BAB II LANDASAN TEORI
II.1.
Retail Pengertian retail cukup bervariatif. Menurut Levy & Weitz pada buku
Retailing Management tahun 2009, retailing adalah sebuah aktifitas bisnis yang menambah nilai bagi barang dan jasa yang dijual pada konsumen, untuk kebutuhan keluarga dan pribadi. Sering kali orang menganggap retail hanya menjual barang yang di toko. Tapi ritel juga termasuk menjual jasa, seperti salon, penginapan, atau penyewaan film DVD. Bahkan retail juga dapat dilakukan tanpa harus memiliki toko secara fisik. Contoh dari usaha retail tanpa toko adalah menggunakan media internet (Website), dimana transaksi jual-beli langsung dilakukan pada media tersebut.
II.2.
Tipe-tipe retailer Toko ritel muncul dalam berbagai bentuk dan ukuran. Model ritel juga
semakin bermunculan dengan karakteristik yang berbeda-beda. Dapat dibandingkan dari pelayanan yang diberikan, pilihan jenis produk, harga yang ditawarkan, dan bagaimana cara mengelolanya. Kotler dan Keller pada tahun 2009 membagi tipe retailer menjadi 8 buah (Tabel 2.1).
10
11
Tabel 2.1 Tipe Retailer
TYPE OF RETAILERS Supermarket
Specialty Store
A relatively large, low‐cost, low‐margin, high‐volume, self‐service operation designed to serve customer's total needs for grocery and households products Cany a narrow product line with a deep assortment, such as appeal stores and sporting goods stores
Department Store
Cany several product lines‐typically clothing, home furnishings, and households goods‐with each line operated as a seperate department managed by specialist buyers or merchandisers Convenience Store Relatively small stores located near residential areas, open long‐ hours, seven days a week, and carrying a limited line of high‐ turnover convenience products at slightly higher prices Discount Store Cany standard merchandise sold at lower prices with lower margins and higher volume Off‐Price Retailer
Leftover goods, overruns, irregular merchandise sold at less than retail
Superstore
Huge selling space, routinely purchased food, and household items, plus service.
Catalog Showroom Broad selection of high‐markup, fast moving, brand‐name goods sold by catalog at discount.
II.3.
Marketing Mix Salah satu konsep pemasaran modern yang berkembang saat ini adalah
marketing mix. Konsep marketing mix ini diciptakan oleh Jerome McCarthy. Marketing mix terdiri dari produk (Product) dan harga (Price) yang merupakan suatu penawaran dari pihak perusahaan. Kemudian tempat (Place) dan promosi
12
(Promotion) yang merupakan akses terhadap produk dari perusahaan tersebut. (Kartajaya 2006; Raden Haryadi 2009) Banyak orang menyamakan marketing mix dengan kegiatan pemasaran. Marketing mix adalah suatu bagian dari kegiatan pemasaran. Definisi Marketing Mix menurut Kotler (2003) sebagai suatu cara dalam pemasaran yang dapat dikendalikan dan digunakan perusahaan dalam merespon keinginan target pasar. Terdapat empat komponeu utama dalam marketing mix yang di sebut sebagai 4p s yaitu: Product, Price, Promotion, dan Place. (Raden Haryadi, 2009) Definisi marketing mix yang lainnya adalah sebagai upaya mengintegrasikan tawaran dari perusahaan yang terdiri dari produk dan harga disertai akses yang baik dan komunikasi yang dapat menyampaikan informasi mengenai produk, merek, dan perusahaan sehingga tercipta kekuatan pasar. (Raden Haryadi, 2009)
Gambar 2.1 Empat P Marketing Mix Sumber: Kotler 2006; Raden Haryadi 2009
13
II.4.
Harga (Price) Salah satu elemen dari marketing mix adalah harga (Price). Seperti
disebutkan oleh Kotler, bahwa harga merupakan salah satu faktor penentu bagi konsumen untuk membayar barang ataupun jasa. II.4.1.
