BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Jasa (Service) Definisi jasa menurut Lovelock (2010): “Services are economic activities
offered by one party to another. Often time-based, performances bring about desired result to recipients, objects, or another asset for which purchasers have responsibility”. Jasa adalah kegiatan ekonomi antara dua kelompok, dimana terdapat pertukaran nilai antara penjual dan pembeli, biasanya berdasarkan waktu. Jasa sebagai suatu proses mencakup empat pendekatan proses, yaitu : •
Jasa yang ditujukan pada manusia (people processing)
•
Jasa yang ditujukan pada barang dan benda fisik lainnya (possession processing)
•
Jasa yang ditujukan pada pikiran manusia (mental stimulus processing)
•
Jasa yang diwujudkan pada asset tak berwujud (information processing) Proses ini merupakan bagian dari sistem penyampaian jasa, yaitu untuk
menjawab pertanyaan “bagaimana jasa disampaikan”.
7
8
Tabel 2.1.Empat Kategori Jasa Manusia
Berwujud (Tangible)
Benda
Jasa yang ditujukan pada
Jasa yang ditujukan pada
manusia (people processing):
barang dan benda fisik lainnya
•
Transportasi penumpang (possession processing):
•
Perawatan kesehatan
•
Jasa binatu
•
Restoran
•
Jasa perbaikan
•
Klub kebugaran
•
Transportasi angkutan barang
Tidak berwujud (Intangible)
Jasa yang ditujukan pada
Jasa yang diwujudkan pada
pikiran manusia (mental
asset tak berwujud
stimulus processing):
(information processing):
•
Pendidikan
•
Akuntansi
•
Periklanan
•
Perbankan
•
Psikoterapi
•
Bantuan hukum
Sedangkan pengertian jasa menurut Kotler (2009): “A service is an activity that is being offered by a group to an individual or other group that are essentially intangible and doesn’t resulted to an ownership of something”. Jasa merupakan kegiatan yang diberikan oleh kelompok kepada individu atau kepada kelompok lainnya, yang tidak terlihat dan tidak bisa dimiliki. Terdapat beberapa karakteristik jasa menurut Kotler, yaitu: a. Tidak berwujud (intangible), tidak dapat dilihat, diraba, dirasa, didengar atau dicium sebelum membeli
9
b. Tidak terpisahkan (inseparability), jasa dihasilkan dan dikonsumsi bersamaan, tidak dapat dipisahkan dari penyedia jasa tersebut, baik penyedianya berupa orang atau mesin. c. Bervariasi (variability), jasa menjadi sangat bervariasi, tergantung siapa yang memberikannya, kapan dan dimana jasa tersebut diberikan. d. Tidak tahan lama (perishability), jasa tidak dapat disimpan untuk digunakan nanti. Lovelock (2010) berpendapat bahwa suatu perusahaan biasanya tidak bisa menarik semua potential buyer-nya, karena konsumen mempunyai kebutuhan, gaya belanja, dan pola konsumsi yang berbeda-beda dan tersebar luas secara geografis. Perusahaan memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk melayani seluruh konsumen secara baik. Karenanya, daripada bersaing untuk mendapatkan seluruh pangsa pasar, setiap perusahaan perlu fokus pada konsumennya. Dalam istilah marketing, fokus berarti menyediakan narrow product mix untuk segmen pasar secara khusus, yaitu kelompok konsumen yang mempunyai karakteristik, kebutuhan, gaya belanja dan pola konsumsi yang sama. Perusahaan yang sukses telah menerapkan konsep ini. Perusahaan dapat membaginya menjadi dua dimensi yaitu fokus pada pasar (market focus) dan fokus pada pelayanan (service focus). Dua dimensi ini mendefinisikan 4 strategi dasar, yaitu : •
Fully focused : perusahaan fokus secara total pada segmen pasar yang spesifik dan memberikan jasa yang spesifik pula.
10
•
Market focused : perusahaan berkonsentrasi pada segmen pasar yang lebih sempit, tapi memberikan jasa yang bervariasi
•
Service focused : perusahaan fokus pada jasa yang spesifik, untuk mendapatkan pangsa pasar yang luas
•
Unfocused : perusahaan memberikan jasa yang bervariasi kepada segmen pasar yang luas. Akibatnya perusahaan menjadi tidak fokus.
