BAB II LANDASAN TEORI
A. TINJAUAN PUSTAKA 1. KOMUNIKASI DOKTER DAN PASIEN a. Dokter dan Pasien Dokter menurut pengertian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah lulusan pendidikan kedokteran yang ahli dalam hal penyakit dan pengobatannya. Astuti (2009) mendefinisikan Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, khususnya memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut hukum dalam pelayanan kesehatan. Ketika seseorang menyebutkan kata dokter, maka yang tergambar dalam pikiran seseorang adalah identitas dokter dan gambaran tentang seperti apa wujud seorang dokter. Identitas menurut Michael Hecht dan koleganya, masyarakat,
merupakan dan
penghubung
komunikasi
utama
antara
individu
dan
merupakan
mata
rantai
yang
memperbolehkan hubungan ini terjadi. Identitas dipahami sebagai sesuatu yang bersifat pribadi, yang menggabungkan 3 konteks budaya, yakni : individu, komunal, publik. Identitas dokter berupa kode yang terdiri dari simbol-simbol, seperti jas dokter yang berwarna putih, berpenampilan bersih, berkomunikasi dengan bahasa medis kedokteran, membawa stetoskop pada saat memeriksa, dan memegang pasien dengan sentuhan yang lembut pada daerah dada untuk mengecek gerak pernafasannya. Rasa identitas ini diuraikan oleh Hecht melebihi pengertian sederhana akan dimensi diri dan dimensi yang digambarkan, yang berinteraksi dalam rangkaian 4 tingkatan atau lapisan (Little John, 2011:102-104) :
22
23
1) Personal layer, terdiri dari rasa akan keberadaan dirinya dalam situasi
sosial. Yaitu dokter dengan seragam jas putihnya, secara fisik selalu tersenyum ramah dan berempati kepada siapapun. 2) Enactment layer, pengetahuan orang lain tentang seorang dokter
berdasarkan pada apa yang dilakukan terhadap pasiennya dengan memegang stetoskop menempelkan ke dada dan meminta pasien untuk menarik nafas untuk mengetahui pergerakan nafasnya, menjelaskan penyakit pasien dengan bahasa medis dan pengobatan yang harus dijalankan pasien sesuai dengan pengetahuan kedokteran yang dimilikinya. 3) Relational, siapa diri sang dokter dalam kaitannya dengan individu
lain, yaitu tentang bagaimana seorang dokter akan memposisikan dirinya dalam lingkungan sosial berperilaku sebagai seseorang yang sangat paham dan mengerti dan dianggap tahu segalanya tentang penyakit dan dunia kesehatan. 4) Tingkatan komunal yang diikat pada kelompok atau budaya yang
lebih besar. Dokter memiliki komunitas yang lebih besar untuk melindungi profesinya dengan menjadi anggota IDI dan Perhimpunan Dokter yang menanungi spesialisasinya (seperti : Perdoski untuk Perhimpunan Dokter Kulit dan Kelamin, PDGI untuk Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia, POGI untuk Perhimpunan Dokter Obstetri dan Gynekologi Indonesia, dan lain-lain). Hal ini dilakukan untuk mempererat kerja sama sejawat dokter dalam melaksanakan kewajiban profesinya. Simbol yang identik dengan baju putih dan stetoskop merupakan penamaan obyek yang disebut dokter. Dan satu-satunya syarat agar sesuatu menjadi obyek yang dalam hal ini dokter adalah bahwa seseorang harus menghadirkannya secara simbolis yang merupakan obyek sosial seseorang dengan baju putih membawa stetoskop dan berada di area praktek dokter maupun di rumah sakit, berbeda dengan obyek perawat,
24
petugas laboratorium, petugas kebersihan, maupun petugas non medis rumah sakit lainnya. Sedangkan definisi pasien menurut Undang Undang Republik Indonesia No.29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran menyebutkan bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan konsultasi masalah kesehatannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung kepada dokter atau dokter gigi. Sedangkan pengertian pasien atau klien menurut Timothy (2004), bahwa pasien merupakan individu terpenting dirumah sakit sebagai konsumen sekaligus sasaran produk rumah sakit. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dikatakan bahwa pasien adalah setiap orang yang melakukan
konsultasi
masalah
kesehatannya
untuk
memperoleh
pelayanan kesehatan yang diperlukan baik secara langsung maupun tidak langsung di rumah sakit. Memahami kebutuhan dan keinginan konsumen dalam hal ini pasien adalah hal penting yang mempengaruhi kepuasan pasien. Pasien yang puas merupakan aset yang sangat berharga karena apabila pasien puas mereka akan terus melakukan pemakaian terhadap jasa pilihannya, tetapi jika pasien merasa tidak puas mereka akan memberitahukan dua kali lebih hebat kepada orang lain tentang pengalaman buruknya. Untuk menciptakan kepuasan pasien suatu perusahaan atau rumah sakit harus menciptakan dan mengelola suatu system untuk memperoleh pasien yang lebih banyak dan kemampuan untuk mempertahankan pasiennya (klinis.wordpress.com, 2007)
b. Komunikasi 1) Pengertian Komunikasi Pada dasarnya, setiap orang memerlukan komunikasi sebagai salah satu alat bantu dalam kelancaran bekerja sama dengan orang lain dalam
bidang
apapun.
Komunikasi
berbicara
tentang
cara
25
menyampaikan dan menerima pikiran-pikiran, informasi, perasaan, dan bahkan emosi seseorang, sampai pada titik tercapainya pengertian yang sama antara penyampai pesan dan penerima pesan. (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006 : 4) Robert Craig dikutip dari Griffin (2012 : 6) mengatakan bahwa komunikasi melibatkan berbicara dan mendengarkan, menulis dan membaca, melakukan dan menyaksikan, atau, lebih umum, melakukan apa pun yang melibatkan 'pesan' dalam media atau situasi apapun. Sedangkan Griffin (2012 : 6) mendefinisikan komunikasi adalah proses relasional menciptakan dan menafsirkan pesan yang mendatangkan respon. Dimana pesan merupakan inti dari komunikasi. Isi dan bentuk teks dari pesan biasanya dibangun, diciptakan, direncanakan,
dibuat,
dibentuk,
dipilih,
atau
diadopsi
oleh
komunikator. Pesan tidak menafsirkan sendiri. Makna pesan berlaku baik untuk pencipta dan penerima tidak berada dalam kata-kata yang diucapkan, ditulis, atau bertindak keluar. Ada efek pesan atas orangorang yang menerimanya. Komunikasi menurut Effendy (2009:9) akan berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang dipercakapkan. Dan suatu percakapan akan dikatakan komunikatif apabila kedua belah pihak dalam hal ini penyampai maupun penerima pesan selain mengerti bahasa yang digunakan, juga makna dari bahan yang diperbincangkan. involves the transfer of information from a human sender to a human receiver, for the purpose of increasing the
the conceptual representation of aspects of a universe in the form of a message that can be encoded and transmitted (Thomas, 2006 : 85). Dikatakan oleh Thomas bahwa komunikasi melibatkan transfer informasi dari pengirim ke penerima, yang bertujuan membangun dan memelihara hubungan untuk pengetahuan
penerima,
meningkatkan
sehingga
pemahaman
memungkinkan
dia
serta untuk
melaksanakan tugas-tugas, atau mempengaruhi sikap dan perilakunya.
26
Dalam hal ini informasi ditransfer dalam bentuk pesan yang dapat ditransmisikan. Di dalam komunikasi ada komponen penting yang merupakan proses yang terdiri dari beberapa unsur utama. Menurut Berkowitz dalam Thomas (2006: 95-96) mengatakan bahwa ada sembilan komponen penting untuk komunikasi yang efektif : a) Pengirim adalah pihak pengirim pesan kepada pihak lain. Juga disebut sebagai komunikator atau sumber, pengirim mengambil bentuk orang, perusahaan atau juru bicara untuk orang lain. b) Pesan mengacu pada kombinasi simbol dan kata-kata yang pengirim ingin mengirimkan ke penerima. Hal ini akan dianggap sebagai "apa" dari proses dan menunjukkan konten yang pengirim ingin sampaikan. c) Pengkodean mengacu pada proses menerjemahkan makna yang akan dikirim dalam bentuk simbolik (kata-kata, tanda-tanda, suara). d) Saluran mengacu pada cara yang digunakan untuk menyampaikan pesan dari pengirim ke penerima. Ini menunjukkan "bagaimana '' proses atau apa yang menghubungkan pengirim ke penerima. e) Penerima adalah pihak yang menerima pesan, juga dikenal sebagai penonton atau tujuan. Ini adalah penerima kepada siapa upaya komunikasi diarahkan. f) Decoding mengacu pada proses yang dilakukan oleh penerima ketika ia mengubah "simbol '' ditularkan oleh pengirim ke dalam bentuk yang masuk akal baginya. g) Tanggapan mengacu pada reaksi penerima pesan. Ini adalah titik di mana efek dari pesan diukur. h) Umpan balik mengacu pada aspek respon penerima bahwa penerima berkomunikasi kembali ke pengirim. Jenis umpan balik akan tergantung pada saluran, dan efektivitas usaha diukur dalam hal umpan balik.
