BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Teori Kepuasan Karyawan Kepuasan karyawan adalah perasaan senang yang diperoleh dari hasil interaksi dengan lingkungan kerja. Menurut Cherington (1989), Moorhead (1992), dan Griffin (1992), kepuasan kerja adalah sikap afektif dan sikap evaluatif individu terhadap pekerjaannya. Spector (2003) menjelaskan tiga alasan mengapa kepuasan karyawan merupakan variabel yang penting dalam organisasi. Pertama, kepuasan karyawan dapat menjadi alat ukur yang efektif atas kebijakan yang diambil perusahaan terhadap karyawan. Kedua, kepuasan bekerja mempengaruhi perilaku karyawan yang akan mempengaruhi kelancaran perusahaan. Ketiga, kepuasan karyawan merupakan indikator adanya masalah dalam perusahaan karena level kepuasan karyawan yang rendah menunjukkan ketidakberesan dalam suatu departemen. Robbin (1998) menyimpulkan bahwa seorang pegawai yang puas menyebabkan peningkatan komitmen yang tinggi karena berkurangnya kemangkiran, terus bekerjanya seorang karyawan yang baik, dan berkurangnya jumlah perilaku yang merugikan perusahaan. Menurut Wood et al (1998) bahwa kepuasan karyawan dapat mengurangi intense to turnover sehingga manajemen harus berusaha agar karyawan dapat selalu senang atau bahagia. Berrio (1990) dan Vecchio (1995) mengatakan bahwa kepuasan kerja adalah sikap kognitif yang secara umum adalah kumpulan perasaan dan keyakinan seseorang tentang pekerjaan yang mereka lakukan. Faktor-faktor seperti jenis pekerjaan, gaji, struktur organisasi, supervise, hubungan dengan kerabat serta kesempatan mengembangkan diri merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan sedangkan ketidakhadiran dan turnover merupakan bentuk ketidakpuaasan karyawan. Griffin dan Moorhead (1992) membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan menjadi tiga hal yaitu organisasi, kelompok, dan pribadi. Faktor organisasi adalah kebijakan prosedur, gaji, promosi, jenis pekerjaan, dan lingkungan kerja. Faktor kelompok adalah hubungan dengan rekan kerja dan 5
6
supervisor. Faktor pribadi adalah kebutuhan, aspirasi, dan tunjangan yang dibutuhkan oleh karyawan. George dan Jones (2002) membagi faktor yang mmpengaruhi kepuasan karyawan menjadi kepribadian, nilai, faktor sosial dan situasi kerja. Personality
Work
Employee
Value
Social
Gambar-1.1 :Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan (Sumber : George, Jennifer M & Gareth R. Jones (2002), Memahami dan Mengatur Perilaku Organisasional, edisi ke-3, Prentice Hall, hlm. 81).
Feuss et al. (2004) menyatakan bahwa ada beberapa elemen yang merupakan faktor penting dalam kepuasan karyawan yaitu Respect dan Diversity, Authority dan Accountability, Work Unit Management dan Decision Making. Respect dan Diversity adalah ketika karyawan percaya bahwa mereka mendapat perlakuan yang sama sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang jelas dan adil serta adanya komitmen dari organisasi untuk menghargai perbedaan. Authority dan Accountability merupakan faktor dimana karyawan mempunyai otoritas dalam melaksanakan tanggung jawabnya dan merasa nyaman dalam mengekspresikan ide-idenya. Work Unit Management adalah sikap dari manajemen yang menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan karyawan, mampu memberikan teladan bagi karyawan serta mampu menyusun prioritas kerja yang jelas. Decision Making adalah keputusan-keputusan yang diambil tepat waktu dan melibatkan karyawan dalam prosesnya sehingga karyawan harus mempunyai akses terhadap informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan.
7
Dari beberapa teori serta uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaji atau upah bukan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan karyawan karena faktor-faktor yang bersifat intangible lebih memiliki peranan dalam memberikan kepuasan kerja seseorang. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan karyawan yaitu variasi pekerjaan, keamanan kerja, perasaan merasa dihargai, merasa dipercaya, pengakuan prestasi kerja, fleksibiltas dari pimpinan, jumlah jam kerja, bantuan perusahaan saat karyawan sakit, tantangan kerja, mendapat kesempatan yang sama, komunikasi antar departemen, kondisi lingkungan kerja, respek kepada manajemen, parkir kendaraan, etika atasan tentang kebijakan dilarang merokok serta persediaan P3K (Kuswadi, 2004).
