadar 1,5 mg/L.
c. Parameter pendukung pencemaran air. 1. COD (Chemical Oxygen Demand). COD menurut Nurdijanto (2000) adalah suatu pengujian yang dilakukan untuk menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan (kalium dikromat) untuk mengoksidasi bahan organik yang terdapat dalam air. Batas maksimun kandungan COD dalam baku mutu air Kualitas Kelas I adalah 10 mg/L. Apabila nilai COD melebihi batas yang dianjurkan, maka kualitas air untuk kebutuhan air minum tersebut dapat disebut buruk. COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh bahan buangan yang ada dalam air untuk melakukan proses oksidasi melalui reaksi kimia. Perairan dengan nilai COD yang tinggi tidak diinginkan, karena semakin rendah nilai COD maka kualitas air semakin bagus. COD merupakan parameter yang sangat penting dalam menentukan pencemaran air. Penentuan kadar COD berguna untuk menentukan sistem pengolahan limbah. Air yang tercemar (misalkan oleh limbah domestik) mempunyai nilai COD yang tinggi, sebaliknya air yang tidak tercemar mempunyai nilai COD yang rendah. 1.
BOD (Biochemical Oxygen Demand). BOD adalah jumlah zat terlarut dalam air yang dibutuhkan oleh makhluk hidup
untuk memecah bahan organik. Nilai BOD tidak secara langsung memperlihatkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, namun mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan (Nurdijanto, 2000). Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk mengurai (proses oksidasi). Penggunaan oksigen yang rendah akan menunjukkan kemungkinan air menjadi jernih. Makin rendah kadar BOD maka kualitas air semakin baik. Sesuai standar baku mutu batas maksimum kandungan BOD dalam air bersih adalah 2 mg/L. Southwick (1976) dalam Nurdijanto (2000) menjelaskan secara spesifik limbah akan menimbulkan perubahan warna, rasa dan bau, serta dapat mereduksi kadar oksigen terlarut dan meningkatkan nilai BOD dalam air. Pemeriksaan BOD dilakukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan dan mendesain sistem pengolahan biologis bagi air yang tercemar.
29
Penurunan BOD dalam air disebabkan oleh sedimentasi dan deoksigenasi efektif yang berasal dari air sungai atau limbah (limbah yang masuk ke sungai serta tingkat pengolahan limbah sebelum dibuang ke sungai). Nilai BOD menurut standar baku mutu air permukaan adalah 3-5 mg/l. Perhitungan BOD untuk limbah cair yang masuk pada sungai yang mengalir mempergunakan Rumus Nahr sebagai berikut :
x
..............(5).
Dimana: q = banyaknya limbah yang dibuang. Q = debit air sungai. C = faktor yang tergantung dari O2 didalam sungai dan BOD sungai. q dan Q dinyatakan dalam l/det atau m³/det pada titik pelepasan limbah. Proses ini berlangsung selama 15 menit atau 20 menit. Bila imbangan baru terjadi pada jarak sama dengan kecepatan sungai, maka dikalikan dengan 15 atau 20 menit. Faktor C = dalam Rumus Nahr dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel 3. Rumus Nahr. O2 BODs 0 - 15 15 - 100 >100
<3
3–7
>7
1,5 1,0 0,5
2,25 2,0 1,75
3 2,5 2,0
Dengan C (dalam m ) dan C yang biasanya diambil 2 karena sebagian besar O 2 = 3 - 7 dan BOD Sungai 15 – 100. a
=
kemampuan menyerap air yang mengalir,
t
=
kedalaman.
BODq = BOD limbah dikalikan dengan pencemaran rumah tangga atau industri. Limbah rumah tangga faktor pengalinya dapat diambil 2,5 dan 5 s/d 6 kali untuk industri. Dimana BODq = DO. 2.
DO (Dissolved Oxygen). Oksigen terlarut dalam air berasal dari atmosfer dan juga hasil fotosintesis
tumbuhan air. Menurut Holdgate (1979) dalam Sukadi (1999); DO adalah gas yang bercampur dengan air, sehingga menjadi molekuler dan merupakan parameter pengukur
30
pencemaran air. Larutan oksigen dalam air tergantung pada suhu, kelarutan oksigen berkurang karena aktivitas bakteri meningkat terjadi pada suhu yang tinggi. Kandungan oksigen
dalam
air
diperlukan
bagi
kelangsungan
kehidupan
aquatik,
tapi
ketersediaannya akan terganggu dengan tercemarnya air yang berasal dari air limbah atau air buangan karena penguraian bahan-bahan organik yang dilakukan oleh bakteri. 3.
TSS (Total Suspended Solid). Zat yang tersuspensi adalah zat yang melayang-layang dalam air. Bisa berupa
zat organik maupun anorganik. TSS adalah residu dari padatan total dengan ukuran lebih besar dari partikel koloid seperti lumpur, logam, ganggang, bakteri, jamur dan lain sebagainya. TSS memberikan konsribusi pada kekeruhan dengan menghalangi cahaya masuk ke perairan sehingga tidak terjadi fotosintesis. Limbah cair mempunyai kandungan zat tersuspensi, sehingga tidak boleh langsung masuk ke badan air tanpa melalui proses pengolahan. Bahan terlarut dan tersuspensi dalam perairan tidak bersifat toksik. Zat tersuspensi merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang heterogen dan membentuk endapan. Persyaratan air minum berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan bertujuan untuk memberikan batasan atau izin untuk zat-zat lain yang berada dalam air yang mempengaruhi kualitas air minum agar aman untuk dikonsumsi dengan persyaratan wajib fisika, mikrobiologi dan kimia (tabel 4).
Tabel 4. Parameter Tambahan. No 1
Jenis Parameter Kimiawi a. Bahan organic 1) Air raksa 2) Antimon 3) Barium 4) Boron 5) Molybdenum 6) Nikel 7) Sodium 8) Timbal 9) Uranium b. Bahan Organik Zat Organik (KmnO4) c. Desinfektan Chlorine (sisa khlor)
Satuan
Kadar Maksimum Yang Diperbolehkan
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,001 0,02 0,7 0,5 0,07 0,07 200 0,01 0,15
mg/L
10
mg/L
5
Keterangan
0,6 – 1,0 yang kemungkinan dapat menimbulkan keluhan pelanggan
Sumber : Peraturan Mentri Kesehatan R I Nomor 492/MENKES/PER/VI/2010. 31
Sedangkan parameter tambahan yang tidak tercantum pada tabel 4, dapat ditetapkan oleh pemerintah dengan menyesuaikan pada kondisi dan kualitas lingkungan pada masing-masing daerah. Karena penting artinya mengukur dengan indikator yang jelas kualitas air minum yang nyaman untuk dikonsumsi, karena ini merupakan syarat mutlak agar tidak membayakan bagi kesehatan. Berikut kriteria mutu berdasarkan kelas dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 (tabel 5).
Tabel 5. Kriteria Mutu Berdasarkan Kelas. No
Parameter
Satuan
Kelas
Keterangan
I
II
III
IV
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 50
Deviasi 3 1000 400
Deviasi 5 2000 400
6-9
6-9
6-9
5-9
FISIKA 1.
Temperatur
2. 3.
Residu terlarut Residu tersuspensi
°C mg/L mg/L
Deviasi temperatur dari alamiahnya Bagi pengolahan air minum secara konvensional, residu tersuspensi ≤ 5000 mg/L
KIMIA ANORGANIK 1.
pH
Apabila secara alamiah diluar rentang tersebut, maka ditentukan berdasarkan kondisi alamiah
2. 3. 4. 5.
mg/L mg/L mg/L mg/L
2 10 6 0,2
3 25 4 0,2
6 50 3 1
12 100 0 5
6. 7.
BOD COD DO Total fosfat sebagai P NO3 sebagai N NH3-N
mg/L mg/L
10 0,5
10 (-)
20 (-)
20 (-)
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.
Arsen Kobalt Barium Boron Selenium Kadmium Khrom(IV) Tembaga
mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L
0,05 0,2 1 1 0,01 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 0,05 0,02
1 0,2 (-) 1 0,05 0,01 1 0,2
16.
Besi
mg/L
0,3
(-)
(-)
(-)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional Fe ≤ 5 mg/L
17.
Timbal
mg/L
0,03
0,03
0,03
1
Bagi pengolahan air minum secara konvensional Pb ≤ 0,1 mg/L
Angka batas minimum
Bagi perikanan, kandungan ammonia bebas untuk ikan yang peka ≤ 0,02 mg/L sebagai NH3
Bagi pengolahan air minum secara konvensional Cu ≤ 1 mg/L
32
No
Parameter
Satuan
Kelas I
II
III
Keterangan
IV
KIMIA ANORGANIK 18.
Mangan
mg/L
0,1
(-)
(-)
(-)
19.
Air Raksa
mg/L
0,001
0,002
0,002
0,005
20.
Seng
mg/L
0,05
0,05
0,05
2
21.
Khlorida
mg/L
600
(-)
(-)
(-)
22. 23.
Sianida Fluorida
mg/L mg/L
0,02 0,5
0,02 1,5
0,02 1,5
(-) (-)
24.
Nitrat sebagai N
mg/L
0,06
0,06
0,06
(-)
25. 26.
Sulfat Khlorin bebas
mg/L mg/L
400 0,03
(-) 0,03
(-) 0,03
(-) (-)
27.