27
i) Kebisingan mengacu pada setiap faktor yang mencegah decoding pesan oleh penerima dengan cara yang dimaksudkan oleh pengirim. Kebisingan dapat dihasilkan oleh pengirim, penerima, pesan, saluran, lingkungan dan sebagainya. Sedangkan Hargie dan Dickson dalam Berry (2006:12) menyatakan bahwa komunikasi pada dasarnya adalah sebuah proses yang terdiri dari unsur-unsur utama sebagai berikut : a) Dua atau lebih komunikator (yaitu sumber dan penerima). b) Sebuah pesan (isi komunikasi) c) Media atau sarana tertentu untuk menyampaikan pesan, dengan tiga jenis
utama
yang
presentasi
(misalnya
suara,
tubuh),
representasional (misalnya buku, foto) dan teknologi (misalnya televisi). Yang pertama adalah penting dalam komunikasi interpersonal. d) Saluran (yaitu apa yang menghubungkan komunikator dan menampung medium, misalnya vokal-auditori, gestural-visual). e) Kode (yaitu sistem makna yang dimiliki oleh sebuah kelompok, seperti bahasa Inggris). f) Noise (ini bukan hanya sekedar suara tetapi mencakup campur tangan dengan keberhasilan tindakan komunikatif). g) Tanggapan. h) Konteks di mana interaksi terjadi. Bovee (2013 : 13-14) menggambarkan proses komunikasi dalam model proses di bawah ini tentang bagaimana ide berpindah dari pengirim ke audiens sebagai berikut :
Gambar 2.1 Proses Komunikasi (Bovee, 2013:13)
28
a) Pengirim mempunyai ide. Pengirim menyusun ide dan ingin
membagikan ide tersebut. b) Pengirim menyandikan ide menjadi pesan. Ketika pengirim
memasukkan ide ke dalam pesan (kata, gambar, atau kombinasi keduanya) yang akan dipahami oleh audiens. c) Pengirim menghasilkan pesan melalui media penyebaran. Dengan
pesan yang cocok mengekspresikan ide pengirim, pengirim membutuhkan beberapa cara untuk menyampaikan pesan ke audiens yang diinginkan, dalam bentuk lisan, tertulis, visual, dan berbagai bentuk lainnya. d) Pengirim menyebarkan pesan melalui saluran tertentu. Media
adalah sebagai bentuk pesan yang dipilih dan saluran sebagai sistem yang digunakan untuk menyalurkan pesan. Saluran tersebut bisa apa saja mulai dari percakapan empat mata hingga internet, orang lain, atau bahkan perusahaan lain. Mengupayakan pesan masuk ke saluran dapat menjadi tantangan, karena pengirim harus menghadapi ke berbagai macam penghambat lingkungan yang dapat menghalangi atau membelokkan pesan. e) Audiens menerima pesan. Jika semuanya berjalan dengan lancar,
pesan akan dapat mengalir melalui saluran dan tiba ke audiens yang diinginkan. Dalam hal ini tidak menjamin pesan akan diperhatikan atau dipahami secara benar. f) Audiens mengartikan pesan. Jika audiens benar-benar menerima
pesan tersebut, audiens perlu menyarikan ide dari pesan tersebut, yang disebut mengartikan (decoding) g) Audiens merespon pesan. Dengan membuat pesan dengan cara
yang menunjukkan manfaat membalas pesan tersebut, pengirim dapat meningkatkan kesempatan bahwa audiens akan merespon sesuai yang diinginkan
29
h) Audiens mengirimkan umpan balik. Audiens dapat memberikan
umpan
balik
yang
memungkinkan
pengirim
mengevaluasi
efektivitas upaya komunikasi pengirim. Umpan balik merupakan pertimbangan yang penting ketika memilih media, karena beberapa media mengakomodasikan umpan balik dengan lebih mudah dibandingkan media lain.
2) Bentuk Komunikasi Dalam
pengiriman
pesan,
Kusbaryanto
(2004:4-5)
membedakan bentuk komunikasi menjadi 2 (dua) yaitu : a) Komunikasi non verbal Komunikasi non verbal merupakan segala sesuatu yg disampaikan oleh seseorang kepada seseorang lainnya tanpa melalui kata-kata, tetapi melalui isyarat, bahasa tubuh dan nada suara. Bentuk komunikasi non verbal antara lain : (1) Cara berbicara (volume, artikulasi, ritme, intonasi, penggunaan bahasa dan kosa kata) (2) Bahasa tubuh/body language (ekspresi wajah, gerakan tangan dan kaki, postur tubuh dan gerakan) (3) Penampilan
(karakteristik
fisik,
kebersihan
diri,
cara
berpakaian) (4) Jarak kedekatan (intim, personal, sosial, publik) b) Komunikasi verbal Komunikasi verbal adalah komunikasi melalui kata-kata yg diucapkan oleh seseorang. Apabila berbicara tentang komunikasi verbal, maka di dalamnya terdapat pesan verbal berupa kata-kata yang diucapkan dan ditulis. Liliweri (2009:117-131) mengatakan bahwa dalam praktiknya, cara manusia berkomunikasi melalui bahasa yang secara formal dilakukan melalui bahasa lisan dan tulisan, yaitu dengan :
30
(1) Penggunaan bahasa secara pragmatis, yaitu dengan membuat orang lain cepat mengerti atau memberikan makna yang sama atas apa yang diucapkan. (2) Ingat variasi berbahasa, hendaknya memperhatikan varian berbahasa yang bersumber pada : dialek : variasi penggunaan bahasa di suatu daerah untuk menerangkan kata atau istilah aksen : menunjukkan kekhasan tekanan dalam ucapan bahasa lisan jargon : kata-kata atau istilah yang dipertukarkan oleh mereka yang sama profesi atau pengalamannya.
kelompok
tertentu
untuk
mendefinisikan
batas-batas
kelompok mereka dengan orang lain. Biasa disebut bahasa gaul. (3) Berbahasa pada saat yang tepat, harus memperhatikan : (a) kapan seseorang berbicara; (b) apa yang dikatakan; (c) kecepatan dan jeda berbicara; (d) intonasi suara. (4) Struktur pesan yang ditunjukkan dengan : pola penyimpulan, urutan argumentasi, argumentasi yang disenangi atau tidak disenangi, dan obyektivitas. (5) Gaya pesan (bahasa), menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan dengan : perulangan, mudah dimengerti, dan perbendaharaan kata. (6) Daya tarik pesan, mengacu pada motif-motif psikologis yang dikandung pesan, yakni : rasional-emosional, fear-appeals (daya tarik ketakutan), dan reward- appeals (data tarik ganjaran) Selain komunikasi verbal, dikatakan bahwa bentuk komunikasi yang lain yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran berkomunikasi adalah komunikasi non verbal. Dalam suatu penelitian
31
menunjukkan
bahwa
adanya
unsur-unsur
non-verbal
dapat
menjelaskan hingga 80 persen dari isi atau makna yang disampaikan dalam tatap muka interaksi. Menurut
Berry (2007 : 13-20),
komunikasi non verbal secara tradisional dibagi menjadi enam elemen sebagai berikut : (1) Kinesics : Sering disebut sebagai 'bahasa tubuh'. Ini termasuk postur dan gerakan tubuh, seperti tangan, lengan, kaki, kepala dan mata, yang berkontribusi untuk gerakan dan ekspresi wajah. Ini semua memberikan sinyal komunikasi yang kuat. (2) Paralinguistics : Mengacu pada suara vokal, seperti 'ah-ha' dan 'um', yang sering terintegrasi dengan kata-kata. Ini juga termasuk cara kata-kata yang diucapkan (misalnya dalam hal intensitas dan pitch) dan fitur seperti jeda dan kecepatan bicara. (3) Proxemics : Hal ini mengacu terutama untuk ruang pribadi dan jarak antara orang, dan bagaimana kita memanfaatkannya. Dalam hal jarak antara orang, tercatat bervariasi untuk orang-orang dari budaya lain (seperti yang dilakukan beberapa aspek lain dari komunikasi non-verbal). (4) Kontak fisik/ sentuhan : Dengan sentuhan dapat menyampaikan pesan yang berbeda, dan penting untuk menyadari respon penerima. Bagaimana itu ditafsirkan akan tergantung pada konteks dan hubungan antara orang-orang yang terlibat. (5) Karakteristik lingkungan : Mengacu pada pengaturan fisik di mana interaksi terjadi. Tingkat kebisingan dan jenis suara juga penting. Faktor-faktor lingkungan dapat merefleksikan orang yang mendiami ruang dan dapat membentuk kontak interpersonal. Pengaturan fisik dapat mempengaruhi suasana hati, bagaimana melihat situasi sosial, dan penilaian tentang orang lain. (6) Karakteristik pribadi dan perhiasan : Karakteristik pribadi yang berperan dalam komunikasi non-verbal meliputi bentuk tubuh,
32
warna kulit dan fitur wajah. Sinyal tambahan diberikan oleh pakaian, perhiasan dan gaya rambut. Fungsi Komunikasi non-verbal menurut Berry dalam interaksi sosial adalah untuk : (1) mengganti komunikasi verbal dalam situasi di mana tidak pantas untuk berbicara (2) mendukung dan memvalidasi pesan verbal (3) mengkomunikasikan perasaan dan emosi (seperti marah, takut, kebahagiaan) (4) mengatur interaksi dan memberikan umpan balik. (5) menegosiasikan hubungan dalam hal faktor-faktor seperti dominasi dan control (6) presentasi diri dan pemeliharaan citra diri, misalnya dengan pilihan pakaian, gaya rambut dan sebagainya. Dalam melakukan komunikasi, menurut Cheris Kramarae dikutip dari Little John (2011:148) dikatakan bahwa pria dan wanita memiliki cara berkomunikasi yang berbeda, hal inilah yang memberi pengaruh terhadap bagaimana terbentuknya berbagai sistem di dunia, termasuk bahasa (yang memiliki pembagian gender terhadap setiap kata benda), menekankan pentingnya bahasa dalam memaknai pengalaman. Kramarae berpandangan bahwa wanita lebih bergantung kepada ekspresi non verbal dan menggunakan bentuk non verbal yang berbeda daripada laki-laki. Wanita cenderung lebih ekspresif dalam berkomunikasi dengan gestur dan mimik. Wanita dapat memahami makna yang disampaikan pria, namun sebaliknya pria kesulitan karena telah terbiasa dengan sistem maskulinitas. Wanita mengembangkan pemahaman
dan
bentuk
komunikasi
dan
upaya
mengimbangi mendominasi.
