BAB II LANDASAN TEORI
A.
PEER RELATIONSHIPS
1.
Pengertian Peer relationships Salah satu tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (Gunarsa,
2004) adalah mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya. Menurut Santrock (2006) teman sebaya (peer) bagi remaja merupakan sumber mendapatkan status, wadah untuk menjalin persahabatan dan berbagi rasa saling memiliki yang penting dalam situasi apapun. Teman sebaya (peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama (Santrock, 2009). Sedangkan hubungan (relationships) didefinisikan sebagai kesatuan dari interaksi yang berlangsung terus melalui waktu dan membentuk dasar harapan interpersonal timbal balik yang merupakan dasar konteks sosial (Hinde dalam Rubin, dkk 2009). Kemampuan dalam berkomunikasi, pengaturan diri, bersama-sama dengan orang lain, dan pengetahuan tentang dunia timbul kebanyakan sejak awal hubungan dan terus berlanjut dalam diri mereka. Hubungan merupakan sumber yang menahan seseorang dari stress dan merupakan alat untuk penyelesaian masalah secara kompetitif maupun korperatif. Hubungan juga merupakan yang memungkinkan dari hubungan-hubungan lainnya. Suatu hubungan yang berfungsi dengan baik, memiliki dampak pada kesehatan mental dan fisik, ketahanan, dan kesejahteraan.
Universitas Sumatera Utara
Selain itu, menurut Guroglu (2008) hubungan merupakan gabungan interaksi antara dua individu dimana emosi, kognisi, dan perilaku dari interaksi dengan partner tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Dapat dikatakan suatu hubungan terjadi ketika emosi, kognisi dan perilaku serta tujuan individu dipengaruhi oleh individu lainnya.
Jadi, peer relationships adalah kesatuan
interaksi secara emosi, kognisi, dan perilaku yang dimiliki seseorang melalui hubungan interpersonal timbal balik
dengan individu lain pada tingkat
kedewasaan atau tingkat usia yang hampir sama.
2.
Aspek-aspek Peer relationships
Menurut Santrock (2008) ada tiga aspek dari peer relatonship yang penting dalam masa remaja yaitu : a. Persahabatan (Friendship) Menurut Coleman & Henry (1990) persahabatan adalah rasa kebersamaan dan rasa timbal balik satu sama lain. Sedangkan menurut Baron & Bryne (2006) persahabatan adalah hubungan dimana dua orang menghabiskan waktu bersama, berinteraksi dalam berbagai situasi, dan menyediakan dukungan emosional. Cobb (2007) menyatakan bahwa remaja dari kelompok etnis minoritas kebanyakan bersahabat dengan teman sebaya dari etnis dan latar belakang yang sama. Santrock (2008) membagi persahabatan ke dalam dua hal yaitu : i.
Keakraban
Universitas Sumatera Utara
Keakraban persahabatan (intimacy in friendship) diartikan sebagai pengungkapan diri atau membagi hal-hal yang pribadi. Pengetahuan yang mendalam dan pribadi tentang teman juga digunakan sebagai ukuran keakraban (Selman, dalam Santrock, 2003). ii.
Kesamaan Kesamaan dalam hal ini diartikan dalam umur, jenis kelamin, etnis atau suku bangsa dan faktor lainnya yang penting dalam persahabatan.
Persahabatan pada remaja memiliki 6 fungsi yaitu (Santrock, 2003) : i.
Kebersamaan. Persahabatan memberikan para remaja teman akrab, seorang yang bersedia menghabiskan waktu dengan mereka dan bersama-sama dalam aktifitas.
ii.
Stimulasi. Persahabatan memberikan para remaja informasi-informasi yang menarik, kegembiraan, dan hiburan.
iii.
Dukungan fisik. Persahabatan
memberikan
waktu,
kemampuan-kemampuan
dan
pertolongan. iv.