2.1.1 Faktor-faktor yang Berperan dalam Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap
kegiatan
mempengaruhi
tersebut.
kepuasan
Secara
kerja
teoritis,
sangat
banyak
faktor-faktor
yang
dapat
jumlahnya
seperti
gaya
kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan penggajian dan efektivitas kerja. Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja karyawan yaitu : a. Faktor Isi Pekerjaan, yaitu penampilan tugas pekerjaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan. b. Faktor Supervisi c. Faktor Organisasi dan Manajemen d. Faktor Kesempatan untuk Maju e. Faktor Gaji dan Keuntungan dalam Bidang Finansial f. Faktor Rekan Kerja
8
g. Faktor Kondisi Pekerjaan
Selain itu, menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor penyebab kepuasan kerja adalah : a. Bekerja pada Tempat yang tepat b. Pembayaran Gaji yang Sesuai c. Organisasi dan Manajemen d. Supervisi pada Pekerjaan yang Tepat e. Orang yang Berada dalam Pekerjaan yang Tepat
Faktor-faktor kepuasan kerja perlu dibahas, khususnya untuk memenuhi pertanyaan tentang apa yang diukur dalam variabel kepuasan kerja. Banyak peneliti memperlihatakan sejumlah aspek situasi yang berbeda sebagai sumber yang penting dari kepuasan kerja. Pendapat tersebut antara lain sebagai berikut : Siagian (1986:25) menyatakan bahwa harapan-harapan pada organisasi, biasanya tercermin antara lain : 1). Kondisi kerja yang baik ; 2) merasa diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut nasibnya ; 3) cara pendisiplinan yang diplomatik ; 4) penghargaan yang wajar atas prestasi kerja ; 5) kesetiaan pimpinan terhadap bawahannya ; 6) pembaayran yang adil dan wajar ; 7) kesempatan promosi dan berkembang dalam organisasi ; 8) adanya pengertian pimpinan jika bawahan menghadapi masalah pribadi ; 9) jaminan adanya perlakuan yang adil dan objektif; 10) pekerjaan yang menarik. Mengutip variabel-variabel yang ditanyakan dalam kepuasan kerja yang dikembangkan Weis, Dawis, England dan Logquist (1967) yang dikenal dengan Minnessota Satisfaction Questionare (MSQ). Daftar tersebut terdiri dari 100 item pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 20 faktor, yaitu : 1) penggunaan kemampuan ; 2) kepandaian ; 3) aktivitas ; 4) kemajuan ; 5) kewenangan ; 6) kreativitas ; 7) kebijaksanaan dan praktik perusahaan ; 8) kompensasi ; 9) teman sekerja ; 10) kebebasan nilai moral ; 11) pengakuan ; 12) tanggung jawab ; 13) keamanan ; 14) social ; 15) status social ; 16)
9
pengawasan hubungan manusia ; 17) teknik pengawasan ; 18) pergantian ; 19) kondisi kerja ; 20) promosi. ( Feldman dan Arnold, 1983:213) Sedangkan menurut As’ad dengan mengutip (1999:114) pendapatnya Gilmer (1966) mengatakan, bahwa faktor-faktor yang menimbulkan kepuasan kerja adalah : 1) kesempatan untuk maju ; 2) keamanan kerja ; 3) gaji atau upah ; 4) perusahaan dan manajemen ; 5) pengawasan (supervisi) ; 6) faktor intrinsic dari pekerjaan ; 7) kondisi kerja ; 8) aspek sosial dalam pekerjaan ; 9) komunikasi ; 10) fasilitas. Lagi-lagi As’ad (199:115) mengutip penelitian yang dilakukan oleh Caugemi
dan
Calaypool
(1978),
menemukan
bahwa
hal-hal
yang
menimbulkan rasa puas adalah : 1) prestasi ; 2) penghargaan ; 3) kenaikan jabatan ; dan 4) pujian. Sedangkan yang menimbulkan perasaan tidak puas adalah : 1) kebijakan perusahaan; 2) supervisor ; 3) kondisi kerja ; dan 4) gaji atau upah. Pendapat lain dalam bahasa yang berbeda merinci faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu : (Hasibuan, Melayu 2001 : 203) :
1. Balas jasa yang adil dan layak 2. Penempatan yang tepat sesuai dengan keahlian 3. Berat ringannya pekerjaan 4. Suasana dan lingkungan pekerjaan 5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya 7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak
Menurut, Robbins (1996 : 181) bahwa kepuasan kerja dipengaruhi oleh : 1. Kerja yang secara mental menantang 2. Ganjaran yang pantas 3. Kondisi kerja yang mendukung 4. Rekan sekerja yang mendukung
10
Dari berbagai pendapat di atas dapat dirangkum mengenai faktorfaktor yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu : 1. Faktor psikologik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan, yang meliputi: minat; ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, bakat, dan keterampilan 2. Faktor sosial, merupakan faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik antara sesama karyawan, dengan atasannya maupun karyawan yang berbeda jenis pekerjaannya. 3. Faktor fisik, merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi fisik karyawan, meliputi jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu udara, penerangan, pertukaran udara, kondisi kesehatan karyawan, umur dan sebagainya. 4. Faktor finansial, merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan, yang meliputi sistem dan besarnya gaji atau upah, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, promosi dan sebagainya. (As’ad, 1999:115-116)
2.2 Teori Komitmen Kerja
Komitmen merupakan perpaduan antara sikap dan perilaku yang menyangkut rasa mengidentifikasi dengan tujuan organisasi dan rasa setia pada organisasi (Meyer dan Allen, 1984). Seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan berkurang keinginannya untuk menerima pekerjaan lain (Shadicki, Folger dan tesluck, 1999). Komitmen merupakan keyakinan seseorang akan nilai-nilai dan tujuan organisasi, rela menerima dan berusaha mencapai tujuan serta memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tersebut (Meyer et al. 1993). Perusahaan akan berkembang jika memiliki karyawan yang berkomitmen tinggi terhadap perusahaan (Rifani, 1997 dalam Suarta, 2000).
11
Daftar dibawah ini merupakan urutan pernyataan yang mempresentasikan kemungkinan perasaan individu terhadap perusahaan tempat mereka bekerja : 1. Saya bersedia melakukan usaha diluar dari yang diharapkan secara normal untuk membantu kesuksesan organisasi. 2. Saya mengatakan pada teman saya bahwa ini adalah organisasi yang terbaik sebagai tempat kerja. 3. Saya merasa hanya sedikit loyal pada organisasi ini (R). 4. Saya menerima hampir semua jenis tugas pekerjaan agar saya tetap dapat bekerja di-organisasi ini. 5. Saya menyadari bahwa nilai saya dan organisasi ini sangat serupa. 6. Saya bangga mengatakan bahwa saya adalah bagian dari organisasi ini. 7. Saya biasa saja bekerja pada organisasi yang sangat berbeda sepanjang jenis pekerjaannnya serupa (R). 8. Organisasi ini benar-benar memberi inpirasi terbaik dalam kinerja saya. 9. Perubahan yang sangat kecil dalam hidup saya sekarang menyebabkan saya meninggalkan organisasi ini (R). 10. Saya sangat senang karena saya memilih organisasi ini sebagai tempat kerja dan bukannya organisasi lain saat saya memutuskan untuk bergabung. 11. Tidak banyak yang diperoleh dengan tetap bertahan di-organiasi ini untuk jangka waktu yang tidak terbatas (R). 12. Saya sangat susah untuk sepaham dengan kebijakan organisasi mengenai hal-hal penting berkaitan dengan karyawan (R). 13. Saya benar-benar peduli dengan nasib organisasi ini. 14. Menurut saya, organisasi ini merupakan organisasi terbaik untuk bekerja. 15. Memutuskan bekerja untuk organisasi ini merupakan kesalahan terbesar dalam hidup saya (R).
Respon pada setiap nomor diukur pada skala 5 poin dengan poin skala (1) sangat tidak setuju, (2) tidak setuju, (3) netral, (4) setuju, (5) sangat setuju. Nilai “R” menandakan rasa negatif yang nilainya terbalik. Seperti halnya kepuasan kerja, maka terdapat hasil komitmen karyawan. Ringkasan penelitian dari dulu sampai sekarang menunjukkan hubungan yang signifikan antara komitmen karyawan dan hasil yang diinginkan seperti kinerja tinggi, tingkat pergantian karyawan yang rendah, dan ketidakhadiran yang rendah.