Table 2.2 Empat Dasar Strategi pada Jasa BREADTH OF SERVICE OFFERINGS Wide Narrow Few
Market focused
Fully focused (service and market focused
Many
Unfocused (everything for eceryone)
Service focused
NUMBERS OF MARKET SERVED
2.2
Gaya Hidup (Life Style) Gaya hidup menurut Kotler (2009) adalah pola hidup seseorang di dunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Assael (1984), gaya hidup adalah “A mode of living that is identified by how people spend their time (activities), what they consider important in their environment
11
(interest), and what they think of themselves and the world around them (opinions)”. Secara umum dapat diartikan sebagai suatu gaya hidup yang dikenali dengan bagaimana orang menghabiskan waktunya (aktivitas), apa yang penting orang pertimbangkan pada lingkungan (minat), dan apa yang orang pikirkan tentang diri sendiri dan dunia di sekitar (opini). Sedangkan menurut Minor dan Mowen (2000), gaya hidup menunjukkan bagaimana seseorang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana mengalokasikan waktu. Gaya hidup mencerminkan keseluruhan pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan. Dari berbagai di atas dapat disimpulkan bahwa gaya hidup adalah pola hidup seseorang yang dinyatakan dalam kegiatan, minat dan pendapatnya dalam membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu. Faktor-faktor utama pembentuk gaya hidup dapat dibagi menjadi dua yaitu secara demografis dan psikografis. Faktor demografis misalnya berdasarkan tingkat pendidikan, usia, tingkat penghasilan dan jenis kelamin, sedangkan faktor psikografis lebih kompleks karena indikator penyusunnya dari karakteristik konsumen.
2.3
Psikografi (Psychographic)
2.3.1
Definisi Psikografi Psikografi adalah metode untuk membagi pasar berdasarkan aspek psikologis
dan kebiasaan atau gaya hidup pelanggan. Solomon (1997) mendefinisikan psikografi sebagai “use of psychological, sociological, and anthropological factors for market segmentation”. Dari definisi di atas, dapat diartikan bahwa psikografi merupakan penggunaan faktor-faktor psikologis, sosiologis dan antropologis, yang digunakan
12
untuk segmentasi pasar. Psikografi merupakan salah satu faktor penting yang harus menjadi perhatian oleh para marketer untuk memperoleh dan mempertahankan pangsa pasar. Marketing memerlukan pemahaman terhadap psikologis pelanggan, sesuai dengan kebutuhan mereka, supaya produk tersebut dapat diterima oleh pelanggan.
2.3.2
Manfaat Segmentasi Psikografi Solomon (2007) berpendapat marketers menggunakan studi psikografi dengan
tujuan sebagai berikut; a. Mendefinisikan target pasar b. Menciptakan market baru c. Memposisikan suatu produk yang sesuai dengan gaya hidup seseorang. d. Menyampaikan atribut produk dengan cara yang lebih baik e. Mengembangkan strategi secara keseluruhan f. Kampanye politik dan sosial
2.3.3
Metode Segmentasi Psikografi Ada beberapa metode yang digunakan; 1. AIO (Activity, Interest, Opinion) AIO (activity, interest, opinions), yaitu pengukuran kegiatan, minat dan pendapat konsumen yang dibuat dalam beberapa pernyataan yang menggambarkan kegiatan, minat dan pendapat konsumen. Pendekatan ini sering dipakai produsen dalam mempromosikan produknya, seperti yang
13
dinyatakan oleh Kotler bahwa psikografi senantiasa menjadi metodologi yang valid dan bernilai bagi banyak pemasar. Berikut adalah dimensidimensi psikografi yang dapat digunakan, menurut Solomon (1997):
Tabel 2.3 Dimensi Psikografi Activities
Interest
Opinions
Demographics
Work
Family
Themselves
Age
Hobbies
Home
Social issues
Education
Social events
Job
Politics
Income
Vacation
Community
Business
Occupation
Entertainment
Recreation
Economics
Family size
Club membership
Fashion
Education
Dwelling
Community
Food
Products
Geography
Shopping
Media
Future
City size
Sports
Achievements
Culture
Stage in life cycle
Solomon (2007) menjelaskan studi psikografi dalam beberapa bentuk seperti: a. Profil gaya hidup (a lifestyle profile), yang menganalisa beberapa karakteristik yang membedakan antara pemakai dan bukan pemakai dari suatu produk.