Belerang sebagai H2S
mg/L
0,002
0,002
0,002
(-)
100
1000
2000
2000
1000
5000
10000
10000
Bq/L Bq/L
0,1 1
0,1 1
0,1 1
0,1 1
ug/L
1000
1000
1000
(-)
ug/L
200
200
200
(-)
ug/L
1
1
1
(-)
ug/L ug/L
210 17
210 (-)
210 (-)
(-) (-)
Bagi pengolahan air minum secara konvensional Zn ≤ 0,1 mg/L
Bagi pengolahan air minum secara konvensional NO2-N ≤ 1 mg/L
Bagi ABAM tidak dipersyaratkan Bagi pengolahan air minum secara konvensional S sebagai H2S < 1 mg/L
MIKROBIOLOGI 1.
Fecal coliform
2.
Total coliform
Jml/100 ml Jml/100 ml
Bagi pengolahan air minum secara konvensional, fecal coliform ≤ 2000 jml/ 100 mL dan total coliform ≤ 10000 jml/100 mL
RADIOAKTIFITAS 1. 2.
Gross – A Gross – B
KIMIA ORGANIK 1. 2. 3. 4. 5.
Minyak dan Lemak Detergen sebagai MBAS Senyawa fenol sebagai fenol BHC Aldrin dan dieldrin
33
No
Parameter
Satuan
Kelas I
II
III
Keterangan
IV
KIMIA ANORGANIK 6.
Clordane
ug/L
3
(-)
(-)
(-)
7.
DDT
ug/L
2
2
2
2
8.
ug/L
18
(-)
(-)
(-)
9.
Heptachlor dan Heptachlor epoxide Lindane
ug/L
56
(-)
(-)
(-)
10.
Metoxyclor
ug/L
35
(-)
(-)
(-)
11.
Endrin
ug/L
1
4
4
(-)
12.
Toxaphan
ug/L
5
(-)
(-)
(-)
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001. Keterangan: mg = miligram. ug
= mikrogram.
ml
= mililiter.
L
= liter.
Bq
= bequerel.
MBAS = Methylene Blue Active Substance. ABAM = Air Baku untuk Air Minum.
Logam berat merupakan logam terlarut. Nilai diatas merupakan batas maksimum, kecuali untuk pH dan DO. Bagi pH merupakan nilai rentang yang tidak boleh kurang atau lebih dari nilai yang tercantum. Nilai DO merupakan batas minimum. Arti (-) diatas menyatakan bahwa untuk kelas dimaksud, parameter tersebut tidak dipersyaratkan. Kualitas air yang akan digunakan harus memenuhi syarat kesehatan agar dapat terhindar dari berbagai penyakit, untuk itu perlu adanya pemeriksaan laboratorium bakteriologi air meliputi perhitungan angka kuman dan Most Probable Number (MPN) untuk mengetahui kualitas air minum, air bersih, air pemandian umum, air kolam, air badan dan lain sebagainya. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. bahwa air minum khususnya disyaratkan agar tidak mengandung bakteri
34
patogen (e.coli, salmonella typhi, vibrio cholera) karena kuman sangat cepat penyebarannya dalam air (transmitted by water) dan tidak mengandung bakteri nonpatogen (actinomycetes dan cladocera). Berikut persyaratan air minum secara bakteri berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan R I Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002: Tabel 6. Persyaratan Kualitas Air Minum Secara Bakteriologi. Parameter
Satuan
Batas maksimum
Ket
Air Minum e.coli atau fecal coli 100ml/sampel 0 Air yang masuk sistem distribusi e.coli atau fecal coli 100ml/sampel 0 Total bakteri coliform 100ml/sampel 0 Air pada sistem distribusi e.coli atau fecal coli 100ml/sampel 0 Total bakteri coliform 100ml/sampel 0 Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan R I Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002.
-
Air minum merupakan kebutuhan utama bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup karena itulah penyediaan air bersih
harus memenuhi standar kualitas dan
kuantitas yang telah ditetapkan. Pengawasan terhadap kualitas air minum agar tetap memenuhi persyaratan kesehatan berdasar kepada Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/MENKES/PER/VI/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Kebutuhan minimal air bersih yang disediakan untuk kelayakan kehidupan manusia dalam melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari menurut Sunjaya dalam Karsidi (1999) adalah sebagai berikut: a.
Kebutuhan air untuk minum dan pengolahan makanan 5 liter perorang perhari.
b.
Kebutuhan air untuk mandi 25- 30 liter perorang perhari.
c.
Kebutuhan air untuk mencuci pakaian dan peralatan 25-30 liter perorang perhari.
d.
Kebutuhan air untuk sanitasi 4-6 liter perorang perhari. Berdasarkan perhitungan kebutuhan air diatas, dapat dihitung total pemakaian
air perorang adalah 60-70 liter perhari, namum penggunaan air bagi setiap rumahtangga tiap harinya tidak tetap dan tergantung dari beberapa faktor lain yang mempengaruhi diantaranya penggunaan air di daerah yang lebih panas tentunya akan
35
lebih banyak bila dibandingkan dengan penggunaan air pada daerah dingin, kebiasaan hidup, kondisi sosial dan lain sebagainya.
4. Sungai. Sungai adalah suatu kejadian yang terbentuk oleh alam berupa aliran air dari hulu (sebagai sumbernya) menuju hilir (muara) yang mengalir secara terus menerus besar dan memanjang. Sungai disebut juga sebagai sumber air permukaan yang memberikan manfaat pada kehidupan. Mata-air adalah tempat awal mengalirnya air yang melintasi bagian-bagian dari alur sungai secara dinamis yang bergantung pada karakteristik alur sungai, musim dan pola hidup manusia yang berada disekitarnya. Kondisi ini juga menyebabkan perubahan dipandang dari segi kualitas dan kuantitas sungai yang menyesuaikan dengan perkembangan lingkungan serta kehidupan manusia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai memberi penjelasan bahwa sungai adalah alur atau wadah air alami buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air didalamnya mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Setiap sungai memiliki karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainnya dipandang dengan keadaan fisik, kimia serta lingkungan disungai itu sendiri.
a. Klasifikasi Sungai. Sungai merupakan bagian dari muka bumi yang bersifat mengalirkan air dari bagian permukaan bumi yang paling tinggi kermukaan yang
lebih rendah jika
dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Maka dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Sungai menurut jumlah airnya, terdiri dari: a)
Sungai Permanen
atau
Sungai Episodik, sungai yang debit airnya
sepanjang tahun relatif tetap. b)
Sungai Periodik, sungai yang memiliki debit air yang tidak tetap sepanjang tahunnya. Pada saat musim hujan, terjadi luapan air, namun pada waktu musim kemarau terjadi kekeringan sehingga air menjadi surut.
c)
Sungai Intermittent atau Sungai Episodik, sungai yang mengalirkan airnya pada musim penghujan saja dan mempunyai aliran yang tetap.
36
Namun pada musim kemarau akan mengalami kekeringan akibat luapan air. Sungai ini biasanya terdapat di daerah yang memiliki curah hujan yang besar dan berhutan lebat. d)
Sungai Ephemeral, sungai yang memiliki air hanya pada musim hujan, sungai ini hampir sama dengan episodik, hanya pada musim hujan itu pun airnya belum tentu banyak.
2) Sungai menurut genetiknya, adalah sebagai berikut: a)
Sungai Konsekwen, sungai yang alirannya searah dengan kemiringan lereng.
b)
Sungai Subsekwen, sungai yang alirannya tegak lurus dengan sungai konsekwen.
c)
Sungai Obsekwen, anak sungai subsekwen yang memiliki aliran yang berlawanan arah dengan sungai konsekwen.
d)
Sungai Insekwen, sungai yang alirannya tidak teratur dan terikat dengan lereng daratan.
e)
Sungai Resekwen, anak sungai subsekwen dengan aliran searah dengan sungai konsekwen.
f)
Sungai Andesen, sungai yang memiliki kekuatan erosi ke dalamnya dan mampu mengimbangi pengangkatan.
3) Sungai berdasarkan sumber airnya ,terdiri atas: a)
Sungai Hujan, sungai yang berasal dari air hujan.
b)
Sungai Gletser, sungai yang berasal dari es yang meleleh.
c)
Sungai Campuran, sungai yang berasal dari air hujan dan lelehan es.
4) Sungai berdasarkan letaknya, terbagi atas: a)
Bagian Hulu, yang memiliki karakter sebagai berikut : (1)
Arus sungai yang deras.
(2)
Arah erosi ke dasar sungai (erosi vertikal).
(3)
Lembah yang curam dan berbentuk bahkan terkadang terdapat air terjun.
(4)
Memungkinkan
untuk
terjadi
erosi
dan
pengendapan
sedimentasi), serta batu-batu yang runcing.
37
b)
Bagian Tengah, memiliki karakter sebagai berikut: (1)
Arus air sungai yang tidak begitu deras.
(2)
Arah erosi sungai ke samping (erosi horizontal).
(3)
Aliran sungai berkelok-kelok , kecepatan air mulai berkurang dan mulai terjadi proses sedimentasi (pengendapan).
(4)
Memiliki batu-batu yang bersudut bulat, dengan ukuran yang lebih kecil dari daerah hulu.
c)
Bagian Hilir, memiliki karakter sebagai berikut: (1)
Arus air sungai sudah tenang.
