BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Gelombang II.1.1 Karateristik Gelombang Parameter penting untuk menjelaskan gelombang air adalah panjang gelombang, tinggi gelombang, dan kedalaman air dimana gelombang tersebut menjalar. Parameter-parameter yang lain seperti pengaruh kecepatan dan percepatan dapat ditentukan dari ketiga parameter pokok di atas. Secara skematik dimensi mengenai karateristik gelombang dapat dilihat pada gamabar di bawah ini :
Gambar. 2.1 karateristik gelombang
Panjang gelombang (L) adalah jarak horizontal antara dua puncak atau titik tertinggi gelombang yang berurutan. Bisa juga dikatakan sebagai jarak antara dua lembah gelombang.
II-1
II-2 Periode gelombang (T) adalah waktu yang diibutuhkan oleh dua puncak/lembah gelombang yang berurutan melewati suatu titik tertentu. Kecepatan rambat gelombang/celerity (C) adalah perbandingan antara panjang gelombang dan periode gelombang (L/T). ketika kedalaman air menjalar dengan kecepatan C, partikel air tidak turut bergerak kearah perambatan gelombang sedangkan sumbu koordinat untuk menjelaskan gerak gelombang berada pada kedalaman muka air tenang yaitu z = 0, sehingga dasar laut adalah sama dengan z = -h Amplitudo (A) adalah jarak vertikal antara puncak/titik tertinggi gelombang atau lembah / titik terendah gelombang dengan muka air tenang (H/2). II.1.2 Gaya Gelombang Distribusi gaya gelombang yang bekerja pada pipa untuk kedalaman tertentu dapat dilihat pada gambar berikut : Pipa SWL
Distribusi gaya gelombang
dasar laut Gambar. 2.2 Gaya Gelombang pada Selinder
II-3 Kecepatan partikel air yang ditimbulkan oleh gelombang dengan arah horizontal dan vertical menurut Ayre adalah : u
=
H cosh ky cos (kx - t )……..……..………....(2. 1) 2 sinh kh
v
=
H sinh ky sin (kx - t )…………..……..……...(2. 2) 2 sinh kh
Sedangkan percepatan partikel air pada pada kedudukan (x,y) dan waktu t untuk arah horisontal ax dan untuk arah vertikal ay diberikan oleh persamaan sebagai berikut : ax =
2 H cosh ky u = sin(kx- t )........……………….……(2. t 2 sinh kh
3) ay =
2 H sinh ky v =cos (kx - t )………………...……(2. 4) t 2 sinh kh
Gaya gelombang permukaan yang membebani sebuah tiang silinder vertikal pertama kali diungkapkan oleh Morison dkk. (1950) dengan syarat D/λ-nya kecil, katakanlah 1/10 atau kurang, sehingga distorsi oleh tiang bisa diabaikan. Jika f menunjukkan gaya gelombang per unit panjang yang bekerja pada sebuah tiang vertikal berdiameter D, maka persamaan Morisonnya, yang sekarang banyak diterapkan dalam perhitungan-perhitungan keteknikan, adalah : f 1 2 C D D u u C I
D 2 a x ………………..…………(2. 5) 4
II-4
dimana : ρ
= Kerapatan Fluida (kg/m3)
CD
= Koefisien Gesek (menurut API, 1980 = 0,6 ~ 1,0)
CI
= Koefisien Inersia (menurut API, 1980 = 1,5 ~ 2,0)
U
= Kecepatan Air Horizontal (m/s2)
ax
= Percepatan Air Horizontal (m/s2)
II.2 Pegas Pegas merupakan komponen yang didesain memiliki kekakuan yang relative rendah dibanding rigid normal. Sehingga memungkinkan gaya yang dibebankan padanya sesuai dengan tingkatan tertentu. Pegas tidak seperti komponen struktur lain dalam hal kekuatan waktu tterbebani serta kemampuan menyimpan energi mekanis setiap saat. saat
Gambar. 2.3 Gambar pegas