Pengertian Harga Harga adalah satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa)
yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa. Produk yang bermerek rnahal sering kali dianggap memiliki kualitas yang lebih tinggi dan lebih rentan untuk kalah dalam persaingan harga dibandingkan produk yang lebih murah (Blattberg dan Winniewski 1989; Dodds. Monroe, dan Grewal. 1991; Karnakura dan Russel 1993; Milgrom dan Roberts 1986; Olson 1977). Sedangkan pengertian harga menurut William J Stanton (1993:13) adalah "Jumlah uang yang dibutuhkan unfuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya”. Sedangkan rnenurut nitisemito (1993:55) harga adalah nilai suatu barang atau jasa yang diukur dari jumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut, seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada pihak lain. Dari beberapa pengertian harga di atas, rnaka harga dapat diartikan sebagai nilai pertukaran yang ditetapkan oleh penjual dan pembeli untuk memperoleh suatu produk dan harga. (Adhy Putera, 2010) II.4.2.
Faktor-Faktor Harga Setiap barang dan jasa yang dijual akan memiliki tingkat harga yang sesuai
dengan kebutuhan pasar. rnenurut Zeithaml dan Bitner (1996:116) menyebutkan
14
bahwa harga sangat mempengaruhi persepsi tentang kualitas, kepuasan, dan nilai (value). Sedangkan Kotler (1997:496) mengemukakan bahwa “Harga adalah sejumlah uang sebagai alat tukar untuk memperoleh produk dan jasa, atau dapat juga dikatakan penentuan nilai suatu produk dibenak konsumen". Menurut Philip kotler (2002:94) ada lima hal yang terpenting dalam menentukan harga : (1) Menentukan permintaan; (2) Menaksir biaya; (3) Menganalisis biaya. (4) Menganalisa harga Jual; (5) Menganalisa Harga Pesaing; (6) Menentukan harga akhir. (Adhy Putera, 2010) Dan menurut Kurt Matzler, Bigit Renzl, Rita Faullant (2006) ada empat faktor penting dalam harga yaitu: (1) Price Fairness yaitu apakah haga tersebut reasonable, acceptable atau justifiable. (2) Price transarancy, yaitu apakah harga yang ditawarkan jelas dan komprehensif. (3) Price readability, yaitu apakah harga yang ditawarkan dapat dipertanggung jawabkan. (4) Dan yang terakhir adalah Relative price, yaitu perbandingan yang tawarkan oleh pesaingnya. (Adhy Putera, 2010)
II.5.
Kenyamanan (Convenience) Salah satn faktor yang dijadikan dasar oleh konsumen dalam memilih sebuah
tempat berbelanja adalah faktor kenyamanan. Kenyamanan dapat ditimbulkan dari banyak hal misalnya lokasi, keramahtamahan (hospitality) dan keamanan. Kenyamanan suatu lokasi lebih ditentukan oleh tipe konsumen sendiri. Beberapa konsumen lebih menyukai toko yang lokasinya berada jauh dari perkotaan. namun lainnya merasa kurang nyaman bila jauh dari perkotaan. (Ivan Hubaya, 2008)
15
Lokasi yang strategis merupakan komitmen sumber daya jangka panjang, yang dapat berpengaruh terhadap masa depan serta pertumbuhan retailer, sehingga mempunyai implikasi yang besar (Lamb, Hair, dan Mc. Daniel. 2001). Pemilihan lokasi dimulai dengan memilih komunitas yang sangat bergantung pada potensi pertumbuhan ekonomis dan stabilitas, persaingan maupun iklim politik. Lusch, Dunne, dan Berhardt (1993) menyatakan bahwa pemilihan lokasi termasuk juga kemudahan parkir maupun jarak perjalanan, yang juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap persepsi konsumen. Putler et al (1996) menyatakan lokasi ritel yang dekat dengan pemukiman akan mampu menghasilkan pelanggan lebih banyak, apabila dibandingkan dengan lokasi yang jauh dari pemukiman. Kotler (2002) menyatakan bahwa kunci untuk mencapai sukses dalam bisnis ritel adalah lokasi. Hal ini mengidentifikasikan adanya kecenderungan pelanggan yang memilih tempat berbelanja yang mudah dicapainya. Metode dalam memilih lokasi perlu mernpertimbangkan prihal lalu lintas pernbeli. survei kebiasaan berbelanja pelanggan, maupun menganalisis lokasi. (Ivan Hubaya, 2008) Pihak rnanajemen toko harus mempertimbangkan unsur keamanan dan perlindungan yang diberikan, agar calon konsumen toko akan rnerasa aman selama berbelanja di toko tersebut. Selain keamanan, kenyamanan juga mencakup keramahtamahan dari para karyawan toko. Para konsumen sangat membutuhkan suasana, ketika mereka merasa menjadi orang yang diperhatikan dan layak mendapat pelayanan yang baik. (Ivan Hubaya, 2008)
16
Kenyamanan menjadi faktor penentu terpenting bagi para konsumen dalam memilih belanja di suatu toko. Selanjutnya penelitian (Samli. Kelly, dan Hunt. 1998) juga menunjukkan ada beberapa fungsi yang menyebabkan timbulnya unsur kenyamanan seperti karyawan toko, desain ruangan, suhu, dekorasi, serta warnawarna yang ada dalam toko tersebut. (Ivan Hubaya, 2008)
II.6.