14
b.
Profil
produk
spesifik
(a
product-specific
profile)
yang
mengidentifikasi kelompok sasaran kemudian membuat profil konsumen tersebut berdasarkan dimensi produk yang relevan. c. Segmentasi gaya hidup (a general lifestyle segmentation), membuat pengelompokkan responden berdasarkan kesamaan preferensinya. d. Segmentasi produk spesifik (a product-specific segmentation), adalah studi yang mengelompokkan konsumen berdasarkan kesamaan produk yang dikonsumsinya. 2. VALSTM VALSTM (Value, Attitude, and Lifestyle / Nilai, Sikap dan Gaya Hidup) merupakan sebuah metode segmentasi pasar yang bersifat psikografis. Diciptakan pada tahun 1970 untuk menerangkan dan memprediksi nilai dan gaya hidup serta konsumsi masyarakat Amerika Serikat. VALSTM juga dapat dengan mudah diterapkan untuk memprediksi perilaku serta gaya konsumsi dari pelaku bisnis dan konsumen. Menurut VALSTM Framework, kelompok-kelompok konsumen dibagi ke dalam segi empat dan mempunyai dua dimensi. Dimensi vertikal merupakan representasi dari tingkat inovasi dan “resources” para konsumen. “Resources” dapat berupa : Penghasilan, Tingkat Pendidikan, Tingkat Kepercayaan Diri, Intelijensia, Kepemimpinan, dan Pengaruh. Kelompok yang terletak di atas, digolongkan dalam kelompok “High Resources”, sementara kelompok yang dibawah digolongkan dalam “Low Resources”. Dimensi horisontal merupakan representasi dari motivasi yang terdiri dari 3 jenis.
15
Segi empat paling kiri yang berwarna biru melambangkan konsumen yang termotivasi oleh nilai-nilai. Konsumen ini terdiri dari kelompok “Thinkers” dan “Believers”. Segi empat di tengah melambangkan konsumen yang termotivasi oleh prestasi. Bagi mereka, pembelian adalah simbol keberhasilan dan alat pertunjukan dari pencapaian mereka. Konsumen ini terdiri dari kelompok “Achievers” dan “Strivers”. Segi empat yang paling kanan melambangkan konsumen yang digerakkan oleh hasrat pengekspresian diri. Kelompok ini adalah orang orang yang menyukai aktifitas, variasi hidup serta menyukai resiko. Kelompok konsumen ini dibagi atas “Experiencers” dan “Makers”. Di paling atas dari bagan segi empat ini, muncul satu kelompok yang disebut “Innovators” (pembaharu) yang mempunyai “resources” yang besar dan juga tingkat inovasi yang menjulang. Mereka dapat mempunyai salah satu atau kombinasi dari tiga motivasi pokok. Di bawah segi empat adalah “Survivors” yang mencukupkan diri dalam kondisi mereka, dan biasanya tidak mempunyai motivasi yang kuat serta kebanyakan merupakan orang orang yang kolot dan statis. Pada
dasarnya,
dengan
menggunakan
VALSTM,
marketer
dapat
memprediksi gaya dan kebiasaan seseorang dalam membeli, mengetahui apa motivasi seseorang dalam berbelanja, dan mengukur pola konsumsi konsumen.
16
Gambar 2.1 Sistem Segmentasi VALSTM (SRI consulting Business Intelligence, 30 Agustus 2010)
3. RISC Sejak tahun 1978, sebuah organisasi di Paris yaitu Research Institute on Social Change (RISC) telah melakukan pengukuran gaya hidup dan sosiobudaya yang berubah-ubah di 40 negara. Pengukuran dalam waktu lama ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perubahan masa depan dan mengidentifikasi tanda-tanda perubahan dalam suatu negara sebelum
17
mereka dapat menyebar ke negara lain. RISC mengidentifikasi nilai-nilai dan perilaku yang dianut seseorang yang dimuat dalam beberapa pertanyaan. RISC mengidentifikasi 10 segment berdasarkan 3 garis sumbu: 1. Exploration / Stability 2. Social / Individual 3. Global / Local
Gambar 2. 2 Segmentasi RISC
2.4
Kepuasan Pelanggan (Customer Satisfaction) Kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha.