II-5 Karena besarnya gaya pemulih sebanding besarnya pertambahan panjang, maka dapat dirumuskan dengan : Fp = -K∆L …………………………………………………. (2.6) dimana: K
= konstanta pegas
Fp = gaya pemulih (N) ∆L = perpanjangan pegas (m)
II.3 Jenis Aliran Aliran Tak termampatkan Aliran tak termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan tidak berubahnya besaran kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran tersebut. Contoh fluida tak-termampatkan adalah: air, berbagai jenis minyak, emulsi, dll. Bentuk Persamaan Bernoulli untuk aliran tak-termampatkan adalah sebagai berikut: p gh
1 2 v konstan…………………………………………..(2.7) 2
di mana: v = kecepatan fluida g = percepatan gravitasi bumi h = ketinggian relatif terhadapa suatu referensi p = tekanan fluida ρ = densitas fluida
II-6 Persamaan di atas berlaku untuk aliran tak-termampatkan dengan asumsi-asumsi sebagai berikut :
Aliran bersifat tunak (steady state)
Tidak terdapat gesekan
II.4 Teori Foil II.4.1Perkembangan Airfoil Bentuk paten airfoil pertama kali dikembangkan oleh Horatio F. Phillips pada tahun 1884. Phillips adalah seorang kebangsaan Inggris yang yang pertama kali melakukan pengujian terowongan angin terhadap airfoil secara serius. Pada waktu yang hampir bersamaan, Otto Lilienthal memiliki ide yang sama. Setelah melakukan pengukuran yang teliti terhadap bentuk sayap burung, ia menguji bentuk airfoil dengan kelengkungan pada mesin pemutar dengan diameter 7 meter. Lilienthal percaya bahwa kunci sukses untuk melakukan penerbangan adalah dengan menggunakan airfoil lengkung atau ber-chamber. Ia juga mengujinya dengan radius nose yang berbeda-beda. Tahun 1902 Wright bersaudara melakukan pengujian airfoil mereka di terowongan angin, untuk mengembangkan bentuk yang efisien yang kemudian memicu keberhasilan mereka pa da penerbangan pertama 17 Desember 1903. Airfoil yang digunakan Wright bersaudara sangat mirip dengan desain dari Otto Lilienthal, yaitu tipis dan melengkung. Hal ini
II-7 dimungkinkan karena pengetesan airfoil pada masa awal dilakukan pada bilangan Reynold yang sangat rendah. Pemikiran salah bahwa airfoil yang efektif harus memiliki bentuk tipis dan kelengkungan tinggi merupakan alasan pesawat udara yang pertama menggunakan sayap ganda (biplanes). Bentuk airfoil tipis dan kelengkungan tinggi kemudian semakin ditinggalkan dan menyusut jumlahnya secara bertahap dalam kurun waktu satu dekade berikutnya. Airfoil dengan cakupan luas kemudian dikembangkan, yang umumnya secara trial and error. Beberapa bentuk yang cukup sukses adalah Clark Y dan Gottingen 398 yang digunakan sebagai basis bentuk airfoil yang diuji oleh NACA pada awal tahun 1920-an.
II.4.2Airfoil NACA NACA airfoil adalah bentuk airfoil sayap pesawat udara yang dikembangkan oleh National Advisory Committee for Aeronautics (NACA). Sampai sekitar Perang Dunia II, airfoil yang banyak digunakan adalah hasil riset Gottingen. Selama periode ini banyak pengujuan arifoil dilakukan diberbagai negara, namun hasil riset NACA lah yang paling terkemuka. Pengujian yang dilakukan NACA lebih sistematik dengan membagi pengaruh efek kelengkungan dan distribusi ketebalan atau thickness serta pengujiannya dilakukan pada bilangan Reynold yang lebih tinggi dibanding yang lain.