gaya
alternatif untuk
komunikasi
komunikasi
melakukan maskulin
melalui
emansipasi yang
gaya untuk
selama
ini
33
Adanya perbedaan komunikasi dalam dialek berbahasa yang dipengaruhi oleh gender seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Menurut Wood (2013:112), komunikasi laki-laki didasari sifat instrumental yang mengarahkannya untuk menunjukkan dukungan dengan
melakukan
sesuatu,
sedangkan
perempuan
seringkali
menganggap bahwa komunikasi adalah cara untuk menjalin hubungan dengan empati dan perasaan.Dalam interaksinya, komunikasi laki-laki dalam gaya mendengarkan tidak menekankan pada komunikasi responsif, cenderung lebih sedikit bersuara pada saat mendengarkan. Berbeda dengan perempuan yang lebih responsif dan ekspresif untuk menunjukkan perhatian dan ketertarikan pada saat mendengarkan orang lain berbicara. Dialek berbahasa gaya feminin atau perempuan menganggap bicara adalah cara utama untuk menciptakan hubungan dan membangun kedekatan, sedangkan laki-laki cenderung berpikir bahwa berbicara mengenai hubungan hanya perlu dilakukan jika terjadi masalah, dan bagi laki-laki cara yang dipilih untuk meningkatkan kedekatan adalah melakukan aktivitas bersama-sama .
2. MANAJEMEN RELATIONSHIP a. Relationship 1) Dari Sudut Tinjauan Komunikasi Interpersonal Delia dan rekan (Berger, 2014 : 213) mendefinisikan komunikasi interpersonal adalah : Interpersonal communication is a complex, situated process in which people who have established a communicative relationship exchange message in an effort to generate shared meanings and accomplish social goals. Dikatakan oleh Delia bahwa komunikasi interpersonal adalah proses sosial yang di dalamnya orang-orang telah membangun hubungan komunikasi bertukar pesan dalam upaya menghasilkan makna-makna yang dianut bersama dan mencapai tujuan sosial. Hubungan komunikatif terjadi ketika (a) sumber bermaksud
34
menyampaikan suatu keadaan batin kepada penerima, (b) penerima menangkap maksud ekspresif pihak sumber dan mengisyaratkan maksud pengimbang untuk memperhatikan ekspresi-ekspresi pihak sumber, dan (c) pihak sumber mengerti bahwa maksud ekspresifnya telah ditangkap dan diterima oleh penerima. Setelah memiliki hubungan komunikatif, para interaktan dapat bertukar pesan dalam upaya menciptakan makna-makna yang dimengerti bersama dan mencapai tujuan sosial. Makna adalah keadaan batin (pikiran, gagasan, kepercayaan, perasaan, dll) yang diupayakan komunikator untuk diungkapkan atau disampaikan lewat pesan dan oleh komunikator berusaha diinterpretasikan dari pesan yang diungkapkan atau disampaikan. Ketika berkomunikasi, orang berusaha saling menyelaraskan ekspresi dan interpretasi pesan agar tercapai makna yang dimengerti bersama (Berger, 2014 : 213-214). Menurut Miller dalam Berger (2014 : 208-209), komunikasi interpersonal biasanya berlangsung di antara dua orang yang terlibat interaksi tatap muka, menggunakan baik saluran verbal maupun saluran non verbal, dan memiliki kesempatan untuk memberikan umpan balik dengan segera. Komunikasi interpersonal merupakan proses interaksi berlanjut, saling mengungkapkan dan bertukar informasi yang lebih personal. Sedangkan Wood (2013:23-27) mengidentifikasi komunikasi interpersonal sebagai proses transaksi (berkelanjutan) yang selektif, sistemis, dan unik, yang membuat seseorang mampu merefleksikan dan mampu membangun pengetahuan bersama orang lain. Dikatakan selektif, karena tidak mungkin seseorang berkomunikasi secara akrab dengan semua orang yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seseorang berusaha membuka diri seutuhnya hanya dengan beberapa orang yang dikenal baik. Sistemis yang dimaksud karena semua proses komunikasi terjadi dalam banyak sistem yang mempengaruhi makna, seluruh bagian dan sistem dalam komunikasi saling terkait
35
sehingga mempengaruhi satu sama lain. Komunikasi interpersonal sangat unik, karena pada interaksi yang melampaui peran sosial, setiap orang menjadi unik dan tidak tergantikan. Dan komunikasi interpersonal adalah prossesual atau proses yang berkelanjutan, hal ini berarti bahwa komunikasi senantiasa berkembang dan menjadi lebih personal. Transaksional dalam komunikasi interpersonal karena merupakan proses transaksi antara beberapa orang. Dan inti dari komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara dua belah pihak untuk memahami tujuan setiap kata dan perilaku yang ditampilkan oleh orang lain. 2) Dari Sudut Manajemen Relationship Dokter dan Pasien Definisi manajemen menurut Sarwoto bahwa manajemen adalah seni untuk mencapai hasil yang maksimal dengan usaha yang minimal. Sedangkan menurut Robbins menyatakan bahwa manajemen adalah
aktivitas
yang
meliputi
perencanaan,
pengembangan,
pengorganisasian dan pengendalian atas keputusan dan tindakan untuk mencapai tujuan. (Torang, 2013:166) Dikatakan oleh Suprapto (2009:125) bahwa karakteristik dari manajemen adalah : 1) Manajemen merupakan perpaduan
antara ilmu dan seni untuk
mencapai tujuan organisasi. 2) Manajemen
adalah
proses
yang
sistematis
terkoordinasi
terkoordinasi dan kooperatif dalam usaha memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya. 3) Manajemen mempunyai tujuan tertentu, berhasil tidaknya tujuan itu tergantung pada kemampuannya dalam menggunakan segala potensi yang ada. Sedangkan arti kata relationship dalam Bahasa Indonesia adalah hubungan.
Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia adalah
kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang memudahkan proses pengenalan satu akan yang lain. Secara garis
36
besar, hubungan terbagi menjadi hubungan positif dan negatif. Hubungan positif terjadi apabila kedua pihak yang berinteraksi merasa saling diuntungkan satu sama lain dan ditandai dengan adanya timbal balik yang serasi. Sedangkan, hubungan yang negatif terjadi apabila suatu pihak merasa sangat diuntungkan dan pihak yang lain merasa dirugikan. Lebih lanjut, hubungan dapat menentukan tingkat kedekatan dan kenyamanan antara pihak yang berinteraksi. Semakin dekat pihak-pihak tersebut, hubungan tersebut akan dibawa kepada tingkatan yang lebih tinggi. (diakses pada tanggal 29 Maret 2016 : 22.28 WIB) Sehingga dalam konteks hubungan antara dokter dan pasien, maka konsep manajemen relationship adalah sebuah proses hubungan yang sistematis di antara kedua belah pihak dalam hal ini interaksi dokter dan pasien yang ditandai dengan adanya timbal balik yang terkoordinir dan kooperatif, dan berhasil tidaknya hubungan tersebut tergantung pada kemampuan dokter dalam menggunakan segala potensi yang dimilikinya. Hubungan ideal dokter dengan pasien yang digambarkan oleh profesional kesehatan adalah lebih berfokus dan komitmen kepada pasien, memandang pasien sebagai manusia, humanistic professional, merawat,
menyembuhkan
serta
mengobati
dengan
hormat,
memberikan perhatian yang lebih dan berempati kepada pasien, lebih sabar dan belas kasih, mempunyai ikatan dengan pasien, lebih mendengar, dan sebagai guru bagi pasiennya (Gordon, 1997:11). Dikatakan oleh Roter dan Hall dalam Gordon (1997:17) bahwa: Most patients have a fear of committing social improprieties, doing the wrong thing, saying something stupid, being labelled a "bad" patient. This role prevents them from asking questions or requesting
Kebanyakan pasien menurut Roter dan Hall merasa takut dikatakan bodoh dan banyak bertanya kepada dokter, mereka tidak mau dicap
37
sebagai pasien yang buruk di mata dokter. Kebanyakan pasien melakukan dan mengikuti apa yang diperintahkan dokter dan hanya bertanya apabila diberikan waktu untuk bertanya oleh dokter. Padahal untuk kondisi ini sangat jauh dari idealnya hubungan dokter dengan pasien yang seharusnya menempatkan pasien sebagai peserta aktif, ada ketergantungan diantara keduanya dan pengambilan keputusan yang tepat yang memerlukan komunikasi dua arah yang seimbang dengan memberdayakan pasien untuk kesehatan mereka. Dalam dunia kedokteran menurut Kurzt (Konsil Kedokteran Indonesia, 2006:7-8) ada dua pendekatan komunikasi yang digunakan oleh dokter : a) Disease centered communication style atau doctor centered communication style. Komunikasi berdasarkan kepentingan dokter dalam usaha menegakkan diagnosis, termasuk penyelidikan dan penalaran klinik mengenai tanda dan gejala-gejala. b) Illness centered communication style atau patient centered communication style. Komunikasi berdasarkan apa yang dirasakan pasien tentang penyakitnya yang secara individu, termasuk pendapat pasien, kekhawatirannya, harapannya, apa yang menjadi kepentingannya serta apa yang dipikirkannya. Dengan kemampuan dokter memahami harapan, kepentingan, kecemasan, serta kebutuhan pasien, patient centered communication style tidak memerlukan waktu lebih lama dari pada doctor centered communication style. Kristen and Jean (2013:3) mengatakan bahwa ada dua pola yang berbeda dari interaksi antara dokter dan pasien, yaitu komunikasi instrumental dan komunikasi sosioemosional. a) Komunikasi instrumental berorientasi pada "interaksi obat " di mana dokter dan pasien mendiskusikan masalah kesehatan atau alasan untuk penunjukan dan berbagi informasi yang secara langsung berkaitan dengan kesehatan fisik pasien . Ini melibatkan
38
pemberian informasi dan pertanyaan yang diminta oleh dokter kepada pasien dengan tujuan utama mengobati penyakit dan kesehatan pasien, mencakup tentang gejala yang diderita pasien, merekam informasi di grafik pasien, menjelaskan tes atau penyakit, dan resep dan menjelaskan obat-obatan. sosioemosional
b) Komunikasi
berorientasi
pada
"interaksi
perawatan" yang memiliki tujuan utama untuk membuat pasien merasa nyaman, mengurangi kecemasan pasien dan membangun hubungan saling percaya, yang melibatkan pembicaraan positif di mana dokter menyatakan keramahan, empati, simpati, perhatian, kepastian dan kemitraan bangunan, seperti :
menyapa pasien
dengan sikap yang ramah, menangani pasien dengan menyebut nama, terlibat dalam pembicaraan kecil, dan mendengarkan dengan penuh perhatian. Model dasar hubungan dokter dengan pasien yang ideal (Gordon, 1997 : 17-18) menurut Di Matteo adalah model partisipasi bersama, dimana ada masukan bersama dan tanggung jawab bersama baik itu dari dokter maupun pasiennya. Dokter dan pasien menerapkan keahlian untuk tugas mencapai kesehatan pasien, dengan komunikasi yang jelas dan efektif. Sedangkan Emanuel dan Emanuel mendukung model deliberatif yaitu model di mana dokter bertindak sebagai guru atau
teman,
melibatkan pasien dalam
sebuah dialog untuk
memberdayakan pasien mempertimbangkan nilai-nilai dan memilih tindakan yang paling sesuai dengan nilai-nilainya. Dalam model deliberatif
ini,
menggabungkan
aspek
merawat
pasien
dan
memfasilitasi partisipasi aktif dari pasien dalam seluruh proses. Model ini membutuhkan perubahan mendasar dalam pendidikan kedokteran dan praktek seperti mengajar dokter untuk menghabiskan lebih banyak waktu dalam komunikasi dokter-pasien. Dalam berkomunikasi dengan pasien, menurut Kusbaryanto (2004 : 6-7 ) percakapan adalah inti utama, dimana ada sambung rasa,
39
agar penerima pesan dan pengirim pesan dapat saling percaya. Pendekatan dapat dilakukan dengan: a) Dokter harus dapat meyakinkan pada pasien bahwa dia adalah orang yg tepat untuk dipercaya. Salah satu cara mudah untuk membangun kepercayaan pasien adalah dengan menggunakan busana yang sopan serta rapi atau menggunakan jas dokter ketika sedang berhadapan dengan pasien sehingga timbul kesan tersendiri bagi pasien. b) Empati
:
Betul-betul
menempatkan
diri,
baik
secara
pikiran/kognitif, perasaan/afektif dan tindakan/konatif. Dokter harus
menunjukkan
seolah-olah
bisa
merasakan
dan
dan
memahami apa yg dirasakan pasien, dan perlu didukung bahasa non verbal. c) Berikan kesempatan pasien untuk berbicara, bertanya atau mengungkapkan perasaan mereka. d) Setara : Komunikasi yg dilakukan adalah setara, bukan antara raja dengan hamba, tetapi antar individu yg sederajat Dan pentingnya
partisipasi aktif pasien menurut Siegel
(Gordon, 1997:25), dalam proses pengambilan keputusan juga akan menentukan kualitas hubungan tersebut : -making process, more than any other factor, determines the quality of the doctor-patient relationship. The exceptional patient wants to share responsibilities for life and treatment, and doctors who encourage that attitude can help all their . Pasien ingin berbagi tanggung jawab dalam pengobatan untuk kesembuhannya, dan dokter mendorong sikap yang dapat membantu pasien untuk lebih cepat sembuh. Tetapi, tentunya hal ini juga memerlukan kerelaan dokter meluangkan waktunya untuk pasien, dibutuhkan banyak mendengar dan berempati agar dapat memberikan harapan kesembuhan bagi pasien. Diharapkan dengan partisipasi aktif, akan mengurangi tingkat ketidakpatuhan pasien dikarenakan pasien
40
memiliki tanggung jawab dan komitmen atas keputusan pengobatan dimana mereka ikut berpartisipasi di dalamnya. Dari karakateristik usia, berkomunikasi dengan anak menurut Soetjiningsih (2007:79-100) berbeda dengan pasien dewasa. Anak masih tergantung sepenuhnya kepada orang tua dan belum dapat mengemukakan keluhannya dengan baik. Tidak mudah berkomunikasi dengan anak, diperlukan teknik khusus dalam berkomunikasi dengan anak, mengingat kemampuan mereka terbatas sesuai dengan tahap perkembangannya. a) Pada usia 0-6 bulan, dokter dapat menidurkan anak di tempat tidur periksa dan mulai melakukan pemeriksaan. Komunikasi tergantung sepenuhnya kepada orang tua di usia ini. b) Usia 6 bulan
2 tahun, anak dapat diperiksa sambil digendong atau
dipangku orangtuanya. Komunikasi tergantung dengan orang tua, tetapi
tetap
melibatkan
anak
dengan
perlakuan
lembut,
menggunakan alat permainan untuk membuat anak lebih tenang. c) Usia 2-6 tahun, pada usia ini untuk menciptakan kepercayaan anak, melibatkan anak dalam dialog dengan menggunakankata-kata sederhana. Menunjukkan kepada mereka alat-alat yang akan dipakai untuk memeriksa. Penjelasan diberikan dengan bahasa yang mudah dimengerti sehingga anak siap untuk itu. d) Usia 7-10 tahun, memberikan kesempatan pada anak untuk bertanya tentang hal yang dipikirkan. Untuk menciptakan kepercayaan
anak
dengan
menanyakan
kegiatannya
dan
memberikan komentar yang positif. Menanyakan kepada anak-anak hal-hal yang sederhana dan konkret. Bila anak memberi respon positif, teruskan. Namu jika anak malu atau tidak mau enjawab, lanjutkan pertanyaan ke orang tuanya. e) Usia 11-17 tahun, anak sudah mulai berpikir logis dan mengerti cara tubuh bekerja. Mereka mulai belajar mandiri serta membuat
41
keputusan sendiri. Dokter harus menghargai pendapat, kebutuhan dan keterbatasan anak sebelum merekomendasikan sesuatu. Ada 5 tahap dalam Model Knapp (Berger, 2014:473) yang menggambarkan cara bagaimana pasangan yang dalam hal ini dokter dan pasien berkomunikasi ketika baru memulai hubungan dan menjadi semakin intim adalah sebagai berikut: Tahap pertama, memulai dengan pesan-pesan yang mengawali komunikasi dan biasanya menggambarkan individu sebagai sosok yang ramah dan menyenangkan. Tahap kedua, mencoba-coba, dirasakan sebagai periode ketika dokter dan pasien saling berkenalan dan mencoba mengurangi ketidakpastian perihal satu sama lain. Tahap ketiga adalah mengintensifkan, masing-masing pihak dapat memilih meningkatkan hubungan dengan lebih membuka diri, mengembangkan simbol-simbol pribadi, dan menyatakan lebih banyak komitmen pada hubungan mereka. Tahap keempat, menyatu, yang dicirikan dengan bertambahnya kemiripan perilaku verbal atau kesamaan dalam berbagai hal Tahap kelima, mengikat melibatkan pelembagaan hubungan yang dinamakan hubungan ideal dokter dan pasien. a) Membangun Hubungan Dalam membangun hubungan, komunikator dan komunikan tidak serta merta langsung klik atau cocok dalam berhubungan terutama dalam berkomunikasi. Dalam hal ini komunikator perlu menerapkan
apa
yang
dinamakan
teori
pengurangan
ketidakpastian yang dikemukakan oleh Berger (Griffin, 2012:125127), yang membahas tentang sebuah proses komunikasi pada dua individu yang sebelumnya saling tidak kenal, menjadi kenal sehingga dapat mengurangi ketidak pastian dalam komunikasi, dan kemudian memutuskan untuk melanjutkan komunikasi atau tidak.