Dukungan ego. Persahabatan menyediakan harapan atas dukungan, dorongan dan umpan balik yang dapat membantu remaja untuk mempertahankan kesan atas dirinya sebagai individu yang mampu, menarik dan berharga.
v.
Perbandingan sosial.
Universitas Sumatera Utara
Persahabatan
menyediakan
informasi
tentang
bagaimana
cara
berhubungan dengan orang lain dan apakah remaja baik-baik saja. vi.
Keakraban atau perhatian.
b.
Peer Groups (Kelompok Teman Sebaya) Peer Groups adalah sekelompok individu pada usia relatif sama, yang
merupakan kelompok sosial yang mengatur langkah untuk bersosialisasi. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan aspek yang terpenting dalam kehidupan mereka (Santrok, 2003). Santrock juga mengatakan beberapa dari remaja akan melakukan apapun untuk dapat dimasukkan dalam suatu anggota kelompok. Adapun yang menjadi karakteristik Peer Groups (kelompok teman sebaya) yaitu : i.
Tempat dimana Individu merasa nyaman
ii.
Meningkatkan harga diri individu
iii.
Memberi individu suatu identitas.
iv.
Terlibat dalam aktivitas yang sama
v.
Pergi hang out bersama-sama dengan anggota kelompok
vi.
Individu mendapatkan sumber penting akan informasi.
Fungsi hubungan teman sebaya (Santrock, 2003) adalah : i.
Memberikan sumber informasi mengenai dunia diluar keluarga.
ii.
Mendapatkan umpan balik mengenai kemampuan yang dimiliki.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Santrock, (2008) kelompok teman sebaya dapat dibagi menjadi dua bentuk yaitu : i.
Klik (clique) Klik adalah kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari antara dua hingga dua belas orang dengan rata-rata lima sampai enam individu. Klik biasanya terdiri dari anggota dengan jenis kelamin yang sama dan usia yang kira-kira sama. Dalam klik, anggota terlibat aktifitas yang sama, menghabiskan waktu bersama dan merasa nyaman dengan kehadiran anggota lainnya. Dalam klik, anggota berbagi pendapat, pergi hang out bersama, mengembangkan identitas in-group dan merasa kelompoknya lebih baik dari kelompok yang lain.
ii.
Crowds Kelompok remaja yang berukuran lebih besar dan kurang personal. Anggota crowd tidak begitu banyak menghabiskan waktu bersama dan anggota crowd juga memberikan reputasi berdasarkan aktifitas yang dilakukan (misalnya, anggota OSIS).
c. Hubungan Romantis Connoly & McIsaac (dalam Lerner, R & Steinberg, L . 2009) menyatakan bahwa hubungan romantis pada remaja adalah langkah awal menuju suatu hubungan cinta dan komitmen seperti hubungan pada orang dewasa. Adapun yang menjadi karakteristik hubungan romantis yaitu (Santrok, 2003): i.
Pergi jalan bersama dengan teman-teman yang terdiri dari laki-laki dan perempuan.
Universitas Sumatera Utara
ii.
Memikirkan suatu hubungan romantis dengan lawan jenis.
iii.
Menghabiskan waktu untuk pergi jalan dengan lawan jenis (kencan).
Menurut Santrock, hubungan Romantis memiliki 8 fungsi yaitu : i.
Rekreasi.
ii.
Sumber status dari keberhasilan.
iii.
Proses sosialisasi remaja.
iv.
Menciptakan hubungan yang unik dengan seseorang dari lain jenis kelamin.
v.
Sarana eksperimen dan penggalian hal-hal seksual.
vi.
Kebersamaan dalam hubungan dengan jenis kelamin yang berlainan.
vii.
Menggali proses pembentukan dan perkembangan identitas.
viii.
Menyeleksi dan memilih pasangan.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peer relationships (Hubungan
dengan Teman Sebaya). Santrock (2003) mengatakan bahwa peer relationships dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : a.