(2)
Arah erosi ke samping (erosi horizontal).
(3)
Aliran sungai berkelok-kelok (terjadi proses meandering), terkadang
ditemukan
meander
yang
terpotong
sehingga
membentuk kali mati atau danau tapal kuda (oxbow lake) dan di bagian muara kadang-kadang terbentuk delta serta terjadi banyak sekali sedimentasi. (4)
Batu-batu kecil bersudut bulat.
5) Sungai menurut fungsinya dapat dimanfaatkan antara lain sebagai berikut: a) Sumber Energi. Air Sungai dapat dijadikan sumber tenaga penggerak turbin yang dihubungkan dengan generator sehingga menghasilkan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). b) Irigasi atau pengairan. Pada daerah kering khususnya membutuhkan air untuk mengairi sawah. Dalam sistem pertanian intensif, di daerah basah pun perlu pengairan agar didapatkan hasil yang lebih menguntungkan. c) Transportasi atau sarana perhubungan. Beberapa sungai besar di Indonesia bahkan di dunia masih memanfaatkan daerah aliran sungai sebagai sarana perhubungan. Transportasi sungai ini menggunakan alat transportasi air seperti
kapal, perahu, lanting dan
sebagainya.
38
d) Keperluan domestik. Sungai dimanfaatkan sebagai kebutuhan domestik yaitu sebagai kebutuhan primer rumah tangga seperti air minum, memasak, mencuci, dan mandi bahkan aktivitas pribadi. e) Sumber Daya Alam hewani. Sungai adalah tempat hidupnya beragam jenis hewan air hidup seperti ikan dan udang. Hewan ini dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar manusia yaitu makan dan minum. Begitu pula dengan ikan dan udang yang dimanfatkan manusia sebagai lauk pauk. f) Kegiatan Perindustrian. Dalam kegiatan industri air sungai dipergunakan untuk mencuci bahan dasar dan pencair atau bahan pelarut bahan. g) Sarana rekreasi dan olah raga. Pada sungai besar, sungai difungsikan oleh masyarakat untuk olah raga air seperti renang, dayung bahkan jetski. Dibantaran sungai juga difungsikan sebagai tempat rekreasi dan bersantai.
b. Pola Aliran Sungai. Aliran pada sungai akan membentuk dan menyusun pola tertentu. Pola ini disebut sebagai pola aliran sungai. Pola aliran sungai dipengaruhi oleh struktur geomorfologi dan geologi daerah yang dilaluinya. Pola aliran sungai diantaranya adalah sebagai berikut: 1)
Pola Denritik. Ciri pada pola sungai dendritik adalah pada anak-anak sungai yang bermuara pada sungai induk secara tidak teratur dan membentuk sudut yang berlainan besarnya dan tidak tentu. Pola sungai denritik ini terdapat di daerah yang menunjukkan tidak adanya pengaruh struktur. Pola denritik umumnya didapat pada batuan horizontal (mendatar), dimana anak-anak sungainya (tributaries) cenderung sejajar dengan induk sungainya. Anak-anak sungai bermuara pada induk sungai dengan sudut lancip. Model pola denritis seperti pohon dengan tatanan dahan dan ranting sebagai cabang-cabang dan anak-anak sungai. Pola ini biasanya
39
terdapat pada daerah berstruktur plain, atau pada daerah batuan yang sejenis (seragam, homogen) dengan penyebaran yang luas. 2)
Pola Pusat (centripetal). Ciri pada pola sungai pusat adalah pola aliran yang memusat pada suatu depresi, seperti cekungan, atau kawah. Berbalik dari pola radial yang menyebar dari satu pusat, pola sentripetal ini justru memusat dari banyak arah. Pola ini terdapat pada satu cekungan (basin), dan umumnya bermuara pada satu danau di daerah yang beriklim kering dan air danau tidak mempunyai saluran
untuk melepaskan
air ke laut akibat
penguapan sangat tinggi dan biasanya memiliki kadar garam yang tinggi sehingga akan terasa asin. 3)
Pola Menyebar Radial (centrifugal). Ciri pada pola sungai menyebar adalah pola aliran sungai yang tersebar dari suatu puncak. Pola pengaliran sungai ini dimulai pada daerah hulu sungai yang saling berdekatan dan terpusat pada satu titik dengan muara yang menyebar ke segala arah. Pola pengaliran menyebar radial. Pola ini dapat dilihat pada pola aliran sungai di kubah, gunung api, dan bukit terpencil.
4)
Pola Trellis (paralel). Ciri pada pola yaitu sungai yang memperlihatkan letak yang paralel pada anak-anak sungai yang bergabung secara tegak pada sungai yang paralel (sejajar) tadi. Biasanya pola paralel ini terjadi di daerah dengan struktur lipatan. Letak anak-anak sungai yang paralel mengikuti strike atau topografi yang paralel. Anak-anak sungai bermuara pada sungai induk dan secara tegak lurus. Pola pengaliran trellis mencirikan daerah pegunungan lipatan (folded mountains). Induk sungai akan mengalirkan air sejajar dengan strike dan mengalir di atas synclina structure, sedangkan anak-anak sungainya mengalir sesuai deep dari sayap-sayap synclinal dan anticlinal. Jadi, anak-anak sungai juga bermuara tegak lurus terhadap induk sungainya.
40
5)
Pola Rektangular. Ciri pada pola sungai rektagular adalah anak-anak sungai dan sungai induk membelok dengan membentuk sudut 90°. Pola aliran ini umumnya terdapat di daerah pegunungan patahan (block mountains). Arah
anak-anak
sungai
(tributary)
terhadap
sungai
induknya
berpotongan tegak lurus. Pola ini menunjukkan adanya pengaruh antara bidang dan retakan patahan (escarp-escarp) atau (graben-graben) saling berpotongan. 6)
Pola Annular. Ciri pada pola sungai annular adalah aliran yang terdapat pada kubah yang telah mengalami pengirisan yang lebih lanjut dan dikelilingi oleh lapisan yang berganti antara yang keras dan lunak. Pada keseluruhannya pola ini hampir membentuk cincin (cenderung melingkar seperti gelang) tetapi bukan meander. Terdapat pada daerah berstruktur dome (kubah) yang topografinya berada pada stadium dewasa. Daerah dome yang semula (pada stadium remaja) tertutup oleh lapisan batuan endapan yang berselang-seling dengan lapisan batuan keras dengan lapisan batuan lembut.
7)
Pola Pinnate. Ciri pada pola sungai pinnate adalah aliran sungai yang mengalir pada tempat yang curam atau pada daerah lereng yang besar.
Sungai menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai terdiri atas beberapa bagian, yaitu: 1)
Palung sungai.
Palung sungai berfungsi sebagai ruang wadah air mengalir dan tempat berlangsungnya kehidupan ekosistem sungai. Palung sungai membentuk jaringan pengaliran air,baik yang mengalir secara menerus maupun berkala dan ditentukan berdasarkan topografi terendah alur sungai. 2)
Sempadan sungai.
Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Dalam hal di dalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk mengendalikan
41
banjir, ruang antara tepi palung sungai dan tepi dalam kaki tanggul merupakan bantaran sungai. Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung sungai di antara garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak bertanggul, atau diantara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai bertanggul ditentukan pada: a)
Sungai tidak bertanggul di dalam kawasan perkotaan, ditentukan oleh: (1) Paling sedikit berjarak 10 meter dari tepi kiridan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter. (2) Paling sedikit berjarak 15 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai,dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter. (3) Paling sedikit berjarak 30 meter dari tepikiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai,dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 meter.
b)
Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan. Sungai tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan terdiri atas: (1) Sungai besar dengan luas DAS lebih besar dari 500 kilo meter persegi dan garis sempadan ditentukan paling sedikit berjarak 100 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai. (2) Sungai kecil dengan luas DAS kurang dari atau sama dengan 500 kilo meter persegi dan garis sempadan ditentukan paling sedikit 50 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
c)
Sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan. Garis sempadan sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
d)
Sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan. Garis sempadan sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 5 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai.
42
e)
Sungai yang terpengaruh pasang air laut, danau paparan banjir dan mata air. (1) Penentuan garis sempadan yang terpengaruh pasang air laut dilakukan dengan cara yang sama dengan penentuan garis sempadan yang diukur dari tepi muka air pasang rata-rata. (2) Garis sempadan danau paparan banjir ditentukan mengelilingi danau paparan banjir paling sedikit berjarak 50 meter dari tepi muka air tertinggi yang pernah terjadi. (3) Garis sempadan mata air ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 meter dari pusat mata air.
Garis sempadan ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penetapan garis sempadan dilakukan berdasarkan kajian penetapan garis sempadan. Dalam penetapan garis sempadan harus mempertimbangkan: a)
Karakteristik geomorfologi sungai.
b)
Kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
c)
Jalan akses bagi peralatan dan bahan.
d)
Sumber daya manusia untuk melakukan kegiatan.
e)
Operasi dan pemeliharaan sungai.