12
Menurut Mowday, Porter, Steers, dan Mueller (2003, halaman 2), bahwa usia dan masa kerja karyawan berkorelasi positif dengan komitmen. Semakin muda usia karyawan maka kecenderungan komitmen yang dimiliki juga tidak terlalu tinggi. Keterikatan terhadap organisasi yang tidak tinggi memudahkan terjadinya turnover. Juga terdapat bukti bahwa komitmen karyawan berhubungan dengan hasil lain yang diinginkan seperti iklim organisasi yang hangat dan mendukung dan menjadi anggota yang baik yang siap membantu. Seperti kepuasan, terdapat beberapa studi yang tidak menunjukkan hubungan yang kuat antara komitmen karyawan dan kinerja untuk orang dengan kebutuhan finansial rendah daripada orang dengan kebutuhan finansial tinggi dan studi lain menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi karyawan, maka semakin kurang dampak komitmen pada organisasi. Studi juga menunjukkan bahwa komitmen pada supervisor lebih berhubungan dengan kinerja daripada komitmen pada organisasi. Akan tetapi sebagai kesimpulan, banyak peneliti berpendapat bahwa sikap komitmen karyawan dibandingkan dengan kepuasan kerja adalah prediktor yang lebih baik dari variabel hasil yang diinginkan dan dengan demikian pantas menerima perhatian dari manajemen. Karyawan yang berkomitmen dan mau melibatkan diri dalam organisasi dan menyelaraskan dengan tujuan dan nilai-nilai organisasi. Karyawan seperti ini siap untuk mengeluarkan usaha yang lebih untuk kepentingan organisasi dan memiliki keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota perusahaan. Karyawankaryawan dengan tingkat komitmen yang tinggi juga selalu ingin meningkatkan kemampuan, berusaha mendapatkan jenjang karir yang lebih tinggi, menjadi ahli dalam pekerjaan mereka dan jarang berpindah profesi (Hackett et al. 2001). Dari perspektif karyawan, keuntungan-keuntungan bila berkomitmen pada suatu organisasi adalah bahwa ia memiliki pekerjaan untuk mengisi waktu, memiliki uang untuk membayar berbagai tagihan, memiliki kesempatan untuk melakukan pekerjaan penting dan menantang, memiliki kesempatan bertemu dan berinteraksi dengan berbagai macam orang, dan memiliki kesempatan mempelajari ilmu-ilmu baru dan mengembangkan diri (Meyer dan Allen, 1997). Sedangkan
dari
perspektif
organisasi,
maka
memiliki
karyawan
yang
berkomitmen akan bermanfaat karena potensinya untuk menaikkan kinerja dan
13
efektivitas individu dan organisasi serta mengurangi perputaran karyawan dan kemangkiran (Mowday et al, 1982 dan Wiener & Vardi, 1980). Anteseden
komitmen
berorganisasi
adalah
umur,
jenis
kelamin,
pendidikan, jabatan, status pernikahan (Meyer & Allen, 1984 ; Morrow, 1983 ; Mowday et al, 1982), kepuasan kerja, transformational leadership (Meyer & Allen, 2002), alternatif pekerjaan (Meyer & Allen, 1984 ; Rusbult & Farrel, 1983), pengertian mengenai tujuan-tujuan organisasi (Arciniega & Gonzales, 2002).
2.3 Dimensi Kualitas Jasa
Melalui serangkaian penelitian terhadap berbagai macam industri jasa, maka menurut Tjiptono, 2005 bahwa dimensi kualitas pelayanan jasa yang sesuai dengan tingkat kepuasan kerja yaitu sebagai berikut : 1. Reliabilitas (reliability) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan berupa perkembangan kebijakan yang dapat dijanjikan, akurat, terpercaya dan konsisten. 2. Daya tanggap (responsiveness) yaitu kemampuan dari perusahaan untuk membantu karyawan dalam memberikan pelayanan jasa secara cepat sesuai harapan karyawan. 3. Jaminan (assurance) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan keyakinan dan kepercayaan terhadap janji yang diberikan oleh perusahaan. 4. Empati (empathy) yaitu kemampuan perusahaan untuk memahami masalah para karyawan serta memberikan perhatian personal kepada karyawan agar dapat dihasilkan solusi yang baik. 5. Bukti fisik (tangible) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan penampilan fisik, peralatan, dan berbagai fasilitas agar dapat digunakan secara nyaman dan aman oleh para karyawan.
