perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Tempat Kerja Menurut Undang undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang dimaksud tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja adalah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian atau berhubungan dengan tenpat kerja tersebut. 2. Potensi Bahaya Potensi bahaya menurut OHSAS 18001 (2007) adalah
sumber,
situasi atau tindakan yang menyebabkan kerugian bagi manusia, baik yang bisa menyebabkan luka-luka, gangguan kesehatan ataupun kombinasi dari keduanya (OHSAS, 2007). Potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja, diantaranya (Tarwaka, 2008) : a. Potensi bahaya dari bahan bahan yang berbahaya; b. Potensi bahaya udara bertekanan; c. Potensi bahaya udara panas; d. Potensi bahaya kelistrikan; commit to user e. Potensi bahaya mekanik; 6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
f. Potensi bahaya gravitasi; g. Potensi bahaya radiasi; h. Potensi bahaya mikrobiologi; i. Potensi bahaya kebisingan dan getaran; j. Potensi bahaya ergonomic; k. Potensi bahaya lingkungan kerja; l. Potensi bahaya yang berhubungan dengan kualitas dan jasa, proses produksi, properti, image publik. 3. Manajemen Risiko Manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko K3 untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Manajemen risiko K3 berkaitan dengan bahaya dan risiko yang ada di tempat kerja yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan (Ramli, 2010). Sedangkan menurut Gabby (2014), manajemen risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk mencegah terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu kesisteman yang baik. Sehingga memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil dengan cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada. Sebagaimana penjelasan menurut beberapa ahli di atas bahwa manajemen risiko adalah sebagai bentuk atau upaya untuk mengelola terhadap risiko untuk meminimalisasikan konsekuensi bruuk yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
mungkin terjadi, dapat dilakukan dengan cara perencanaan, identifikasi, penanganan/pengendalian, dan pemantauan risiko. Didalam manajemen keselamatan dan kesehatan kerja juga mengatur manajemen risiko dengan tujuan untuk mengurangi konsekuensi buruk yang mungkin akan muncul dalam kegiatan industri. Menurut OHSAS 18001 dalam Ramli (2010). Manajemen K3 adalah upaya terpadu untuk mengelola risiko yang ada dalam aktivitas perusahaan yang dapat mengakibatkan cidera pada manusia, kerusakan atau gangguan terhadap bisnis perusahaan. Karena itu salah satu klausul dalam siklus manajemen K3 adalah mengenai manajemen
risiko. Manajemen risiko dalam K3 yaitu Hazard
Identification, Risk Assessment, dan Risk Control (HIRARC). Menurut standar AS/NZS 4360 dalam Ramli
(2010) tentang
standar Manajemen Risiko, proses manajemen risiko mencakup langkah sebagai berikut : a. Menentukan konteks; b. Identifikasi risiko; c. Penilaian risiko; 1) Analisa risiko 2) Evaluasi risiko d. Pengendalian risiko; e. Komunikasi dan konsultasi; f. Pemantauan dan tinjau ulang. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
4. Identifikasi Potensi Bahaya Menurut Ramli (2010), identifikasi potensi bahaya adalah upaya sistematis untuk mengetahui potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Dengan mengetahui sifat dan karakteristik bahaya, kita dengan lebih berhati-hati, waspada dan melakukan langkah langkah pengamanan agar tidak terjadi kecelakaan. Namun demikian tidak semua bahaya dapat dikenali dengan mudah. Bahkan untuk mencapai zero accident di lingkungan kerja adalah hal yang paling sulit, karena kemungkinan bahaya dan risiko pasti akan terus ada jika lingkungan kerja belum dikenali bahayanya serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasi bahaya tersebut dalam menekan tingkat risiko accident masih minim dilakukan. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan kreativitas pekerja safety dalam mengkaji pekerjaannya untuk menurunkan risiko kecelakaan, baik dalam engineering control maupun administrative control. Identifikasi
bahaya
merupakan
langkah
awal
dalam
mengembangkan manajemen risiko K3. Identifikasi bahaya merupakan upaya sistematis untuk mengetahuin adanya bahaya dalam aktivitas organisasi. Identifikasi bahaya merupakan landasan dari manajemen risiko. Tanpa melakukan identifikasi bahaya tidak mumgkin melakukan pengelolaan risiko dengan baik (Ramli, 2010). Menurut Ramli (2010 ) prosedur identifikasi bahaya dan penilaian risiko harus mempertimbangkan : a. Aktivitas rutin dan non rutin; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
b. Aktivitas dari semua individu yang memiliki akses ke tempat kerja termasuk kontraktor; c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor manusia lainnya; d. Identifikasi semua bahaya yang berasal dari luar tempat kerja yang dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan dan keselamatan manusia yang berada dibawah perlindungan organisasi di dalam tempat kerja; e. Bahaya yang ditimbulkan di sekitar tempat kerja dari aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan yang berada dibawah kendali organisasi; f. Infrastruktur, peralatan dan material di tempat kerja, apakah yang disediakan organisasi atau pihak lain; g. Perubahan atau rencana perubahan dalam organisasi, kegiatannya atau material; h. Modifikasi pada sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara dan dampaknya terhadap operasi, proses dan aktivitas. Dalam teknik identifikasi bahaya ada berbagai macam yang dapat diklasifikasikan atas (Ramli, 2010) : 1) Teknik/metode pasif; 2) Teknik/metode semiproaktif; 3) Teknik/metode proaktif. 5.