Kajian penetapan garis sempadan meliputi batas ruas sungai yang ditetapkan, letak garis sempadan, serta rincian jumlah dan jenis bangunan yang terdapat di dalam sempadan. Kajian penetapan garis sempadan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Menteri, Gubernur, Bupati atau Walikota sesuai kewenangannya. Hasil kajian menunjukkan terdapat bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai. Adapun bangunan yang terdapat dalam sempadan sungai untuk fasilitas kepentingan tertentu yang meliputi: a)
Bangunan prasarana sumber daya air.
b)
Fasilitas jembatan dan dermaga.
c)
Jalur pipa gas dan air minum.
d)
Rentangan kabel listrik dan telekomunikasi.
43
5. Daerah Aliran Sungai. a. Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai (DAS) disebut juga sebagai Daerah Pengaliran Sungai (DPS) atau Drainage Basin adalah hamparan di sisi kiri dan kanan suatu aliran sungai, semua anak sungai yang terdapat di sebelah kiri dan kanan sungai bermuara ke induk sungai. Seluruh hujan yang terjadi di dalam suatu drainage basin seluruh air akan mengisi sungai yang terdapat di dalam DAS, karenanya DAS merupakan daerah tangkapan hujan (catchment area). Air akan bergerak mengalir melalui aliran sungai meninggalkan daerah tangkapan sungai tanpa memperhitungkan waktu yang ditempuh untuk mencapai limpasan (run off) Mulyo (2004). DAS dapat didefinisikan sebagai suatu daerah yang dibatasi oleh topografi alami, seluruh air hujan yang jatuh di dalamnya akan mengalir melalui sungai dan keluar melalui outlet pada sungai. Aliran ini bisa juga dinamakan satuan perjalanan hidrologi yang menggambarkan dan menggunakan satuan fisik-biologi serta satuan kegiatan sosial-ekonomi untuk perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam. (Suripin, 2002). Pengertian DAS dalam bahasa Inggris mempergunakan istilah drainage area, river basin, catchment area dan watershed. Definisi DAS ini pada dasarnya menggambarkan suatu wilayah yang mengalirkan air yang jatuh beserta sedimen dan bahan terlarut lainnya melalui titik yang sama sepanjang alur sungai. DAS merupakan suatu lingkaran ekosistem terdiri dari unsur organisme biofisik, kimia dan lingkungan berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya, adanya mendapatkan keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Luas DAS sangat bervariasi, mulai dari beberapa puluh meter persegi sampai dengan ratusan ribu hektar. DAS yang sangat luas disebut river basin. DAS yang luas dan besar terdiri atas beberapa DAS yang lebih kecil yang disebut sub-DAS. DAS terdiri dari beberapa sub-sub DAS. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai memberi penjelasan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
44
Daerah Aliran Sungai (Drainage Area River Basin) merupakan bagian permukaan yang mengalirkan air ke dalam sungai tertentu, dalam pengertian lain Daerah Aliran Sungai adalah sebuah wilayah tampungan air hujan yang masuk ke dalam wilayah air sungai atau
dapat didefinisikan sebagai
sungai beserta anak-anak
sungainya yang membentuk satu daerah aliran. Daerah punggungan atau watershed atau stream devide adalah daerah yang memisahkan antara DAS yang satu dengan DAS yang lainnya.harus selalu dijaga kelestariannya atau dihijaukan agar tidak cepat mengalami proses pendangkalan. Besar kecilnya air sungai bergantung dari
luas
tidaknya daerah aliran dan besar sedikitnya curah hujan di DAS tersebut. DAS adalah daerah tangkapan air hujan (catchment area). DAS selalu terkait pengelolaannya dengan penyediaan air bersih, pencegahan erosi, pencegahan banjir dan kekeringan, pengamanan sumber air dari pencemaran dan pening katan kesuburan tanah. Daerah Aliran Sungai terdiri atas orde, tingkat percabangan sungai dan kerapatan sungai dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Orde Sungai. Alur sungai di dalam DAS dibagi menjadi beberapa orde sungai. Orde sungai yang dimaksud disini adalah posisi percabangan alur sungai secara berurutan menuju induk sungai. Dengan demikian semakin banyak jumlah orde sungai, maka akan semakin luas pula DAS nya dan akan semakin panjang pula alur sungainya. 2) Tingkat Percabangan Sungai. Tingkat percabangan sungai (bufurcation ratio) adalah angka atau indeks yang ditentukan berdasarkan jumlah alur sungai untuk suatu orde. Untuk menghitung tingkat percabangan sungai dapat digunakan rumus:
...............(6). Dimana: Rb
= Indeks tingkat percabangan sungai.
Nu
= jumlah alur sungai untuk orde ke u.
Nu + 1 = jumlah alur sungai untuk orde ke u + 1.
45
3) Kerapatan sungai. Kerapatan sungai adalah angka indeks yang menunjukkan banyaknya anak sungai di dalam suatu DAS. Indeks tersebut diperoleh dengan persamaan sebagai berikut:
.............(7). Dd
= indeks kerapatan sungai (km/km²).
L
= penjumlahan panjang sungai termasuk anak-anak sungainya.
A
= luas DAS (km²).
b. Pengelolan Daerah Aliran Sungai. Pengelolaan DAS adalah suatu proses dari suatu formulasi dan merupakan sebuah implementasi dari program dan kegiatan yang bersifat memanipulasi sumberdaya alam dan manusia yang berada di daerah aliran sungai untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya tanah dan air. Termasuk didalamnya identifikasi keterkaitan antara tataguna lahan, tanah dan air serta keterkaiatan antara daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 2002). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2001 pengelolaan sungai meliputi: 1) Konservasi sungai. Konservasi sungai adalah perlindungan atau pelestarian sungai yang bertujuan
untuk
mengelola
sungai
beserta
ekosistemnya
dan
menjaga
kesinambungan fungsi sungai yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana agar kualitas dan nilainya tetap terpelihara. Konservasi sungai perlu dilakukan mengingat banyaknya kegiatan eksploitasi Sumber Daya Air yang berdampak pada kerusakan ekologis seperti perubahan tata air, banjir, kekeringan, erosi bahkan sedimentasi. Konservasi sungai adalah suatu upaya pemeliharaan keberadaan sungai, keberlanjutan, sifat dan fungsi sungai tersebut agar selalu tersedia dari segi kuantitas dan kualitas untuk memenuhi kebutuhan hidup seluruh makhluk hidup dimasa sekarang dan akan datang yang dilakukan melalui kegiatan:
46
a)
Perlindungan sungai, dilakukan melalui perlindungan terhadap palung sungai, sempadan sungai, danau paparan banjir dan dataran banjir.
b)
Pencegahan pencemaran air sungai, dilakukan pula terhadap aliran pemeliharaan sungai dan ruas restorasi sungai.
2) Pengembangan sungai. Pengembangan sungai adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi sungai tanpa merusak keseimbangan sungai dan lingkungan. 3) Pengendalian daya rusak air sungai. Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan dan pengendalian daya rusak air adalah suatu usaha untuk mencegah, menanggulangi dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air. 4) Pengelolaan sungai. Pengelolaan sungai adalah upaya untuk merencanakan, melaksanakan dan memantau serta mengevaluasi sumberdaya perairan sungai. Pengelolaan sungai dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu penyusunan program dan kegiatan, pelaksanaan kegiatan serta pemantauan dan evaluasi. Pengelolaan sungai dilakukan oleh Menteri, untuk sungai pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara dan wilayah sungai strategis nasional, Gubernur, untuk sungai pada wilayah sungai lintas kabupaten atau kota dan Bupati beserta Walikota, untuk sungai pada wilayah sungai dalam satu kabupaten atau kota dengan melibatkan instansi teknis dan unsur masyarakat berdasar pada norma, standar, pedoman, dan kriteria yang telah ditetapkan. Pengelolaan DAS adalah suatu bentuk pengembangan wilayah
yang
menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan dengan melakukan usaha-usaha pemanfaatan DAS secara rasional untuk mencapai tujuan produksi pertanian yang optimum dalam waktu yang tidak terbatas dengan disertai upaya untuk menekan kerusakan secara minimal sehingga distribusi aliran merata sepanjang tahun (Marwah, 2001). Beberapa komponen dalam DAS dapat dibedakan menjadi: 1) Komponen masukan ( input component).
47
Komponen yang dimaksud dalam komponen masukan adalah curah hujan. 2) Komponen keluaran (output component). Komponen keluaran terdiri dari debit aliran sungai dan pencemar serta sedimen. 3) Komponen proses ( process component). Komponen proses terdiri atas manusia, vegetasi, tanah, iklim, dan topografi. Pengelolaan DAS secara menyeluruh adalah dengan melakukan pengelolaan pada setiap komponen DAS hingga tercapai tujuan yang dimaksud. Tujuan pengelolaan DAS adalah untuk melakukan sebuah pengelolaan sumberdaya alam secara rasional agar dapat dimanfaatkan secara maksimum, lestari dan berkelanjutan dengan kondisi tata air yang baik. Sedangkan pembangunan berkelanjutan adalah pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi kepentingan umat manusia pada saat sekarang ini dengan masih menjamin kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam untuk generasi yang akan datang. Karyana (2001) menyatakan bahwa tujuan dari pengelolaan DAS adalah pemanfaatan Sumber Daya Alam yang dilakukan secara berkelanjutan (sustainable) dengan tidak membahayakan lingkungan dalam skala mikro maupun makro. Pengelolaan DAS mempunyai pengaruh terhadap produktivitas dan fungsi DAS itu sendiri secara keseluruhan. c. Karakteristik DAS. Setiap DAS mempunyai karakter masing-masing yang dapat membedakan antara DAS yang satu dengan DAS lainnya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah: 1) Faktor biofisik, meliputi: a) Bentuk wilayah (topologi, bentuk dan luas DAS, dan lainnya). b) Tanah (jenis, sifat fisik dan kimia, kelas kemampuan, kelas kesesuaian dan lainnya). c) Hutan atau vegetasi (jenis, kerapatan, penyebaran dan lainnya). d) Geologi dan Geomorfologi. 2) Klimatis dan Hidrologi, meliputi: Curah hujan (presipitasi) atau kondisi iklim sangat berkaitan erat dengan pengelolaan DAS. Besar curah hujan, distribusi, atau sebaran spasial maupun sebaran waktunya sangat mempengaruhi respon hidrologi DAS dan yang menjadi parameter hidrologi adalah air berdasar pada kualitas, kuantitas dan kontinuitasnya.