II-8
Permukaaan atas
Ketebalan
Permukaan bawah Panjang chord Gambar 2.4 Detail Foil
(sumber: http://www.reuniverse.com/forum/edit profile.asp profile.asp)
II.4.3 Konstruksi Geometri airfoil NACA Bentuk dari
airfoil ditentukan oleh seri digit yang sesuai
ketentuan NACA airfoil, parameter penomorannya dapat di tentukan dalam persamaan yang lebih tepat untuk perhitungan potongan melintang airfoil 1.
NACA seri 4 digit Sekitar tahun 1932, NACA melakukan pengujian beberapa bentuk airfoil yang dikenal dengan NACA seri 4 digit. Distribusi kelengkungan dan ketebalan NACA seri empat ini diberikan berdasarkan suatu persamaan. Distribusi ini tidak dipilih berdasarkan teori, tetapi diformulasikan berdasarkan pendekatan bentuk sayap yang efektif yang digunakan saat itu, seperti yang dikenal adalah airfoil Clark Y. Y
II-9 Pada airfoil NACA seri empat, digit pertama menyatakan persen
maksimum
chamber
terhadap
chord.
Digit
kedua
menyatakan persepuluh posisi maksimum chamber pada chord dari leading edge. edge. Sedangkan dua digit terakhir menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap terhadap chord. Contoh : airfoil NACA 2412 memiliki maksimum chamber 0.02 terletak pada 0.4c dari leading edge dan memiliki ketebalan maksimum 12% chord atau 0.12c. Airfoil yang tidak memiliki kelengkungan, dimana chamber line dan chord berhimpit disebut airfoil airfoil simetrik. Contohnya adalah NACA 0012 yang merupakan airfoil simetrik dengan ketebalan maksimum 0.12c.
Gambar 2.5 Kurva model NACA 2412 1chord (9,5 (9,5cm)
2.
NACA Seri 5 Digit Pengembangan airfoil NACA 5 digit dilakukan sekitar tahun 1935 dengan menggunakan distribusi ketebalan yang sama dengan seri empat digit. Garis kelengkungan rata rata-rata
(mean
II-10 chamber line) seri ini berbeda dibanding seri empat digit. Perubahan ini dilakukan dalam rangka menggeser maksimum chamber kedepan sehingga dapat meningkatkan CL max. Jika dibandingkan ketebalan (thickness) dan chamber, seri ini memiliki nilai CL max 0.1 hingga 0.2 lebih tinggi dibanding seri empat digit. Sistem penomoran seri lima digit ini berbeda dengan seri empat digit. Pada seri ini, digit pertama dikalikan 3/2 kemudian dibagi sepuluh memberikan nilai desain koefisien lift. Setengah dari dua digit berikutnya merupakan persen posisi maksimum chamber terhadap
chord.
Dua
digit
terakhir
merupakan
persen
ketebalan/thickness terhadap chord. Contohnya, airfoil 23012 memiliki CL desain 0.3, posisi maksimum chamber pada 15% chord dari leading edge dan ketebalan atau thickness sebesar 12% chord. 3.
NACA Seri-1 (Seri 16) Airfoil NACA seri 1 yang dikembangkan sekitar tahun 1939 merupakan seri pertama yang dikembangkan berdasarkan perhitungan teoritis. Airfoil seri 1 yang paling umum digunakan memiliki lokasi tekanan minimum di 0.6 chord, dan kemudian dikenal sebagai airfoil seri-16. Chamber line airfoil ini didesain untuk menghasilkan perbedaan tekanan sepanjang chord yang seragam.
II-11 Penamaan airfoil seri 1 ini menggunakan lima angka. Misalnya NACA 16-212. Digit pertama menunjukkan seri 1. Digit kedua menunjukkan persepuluh posisi tekanan minimum terhadap chord. Angka di belakang tanda hubung : angka pertama marupakan persepuluh desain CL dan dua angka terakhir menunjukkan persen maksimum thickness terhadap chord. Jadi NACA 16-212 artinya airfoil seri 1 dengan lokasi tekanan minimum di 0.6 chord dari leading edge, dengan desain CL 0.2 dan thickness maksimum 0.12.