Penilaian Risiko Proses penilaian risiko harus dilakukan secara sistematis dan terencana. Proses penilaian risiko dilakukan untuk menilai tingkat risiko kecelakaan atau cedera yang merupakan kelanjutan dari proses identifikasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
bahaya (Tarwaka, 2008). Berikut adalah proses penilaian risiko (Tarwaka, 2008) : a. Estimasi Tingkat Kekerapan Estimasi terhadap tingkat kekerapan atau keseringan terjadinya kecelakaan atau sakit akibat kerja, harus mempertimbangkan tentang berapa sering dan berapa lama seorang tenaga kerja terpapar potensi bahaya. Dengan demikian kita harus membuat keputusan tentang tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi. Untuk dapat membuat estimasi terbaik maka kita harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Tingkat kekerapan atau keseringan (Probability) kecelakaan atau sakit dikategorikan menjadi 4 (empat) kategori sebagai berikut: 1) Sering (frequent); adalah kemungkinan terjadinya sangat sering dan berulang (Nilai: 4) 2) Agak Sering (Probable); adalah kemungkinan terjadi beberapa kali (Nilai: 3) 3) Jarang (Occasional); adalah kemungkinannya jarang terjadi atau terjadinya sekali waktu (Nilai: 2) 4) Jarang Sekali (Remote); adalah kemungkinan terjadinya kecil tetapi tetap ada kemungkinan (Nilai:1) b. Estimasi Tingkat Keparahan Setelah kita dapat mengasumsikan tingkat kekerapan kecelakaan atau sakit yang terjadi, selanjutnya kita harus membuat keputusan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
tentang seberapa parah kecelakaan atau sakit yang mungkin terjadi. Penentuan tingkat keparahan dari suatu kecelakaan juga memerlukan suatu pertimbangan tentang berapa banyak orang yang ikut terkena dampak akibat kecelakaan dan bagian-bagian tubuh mana saja yang dapat terpapar potensi bahaya. Tingkat Keparahan (Concequence atau severity) kecelakaan atau sakit (Tarwaka, 2008), dapat dikategorikan menjadi 5 (lima) kategori sebagai berikut: 1) Bencana
(Catastrophic);
adalah
kecelakaan
yang
banyak
menyebabkan kematian (Nilai: 5); 2) Fatal; adalah kecelakaan yang menyebabkan kematian tunggal (Nilai: 4); 3) Cedera Berat (Critical); adalah kecelakaan yang menyebabkan cedera atau sakit yang parah untuk waktu yang lama tidak mampu bekerja atau menyebabkan cacat tetap (Nilai: 3); 4) Cedera Ringan (Marginal); adalah kecelakaan yang menyebabkan cedera atau sakit ringan dan segera dapat bekerja kembali atau tidak menyebabkan cacat tetap (Nilai: 2); 5) Hampir Cedera (Negligible); adalah kejadian hampir celaka yang tidak mengakibatkan cedera atau tidak memerlukan perawatan kesehatan (Nilai: 1).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
c. Penentuan Tingkat Risiko Setelah dilakukan estimasi atau penaksiran terhadap tingkat kekerapan dan keparahan terjadinya kecelakaan atau penyakit yang mungkin timbul, selanjutnya dapat ditentukan tingkat risiko dari masing-masing hazard yang telah diidentifikasi dan dinilai. Tingkat risiko merupakan perkalian antara tingkat kekerapan (probability) dan keparahan (consequence/severity) dari suatu kejadian yang dapat menyebabkan kerugian, kecelakaan atau cedera dan sakit yang mungkin timbul dari pemaparan suatu hazard ditempat kerja (Tarwaka, 2008). Tabel 1. Matriks Penilaian Risiko Consequence
Catastrophic
5
Fatal
4
Critical
3
Marginal
2
Negligible
1
Probability
Frequent
Probable
Occasional
Remote
20 Urgent 16 urgent 12 High 8 Medium 4 Low
15 Urgent 12 high 9 Medium 6 Medium 3 Low
10 High 10 medium 6 Medium 4 Low 2 Low
5 Medium 5 Low 3 Low 2 Low 1 None
Sumber: (Tarwaka, 2008), “Keselamatan dan Kesehatan Kerja”. d. Prioritas Risiko Setelah dilakukan penentuan tingkat risiko, selanjutnya harus dibuat skala prioritas risiko untuk setiap potensi bahaya yang diidentifikasi dalam upaya menyusun rencana pengendalian risiko. Potensi bahaya (hazard) dengan tingkat risiko “URGENT” harus commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
menjadi prioritas utama, diikuti tingkat risiko “HIGH”, “MEDIUM” dan terakhir tingkat risiko “LOW”. Sedangkan tingkat risiko “NONE” untuk sementara dapat diabaikan dari rencana pengendalian risiko, namun tidak menutup kemungkinan untuk tetap menjadi prioritas terakhir. Berikut merupakan klasifikasi tingkat risiko menurut (Tarwaka, 2008). Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Risiko TINGKAT RISIKO