42
Bahwa Ada dua tipe dari ketidakpastian dalam perjumpaan pertama yaitu: - Cognitive uncertainty merupakan tingkatan ketidakpastian yang diasosiasikan dengan keyakinan dan sikap. - Behavioral uncertainty, dilain pihak berkenaan dengan luasnya perilaku yang dapat diprediksikan dalam situasi yang diberikan. Menurut
Griffin
(2012:127-128)
dalam
membangun
hubungan ada 8 kebenaran yang harus diperhatikan : Kebenaran 1, Apabila komunikasi verbal antara
individu
meningkat, maka ketidakpastian akan berkurang. Kebenaran 2, Kehangatan non verbal mengurangi tingkat ketidakpastian, dan nantinya akan meningkatkan kehangatan non verbal itu sendiri. Kebenaran 3, Ketidakpastian mengakibatkan manusia akan lebih aktif dalam mencari informasi. Ketika kepastian meningkat, maka tingkat pencarian informasi akan semakin berkurang. Kebenaran
4,
Tingkat
ketidakpastian
yang
rendah
akan
meningkatkan tingkat kedekatan individu. Tingkat kedekatan individu ini mempengaruhi pengungkapan diri dari individu. Manusia akan merasa lebih nyaman untuk menunjukkan sikap, nilai-nilai dan perasaannya ketika mereka dapat menduga respon yang akan diterima dari orang lain. Kebenaran 5, Ketidakpastian yang tinggi akan menghasilkan resiprositas yang tinggi. Pertukaran menjadi perhatian utama ketika berada pada tingkatan awal sebuah hubungan. Ketika kita memiliki informasi yang minim tentang orang baru kita kenal, kita akan cenderung berhati-hati untuk membagi informasi. Kebenaran 6, Kesamaan diantara individu akan mengurangi ketidakpastian,
sementara
meningkatkan ketidakpastian.
perbedaan
dari
individu
akan
43
Kebenaran 7, Tingginya tingkat ketidakpastian menghasilkan tingkat ketidaksukaan yang lebih tinggi. Sebaliknya, berkurangnya tingkat ketidakpastian akan meningkatkan pula rasa suka dari individu tersebut. Kebenaran 8, Shared networks : Hasil penelitian dari Malcom Parks dan Mara Adelman menunjukkan bahwa seseorang yang lebih sering berkomunikasi dengan orang dekat dari orang yang diajak komunikasi akan mendapatkan kepastian yang lebih baik dibandingkan dengan yang tidak melakukannya. b) Memelihara Hubungan Setelah membangun hubungan baik, kedekatan akan terjalin di antara keduanya. Dalam teori penetrasi sosial yang dikemukakan oleh Altman dan Taylor (Berger, 2014:470) menjelaskan bahwa perkembangan hubungan personal bermula dari pembukaan diri (self disclosure), peningkatan keintiman dalam sebuah hubungan merupakan konsekuensi dari semakin intensnya proses berbagi informasi personal di antara individu yang berhubungan, dan hubungan akan terus berkembang selama timbal balik yang dirasakan dalam sebuah hubungan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Dalam memelihara hubungan, Carl Rogers (Little John, 2011:252-254) memformulasikan 10 (sepuluh) hubungan yang disebut hubungan saling tolong-menolong. Sepuluh sifat hubungan tersebut adalah: - Para pelaku komunikasi saling percaya dan dapat mendukung satu sama lain. - Pada dasarnya mereka dapat meceritakan dirinya dengan jelas - Mereka punya sikap positif tentang kenyamanan dan perhatian orang lain - Pasangan dalam sebuah hubungan yang saling bantu membantu menyimpan identitas yang terpisah
44
- Pasangan lainnya memberi izin pihak lain untuk melakukan sesuatu yang sama - Hubungan saling bantu ditandai oleh empati, masing-masing mencoba untuk saling memahami perasaan satu sama lain - Pihak yang membantu menerima berbagai pengalaman orang lain pada saat dihubungkan dengan orang lain - Pasangan akan memberi respons secara peka dari pihak yang menandai guna membuat lingkungan yang aman terhadap perubahan pribadi. - Pelaku komunikasi bisa melepas diri mereka atas ancaman penilaian orang lain - Setiap pelaku komunikasi sadar bahwa orang lain bisa berubah dan memberi kesempatan orang lain berubah. Hubungan ini tidak hanya berkonsentrasi pada variabel psikologis tetapi pada pola komunikasi yang sesungguhnya. Dalam sebuah hubungan yang asli, pasangan dapat mengakui dan menghargai perbedaan, kemudian bergerak ke arah empati yang merupakan rasa puas dengan komunikasi yang dialami dalam sebuah hubungan. c) Mempertahankan Hubungan Hubungan yang sudah dipelihara dan dikelola dengan baik, akan mengalami hambatan atau dialektik yang mungkin akan terjadi pada saat hubungan telah berlangsung. Kemungkinan terjadi kejenuhan, bosan, dan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh kedua belah pihak dalam hubungan tersebut.
Baxter dan
Montgomery dalam teori dialektika hubungan (Griffin, 2012 : 155156) menegaskan adanya tarik-menarik dan pertentangan hasrat yang menciptakan ketegangan dalam hubungan dekat. Hubungan senantiasa berada pada keadaan yang berubah-ubah ketika muncul beragam kontradiksi. Teori ini memberikan tiga ketegangan inti : ekspresi-privacy, kestabilan-perubahan, dan penyatuan-perpisahan
45
yang dapat mewujud dalam hubungan atau antara hubungan dan orang-orang di luar hubungan. Mempertahankan hubungan dengan mengurangi dialektika adalah kedua belah pihak tetap menjaga privasi masing-masing. Seperti yang diungkapkan oleh Sandra Petronio (Little John, 2011:249) bahwa individu-individu yang terlibat dalam hubungan akan terus mengatur batasan antara apa yang bersifat umum dan pribadi, antara perasaan-perasaan tersebut yang ingin mereka bagi dengan orang lain dan hal yang tidak ingin mereka bagi. Kadangkadang, batasan itu dapat ditembus yang artinya informasi tertentu dapat diungkapkan. Namun pada saat yang lain informasi itu tidak dapat ditembus dan tentu saja informasi itu tidak dapat dibagi. Hasil akhir dari hubungan dokter dan pasien yang diharapkan dalam hal ini adalah kepuasan yang merupakan fungsi nilai timbal balik dalam sebuah hubungan yang berdampak pada keuntungan personal maupun rumah sakit yang menjadi tempat bertemunya dokter dan pasien, pasien tidak pindah ke dokter lain, dan pasien cenderung bisa mentolerir dan bahkan rela menunggu walaupun dokter datang tidak tepat waktu atau harus menunggu antrian . Menurut Rusbult yang dikutip dari Berger (2014:479), menegaskan bahwa orang yang setia pada hubungan akan memelihara pergaulan tersebut dengan (a) berfokus pada bagaimana
hubungan
mereka
dengan
orang
lain
lebih
menyenangkan, (b) mengecilkan daya tarik hubungan alternatif, (c) menunjukkan perilaku akomodatif ketika dihadapkan pada pengalaman-pengalaman
yang
tidak
memuaskan,
dan
(d)
mengorbankan kepentingan sendiri demi kebaikan hubungan atau kebaikan pasangan.
46
b. Peran Dokter Sebagai Komunikator Komunikator yang efektif harus peka terhadap semua tanda-tanda yang memberitahu atau mengisyaratkannya agar dapat bereaksi kepada pendengarnya. Menurut Tubbs dan Moss dalam Nurhayati (2011:10-14) Ada lima hal yang menjadi ukuran efektivitas komunikasi, yaitu : 1) Pemahaman
Pemahaman adalah penerimaan yang cermat atas kandungan rangsangan seperti yang dimaksudkan pengirim pesan. Komunikator dikatakan efektif apabila penerima memperoleh pemahaman yang cermat atas pesan yang disampaikan. Kegagalan utama dalam berkomunikasi adalah kegagalan dalam menyampaikan isi pesan yang cermat. Semakin banyak orang yang terlibat dalam suatu komunikasi bersama, makin sulit mengamati seberapa cermat pesan dapat diterima.
Penggunaan
sarana
pendukung
dapat
membantu
memperjelas materi pembicaraan, sehingga mereka dapat mengatur dan menyajikan. 2) Kesenangan
Berkomunikasi tidak selalu ditujukan untuk menyampaikan suatu pesan atau tujuan-tujuan tertentu. Seringkali komunikasi dilakukan hanya untuk saling bersapa agar tetap terjaga suatu kebersamaan atau jalinan hubungan yang harmonis. Komunikasi semacam ini biasa disebut komunikasi fatik (phatic communication) Misalnya, sapaan -kata ini merupakan contoh kata yang sengaja dirancang agar dapat memperoleh kesenangan dari obrolan-obrolan yang dilakukan. Tingkat kesenangan dalam berkomunikasi berkaitan erat dengan perasaan seseorang terhadap orang yang diajak berinteraksi tersebut. 3) Mempengaruhi sikap
Memahami dan menyetujui adalah dua hal yang sama sekali berlainan. Ketika memahami pesan seseorang, itu dapat saja berarti tidak
47
menyetujuinya, mungkin saja pemahaman tersebut membawa pada ketidak-setujuan yang lebih kuat dari sebelumnya. 4) Memperbaiki hubungan
Beberapa hal penting yang perlu disadari untuk mendapatkan komunikasi yang sempurna, misalnya pemilihan kata yang tepat dan waktu penyampaian yang tepat pula, sehingga diharapkan terjadinya komunikasi
yang
sempurna.