4.
NACA seri 6 Airfoil NACA seri 6 didesain untuk mendapatkan kombinasi drag, kompresibilitas, dan performa CL max yang sesuai keinginan. Beberapa persyaratan ini saling kontradiktif satu dan lainnya, sehingga tujuan utama desain airfoil ini adalah mendapatkan drag sekecil mungkin. Geometri seri 6 ini diturunkan dengan menggunakan metode teoritik yang telah dikembangkan dengan menggunakan matematika lanjut guna mendapatkan bentuk geometri yang dapat menghasilkan
distribusi
tekanan
sesuai
keinginan.
Tujuan
pendekatan desain ini adalah memperoleh kombinasi thickness dan chamber yang dapat memaksimalkan daerah alirah laminer.
II-12 Dengan demikian maka drag pada daerah CL rendah dapat dikurangi. Aturan penamaan seri 6 ini cukup membingungkan dibanding seri lain, diantaranya karena adanya banyak perbedaan variasi yang ada. Contoh yang umum digunakan misalnya NACA 641-212, a=0.6. Angka 6 di digit pertama menunjukkan seri 6 dan menyatakan family ini didesain untuk aliran laminer yang lebih besar dibanding seri 4 digit maupun 5 digit. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum dalam persepuluh terhdap chord (0.4c). Subskrip 1 mengindikasikan bahwa range drag minimum dicapai pada 0.1 diatas dan dibawah CL design yaitu 2 dilihat angka 2 setelah tanda hubung. Dua angka terakhir merupakan persen thickness terhadap chord, yaitu 12% atau 0.12. Sedangkan a= 0,6 mengindikasikan persen chord airfoil dimana distribusi tekanannya seragam, dalam contoh ini adalah 60 % chord. 5.
NACA Seri 7 Seri 7 merupakan usaha lebih lanjut untuk memaksimalkan daerah aliran laminer diatas suatu airfoil dengan perbedaan lokasi tekanan minimum dipermukaan atas dan bawah. Contohnya adalah NACA 747A315. Angka 7 menunjukkan seri. Angka 4 menunjukkan lokasi tekanan minimum di permukaan atas dalam persepuluh (yaitu 0.4c) dan angka 7 pada digit ketiga menunjukkan
II-13 lokasi tekanan minimum di permukaan bawah airfoil dalam persepuluh (0.7c). A, sebuah huruf pada digit keempat, menunjukkan suatu format distribusi ketebalan dan mean line yang standardisasinya dari NACA seri awal. Angka 3 pada digit kelima menunjukkan CL desain dalam persepuluh (yaitu 0.3) dan dua angka terakhir menunjukkan persen ketebalan maksimum terhadap chord, yairu 15% atau 0.15. 6.
NACA seri 8 Airfiol NACA seri 8 didesain untuk penerbangan dengan kecepatan supercritical. Seperti halnya seri sebelumnya, seri ini didesain dengan tujuan memaksimalkan daerah aliran laminer di permukaan atas permukaan bawah secara independen. Sistem penamaannya sama dengan seri 7, hanya saja digit pertamanya adalah 8 yang menunjukkan serinya. Contohnya adalah NACA 835A216 adalah airfoil NACA seri 8 dengan lokasi tekanan minimum di permukaan atas ada pada 0.3c, lokasi tekanan minimum di permukaan bawah ada pada 0.5c, memiliki CL desain 2 dan ketebalan atau thickness maksimum 0.16c.