2.4 Hal-hal yang Perlu Dilakukan Perusahaan untuk Memperhatikan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
a. Umpan Balik dari Perusahaan
14
Dalam perilaku organisasi perusahaan, sangat penting adanya umpan balik dari perusahaan kepada karyawan dalam hal komunikasi dua arah. Tindak lanjut dan umpan balik yang tepat memerlukan pembentukan mekanisme formal dan informal dimana dengan mekanisme tersebut pengirim dapat memeriksa isi pesan dan dapat diinterpretasikan dengan jelas. Proses komunikasi umpan balik dari perusahaan sangat penting dalam membina faktor-faktor yang berpengaruh dalam kepuasan kerja karyawan. Menurut Makmuri Muchlas (2008) bahwa karakteristik umpan balik yang efektif dan inefektif dari atasan kepada bawahan yaitu : (i) Intensi / Maksud Umpan balik yang efektif ditujukan untuk meningkatkan prestasi dan membuat seorang karyawan sebagai aset yang lebih berharga. Jadi umpan balik yang efektif lebih ditujukan kepada aspek-aspek pekerjaan. (ii) Spesifikasi Umpan balik yang efektif didesain untuk memberikan penerima sesuatu informasi khusus sehingga dia akan mengetahui apa yang dilakukan untuk mengoreksi sesuatu. (iii) Deskripsi Umpan balik yang efektif lebih memiliki ciri deskriptif daripada evaluatif sehingga umpan balik ini menyatakan kepada karyawan apa saja yang telah dikerjakannya. (iv) Kegunaan Umpan balik ini berupa informasi yang digunakan karyawan untuk meningkatkan prestasi kerja. (v) Tepat pada waktunya Harus dipertimbangkan pemberian umpan balik yang tepat waktu kepada karyawan sehingga makin baik hasil informasi yang didapat. (vi) Kesiapan Supaya umpan balik efektif, maka para karyawan harus siap menerimanya. (vii) Kejelasan Umpan balik harus dimengerti secara jelas oleh penerimanya.
b. Alasan Perusahaan Harus Memperhatikan Kepuasan Kerja
15
Ada
beberapa
alasan
mengapa
perusahaan
harus
benar-benar
memperhatikan kepuasan dan komitmen kerja yang dapat dikategorikan sesuai dengan fokus karyawan yaitu : (i) Manusia berhak diperlakukan secara adil dan hormat menurut perspektif kemanusiaan. Kepuasan kerja merupakan perluasan refleksi perlakuan yang baik. Penting juga memperhatikan indikator emosional psikologis. (ii) Perspektif kemanfaatan, bahwa kepuasan kerja dapat menciptakan perilaku yang mempengaruhi fungsi-fungsi perusahaan. Perbedaan kepuasan kerja antara unit-unit organisasi dapat mendiagnosis potensi persoalan. Buhler (1994) menekankan pendapatnya bahwa upaya organisasi berkelanjutan harus ditempatkan pada kepuasan kerja dan pengaruh ekonomis terhadap perusahaan. Perusahaan yang percaya bahwa karyawan dapat dengan mudah diganti dan tidak berinvestasi dibidang karyawan maka akan menghadapi bahaya. Biasanya berakibat tinggi pada tingkat turnover, membengkaknya biaya pelatihan, mudah berganti-ganti perusahaan dan kurang loyal.
c. Pengembangan Karyawan Dalam organisasi bisnis yang menengah dan besar, perekrutan dan penempatan,
pemeliharaan,
pengembangan
karyawan
dan
kompensasinya merupakan masalah tersendiri yang harus ditangani oleh bagian personalia. Namun dalam hal ini bagian personalia tidak memiliki otoritas sendiri untuk melakukan pengembangan karyawan dalam mencapai rasa kepuasan dan komitmen kerja karyawan. Secara keseluruhan kegiatan sumberdaya manusia untuk pengembangan karyawan ada 04 (empat) jenis yaitu :
(i) Analisis Jabatan, yang terdiri dari tiga komponen dasar yaitu : • Uraian Kerja (Job Description) merupakan uraian tertulis tentang kerja apa yang harus dilakukan oleh pekerja dalam tugas yang
16
diberikan kepadanya. Selain prosedur yang harus diikuti juga perlengkapan yang harus dipakai untuk keselamatan kerja. • Spesifikasi Jabatan (Job Spesification) merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh karyawan untuk melakukan suatu pekerjaan meliputi kesehatan, pendidikan, sikap dan sebagainya. • Penilaian Kerja (Job Evaluation) merupakan penilaian karyawan untuk memberikan rasa keadilan dalam pekerjaan.