48
3) Sosial Ekonomi. Kondisi sosial ekonomi
yang berbeda-beda
akan memberikan
pengaruh pada
pembentukan DAS. Diantaranya adalah sebaran penduduk secara spasial, usia, jenis kelamin, mata pencaharian,, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat ketergantungan masyarakat terhadap sumber daya alam, kebiasan, adat istiadat yang terkait dengan pengelolaan DAS termasuk didalamya pola penggunaan lahan dan lain sebagainya. 4) Organisasi Pengelola dan Kelembagaan. Secara umum permasalahan utama dalam pengelolaan DAS adalah belum mantapnya institusi dan lemahnya sistem perencanaan yang komprehensif (Karyana, 2001). Permasalahan dimaksud adalah sebagai berikut: a) Masyarakat dalam pengelolaan DAS masih ditempatkan sebagai objek dan bukan sebagai subjek pembangunan. b) Manfaat pembangunan lebih banyak dinikmati oleh sebagian orang dan belum terdistribusi secara merata. c) Masyarakat belum mampu untuk berpartisipasi secara nyata dalam
proses
pembangunan. d) Masyarakat masih menjadi bagian terpisah (eksternal) dari ekosistem DAS.
d. Pengelolaan DAS Terpadu. DAS tidak dapat dibagi dan dikelola berdasarkan sistem administrasi pemerintahan . Daerah bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh karena itu segala aktivitas dibagian
hulu akan
memberikan
dampak dibagian hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen serta bahan-bahan terlarut di dalamnya. Dengan demikian pengelolaan DAS tidak bisa dilakukan secara terpisah-pisah (parsial) menurut wilayah admintrasi atau kewenangan lembaga tertentu saja. Pengelolaan DAS harus dilakukan secara menyeluruh (holistik) sehingga semua komposisi yang saling berkaitan dalam DAS dapat diperhatikan dan dipertimbangkan dalam perencanaan, pengorganisasian, implementasi bahkan pengontrolan terhadap proses pengelolaan secara keseluruhan. Perencanaan dan pengelolaan DAS merupakan aktivitas yang berdimensi biofisik (pengendalian erosi, pencegahan dan penanggulangan lahan kritis, dan
49
pengelolaan pertanian konservatif), dimensi kelembagaan (insentif dan peraturan perekonomian) dan dimensi sosial yang mengarah pada kondisi sosial budaya setempat yang dijadikan pertimbangan di dalam perencanaan suatu aktivitas dan pengembangan teknologi pengelolaan DAS secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS tidak
dapat
didominasi oleh satu bidang keilmuan, tetapi multi disipliner sehingga semua dimensi dapat diakomodir secara baik dan benar. Selain itu
perlu adanya koordinasi
kewenangan terhadap pengelolaan DAS. Pada akhirnya pengelolaan DAS dapat dilakukan secara optimal jika keterlibatan seluruh stakeholders terjalin dengan baik, terintegrasi, terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan sejalan dengan otonomi daerah dan perundangan yang berlaku. Informasi tentang nilai kualitas air diperlukan untuk mengevaluasi hasil investasi dalam konservasi serta untuk menginformasikan kebijakan atau program pembayaran kompensasi pemilik lahan untuk manfaat yang dihasilkan oleh tindakannya (Keeler, et al., 2012). Kebijakan dan strategi pemanfaatan sumberdaya DAS harus berdasarkan kepada: 1) Proses alamiah (eko-hidrologis) yang berlangsung di kawasan DAS yang sedang dikelola. 2) Kondisi ekonomi, sosial, budaya dan politik masyarakat. 3) Kebutuhan akan barang dan jasa lingkungan DAS. Tahap
perencanaan
dilakukan
pengumpulan
dan
analisis
data
guna
mengidentifikasi kendala, permasalahan, potensi, peluang dan tantangan. Atas dasar inilah ditetapkan tujuan dan target pengelolaan atau pemanfaatan dan kebijakan serta strategi dan pemilihan struktur implementasi untuk mencapai tujuan. Pendekatan keterpaduan pengelolaan dan pemanfaatan DAS menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan dan one management untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
e. Debit Air. Debit air adalah banyaknya volume air yang mengalir dalam perhitungan waktu dalam keadaan yang dinamis (bergerak). Debit juga dalah satuan besaran air yang keluar dari Daerah Aliran Sungai (DAS) dalam bentuk volume. Debit air merupakan
50
satu komponen penting dalam pengelolan DAS. Berikut beberapa hal yang mempengaruhi debit air: 1) Intensitas Hujan. Curah hujan tentu saja merupakan faktor utama yang memberikan pengaruh terhadap debit air karena pada setiap hujan yang tercurah pada musimnya atau tidak akan menambah volume air permukaan. 2) Penggundulan Hutan. Penggundulan hutan tidak memberikan kesempatan pada daerah resapan air untuk menyimpan air cadagan dalam tanah, malah
akan terjadi pengerusan tanah yang
kemiringannya tinggi. 3) Pengalihan Hutan menjadi lahan pertanian. Pengalihan hutan menjadi lahan pertanian beresiko yang sama besarnya dengan pegundulan hutan karena penurunan debit air bisa terjadi karena erosi. 4) Intersepsi. Proses jatuhnya hujan pada permukaan tanah yang tertahan dan terserap kemudian menguap kembali terbang ke atmosfir. 5) Evaporasi dan Transpirasi. Besar kecilnya debit air dikawasan DAS bisa dipengaruhi oleh evaporasi dan transpirasi, karena kedua proses ini menghasilkan penguapan air dari permukaan air, air tanah, air daun dan mengembalikannya dalam bentuk hujan. Debit air dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung dan perhitungannya dapat dilakukan setelah pengukuran.Secara langsung pengukuran debit dapat dilakukan diantaranya adalah dengan menggunakan alat pengukur arus (current meter), pelampung dan zat warna. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara parameter hidrolis sungai yaitu dengan menghitung luas penampang elintang sungi, keliling basah dan kemiringan garis energi. Berdasarkan pengertian ini, maka rumus empiris dari debit air adalah:
...........(8). Dimana : Q = Debit Air (m3/s).
51
V = Volume (m3). t = Waktu (s). Dalam perhitungan praktis, biasanya rumus yang dipergunakan adalah persamaan kontinyuitas yaitu:
............(9). Dimana: Q = Debit Air (m3/s). A = Penampang Aliran. V = Kecepatan(m/s). Beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum mengambil sampel untuk menghitung debit air adalah lokasi, dimana persyaratan lokasi meliputi: 1) Sampel berada ditempat yang tidak terjadi perubahan bentuk penampang dan debit yang mencolok. 2) Alur sungai lurus dengan panjang minimal 3 kali lebar sungai pada saat banjir dan berada di muka air tertinggi. 3) Distribusi aliran merata dan tidak ada aliran yang memutar. 4) Aliran tidak terganggu oleh sampah dan tanaman air, tinggi permukaan air, pasang surut dan aliran lahar.
6. Limbah. Limbah adalah sisa atau buangan yang sudah tidak dipergunakan lagi dalam suatu proses produksi baik berasal industri maupun dari domestik atau rumah tangga. Pada permukiman masyarakat berbagai macam produk limbah dihasilkan, diantaranya limbah dari aktivitas pribadi (black water) dan air buangan aktivitas domestik (grey water). Limbah terbagi atas dua kategori yaitu: 1) Limbah Padat. Limbah padat umumnya dikenal dengan sampah yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya. Limbah padat dapat berupa kertas, kayu, plastik, gelas atau kaca, kain, karet, kulit tiruan, metal, daun pembungkus dan lain sebagainya. Limbah padat juga dapat berupa buangan zat kimia, lumpur atau bubur, bongkaran bangunan
52
dan radio aktif yang berasal dari proses pengolahan. Limbah padat terdiri dari benda yang: a)
Mudah terbakar.
b) Susah terbakar. c)
Mudah membusuk.
d) Dapat di daur ulang. Limbah padat dapat memberikan dampak pada kerusakan lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan, diantaranya: a)
Kerusakan permukaan tanah, karena tertimbun oleh sampah bahan padat.
b) Penurunan kulitas air, karena dibuang pada perairan secara langsung dan bersamasama dengan limbah cair. c)
Penurunan kualitas udara, dengan adanya penumpukan sampah.