Status Sosial Ekonomi Remaja dengan tingkat perekomomian menengah, mempengaruhi sifat dasar dari kelompok dimana mereka tergabung di dalamnya. Status ekonomi menurut Pransiska, (2012) digolongkan menjadi tipe kelas sebagai berikut : 1.
Tipe Kelas SES Tinggi (> Rp 3.754.000).
Universitas Sumatera Utara
2.
Tipe Kelas SES Menengah (Rp 1.877.000 – Rp. 3.754.000).
3.
Tipe Kelas SES Rendah (< Rp 1.877.000) Kondisi kehidupan etnis minoritas, khusunya bagi mereka yang
memiliki status ekonomi sosial (SES) yang rendah dapat menciptakan tekanan dalam keluarga yang juga dapat mengurangai kualitas hubungan orang tua-anak dan mencegah orang tua terlibat langsung dengan aktifitas remaja (Smith & Krohn, 1995). Kemunduran yang dialami keluarga seperti ini, menjadikan remaja menjadi lebih terbuka dengan pengaruh dari orang luar ketimbang keluarga. Afiliasi dan dukungan, remaja etnis minoritas lebih bergantung pada teman-temannya sesama etnis minoritas daripada remaja mayoritas (Silverstein & Krate, 1975). Lebih lagi, dalam budaya yang kolektif, keinginan dan pentingnya menjadi bagian dari kelompok mayoritas adalah hal yang secara umum dikenali dan hal inilah yang menjadikan persahabatan lebih kuat (Werdmölder, 1985).
b.
Budaya Faktor budaya yaitu remaja dengan etnis minoritas terutama para imigran,
lebih tergantung dengan teman sebaya daripada remaja mayoritas (Spencer & Dornbuch dalam Santrock, 2003). Banyak remaja dari etnis minoritas, merasakan bahwa teman sebaya dari kelompok etnis yang sama dengan mereka memberikan perasaan bersaudara yang sangat penting, ketika mereka berada dalam budaya mayoritas (Santrock, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Rubin, K., dkk (2009) faktor yang mempengaruhi hubungan dan interaksi dengan teman sebaya pada anak dan remaja adalah: a.
Distal (race/ethnicity, culture, neighborhood) Faktor yang dimaksudkan disini adalah faktor lingkungan yang ada pada diri remaja yaitu etnis atau suku, budaya dan lingkungan rumah.
b.
Proximal (genes, temperament, parents, and family) Faktor yang dimaksudkan disini adalah faktor yang berkenaan dengan gen, temperamen, orang tua dan keluarga dari remaja.
4.
Fungsi Peer relationships (Hubungan dengan Teman Sebaya). Santrock (2006) menyatakan fungsi peer relationships sebagai berikut : a.
Memberikan sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Individu menerima umpan balik tentang kemampuan mereka dari kelompok teman sebaya mereka. Mereka juga mengevaluasi apa yang mereka lakukan dengan ukuran apakah hal tersebut lebih baik, sama baiknya, atau lebih buruk dari apa yang dilakukan orang lain. Hal ini sulit dilakukan di rumah karena saudara biasanya lebih tua atau lebih muda.
b.
Memenuhi kebutuhan sosioemosional. Hubungan sebaya yang baik diperlukan untuk pertimbangan sosioemosional yang normal. Anak dan remaja yang menarik diri, yang ditolak oleh sebaya atau menjadi korban dan merasa
Universitas Sumatera Utara
kesepian, memiliki resiko untuk mengalami depresi. Anak dan remaja yang bersikap agresif terhadap teman sebaya mereka memiliki risiko mengalami beberapa masalah termasuk kenakalan remaja dan putus sekolah. c.
Belajar memformulasikan dan menyatakan pendapat
d.
Menghargai sudut pandang sebaya
e.
Menegosiasikan solusi atas perselisihan secara kooperatif.
f.
Mengubah standar perilaku yang diterima oleh semua.
g.