Hal ini dikarenakan dengan memuaskan pelanggan, organisasi dapat meningkatkan
18
keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas (Barsky, 1992). Karenanya banyak studi dilakukan untuk mengukur kepuasan pelanggan. Kepuasan (satisfaction) berasal dari bahasa latin. Satis artinya enough atau cukup, dan facere berarti to do atau melakukan. jadi produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk dan jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen pada tingkat cukup. Kotler (1999) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai person’s feelings of pleasure or disappointment resulting from comparing a product’s perceived performance (or outcome) in relation to his or her expectations. If the performance falls short of expectations, the customer is dissatisfied. If the performance matches the expectations, the customer is satisfied. If the performance exceeds the expectations, the customer is highly satisfied or delighted. Definisi tersebut di atas dapat diartikan bahwa kepuasan pelanggan adalah perasaan pelanggan, baik itu berupa kesenangan atau ketidakpuasan yang timbul dari membandingkan sebuah produk dengan harapan pelanggan atas produk tersebut. Apabila performansi produk yang diharapkan oleh pelanggan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, maka pelanggan akan merasa tidak puas. Dan apabila performansi sebuah produk sesuai atau lebih baik dari harapan pelanggan, maka pelanggan akan merasa puas. Definisi lain mengenai kepuasan pelanggan diberikan oleh Cacioppo. Customer satisfaction is the state of mind that customers have about a company when their expectations have been met or exceeded over the lifetime of the product or
19
service. The achievement of customer satisfaction leads to company loyalty and product repurchase. Pada intinya kepuasan pelanggan adalah response atau tanggapan yang diberikan
oleh
pelanggan (customer) atas
terpenuhinya
kebutuhan,
sehingga
memperoleh rasa senang atau nyaman. Dengan pengertian itu, maka penilaian terhadap suatu bentuk keistimewaan / kelebihan dari suatu barang / jasa ataupun barang / jasa itu sendiri, dapat memberikan suatu tingkat kenyamanan yang berhubungan dengan pemenuhan suatu kebutuhan, termasuk pemenuhan kebutuhan yang sesuai atau melebihi harapan pelanggan.
2.4.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Ada banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan pelanggan. Menurut
Hokanson (1995), faktor-faktor tersebut adalah; 1. Sopan santun karyawan (courteous employees) 2. Karyawan yang bersahabat (friendly employees) 3. Pengetahuan karyawan mengenai produk atau jasa yang ditawarkan (knowledgeable employee) 4. Karyawan yang membantu (helpful employee) 5. Tagihan yang akurat (accuracy of billing) 6. Waktu tagihan yang tepat (billing timeliness) 7. Harga yang bersaing (competitive pricing) 8. Kualitas pelayanan (service quality)
20
9. Nilai yang baik (good value) 10. Tagihan yang jelas (billing clarity) 11. Pelayanan yang cepat (quick service)
Gambar 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan Menurut Hokanson (1995)
2.4.2
Metode Untuk Mengukur Kepuasan Pelanggan Menurut Kotler (1999), ada 4 metode yang bisa digunakan untuk mengukur
kepuasan pelanggan: 1. Sistem keluhan dan saran Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk
21
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. Media yang digunakan bisa berupa kotak saran yang diletakkan di tempat-tempat strategis (yang mudah dijangkau atau sering dilewati pelanggan), kartu komentar (yang bisa diisi langsung maupun dikirim via pos kepada perusahaan), saluran telpon bebas pulsa, dan lain-lain. Informasi-informasi yang diperoleh dari metode ini dapat memberikan ide-ide baru dan masukan yang berharga kepada perusahaan, sehingga memungkinkannya untuk bereaksi dengan tanggap dan cepat untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul. Akan tetapi, karena metode ini bersifat pasif, maka sulit mendapatkan gambaran lengkap mengenai kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan. Tidak semua pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya. Bisa saja mereka langsung beralih pemasok dan tidak akan membeli produk perusahaan tersebut lagi. Upaya mendapatkan saran yang bagus dari pelanggan juga sulit diwujudkan dengan metode ini. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan timbal balik dan tindak lanjut yang memadai kepada mereka yang telah bersusah payah memberikan masukan kepada perusahaan. 2. Survei kepuasan pelanggan Penelitian mengenai kepuasan pelanggan banyak digunakan dengan metode survei, baik melalui kuesioner, telepon atau wawancara pribadi. Dari survei ini, perusahaan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggannya. Metode ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain;