(ii) Pelatihan dan Pengembangan Pelatihan dan pengembangan diberikan kepada karyawan untuk memenuhi persyaratan kerja yang tidak dimiliki oleh karyawan. Pelatihan ini diberikan baik dalam bentuk keterampilan teknis maupun keterampilan manajerial. Untuk karyawan tingkat pimpinan biasanya lebih sering dilakukan di-luar perusahaan sedangkan untuk tingkat karyawan bawahan biasanya lebih sering dilakukan di-dalam perusahaan.
(iii) Kompensasi Menurut Musselman (1991) bahwa ada dua jenis kompensasi yang diberikan kepada karyawan yaitu dalam bentuk uang dan dalam bentuk bukan uang. Kompensasi dalam bentuk uang dirinci lagi yaitu : • Gaji • Asuransi Kesehatan • Bonus • Tunjangan Hari Tua
Sedangkan kompensasi dalam bentuk bukan uang yaitu : • Kondisi kerja yang baik • Rekreasi bersama • Penyediaan sarana olahraga dan kesenian • Tempat tinggal
17
(iv) Pemeliharaan Tenaga Kerja Pemeliharaan tenaga kerja menunjuk kepada beberapa aktivitas untuk memelihara karyawan agar tetap berada pada tingkat efisiensi kerja yang tinggi yang meliputi : • Kesehatan, tidak hanya penting bagi karyawan tetapi juga penting bagi perusahaan karena karyawan yang tidak sehat akan mempengaruhi produktivitas kerjanya. • Keamanan, jika tidak diperhatikan keamanan tempat kerjanya maka akan sering terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan masalah besar bagi perusahaan karena harus mengganti kerugian. • Moral, yaitu perasaan seseorang atau kelompok terhadap pekerjaannya sehingga akan menentukan sikap, apakah karyawan itu merasa senang atau merasa kurang senang. Hal-hal yang menentukan moral kerja karyawan yaitu pemberian gaji yang memadai, penilaian kerja yang adil, dan kondisi kerja yang baik. • Kemangkiran, hal ini dipengaruhi oleh moral kerja karyawan apakah karyawan memiliki moral kerja yang baik atau tidak karena sehingga sikap mangkir dari tempat kerja akan dihindari. • Keluar masuk (Turnover), juga dipengaruhi oleh moral kerja karyawan yang kemudian akan mempengaruhi efisiensi kerja karyawan menjadi lebih baik atau tidak.
Sebelum mengambil suatu kebijakan dan keputusan perusahaan terutama untuk mengubah kebijakan perusahaan yang sudah lama dan rutin dilakukan, manajemen perusahaan harus memahami dan mempelajari terlebih dahulu konsep-konsep nilai, sikap dan kepuasan kerja. Komunikasi yang efektif seharusnya diambil oleh perusahaan agar bisa didapatkan kesepakatan yang
menggembirakan.
Beberapa
berkomunikasi dengan anggota :
petunjuk
bagi
pimpinan
dalam
18
1. Pimpinan harus komitmen terhadap pentingnya komunikasi. 2. Tindakan harus sesuai dengan perkataan. 3. Komitmen terhadap komunikasi dua arah. 4. Penekanan pada komunikasi tatap muka. 5. Pastikan para karyawan mendapatkan informasi yang benar dan cukup. 6. Dealing with bad news. 7. Kebutuhan informasi tidak sama bagi setiap karyawan/kelompok. 8. Treat komunikasi sebagai suatu proses yang terus. 9. Menyediakan informasi yang sesuai dengan kebutuhan anggota organisasi untuk membuat keputusan. 10. Sebagai alat untuk memotivasi anggota. Komunikasi dibutuhkan untuk menjelaskan tujuan organisasi, memberikan umpan balik terhadap pencapaian tujuan dan penguatan terhadap perilaku anggota. 11. Sebagai alat untuk mengendalikan perilaku. 12. Sebagai media untuk mengungkapkan emosi.
2.5 Skala Linkert
Skala linkert adalah skala pengukuran menerapkan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur, sehingga alat ukur tersebut biasanya digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Dengan skala pengukuran, maka nilai variable yang diukur dengan instrumen tertentu dapat dinyatakan dalam bentuk angka sehingga akan lebih akurat, efisien, dan komunikatif. Skala linkert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peniliti, yang selanjutnya disebut sebagai variabel penelitian. Dengan skala linkert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjai indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item
19
instrumen yang menggunakan skala linkert mempunyai nilai dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat berupa kata-kata sebagai berikut : Sangat tidak setuju, Tidak setuju, Netral, Setuju, Sangat setuju. Untuk kepentingan analisis kuantitatif, maka jawaban ini dapat diberi skor yaitu : Sangat tidak setuju (1), Tidak setuju (2), Netral (3), Setuju (4), Sangat setuju (5). Instrumen penelitian yang menggunakan skala linkert dapat dibuat dalam bentuk cheklist ataupun pilihan ganda.