II-14 II.4.4Prinsip Kerja Foil Untuk menjelaskan tentang teori foil, perhatikan sebuah gambar berikut :
P1
P2
Gambar 2.6 Gaya Pada Foil
Bila, s1 > s2 s adalah jarak, dimana s1 adalah jarak permukaan foil pada lapisan atas dan s2 adalah jarak permukaan foil pada lapisan bawah. t1 = t2 t adalah waktu yang ditempuh partikel fluida, dimana t1 adalah waktu yang ditempuh partikel fluida sama dengan t2. Jadi, sehingga untuk kecepatan pada partikel fluida yang melewati foil adalah
v1
s1 t1
II-15
v2
s2 , maka v1 > v2 t2
Rumus Bernoulli
gh1
1 2 1 v1 p1 gh2 v 22 p 2 2 2
1 2 1 v1 p1 v22 p2 2 2
Dari persamaan v1 > v2 dapat diambil kesimpulan bahwa p2 > p1 dengan persamaan Bernoulli, dapat dijelaskan bahwa suatu foil dapat terangkat (proporsional dengan kecepatan aliran/obyek), karena tekanan di bagian bawah foil lebih besar dari pada di atas, akibat kecepatan di bagian bawah lebih rendah dengan anggapan obyek tipis ( h1 h2 ) II.4.5 Metode Pemodelan Foil Pada penelitian kali ini model foil yang diterapkan adalah foil NACA 2412 dengan penskalaan dari ordinate
NACA 2412 hasil
eksperimen yang telah ada (dapat dilihat lebih jelas pada lampiran) II.5. Gaya Pada Pipa dan Foil Gaya yang bekerja pada pipa adalah berat dari pipa itu sendiri karena pada benda uji diletakkan diam dan tidak mengalami kecepatan, maka gaya yang bekerja adalah berat benda itu sendiri yaitu : F = W = m.g..............................................................................(2. 8) Dimana :
F = Gaya Berat Pipa (N)
II-16 m = Massa Pipa (kg) g = Percepatan Grafitasi (m/s2) Sedangkan pada foil yang diletakkan terbalik akan menghasilkan gaya lift kebawah dan gaya drag (gesek), seperti pada gambar berikut :
Gambar. 2.7 Gaya pada Foil terbalik Gaya lift dan Gaya drag pada foil tersebut dapat ditentukan dengan rumus: Fl
Fd
1 . .u 2 .Cl . A ........................................................................(2.9) 2 1 . .u 2 .Cd . A ......................................................................(2.10) 2
Dimana : FL = Gaya lift (N) FD = Gaya drag (N) = massa jenis air tawar = 1000 kg/m3 u
= kecepatan partikel air (m/s2)
CD = Koefisien drags ( 0,06)
II-17 CL = Koefisien Lift (0,4) A = Luas penampang (permukaan datar) foil (m2)
II.6.. Gaya Pemulih Pada Ayunan Bandul
Gambar. 2.8 Gerak harmonik pada bandul
Ayunan matematis merupakan suatu partikel massa yang tergantung pada suatu titik tetap pada seutas tali,, di mana massa tali dapat diabaikan dan tali tali tidak dapat bertambah panjang. Dari gambar tersebut, terdapat sebuah beban bermassa m tergantung pada seutas kawat halus sepanjang l dan massanya dapat diabaikan. Apabila bandul itu bergerak vertikal dengan membentuk sudut θ,, gaya pemulih bandul tersebut ut adalah mg sin θ.. Secara matematis dapat dituliskan : F = mg sin θ ……………………………………………… ……………………………………….(2.11) Dimana :
m
= massa benda (Kg)
g
= percepatan gravitasi (m/s)
θ
= sudut bentukan benda
II-18 II. 7 Persamaan Gerak Struktur Terapung Jika diperhatikan, gerakan-gerakan dari suatu struktur terapung di air akibat adanya gangguan dari beban luar maka gerakannya cukup kompleks. Tetapi untuk penyederhanaan, maka dikelompokkan dalam enam derajat kebebasan, hal ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.9 Enam derajat kebebasan pada struktur terapung
Keterangan gambar : Surging
= gerak translasi pada sumbu x
Swaying
= gerak translasi pada sumbu z
Heaving
= gerak translasi pada sumbu y
Rolling
= gerak rotasi pada sumbu x
Pitching
= gerak rotasi pada sumbu z
Yawing
= gerak rotasi pada sumbu y
Derajat kebebasan yang ditinjau pada penelitian ini adalah rolling.