d) Menimbulkan gas beracun, diantaranya seperti asam sulfat (H2S), amoniak (NH3), metan (CH4) dan karbon (CO2). Gas beracun ini muncul pada timbunan sampah yang telah membusuk karena proses mikroorganisme. 2) Limbah Cair. Ditinjau secara kimiawi, limbah terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan anorganik. Kehadiran senyawa ini pada kualitas dan konsentrasi tertentu dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Sumber pencemar yang masuk perairan dibedakan antara pencemaran yang disebabkan oleh alam dan pencemaran karena kegiatan manusia. Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003) menyatakan, sumber bahan pencemar yang masuk dalam perairan dapat berasal dari buangan yang diklasifikasikan sebagai: 1. Sumber titik (point source discharges). Sumber titik adalah sumber pencemaran yang dapat diketahui secara pasti didalam suatu lokasi tertentu seperti dari air buangan industri atau buangan domestik serta pada saluran drainase. Pencemanya bersifat lokal dan efek yang diakibatkan dapat ditentukan dan berdasar. 2. Sumber menyebar (non point source). Sumber pencemar yang berasal dari sumber menyebar berasal dari sumber yang tidak diketahui secara pasti. Pencemar yang memasuki perarairan melalui limpasan atau
53
run off permukaan tanah wilayah pertanian yang mengandung pestisida dan pupuk. Limpasan ini dapat berasal dari daerah permukiman dan perkotaan. 3) Limbah Gas. Limbah gas adalah sisa atau buangan dari suaru proses industri dalam bentuk gas. Untuk memudahkan untuk mengetahui limbah gas dapat dilihat dalam bentuk asap. Limbah gas memiliki pergerakan yang cepat dan ruang yang luas. Keseimbangan lingkungan akan terganggu apabila jumlah limbah melebihi ambang batas atau baku mutu karena penambahan gas dalam udara yang melampaui kandungan udara alami dapat menurunkan kualitas udara, dan arah angin sangat mempengaruhi pencemaran udara akibat gas yang mudah dibawa. Penurunan kualitas air adalah permasalahan ekologis yang menjadi perhatian utama saat ini. Masuknya bahan pencemar yang berasal dari kegiatan domestik manusia seperti sampah permukiman, sedimentasi dan siltasi berbentuk limbah organik dan anorganik. Bahan pencemar lain juga dapat berupa limbah
terapung, bahan padat
tersuspensi atau padatan terlarut. Selain itu, air limbah juga dapat mengandung mikroorganisme seperti bakteri, virus dan protozoa. Said (2005) memberikan pendapat bahwa air tercemar oleh dua jenis limbah yaitu:
a. Limbah Organik (Limbah tradisional/Limbah Domestik). Limbah domestik yang berasal dari limbah rumah tangga dan kotoran manusia, tanaman serta hewan. Limbah organik dapat diuraikan oleh mikroorganisme secara alami, tetapi kemungkinan besar dapat menimbulkan masalah dikarenakan biodegradasi yang terjadi secara berlebihan sehingga dapat menurunkan kandungan oksigen dalam air. Limbah organic yang memasuki perairan berasal dari sisa makanan, deterjen, bahan pembersih, eksresi, minyak dan lemak, bahan-bahan yang tersuspensi, sisa-sisa insektisida, pestisida dan bahan sintetis lainnya. Menurut Sugiharto 1987, Air Limbah Domestik adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau pemukiman termasuk didalamnya air buangan yang berasal dari WC, kamar mandi, tempat cuci dan tempat memasak. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. Air limbah domestik adalah air limbah yang
54
berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman (real estate), rumah makan (restauran), perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama. Limbah domestik yang masuk ke perairan terbawa oleh air selokan atau air hujan. Bahan pencemar yang terbawa antara lain feses, urin, sampah dari dapur (plastik, kertas, lemak, minyak, sisa-sisa makanan), pencucian tanah dan mineral lainnya. Perairan yang telah tercemar berat oleh limbah domestik biasanya ditandai dengan jumlah bakteri yang tinggi dan adanya bau busuk, busa, air yang keruh dan BOD5 yang tinggi (Mutiara, 1999). Limbah cair ini dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu limbah cair kakus yang umum disebut black water dan limbah cair dari mandi-cuci yang disebut grey water. Black water oleh sebagian penduduk dibuang melalui septic tank, namun sebagian dibuang langsung ke sungai, sedangkan grey water hampir seluruhnya dibuang ke sungai-sungai melalui saluran (Mara, 2004). Komposisi air limbah domestik sangat bervariasi tergantung pada tempat, sumber dan waktu. Namun secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan (Sugiharto 1987) sebagai berikut:
Gambar 2. Komposisi Air Limbah. (Sumber : Sugiharto, 1987). Bahan polutan yang terkandung di dalam air buangan secara umum dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu bahan terapung, bahan tersuspensi dan bahan terlarut. Selain dari tiga kategori tersebut, masih ada lainnya yaitu panas, warna, rasa, bau dan radioaktif. Menurut sifatnya tiga kategori bahan polutan tersebut dapat dibedakan sebagai yang mudah terurai secara biologi (biodegradable) dan tidak mudah
55
terurai secara biologi (non biodegradable). Adapun karakteristik limbah domestik menurut Mara (2004).
Tabel 7. Hubungan Beban Limbah Cair antara BOD5 dan COD. Beban
BOD5 (mg/l)
COD (mg/l)
< 200 350 500 > 500
< 400 700 1000 > 1500
Lemah Medium Kuat Sangat Kuat Sumber: Mara, 2004.
Tabel 8. Karakteristik Limbah Cair Domestik. Parameter Padatan : - Terlarut - Tersuspensi - BOD - COD - TOC Nitrogen : - Organik - NH3 Fosfor : - Organik - Anorganik - Chlorida - Minyak dan Lemak - Alkalinitas Sumber: Metcalf & Eddy, 1979.
Konsentrasi (mg/liter) Kisaran Rata-rata 250 – 850 100 – 350 110 – 400 250 – 1000 80 – 290
500 220 220 500 160
8 – 35 12 – 50
15 25
1–5 3 – 10 30 – 100 50 – 150 50 – 200
3 5 50 100 100
Air merupakan bahan esensial bagi kelangsungan hidup organisme. Di samping terdapatnya berbagai organisme yang hidup dalam air, manusia dan berbagai makhluk lain yang tidak hidup dalam air senantiasa mencari tempat dekat air supaya mudah mengambil air untuk keperluan hidupnya. Didalam tata kehidupan masyarakat, air memegang banyak peranan, untuk kebutuhan keluarga, untuk kebersihan desa atau kota, untuk irigasi dan menyiram tanaman, untuk menyejukkan udara, untuk keperluan industri dan lain-lain. Keluarga yang sederhana memerlukan air rata-rata sekitar 90 liter/orang/hari, baik untuk mandi, mencuci, menyiram tanaman, memasak maupun untuk kebutuhan lain-lainnya. Jadi 56
keluarga yang terdiri dari 5 (lima) jiwa membutuhkan kira-kira 14 m³/bulan (Prawiro, 1983; Mutiara, 1999), sedangkan menurut Mara (2004) menyatakan bahwa untuk keluarga di negara-negara berkembang memerlukan air rata-rata sekitar 120 liter/orang/hari, sedangkan untuk keluarga menengah/sedang memerlukan air rata-rata sekitar 100 liter/orang/hari. Menurut Mara (2004), untuk timbulan limbah, faktor yang menentukan kekuatan limbah cair domestik adalah BOD (jumlah limbah organik) yang diproduksi per orang/hari adalah bervariasi dan berbeda untuk setiap negara. Perbedaan yang terbesar adalah pada kuantitas dan kualitas di badan limbah dari variasi makanannya. Besarnya nilai BOD yang dihasilkan di negara berkembang sebesar 40 gram BOD5 per orang/hari.
b. Limbah Anorganik. Limbah anorganik adalah limbah yang berasal dari Sumber Daya Alam yang tidak dapat diperbaharui. Limbah anorganik dapat dihasilkan melalui berbagai proses dan produk industri dan pertambangan. Dipemukiman limbah anorganik dihasilkan melalui limbah rumah tangga, seperti botol plastik, botol kaca, tas, aluminium dan kaleng. Limbah anorganik tidak dapat diuraikan secara biologi (organisme detrivor). Penguraian limbah anorganik memerlukan waktu yang lama, karena tidak dapat dengan mudah membusuk. Jenis bahan anorganik yang dihasilkan oleh limbah anorganik diantaranya adalah garam organik (magnesium sulfat dan magnesium klorida) dari kegiatan pertambangan dan industri dan asam anorganik (asam sulfat) berasal dari kegiatan pengolahan biji logam dan bahan bakar fosil. Berdasar pada sumbernya, limbah dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu: a)
Limbah Pabrik. Limbah pabrik biasanya mengandung limbah yang berbahaya, karena terkadang
mengeluarkan gas yang beracun. Umumnya limbah pabrik dibuang ke sungai dan disekitar tempat pemukiman masyarakat. Sementara masyarakat mempergunakan air sungai untuk kebutuhan hidup sehari-hari.
57
b) Limbah Rumah Tangga. Limbah rumah tangga dikenal sebagai limbah domestik, yang artinya dihasilkan melalui buangan dari aktivitas rumah tangga. Dapat berupa sisa bahan makanan atau kemasannya. c)
Limbah Industri. Limbah industri dihasilkan melalui hasil buangan dari sebuah industri tertentu.