TINGKAT BAHAYA
KLASIFIKASI
URGENT
Tingkat bahaya sangat
Hazard kelas A
tinggi HIGH
Tingkat bahaya serius
Hazard kelas B
MEDIUM
Tingkat bahaya sedang
Hazard kelas C
LOW
Tingkat bahaya kecil
Hazard kelas D
NONE
Hampir tidak ada bahaya
Hazard kelas E
Sumber: (Tarwaka, 2008), “Keselamatan dan Kesehatan Kerja”. 6. Kecelakaan Kerja Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan yang dapat berakibat cedera, gangguan kesehatan hingga kematian pada manusia, kerusakan properti, gangguan terhadap pekerjaan (kelancaran proses produksi) atau pencemaran (Suardi, 2005). Beberapa ahli juga mendefinisikan kecelakaan kerja, yaitu diantaranya: a. Tarwaka (2008) Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang dapat menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa yang terjadi didalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan denganya; commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
b. Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menimbulkan kerugian, baik korban manusia atau harta benda; c. Menurut OHSAS 180001 : 2007, incident didefinisikan sebagai kejadian yang terkait pekerjaan, dimana suatu cidera, sakit (terlepas dari tingkat keparahannya), atau kematian terjadi, atau mungkin dapat terjadi. Dalam hal ini, yang dimaksud sakit adalah kondisi kelainan fisik atau mental yang teridentifikasi berasal dari dan/atau bertambah buruk karena kegiatan kerja dan/atau situasi yang terkait pekerjaan. Sehingga pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang tidak diinginkan karena dapat mengakibatkan kerugian berupa cedera, kerugian atau kerusakan properti, kerugian materi, gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian. Semuanya dapat diartikan menimbulkan kerugian baik kerugian manusia (harm to people), kerusakan material (damage to property), terhentinya proses kerja (loss to process). 7. Pengendalian Risiko Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Jika pada tahapan sebelumnya lebih banyak bersifat konsep dan perencanaan, maka pada tahap ini sudah merupakan realisasi dari upaya pengelolaan risiko dalam perusahaan (Ramli, 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Menurut (Tarwaka, 2008), apabila suatu risiko terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja telah diidentifikasi dan dinilai, maka pengendalian risiko harus diimplementasikan untuk mengurangi risiko sampai batas-batas yang dapat diterima berdasarkan ketentuan, peraturan dan standar yang berlaku. Di dalam memperkenalkan suatu sarana pengendalian
risiko,
harus
mempertimbangkan
apakah
sarana
pengendalian risiko tersebut dapat diterapkan dan dapat memberikan manfaat kepada masing-masing tempat kerja. Pengendalian
risiko
dapat
mengikuti
Pendekatan
Hierarki
Pengendalian (Hirarchy Controls). Hierarki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam pencegahan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari beberapa tingkatan secara berurutan. Hierarki Pengendalian Risiko menurut (Tarwaka, 2008), yaitu: a. Eliminasi (Elimination) Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan harus dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas pertama. Eliminasi dapat dicapai dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan tempat kerja yang kehadirannya pada batas yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku K3 atau kadarnya melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) diperkenankan. Eliminasi adalah cara pengendalian risiko yang paling baik, karena risiko terjadinya kecelakaan dan sakit akibat potensi bahaya ditiadakan. Namun pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