Belajar menjadi pengamat yang tajam terhadap minat dan perspektif sebaya dalam rangka mengintegrasikan diri secara mulus dalam aktifitas sebayanya.
B.
ETNIS MINORITAS
1.
Pengertian Etnis Minoritas Menurut Walsh, 2011 defenisi dari kelompok etnis, budaya dan etnis minoritas adalah sebagai berikut :
a.
Kelompok etnis adalah sebuah kelompok yang memandang dirinya atau dipandang oleh orang lain sebagai suatu komunitas yang berbeda berdasarkan karakteristik yang dibagi seperti bahasa, agama, kebangsaan, atau tradisi, dimana setiap kita merupakan anggota dari suatu kelompok etnis (Walsh, 2011).
Universitas Sumatera Utara
b.
Budaya adalah cara etnisitas di ekspresikan. Hal tersebut tersmasuk pakaian, nilai-nilai, perilaku dan kekayaan dari komunikasi dimana kita merupakan anggota dari komunitas tertentu.
c.
Etnis Minoritas adalah merujuk pada budaya atau etnisitas yang dapat dilihat berbeda dari etnis minoritas. Sedangkan menurut Schaefer (2003), etnis didefinisikan sebagai kelompok
yang berbeda pada dasar budaya misalnya seperti bahasa dan makanan. Kelompok etnis dapat termasuk didalamnya bahasa, kebangsaan, agama atau budaya. Menurut Schaefer, etnis minoritas adalah kelompok budaya dengan jumlah yang signifikan jauh lebih kecil daripada kelompok lain dalam komunitas budaya yang besar. Sanjatmiko (dalam Arief, 1997) membagi masyarakat Indonesia menjadi dua golongan besar etnis yaitu golongan etnis pribumi dan golongan etnis pendatang (Eropa, India, Cina). Merujuk pada Tumin (dalam Arief, 1997) maka kelompok etnis pendatang merupakan kelompok etnis yang amat berbeda dengan etnis yang berada di wilayah Hindia Belanda (atau Republik Indonesia saat ini). Golongan pribumi adalah golongan masyarakat yang berasal dari seluruh suku atau campuran dari suku-suku asli di wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Etnis pendatang seperti Tionghoa, Tamil dan Arab merupakan etnis minoritas yang terdapat di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
2.
Etnis Tionghoa Golongan etnis Tionghoa adalah golongan masyarakat yang memang
keturunan Tionghoa ataupun salah satu dari kedua orangtuanya berasal dari etnis Cina. Menurut Liem (2000) etnis Tionghoa di Indonesia merujuk kepada orang Indonesia yang berasal dari negara Tiongkok dan sejak generasi pertama atau kedua telah tinggal di Indonesia, berbaur dengan penduduk setempat dan menguasai satu atau lebih bahasa yang dipakai di Indonesia. Purcell (dalam Liem, 2000) mengungkapkan bahwa etnis Tionghoa adalah seluruh imigran negara Tiongkok dan keturunannya yang tinggal dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan tidak tergantung dari kewarganegaraan, bahasa yang melingkup budaya mereka. Menurut perhitungan berdasarkan sensus 2000, jumlah penduduk Tionghoa kira-kira 3 juta orang, yaitu sekitar 1,5% dari seluruh penduduk Indonesia (Suryadinata, dkk. 2003). Menurut Lubis (1995), etnis Tionghoa yang paling banyak di kota Medan adalah suku Hokkian (82,11%). Walaupun etnis Tionghoa di kota Medan terdiri dari berbagai suku, namun dalam kehidupan sehari-hari keberagaman suku tersebut tidak menonjol karena yang tampak hanyalah suatu kesatuan etnik sebagai etnis Tionghoa (Lubis, 1999). Dalam penelitian ini, etnis Tionghoa didefinisikan sebagai golongan masyarakat keturunan Tionghoa yang kedua orang tuanya juga merupakan keturunan etnis Tionghoa.
Universitas Sumatera Utara
3.