22
a. Directly Reported Satisfaction Pelanggan diberikan pertanyaan langsung apakah mereka sangat puas, puas, netral, tidak puas, dan sangat tidak puas. b. Derived Reported Dissatisfaction Pertanyaan yang diberikan menyangkut dua aspek, yaitu besarnya harapan pelanggan terhadap atribut tertentu, dan besarnya yang dirasakan pelanggan. c. Problem Analysis Responden diminta untuk mengungkapkan masalah-masalah yang dihadapi pelanggan berkaitan dengan produk yang ditawarkan, dan diminta untuk memberikan usulan perbaikan. d. Importance Performance Analysis Responden diminta untuk mengurutkan berbagai atribut penawaran, mulai dari yang penting hingga tidak penting, dan diminta untuk mengurutkan performansi perusahaan dari masing-masing atribut dari yang tidak baik hingga sangat baik. 3. Mystery shopping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan / pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. Selain itu para mystery shopper juga dapat mengamati cara perusahaan dan pesaingnya melayani permintaan
23
pelanggan, menjawab pertanyaan pelanggan dan menangani setiap keluhan. Ada baiknya para manajer perusahaan terjun langsung menjadi mystery shopper untuk mengetahui langsung bagaimana karyawannya berinteraksi dan memperlakukan pelanggannya. Tentunya karyawan tidak boleh tahu kalau atasannya sedang melakukan penelitian atau penilaian (misalnya dengan cara menelpon perusahaannya sendiri dan mengajukan keluhan atau pertanyaan). 4. Analisa pelanggan yang hilang Perusahaan menghubungi pelanggan yang telah berhenti membeli, atau yang telah beralih ke produk lain, dan memberikan sejumlah pertanyaan kepada mereka. Kemudian perusahaan dapat menganalisa dan mengambil kebijakan perbaikan / penyempurnaan selanjutnya.
Pada tahun 1980-an, Zeithaml, Parasuraman & Berry mengembangkan metode
pengukuran
kepuasan
pelanggan,
yang
dinamakan
SERVQUAL.
SERVQUAL adalah suatu metode yang digunakan untuk mengukur kualitas jasa. Cara ini mulai dikembangkan pada tahun 1980-an oleh Zeithaml, Parasuraman & Berry, dan telah digunakan dalam mengukur berbagai kualitas jasa. Dengan kuesioner ini, kita bisa mengetahui seberapa besar celah (gap) yang ada di antara persepsi pelanggan dan ekspektasi pelanggan terhadap suatu perusahaan jasa. Kuesioner SERVQUAL dapat diubah-ubah (disesuaikan) agar cocok dengan industri jasa yang berbeda-beda pula (misalnya bank, restoran, atau perusahaan telekomunikasi). Skala SERVQUAL meliputi lima dimensi yaitu:
24
1. Tampilan elemen fisik (Tangible)
Dimensi ini mencakup tersedianya fasilitas fisik, peralatan, sumber daya manusia, materi-materi untuk komunikasi yang merupakan bukti nyata (tangible) pelayanan.
2. Keandalan (Reliability)
Dimensi ini mencakup kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu yang telah disepakati.
3. Daya tanggap (Responsiveness)
Dimensi ini mencakup kesediaan dan kemampuan para karyawan untuk membantu para pelanggan dan merespon permintaan mereka, serta menginformasikan kapan jasa akan diberikan dan kemudian memberikan jasa secara cepat.
4. Jaminan (Assurance)
Dimensi ini mencakup perilaku karyawan yang mampu menumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan dan perusahaan bisa menciptakan rasa aman bagi pelanggannya. Jaminan ini berarti bahwa para karyawan selalu bersikap sopan dan menguasai pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menangani setiap pertanyaan atau masalah pelanggan.
25
5. Empati (Empathy)
Perusahaan memahami masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan, serta memberikan perhatian personal kepada para pelanggan dan memiliki jam operasi yang nyaman.