prakteknya pengendalian dengan cara eliminasi banyak mengalami kendala karena keterkaitan antara sumber bahaya dan potensi bahaya saling berkaitan atau menjadi sebab dan akibat. b. Substitusi (Substitution) Pengendalian ini dimaksud untuk menggantikan bahan-bahan dan peralatan yang lebih berbahaya dengan bahan-bahan dan peralatan yang kurang berbahaya atauyang lebih aman, sehingga pemaparannya selalu dalam batas yang masih dapat diterima. Contohnya adalah penggunaan solar yang bersifat mudah terbakar dan reaktif yang biasa dipakai untuk bahan pembersih perkakas bengkel digantikan dengan bahan deterjen atau sabun. c. Rekayasa Teknik (Engineering Control) Pengendalian atau rekayasa teknik termasuk merubah struktur objek kerja untuk mencegah seseorang terpapar kepada potensi bahaya, seperti pemberian pengaman mesin, penutup ban berjalan, pembuatan struktur pondasi mesin dengan cor beton, pemberian alat bantu mekanik, pemberian absorber suara pada dinding ruang mesin yang menghasilkan kebisingan tinggi, dan lain-lain. d. Pengendalian Administrasi (Administration Control) Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Metode pengendalian ini sangat tergantung dari perilaku pekerjanya dan memerlukan pengawasan yang teratur commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
untuk dipatuhinya pengendalian administrasi ini. Metode ini meliputi: rekruitmen tenaga kerja baru sesuai jenis pekerjaan yang akan ditangani, pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat, rotasi kerja untuk mengurangi kebosanan dan kejenuhan, penerapan prosedur kerja, pengaturan kembali jadwal kerja, training keahlian dan training K3 dan juga penerapan Safety sign di area kerja. e. Alat Pelindung Diri (Personal Protective Equipment) Alat Pelindung Diri (APD) secara umum merupakan sarana pengendalian yang digunakan untuk jangka pendek dan bersifat sementara mana kala sistem pengendalian yang lebih permanen belum dapat diimplementasikan. APD merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian risiko di tempat kerja. Hal ini disebabkan karena penggunaan APD mempunyai beberapa kelemahan antara lain: 1) APD tidak menghilangkan risiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang diterima. Bila penggunaan APD gagal, maka secara otomatis bahaya yang ada akan mengenai tubuh pekerja. 2) Penggunaan APD dirasakan tidak nyaman, karena kekurang leluasaan gerak pada waktu kerja dan dirasakan adanya beban tambahan karena harus dipakai selama bekerja.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
8. Safety sign a. Pengertian Safety sign adalah salah satu langkah untuk mengendalikan risiko di tempat kerja adalah menggunakan media visual untuk memberi peringatan (Wahyu dkk, 2014). Pengertian Safety sign atau tanda keselamatan menurut beberapa sumber yaitu : 1) Menurut OSHA Menurut OSHA, Sign/tanda adalah peringatan bahaya, sementara atau permanen ditempelkan atau ditempatkan, di lokasi di mana terdapat bahaya. Tanda-tanda akan dihapus ketika bahaya sudah tidak ada lagi atau ditutupi selama jam ketika tidak ada bahaya bagi pekerja atau masyarakat. OSHA mempersempit ruang lingkup untuk menutup semua tanda-tanda keselamatan kecuali orang-orang yang dirancang untuk jalan-jalan, jalan raya, rel kereta api dan peraturan kelautan. Spesifikasi tidak berlaku untuk papan buletin tanam atau poster keselamatan. Peraturan tanda OSHA fokus pada pencegahan potensi bahaya yang dapat menyebabkan cedera pada pekerja atau masyarakat, atau kerusakan properti. (Simpson, 2013). Safety sign adalah peralatan yang bermanfaat untuk membantu melindungi kesehatan dan keselamatan para karyawan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
dan pengunjung yang sedang berada ditempat kerja. Rambu-rambu keselamatan berguna untuk (Abdurrahman, 2013) : a) Menarik perhatian terhadap adanya bahaya kesehatan dan keselamatan kerja; b) Menunjukkan adanya potensi bahaya yang mungkin tidak terlihat; c) Menyediakan informasi umum dan memberikan pengarahan; d) Mengingatkan para karyawan dimana harus menggunakan peralatan perlindungan diri; e) Mengindikasikan dimana peralatan darurat keselamatan berada; f) Memberikan peringatan waspada terhadap beberapa tindakan yang atau perilaku yang tidak diperbolehkan. 2) Menurut American National Standard Institute (ANSI) Safety sign menurut standar ANSI yaitu tanda-tanda keselamatan
yang
dapat
menarik
perhatian
dengan
jelas
mengingatkan tentang potensi bahaya. Meskipun banyak organisasi dan
perusahaan
telah
membuat
pedoman
sendiri
untuk
memproduksi tanda-tanda keselamatan yang efektif dan
nyata.