Secara
keseluruhan
komunikasi
membutuhkan suasana psikologi yang positif dan penuh kepercayaan. Kegagalan utama dalam berkomunikasi muncul bila isi pesan tidak dipahami secara cermat, kegagalan lainnya muncul karena gangguan dalam hubungan insan yang berasal dari kesalahpahaman. Hal ini tumbuh dari rasa frustasi, kemarahan dan kebingungan sebagai akibat kegagalan awal dalam pemahaman. Jenis pemahaman lainnya yang berpengaruh besar dalam hubungan insan adalah memahami motivasi orang lain. 5) Tindakan
Banyak orang yang berpendapat bahwa komunikasi apapun tidak ada gunanya bila tidak memberi hasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Menurut DeVito ada lima faktor yang mempengaruhi komunikasi yang efektif, yaitu : a) Keterbukaan pikiran, Keterbukaan yang menunjukkan adanya sikap untuk
saling
terbuka
antara
pelaku
komunikasi
dalam
melangsungkan komunikasinya. b) Empati, yaitu kemampuan seseorang memproyeksikan dirinya dalam peran terhadap orang lain. c) Kepositipan, yaitu sikap yang positif terhadap diri sendiri maupun terhadap orang lain. d) Dukungan, yaitu sikap pelaku komunikasi yang mendukung terjadinya
komunikasi
tersebut,
tetapi
pihak
yang
diajak
berkomunikasi sudah menolak sejak awal, maka komunikasi yang diharapkan tidak akan terjadi.
48
e) Kesamaan, yaitu adanya unsur kesamaan yang dimiliki oleh pihakpihak yang berkomunikasi. Misalnya, adanya unsur kesamaan bahasa dan budaya akan memudahkan terjadinya komunikasi yang efektif. Menurut
Liliweri
(2009:86-91) kredibilitas dokter selaku
komunikator dalam penyampaian komunikasi sangat diperlukan karena merupakan suatu image atau gambaran seseorang mengenai dokter tersebut. Beberapa prinsip dari kredibilitas komunikator yakni : 1) Daya tarik : Kebanyakan audiens atau komunikan lebih mudah tertarik
pada komunikator yang mempunyai kesamaan motif psikologis dengan audiens, seperti : daya tarik fisik, kesamaan, keyakinan dan kepercayaan, sikap dan kemampuan yang dibandingkan, derajat perbedaan, kedekatan lokasi geografis, kedekatan personal. 2) Faktor dinamis : Faktor dinamika komunikator sangat mempengaruhi
penerimaan pesan oleh audiens. Komunikator yang tampil dengan dinamika tinggi akan lebih mudah diterima audiens. Mereka adalah komunikator yang tampil enerjik, gertak-gemertak, aktif dan hidup, menampilkan fisik yang berdaya tahan tinggi. 3) Motif : Faktor motif atau alasan pendorong komunikasi turut
menentukan persuasi atau berpengaruh terhadap penerimaan pesan oleh audiens. Audiens lebih suka menerima informasi dari komunikator yang secara terus terang, terbuka, jujur menyatakan maksud berkomunikasi. 4) Kesamaan : Orang lebih tertarik pada komunikator yang mempunyai
banyak kesamaan dengannya, misal pada minat, hobi, pilihan politik, asal sekolah, asal suku bangsa, dan lain-lain. 5) Dapat dipercayai : Audiens lebih mudah menerima informasi dari
mata komunikator atau wajah atau kata-katanya, berkaitan dengan reputasi seorang komunikator yang dihubungkan dengan jabatan, pangkat, pendidikan, pengalaman komunikator.
49
6) Kepakaran : Seorang komunikator yang pakar dalam bidangnya lebih
mudah dipercayai daripada yang tidak pakar. 7) Keaslian sumber pesan : Keaslian sumber pesan sangat menentukan
tingkat penerimaan audiens. Keaslian pesan bersumber dari sumber informasi. Artinya orang lebih percaya informasi ilmiah kesehatan yang bersumber dari jurnal kesehatan daripada surat kabar. Dalam membentuk pesan, menurut Greene seorang komunikator harus
mengorganisasikan
pengetahuan
di
dalam
benak
dan
menggunakannya untuk membentuk pesan, yakni dengan apa yang kita ketahui mengenai sesuatu (content knowledge) dan bagaimana cara melakukannya (procedural knowledge). Cara dokter menyapa, tersenyum kepada pasien, mengulurkan tangan untuk bersalaman dan bertanya
procedural knowledge yang dilakukan secara otomatis dengan elemen : tersenyum, menyapa
dengan berjabat tangan dan mengucap salam,
menanyakan kesehatan pasien, dan lain-lain. Sedangkan menurut Berger dikatakan bahwa dalam perencanaan pesan, topik komunikasi berkaitan dengan isi pembicaraan dan kepada siapa seseorang akan berkomunikasi. Dalam menjalankan rencana, sebagian orang memiliki action fluidity (sikap fleksibel) yang dipengaruhi oleh kompleksitas pesan dan keterlibatan secara emosi. Ada tiga rancangan pesan yang didesain
dari rentang
yang paling sedikit person centered hingga sangat person centered, yaitu: 1) Expressive Logic adalah komunikasi untuk mengekspresikan perasaan
dan pikiran, bersifat membuka diri dan memancing reaksi, dengan sedikit perhatian terhadap apa yang diperlukan atau diinginkan pihak lain. 2) Conventional Logic melihat komunikasi sebagai permainan dengan
aturan yang harus diikuti berupa norma dan mencakup peran dan tanggung-jawab dari pihak yang terlibat. Tujuannya adalah untuk
50
merancang pesan yang sopan dan pantas sehingga bisa diterima baik oleh pihak lain. 3) Rhetorical Logic adalah komunikasi dengan tujuan mengubah situasi
melalui negosiasi. Pesan dirancang dengan logika yang fleksibel, bermakna dan person centered Perbedaan setiap orang dalam merancang pesan menghasilkan Message Diversity, jika tujuan dari komunikasi sederhana dan dapat diungkapkan terus-terang maka pesan yang dirancang akan cenderung sama dan sederhana. Sebaliknya, jika tujuan banyak dan perlu mempertimbangkan kesopanan, maka akan ada banyak rancangan pesan yang bisa dihasilkan. (Little John, 2011: 152-166) Dalam mengelola percakapan, menurut H. Paul Grice dikutip dari Little John (2011:95-96) bahwa komunikator dalam hal ini dokter hendaknya mengutamakan : 1) Prinsip kuantitas: sebuah kontribusi terhadap sebuah percakapan akan
memberikan informasi yang cukup dan tidak terlalu banyak 2) Prinsip kualitas sebuah kontribusi haruslah benar. Anda melanggar
prinsip kualitas ini ketika anda sengaja berbohong atau berkomunikasi dalam cara yang tidak menunjukkan maksud untuk jujur 3) Prinsip relevansi: komentar-komentar anda harus berhubungan 4) Prinsip tata krama, jangan mengatakan sesuatu yang tidak jelas,
ambigu atau tidak teratur.
c. Peran Dokter Sebagai Komunikan Dalam hal dokter berperan sebagai komunikan, menurut Liliweri (2009 : 186) ada tipe sikap yang harus dipahami oleh dokter sebagai komunikan adalah dimana dokter menempatkan diri sebagai komunikan yang bersahabat, sebagai komunikan yang mempunyai disposisi positif terhadap informasi yang disampaikan oleh pasien, sehingga dokter lebih mudah memahami informasi yang disampaikan pasien serta lebih mudah mempengaruhi dikarenakan mereka sudah mempunyai suatu pikiran,
51
pendapat, pandangan, sikap yang sama dan relatif sudah konsisten dengan tujuan persuasif yang akan dilakukan oleh dokter. Menurut Loxterkamp (2013:575) ada dua hal yang diharapkan pasien dari dokter, pertama adalah kompetensi yang dimiliki dalam bentuk ijazah dan sertifikasi papan praktek dokter; kedua adalah moral yang menempatkan kebutuhan pasien di atas kebutuhan pribadinya. Kebiasaan sederhana dokter yang menjamin kepuasan pada saat bertemu dengan pasien adalah : 1) IDENTIFY ( Mengenali) Listen : Pasien ingin dokter mendengarkan pembicaraan tentang keluhan mereka. Mendengarkan menunjukkan rasa hormat dan perhatian dokter. Ini melibatkan lebih dari saraf pendengaran; mendengarkan disengaja membutuhkan kontak mata, penafsiran bahasa tubuh, dan posisi diri tepat pada pandangan mata. Touch : Menyentuh membentuk koneksi fisik dan rasa keintiman antara dokter dan pasien yang mengundang komunikasi dan meyakinkan pasien bahwa tidak ada kebutuhan untuk disembunyikan. Look : Dengan apa pun waktu tetap sangat penting bahwa dokter melihat pasien dan tidak di depan komputer, ponsel pintar, atau jam. Hal ini dibutuhkan untuk mengenal pasien mereka dan meraih kepercayaan mereka. 2) PLAN (rencana) Setelah mengambil riwayat penyakit, melakukan pemeriksaan fisik, dan membuat penilaian, dokter kemudian menguraikan rencana dan langkah-langkah khusus yang akan mengarah pada pemulihan pasien. Follow up : Dokter harus mempersiapkan pasien dengan prognosis, memberikan hasil tes, dan membimbing pasien melalui kerja keras dari penyakitnya. Bagaimana dokter dapat menjadi pendengar yang baik bagi pasiennya adalah kewajibannya untuk dapat mendiagnosis secara tepat dan mengelola hubungannya dengan pasien. Menurut Wood (2013:153-
52
156) proses mendengarkan melibatkan situasi kompleks yang selalu bergantung pada telinga, pikiran dan hati. Dalam mendengarkan, seseorang harus menginterpretasi, mengingat, dan menanggapi stimulus komunikasi yang lain. Ada beberapa tahap dalam proses mendengarkan : 1) Tahap pertama adalah penuh kesadaran. Ketika mendengarkan dengan
penuh kesadaran, maka dokter benar-benar berada untuk pasiennya dan memahami informasi yang disampaikan
pasien, dengan
menunjukkan kontak mata, sikap tubuh yang baik, dan merespon percakapan dengan anggukan dan sejenisnya. 2) Tahap kedua adalah proses penerimaan pesan secara fisiologis.