Barang (Product) Produk adalah barang yang dihasilkan oleh perusahaan untuk dapat di
kontribusikan kepada masyarakat atau dapat dijual kepada masyarakat yang tentunya barang tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat. Menurut Armstrong dan Kotler (2000:7), produk adalah apa saja yang dapat ditawarkan untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Sedangkan menurut Williani J. Stanton (2007:143) bahwa: produk adalah seperangkat atribut baik berwujud maupun tidak berwujud, termasuk didalamya masalah warna, harga, nama baik pabrik, nama baik toko yang menjual (pengecer) dan pelayanan pabrik serta pelayanan pengecer yang diterima oleh pembeli, guna memuaskan keinginannya. Menurut Kotler dan Armstrong (2004:337), produk adalah semua yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan pemakainya. (Adhy Putera, 2010)
17
II.7.
Pelayanan (Service) Menurut Kotler (2000), sebuah perusahaan jasa dapat memenangkan
persaingan dengan menyampaikan secara konsisten layanan bermutu lebih tinggi dibandingkan para pesaingnya, dan lebih tinggi dari harapan pelanggan. Harapan itu dibentuk oleh pengalaman di masa lalu, pembicaraan dan mulut ke mulut, dan iklan perusahaan jasa. Setelah menerima jasa itu, pelanggan membandingkan jasa yang dialami densan jasa yang diharapkan. (Adhy Putera, 2010) Menurut Zeithmal, Parasuraman, dan Berry (1990), kualitas pelayanan merupakan konstruk multidimensional, yang terdiri dalam lima (5) faktor penunjang yaitu (1) Reliability, didefinisikan sebagai kemampuan untuk memberikan layanan yang dapat diandalkan dan akurat. Hal ini menyangkut menepati janji, transparansi harga, dan penanganan keluhan. (2) Responsiveness, dapat dideskripsikan sebagai kesediaan untuk membantu dan memberikan layanan yang tepat bagi konsumen. Faktor ini menekankan sikap penyedia jasa untuk memperhatikan permintaan, pertanyaan, serta complain konsumen. (3) Assurance, yang memfokuskan pada kemampuan untuk mendapatkan kepercayaan dan keyakinan pelanggan. (4) Empathy, merupakan faktor kualitas pelayanan yang menekankan pada kesediaan agar mengerti perlakuan konsumen sebagai personal. (5) Tangibles, adalah faktor kualitas pelayanan yang merepresentasikan fasilitas fisik jasa dalam segi mengantarkan produk yang di pesan kepada pelanggan. (Adhy Putera, 2010)
18
II.8.
Keputusan Membeli (Purchase Decision)
II.8.1.
Definisi Purchase Decision Menurut Kotler & Armstrong (2001, p226) keputusan pembelian (purchase
decision) adalah tahap dalam proses pengambilan keputusan pembeli di mana konsumen benar-benar membeli. Pengambilan keputusan merupakan suatu kegiatan individu yang secara langsung terlibat dalam mendapatkan dan mempergunakan barang yang ditawarkan. II.8.2.
Tahap-Tahap Proses Keputusan Pembelian Tahap-tahap proses keputusan pembelian dapat digambarkan dalam sebuah
model di bawah ini:
Need recognition
Information search
Evaluation of alternatives
Purchase decision
Postpurchase behavior
Gambar 2.2 Proses keputusan membeli Sumber : Principles of Marketing (Kotler & Armstrong, 2008) Model ini mempunyai anggapan bahwa para konsumen melakukan lima tahap dalam melakukan pembelian. Kelima tahap diatas tidak selalu terjadi, khususnya dalam pembelian yang tidak memerlukan keterlibatan yang tinggi dalam pembelian. Para konsumen dapat melewati beberapa tahap dan urutannya tidak sesuai.