Standar yang ditetapkan oleh American National Standards Institute (ANSI) biasanya norma yang paling diterima dalam penerapan tanda (Marquette, 2013). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
3) Menurut British Standard Institute (BSI) British Standar Institute (BSI) adalah standar mengenai penerapan tanda keselamatan. BSI memberikan peningkatan representatif
teknis
dari
tanda-tanda
keselamatan
dan
memperkenalkan prinsip utama sebagai berikut (BSI, 1996) : 1) Memberikan rekomendasi dengan penggunaan huruf besar dan kecil; 2) Memberikan penjelasan untuk orang tuna netra agar membaca dan memahami seperti: peringatan, Api keluar dll; 3) Semua tanda-tanda keselamatan BSI sekarang mematuhi standar dengan teknis terbaru lainnya. Standar Safety sign dengan BSI series 5499 peneliti gunakan dalam acuan penelitian mengenai kesesuaian keberadaan Safety sign. Semua standar safety sign yang ada memiliki kelebihan masing-masing, akan tetapi dengan standar BSI dijelaskan secara rinci mengenai ukuran, warna, spesifikasi, jenis, bentuk, dan sebagainya secara lengkap.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Pembuatan Safety sign yang baik menurut Tinarbuko (2008), yaitu harus memenuhi 4 kriteria berikut ini : a) Mudah dilihat Penempatan sign juga harus dipikirkan secara tepat, penempatan sign yang baik yaitu ditempat yang mudah diakses orang. b) Mudah dibaca Bentuk huruf atau tipografi yang digunakan dalam sign. Sebisa mungkin dapat terbaca. c) Mudah dimengerti Bentuk penulisan yang tertera pada sign harus mudah untuk dipahami. Bentuk tulisan juga sebisa mungkin singkat dan padat. d) Dapat dipercaya Kebenaran informasi yang ada dapat dipercaya tidak menyesatkan. Menurut Tinarbuko (2008) dalam merancang desain untuk sign sistem harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut ini: 1) Memahami institusi dan lingkungannya serta mengetahui kegiatan utama institusi tersebut; 2) Mengidentifikasi fasilitas yang akan dipresentasikan. Serta sign harus mengidentifikasikan fasilitas apa saja yang ada di institusi itu;
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
3) Menentukan lokasi penempatan serta lokasi harus mudah dilihat dan mudah diakses oleh semua orang; 4) Implementasi sign sistem. Selain desain, kita juga harus memperhatikan material dalam pembuatan sign. Sekarang ini, desain menarik dan informasi yang benar saja tidaklah cukup. b. Kategori Safety sign 1) Kategori Berdasarkan OSHA Berikut adalah spesifikasi safety sign menurut OSHA dalam (Simpson, 2013) yaitu : a) Tanda Bahaya/Danger sign OSHA membutuhkan tanda bahaya menjadi merah untuk panel atas dengan garis hitam di perbatasan dan panel bawah putih untuk kata-kata tambahan. Tidak ada variasi yang diizinkan. OSHA mensyaratkan majikan untuk mendidik karyawan bahwa tanda-tanda bahaya dan tindakan pencegahan yang diperlukan. Gambar diterima tanda bahaya yang terkandung dalam peraturan OSHA (Simpson, 2013). b) Tanda Peringatan/Warning Sign Tujuan
dari
tanda
hati-hati
adalah
untuk
memperingatkan potensi bahaya atau untuk mengingatkan terhadap praktik yang tidak aman. Menurut peraturan OSHA, tanda hati-hati memiliki latar belakang kuning. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
Hitam diperlukan untuk panel atas dengan tulisan kuning, membaca “PERHATIAN” Semakin rendah panel kuning untuk kata-kata tambahan yang harus hitam. Bahan tanda dan warna yang ditetapkan dalam Standar Nasional Amerika dan dihubungkan pada website OSHA (Simpson, 2013). c) Tanda Exit / Keluar (Emergency Sign) OSHA membutuhkan tanda keluar berada di latar belakang putih dengan huruf merah tidak kurang dari 6 inci tinggi. Script Font harus tidak kurang dari ¾ th dari satu inci tebal. d) Tanda dan Arah Keselamatan Tanda keselamatan harus memiliki putih dengan panel atas hijau dengan tulisan putih untuk menyampaikan pesan utama. Panel bawah adalah menjadi huruf hitam pada latar belakang putih. OSHA membutuhkan tanda-tanda arah untuk penggunaan non-lalu lintas harus memiliki latar belakang putih dengan panel hitam dan simbol directional putih. e) Tanda Lalu Lintas Daerah konstruksi harus memiliki tanda lalu lintas terbaca yang memperingatkan bahaya. Semua rambu lalu lintas dan perangkat yang digunakan untuk melindungi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