Mendengar adalah proses fisiologis yang terjadi ketika gelombang suara sampai di gendang telinga manusia. Bagi kebanyakan manusia, proses mendengar terjadi begitu saja tanpa hambatan, sedangkan orang dengan gangguan pendengaran memiliki keterbatasan dalam menerima pesan suara/ verbal. Ketika berbicara dengan orang yang memiliki keterbatasan ini, harus selalu menatap wajahnya dan menggerakkan bibir dengan jelas. Pria dan wanita juga memiliki perbedaan dalam gaya mendengarkan, dimana wanita lebih perhatian dalam berkomunikasi daripada pria, cenderung lebih fokus pada inti pembicaraan dan memperhatikan detail di dalamnya. 3) Tahap ketiga adalah seleksi dan organisasi materi. Proses seleksi
dalam mendengarkan dipengaruhi oleh minat seseorang, struktur kognitif, harapan masa depan, dan juga dipengaruhi oleh faktor budaya. Ketika sudah memilih informasi, dokter mengorganisasikan stimulus yang akan diperhatikan. Ketika mendengarkan, dokter memutuskan
untuk
mengkategorisasikan
pasien
dengan
cara
menempatkan mereka pada prototipe tertentu, misal sebagai teman yang menyenangkan, orang tua yang membosankan, anak yang menyenangkan, dan lain-lain. Di sinilah dapat dievaluasi apakah mereka sedang sedih, bahagia, marah, atau kecewa, dan dokter dapat menentukan stimulus yang akan diberikan.
53
4) Tahap keempat adalah memaknai komunikasi. Prinsip terpenting
dalam tahap ini untuk interpretasi yang efektif adalah menjadi berpusat pada seseorang (person-centered). Proses ini tidak memaksa dokter untuk sependapat dengan pandangan pasien, tetapi lebih pada usaha bersungguh-sungguh untuk memahami pasien. 5) Tahap kelima adalah mampu menanggapi pasien. Kemampuan
menanggapi dilakukan dengan cara memberikan perhatian dan ketertarikan pada pasien. Pendengar yang baik akan membuat respon non verbal seperti anggukan atau senyuman untuk menyampaikan kalau dokter adalah pendengar yang baik. Perilaku ini menunjukkan kecocokan antara pasien dan dokter. Sikap responsif menunjukkan bahwa dokter peduli terhadap pasiennya dan apa yang mereka sampaikan. 6) Tahap terakhir adalah kemampuan mengingat yang merupakan proses
mempertahankan apa yang telah didengar. Pendengar yang baik akan memilih untuk mengingat informasi yang benar-benar penting. Berempati merupakan ketrampilan interpersonal yang dimiliki dokter untuk mendengarkan pasien. Menurut Arumsari (2013 : 4 ) adalah merasakan sesuatu seperti orang yang mengalaminya
berada di kapal
yang sama dan merasakan perasaan yang sama dengan cara yang sama. Maka sikap empati tersebut diharapkan oleh pasien dari dokter yang menanganinya, karena akan dianggap cukup membantu dari segi emosional dan psikologis pasien itu sendiri. Orang yang memiliki sikap empatik mampu memahami motivasi dan pengalaman orang lain, perasaan dan sikap mereka, serta harapan dan keinginan mereka untuk masa mendatang. Pengertian empati ini akan membuat seseorang lebih mampu menyesuaikan komunikasinya. Menurut Gordon (1997 : 41-51) dalam berempati diperlukan beberapa tahap untuk melakukannya sebagai berikut : Awal pertemuan : pasien merasa minder untuk bertemu dokter yang memiliki pendidikan, pengetahuan, penampilan, dan kelas sosial yang
54
lebih tinggi. Hambatan ini dapat dikurangi apabila dokter mampu membuat pasien merespon lebih positif, yaitu dengan bersikap ramah, santai, dan tidak tergesa-gesa. dokter memperhatikan kenyamanan fisik pasien dan komunikasi ringan dengan beberapa pembicaraan kecil singkat. Memulai wawancara klinis : apabila pasien sudah mulai terlibat akrab dengan dokter, maka dapat dimulai wawancara klinis dengan tetap menunjukkan empati, menegaskan pemahaman dan penerimaan pasien, mengurangi ukuran psikologis, dan berpartisipasi penuh dalam hubungan kolaboratif ini. Dokter memiliki kesempatan untuk mencoba memahami dan menerima, dengan mendorong pasien memberikan informasi yang lengkap. Dengan mendengar, dokter
akan menentukan masalah dan
kebutuhan dasarnya, bilamana diperlukan dapat menambah masukannya untuk pasien. Ketrampilan mendengarkan kritis : memperlihatkan postur fisik untuk menunjukkan minat yang dalam dan fokus kepada apa yang disampaikan pasien, dengan mencondongkan tubuhnya dan menghadap tepat di mata pas
dan mengerti maksud yang disampaikan. Apabila merasa tidak nyaman dengan kontak mata yang intens dapat berfokus pada mulut kemudian mata pasien. Hindari meja sebagai penghalang, dekatkan posisi tubuh ke pasien. Meminta ijin apabila ingin menuliskan di buku catatan. Mendengarkan aktif dapat memberikan pasien dengan waktu untuk berpikir apa yang akan mereka katakan selanjutnya, dan sering mendorong mereka untuk bergerak dari "menyajikan masalah" untuk masalah yang lebih mendasar. Namun, diam memang memiliki keterbatasan tidak memberikan bukti yang memadai untuk pasien bahwa mereka telah dipahami secara akurat. Sehingga diperlukan empati untuk masuk ke dalam dunia pandang pasien, yaitu menempatkan posisi dan
55
mengalami perasaan sebagai pasien, serta memberikan persetujuan bahwa dokter telah memahaminya . To care for another person, I must be able to understand him and his world as if I were inside it. I must be able to see, as it were, with his eyes what his world is like to him and how he sees himself. Instead of merely looking at him in a detached way from outside, as if he were a specimen, I must be able to be with him in his world, "going" into his world in order to sense from "inside" what life is like for him. (Bolton :1979) Pasien lebih menunjukkan komunikasi non verbal, seperti : mengubah ekspresi wajah, memalingkan wajah, membuat beberapa gerakan tangan, tampak sedih dan putus asa, yang tidak dapat diungkapkan dalam kalimat verbal. Sehingga diperlukan mendengar aktif untuk menunjukkan penerimaan dan mengundang lebih banyak keterbukaan diri. Selain berempati kepada pasien, Arumsari (2013:4) juga menekankan bahwa dokter yang ramah dan sopan dalam memperlakukan pasien akan memberikan rasa nyaman ketika proses komunikasi berlangsung.
Arumsari mengutip pendapat
Penelope Brown dan
Stephen Levinson (dalam Beebe, Beebe & Redmond, 1996:81) menyatakan bahwa seseorang akan mempunyai persepsi positif dari orang lain yang memperlakukan kita dengan sopan dan penuh penghormatan. Rasa dihargai dan mendapatkan perlakuan yang setara merupakan faktor penting yang dibutuhkan pasien untuk proses kesembuhannya, karena perasaan dihargai yang diciptakan oleh dokter juga merupakan faktor pendukung kesembuhan pasien disamping obatobatan. Dokter yang memperlakukan pasiennya dengan sopan serta memperlakukan pasien sebagai mitra atau teman akan menciptakan kondisi yang saling membutuhkan dan akan menerima bentuk penghargaan yang sama dari pasien. Timbal balik yang didapatkan dokter adalah bentuk kepercayaan pasien kepada dokter. Hal tersebut merupakan serangkaian hubungan yang utuh yang terjadi antara dokter dan pasien adalah hak untuk dihargai dan dipahami. Sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Arumsari, White et al (2013) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa penting bagi
56
seorang dokter memastikan pasien merasa nyaman pada saat konsultasi dan memiliki kesempatan untuk menyampaikan masalah dengan bahasa atau kata-kata pasien. Salah satu masalah yang paling sering dialami dokter adalah pada saat mendengar aktif, yang memerlukan waktu terlalu banyak. Dokter sudah bekerja di bawah tekanan waktu yang parah, sehingga dimengerti mereka akan khawatir bahwa keterampilan di atas akan mendorong pasien untuk berbicara lebih, memunculkan perasaan dan kebutuhankebutuhan baru, mengundang katarsis panjang. Dalam kutipan dari Bellet dan Maloney (Gordon, 1997 : 52) : . . . . Dokter dalam praktek klinis mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki cukup waktu untuk empati. Dalam jangka panjang, meskipun, empati dapat menghemat banyak waktu dan biaya. Tanpa rasa empatik nya dokter, pasien merasa sendirian dan terasing. Dengan empati, pasien merasa bahwa dokter mengerti. Hal ini dapat mengurangi kecemasan, sehingga pasien lebih setuju untuk menerima saran dokter.