Selayaknya limbah pabrik, limbah ini juga mengandung bahan dan zat yang berbahaya diantara senyawa organik dan senyawa anorganik. Dapat dipastikan ketika masuk ke perairan tanpa diproses, akan menimbulkan pencemaran dan dapat membahayakan makhluk akuatik dan pengguna perairan tersebut. Kegiatan pembangunan dan perkembangan penduduk memberikan peningkatan pada pencemaran sungai, terutama sungai yang melintasi kota. Sebagian besar limbah yang berasal dari kegiatan manusia dibuang langsung ke sistem perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menyebabkan penurunan pada kualitas air sungai
(Darsono, 1994). Perlunya penanganan limbah domestik yang aman dan
terisolasi sehingga meminimalkan sebaran penyakit (Rushton, 2003). Air yang baik adalah air yang tidak tercemar oleh mineral dan zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan. Berikut dijelaskan beberapa indikator pencemaran air.
7. Profil Kota Banjarmasin. a. Keadaan Geografis. 1). Letak Wilayah. Kota Banjarmasin secara geografis terletak antara 3˚16’46” - 3˚22’54” LS dan 114˚31’40” - 114˚39’55” BT. Berada pada ketinggian rata-rata 0.16 meter di bawah permukaan laut dengan kondisi daerah berpaya-paya dan relatif datar. Pada waktu air pasang hampir seluruh wilayah digenangi air. Kota Banjarmasin terletak di sebelah selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Dari segi geografis dan administrasi Kota Banjarmasin memiliki posisi dan peranan yang sangat penting. Posisinya yang strategis di bagian hilir Sungai Barito menjadikan Banjarmasin sebagai pusat perdagangan dan pelabuhan yang potensial bagi wilayah Kalimantan terutama bagian selatan dan bagian tengah (lalu lintas Trans Kalimantan). Kota Banjarmasin memiliki batas administrasi sebagai berikut :
58
- Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala. - Di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banjar. - Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Banjar. - Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Barito Kuala. Sesuai dengan kondisinya Kota Banjarmasin mempunyai banyak anak sungai yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sarana transportasi selain dari jalan darat. Selain itu masyarakat masih memanfaatkan sungai untuk kegiatan MCK (mandi cuci kakus) sehari-hari.
Sumber: http://www.googleearth.com/ tanpa skala (Download 6 Juli 2015). Gambar 3. Foto Satelit Kota Banjarmasin. 2). Iklim. Kondisi tanah sebagian terdiri dari rawa-rawa tergenang air, disamping pengaruh musim hujan dan musim kemarau sehingga iklimnya bersifat tropis.
59
Tabel 9. Data Curah Hujan Kota Banjarmasin Tahun 2010 – 2013. Data Curah Hujan (mm) Bulan 2010 2011 2012 2013 407.2 494.9 458.0 490.0 Januari 233.1 427.9 361.8 358.0 Februari 357.5 378.7 308.3 249.0 Maret 396.2 366.0 246.5 307.0 April 197.4 278.4 129.9 415.0 Mei 301.8 177.5 9.2 75.0 Juni 95.5 55.0 133.2 186.0 Juli 132.4 42.0 35.8 144.0 Agustus 243.4 218.9 50.0 98.0 September 371.4 171.5 29.0 94.0 Oktober 418.1 371.5 31.0 285.0 November 414.4 351.9 479.5 505.0 Desember Total 3568.4 3334.2 2272.2 3206.0 Sumber: Kantor BMKG Banjarbaru (Banjarmasin Dalam Angka 2014). Tabel 10. Data Jumlah Hari Hujan Kota Banjarmasin Tahun 2010 – 2013. Data Jumlah Hari Hujan Bulan 2010 2011 2012 2013 22 21 23 24 Januari 13 17 20 28 Februari 19 19 19 21 Maret 18 17 15 16 April 15 11 9 19 Mei 17 7 4 8 Juni 16 3 10 15 Juli 13 4 4 11 Agustus 18 11 4 10 September 21 9 12 10 Oktober 22 16 23 25 November 23 15 27 25 Desember Rata-rata 18.1 12.5 14.2 17.7 Sumber: Kantor BMKG Banjarbaru (Banjarmasin Dalam Angka 2014).
3). Kondisi Topografi dan Geologi. Kota Banjarmasin terletak dekat muara Sungai Barito dan dibelah oleh Sungai Martapura sehingga Kota Banjarmasin seolah-olah terbagi menjadi dua bagian dengan kemiringan tanah antara 0.13%. Banyaknya aliran sungai di Kota Banjarmasin dan ketinggian permukan yang relatif datar/rendah menyebabkan kondisi tanahnya berawa-rawa. Kota Banjarmasin
60
termasuk Kota Banjarbaru, Martapura dan Amuntai termasuk kedalam cekungan Sungai Barito. Sebelah timur cekungan dibatasi oleh pegunungan Meratus yang membujur arah utama utara–selatan, disebelah utara melengkung kearah barat yang kemudian bersatu dengan pegunungan di Kalimantan Tengah Bagian Timur. Batuan dasar yang di jumpai pada cekungan ini adalah batuan metamorf yang terdiri dari skis kristalin, ditemukan juga batuan beku granit dan granodeorit yang merupakan intrusi-intrusi baik yang berupa sill atau kedalam batuan sidemen dan secara tidak selaras ditutupi oleh batuan konglomerat dan batugamping yang berumur eosen sampai oligosen. Kemudian secara selaras diatasnya diendapkan batupasir, lempung dan napal dengan sisipan-sisipan tipis batugamping yang berumur neosen sampai kuarter. Dan bagian teratas cekungan ini tertutup endapan baru berupa krakal, krikil, pasir dan lempung yang mengendap pada lingkungan pengendapan sungai dan rawa.
4). Hidrologi. Kota Banjarmasin dilaului oleh Sungai Martapura dengan pola aliran sungai dendritik yang mengalir dari arah timur laut ke arah barat daya. Anak anak sungai lainnya yang mengalir melalui bagian selatan Kota Banjarmasin yaitu sungai Basirih, sungai Pekapuran, sungai Pemurus, sungai Guring, sungai Antasan Segara, sungai Riam Kiwa, dan sungai Riam Kanan. Sedangkan yang mengalir disebelah utara yaitu sungai Belitung, sungai Pelambuan, Sungai Jingah dan lain-lain. Pada musim kemarau sebagian besar anak-anak Sungai Martapura menjadi payau, karena intrusi air laut masuk jauh kehulu sungai. Sebagian besar sungai-sungai di Kota
Banjarmasin
berfungsi
juga
sebagai
jalur
transportasi
sungai
untuk
menghubungkan kota-kota lainnya baik yang ada di Kalimantan Tengah maupun di Kalimantan Timur. Dan sebagian besar masyarakat yang mendiami sepanjang sungai menggunakan air sungai sebagai keperluan sehari-hari seperti mandi cuci kakus (MCK).
5). Luas Wilayah. Luas Kota Banjarmasin 98,46 Km² atau 0.26 % dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, terdiri dari 5 Kecamatan dan 52 Kelurahan. (dapat dilihat dari lampiran 1 dan lampiran 2).
61
Tabel 11. Data Wilayah Administratif Kota Banjarmasin Tahun 2014. Wilayah Administratif Kota Banjarmasin Tahun 2014 Luas Jumlah Kecamatan Persentase Pusat Kecamatan Area(Km²) Kelurahan 38.27 38.87% 12 Kelayan Selatan Banjarmasin Selatan 23.86 24.23% 9 Kuripan Banjarmasin Timur 13.13 13.34% 9 Pelambuan Banjarmasin Barat 6.66 6.76% 12 Teluk Dalam Banjarmasin Tengah 16.54 16.80% 10 Alalak Utara Banjarmasin Utara Total 98.46 100% 52 Sumber: Bagian Tata Pemerintahan Kota Banjarmasin.
b. Data dan Informasi Kota Banjarmasin. 1). Kependudukan. Pada pertengahan tahun 2010 BPS telah menyelenggarakam kegiatan Sensus Penduduk (SP2010). Ini merupakan sensus yang kelima sejak Indonesia merdeka 1945. Dengan pelaksanaan lapangan kegiatan Sensus Penduduk pada bulan Juni 2010, sehingga datanya menggambarkan kondisi penduduk pertengahan tahun 2010. Pada tahun 2013 penduduk Kota Banjarmasin berjumlah 656.778 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 328.367 jiwa dan 328.411 jiwa perempuan (sebaran kepadatan penduduk dapat dilihat pada lampiran 3, lampiran 4 dan lampiran 5).
Tabel 12. Data Kepadatan Penduduk Kota Banjarmasin Tahun 2014.
Kecamatan
Banjarmasin Selatan Banjarmasin Timur Banjarmasin Barat Banjarmasin Tengah Banjarmasin Utara Jumlah
Persentase
Jumlah Rumah Tangga
Kepadatan Penduduk (jiwa/km²)
Kepadatan Penduduk per Rumah Tangga
Laki-laki
Perempuan
Jumlah Penduduk
77,228
76,026
153,254
23.33%
38,998
4,004.55
3.93
58,134
58,592
116,726
17.77%
30,892
4,892.12
3.78
74,769
72,713
147,482
22.46%
38,833
11,232.44
3.80
46,108
47,552
93,660
14.26%
24,399
14,063.06
3.84
72,128
73,528
145,656
22.18%
40,268
8,806.29
3.62
328,367
328,411
656,778
100%
173,390
6,670.51
3.79
Sumber: BPS Kota Banjarmasin, 2014 (Diolah kembali).