pekerja konstruksi harus sesuai dengan Bagian VI Manual Uniform Traffic Control Devices. Salinan manual ini tersedia di situs OSHA. 2) Kategori Berdasarkan ANSI Z535 Klasifikasi Safety sign menurut standard ANSI Z535, yaitu : (Marquette, 2013) a) Tanda Bahaya (Danger Sign) ANSI
telah
menggambarkan
metetapkan bahaya
kata
langsung
bahaya
untuk
yang
dapat
mengakibatkan cedera parah atau kematian. Bahaya merupakan tingkat tertinggi bahaya dalam situasi tertentu. ANSI juga telah diberi warna merah untuk menunjukkan bahaya atau berhenti. b) Tanda Peringatan (Warning Sign) Peringatan menandakan tingkat tertinggi kedua dari bahaya dan situasi indicates potentially berbahaya di mana akan memungkinkan terluka parah atau kematian. Warna orange digunakan pada tanda peringatan untuk memberi tahu bagian dari mesin yang tidak aman dan yang peralatan energi. c) Tanda Waspada (Caution Sign) Tanda hati-hati mengingatkan pada situasi yang membahayakan seperti menderita cedera kecil atau sedang, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
atau memperingatkan terhadap perilaku berisiko. Selain itu tanda hati-hati menurut ANSI dengan latar belakang kuning solid, garis-garis kuning dan hitam atau pola kotak-kotak kuning dan hitam. d) Tanda Keselamatan lainnya (Others Safety Sign) Tidak
terkait
dengan
warna,
tanda-tanda
pemberitahuan memberitahu tentang pedoman perusahaan yang berhubungan dengan keselamatan atau keamanan properti perusahaan. Tanda-tanda keselamatan umum memberikan petunjuk tentang langkah-langkah keamanan yang tepat, praktek-praktek keselamatan dan di mana untuk menemukan peralatan keselamatan. Tanda-tanda ini tidak terkait dengan warna tertentu. Tanda-tanda keselamatan kebakaran mengingatkan ke lokasi alat pemadam kebakaran seperti alat pemadam kebakaran. ANSI belum diberi warna wajib untuk tanda-tanda ini. e) Warna Keselamatan (Color Safety) Beberapa
warna
keselamatan
ANSI
tidak
berhubungan dengan kata tertentu, tetapi mengidentifikasi peralatan dan lokasi. Hijau mengidentifikasi peralatan keselamatan, kit pertolongan pertama dan pintu keluar darurat. Biru menandakan adanya informasi keselamatan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
pada tanda-tanda dan papan buletin. Sampai saat ini, warna ungu, abu-abu dan coklat tidak membawa makna tertentu. f) Penempatan Sama seperti ANSI mengatur warna dan kata-kata pada tanda, juga mendikte penempatan tanda-tanda keselamatan, dan tidak harus berada dalam bahaya sebelum melihat tanda. Ini berarti bahwa semua tanda-tanda keselamatan harus digantung di lokasi yang memberikan banyak waktu untuk menghindari bahaya. Kata-kata pada tanda harus dapat dibaca dan ditempatkan di lokasi di mana tidak menjadi bahaya untuk diri sendiri. Selain itu tanda tidak dapat menggantung di pintu, jendela atau benda portabel
lainnya
yang
pergerakan
objek
akan
menyembunyikan tanda. Menurut Standar ANSI Z535.4-2007 for Product Safety sign and Labels, panel pesan sinyal ditandai dengan warna sign yang berbeda-beda, yaitu diantaranya : 1) Danger sign/tanda bahaya background berwarna merah dengan kata DANGER berwarna putih. Mengindikasikan situasi
bahaya
yang
memiliki
kemungkinan
tinggi