B. KERANGKA BERPIKIR Dalam proses pelayanan kesehatan terjalin hubungan antara pihak yang memberikan pelayanan dengan pihak yang menerima pelayanan. Dokter dalam penelitian ini dipandang sebagai pihak pemberi pelayanan. Hubungan dokter dan pasien menimbulkan adanya interaksi personal yang menunjukkan aksi-reaksi. Setiap aksi yang dilakukan oleh dokter secara simultan akan menghasilkan reaksi tertentu dari pasien. Interaksi yang terjadi antara kedua belah pihak berupa perilaku komunikasi antarpribadi antara dokter selaku komunikator dan pasien sebagai komunikan yang berlangsung secara tatap muka. Agar komunikasi antara dokter dan pasien dapat berjalan dengan baik, perlu diciptakan hubungan yang harmonis diantara keduanya. Komunikasi adalah berbicara dan mendengarkan, menulis dan membaca, melakukan dan menyaksikan, atau lebih umumnya melakukan apapun yang melibatkan pesan dalam media dan situasi apapun. Merupakan
57
proses
relasional
yang
menciptakan
dan
menafsirkan
pesan
yang
mendatangkan respon. Pesan yang merupakan inti komunikasi, dibangun, diciptakan, direncanakan, dibuat, dibentuk, dipilih atau diadopsi oleh komunikator dan ada efek pesan atas orang yang menerimanya. Dalam proses komunikasi dokter-pasien terjadi pertukaran informasi personal yang berupa pesan antara dokter selaku komunikator dan pasien sebagai komunikan, demikian pula berlaku sebaliknya. Setiap pesan yang disampaikan akan diterima berdasarkan perspektif dari masing-masing dokter atau pasien. Proses persepsi merupakan penggambaran objek yang dilakukan seseorang ketika sedang berinteraksi. Objek dipandang sebagai suatu pesan yang keluar dari seseorang lalu kemudian diinterpretasikan oleh lawan komunikasi secara berbeda-beda. Dokter selaku komunikator dalam menyampaikan pesan menggunakan simbol-simbol yang membedakan dirinya dengan obyek lainnya, melakukan komunikasi verbal berupa percakapan maupun non verbal yang meliputi penampilan fisik, bahasa tubuh, cara berbicara dan jarak kedekatannya dengan pasien. Selain itu motif komunikasi dengan pasien, kesamaan, kredibel atau pakar di bidangnya, serta dapat dipercaya pasien. Untuk mendukung komunikasi yang efektif, makna yang diterima dari pesan harus sama dengan makna yang dimaksud oleh komunikator, sehingga dalam hal ini pesan yang tersampaikan dan pengelolaan pesan haruslah tepat, baik cara membentuk pesan secara content maupun procedural knowledge, maupun dalam merancang pesan harus dapat expressive, conventional, dan rhetorical logic. Pendekatan
interpersonal
yang
digunakan
oleh
dokter
selaku
komunikator maupun sebagai komunikan pada saat melakukan interaksi dengan pasien dalam menyampaikan komunikasi efektif adalah dengan membangun kepercayaan pasien atas kredibilitasnya sebagai dokter, menjadi pendengar yang baik, berempati, memberikan kesempatan kepada pasien, berusaha sejajar atau setara kedudukannya dengan pasien, patient centered, memberikan dukungan, dan menggunakan komunikasi non verbal yang positif.
58
Mengutamakan prinsip kualitas, kuantitas, relasional, dan tata krama dalam penyampaian pesan kepada pasien selaku komunikan. Ada dua pola yang berbeda dari interaksi antara dokter dan pasien, yaitu : (1) komunikasi instrumental yang berorientasi pada "interaksi obat " di mana dokter dan pasien mendiskusikan masalah kesehatan atau alasan untuk penunjukan dan berbagi informasi yang secara langsung berkaitan dengan kesehatan fisik pasien, yang melibatkan pemberian informasi dan pertanyaan yang diminta oleh dokter kepada pasien dengan tujuan utama mengobati penyakit dan kesehatan pasien ; dan (2) komunikasi sosioemosional berorientasi pada "interaksi perawatan" yang memiliki tujuan utama untuk membuat pasien merasa nyaman, mengurangi kecemasan pasien dan membangun hubungan saling percaya, yang mungkin melibatkan pembicaraan positif di mana dokter menyatakan keramahan, empati, simpati, perhatian, kepastian dan hubungan kemitraan. Dalam penelitian ini, tanggapan yang ingin peneliti ketahui adalah bagaimana pemahaman dokter tentang komunikasi dokter dan pasien, manajemen relationship yang dilakukan dokter selaku komunikator maupun sebagai komunikan dalam membangun, memelihara, dan mempertahankan hubungan komunikasi dengan pasien. Untuk lebih jelasnya, kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan, sebagai berikut :
59
C. DEFINISI OPERASIONAL Agar tidak terjadi salah pengertian terhadap konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini, maka dirasa perlu untuk memberikan batasan pengertian, sebagai berikut : 1. Komunikasi interpersonal a. Komunikasi interpersonal adalah proses sosial terkait konteks dalam situasi konkrit yang kompleks, tersusun dari dari beberapa proses yang saling berkait membangun hubungan dengan bertukar pesan atau informasi yang lebih personal b. Komunikasi yang dipengaruhi oleh : 1) Keterbukaan pikiran yang menunjukkan adanya sikap untuk saling terbuka antara dokter dengan
60
pasien dalam melangsungkan komunikasinya; 2) Empati dokter terhadap pasiennya; 3) sikap positif yang ditunjukkan oleh dokter kepada pasiennya; 4) Sikap dokter yang mendukung terjadinya komunikasi dengan pasien; dan 5) Adanya unsur kesamaan yang dimiliki oleh dokter dan pasien. c. Hubungan dibentuk, dikelola, dan dirubah melalui komunikasi, yang dikoordinasikan, bersifat dinamis : 1) Membentuk atau membangun hubungan dengan memperhatikan : (a) content dan procedural knowledge yang akan membentuk pesan; (b) desain pesan yang ekspressive, conventional, rhetorical logic; (c) Pengurangan ketidakpastian dengan 8 kebenaran. 2) Memelihara hubungan dengan intensnya proses berbagi informasi personal di antara individu yang berhubungan menjadi hubungan yang intim,
dapat mengakui dan menghargai perbedaan, kemudian
bergerak ke arah empati yang merupakan rasa puas dengan komunikasi yang dialami dalam sebuah hubungan. 3) Mempertahankan hubungan adalah pada saat hubungan berjalan, akan ada tarik-menarik dan pertentangan hasrat yang menciptakan ketegangan dalam hubungan dekat karena masing-masing pihak mempunyai privasi, dalam hal ini diharapkan individu-individu yang terlibat dalam hubungan akan terus mengatur batasan antara apa yang bersifat umum dan pribadi, antara perasaan-perasaan tersebut yang ingin mereka bagi dengan orang lain dan hal yang tidak ingin mereka bagi. 2. Dokter Dokter adalah orang yang memiliki kewenangan dan izin sebagaimana mestinya untuk melakukan pelayanan kesehatan, bertugas memeriksa dan mengobati penyakit dan dilakukan menurut standar pelayanan medis dalam pelayanan kesehatan kepada pasien Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta.
61
3. Manajemen Relationship a. Manajemen relationship yang dimaksudkan di sini adalah proses hubungan ideal antara dokter dengan pasien dengan menggunakan model partisipatif dan deliberatif yang berorientasi pada patient-centered. Dokter dan pasien di hubungan intim, dimana hubungan ini sangat diperlukan untuk proses pengobatan dan penyembuhan pasien. b. Peran dokter selaku komunikator maupun sebagai komunikan pada saat melakukan interaksi atau menjalin hubungan dengan pasien adalah dengan membangun kepercayaan pasien atas kredibilitasnya sebagai dokter,
menjadi
pendengar
yang
baik,
berempati,
memberikan
kesempatan kepada pasien, berusaha sejajar atau setara kedudukannya dengan pasien, patient centered,
memberikan dukungan, dan
menggunakan komunikasi non verbal yang positif. Mengutamakan prinsip kualitas, kuantitas, relasional, dan tata krama dalam penyampaian pesan kepada pasien selaku komunikan, serta kejelasan, pengaturan dan verifikasi atas pesan yang disampaikan.