2.6 Teori Kuesioner
Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan dan mengolah data menggunakan kuesioner yang merupakan daftar pertanyaan tertulis. Tujuan dibuat kuesioner yaitu untuk mengetahui informasi yang relevan berkaitan dengan penelitian ini dan untuk memperoleh informasi dengan tingkat kehandalan dan keakuratan yang tinggi. Kuesioner dapat dibedakan menjadi 03 (tiga) jenis yaitu : a. Kuesioner terstruktur yaitu kuesioner yang kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dulu sehingga responden tidak mempunyai kesempatan memberikan jawaban yang lain. b. Kuesioner terbuka, yaitu kuesioner yang memungkinkan jawabannya tidak ditentukan terlebih dulu sehingga responden bebas dalam memberikan jawaban. c. Kuesioner kombinasi antara terstruktur dan terbuka, yaitu kuesioner yang jawabannya sudah ditentukan terlebih dulu dan juga terdapat pertanyaan terbuka yang memberikan kebebasan dalam menjawab.
Dalam menyusun kuesioner, harus diperhatikan petunjuk dalam membuat dan mengerjakannya sehingga responden mudah untuk menjawabnya. Petunjukpetunjuk penting yang harus diperhatikan yaitu : a. Pertanyaan disusun secara jelas dan spesifik. b. Pertanyaan menggunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti. c. Pertanyaan harus berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian. d. Pertanyaan tidak boleh membingungkan responden.
20
e. Pertanyaan tidak boleh berhubungan dengan hal-hal pribadi responden. f. Pertanyaan tidak boleh menghendaki analisis pemikiran yang tajam.
2.7 Penentuan Jumlah Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti (Arikunto, 2006:131). Mardalis (2009:55) menyatakan sampel adalah contoh, yaitu sebagian dari seluruh individu yang menjadi objek penelitian. Jadi sampel adalah contoh yang diambil dari sebagian populasi penelitian yang dapat mewakili populasi. Walaupun yang diteliti adalah sampel, tetapi hasil penelitian atau kesimpulan penelitian berlaku untuk populasi. Untuk penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus berikut Slovin (Karnadi, 2008) :
Dimana : = Jumlah sampel N
= Jumlah populasi
e
= Prosentase kelonggaran penelitian karena kesalahan pengambilan
sampel (0,10) dan tingkat kepercayaan 90%.
2.8 Uji Validitas Data
Validitas adalah ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu alat ukur / instrumen. Suatu alat instrumen dikatakan valid, apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Atau dapat dikatakan bahwa alat ukur/ dapat memperoleh data yang tepat dari variabel–variabel yang diteliti (Simamora, 2002). Pengujian dilakukan dengan mengkorelasikan butir-butir pertanyaan dengan nilai-nilai total didapatkan dengan menggunakan rumus :
21
Dimana :
n
= Banyaknya responden
∑X
= Jumlah pengamatan variabel X
∑Y
= Jumlah pengamatan variabel Y
(∑X2) = Jumlah kuadrat pengamatan variabel X (∑Y2) = Jumlah kuadrat pengamatan variabel Y (∑X)2 = Kuadrat jumlahan pengamatan variabel X (∑Y)2 = Kuadrat jumlahan pengamatan variabel Y Semua korelasi untuk setiap pertanyaan dengan skor total telah diperoleh, nilai-nilai tersebut dibandingkan dengan nilai tabel pearson product moment (rα,df). Jika nilai koefisien korelasi produk momen dari suatu pertanyaan berada di atas nilai r tabel kritik (r > rα,df ), maka pertanyaan tersebut signifikan dan dikatakan valid atau dapat mengukur aspek yang sama.