terjadinya kematian atau luka serius. 2) Warning sign/tanda peringatan background berwarna orange
dengan kata WARNING commit to user
berwarna
hitam.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
Mengindikasikan
situasi
kemungkinan
terjadinya
kecelakaan serius atau kematian. 3) Caution sign/tanda waspada background berwarna kuning dan kata CAUTION berwarna hitam. Mengindikasikan situasi berbahaya yang bisa menyebabkan luka ringan atau sedang. 4) Notice sign/perhatian background berwarna biru dengan kata NOTICE berwarna putih. Mengindikasikan pesan yang disampaikan berhubungan dengan keselamatan personil atau
perlindungan
terhadap
properti
perusahaan
bersangkutan 5) Emergency/safety first/utamakan keselamatan background berwarna hijau dan gambar atau kata berwarna putih. Memberikan Instruksi-instruksi umum yang berhubungan dengan praktek kerja yang aman dan memberikan tanda jalur evakuasi. Desain Safety sign dengan ANSI dilengkapi dengan signal word seperti warning, danger, caution, notice, safety first seperti penjelasan diatas juga dilengkapi dengan symbol panel / piktogram serta terdapat kalimat yang memberikan pesan dari sign tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
Contohnya seperti gambar dibawah ini :
Gambar 1. Format Safety sign yang dilengkapi signal word panel dan word message Sumber : ANSI Z535.4-2007 for Product and Labels.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Piktogram / simbol yang dimilki standar Amerika berdasarkan ANSI Z535.3-2011 Criteria for Safety Symbol yaitu dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Piktogram dengan STANDAR ANSI Z535 commit to user Sumber : ANSI Z535.3-2011 Criteria for Safety Symbol.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
3) Kategori Safety sign menurut BSI 5499 Berdasarkan warna, piktogram, simbol pada standar BSI sedikit memiliki perbedaan dengan standar ANSI, akan tetapi maksud dan tujuanya sama. Berikut adalah kategori Safety sign dengan panel symbol prohibition/tanda larangan, command yaitu tanda mengindikasikan peralatan keselamatan, danger yang mengindikasikan adanya bahaya, rescue yang memberikan info kerja secara aman, fire protection yaitu mengindikasikan adanya alat pemadam kebakaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Gambar 3. Kategori Safety sign Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
a) Tanda Larangan (Prohibition Sign) Prohibition Sign adalah salah satu rambu larangan dalam British Standard (BS) yang sering digunakan oleh perusahaan-perusahaan Multinasional yang berpusat di Inggris juga atau to negara-negara persemakmuran, seperti commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Australia, Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Sering pula digunakan perusahaan multinasional yang berasal dari Eropa. Prohibited Sign dalam bahasa Indonesia disebut rambu larangan, bertujuan untuk memberitahukan kepada orang yang melihat untuk tidak melakukan hal-hal yang dilarang tersebut karena dapat mengakibatkan kecelakaan fatal. Prohibited Sign ditandai dengan piktogram berwarna hitam yang dikelilingi geometri outline lingkaran dan tanda silang tunggal berwarna merah.
Gambar 4. Tanda Larangan Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
b) Tanda Bahaya (Danger Sign) Tanda
bahaya
adalah
rambu
bahaya,
yang
mengindikasikan kondisi yang sangat dekat dengan bahaya, yang jika tidak dihindari, akan menyebabkan kematian atau cedera serius. Rambu ini dibatasi penggunaannya hanya untuk kondisi yang sangat ekstrim saja. Danger Sign ditandai dengan bagian header berwarna merah ditambah geometri segitiga dengan tanda seru dan tulisan danger atau bahaya berwarna putih. Danger Sign yang sering digunakan antara lain bahaya listrik tegangan tinggi, bahaya radiasi, bahaya bahan beracun, dan lain-lain.