62
Laju pertumbuhan penduduk secara alami di pengaruhi oleh jumlah penduduk lahir, mati dan migrasi. Berdasarkan hasil sensus laju pertumbuhan Penduduk di wilayah Kota Banjarmasin mengalami penurunan sejak dua dasawarsa ini. Tercatat laju pertumbuhan penduduk tahun 1980-1990 sebesar 2,36% dan turun menjadi 1,02% pada periode tahun 1990-2000.
2). Pertumbuhan Ekonomi. Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banjarmasin menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 mencapai 14,4 triliun rupiah dan atas dasara harga konstan dengan tahun dasar 2000 mencapai 5,99 triliun rupiah. Konstribusi PDRB selama tahun 2013 terbanyak disumbangkan oleh sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan di sektor perdagangan, restoran dan hotel, sementara sektor pertanian adalah sektor terkecil dalam pembentuka PDRB Kota Banjarmasin.
Tabel 13. Data Persentase PDRB Kota Banjarmasin Tahun 2014. Distribusi Persentase PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku 2011-2013 Lapangan Usaha
2011
2012*)
2013**) 2014***)
Pertanian
0.77
0.76
0.73
0.70
Pertambangan dan Penggalian
0.00
0.00
0.00
0.00
Industri Pengolahan
15.29
14.27
13.49
12.59
Listrik dan Air Minum
1.51
1.53
1.51
1.50
Bangunan Perdagangan, Restoran dan Perhotelan Pengankutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
9.46
9.67
9.76
9.83
20.64
21.17
21.27
21.63
23.02
22.99
22.77
22.66
15.76
15.65
16.41
16.81
13.55
13.96
14.06
14.28
Jumlah 100.00 100.00 *) Angka diperbaiki **) Angka sementara ***) Angka Perkiraan Sumber: BPS Kota Banjarmasin, 2014 (Diolah kembali).
100.00
100.00
63
Selama tahun 2013 Kota Banjarmasin mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 7,16%. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan yang mencapai 11,56% dan Sektor Bangunan sebesar 10,61%. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan pembangunan. Salah satu yang cukup berperan dalam pertumbuhan ekonomi tersebut adalah kegiatan perdagangan. Bagi Kota Banjarmasin, perdagangan memegang peranan yang sangat penting, dimana jalur perdaganan sejak dulu sudah terbentuk melalui jalur sungai yang didukung kestrategisan letak geografis dan adanya kultur historis serta peranan pelabuhan Trisakti di alur Sungai Barito sebagai pintu gerbang keluar masuknya barang dan arus perdaganan.
c. Sub DAS Martapura di Kota Banjarmasin. Berdasarkan hasil penelitian Tim P4W, wilayah Kalimantan Selatan dapat dibagi menjadi beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Sub Daerah Aliran Sungai (sub DAS) dapt dilihat pada gambar 4.
Gambar 4. Peta DAS/sub DAS Kalimantan Selatan. (Sumber: Tim P4W, 2009).
64
Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terdapat di Kalimantan Selatan meliputi DAS Batu Licin, DAS P. Laut, DAS Satui Sabambam, dan DAS Tabanio, serta DAS Barito dan DAS Martapura yang terbagi dalam beberap sub DAS (sub DAS Cantung, sub DAS Cantung Cengal, sub DAS Amandit, sub DAS Balangan, sub DAS Barito Hilir, sub DAS Kapuas, sub DAS Lahai, sub DAS Martapura, sub DAS Negara, sub DAS Riam Kanan, sub DAS Riam Kiwa, dan sub DAS Tabalong). Area dalam wilayah studi berdasarkan lanskap pembentuk Kota Banjarmasin. Lanskap pembentuk ini merupakan lanskap yang tercipta dari dua sub DAS yang terdiri atas sub DAS Barito Hilir dan sub DAS Martapura (gambar 5).
Gambar 5. Peta sub DAS Kota Banjarmasin. (Sumber: Tim P4W dan Handika Gani, 2010). d. Sungai di Kota Banjarmasin. Kota Banjarmasin adalah salah satu kota sekaligus merupakan ibu kota dari provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Kota ini terkenal sebagai Kota Seribu Sungai karena memiliki banyak sungai dan kanal. Banyaknya sungai dan kanal di wilayah ini, menjadikan masyarakat Banjarmasin hidup berorientasikan sungai atau dapat dikatakan berkebudayaan sungai (river culture). Yang dimaksud dengan berkebudayaan sungai adalah masyarakat memanfaatkan segala macam tumbuhan dan hewan yang ada di
65
sekitar sungai untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk memanfaatkan sungai untuk aktivitas hidupnya (transportasi, berkebun, mencari ikan, dan lain-lain). Kota yang diperkirakan berdiri pada abad ke 16 pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah ini awalnya dibangun di daerah muara tepian Sungai Kuin dan Alalak dengan ditandai berdirinya Keraton Kesultanan Banjarmasin yang semula daerah itu merupakan perkampungan orang Melayu. Selanjutnya, Menurut Kasnowiharo (2004: 108) dalam Sari (2008), jatuhnya kerajaan Banjar ke tangan Belanda tepatnya pada 11 Juni 1860 membuat Belanda melakukan perubahan pada wajah kota, salah satunya dengan pembangunan jalan darat. Belanda juga memaksa penduduk untuk pindah ke sepanjang jalan tersebut untuk memudahkan pengawasan. Meski demikian, budaya sungai tetap melekat dalam jiwa masyarakat Banjar. Pemandangan yang khas dari kota sungai ini adalah adanya rumah-rumah dengan tipe rumah panggung yang dibangun berderet menghadap sungai dan rumah lanting (rumah terapung) yang berada di atas air di tepi sungai. Penduduk yang bermukim di sepanjang aliran sungai memanfaatkan sungai sebagai prasarana transportasi. Selain itu, terdapat pula lanting atau batang, yaitu sejenis rakit yang terbuat dari kayu. Lanting atau batang berfungsi sebagai tempat untuk mandi, cuci, dan kakus (MCK) serta berfungsi pula sebagai dermaga tempat menambatkan perahu, menaikkan atau menurunkan penumpang dan tidak jarang sebagai tempat transaksi jual beli dengan perahu-perahu penjaja. Selain rumah panggung, rumah lanting dan lanting/batang, ciri khas lain kota sungai ini adalah adanya aktivitas perdagangan tradisional yang dilakukan di atas perahu yang dikenal dengan pasar terapung (floating market). Pasar terapung ini seperti layaknya pasar di darat yang menjual berbagai kebutuhan sehari-hari. Pasar terapung yang berada di muara Sungai Barito dan di Kuin Sungai Martapura dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata yang ada di Kota Banjarmasin. Berikut adalah peta sungai di Kota Banjarmasin (Gambar 6), adapun peta pola aliran Sungai Martapura Kota Banjarmasin terdapat pada lampiran 6, dan nama-nama sungai di Kota Banjarmasin terdapat pada Lampiran 7.
66
Gambar 6. Peta Sungai di Kota Banjarmasin. (Sumber: Bapedda Kota Banjarmasin 2014). B. Kerangka Pemikiran. Kerangka pemikiran penelitian dapat diuraikan sebagai berikut (Gambar 7):
PENCEMARAN
LIMBAH DOMESTIK
ANALISIS
IDENTIFIKASI
SUMBER PENCEMAR
PEMETAAN / SIG
Gambar 7. Kerangka Pemikiran. Studi ini berlokasi di wilayah Kalimantan Selatan yang terdiri dari atas beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS). Wilayah studi dibatasi dalam lingkup ruang DAS dan 67
sub-DAS, khususnya yang berada dalam batas administrasi Kota Banjarmasin. Wilayah DAS ini merupakan batas yang ditentukan dalam upaya untuk menginisiasi batas sumber pencemar domestik secara hierarkis.Selanjutnya berdasarkan batas DAS akan ditentukan batas sub DAS, sub sub DAS dan seterusnya. Daerah Aliran Sungai (DAS) yang membentuk Kota Banjarmasin antara lain DAS Barito dan DAS Martapura yang tersusun dalam sub DAS-sub DAS yang menciptakan karakter khusus di tiap daerah. Sub DAS tersebut berupa sub DAS Barito Hilir dan sub DAS Martapura. Pertambahan penduduk yang menyebabkan peningkatan ruang hidup seringkali menyebabkan pertumbuhan kota yang tidak terarah (urban sprawl), sehingga menimbulkan kerusakan dan mempercepat degradasi lingkungan, termasuk kawasan sungai. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu rencana kawasan kota sungai yang mampu menjaga keseimbangan alam.
C. Hipotesis. 1.
Kualitas air sungai di Kota Banjarmasin menurun karena dipengaruhi banyaknya sumber pencemar domestik di wilayah tersebut.
2.
Dapat memetakan Sistem Informasi Lingkungan berdasarkan hasil analisis kualitas air metode STORET dan metode Indeks Pencemaran untuk baku mutu air kelas I,II,III dan IV sungai di Kota Banjarmasin tahun 2013-2015.
68