Etnis Tamil Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di
Indonesia. Kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara (Medan, Pematang Siantar, dll). Kelompok suku masyarakat Punjabi dari India Utara banyak terdapat di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dll. Pada umumnya mereka hidup sebagai pedagang. Banyak dari mereka yang beragama Sikh. Beberapa tokoh terkemuka dari masyarakat ini misalnya adalah Raam Punjabi, raja sinetron Indonesia dan istrinya, Rakhee Punjabi, H.S. Dillon, pakar ekonomi pertanian. Di India Utara contohnya dikuasai oleh suku Sindhi. Sedangkan di India Selatan yang lebih dikenal dengan wilayah Madras, dengan ibukota Tamilnadu, dikuasai oleh suku Tamil. Bukan berarti di India Selatan ini hanya ada suku Tamil saja, terdapat juga suku-suku lain seperti suku Sindhi, suku Punjabi, dll. Suku Tamil adalah suku lebih menonjol di India Selatan (dikutip dari artikel India-Indonesia). Secara khusus suku Tamil adalah sebuah kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Komunitas Tamil yang paling tua berasal dari India bagian selatan dan Sri Lanka bagian timur laut. Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah. Malah nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Latin Indus "India" dan bahasa Yunani nêsos "pulau" yang secara harafiah berarti 'Kepulauan India'. Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia. Salah satunya adalah kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara (Medan, Pematang Siantar, dll). Banyak dari mereka yang
Universitas Sumatera Utara
didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunanperkebunan yang dibuka di daerah tersebut. Suku Tamil di Indonesia dianggap sebagai Keturunan asing pada masa orde baru dan kini telah disahkan menjadi bagian dari masyarakat Indonesia atau disebut sebagai Warga Negara Indonesia (WNI). Orang-orang Tamil yang datang secara mandiri ke Medan pada umumnya memiliki jenis mata pencaharian hidup sebagai pedagang. Di antaranya menjadi pedagang tekstil, dan pedagang rempah-rempah di pusat-pusat pasar di Medan. Banyak juga warga Tamil yang bekerja sebagai supir angkutan barang, bekerja di toko-toko Tionghoa, dan menyewakan alat-alat pesta. Selain itu, banyak juga yang melakoni usaha sebagai penjual makanan, misalnya martabak Keling.
C.
REMAJA
1.
Pengertian Remaja Cobb (2007) mengatakan remaja merupakan trasnsisi dan seringkali
periode ambigu perkembangan antara anak-anak dan dewasa. Menurut Papalia (2007), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun. Papalia juga mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Papalia, 2007). Papalia juga mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan. Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak. Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda.
2.
Pembagian Fase Remaja
Berg, (2007) membagi remaja kedalam tiga kelompok besar yaitu : 1.
Remaja awal (usia 11 hingga 13 tahun) a.
Lebih dipengaruhi mood, konflik antara orang tua-anak cenderung meningkat, dan menunjukkan peningkatan stereotype gender pada sikap dan perilaku.
b.
Persahabatan didasarkan pada intimasi dan kesetiaan;
c.
Kelompok sebaya menjadi terorganisir diantara klik dan klik dengan nilai yang sama dari crowd dan memiliki tingkatan konformitas dengan tekanan sebaya.
2.
Remaja Tengah (Usia 14 hingga 16 tahun) a.
Memulai pembentukan identitas, dan terlibat pada pengambilan perspektif sosial.
Universitas Sumatera Utara
b.
Sikap dan perilaku stereotype pada gender berkurang, dan konformitas dengan teman sebaya semakin berkurang.
3.
Remaja Akhir (Usia 17 hingga 18 tahun) a.
Berlanjut membangun identitas, dan berlanjut dalam pematangan penalaran moral.
b.
Kllik dan crowd menurun dan menjadi kurang penting, dan hubungan romantis semakin bertahan lama.
3.
Tugas perkembangan remaja
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst (dalam Gunarsa, 2004) antara lain : 1.
Memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
2.
Memperoleh peranan sosial
3.
Menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
4.
Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
5.
Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
6.
Memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
7.
Mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
8.
Membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Universitas Sumatera Utara
Erikson (Papalia, 2007) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, 2007). Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya dirinya akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.
D.
GAMBARAN PEER RELATIONSHIPS PADA REMAJA ETNIS MINORITAS. Hubungan teman sebaya merupakan suatu hal yang sangat penting pada
usia remaja (Santrock, 2004). Hubungan teman sebaya ini sangat penting karena dapat mempengaruhi remaja sehingga remaja dapat berkembang dalam lingkungan sosialnya. Spencer dan Dornbusch (dalam Santrock, 2003) mengatakan bagi individu etnis minoritas, masa remaja seringkali merupakan masalah khusus di dalam perkembangan mereka. Corner, (dalam Santrock, 2003) menyatakan walaupun anak-anak menyadari adanya beberapa perbedaan etnis dan budaya, kebanyakan individu etnis minoritas pertama kali secara sadar menghadapi etnisitas mereka pada masa remaja. Berbeda dengan anak-anak, remaja memiliki kemampuan mengartikan informasi etnis dan budaya, untuk melihat masa lalu, dan untuk berspekulasi mengenai masa depan. Corner juga
Universitas Sumatera Utara
mengatakan remaja etnis minoritas menjadi benar-benar mengetahui bagaimana kebudayaan mayoritas dan mengevaluasi kelompok minoritas mereka. Seiring berpindahnya remaja dari etnis minoritas ke dalam kelompok sosial remaja mayoritas yang beragam, mereka menjadi lebih semakin menyadari status minoritas etnis mereka (Phinney & Cobb, dalam Santrock 2003). Mereka mulai menyadari adanya perbedaan baik secara bahasa, kebiasaan, dan teman sebaya pada kelompok mayoritas. Remaja dari kelompok etnis minoritas memiliki keinginan untuk diterima oleh kelompok teman sebaya dari etnis mayoritas sangatlah besar, dimana bagi mereka ancaman yang terbesar bukanlah keadaan tertekan karena berada di antara dua budaya tetapi keadaan tertekan bila tidak terdapat dalam kelompok manapun (Lee dalam Santrock, 2003). Santrock (2003) juga mengatakan bahwa bagi remaja ketika remaja tidak menjadi anggota kelompok manapun hal tersebut menjadikan stress, frustasi dan kesedihan. Chen (2005) mengatakan bahwa nilai-nilai dan kepercayaan-kepercayaan budaya seseorang seringkali menggambarkan tiap tingkatan hubungan teman sebaya pada remaja. Chen juga mengatakan hubungan tersebut diantaranya adalah interaksi, persahabatan, jaringan sosial, penolakan, dan penerimaan dalam kelompok teman sebaya yang lebih luas. Cobb (2007) mengatakan secara umum remaja lebih cenderung memiliki teman yang tinggal di lingkungan yang sama, pergi ke sekolah bersama, dan berbagi hal lain secara umum termasuk latar belakang etnis. Remaja dengan etnis minoritas di sekolah kurang memiliki kemungkinan untuk bergabung dengan anggota klik atau memiliki sahabat.