Gambar 5. Tanda Bahaya commit to user Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
c) Tanda Keadaan Darurat (Safety First/Emergency Sign) Safety
First/Emergency
Sign
adalah
rambu
utamakan keselamatan/darurat. Walaupun pada beberapa industri di Indonesia ada yang menggunakan header safety first
(utamakan
keselamatan)
dan
ada
pula
yang
menggunakan header emergency (darurat), namun pada prinsipnya safety first/emergency sign digunakan untuk menyampaikan instruksi umum yang berhubungan dengan praktik kerja aman, mengingatkan prosedur keselamatan yang sesuai dan menunjukkan lokasi peralatan keselamatan. safety first/emergency sign ditandai dengan bagian header berwarna hijau dan tulisan utamakan keselamatan/darurat berwarna putih.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Gambar 6. Tanda Keadaan Darurat Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com) d) Tanda Api Fire Sign/tanda api adalah salah satu rambu pemadaman api yang cukup populer dalam British Standard (BS) yang sering digunakan oleh perusahaanperusahaan Multinasional yang berpusat di Inggris atau negara-negara persemakmuran, seperti Australia, Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Sering pula digunakan perusahaan multinasional yang berasal dari Eropa. Fire Sign dalam commitdisebut to userrambu pemadaman api, bertujuan bahasa indonesia
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
untuk
memberikan
informasi
kepada
orang
yang
melihatnya agar mengetahui dimana letak peralatan pemadaman api seperti fire extinguisher, fire hydrant, fire alarm, dan lain-lain ketika terjadi kebakaran. Fire Sign ditandai dengan piktogram berwarna putih yang dikelilingi bentuk geometri segi empat berwarna merah.
Gambar 7. Tanda Api Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com) e) Tanda Kondisi Aman Safe Condition Sign adalah salah satu rambu penyelamatan dalam British Standard (BS) yang sering commit to user digunakan oleh perusahaan-perusahaan Multinasional yang
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
berpusat di Inggris juga atau negara-negara persemakmuran, seperti Australia, Singapura, Malaysia, dan lain-lain. Sering pula digunakan perusahaan multinasional yang berasal dari Eropa. Safe Condition Sign dalam bahasa Indonesia disebut rambu darurat, bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang yang melihatnya untuk mengetahui dimana letak peralatan untuk menangani keadaan darurat. Safe Condition Sign ditandai dengan pictogram berwarna putih yang dikelilingi bentuk geometri segi empat berwarna hijau. f) Tanda Perintah Alat Pelindung Diri (Mandatory Sign) Mandatory Sign adalah tanda yang bertujuan untuk memberikan perintah agar pekerja dalam kondisi aman dengan menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan bahaya yang ada di lingkungan kerja.
Gambar 8. Tanda Perintah APD Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
c. Psikologi Warna Berdasarkan BSI 5499
Gambar 9. Psikologi Warna Menurut BSI Sumber : Standar BSI 5499 (www.bradyeurope.com)
Dimulai dari warna adalah peran penting sebagai tanda keselamatan (Safety sign), diantaranya dapat menyampaikanpesan dan dapat memberikan arti keselamatan secara spesifik. Sifat dari warna tanda keselamatan, yang artinya adalah : 1) Merah
: Larangan
2) Biru
: Perintah / saran
3) Kuning
: Peringatan / Perhatian
4) Hijau
: Kondisi selamat dan pertolongan pertama
Berdasarkan studi pendahuluan PT. Pertamina EP Asset 4 Field Cepu dalam penerapan Safety sign juga menggunakan standar ANSI dan BSI (pihak ketiga perusahaan). Oleh karena itu,dalam penelitian ini standar yang lebih cocok digunakan di PT. Pertamina commit to user EP Asset 4 Field Cepu dalam
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
menganalisa penerapan standar Safety sign yaitu dengan standar ANSI dan BSI.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
B. Kerangka Pemikiran
Tempat Kerja
Potensi Bahaya
Identifikasi Potensi Bahaya
Low Risk
Pemantauan
Eliminasi
Subtitusi
High Risk
Risiko
Pengendalian Risiko
Engineering Control
Administrasi
Safety Sign
Gambar 10. Kerangka Pemikiran commit to user
Alat Pelindung Diri