19
a.
Pengenalan masalah Proses membeli dengan pengenalan masalah atau kebutuhan pembeli
menyadari suatu perbedaan antara keadaan yang sebenarnya dan keadaan yang diinginkanya. Kebutuhan itu dapat digerakkan oleh rangsangan dari dalam diri pembeli atau dari luar. Seseorang telah belajar bagaimana mengatasi dorongan itu dan dia didorong kearah satu jenis objek yang diketahui akan memuaskan dorongan itu. b.
Pencarian informasi Konsumen mungkin tidak berusaha secara aktif dalam mencari informasi
sehubungan dengan kebutuhannya. Seberapa jauh orang tersebut mencari informasi tergantung pada kuat lemahnya dorongan kebutuhan, banyaknya informasi yang dimiliki, kemudahan memperoleh informasi, tambahan dan kepuasan yang diperoleh dari kegiatan mencari informasi. Biasanya jumlah kegiatan mencari informasi meningkat tatkala konsumen bergerak dari keputusan situasi pemecahan masalah yang terbatas kepemecahan masalah yang maksimal. c.
Evaluasi alternatif Informasi yang didapat dari calon pembeli digunakan untuk memperoleh
gambaran yang lebih jelas mengenai alternatif-alternatif yang dihadapinya serta daya tarik masing-masing alternatif. Produsen harus berusaha memahami cara konsumen mengenal informasi yang diperolehnya dan sampai pada sikap tertentu mengenai produk merek dan keputusan untuk membeli.
20
d.
Keputusan pembelian Produsen harus memahami bahwa konsumen mempunyai cara sendiri dalam
menangani informasi yang diperolehnya dengan membatasi alternatif-alternatif yang harus dipilih atau dievaluasi untuk menentukan produk mana yang akan dibeli. e.
Perilaku setelah pembelian Apabila barang yang dibeli tidak memberikan kepuasan yang diharapkan,
maka pembeli akan merubah sikapnya terhadap merek barang tersebut menjadi sikap negatif, bahkan mungkin akan menolak dari daftar pilihan. Sebaliknya bila konsumen mendapat kepuasan dari barang yang dibelinya maka keinginan untuk membeli terhadap merek barang tersebut cenderung untuk menjadi lebih kuat. Produsen harus mengurangi perasaan tidak senang atau perasaan negatif terhadap suatu produk dengan cara membantu konsumen menemukan informasi yang membenarkan pilihan konsumen melalui komunikasi yang diarahkan pada orang-orang yang baru saja membeli produknya.
II.9.
Manajemen Kategori Kategori manajemen, atau yang biasa disebut Category Management (CM)
merupakan sebuah strategi yang dapat diterapkan diberbagai macam industri. Khususnya industry retail, strategi ini sangat kritikal dalam melakukan kegiatan pemasaran dan peningkatan operasional. CM merupakan metode penentuan terhadap harga, merchandise, promosi, untuk mengakomodir tujuan, keunggulan, dan prilaku konsumen (Consumer Behaviour). (Joel Järvinen, 2010)
21
Terdapat tiga asumsi dasar dalam penggunaan kebutuhan proses CM (Dussart, 1998). Hal itu adalah: 1.
CM menganggap konsumen memutuskan pembelian berdasarkan produk yang tersedia dalam kategori. Hal ini yang membuat kategorisasi adalah penting dari sudut pandang strategi.
2.
CM didukung oleh hubungan antar relasi. Hubungan retailers dan suppliers yang saling menguntungkan (Win-Win). Terlihat dari kerjasama mutualisme, transparansi, pertukaran informasi, dan analisis bersama.
3.
Hasil CM dilihat dari hasil yang didapat, seperti keuntungan yang bertambah, pengurangan polusi yang dihasilkan, dan peningkatan kunjungan konsumen. CM diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya, dan meningkatkan penghasilan. Metode proses CM adalah metode yang sering digunakan oleh industri retail.
Proses tersebut dapat dilakukan dengan 8 langkah CM, seperti pada gambar berikut.
Gambar 2.3 8 Langkah Proses Category Management