2.9 Uji Reliabilitas Data
Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur/instrumen dalam mengukur aspek yang sama (Umar, 2003) dan dapat dipercaya atau diandalkan (Singarimbun, 1989). Bila sebuah alat ukur digunakan dua kali atau lebih untuk mengukur aspek yang sama dan hasil pengukuran bersifat konsisten, maka alat ukur tersebut dapat dikatakan reliabel. Jadi, jika validitas menunjukkan kebenaran alat ukur, maka reliabilitas menunjukkan kehandalan alat ukur tersebut. Rumus statistik yang digunakan adalah teknik reliability analysis Alpha Cronbach. Rumus reliability analysis Alpha Cronbach adalah sebagai berikut (Sugiyono, 1991):
22
Dimana : r
= Nilai reliabilitas
k
= Banyaknya butir angket = Jumlah Varian Item = Varians total
Menurut Budi (2006), tingkat reliabilitas yang diperoleh melalui Cronbach’s Alpha dapat diukur melalui skala alpha 0 sampai 1. Skala dikelompokkan dalam lima kelas dengan range yang sama, dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1 Tingkat Reliabilitas berdasarkan nilai Alpha
ALPHA
TINGKAT RELIABILITAS
0.00 s.d 0.20
Kurang Reliabel
>0.20 s.d 0.40
Agak Reliabel
>0.40 s.d 0.60
Cukup Reliabel
>0.60 s.d 0.80
Reliabel
>0.80 s.d 1.00
Sangat Reliabel
2.10 Metode Service Quality
Metode service quality (servqual) adalah suatu kuesioner yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa atau pelayanan yang dikembangkan tahun 1980-an oleh Zeithhaml, Parasuraman & Berry dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas jasa. Dengan kuesioner ini maka kita bisa mengetahui seberapa
23
celah (gap) yang ada diantara persepsi karyawan dan ekspetasi / harapan terhadap suatu perusahaan jasa. Kuesioner servqual dapat diubah-ubah agar cocok dengan industri jasa yang berbeda-beda seperti bank, restoran, perusahaan penerbangan. Evaluasi kualitas jasa menggunakan metode servqual mencakup perhitungan perbedaan diantara nilai yang diberikan oleh karyawan untuk setiap pasangan pertanyaan yang berkaitan dengan harapan dan persepsi. Skor metode servqual dapat dihitung berdasarkan rumus yaitu :
Skor Servqual = Tingkat Kepuasan – Tingkat Kepentingan
Evaluasi kualitas jasa menggunakan metode servqual mencakup perhitungan perbedaan nilai yang diberikan karyawan untuk setiap pasangan pertanyaan yang berkaitan dengan harapan dan persepsi. Untuk mengukur tingkat kepuasan pelayanan dapat digunakan rumus yaitu :
Service Quality Score = Perception Score – Expected Score atau KL=P-E
KL = Skor kualitas pelayanan P
= Skor persepsi pelayanan
E = Skor harapan pelanggan
2.11 Teori Diagram Cartesius
Analisis tingkat kepuasan dan komitmen dapat menghasilkan suatu diagram kartesius yang dapat menunjukan letak faktor-faktor atau unsur-unsur yang dianggap mempengaruhi kepuasan, dimana dalam diagram kartesius tersebut faktor-faktor akan dijabarkan dalam empat kuadran. Menurut J. Supranto (1997), sumbu mendatar (X) dalam diagram kartesius memuat nilai rata-rata skor kepuasan (performance), sedangkan sumbu tegak (Y) memuat nilai rata-rata skor komitmen (importance), yang dirumuskan sebagai berikut :
24
dan Dimana : = rata-rata skor tingkat kepuasan faktor ke-i = rata-rata skor tingkat komitmen faktor ke-j =
total skor untuk tingkat kepuasan faktor ke-i
=
total skor untuk tingkat komitmen faktor ke-j
= jumlah responden
Diagram kartesius merupakan suatu bangun yang dibagi atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik-titik ( X , Y ), dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat kepuasan seluruh atribut dan Y merupakan rata-rata dari rata-rata skor tingkat komitmen dari seluruh atribut yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, yang dinyatakan sebagai berikut : dan Dimana : = banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan. Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian dalam diagram kartesius sebagai berikut :
25
Gambar 2.1 Teori Diagram Cartesius
Keterangan :
1.
Kuadran I (Atrributes to improve) Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting
oleh karyawan namun pada kenyataannya belum sesuai seperti yang diharapkan (kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Atribut-atribut yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan.
2.
Kuadran II (Maintain Performance) Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting
oleh karyawan dan sudah sesuai dengan yang dirasakan sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Karenanya atribut-atribut yang masuk dalam kuadran ini harus dipertahankan.
3. Kuadran III (Attributes to Maintain)
26
Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh karyawan dan pada kenyataannya, kinerjanya tidak terlalu istimewa.
4. Kuadran IV (Attributes to De-emphasize) Merupakan wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh karyawan dan dirasakan terlalu berlebihan.