Universitas Sumatera Utara
Anak cenderung berteman dengan anak lain yang memiliki persamaan dengan mereka dalam aspek yang beragam, seperti variabel demografis (mis, usia, jenis kelamin, ras dan faktor sosiekonomi), reputasi (mis, popularitas, dan prestasi akademis), kepribadian, aktivitas, kepercayaan dan sikap (Phebe, 2007). Pada remaja, adanya batasan etnis menjadikan mereka lebih bermasalah, karena remaja semakin memiliki kesadaran yang meningkat mengenai adanya perbedaan grup yang nyata pada lingkungan mereka. Hal inilah yang mengakibatkan sehingga remaja tidak mudah untuk membangun hubungan antaretnis (Killen, Lee-Kim, McGlothlin, & Stangor, 2002). Remaja secara umum menjadi lebih perhatian dengan bagaimana reaksi teman sebaya terhadap partisipasi mereka dalam hubungan antaretnis dan mereka juga mulai menjadi pribadi yang mengasingkan diri (self-segregate) sesuai dengan etnisnya (Schofield & Francis, 1982). Remaja hidup dalam dunia yang lebih interaktif dan remaja juga hidup dalam dunia yang jauh lebih beragam etnisnya dibanding dekade terakhir (Santrock, 2003). Masa remaja merupakan suatu permasalahan khusus bagi individu beretnis minoritas (Santrock, 2003). Spencer dan Dornbusch (dalam Santrock, 2003) mengatakan, meskipun sebagian remaja etnis minoritas berasal dari latar belakang kelas menengah, keuntungan ekonomi tidak seluruhnya memungkinkan mereka untuk melarikan diri dari status etnis minoritas mereka. Remaja etnis minoritas kelas menengah, masih menghadapi masalah prasangka, diskriminasi dan bias yang berhubungan dengan status sebagai anggota kelompok etnis minoritas. Meskipun remaja etnis minoritas kelas menengah memiliki
Universitas Sumatera Utara
sumber daya untuk menghadapi pengaruh destruktif dari prasangka dan diskriminasi, mereka masih belum bisa sepenuhnya menghidndari pengaruh negatif stereotip tentang kelompok minoritas (Santrock, 2003). Tidak semua keluarga etnis minoritas miskin, tapi kemiskinan menyumbangkan stress pada kebanyakan dari etnis minoritas. McLoyd (dalam Santrock, 2003) menyimpulkan bahwa etnis minoritas mengalami ketidakadilan atas efek kemiskinan dan pengangguran. Etnis minoritas banyak mengalami kerugian ganda : (1) prasangka, diskriminasi dan bias akibat status minoritas mereka, (2) dampak kemiskinan yang menimbulkan stress. Individu yang tinggal dalam kelompok etnis atau kultur tertentu beradaptasi pada nilai, sikap dan stress kultur tersebut. Jones, (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa latar belakang etnis seseorang telah menentukan apakah seseorang akan diasingkan, ditekan atau dirugikan. Sue (dalam Santrock, 2003) mengatakan bahwa kadang kala, individu yang bermaksud baik gagal mengenali perbedaan dalam suatu kelompok etnis. Masyarakat dari golongan mayoritas gagal mengenali keragaman dan perbedaan individual berakibat pada pembentukan stereotip suatu kelompok etnis minoritas tertentu. Menurut Rubin, K., dkk (2009) persahabatan yang dijalin remaja etnis minoritas diantaranya adalah persahabatan cross-cultural. Persahabatan ini dapat mengecilkan garis batas etnis pada remaja khususnya ketika stereotype mengenai etnis terjadi, Tatum (dalam Rubin, K.dkk, 2009). Beberapa remaja ada yang merespon stereotype dan diskriminasi dengan mengarah pada dukungan sosial
Universitas Sumatera Utara
teman sebaya sesama etnis khususnya ketika mereka secara jumlah merupakan etnis minoritas di lingkungan sekolah. Bagi remaja lainnya ada yang menjalin persahabatan dengan teman sebaya dari etnis lainnya untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya diskriminasi dan memberi mereka kelompok yang lebih kuat. Berdasarkan penelitian House, (2007) diakatakan bahwa etnis minoritas juga dapat memiliki peer relationships yang tinggi ketika remaja mendapatkan dukungan dari keluarga yaitu kesatuan di dalam keluarga. Remaja etnis minoritas juga dapat memiliki peer relationships yang tinggi bila remaja mendapat dukungan dari keluarga khususnya bila remaja puas dengan hubungan orang tuaanak, Dekovic´ (2004).
Universitas Sumatera Utara